Anda di halaman 1dari 5

BLOK 3 SEL DAN MOLEKUL

SKENARIO 1: BIOLOGI SEL

Nasib malang menimpa Junaidi, warga Desa Mlandingan Kulon, Kecamatan


Mlandingan, Situbondo pagi kemarin. Perajin kerang itu langsung kritis setelah mencebur
ke laut. Dia diduga tersengat ubur-ubur jenis olayan saat mandi di laut. Saat dievakuasi ke
darat, punggung, perut dan kaki korban tampak memerah seperti bekas sengatan. Untuk
menyelamatkan nyawanya, remaja 19 tahun langsung dievakuasi ke puskesmas Besuki.
Namun baru beberapa saat dirawat, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Dokter Puskesmas
mengatakan bahwa kemungkinan racun ubur-ubur sudah menyebar masuk ke dalam tubuh
dan merusak sel, jaringan, dan organ vital korban. Walaupun demikian, untuk memastikan
penyebab kematian perlu dilakukan pemeriksaan mayat korban (Otopsi).
SKENARIO 2: BIOLOGI MOLEKULAR

http://www.youtube.com/watch?v=J3HVVi2k2No
SKENARIO 3: GENETIKA DAN HEMOPOEISIS

Sepasang calon pengantin datang ke dokter keluarga untuk melakukan konsultasi


kesehatan pranikah. Hasil pemeriksaan sebelumnya dinyatakan bahwa kedua pasangan
tersebut merupakan carrier penyakit thalasemia yang bersifat autosomal-linked. Dokter
yang memeriksa sebelumnya hanya menjelaskan bahwa penyakit ini menyebabkan tidak
efektifnya eritropoeisis, berkurangnya produksi hemoglobin, dan terjadi hemolisis berlebihan.
Kedua pasangan ini bingung apakah mereka harus melanjutkan ke jenjang pernikahan atau
harus berpisah karena konsekuensi penyakit tersebut. Mereka juga ingin menanyakan
informasi yang mereka dengar bahwa kemajuan ilmu kedokteran telah menemukan terapi gen
untuk pengobatan penyakit ini.

Hasil pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran eritrosit hipokrom


mikrositer, anisophoikilositosis dengan didapatkan sel target, tear drop sel dan eliptosit serta
didapakan gambaran peningkatan sel polychromasia dan normoblast.
SKENARIO 4: Kelainan Kongenital Genetik

indosiar.com, Jakarta - Pencemaran akibat limbah merkuri pernah terjadi di kawasan


Teluk Minamata Jepang tahun 1950 an lalu. Sekitar 3 ribu warga menjadi korban dan
mengalami berbagai penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai penyakit Minamata.

Minamata adalah sebuah teluk dengan kota kecil di Jepang. Kota Nelayan menghadap ke
laut Siranul, Jepang ini, menjadi terkenal ke seluruh dunia. Karena lebih dari 3 ribu warga
kota ini pernah menderita penyakit yang diakibatkan pencemaran logam raksa atau
merkuri.

Limbah merkuri di Perairan Minamata berasal dari perusahaan Nippon Mitrogen


Vertilaser yang merupakan cikal bakal Ciso Go LTD dengan produksi utama pupuk Urea.

Akibat limbah merkuri tersebut, warga menderita penyakit dengan ciri-ciri sulit tidur,
kaki dan tangan merasa dingin, gangguan penciuman, kerusakan pada otak, gagap bicara,
hilangnya kesadaran, bayi-bayi yang lahir cacat hingga menyebabkan kematian.

Penyakit aneh ini kemudian dikenal dunia dengan nama Penyakit Minamata. Penyakit
Minamata tidak hanya menyerang manusia. Tetapi juga binatang yang mengkonsumsi
bahan makanan yang tercemar merkuri atau menghirup udara yang mengandung merkuri.

Parahnya, penyakit Minamata tidak ada obatnya. Tahun 1956, kecurigaan mulai muncul
setelah Direktur Rumah Sakit Ciso melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat
Minamata. Atas masuknya gelombang pasien dengan gejala sama, kerusakan sistem
syaraf.

Namun penyakit Minamata ini, amat lambat penanganannya oleh Pemerintah Jepang.
Baru 12 tahun, yakni pada tahun 1968, pemerintah Jepang mengakui, penyakit aneh ini
bersumber dari limbah Ciso yang dibuang ke Perairan Minamata. (Tim Liputan/Sup)
SKENARIO 5 : Penyakit Agromedis Berkaitan dengan Kerusakan DNA

Kepala Bidang Peternakan Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, Sirat
Mardanus, mengimbau masyarakat cermat dalam membeli hewan kurban. “Jangan sampai
membeli sapi atau kambing yang memakan sampah,” katanya. Imbauan Sirat berkaitan
dengan adanya sejumlah peternak yang menggembalakan sapi dan kambing di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Muarareja, Kecamatan Tegal Barat. Ada sekitar 20 ekor sapi
yang biasa digembala di TPA tersebut. “Daging sapi dan kambing yang memakan sampah
itu berbahaya bagi kesehatan manusia,” ujar Sirat. Menurut Sirat, sebelum dikonsumsi
dagingnya, sapi dan kambing yang memakan sampah itu musti dikarantina selama dua
bulan. Setelah itu, sapi dan kambing tersebut diberikan makanan yang sewajarnya. Apa
yang dikemukakan Sirait belum dibuktikan secara ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai