JENJANG DASAR
VEKTOR
Halaman
i
P4TK MATEMATIKA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Vektor merupakan bagian matematika yang mulai diajarkan di SMA/MA. Tepatnya
menurut KTSP di kelas XII semester I Program IPA. Materi yang dibahas sesuai dengan
KTSP meliputi pengunaan sifat-sifat dan operasi aljabar vektor dalam pemecahan
masalah serta pengunaan sifat-sifat dan operasi perkalian skalar dua vektor dalam
pemecahan masalah.
Dengan acuan tersebut berarti materi vektor yang dikenalkan di sekolah hanya sebatas
pada konsep-konsep yang meliputi: (1) vektor, (2) skalar, (3) operasi antara dua vektor:
penjumlahan, pengurangan, dan (4) perkalian skalar (dot vektor) serta terapannya dalam
pemecahan masalah. Namun untuk materi Diklat ini pengampu sengaja memasukkan
sebuah materi lagi yakni (5) kros vektor. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
mengingat bagi peserta Diklat penambahan materi tersebut tidak terlalu memberatkan. Di
samping itu manfaat kros vektor akan memberikan tambahan pengetahuan yang sangat
signifikan dalam memudahkan pemecahan masalah khususnya geometri datar dan ruang.
Manfaat yang dimaksud adalah mempermudah perhitungan jarak, sudut, dan luas pada
geometri datar , serta jarak, sudut, luas, dan volum pada geometri ruang. Syarat yang
diperlukan untuk memudahkan pemecahan masalah yang dimaksudkan tersebut hanya
satu, yakni posisi titik-titik sudutnya dinyatakan dalam koordinat Cartesius.
Untuk diketahui pula bahwa materi kros vektor tidak dimasukkan dalam KTSP mungkin
karena pertimbangannya akan melemahkan minat siswa pada pelajaran geometri ruang
yang misinya memang menekannkan pemahaman ruang. Sementara vektor R3
menyederhanakan permasalahan geometri (datar dan ruang) menjadi permasalahan
secara aljabar.
Melalui kesempatan ini penulis berupaya menyusun materi diklat vektor seutuhnya hingga
kros vektor dengan harapan dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para
peserta diklat yang akan dirasakan kemanfaatannya dalam pemecahan masalah.
Kami berharap agar sajian materi vektor ini dapat memberikan kecakapan hidup (life skill)
yang bersifat akademik kepada teman-teman guru peserta diklat melalui prinsip learning
to know, learning to do, learning to be, learning to live together dan learning to cooperate
(Depdiknas, 2001:11).
B. TUJUAN
Materi diklat ini ditulis dengan maksud dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan
diklat guru di seluruh Indonesia dalam memberikan bahan pemahaman dan pendalaman
materi vektor yang perlu dikuasai oleh guru matematika SMA agar lebih berhasil dalam
menjalankan profesinya dalam mengajarkan materi itu kepada para siswanya.
Setelah dipelajarinya materi ini diharapkan kepada para alumni untuk dapat:
1. mengimbaskan pengetahuannya kepada guru-guru di wilayah MGMP-nya dan rekan-
rekan seprofesi lainnya
2. mengajarkan kepada para siswanya secara lancar, lebih baik dan lebih jelas
3. mengembangkan soal-soal yang lebih variatif dan menyentuh kehidupan nyata.
C. RUANG LINGKUP
Materi vektor yang ditulis ini merupakan materi minimal yang perlu dikuasai oleh guru
SMA/MA. Materi yang dibahas meliputi:
1. Pemahaman konsep vektor, cara penulisan lambang dan besarannya, operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian skalar antara dua vektor (dot vektor), proyeksi
ortogonal suatu vektor ke vektor lain, serta contoh-contoh terapannya dalam
perhitungan sudut antara dua garis, dan jarak titik ke garis pada ruang dimensi dua R2
(geometri datar)
2. Perkalian vektor antara antara dua vektor (kros vektor) berikut contoh terapannya
dalam perhitungan sudut antara dua garis, jarak titik ke garis, jarak titik ke bidang,
luas permukaan, dan volum pada ruang dimensi tiga R2 (geometri ruang)
Modul ini dimaksudkan untuk dapat dibaca dan dipahami sendiri termasuk mengerjakan
soal-soal latihan dan merujuknya pada kunci jawaban. Untuk itu langkah-langkah
penguasaan materinya adalah
BAB II
2 3
VEKTOR R , R , DAN TERAPANNYA
1. Konsep Vektor
Konsep vektor pada IPA Fisika adalah besaran yang mempunyai besar dan arah. Besaran yang
hanya memiliki besar saja disebut skalar. Sementara itu konsep vektor dalam metematika
adalah ruas garis berarah yang panjangnya adalah jarak dari titik pangkal ke titik ujung dan
arahnya adalah arah dari pangkal ke ujung atau perpanjangannya.
Vektor yang pangkalnya di titik A dan ujungnya di titik B diberi lambang ” AB ”, sedangkan
nama vektor yang tidak memperhatikan titik pangkal dan titik ujungnya dilambang-kan
dengan huruf-huruf kecil yang digaris bawahi seperti misalnya u , v , dan w. Selanjutnya
untuk melihat bentuk aljabarnya ditulis dalam bentuk matriks kolom atau dalam bentuk a1i +
b1j + c1k. Terakhir panjang vektor dilambangkan dengan tanda harga mutlak. Sehingga AB
merupakan lambang untuk panjang vektor AB dan u merupakan lambang untuk panjang
vektor u.
Contoh
komponen mendatar
B AB =
komponen vertikal
ke kanan pos
E Komponen mendatar
ke kiri neg
A C
ke atas pos
Komponen vertikal
ke bawah neg
F D neg
A ke C terus ke kanan 4 4
AB = = =
C ke B ke atas 3 3
D ke F terus ke kiri 4 4
DE = = = .
F ke E ke atas 3 3
Panjang vektor
Untuk vektor AB yaitu AB = 4 2 32 = 25 = 5, CD yaitu CD = (4) 2 32 = 25 = 5.
a a
Secara umum, panjang vektor adalah | AB | = = a2 b2 dalam R2.
b b
a a
panjang vektor b adalah | AB | = b = a 2 b 2 c 2 dalam R3.
c c
2. Penjumlahan Vektor
Dari gambar di samping tentukan
B . . . . . . . . .
F AB = ; BC = ; CD =
. . . . . . . . .
D . . . . . . . . .
DE = ; EF = ; AF = .
. . . . . . . . .
A
E Hitunglah
C
AB + BC + CD + DE + EF =
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
+ + + + =
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
Apakah
AB + BC + CD + DE + EF = AF ?
Kesimpulan
Untuk setiap vektor berlaku:
AB + BC + CD + . . . + PQ = AQ
y 3
Vektor posisi titk A(3,4) adalah a =
4
A(3,4) 6
Vektor posisi titk B(6,1) adalah b =
1
3
a = Berdasarkan gambar yang diketahui maka
4
6 B(6,1) . . . . . . . . . . . .
b = AB = ; b – a = – = .
1 x . . . . . . . . . . . .
O
Apakah AB = b – a ?
A AB = A ke O + O ke B
= – O ke A + O ke B
= –a + b
– a = b – a (terbukti).
B
b Jadi benar bahwa:
x
AB = b – a
Catatan
Rumus di atas selain berlaku untuk ruang vektor
R2 juga berlaku pula untuk R3.
Vektor nol.
Adalah vektor yang titik pangkal dan titik
ujungnya berimpit.
Perhatikan gambar di samping bahwa:
B
AB + BC + CD + DE + EA =
C
A 4 4 2 3 3 0
2 1 4 1 2 0
E 0
Karena AA = 0 maka
D 0
0
AB + BC + CD + DE + EA = AA = 0 =
0
Kelipatan vektor
v
w1 w2 w5 Selanjutnya untuk memahami dua vektor
sama dan dua vektor sejajar diberikan
w3 w6 contoh melalui gambar di samping.
Dari gambar-gambar vektor yang diperagakan tersebut tampak jelas bahwa kedelapan vektor
itu sejajar. Selanjutnya bila diidentifikasi lebih lanjut diperoleh:
3 3
v = w5 = = v karena
1 1
6 3 3
w1 = 2 = 2v w6 = = v w1 = 2v
2 1 1
w1 = -w3
9 3 3
w2 = 3 = 3v w7 = = -v w3 = -2v
3 1 1
6 3 3
w3 = 2 = -2v w8 = = -v w2 = 3v
2 1 1
w2 = -w4
9 3
w4 = 3 = -3v w4 = -3v
3 1
Perhatikan bahwa w1= –w3 dan w2 = –w4 ternyata gambar w1 dan w3 sama panjang tetapi
arahnya berlawanan. Hal yang sama diperlihatkan oleh w2 dan w4.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa vektor-vektor yang arahnya sama dengan vektor v yaitu
w1, w2, w5, dan w6 dapat ditulis dalam bentuk wi = kv dengan k skalar yang bernilai positif.
Sementara itu vektor-vektor yang arahnya berlawanan dengan vektor v seperti w3, w4, w7, dan
w8, dapat ditulis dalam bentuk wi = kv dengan k skalar yang bernilai negatif. Vektor-vektor
yang arahnya sama atau berlawanan dengan vektor v disebut vektor-vektor yang sejajar
dengan vektor v. Sehingga
Jika v1, v2, v3,.., vr, adalah vektor-vektor dalam R2. Maka untuk setiap vektor v R2,
vektor v dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dalam v1, v2, v3,..., vr, yaitu:
v = k1 v1 + k2 v2 + …+ kr vr, dengan k1, k2,…, kr, adalah skalar-skalar real.
Jika k1, k2,…, kr tunggal, maka vektor-vektor v1, v 2, v3,.., vr itu disebut basis untuk R2.
Contoh
Perhatikan bahwa
2 3 2 6
y v1 = , v 2 = , v3 = , dan v = .
0 1 3 4
v
Dari vektor-vektor yang diketahui itu akan ditunjukkan
v3
bahwa jika:
(i) 6 = 2k1 + 3k 2 + 2k 3
(ii) 4 = k2 + 3k3
Karena terdapat 3 peubah (variabel) dalam 2 persamaan, maka akan terdapat banyak
penyelesaian dengan parameter sebanyak (3–2) = 1 buah. Misalkan parameter itu adalah k3
= ; = parameter.
k3 = (ii) k2 + 3k3 =4
k2 + 3 =4
k2 = 4 – 3 (i) 2k1 + 3k2 + 2k 3 = 6
2k1 + 3(4–3) + 2 = 6
2k1 + 12 – 9 + 2 = 6
2k 1 = –6 + 7
1
k1 = –3 + 3
2
Jika = 0 k1 = –3 Jika = 2 k1 = 4
k2 = 4 k2 = –2
k3 = 0 k3 = 2.
