Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dunia zaman sekarang banyak sekali tugas yang harus dijalankan dan sangat

beraneka masalah, perasaan yang mencemaskan orang serta sering kali perlu mereka

segera pecahkan sehingga tidak jarang mereka terancam bahaya terombang-ambing kian

kemari. Para imam sendiri yang terlibat dalam tugas. Kewajiban yang bertubi-tubi dan

terbagi-bagi perhatiannya, dengan cemas dapat bertanya-tanya bagaimana mereka mampu

memadukan kehidupan batin dengan kegiatan lahiriah mereka. Kebutuhan itu tidak

tercapai melulu dengan mengatur secara lahiriah. Karya-karya pelayanan pun tidak

melalui latihan-latihan rohani semata-mata, betapa pun semua itu ikut mendukung

keselarasan hidup, akan tetapi para imam mampu mewujudkan keutuhan itu bila dalam

menjalankan pelayanan mereka mengikuti teladan Kristus yang maknanya ialah

menjalankan kehendak Bapa yang mengutusNya untuk menyelesaikan karyaNya.

Dewasa ini pemahaman akan seorang imam yang di tugaskan untuk

menggembalakan kawanan domba Kristus (manusia) sangat rendah. Orang menganggap

Imam sebagai orang yang biasa-biasa dari sudut profesi. Padahal imam ialah manusia

yang dikhususkan untuk memangku jabatan Kristus di dunia baik sebagai Nabi, Raja dan

Gembala. Dengan demikian harus ada penempatan khusus alias penghormatan kepada

seorang imam sebagai kedudukan yang lebih di masyarakat. Di lain pihak harus ada

semangat aktus untuk melaksanakan hasil pewartaan dari imam.

Untuk menyukseskan hal ini, maka harus ada pedoman-pedoman dasar yang

dimiliki seorang imam dan pedoman itulah yang mampu menerangi tugasnya sebagai

imam dalam merangkul umat Allah. Dengan ini penulis mencoba mengkaji berbagai

pedoman yang perlu untuk seorang imam diosesan.

Selain itu penulisan makalah ini juga memberikan wawasan bagi pembaca untuk

memahami berbagai pedoman dasar seorang iman diosesan.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana identitas sebagai pewarta Injil dan gembala seorang imam diosesan?

1.2.2 Apa itu klerus diosesan?

1.2.3 Apa sajakah peraturan hidup seorang imam diosesan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Menjelaskan alasan pedoman pastoral untuk para imam dosesan

1.3.2 Menjelaskan cara kerja dan peranan para pelayan tertahbis dalam aspek

kehidupan.

1.3.3 Menjelaskan berbagai strategi untuk menjalankan pedoman pastoral bagi imam

diosesan.

1.3.4 Sebagai sumber informatif bagi pembaca

1.4 Metode Penelitian

Dalam penyelesaian penulisan karya akhir ini, penulis menggunakan beberapa

metode:

‘Pertama kepustakaan Penulis mencari beberapa sumber referensi berupa buku atau

majalah yang bertemakan pelayanan pastoral dalam hubungannya dengan imam diosesan’.

1.5 . Sistematika Penulisan

1.5.1 BAB 1 : Pendahuluan

Pada bab ini berisikan Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Metode

penulisan dan Sistematika penulisan.

2.5.2 BAB 2 : Identitas sebagai pewarta Injil dan gembala

Pada bab ini berisikan tentang kajian teori yang menjelaskan teori-teori yang berkaitan

dengan masalah penelitian, mencakup : kesadaran misioner imam, pelayan sabda,

dasar dari semua jenis pendampingan dan konseling pastoral.

2.5.3 BAB 3 : Klerus Diosesan

Pada bab ini menjelaskan tentang kajian teori yang berisikan teori-teori yang berkaitan

dengan masalah penelitian mencakup: para imam diosesan, para imam yang

2
menjalankan karya antar paroki, para pastor paroki, penunjuk, pemindahan,

pemberhentian dan pengunduran diri pastor paroki serta pembubaran dan pengubahan

paroki.

2.5.4 Peraturan Hidup Imam

Pada bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan relevansi penelitian yang

berisikan pembahasan tentang hasil penelitian dan relevansi hasil penelitian, mencakup

: sabda Allah menantang imam, kehidupan intelektual, ketaatan imamat serta relevansi

dengan seminaris.

2.5.5 Penutup

Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran

3
BAB II

IDENTITAS SEBAGAI PEWARTA INJIL DAN GEMBALA

2.1 Kesadaran Misioner Imam

Persekutuan gereja-gereja lokal dengan gereja universal mencapai kesempurnaannya

hanyalah bila gereja-gereja itu ikut ambil bagian dalam usaha misioner demi orang-orang

bukan Kristen baik di dalam wilayah mereka sendiri maupun di luar batas wilayah mereka.

( Konsili Vatikan II, Dekrit Tentang Kegiatan Misioner ;)

Para imam karena tahbisan mereka telah menerima karunia khusus yang “menyiapkan

mereka bukan untuk perutusan yang terbatas dan sempit melainkan untuk lingkup yang terluas

dalam perutusan universal penyelamatan bahkan sampai ke ujung-ujung bumi” ( Kis 1:8).

Sebagai konsekuensinya , Maka setiap imam hendaknya mempunyai kesadaran misioner

yang menyebabkan dia cakap dan bersedia membaktikan dirinya secara efektif dan murah hati

guna mewartakan Injil kepada mereka yang tidak mengakui iman kepada kristus.( iman

secara khusus adalah seseorang “Misionaris bagi dunia” (Yohanes Paulus II , pidato pada

Sidang Pleno Konggregasi Untuk Pewartaan Injil 14 April 1989)

Di dalam pembagian tugas-tugas pastoral hendaknya jangan dijadikan aturan umum bahwa

imam-imam setempat diberi umat yang sudah terbentuk dan berkembang. Sedangkan para

misionaris diserahi tugas kepada mereka yang baru mulai, bersama dengan tanggung jawab

untuk menyampaikan penginjilan kepada kelompok-kelompok baru. Imam-imam lokal

mempunyai hak dan kewajiban untuk melaksanakan sendiri penginjilan saudari-saudari

mereka yang belum Kristen, untuk sungguh-sungguh menjadi rasul di garis depan tanpa

mendambakan pos-pos yang lebih dihargai , lebih aman, sentral atau mendapatkan imbalan

lebih baik.

Gereja-gereja muda didorong berpartisipasi secepat mungkin dalam karya misioner

universal gereja. Hendaknya mereka mengirimkan misionaris mereka sendiri untuk

mewartakan Injil ke seluruh dunia meskipun mereka sendiri menderita karena kekurangan

rohaniwan. ( Konsili Vatikan II, Dekrit Tentang Kegiatan Misioner ;)

4
Demikianlah, di samping para imam yang menjadi anggota lembaga misionaris, maka

diosesan-diosesan hendaknya siap untuk mengirim para imam mereka sendiri keluar, yang

merasakan panggilan kristus sebagai fidei donum untuk ambil bagian dalam kegiatan misioner

yang sepatutnya disebut demikian. (Konsili Vatikan II, Dekrit Tentang Kegiatan Misioner)

Para imam semacam ini hendaknya dengan bahagia menghayati dengan sepenuhnya

kesatuan mereka dengan Kristus yang telah diutus oleh Bapa dan dengan gereja universal,

dengan menempatkan diri mereka pada kehendak uskup mereka, untuk diutus guna

mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain.

2.2 Kesadaran Pastoral Imam

Fungsi pastoral menuntut kesadaran pastoral yang matang dipihak para imam berdasarkan

pada identitas mereka sebagai manusia yang dikuduskan untuk mewartakan Injil,

menggembalakan kaum beriman dan merayakan ibadat.( Konsili Vatikan II Konstitusi

Dogmatik Tentang Gereja Lumen Gentium,28)

Dalam ungkapan yang penuh kesadaran, pastoral menampakkan diri dalam perasaan ikut

termasuk dalam gereja universal. Dalam persekutuan penuh kasih karena ketaatan kepada paus

di roma, prinsip abadi dan kelihatan serta dasar kesatuan imam dan persekutuan.

Sebuah gereja lokal akan menjadi mandul bila dia tidak memberikan juga dirinya kepada

gereja yang menjadi saudara-saudarinya. Ini berarti bahwa para imam hendaknya siap sedia

untuk pergi keluar untuk bekerja sama dalam kasih dengan gereja-gereja yang lebih

membutuhkan. Lebih-lebih gereja-gereja yang baru sebagian diberi pewartaan Injil. (Konsili

Vatikan II, Dekrit Para Uskup)

Dalam ungkapan sekarang kesadaran pastoral kelihatan dalam perasaan ikut termasuk

dalam gereja lokalnya. dalam persekutuan dengan uskup, para imam lain, para diakon, dan

seluruh umat beriman.

Persatuan dengan uskup hendaknya bersifat spiritual dan hierarkis dan mencakup sikap-

sikap tertentu seperti misalnya mengakui dalam diri uskup otoritas kristus gembala tertinggi :

menerima dengan hormat dan kasih. Peran uskup sebagai bapa umat keuskupan, begitu pun

para uskup hendaknya menganggap para imam mereka dan memperhatikan kesejahteraan

5
mereka baik jasmani maupun rohani.( Konsili Vatikan II Dekrit Para Imam Presbiterorum

Ordinis.)

Para imam hendaknya menghindari dengan hati-hati segala sesuatu yang dapat

menimbulkan skandal. Mereka bersama dengan umat mereka hendaknya memberikan

kesaksian yang sejati mengenai keteguhan kristiani dalam memegang prinsip-prinsip sehingga

dapat menyampaikan sesuatu undangan yang terpercaya pada mereka yang masih jauh dan

belum percaya pada Kristus.

2.3 Pelayan Sabda

Merupakan tugas imam, sebagai pendidik umat Allah dalam iman, ikut ambil bagian

dalam peranan kenabian kristus dan rekan kerja uskup, untuk mewartakan sabda penyelamatan

dan mengumpul bersama-sama berkat kuasanya umat beriman. (Howard Clinebell. 2002.

Tipe-tipe dasar pendampingan dan konseling pastoral . Jogjakarta: Kanisius.22)

Pelayanan sabda mempunyai bermacam-macam bentuk, beberapa bentuk ini mungkin

dapat disebut untuk gereja-gereja muda: pertama-tama evangelisasi orang-orang bukan

Kristen, kotbah bagi kaum beriman, katekese untuk para katekumen dan mereka yang sudah

dibaptis.

2.3.1 Penginjil yang tidak kenal lelah

Imam hendaknya memberikan prioritas untuk mewartakan pesan Injil kepada mereka

yang tinggal di wilayah yang belum di baptis. Setiap imam berkat peranan

kenabiannya dan dalam kerja sama yang erat dengan tanggung jawab misioner pada

uskupnya mempunyai kewajiban berat untuk mewartakan “Allah yang hidup dan dia

yang telah di utusnya untuk penebusan semua orang. Demikianlah bila rohkudus

membuka hati mereka, orang-orang bukan Kristen agar percaya dan dengan bebas

dipertobatkan kepada Tuhan. (Konsili Vatikan II Dekrit Tentang Kegiatan Misioner).

2.3.2 Untuk Mengabdi Sabda

Merupakan kewajiban pastor paroki bersama dengan rekan kerjanya untuk menyusun

program pewartaan yang menjangkau semua kaum beriman secara teratur dan kerap

kali dan termasuk kelompok yang tidak mungkin merayakan ekaristi setiap hari

6
minggu dan hari raya. Pewartaan hendaknya tidak pernah tanpa persiapan melainkan

dipersiapkan dengan studi dan doa. Pewarta hendaknya mengungkapkan nilai-nilai

abadi kitab suci, tradisi liturgi, kuasa mengajar gereja dan hidup gereja. Hendaknya

ada keselarasan antara kotbah iman dan hidupnya(.Clinebell Dasar Pendampingan

Dan Konseling Pastoral, Hlm 23)

2.3.3 Terlibat Dalam Katekese

Pendidikan katekis yang dimengerti sebagai ajaran sistematis mengenai doktrin dan

sebagai pengelaman hidup Kristen secara bertahap. Merupakan kewajiban berat umat

dan lebih-lebih para pastornya. Para pastor paroki berkat jabatan mereka berkewajiban

mengawasi agar katekese berlangsung secara teratur dan tertib, menjangkau seluruh

kaum beriman dan semua tingkat usia.( Konsili Vatikan II Dekrit Tentang Para Imam

Presbiterorum Ordinis.)

Dalam bidang ini, kerja sama semua umat mutlak diperlukan tetapi secara khusus

dibutuhkan kategori-kategori tertentu :

a. Orang tua

Orang tua, terutama mempunyai tugas untuk mendidik anak-anak mereka

secara Kristen, melalui perkataan dan teladan. Para imam hendaknya

menyiapkan merek yang akan kawin dan hendaknya membantu para pasangan

Kristen untuk memikul tanggung jawab dengan memberi mereka instruksi yang

sesuai dan bantuan praktis;

