Anda di halaman 1dari 32

By Ns. Yoani M.V.B.

Aty
 DATA PRIMER
prinsip A B C
 DATA SEKUNDER
 Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga
pengamatan look, listen and feel.
 Look berarti melihat adanya gerakan
pengembangan dada
 Listen adalah mendengarkan suara pernafasan.
Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling
(bunyi cairan) menandakan adanya hambatan
jalan nafas
 feel adalah merasakan adanya hembusan udara
saat klien melakukan ekspirasi yang bisa kita
rasakan pasa pipi maupun punggung tangan
penolong
 Pengkajian/penilaian akan kepatenan jalan
nafas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
abstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada
klien yang dapat berbicara, dapat dianggap
bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara nafas tambahan
misalnya stridor, wheezing
 Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan
akan baik, sehingga perlu selalu dilakukan
pemeriksaan apakah pernafasan penderita
sudah adekuat atau belum
 Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada
penggunaan otot bantu pernafasan, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru,
auskultasi adanya suara nafas tambahan,
seperti ronchi, whezzing, kaji adanya trauma
pada dada yang dapat menyebabkan takipnea
dan dispnea
 Pengkajian tentang volume darah dan kardiak output
serta adanya perdarahan. Status hemodinamik, warna
kulit, nadi serta produksi urin
 Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat
di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti nadi,
tekanan darah dan respirasi
 Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya
ditemukan tekanan darah masih normal dan nadi lebih
dari 100 kali per menit dan pernafasan meningkat 20 –
30 kali per menit.
 Pada perdarahan sedang dan berat , Tekanan darah
akan menurun disertai peningkatan nadi dan respirasi
lebih dari perdarahan ringan.
 Pemeriksaan Penunjang
 Riwayat keperawatan masa lalu
 Riwayat Keperawatan saat ini
 Riwayat penyakit keluarga
 Tindakan yang dilakukan di rumah
 Pemeriksaan fisik Head to toe
 Konsep dan prinsip
 Resusitasi jantung paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :
 Survei primer yang dapat dilakukan oleh setiap orang
terdiri dari Airway ( jalan napas ), breathing ( bantuan
napas ), circulation ( Bantuan sirkulasi ).
 Survei sekunder : dilakukan oleh tenaga medis dan
paramedis dan merupakan lanjutan survei primer
 Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah untuk
mengadakan kembali pembagian sirkulasi
sementara sehingga memberikan waktu untuk
pemulihan fungsi jantung dan paru secara
spontan.
 Kapan Resusitasi dilakukan :
 Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian
listrik
 Hipoksia akut
 Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
 Sengatan listrik
 Refleks vagal
 Tenggelam dan kecelakaan lain yang masih memberi
peluang hidup
 Tanda kematian : rigor mortis
 Kematian normal, seperti yang biasa terjadi
pada penyakit kronik dan akut yang berat
 Stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan lagi
 Sebelumnya dengan fungsi vital yang sudah
sangat jelek dengan terapi maksimal
 Bila menolong korban akan membahayakan
penolong
 Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan
 Penolong lelah
 Tanda kematian ireversibel
 Inflasi gaster
 Regurgitasi
 Mengurangi volume paru
 Fraktur iga dan sternum
 Pneumotoraks
 Hematothoraks
 Kontusio paru
 Laserasi hati dan limpa
 Emboli lemak
 Tujuan pembebasan jalan nafas.
 Mampu mengenal dan membebaskan sumbatan jalan napas
tanpa alat
 Mampu memelihara jalan napas tetap bebas dan memberikan
pernapasan buatan
 Mampu mengelola jalan napas dengan alat ( intubasi
trakea, dll ) dan memberikan pernapasan buatan dengan alat
 Untuk mengenali jalan napas bebas atau tidak dapat
dilakukan dengan bicara kepada pasien, pasien yang
bicara dengan jelas tanda bahwa jalan napasnya
bebas.
 Prioritas penanganan A – B – C bertujuan mencegah
bahaya hipoksia otak dan organ vital lainnya.
 Meningkatnya sekresi bronkial
 Edema Mukosa
 Bronkospasme
 Edema Paru
 Benda asing
 Kejang epilepsi
 Depresi susunan saraf pusat
 Aspirasi isi lambung
 Perdarahan Paru
 Pneumothoraks, trauma thoraks
 Barotrauma
 Pada Sumbatan jalan napas parsial, udara yang masuk berkurang
dan ada bunyi napas tambahan. Bunyi napas gaduh, stridor
inspirasi dan sebagainya adalah tanda sumbatan parsial daerah
faring dan laring. Sumbatan di bawaha laring umumnya
berbunyi sebagai wheezing ekspirasi.
 Gurgling ( suara berkumur ) disebabkan cairan dijalan napas utama,
Cara mengatasi: finger sweep, suction atau pengisapan
 Snoring (mendengkur ) disebabkan karena sumbatan karena lidah atau
palatum Cara mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust,
pemasangan Masker Laring (Laryngeal Mask Airway).
 Crowing ( suara melengking waktu inhalasi ) disebabkan karena spasme
laring, Cara mengatasi: cricotirotomi, trakeostomi.
 Sumbatan total pada pasien yang masih berusaha bernapas
nampak sebagai gerak paradoksal dada dan perut yaitu dada
turun pada waktu perut bergerak naik. Pada sumbatan jalan
napas total suara napas hilang, tidak teraba/tidak terdengar
suara napas.
Ada tiga gerakan dasar untuk membebaskan sumbatan jalan napas akibat
lidah dan bagian-bagian jalan napas lainnya yaitu : Heal Thil, Chin lief,
Jaw Thrus
 Head Thilt
Posisikan telapak tangan pada dahi sambil mendorong dahi ke belakang
 Chin lief
Posisikan telapak tangan pada dahi sambil mendorong dahi ke belakang
pada posisi yang sama,ujung jari tangan yang lain mengangkat dagu .
Jika ada kecurigaan trauma leher jangan melakukan head thil
 Jaw Thrus
Cari sudut siku rahang bawah ( angulus mandibula ) dengan jari
telunjuk dan jari lainnya. Kemudian jari-jari yang diletakan pada rahang
bawah di belakang angulus mendorong rahang bawah ke depan.
Dengan kedua ibu jari, bukalah mulut mulut dengan sedikit mendorong
dagu, karena mulut kemudian membuka, cara ini baik untuk pasien
dengan sumbatan hidung, karena tulang leher tidak bantak bergerak,
cara ini baik untuk pasien cedera tulang leher. Pada cedera tulang
belakang/ tulang leher, tindakan jaw thrust harus dibantu seorang
asisten untuk menahan kepala pada posisi netral.
 Orofariengeal tube
Tahap-tahap memasukan pipa sbb :
 Buka mulut pasien, periksa tidak ada benda saing yang dapat
terdorong masuk ke laring
 Masukan pipa ke dalam mulut dengan lengkungan cembung
menghadap ke arah lidah sampai kira-kira lebih dari separuh
panjang pipa berada dalam rongga mulut kemudian pipa
diputar 180° hingga bagian cembung menghadap/menempel
langit-langit ( palatum durum ). Jika pasien bereaksi, dengan
gerak agak muntah ( gag ) atau mengejan, pipa harus ditarik
keluar.
 Jika penempatan pipa dan ukurannya tepat maka bagian
datar di ujung pipa akan tepat berada diantara gigi-gigi
pasien.
 Setelah pipa masuk, periksa dengan ” look, listen, feel ”
apakah jalan napas sudah bebas.
 Pipa ini dimasukan melalui hidung sampai ujungnya berada di
hypopharinx.
 Alat ini lebih fleksibel daripada pipa oropharyngeal sehingga dapat
digunakan pada pasien yang masih agak sadar, pasien dengan rahang
terkatup, trismus ataupun maxilofacial injuries.
 Sebaiknya jangan digunakan jika pasien mengalami keretakan/patah
tulang dasar tengkorak, karena ujungnya mungkin bergerak merusak
dasar tengkorak.
 Cara memasang :
 Periksa apakah lubang hidung bebas
 Pipa diolesi pelicin
 Masukan pelan-pelan, bagian cekung menghadap ke arah kaki, dorong lurus kearah
belakang ( arah anak telinga ) dan sedikit dipilin.
 Bila pipa pada waktu dimasukan mengalami hambatan ( terasa buntu ) maka
pindah ke lubang yang lain.
 Ujung pipa yang melengkung ini pada akhirnya harus berada di pharynx di
belakang pangkal lidah
 Setelah pipa masuk, periksa dengan ” look, listen, feel ” apakah jalan napas sudah
bebas.
 Membuat lubang memakai pisau atau jarum pada
membrana cricothyroidea
 Cara darurat ini dilakukan jika pasien mengalami
sumbatan Jalan napas atas ( diatas pipa suara) yang tidak
dapat diintubasi sehingga diperlukan lubang lain dibawah
sumbatan
 Indikasi
 Pengelolaan jalan napas karena intubasi endotracheal tidak
menungkinkan
 Misalnya pada :Cedera maksilofacial, Cedera larynx, Obastruksi
jalan napas
 KONTRA INDIKASI
 Coagulophathy
 Cedera leher dengan pergeseran letak trachea
 Trauma leher dengan distorsi bagian penting
 Pada anak < 8 tahun (diutamakan dgn jarum)
 Tindakan operatif untuk menghubungkan lubang trakhea
dengan dunia luar.
 Indikasi :
Sumbatan jalan nafas bagian atas.
Retensi secret
Gangguan ventilasi pernafasan.
 Tujuan Pemasangan:
Menjamin bebasnya jalan
Membantu traciobronchotoilet
Menguranggi dead spase
 Tujuan Perawatan:
Mencegah sumbatan selang tarchiostomi
Mencegah infeksi
Meningkatkan fungsi pernafasan
Menjaga tercabutnya selang trachiostomi.
 Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan
akan baik, sehingga perlu selalu dilakukan
pemeriksaan apakah pernafasan penderita
sudah adekuat atau belum.
 Pada pasien yang didapati mengalami henti
nafas, maka tindakan yang dilakukan adalah
melakukan pernafasan buatan
 Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth to mouth,
mulut ke hidung, mulut ke stoma ( lubang yang
dibuat pada tenggorokan ) dengan cara memberikan
hembusan sebanyak 2 kali hembusan waktu yang
dibutuhkan dalam setiap kali hembusan 1,5-2 detik
dan volume udara yang dihembuskan adalah 700 –
1000 ml atau sampai pada dada korban terlihat
mengembang.
 Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume yang
cukup. Konsentrasi yang dapat diberikan 16-17 %
 Tindakan pemberian napas buatan secara langsung
dari mulut ke mulut sudah tidak dianjurkan karena
beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit,
karena itu penolong harus menggunakan barrier
device (alat perantara).
 Singkirkan semua sumbatan yang terlihat dimulut pasien ( mis, gigi
palsu )
 Beri dua napas buatan yang efektif setiap napas harus disertai ekshalasi

Cara :
 Pertahankan ”head tilt- chin lift”
 Jepit hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk dengan tangan yang
melakukan” head thilt”
 Buka sedikit mulut pasien
 Ambil napas panjang dan tempelkan rapat-rapat bibir penolong
melingkari mulut pasien lalu tiup 1,5-2 detik. Lihat apakah dada
terangkat
 Tetap pertahankan head tilt- chin lift”, lepas mulut penolong dari mulut
pasien lihat apakah dada turun waktu ekhalasi
 Ambil napas lagi dan ulangi meniup dan seterusnya
 Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara mamasuki
lambung dan menyebabkan distensi abdomen.
 Cara ini dilakukan jika cara mulut ke mulut sulit,
misalnya karena pasien ompong, pasien
mengalami luka di mulut, resusitasi dalam air
( dimana satu tangan penolong menopang tubuh
sehingga tidak bisa memencet hidung dan jika
mulut penolong lebih kecil dari mulut pasien.
Cara pernapasan mulut ke hidung :
 Katupkan mulut pasien disertai ” chin lift ”
kemudian tiupkan udara seperti pernapasan mulut
ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekhalasi.
Evaluasi
 Tanda-tanda bahwa ventilasi buatan adekuat
adalah dada korban yang terlihat naik turun
 Kadang-kadang penolong enggan melakukan
napas buatan mouth to mouth kepada pasien,
 alat bantu yang digunakan untuk mencegah
kontak langsung antara pasien dan penolong dan
mengurangi resiko infeksi silang antara keduanya.
 Contoh, dengan pocket mask, penolong
meniupkan udara melalui sungkup siletakan
diatas dan melingkupi mulut dan hidung pasien.
 Alat ini dapat dilengkapi katup agar udara
ekhalasi pasien tidak kembali kearah penolong.
 Sungkup ini terbuat dari plastik transparan
sehingga muntahan dan warna bibir pasien
terlihat.
 Letakan pasien posisi terlentang, jika ada
ganjal kepala dengan bantal tipis
 Letakan sungkup pada wajah pasien dipegang
dengan kedua ibu jari
 Lakukan jaw thrust, tekan sungkup ke muka
pasien agar rapat kemudian tiup melalui
lubang sungkup sampai dada terangkat
 Hentikan tiupan dan amati turunnya dada
 Jika ada oksigen, tambahkan melalui katup
dengan aliran 10 lt/menit
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi :
 Mulai pijat jantung/kompresi dengan teknik sbb :
 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang
iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (
sternum )
 Dari pertemuan tulang iga ( tulang sternum ) diukur kurang lebih
2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat
meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi
 Tempatkan tumit tangan satunya diatas sternum tepat
disamping kedua atau ketiga jari. Itu adalah titik tumpu pijat
jantung
 Tumit tangan satunya diletakan diatas tangan yang sudah berada
tepat dititik pijat jantung
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding
dada korban dengan tenaga badan secara teratur sebanyak 15 kali
dengan kedalaman penekanan 5 cm
 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas 15:2 dan 5 : 1 untuk
1 ( satu ) penolong, setiap 4 kali siklus/menit dengan
kecepatan kompresi adalah 100 kali/menit, kemudian dinilai
apakah perlu dilakukan silus berikutnya
 Dari tindakan kompresi yang benar hanya
akan mencapai tekanan sistolik 60-80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan
curah jantung ( cardiac output ) hanya 25%
dari curah jantung normal.

Anda mungkin juga menyukai