Tampak bahwa k1, k2, dan k3 tidak tunggal, mereka tergantung pada nilai parameter yang
kita pilih. Karena kombinasi linearnya tidak tunggal, akibatnya vektor-vektor v1, v2, dan v3
bukan merupakan basis untuk ruang vektor berdimensi 2 (R2).
Basis-basisnya misal v1 dan v2 atau
v1 dan v3 atau
v2 dan v3.
yaitu setiap dua vektor tidak nol yang tak searah.
Dengan pemikiran yang sama dapat diselidiki bahwa basis dalam ruang vektor berdimensi
tiga (R3) adalah setiap vektor tidak nol yang tidak sebidang jika titik pangkal ketiga vektor itu
diimpitkan.
Berikut contoh terapan perhitungan menggunakan konsep basis dalam ruang vektor berderajat
dua (R2).
Contoh perhitungan menggunakan konsep basis
B
1
C Dari OAB diketahui C pada AB dan D pada OB . T
b 3
pada perpotongan OC dan AD . AC:CB = 2:1 dan
D 2
1 OD:DB = 1:3. Tentukan OT:TC !
T
O A
a
Jawab:
Karena OAB berikut komponen-komponennya terletak sebidang, maka ia berdimensi 2
(dua). Untuk itu setiap 2 vektor yang tak searah akan merupakan basis untuk R2. Akibatnya
setiap vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari kedua basis itu secara tunggal.
Misalkan basisnya adalah OA dan OB (vektor OA = a dan OB = b). Dari pijakan itu akan
diperoleh:
2
AC AB AD AO OD
3
2
= AO OB
3
= AO
1
4
OB
2 1
= (–a + b) ….. (1) = a b …..(2)
3 4
AT = AD dan OT = OA + AT
1
OT = a + (–a + b)
4
1
= (1 – ) a + b ……. (4)
4
1 1
Karena OT = . OC dan = maka OT OC .
3 3
1 1 1 OT 1
Selanjutnya karena OT OC maka OT OC atau OT = OC atau .
3 3 3 OC 3
OT 1 OT 1 1
Terakhir karena maka atau OT : TC = 1 : 2 .
OC 3 TC 3 1 2
Catatan
LATIHAN 1 C
1. Diketahui ABC
D
Titik D pada BC sehingga BD:DC = 2:1
Z Titik E pada pertengahan AB
Jika Z adalah titik potong AD dan CE , tentukan
A B AZ:ZD = … dan CZ:ZE = ….
E
D N C
2. Diketahui persegi panjang ABCD, titik M dan N
berturut-turut terletak pada pertengahan AB dan
Q DC . Titik P dan Q berturut-turut merupakan titik
P
potong diagonal AC dengan ruas-ruas garis DM
dan BN .
1
A M B Buktikan bahwa AP = PQ = QC = AC.
3
4. Dalil Menelaus C
Diketahui ABC dengan transversal (garis yang
P memotong sisi-sisi segitiga atau perpanjangannya)
AR BQ CP
Q PR , buktikan bahwa 1.
RB QC PA
A R
B
5. Dalil De Ceva C
Segitiga ABC dengan AQ, BR dan CP
R Q berpotongan di titik Z. Titik P, Q, dan R
berturut-turut terletak pada ruas garis
Z
AB, BC , dan CA . Buktikan bahwa
A B
P AP BQ CR
1.
PB QC RA
z
y
1
3 v = 3
v =
v
2 2
v
x y
x
Definisi Basis
Jika V adalah ruang vektor, maka vektor-vektor v1, v2 , v 3 , . . . , v k disebut basis dari V
jika untuk setiap v V , v dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear secara tunggal
dari k vektor tersebut, yakni:
v = a1v 1 + a2v2 + a3v 3 + . . . + akvk dengan a1 , a2 , a3 , . . . , ak tunggal.
Jika masing-masing vektor tersebut panjangnya 1 satuan dan saling tegak lurus, maka
v 1, v2 , v3 , . . . , v k disebut basis normal standar dalam ruang vektor V.
1 0
1. i = dan j = adalah basis normal standar dalam ruang vektor R2
0 1
1 0 0
2. i = 0 , j = 1 , dan k = 0 adalah basis normal standar dalam ruang vektor R3.
0 0 1
z Dalam R3
y Dalam R2
e3 = k
(0, 0, 1)
(0,1) e2 = j
e2 = j
e1 = i e1 = i y
x
(1,0) (0, 1, 0)
x (1, 0, 0)
Dalam bentuk i , j , k maka i dan j adalah basis normal standar dalam ruang vektor R2 dan
i , j , k adalah basis normal standar dalam ruang vektor R3.
Catatan
Untuk memudahkan pemahaman siswa khususnya dalam membedakan antara skalar
dan vektor lebih lanjut kita sepakati bahwa pembahasan dan penulisan vektor
berikutnya kita lebih menekankan pada bentuk vektor kolom.
Bukti
Karena AT searah dengan AB maka AT dan AB dapat dibandingkan, yaitu:
AT : AB = m : (m+n) sehingga (m+n) AT = m AB . Akibatnya
(m+n) (t – a) = m(b – a)
(m+n)t – (m+n) a = mb – ma
(m+n)t = (m+n) a + mb – ma
= ma + na + mb – ma
na mb
= na + mb, sehingga t =
mn
y
na mb k a kb k a b
A(x1,y1) t = = atau
mn kk 2k
T(xT,yT)
ab 1
a b
a t B(x2,y2) t =
b 2 2
O x
Contoh:
Diketahui ruas garis AB dengan A(–2, 5) dan B(10,1). Titik T terletak pada AB sehingga
AT:AB = 1:3. Tentukan koordinat titik T. Selanjutnuya jika titik P terletak pada pertengahan
AB , tentukan koordinat titik P.