b. Guru kelas

Guru kelas mempunyai peranan yang penting dalam membantu generasi baru

untuk bertumbuh dalam iman pelajaran agama di sekolah bagi banyak kaum

muda merupakan kanon pertama mereka yang serius dengan Injil oleh karena

itu para imam hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap sektor

sekolah-sekolah Katolik dan negeri karena itu menyediakan kemungkinan yang

sesuai untuk melakukan penginjilan yang pertama, pun pendidikan agama bagi

mereka yang sudah dibaptis dan penting ialah menyadari peranan kunci yang

7
dapat dimainkan pendidikan dalam rencana pastoral diosesan dan rencana

pastoral paroki. ( Yohanes Paulus II Ekshartasi Apostolik Catechesi

Tradendae 16 okt 1979, 69)

c. Dialog pribadi

Salah satu bentuk komunikasi kata yang hendaknya tidak pernah

dikesampingkan adalah komunikasi antar pribadi dengan pribadi lainnya yang

efektif.

Para imam hendaknya memberikan perhatian khusus kepada sakramen

pengampunan dosa dan bimbingan rohani sebagai kesempatan untuk

mengadakan kontak dan dialog persaudaraan tempat dapat dikemukakan

pemecahan-pemecahan yang semestinya atas problem’’ individual. (Paulus VI,

Ekshartasi Apostolik Evangelis Nuntrandi,29 des 1979,46)

2.4 Pemimpin Perayaan Liturgi dan Perayaan Sakramen

Imam yang ambil bagian secara khusus dalam imamat Kristus. Sebagai pelayan-Nya

dan dibawah atarikus Uskup mengungkapkan fungsi imamatnya terutama dalam liturgi

dan dalam memberikan sakramen-sakramen. Oleh karena itu hendaknya ia mencoba

mengembangkan suatu perasaan mendalam mengenai liturgi dan hendaknya menjadi

peristiwa yang penuh keyakinan atas kehidupan liturgi kaum beriman.( Konsili Vatikan II,

Konstitusi Tentang Liturgi Sacrosantum Consilium.18-19)

2.4.1 Sakramen-Sakramen

Sejauh menyangkut sakramen-sakramen tugas imam terutama untuk

memperhatikan agar sakramen-sakramen dimengerti dengan tepat. Lebih-lebih

melalui katekese. Sifatnya yang digerejani, hubungannya yang mendasar dengan

ekaristi, sikap radikal kaum beriman untuk menerima sakramen-sakramen dan

untuk menghayati rahmat yang khas untuk masing-masing sakramen berkat

imamat umum orang Kristen. Para imam hendaknya menempatkan misteri

ekaristi sungguh-sungguh pada pusat hidup mereka dan jemaat mereka

hendaknya jangan lupa bahwa hanyalah bertitik tolak dari pusat ekaristi ini,

8
mereka akan dapat mewartakan sabda dengan menghasilkan buah dan berkumpul

bersama umat yang dipercayakan kepada mereka. Para imam hendaknya

memberi semangat kepada kaum beriman untuk ambil bagian secara aktif di

dalam perayaan ekaristi, dengan mempersembahkan kurban ilahi kepada bapa

dan dengan mempersatukan persembahan hidup mereka sendiri kepada dia. ( G.

Krichbergier,SVD.1992. Gereja Dalam Perubahan. Ende: Nusa Indah)

“Sebagaimana anda tidak boleh berusaha menyembuhkan mata tanpa kepala,

atau kepala tanpa tubuh, demikianlah juga halnya jangan berusaha

menyembuhkan tubuh tanpa jiwa....karena bagian tertentu itu akan tidak pernah

sehat jika keseluruhannya tidak sehat...dan karena itu, jika kepala dan tubuh

harus sehat, maka anda harus mulai dengan penyembuhan jiwa”

2.4.2 Beberapa prioritas untuk liturgi

Di dalam gereja-gereja yang sedang berkembang ke kedewasaan, karya

pastoral liturgi hendaknya mempunyai prioritas-prioritas tertentu : pertama-tama

perasaan menjemaat dalam perayaan-perayaan. Oleh karena perayaan-perayaan

tadi merupakan karya kristus mempunyai kekhasannya sendiri untuk ikut ambil

bagian seturut perbedaan tahbisan dan tugas. Kedua, perlunya partisipasi aktif

yang mengandalkan persiapan dan kesadaran mengenai nilai kegiatan liturgi.

(Konsili Vatikan II, Konstitusi Tentang Liturgi Sacrosantum Consilium)

Merupakan tugas para imam menyiapkan umat yang bersangkutan dan para

penggerak mereka, agar perayaan-perayaan yang mencakup pembacaan sabda

Allah dan juga mungkin pembagian sakramen maha kudus sungguh merupakan

ungkapan doa liturgi yang dapat membantu kaum beriman menguduskan hari

minggu dan menambah keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam misa.

