Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian Perselisihan
1. Pegawai Perantara
Pegawai perantara adalah pegawai yang ditunjuk kementerian ketenagakerjaan
untuk memberikan perantaraan dalam perselisihan pengusaha dengan tenaga kerja.
2. Juru Pemisah
Juru pemisah atau arbitrase adalah badan atau orang yang bersifat independen atau
tidak memihak, berfungsi menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara
pengusaha dengan serikat pekerja atas permintaan dua pihak yang berselisih. Membuat
perjanjian yang memuat :
1. Pemogokan
a. Pemogokan sebagai Upaya Terakhir
Pemogokan adalah upaya terakhir dari serikat pekerja untuk memaksa
pengusaha memenuhi tuntutan pekerja, setelah berbagai upaya lainnya tidak
berhasil seperti perundingan-perundungan dan jasa pegawai perantara atau
mediasi.
b. Pemogokan harus Didukung Seluruh Anggota
Pemogokan berdampak ketidakpastian penghasilan pekerja. Oleh sebab itu,
untuk mengambil keputusan merencanakan pemogokan , serikat pekerja harus
mendengarkan pendapat anggota-anggotanya. Rencana pemogokan harus
diputuskan secara konsensus oleh seluruh anggota. Oleh sebab itu, untuk
meningkatkan tekanan terhadap pengusaha, serikat pekerja harus mampu
memobilisir sebanyak mungkin pekerja.
c. Pemogokan harus Direncanakan dan Diinformasikan
Keputusan melakukan pemogokan harus disusun dalam satu Rencana
Pemogokan yang antara lain memuat isi tuntutan serikat pekerja, alasan untuk
menggelar pemogokan, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan, dan waktu
memulai pemogokan. Rencana pemogokan juga secara implisit memuat
tanggungjawab serikat pekerja terhadap anggota yang ikut mogok kerja.
d. Penundaan rencana pemogokan
Selama menghimpun informasi atau Panitia Angket melakukan tugasnya, Dinas
Ketenagakerjaan dapat mengajukan kasus perselisihan ke Pengadilan Hubungan
Industrial untuk menetapkan dan memerintahkan serikat pekerja menunda
niatnya menggelar pemogokan.
Dalam kenyataannya, baik P4D dulu maupun Pengadilan Hubungan Industrial
sekarang ini belum pernah menerbitkan tanda terima pemberitahuan tersebut,
karena mereka biasanya justru mengajak kedua belah pihak untuk berunding.
Dengan kata lain, semua pemogokan yang dilakukan terutama sebelum
pemberlakuan UU No. 2 Tahun 2004, tidak memenuhi tata prosedur yang
diaturkan.
2. Penutupan Perusahaan
Untuk memberikan keseimbangan atas hak serikat pekerja dalam melakukan
pemogokan, pengusaha juga diberi hak untuk menutup perusahaan sebagai reaksi
terhadap tututan serikat pekerja yang tidak dapat dipenuhinya. Pengusaha harus
menyusun rencana pentupan perusahaan yang memuat isi tuntutan serikat pekerja,
alasan-alasan tidak mampu memenuhi tututan tersebut dan upaya yang dilakukan
untuk berunding dan dalam perundingan dengan serikat pekerja.
Tergantung pada dampak penutupan perusahaan terhadap pengusaha dan pekerja
serta terhadap kepentingan umum, pemerintah pada dasarnya dapat melakukan
intervensi, yaitu dengan membawa kedua belah pihak kembali ke perundingan dan
atau menawarkan bentuk kompromi. Tawaran tersebut kemudian dapat ditetapkan
sebagai Perjanjian Bersama atau Keptusan Menteri.
3. Menghindari pemogokan dan Penutupan Perusahaan
Kondisi hubungan industrial pada awal tahun 2000-an ini sudah berbeda dengan
kondisi pada awal revolusi industri 150 tahun yang lalu bahkan dengan kondisi
hubungan industrial pada tahun 1990-an.
1) ILO sebagai lembaga tripatit nasional, terdiri dari wakil-wakil serikat pekerja,
pengusaha dan pemerintah negara-negara di dunia, sudah menerbitkan sejumlah
konvensi dan rekomendasi mengenai perlindungan pekerja, yang secara moral wajib
dilaksanakan di setiap negara.