Jawab:
Untuk lebih memperjelas permasalahan pada soal tersebut diberikan gambar corat-coret
(gambaran kasar) berikut perhitungannya secara lengkap.
na mb
B(10,1) t =
mn
3a 1b 1
= 3a b
T 3 3 1 4
A(–2,5) 1 b 1 2 10
= 3
a
t 4 5 1
O 1 4 1
= T(1,4).
4 16 4
Jadi koordinat titik T(1,4).
y
Keadaan sebenarnya dapat dilihat pada
A(-2,5) gambar di samping.
T Karena titik P pada pertengahan AB maka
P
1
a t p p = a b
B(10,1) 2
b
x 1 2 10 1 8
=
O 2 5 1 2 6
4
= Koordinat titik P(4,3).
3
E. DOT VEKTOR
Dot vektor disebut pula sebagai perkalian skalar antara dua vektor, sebab meskipun kedua
unsur yang dikalikan berupa vektor namun hasil kalinya berupa skalar. Lambang
perkaliannya digunakan tanda titik (.) sedangkan aturan perkaliannya (Anton, 1994:27)
diberikan sebagai berikut.
dengan u.v dibaca “ vektor u dot vektor v” atau cukup dengan “ u dot v” saja.
Contoh 1
0 4
Tentukan u . v jika u = , v =
2 4
Berdasarkan gambar dan definisi dot vektor, maka
0 4
u = , v = dan tentu = 45. Maka
2 4
u . v = u v cos definisi
0 4
= cos 45
2 4
1
= 0 2 22 . 4 2 4 2 . 2
2
1
= 2.4 2 . 2 = 8.
2
a1 a2 a1 a 2
Dalil : Jika u = dan v = maka u . v = = a1a2 + b1b2.
b1 b2 b1 b 2
Bukti
P(a1,b1)
Misalkan sudut antara u dan v adalah . Maka menurut aturan
u
cosinus pada segitiga berlaku:
PQ2 = OP2 + OQ2 – 2OP.OQ cos , atau
0
v 2 2 2
Q(a2,b2) PQ OP OQ 2 OP OQ cos (mengapa ?).
Karena PQ = PO OQ = –u + v = v – u
2 2 2
Maka diperoleh v u u v 2 u v cos ;
dari definisi
2 2
= u v 2u.v
2 2 2
2u.v = u v u-v
= a12 b12 a 2 2 b 2 2 a 2 a12 b 2 b12
= a12 + b12 + a22 + b22 – a 2 2 2a1a 2 a12 b 2 2 2b1b 2 b12
2u.v = 2 a1a2 + 2b1b2 . Maka u . v = a1a2 + b1b2
Rumus tersebut ternyata memudahkan setiap orang dalam menghitung perkalian skalar
antara dua vektor. Dengan rumus tersebut perhitungan untuk u .v pada contoh di atas
menjadi lebih sederhana, yakni
0 4
u .v = = 0 4 2 4 0 8 8 .
2 4
Sejalan dengan ruang vektor R2, untuk ruang vektor R3 berlaku dalil seperti berikut
a1 b1 a1 b1
Dalil: jika u = a 2 dan v = b 2 maka u . v = a2 . b 2 = a1b1 + a2b2 + a3b3
a b a b
3 3 3 3
Bukti:
Misalkan u = OP dan v = OQ sedang adalah sudut antara vektor u dan v (lihat gambar)
P(a1,a2,a3)
u
v
Q(b1,b2,b3)
2 2
u v 2u.v .
2 2 2
2u.v = u v v u
= a12 a 2 2 a 3 2 b12 b 2 2 b 3 2 b1 a1 2 b 2 a 2 2 b 3 a 3 2
= a 12 a 2 2 a 3 2 + b1 b 2 b 3 –
2 2 2
b1
2
a1 2b1a1 b2 a2 2b2 a2 b3 a3 2a3 b3
2 2 2 2 2 2 2
2u.v = 2 a1b1 + 2 a2b2 + 2 a3b3
Contoh 2
4 3
Tentukan sudut yang dibentuk oleh vektor dan .
1 5
Jawab
Misalkan sudut antara kedua vektor itu , maka:
u . v = u v cos
3 4 3
. 4 2 12 . 3 2 5 2 . cos
5
1 5
12 + 5 = 17 . 34 . cos
4
1 1
1 17 = 17 2 cos cos = 2
2 2
= 45o.
Contoh 3
Pada kubus ABCD.EFGH Tentukan sudut antara garis BE and AH . Selanjutnya buktikan
bahwa garis BG tegak lurus CE .
Jawab
Secara vektor kubus itu dapat digambarkan pada sistem koordinat ruang seperti berikut. Jika
rusuk kubus itu a satuan maka koordinat titik-titik A(a,0,0), B(a,a,0), E(a,o,a), G(0,a,a),
H(0,0,a). Sehingga z
H G a a 0
BE = e – b = 0 a a ,
a 0 a
E F a
0 a a
y
D C AH = h – a = 0 0 0
a a 0 a
A
a B
x
0 a
a 0
a a
BE AH 0 0 a2 a2 1
cos = = = = 60 .
o
0 2 a a 2 . a 0 2 a 2
2
BE AH 2 2
2a 2 . 2a 2 2a 2
b. Untuk menunjukkan BE CE cukup ditunjukkan bahwa dot vektornya sama dengan nol.
Mengapa?, sebab kedua vektor masing-masing bukan vektor nol.
a a
2 2
BG . CE = 0 a = – a + 0 + a = 0
a a
Latihan 2
1. Buatlah dua sumbu koordinat x dan y sembarang pada kertas berpetak. Pada kertas berpetak
itu terdapat titik A, P, dan Q dengan A(–3,4), P(2,1), dan Q(5,2).
y
Lukis dua buah ruas garis yang panjangnya sama
A dengan OA melalui titik P sejajar OA dan dua
buah ruas garis yang panjangnya sama dengan OA
P Q
x melalui titik Q yang tegak lurus OA. Tentukan
O koordinat masing-masing titik ujung dari ruas-ruas
garis yang dilukis itu!
8. Jika panjang vektor a, b, dan (a + b) berturut-turut adalah 12, 8, dan 4 7 , tentukan sudut
antara vektor a dan b.
F. CROSS VEKTOR
Suatu hal yang hanya berlaku untuk ruang vektor berdimensi tiga R3 adalah cross vektor
(perkalian vektor antara 2 vektor), yakni perkalian antara 2 vektor yang menghasilkan vektor
tunggal.
u v = e | u || v | sin , 0
Gambar: v
uv
v
e
u
u vu
Bukti:
u v = (a1i + a2j + a3k) (b1i + b 2j + b3k)
= a1b1 i i + a1b2 i j + a1b3 i k + a2b1 j i + a2b2 j j + a2b 3 j k
0 0
+ a3b1 k i + 3b2 k j + a3b3 k k
0 i j k
= (a2b3 – a3b2) i + (a3b 1 – a1b3) j + (a1b2 – a2b 1) k, atau u v = a1 a 2 a 3
b1 b 2 b 3
a2 b2
a3 b3
a1 b1
u v = a 2 b 2 3
a b3
a b a1 b1
3 3
a1 b1
a2 b 2
Untuk memudahkan dalam mendapatkan unsur-unsur hasil kali dalam bentuk vektor kolom
tersebut maka tuliskan lagi dua baris pertama dari unsur-unsur vektor yang dikalikan untuk
diletakkan pada baris ke empat dan ke lima. Cara membayangkannya lebih lanjut adalah
sebagai berikut.
a1 b1
a2 b2
u v = a2 b2
a3 b3
a b
3 3 a3 b3
a1 b1 a b1
1
a1 b1
a2 b2
a2 b2
Keterangan:
1. Tulis ulang elemen-elemen dua baris yang pertama.
2. Nilai komponen vektor yang pertama diperoleh dari determinan komponen-komponen
vektor di baris II dan III (yakni dengan menutupi baris I).
3. Nilai komponen vektor yang kedua diperoleh dari determinan komponen-komponen
vektor di baris III dan IV (yakni dengan menutupi baris II).
4. Nilai komponen vektor yang ketiga diperoleh dari determinan komponen-komponen
vektor di baris IV dan V (yakni dengan menutupi baris III).
5. Bila kita berhadapan dengan bilangan pecahan di dalam komponen-komponen vektornya
akan lebih mudah perhitungannya apabila pecahannya kita keluarkan dari komponen-
komponen vektornya. Hal yang sama berlaku pula untuk komponen-komponen vektor
yang memuat faktor yang sama, maka faktor yang sama dan terbesar itulah yang kita cari
kemu-dian kita keluarkan dari dalam komponen. Tujuan dari kesemuanya itu adalah untuk
memudahkan dan mengurangi tingkat kesalahan dalam perhitungan.
Cuntoh Perhitungan
6 1 16
Hitunglah u × v jika u = 3 dan v = 1
9 1 2
3
Jawab
6 2 1 16 7
1
Perhatikan bahwa u = 3 = 3× 1 dan v = 1 = × 6 .
9 3 1 2 6 10
3
Maka
6 1 16 2 7 2 7 2 7
1 1 1
u × v = 3 × 1 = 3 × 1 × × 6 = 3 × × 1 × 6 = × 1 × 6
9 1 2 3 6 10 6 2
3 3 10 3 10
2 7
1 6
3 10 –6
28 1
1 3 10 1
= × = × 1
2 2 7 2 19
2 7
1 6
2. Sifat cross vektor
Sifat 1 : u v merupakan vektor yang tegak lurus vektor u dan tegak lurus vektor v.
Bukti :
Dari definisi cross vektor yakni u v = e | u | v | sin |,
n= u×v dengan e adalah vektor satuan yang tegak lurus u dan v ,
maka
u v = e |u||v| sin ,
vektor
v
skalar
Karena u v merupakan kelipatan skalar dari vektor
u
satuan e dan e didefinisikan tegak lurus u dan v , maka
u v u dan u v v . Itu berarti u v merupakan
normal bidang yang melalui vektor-vektor u dan v .
Sifat 2: u v berlawanan arah dengan v × u sehingga
u v = – v ×u
D. TERAPAN
1. Vektor Arah Garis Lurus
Suatu garis dapat dipandang sebagai perpanjangan tak terbatas dari suatu ruas garis. Suatu
garis dapat pula dipandang sebagai perpanjangan tak terbatas dari suatu vektor yang melalui
titik tertentu. Vektor arah dari suatu garis ialah vektor yang menentukan arah dari garis itu.
Sedangkan suatu titik yang dilewati garis itu adalah syarat lain yang ditambahkan atas
vektor arah sehingga garis yang dimaksudkan bersifat tunggal.
a
Misalkan adalah vektor arah garis g.
b
Misalkan garis itu melalui titik P(x1,y1) … (lihat gambar). Jika titik T(x,y) adalah titik
sembarang pada garis g maka
a a
T(x,y) PT = t – p = , disebut parameter.
b b
ba x x1
=
a
y y1 b
P(x1,y1)
x x1 y y 1
=
garis g a b
Bentuk terakhir ini disebut persamaan kanonik garis g dalam R2. Sedangkan a dan b disebut
bilangan-bilangan arah garis itu.
Sekarang perhatikan bahwa apabila:
a a
b = 0 vektor arah merupakan vektor yang sejajar sumbu x.
b 0
y
P(x1,y1)
a a
y1 a =
b 0
x
a 0
a = 0 vektor arah merupakan vektor yang sejajar sumbu y.
b b
a 0
y
b b b
P(x1,y1)
x
x1
x x1 y y1
Selanjutnya jika kita abaikan kita dapat memproses persamaan sehingga
a b
terbentuk Ax + By + C = 0 dengan A = b, B = –a, dan C = –(bx1 – ay1) yang kemudian
disebut persamaan umum garis g.
Dalam ruang dimensi tiga (R3), gambaran tentang vektor arah suatu garis adalah seperti
berikut.
z Misalkan koordinat P(a,b,c), maka
a
P
p = OP b atau dalam notasi baris
c
a 2 b2 c 2
c = (a,b,c).
O y
a Vektor v = p = (a,b,c) disebut vektor arah
b garis g yang melalui titik 0 dan titik P.
x 2
a b 2
Sedangkan cosinus-cosinus arahnya
adalah:
a b c
cos = ; cos= ; cos =
a 2 b2 c 2 a 2 b2 c 2 a 2 b2 c 2
a
Dalil: n = tegak lurus garis ax + by + c = 0
b
Bukti:
Ambilah (tentukan) 2 titik berlainan A(x1,y1) dan
n= a
b B(x2,y2) pada garis ax+by+c = 0. Karena
B(x2,y2) pada garis ax2+by2+c = 0
A(x1,y1) pada garis ax1+by1+c = 0
B(x2,y2)
a(x2–x1) + b(y2–y 1) = 0 . . . . (1)
x x x x1
A(x1,y1) AB = b – a = 2 1 = 2
y 2 y 1 y 2 y1
ax + by + c = 0
a x x1
n. AB = . 2 = a(x2 – x1) + b(y2 – y1) = 0 … berdasarkan (1)
b y 2 y1
a
Selanjutnya vektor n = disebut vektor normal garis ax + by + c = 0
b
a
Sejalan dengan itu n = b bidang ax + by + cz + d = 0 dalam ruang dimensi tiga (R3).
c
3. Proyeksi Orthogonal suatu Vektor ke Vektor Lain
u. v
Proyeksi vektor u ke vektor v adalah vektor u1 = 2 v .
Dalil : v
Panjang proyeksi vektor u ke vektor v adalah u1 u . e v ; e v adalah vektor satuan
ke arah v.
Bukti:
u Dari gambar di samping vektor u1 adalah yang
u2
dimaksudkan sebagai vektor proyeksi u ke v. Karena u 1
searah dengan v maka u1 merupakan kelipatan dari v
v sehingga u1 = kv dengan k adalah skalar tertentu.
u1
Perhatikan bahwa: u = u1 + u 2 : u2 = u – u1
= u – kv …………(1)
u 2 v u2 . v = 0
(u – kv).v = 0
u.v – kv.v = 0
2 u.v
u.v – k v = 0 k = …………….(2)
2
v
u. v
u1= 2 v …….. terbukti merupakan rumus proyeksi vektor u ke vektor v.
v
v
Panjang vektor proyeksi u ke v adalah = u . e v dengan ev = vektor satuan ke arah v.
v
Contoh
2 6
Tentukan proyeksi vektor u = ke vektor v = dan panjang proyeksi vektor itu!
4 2
Jawab:
2 6
Proyeksi vektor u = ke v = ialah
4 2
u v
2 6 4 2 6 20 6
u.v .
u1 = .v = 2
u1 v 2 2
2 2 40 2
6 2
1 6 3 3
= . Panjangnya u 1 = = 3 2 12 = 10 .
2 2 1 1
Konfirmasi bentuk geometrinya dapat dilihat pada gambar. Jika panjang vektor proyeksi itu
dihitung dengan rumus, maka:
2 6
uv 12 8
4 2 20 20 1
u1 u e v 40 2 10 10 .
v 62 22 40 40 40 2
Bukti:
y
n = ab Ambil (tentukan) titik A(x2,y2) sembarang titik pada
garis ax + by + c = 0.
n1 a
Selanjutnya vektor normal n = dibuat melalui A.
P(x1,y1) b
A A(x2, y2) pada garis ax2 + by2 + c = 0 sehingga
(x2,y2) d
c = - ax2 - by2 ….(1).
x
garis ax + by + c = 0
x1 x 2 a
.
AP . n y 1 y 2 b a(x 1 x 2 ) b(y 1 y 2 )
Maka d = AP . e n = =
n a b
2 2
a2 b 2
ax1 by1 ax 2 by 2
= substitusi dari (1)
a 2 b2
ax 1 by1 c
d=
a2 b2
Sejalan dengan itu dapat dibuktikan bahwa pada R3 jarak titik P(x1, y1, z1) ke bidang
ax 1 by 1 cz 1 d
ax + by + cz + d = 0 adalah d =
a2 b2 c 2
Contoh
Tentukan jarak titik (7,1) ke garis 4x –3y +10 = 0
Jawab
a. Cara vektor
n = 34
4
Normal garis g : 4x-3y+10 = 0 adalah n = .
3
u1 Pilih salah satu titik pada garis 4x-3y+10 = 0
d (7,1) yang berkoordinat bulat, misal (–1 ,2).
u
d 7 1 8
(-1,2) u = . Jarak titik ke garis yang
1 2 1
g : 4x – 3 y + 10 = 0
dimaksud adalah:
8 4
.
1 3 32 3 35
=
u .n
d = u . en = = 7.
n 4 2 (3) 2 5 5
b. Cara Analitik
V = u v w v u w w u v .
1
V = luas alas tinggi
n = AB AC 3
=uxv
1 1
= ( AB AC ) (proyeksi AT ke n )
T 3 2
1 w.n
w = n ( ), sebab n AB AC
6 n
t 1
v C = ( w . n )
6
A =
1
6
AT . AB AC =
1
6
w u v
Perhatikan bahwa selain d = panjang proyeksi vektor AC ke normal, berikut juga benar
bahwa
d = proyeksi AD ke normal n
= proyeksi BC ke normal n
Dari gambar yang tersedia kita dapat menyatakan bahwa koordinat titik
A(5, 0, 0) ; B(5, 6, 0) ; C(0, 6, 0) ; H(0, 0, 4) ; F(5, 6, 4) ; dan G(0, 6, 4).
Dari data tersebut maka
(a) Luas bidang ACH
L= 1
2 AC AH
z
H
= 1
2 (c a ) (h a )
G
6 0
E F 4 0 4
5 5 0 24
y 4 1
D = 12 × 6 0 = 12 × = × 20
C 0 4 5 5 2
5 5 5 30
x A 6 B –5 –5
6 0
6 0
12
= 10 = 12 2 10 2 15 2 = 469 = 21,66.
15
(b) Volum limas F.ACH
Normal bidang ACH adalah kita pilih bagian yang
12
paling sederhana dari AC AH . Perhatikan
n = v1 × v2 = 10
15
24 12 12
n = AC AH = 20 = 2 10 n = 10 .
F(5,6,4) 30 15 15
H
v2 g1 Maka tinggi limas adalah salah satu dari panjang
vektor proyeksi AF ke n , atau CF ke n , atau HF
A(5,0,0) v1 ke n. Misal kita pilih AF ke n .
C Sehingga t = proyeksi AF ke n = AF . e n
0 12
6 . 10
4 15 0 60 60
=
AF . n
= = =
120
.
n 12 12 2 10 2 15 2 469
10
15
1 1 120
V= 3 At = 3 469 = 40.
469
5 12
6 . 10
4 15
BH . n 60 60 60 60
= BH . e n = = = = = 2,77.
n 12 2 (10) 2 15 2 469 21,66
Cocokah jika dihitung dengan cara lain misalnya panjang vektor proyeksi BF ke n.
Latihan 3
1. Diketahui titik P(2,–3), Q(3,–1), dan R(4,-2). Tentukan panjang proyeksi vektor PQ ke
vektor PR !
2. Diketahui 3 titik A, B, dan C terlatak pada bidang koordinat R2. Koordinat A(a1 , a2),
B(b1 , b2), dan C((c1 , c2).
Buktikan bahwa
– b1a2
Luas ∆ABC adalah
– c1b2
a1 a 2
1 1 – c1b2
L = (a1b2 – b1a2 + b1c2 – c1b2 + c1a2 – a1c2 ) = b1 b 2
2 2
c1 c 2
+ a1b2
a1 a2
+ b1c2
+ c1a2
Tentukan luas bangun-bangun berikut menggunakan rumus tersebut di atas!
Selidiki kebenaran hasil perhitungannya dari analisis pengamatan gambar .
y y y
A G S
R
C F
D P
x x x
Q
B E
1
3. Diketahui u = i – 5j dan v = 8i + mj. Jika panjang proyeksi vektor u ke v adalah dari
5
panjang vektor v, tentukan m dan proyeksi vektor u ke v !
4. Tentukanlah jarak titik A(2,4) ke garis yang persamaannya 3x – 4y –15 = 0.
6 2
2
2 4 7 5
2 1
a. 1 b. 4 c. d. 1
2 2 7 5
3 2
2
7 5
6. Balok ABCD.EFGH dengan AB = 9, BC = 6. dan CG = 3 terletak pada koordinat ruang
seperti berikut. Titik P pada rusuk CE sehingga CP : CE = 2 :
H G
E P F 3
D C
6 y
x A 9 B
7. Kubus ABCD.EFGH panjang rusuknya a, terletak pada koordinat ruang seperti berikut.
Tentukan z
Q Titik P dan Q berturut-turut terletak pada
H G pertengahan rusuk CG dan HG . Jika
panjang rusuk kubus 4, tentukan
E F
a P a. koordinat titik-titik A, B, C, D, E, F, G,
H, P, dan Q.
b. sudut antara rusuk BD dengan bidang
D C
BEQP.
a y (UAN 2004)
A
a B c. Luas daerah BEQP = LBEP + LEPQ = ...?
x
d. Volum limas F. BEQP.
BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Vektor yang selama ini mungkin baru sebatas pengetahuan sederhana dan belum begitu
didalami oleh teman-teman guru SMA/MA ternyata merupakan materi yang cukup
menantang dan memiliki terapan luas khususnya yang berkait dengan geometri.
Vektor sebagai pengetahuan murni (sebelum dihubungkan dengan koordinat) meski dapat
memudahkan perhitungan perbandingan panjang pada ruas garis, dianggap kurang menarik,
sebab masih tampak abstrak. Perhitungan perbandingan panjang pada ruas garis tersebut
didasarkan pada basis sembarang, yakni pada ruang vektor berdimensi dua (R2) asal dipilih
2 vektor yang tidak searah. Namun setelah dikaitkan dengan sistem koordinat R2 dan R3,
operasi dot dan kros vektor, dengan basis yang saling tegak lurus dan panjang masing-
masing sama dengan 1 (dikenal dengan nama basis orthonormal), yakni i dan j untuk R2,
dan i , j , dan k untuk R3 topik vektor ini menjadi semakin manarik dan manantang.
Mengapa?, sebab perhitungan-perhitungan besaran obyek-obyek geometri seperti jarak,
sudut, luas, dan volum dapat dilakukan secara lebih mudah, jelas, dan meyakinkan.
Sebuah catatan yang perlu diketahui oleh para guru SMA adalah materi vektor yang
dikenalkan pada diklat ini dimaksudkan untuk mengenalkan perhitungan unsur-unsur
geometri dengan pendekatan aljabar (vektor) bukan ansich secara geometri. Inilah
bedanya dengan materi geometri ruang yang pokok pembelajaannya menekankan pada
pemahaman ruang. Pemahaman ruang yang dimaksud misalnya memahami geometri
secara keruangan seperti hubungan antara titik, garis, dan bidang. Apakah sebuah titik
terletak pada suatu garis atau tidak, apakah sebuah titik terletak pada suatu bidang atau
tidak, apakah 2 buah garis terletak sebidang atau tidak, jika mereka sebidang dan tidak
sejajar maka kedua garis saling bepotongan. Sebaliknya jika kedua garis tidak sebidang
maka kedua garis disebut bersilangan, sehingga kedua garis tidak akan berpotongan
meskipun pada gambar ruang tampak seperti berpotongan. Dengan demikian materi
vektor yang ditulis pada diklat ini berlaku sebagai tambahan pengetahuan bagi guru dalam
pemecahan masalah serta bagaimana mengemas pembelajaran yang bersifat menantang
sehingga dapat menarik minat siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut.
B. SARAN
Bagi para alumni diklat yang berkomitmen untuk merealisasikan komitmennya pada anak
didik agar mereka menjadi senang dengan pelajaran matematika diberikan saran-saran
sebagai berikut.
1. Laporkan kepada atasan langsung tentang pengalaman apa saja yang menarik selama
menerima sajian akademik dalam kegiatan pelatihan
2. Pikirkan perangkat kerja apa saja yang mendesak untuk dibuat dan segera diterapkan/
diimplementasikan di lapangan. Pertama adalah bagian-bagian yang mendesak untuk
diterapkan di kelas yang diampunya, kemudian kepada sesama guru di sekolahnya,
selanjunya pada kegiatan MGMP dan terakhir barulah cita-cita ke lingkup yang lebih
luas
3. Ciptakan segera perangkat tersebut dengan niat baik, tulus, dan iklas demi peningkatan
profesi dan demi anak bangsa di masa depan
4. Diskusikan rencana tindak lanjut Anda pasca pelatihan kepada kepala sekolah dan
kepada pengawas
5. Bersemboyanlah “ Apa yang terbaik yang saya miliki dan dapat saya perbuat untuk
kemajuan bangsa ini sebagai andil dalam rangka mencerdaskan bangsa”. Tuhan maha
mengetahui dan pasti akan memberikan ganjaran yang patut disyukuri berupa sesuatu
yang tak terduga di masa depan.
Amin.
Daftar Pustaka
Anton, Howard., Elementary Linear Algebra (Fourth Edition). John Wiley & Sons,
Inc., Canada, 1984.
Holland, D-Treeby, T., Vektor (Pure and Applied). Edward Arnold Limited, London,
1983.
Muharti HW., Ilmu Ukur Analit Ruang, FPMIPA IKIP Yogyakarta, 1975.
Thomas, George B – Finley, Ross L., Calculus and Analytic Geometry. Addisson
Wesley Publishing Co, Boston, 1986.
Latihan 1 halaman 10
Semuanya pembuktian, tanpa kunci.
Latihan 2 halaman 20
1. Dari P titik-titik ujungnya (–1,5) dan (5,–3)
Dari Q titik-titik ujungnya (1,–1) dan (9,5).
2. (B) 8p + 15q = 0.
3. 1
4. –
5. (2,8)
6. 10
7. –
8. 600.
Latihan 3 halaman 35
4
1. 5
5
2. a. 8 b. 16 c. 18
3. m = –1 atau m = –24
u v 104 13
m = –1 v = 8i – j proyeksi u ke v = 2 v = i j
v 65 65
8 24
m = –24 v = 8i – 24j proyeksi u ke v = i j
5 5
4. 5.
18
5. a. 3 b. 6 c. 1 d.
5
6. a. A(6,0,6), B(6,9,0), C(0,9,0), D(0,0,0), E(6,0,3), F(6,9,3), G(0,6,3), H(0,0,3)
b. P(4,3,2)
18
c.
7
3
d. arc cos = 69o
70
18
e. 6 2,3
61