2.4.3 Tingkah Laku Imam yang Memimpin

Martabat liturgi dapat menjamin meskipun dalam keadaan yang sederhana atau

kemiskinan dalam hal yang menyangkut gedung dan peralatan, asalkan upacara

dilaksanakan devosi batin dan lahir dan menyadari segala sikap dan terburu-buru

9
dan kurang hati-hati. Jadi pemimpin liturgi hendaknya menjiwai liturgi dengan

aktif menyelanginya secara pribadi dengan penjelasan dan dorongan seperti yang

dikemukakan dalam rubrik-rubrik dan memberikan kesempatan untuk

mengadakan selingan-selingan lainnya melalui bacaan-bacaan, nyanyian,

gerakan saat hening.

2.4.4 Melaksanakan dengan setia norma liturgi

Segala yang menyangkut gerak-gerik, kata-kata, pakaian dan peralatan

hendaknya merupakan kesempatan bagi imam untuk mengungkapkan

kepekaannya terhadap yang kudus dan mendidik umat dalam hal ini.

Para imam hendaknya menyadari bahwa mereka gagal dalam peranan mereka

sebagai pendamping dan mungkin membingungkan kaum beriman bila mereka

merubah liturgi dengan tambah atau pengurangan tanpa alasan yang jelas, atau

merayakan liturgi tanpa pakaian suci dan peralatan suci atau di luar tempat yang

ditentukan.

2.5 Dasar dari semua jenis pendampingan dan konseling pastoral

Banyak orang sedang mencari telinga yang mau mendengar dengan sungguh-sungguh.

Sayangnya mereka tidak menemuinya di antara orang Kristen, sebab orang Kristen

berbicara ketika mereka seharusnya mendengar. Jika orang tidak lagi mendengar

saudaranya, maka dia juga tidak lagi mendengar Allah. Jika orang tidak mampu lagi

mendengar dengan sabar dan tekun, maka dia akan segera berbicara tentang hal-hal yang

tidak pokok, dan tidak akan berbicara dengan sungguh-sungguh kepada orang lain. Namun

hal ini tidak disadarinya.

Dalam percakapan konseling ada beberapa hal yang seharusnya terjadi.:

2.5.1 Dasar dari suatu hubungan yang menyembuhkan dibangun atau diperkuat bila

orang mengalami : kehangatan, pengertian dan pendampingan pendeta.

2.5.2 Melalui pendengaran atau perhatian yang terpusat dan tanggapan yang empatik

atas peranan anggota jemaat maka mulai terjadi katarsis dan rasa sakit dan

ungkapan perasaannya yang ditekan selama ini.

10
2.5.3 Para imam memperoleh suatu pengertian sementara tentang gambaran batin

atau “internal frame of reference” orang tersebut. Artinya bagaimana orang itu

merumuskan masalahnya di mana letak kegagalan dalam cara bergaulnya untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya dan di mana sumber dari keterbatasannya

mengatasi situasinya.

2.5.4 Berdasarkan diagnosa sementara ini, imam menyarankan suatu pendekatan

untuk memperoleh pertolongan seperti meneruskan konseling pastoral dan atau

melakukan rujukan untuk memperoleh pertolongan khusus emosionalnya

pemeriksaan medis, psikoterapi, atau nicoholic.

Tugas konselor adalah mencapai tingkat tertinggi dari apa yang disebut regori

dengan pengertian empatik (empathic understanding) tentang dunia batin

konseling. Hein Kohut menjelaskan bahwa empati adalah penerimaan,

peneguhan dan pengertian akan gema suara hati manusia yang ditimbulkan oleh

diri ( self ). Empati adalah suatu kebutuhan psikologis yang hakiki dan tanpa itu

kita tidak mungkin menghayati hidup yang bernilai. (diuraikan dengan kata-

kata sendiri dari Hans Kohut” pilgrimage”, jurnal of pastoral

psychotherapy,5)

2.6 Tujuan Konseling Tentang Problem Religius

Ada bagian yang kekal dalam hidup, cuma sangat sulit bagi kita untuk menemukannya

sendiri. Urusan dan kepedulian kita setiap hari menyesatkan kita. Hanya sedikit sekali

orang yakni yang berada pada puncak kemanusiaan dan berusaha menghayati sesuatu

kekekalan bahkan dalam kehidupan yang fana didunia ini.( Clinebell, Tipe- Tipe Dasar

Pendampingan Dan Konseling Pastoral . hlm 141.)

Tujuan dimensi religius dari penggembalaan dan konseling pastoral adalah untuk

menolong orang bertumbuh di dalam kedamaian dan kekuatan hidup rohaninya sehingga

tujuan itu memperkuat semua aspek kehidupannya.

Pertumbuhan ini terjadi jika dia belajar untuk membentuk hubungan dengan Allah, dengan

orang lain (anak-anak Allah), dengan alam (dunia Allah) dan dengan keberadaan batin

11
sendiri dalam cara yang memuaskan sembilan kebutuhan rohani mereka yang mendasar

yaitu : kebutuhan Tuhan untuk :

2.6.1 Pengembangan suatu falsafah kehidupan yang bergairah dan aktif

2.6.2 Pengembangan gambaran dan nilai yang kreatif untuk membimbing gaya

hidupnya yang konstruktif

2.6.3 Memperoleh suatu hubungan yang berkembang dan komitmen Allah yang

mengasihi yang mengintegrasikan memperkuat hidupnya

2.6.4 Mengembangkan jati dirinya yang lebih tinggi (Assagioli) atau jiwanya sebagai

pusat keberadaannya

2.6.5 Memperbaharui keyakinan yang mendasar ( Erikson) untuk mempertahankan

pengharapan ditengah-tengah kehilangan dan tragedi hidup mereka

2.6.6 Menemukan cara untuk bergerak dari keterasingan karena rasa bersalah menuju

ke arah perdamaian berdasarkan pengampunan

2.6.7 Mengembangkan cara untuk menghargai harga diri dan mengurangi narsisme

yang menyebabkannya terasing ( kesombongan ) dengan suatu kesadaran akan

keberadaan yang dinilai tinggi oleh Allah

2.6.8 Memperoleh momen-momen transendensi yang teratur “ pengalaman puncak “

yang mistis (masiow) yaitu ketika dia mengalami kekalahan-kekalahan

2.6.9 Terisap pada suatu persekutuan yang mau memelihara (contohnya: gereja) yang

mendukungnya dalam perjalanan rohaninya.

12
BAB III

KLERUS DIOSESAN

3.1 Para Imam Diosesan

Memang semua imam diosesan maupun religius bersama dengan uskup ikut menerima dan

melaksanakan imamat kristus yang satu, dan karena itu diangkat menjadi rekan-rekan sekerja

yang arif bagi tingkatan uskup.

Namun dalam menjalankan raksa jiwa-jiwa, peran utama ada pada para imam diosesan.

Sebab mereka itulah yang terinkardinasi atau terikat pada gereja khusus, merekalah yang

sepenuhnya membaktikan diri untuk melayaninya untuk menggembalakan sebagian kawanan

Tuhan.( Hardawiryana SJ .2004 Dokumen Konsili Vatikan II . Jakarta)

Hubungan antara para uskup dan para imam diosesan terutama harus bertumpuk pada

ikatan-ikatan cinta kasih adikodrati sedemikian rupa sehingga perpaduan kehendak para imam

dengan kehendak uskup lebih menyuburkan kegiatan pastoral mereka.

3.2 Para Imam Yang Menjalankan Karya Antar Paroki

Rekan-rekan kerja uskup yang lebih dekat ialah para imam juga yang olehnya diserahi

tugas pastoral atau karya kerasulan yang bersifat antar paroki, entah bagi wilayah tertentu

dalam keuskupan, entah bagi kelompok-kelompok khas umat beriman, entah untuk macam

kegiatan yang khusus. Bantuan kegiatan yang istimewa diberikan juga oleh para imam

yang oleh uskup dipercayai pelbagai tugas kerasulan entah disekolah-sekolah atau

dilembaga-lembaga atau perserikatan-perserikatan lainnya. Juga para imam yang terikat

pada karya antar keuskupan, karena mereka menjalankan karya kerasulan yang amat

penting, sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang istimewa terutama perhatian

uskup yang memimpin keuskupan tempat kediaman mereka. ( Hardawiryana SJ .2004

Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta)

3.3 Para Pastor Paroki

Dalam arti amat khas para pastor paroki menjadi rekan sekerja uskup kepada mereka

selaku gembala yang sesungguhnya dipercayakan raksa jiwa-jiwa dalam bagian tertentu

13
dibawah kewibawaan uskup. ( Hardawiryana, SJ. 2004. Dokumen Konsili Vatikan II.

Jakarta).

3.3.1 Dalam menjalankan raksa pastoral ini hendaklah para pastor paroki bersama

para pembantunya menuaikan tugas mengajar, menguduskan dan memimpin

sedemikian rupa sehingga umat beriman dan jemaat paroki sungguh menyadari

diri sebagai anggota keuskupan maupun seluruh gereja semesta.

Adapun untuk meningkatkan tepat guna raksa jiwa-jiwa sangat dianjurkan

kehidupan bersama para imam terutama yang bertugas di paroki yang sama.

selain mendukung kegiatan merasul kehidupan bersama itu juga menampilkan

teladan cinta kasih dan kesatuan bagi umat beriman. Dalam menjalankan

tugas mengajar, pastor paroki bertugas mewartakan sabda Allah kepada segenap

umat beriman, supaya mereka berakar dalam ian, harapan, serta cinta kasih dan

berkesaksian cinta kasih menurut amanat Tuhan. Dalam menjalankan karya

pengudusan hendaklah pastor paroki berusaha supaya perayaan kurban ekaristi

menjadi pusat dan puncak seluruh kehidupan jemaat Kristen. Dalam menuaikan

tugas penggembalaan hendaklah pastor paroki pertama-tama berusaha mengenal

kawanannya sendiri.

3.3.2 Sebagai rekan sekerja pastor kepala paroki, para pastor pembantu setiap hari

memberikan jasa sumbangan amat berharga dan aktif dengan menuaikan

pelayanan pastoral di bawah pimpinan pastor kepala. Maka, pergaulan antara

pastor kepala dan para pastor pembantunya hendaklah bersifat persaudaraan,

saling mengasihi dan menghormati, saling membantu dengan nasehat-nasehat,

pertolongan serta teladan. Demikian mereka melayani paroki dalam kesepakatan

kehendak dan jerih payah bersama.

3.4 Penunjukan, Pemindahan, Pemberhentian, dan Pengunduran diri Pastor Paroki

Dalam menilai kecakapan imam untuk memimpin suatu paroki hendaknya uskup

jangan hanya mengindahkan ajarannya. Melainkan juga kesalehannya semangat

kerasulannya, dan bakat-bakat serta sifat-sifat lainnya. Yang diperlukan untuk menuaikan

14
raksa jiwa-jiwa sebagaimana mestinya. Tatalaksana pemindahan dan pemberhentian

pastor paroki hendaklah ditinjau kembali dan disederhanakan sedemikian rupa sehingga

dengan tetap mengindahkan kewajaran menurut kenyataan dan menurut hukum kanonik,

uskup dapat dengan lebih memadai menanggapi kebutuhan demi kesejahteraan jiwa-jiwa.

Para pastor paroki yang karena lanjut usia atau alasan berat lainnya terhalang untuk

menuaikan tugas mereka sebagaimana mestinya dan dengan hasil yang baik, dimohon

dengan sangat supaya dengan sukarela atau atas ajakan uskup meletakan jabatan mereka.

Hendaknya mereka yang mengundurkan diri itu oleh uskup dijamin nafkah hidupnya

yang selayaknya. ( Hardawiryana SJ .2004 Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta)

3.5 Pembubaran dan Pengubahan Paroki

Akhirnya keselamatan jiwa-jiwa itu pulalah yang menjadi kembali pembentukan

atau pembubaran paroki-paroki atau perubahan-perubahan lainnya. Uskup dapat

menjalankan itu semua atas kewibawaannya sendiri. (Hardawiryana, SJ. 2004,

Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta).

15
BAB IV

PERATURAN HIDUP IMAN

4.1 Sabda Allah Menantang Imam

Ada hubungan erat antara sabda Allah dan hidup imam. Dari perkataan ini sesungguhnya

identitas imam berawal mula dan memiliki maknanya: di dalam sabda termuat kekuatan untuk

imamnya dan santapan hidup rohaninya. (Konsili Vatikan II Konstitusi Dokmatik Tentang

Wahyu Ilahi Dei Verbum,21)

Oleh karena itu gereja merekomendasikan secara khusus kepada para imam untuk terus

menerus berhubungan dengan kitab suci, dengan membaca, mempelajari dan berdoa, untuk

memperoleh pengetahuan yang semakin dalam mengenai Tuhan dan makna pesan-Nya.

(Fil.3:8; Efs 3:19;14-23)

Untuk dapat menerima, mengasimilasikan dan mewartakan sabda, hendaknya para imam

meluangkan waktu untuk hening dan meditasi. Meskipun karya-karya pastoral terus menerus

menuntut macam-macam hal. Para imam yang tahu cara meluangkan waktu agar bertumbuh

secara batiniah, haruslah dipuji. Di dalam merencanakan hidup hendaknya menyisihkan waktu

untuk berefleksi mengenai kitab suci dan mempelajari ilmu-ilmu kitab suci.

