Anda di halaman 1dari 6

RESUSITASI JANTUNG PARU PADA ANAK

Setya Murda Mustofa, 0806316253

Pengertian
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah
“menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan
hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway)
tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan
mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan
bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan
pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan (bantuan hidup lanjut).
Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam,
stroke, obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat
listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel,
takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.

Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai
dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan
pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat.
(AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang
spontan, sedangkan tujuan tahap III(prolonged life support) adalah pengelolaan intensif pasca
resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan
ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari
kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak
sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan
segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20
detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998).
Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan
kematian.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi


Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan metabolisme
anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan
menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran
darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain (Yu dan Monintja,
1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu
yang memanjang bahkan dapat menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya dapat
diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung eksternal dan
koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi jaringan diperbaiki maka
aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera. Makin
lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat pula timbulnya
usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang keberhasilan tata laksana penderita
dengan henti nafas menitikberatkan pada pentingnya kemampuan tata laksana karena
peningkatan hasil akhir pasca henti pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya
resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung atau
henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi. Kerusakan
otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O2 dalam darah tidak segera dikoreksi
atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998)
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :
1. Keadaan miokardium
2. Penyebab terjadinya henti jantung
3. Kecepatan dan ketepatan tindakan
4. Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5. Perawatan khusus di rumah sakit
6. Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)

Tata Laksana Resusitasi Jantung Paru - RJP (CPR untuk Anak)


I. Untuk Bayi (Baru Lahir Hingga 1 Tahun) Dan Anak-Anak (1 Hingga 8 Tahun)
CPR yang diberikan untuk bayi dan anak kecil adalah serupa dengan CPR untuk
orang dewasa. Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan penting yang perlu diingat seperti
di bawah ini.
A. Saluran Pernapasan (Airway =A)
Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak mendongakkan kepala bayi
dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga dongakan yang kuat justru
bisa menutup saluran pernapasan.
B. B. Pernapasan (Breathing = B)
Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit hidungnya. Tutupi mulut dan
hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1 hingga 1,5
detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk membuat dadanya
mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan berikan
hembusan seperti pada bayi.
C. Peredaran Darah (Circulation = C)
Pemeriksaan Denyut
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba
bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu. Pemeriksaan
denyut pada anak kecil sarna dengan orang dewasa.

Posisi bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi
terlentang dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir (neonatus)
leher sedikit ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di bawah bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3 cm.

Posisi penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat
melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh
Teknik Resusitasi
Airway : membuka jalan nafas
1. Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2. Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt and chin
lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu tangan pada dahi,
tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah, dorong keluar dan ke atas.
Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka.
Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada
penderita yang tidak sadar.
3. Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat membuka
jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
4. Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :

• Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh sisa
makanan.
• Heimlich maneuver
• Abdominal/chest thrust (Gambar 2.4)
• Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan pengisapan
lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai dengan mengisap
mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya tidak terjadi aspirasi dan
dilakukan tidak lebih dari 5 detik.

5. Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan melihat,


mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.

Breathing

1. Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderita.
2. Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik).
3. Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif (VTP).
4. Pada Neonatus dan bayi <>
5. Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung dapat
dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.
6. Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk
neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8 tahun.
7. Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik dada.
Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik cek kembali
posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa jalan nafas apakah
ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan dengan suction.
8. Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak dapat
bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari 10 detik.
Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan bantuan nafas
sampai penderita bernafas spontan.

Circulation

1. Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi dada
sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara ritmik dan
terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung diberikan bila didapat
pulsasi bayi <>
2. Posisi tempat kompresi :

• Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.


• Pada bayi: Sternum bagian bawah.
• Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.

3. Tangan yang melakukan kompresi :

• Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.


• Bayi : dengan menggunakan 2 jari.

Tekanan pada Dada


• Untuk bayi dan anak kecil, gunakanlah hanya satu tangan untuk menekan dada. Pada
bayi, salah satu tangan Anda dapat diselipkan di bawah punggung untuk memberikan
sanggaan yang kuat.
• Untuk bayi, gunakan hanya ujung jari telunjuk dan jari tengah untuk menekan dada
pada ujung tulang dada atau sternum seperti diuraikan dalam tabel di bawah.
Tekanlah sternum antara 1 hingga 2cm paling tidak 100 kali per menit.
• Untuk anak kecil, gunakan salah satu pangkal telapak tangan (Lihat tabel untuk
posisi), dan tekanlah ujung tulang dada antara 2 hingga 3cm, tergantung pada besar
kecilnya anak. Berikan tekanannya sebanyak 80 hingga 100 kali per menit.
• Untuk bayi dan anak kecil, hembusan napas harus diberikan selama jeda waktu
setelah melakukan tekanan dada sebanyak 5 kali. Lakukan secara berulang hingga
sadar.

Bagian dari Posisi tangan Tekanan ke ujung Banyaknya tekanan


tangan tulang dada (sternum)

Bayi Ujung jari 1 lebar jari di bawah 1 hingga 2cm Paling tidak 100
telunjuk dan jari garis antar puting kali per menit
tengah (pastikan tidak
menekan ujung tulang
dada)
Anak Pangkal telapak Ujung tulang dada 2 hingga 3 cm 80 hingga 100 kali
tangan (sama dengan orang per menit
dewasa)

II. Resusitasi Jantung Paru - RJP (Cardio Pulmonary Resuscitation - CPR) untuk anak di
atas 8 tahun sama dengan untuk orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai