Anda di halaman 1dari 3

Pelayanan Diakon

Istilah diakon kita kenal dari Kitab Suci, misalnya ketika para rasul
membutuhkan pembantu untuk pelayanan (Kis 6:1-7). Dalam Kitab Suci Bahasa Latin
perikop ini diberi judul de electione septem diaconorum (pemilihan tujuh diakon).
Kitab Suci Bahasa Yunani, memakai istilah melayani (Latin: ministrare) dengan kata
diakonein (ayat 2). Begitulah tujuh orang yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat
diangkat menjadi diakon untuk melayani, membantu para rasul. Mereka dipilih untuk
melayani orang-orang miskin, melayani janda-janda. Tujuh orang itu adalah Stefanus,
Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus.
Pada masa selanjutnya, Paulus menyebut diakon (diakonos) di antara pelayan
yang lain: episcopos/penilik jemaat/uskup (Flp 1:1) dan sacerdos (imam). Paulus
meminta syarat-syarat mendetail bagi para penilik jemaat (1Tim 3:1-7) dan diakon (8-
10). Diakon haruslah orang yang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan
penggemar anggur, jangan serakah, melainkan orang yang memelihara rahasia iman
dalam hati nurani yang suci. Mereka harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam
pelayanan itu setelah ternyata mereka tidak bercacat. Ayat 11 dan 12 menyebut syarat-
syarat bagi diakon yang pada masa itu menikah: isteri-isteri haruslah orang yang
terhormat, jangan pemfitnah, dapat menahan diri dan dapat dipercaya dalam segala
hal. Diakon haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan
keluarganya dengan baik. Pada masa ini ada di beberapa keuskupan para diakon yang
menikah yang disebut dengan diakon permanen. Mereka hanya ditahbiskan menjadi
diakon dan melayani sebagai diakon. Mengapa Paulus menyebut syarat-syarat itu?
Ayat 13 menerangkan: karena mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan
yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus mereka dapat bersaksi dengan
leluasa. Kepada Timotius diakon (pelayan) Krsitus Yesus Paulus masih menambahkan
supaya dia terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat, menjauhi
takhayul dan dongeng nenek-nenek tua, melatih diri dalam ibadah.
Dari kutipan biblis tadi kita bisa melihat gambaran siapakah diakon itu, apa
syarat-syarat menjadi diakon dan apa saja yang menjadi tugasnya. Memang tidak
serba jelas dalam perjalanan sejarah di abad-abad awal tentang diakon ini. Baru pada
abad III ada pada kita dokumen Traditio Apostolica yang membedakan dengan baik
antara tahbisan uskup, imam dan diakon. Inti ketiga tahbisan ini ialah penumpangan
tangan dan doa pembaktian. Pada Traditio Apostolica nomor 8 disebut bahwa diakon
harus dipilih dan diterima oleh umat Allah. Pada saat penahbisan hanya uskup yang
menumpangkan tangan atas kepala diakon, para imam tidak turut serta. Diakon belum
masuk kolegialitas para imam, ia menjadi pembantu uskup. Doa pembaktian bagi
diakon diarahkan kepada Allah sebagai asal dari struktur pelayanan Gereja, tahbisan
“kelas” tiga, pelayan cinta kasih. Kepada diakon diserahkan pakaian liturgi dan buku
bacaan. Stola dan Dalmatik dikenakan kepada diakon di depan altar. Kemudian
diserahkan buku bacaan/Kitab Suci dengan hak membacanya di tengah umat Allah.
Diakon, dari asal katanya berarti pelayan. Begitulah dalam penghayatan hidup
sehari-hari diakon menjadi pelayan, pembantu. Dalam Perayaan Ekaristi diakon
membantu uskup atau imam untuk: membawa Evangeliarium, membacakan Injil,
sekali-sekali menyampaikan homili, membantu melahyani altar/persembahan,
mengangkat piala waktu doksologi, mengajak salam damai, membagi komuni,
membereskan altar, dan kemudian membubarkan umat setelah berkat. Dalam
pelayanan sakramental, diakon membantu imam untuk: memberkati/meneguhkan
perkawinan dan memimpin upacara pembaptisan. Dalam pelayanan sakramentali,
diakon bisa memimpin upacara-upacara pemberkatan. Diakon juga boleh mempimpin
upacara pemakaman.
Bagaimana pengalaman para diakon dalam pelayanan? Di banyak tempat
diakon sungguh sudah ada pada tempatnya. Dia menjalankan tugasnya dengan baik.
Umat merasa bergembira karena memiliki diakon. Umat mengetahui apa saja yang
menjadi tugas diakon. Diakon menjadi ‘imam muda’, calon imam, tenaga yang sangat
diharapkan oleh Gereja. Umat memperlakukan diakon sebagai calon imam, sebentar
lagi menjadi imam, dihormati seperti para imam.
Di beberapa tempat diakon belum dikenal umat. Diakon menjadi orang aneh,
tidak lagi frater tapi belum imam. Pakaian liturgisnya (dalmatik) lucu, memakai stola
miring. Belum semua umat tahu diakon boleh memimpin adorasi sakramen maha
kudus, boleh menyampaikan berkat sakramen. Tapi, mengapa diakon koq belum boleh
pimpin misa?
Diakon sering berarti orang yang selalu ‘di-konkon’, (Jawa: disuruh-suruh) ini
dan itu yang mereka tidak bisa, yang diakon sudah bisa. Dan begitulah diakon pun
melayani, baik itu melayani uskup, baik itu imam, baik itu umat pada umumnya.
Hal praktis yang sepertinya sudah jamak dilaksanakan oleh diakon atau suatu
paroki yang memiliki diakon: pembaptisan. Semua rencana atau program baptisan,
entah dewasa atau bayi, biasa atau darurat, itu dilaksanakan oleh diakon. Dan yang
kedua: pemberkatan perkawinan campur. Sepertinya biasa di mana-mana terjadi,
perkawinan campur entah beda Gereja atau pun beda agama selalu dipimpin oleh
diakon. Mungkin maksudnya supaya dalam upacara perkawinan campur itu tidak
perlu diadakan dalam Misa dan tentu dengan komuni. Jadi pemberkatan perkawinan
campur dipimpin oleh diakon dalam perayaan sabda, tidak ada komuni.
Dari beberapa paparan tadi, kadang-kadang muncul kesan kekecewaan umat:
koq yang datang bukan imam, koq yang melayani ‘hanya’ diakon? Ada perasaan
kurang puas, kurang mantab. Diakon bukan imam, diakon tak bisa membuat misa,
diakon hanya bisa pimpin perayaan sabda saja. Padahal, diakon sebagai diakon dia
menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada.
Begitulah dinamika yang dialami oleh diakon dan penghayatan pelayanannya.
Satu masukan lagi tentang diakon. Siapa itu diakon permanen? Ada diakon yang
ditahbiskan memang sebagai tahap tahbisan rendah untuk menerima tahbisan
berikutnya yaitu tahbisan imamat. Dia adalah frater yang sudah menyelesaikan tugas
belajarnya. Dia sudah melewati tahap-tahap pembinaan sebagai calon imam. Dia
sudah menerima pelantikan lektor dan akolit. Setelah ditahbiskan menjadi diakon, dia
pada gilirannya akan ditahbiskan menjadi imam. Dia adalah diakon calon imam. Ada
lagi diakon yang lain ialah diakon permanen atau diakon tetap. Dia memang hanya
ditahbiskan untuk menjadi diakon, tidak dimaksudkan menjadi imam.
Diakon permanen bisa jadi selibat, tidak menikah. Sebenarnya dia sudah
melewati tahap-tahap pembinaan calon imam. Setelah ditahbiskan sebagai diakon,
atas alasan tertentu dia tidak (mau) ditahbiskan menjadi imam. Dengan begitu dia
menjadi diakon permanen/tetap/kekal. Diakon permanen ada juga yang menikah. Dia
dipilih melalui syarat-syarat yang tidak mudah. Dia sungguhh dipilih dari sekian
banyak bapak-bapak. Dia harus terkenal saleh dan teruji imannya. Mengapa mereka
dipilih? Biasanya itu terjadi karena Gereja di wilayah-wilayah tertentu kekurangan
imam dan diakon. Maka dia sebagai bapak ditahbisaklan menjadi diakon.
Pertanyaan berikutnya adalah: apa saja yang bisa atau boleh dilaksanakan oleh
kedua jenis diakon permanen itu? Jawabannya: sama dengan diakon yang tidak
permanen. Diakon sebagai diakon dia ditahbiskan untuk tugas-tugas diakon. Pernah
terjadi bahwa seorang diakon tak selibat memberkati perkawinan anaknya. Bisa
terjadi.
Anda ingin menjadi diakon? Kemungkinan pertama Anda mesti calon imam
dan anda sudah melewati semua tahap pembinaan sebagai calon imam. Kemungkinan
yang lain Anda harus berada di tempat atau wilayah yang sangat membutuhkan
pelayanan diakon. Bisa jadi Anda selibat dan sudah lulus dari seminari tinggi. Bisa
jadi Anda tidak selibat, seorang bapak rumahtangga.
Dari berbagai sisi kita sudah melihat diakon. Kita melihat satu kesimpulan
kecil. Seseorang menjadi diakon karena dipanggil dan dipilih oleh Allah. Pelayanan
sebagai diakon adalah sebuah panggilan. Menjadi diakon merupakan sebuah sukacita,
karena dengan itu seseorang ambil bagian dalam tugas Gereja menjadi raja, imam dan
nabi.

Rm Petrus Tripomo

Anda mungkin juga menyukai