2) deklarasi ILO tahun 1998 mengenai pelaksanaan hak-hak dasar pekerja
termasuk hak berorganisasi dan berunding bersama bagi pekerja dan pengusaha,
telah memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan hubungan
industrial di seluruh dunia.
3) baik karena pengaruh ILO tersebut maupun karena gerakan serikat pekerja
ditingkat nasional, masing-masingnegara saat ini sudah memiliki seperangkat
peraturan perundang-undangan, lembaga dan mekanisme kerja melindungi pekerja
dan dunia usaha dari tindakan sewenang-wenang oleh pihak lain.
4) baik pengusaha maupun pimpinan serikat pekerja sekarang ini sudah semakin
berpikiran luas. Para pengusaha pada umumnya sudah menaruh perhatian pada
perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja.
5) semakin disadari bahwa pemogokan dan pentupan perusahaan selalu berdmpak
negatif bagi masyarakat. Oleh sebab itu, pimpinan serikat pekerja yang efektif
dan berpengaruh bukanlah pimpinan yang ampu menggelar demonstrasi dan
pemogokan yang berkepanjangan, akan tetapi pemimpin yang dapat
menyelesaikan perselisihan melalui dialog dan negosiasi.
1. Perundingan
Perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan PHK pertama-tama harus
di upayakan diselesaikan melalui perundingan Bipartit, yaitu antara pekerja dan atau
serikat pekerja dengan pengusaha. Perundingan itu dapat dilakukan di Lembaga
kerjasama Bipartit atau melalui tim perunding secara khusus.
2. Mediasi oleh Mediator
Mediasi ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan, melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang mediator yang netral,
sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 1 UUPPHI). Seorang Mediator yang
diangkat tersebut mempunyai syarat-syarat sebagaimana dituangkan dalam Pasal 9
Undang-undang No.2 Tahun 2004. Pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja. Bila telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan
melalui Mediator tersebut dibuatkan “perjanjian bersama” yang ditandatangani para
pihak dan mediator tersebut, kemudian perjanjian tersebut didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Mediasi dapat dikatakan sebagai salah satu upaya dari pihak yang dapat dilakukan oleh
para pihak, sebelum sampai ke pengadilan. Penyelesaian masalah di tahap mediasi
sangat cepat tidak lebih dari 30 hari kerja, dan mediator wajib untuk memulai sidang
mediasi selambat-lambatnya 7 hari sejak dilimpahkan (pasal 10 dan 15 UUPHI).
3. Konsiliasi oleh Konsiliator
Konsiliator adalah anggota masyarakat yang telah berpengalaman di bidang hubungan
industrial dan menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga
dianggap mampu melakukan konsiliasi dan memberikan anjuran tertulis kepada pihak
yang berselisih menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja..
4. Arbitrase oleh Arbiter
Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan oleh seorang atau tiga orang arbiter, yang
atas kesepakatan para pihak yang berselisih diminta menyelesaikan perselisihan
kepentingan, dan atau perselisihan antar serikat pekerja.
Putusan arbitrase didaftarkan di PHI pada Pengadilan Negeri sete setempat, dan
merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat para pihak yang berselisih. Bila salah pihak tidak melaksanakan keputusan
arbitrase, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada PHI di
Pengadilan Negeri untuk memerintahkan pihak tersebut melaksanakan keputusan
arbitrase.
5. Pengadilan Hubungan Industrial
PHI pada Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan memutus:
a. perselisihan hak untuk tingkat pertama;
b. perselisihan kepentingan untuk tingkat pertama dan terakhir;
c. perselisihan pemutusan hubungan kerja untuk tingkat pertama;
d. perselisihan antar serikat pekerja untuk tingkat pertama dan terakhir.
Putusan PHI mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK mempunyai
hokum tetap apabila dalam 14 hari kerja setelah mendengar langsung atau menerima
pemberitahuan putusan PHI, tidak ada diantara yang berselisih mengajukan
permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasi dilakukan melalui
kepaniteraan PHI pada Pengadilan Negeri.
6. Majelis Hakim Kasasi
Permohonan kasasi atas putusan PHI pada Pengadilan Negeri diperiksa dan diputus di
majelis Hakim Kasasi.
Majelis Hakim Kasasi harus menyelesaikan kasus perselisihan paling lama 30 hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.