Selain doa di dalam dan bersama umat Kristen, imam hendaknya memupuk hidup

rohaninya sendiri dengan doa pribadi yang teratur.

Ekaristi yang oleh para imam dirayakan in peranna Christi merupakan puncak hidup

rohani. Oleh karena itu hendaknya mereka setia untuk merayakan perayaan ekaristi setiap hari,

dengan persiapan yang sesuai dan ucapan syukur. (Konsili Vatikan II, Konstitusi Tentang

Liturgi Sacrosantum Consilium)

Pendasaran ibadat harian, doa resmi gereja yang diserahkan kepada kesalehan para imam,

hendaknya lengkap dan teratur sehingga menguduskan tahapan-tahapan hari untuk memuji

Allah, dalam persatuan dengan semua umat dalam doa. Devosi kepada Maria hendaknya

mempunyai tempat terhormat dan mengungkapkan diri spontan dan penuh kasih kepada bunda

Allah dan gereja. Para imam hendaknya melihat kepada Maria sebagai contoh pengudusan

kepada Allah, dengan mendengarkan, berdoa dan sikap siap sedia.

16
Mereka hendaknya mengungkapkan cinta kasih mereka dengan merayakan pesta-pestanya

dengan penuh semangat dengan mendaraskan rosario setiap hari, dan dalam bentuk devosi

pada Maria yang lain, termasuk hal-hal yang disarankan oleh devosi populer yang sehat.

Sebagai pelayan rekonsiliasi hendaknya para imam sendiri kerap kali menerima sakramen

pengakuan dosa dan juga secara teratur dan jika mungkin dengan bapa pengakuan yang sama,

sehingga dapat dikenal dengan lebih baik dan dibantu. (Konsili Vatikan II Dekrit Tentang

Para Imam Presbytorum Ordinis)

4.2 Kehidupan Intelektual

Studi para imam hendaknya pertama-tama berhubungan dengan ilmu-ilmu suci dan

disiplin lain yang berkaitan dengannya dan yang dapat membantu dalam melaksanakan

pelayanan, atau dengan disiplin-disiplin ilmu tempat mereka bekerja secara profesional.

Para imam hendaknya diingatkan perlunya mengungkapkan pesan Injil dalam bahasa

Katekese yang sesuai.

Hidup intelektual mengandalkan bukan hanya keyakinan dan kesediaan melainkan

juga penggunaan sarana-sarana yang memadai secara teratur seperti misalnya : waktu yang

disisihkan untuk studi, partisipasi aktif dalam inisiatif dan pertemuan yang diorganisir oleh

keuskupan.

Pemilihan imam-imam untuk studi di universitas-universitas dalam negeri atau luar

negeri merupakan tugas uskup demi kesatuan kerasulan dalam keuskupan. Setiap imam

hendaknya menyediakan diri dalam hal ini, dengan sukarela menyesuaikan diri denga

rencana keuskupan Konferensi Wali Gereja, tanpa ambisi-ambisi pribadi. (Konsili Vatikan

II Dekrit Tentang Kegiatan Misioner Ad Gentes, 16)

4.3 Ketaatan Imamat

Ketaatan bagi seorang imam, pertama-tama sikap batin yang menjadi kebiasaan yang

menghubungkan dia dengan kehendak Allah, melalui kewibawaan para pemimpinnya dan

yang memungkinkan dia untuk mengatasi suatu konsep otonomi pribadi yang terlalu

duniawi.

17
Bidang- bidang tempat ketaatan imam hendaknya menampakkan diri secara khusus

pada zaman sekarang ini adalah :

4.3.1 Kesetiaan pada megisterium

Berdasarkan pada identitas kristiani dan sebagai imam, kesetiaan ini hendaknya

menampakkan diri secara konkret dalam sikap taat pada ajaran otoritas baik Paus di

Roma maupun para uskup, dengan demikian para imam hendaknya tidak menyimpang

dengan mengikuti teori-teori yang tidak disetujui atau keyakinan pribadi.

Pastor membimbing kawanannya dengan ajaran yang sehat dan hendaknya jangan

membingungkannya dengan teori-teori yang tidak tentu atau teori-teori yang

mampang. 2 Timoteus 2:14; Titus 2:1

4.3.2 Menerima Penugasan

Kesetiaan imam pada tugasnya sebagai pengInjil dan gembala hendaknya

kelihatan dalam kesediaannya untuk menerima dan memenuhi perutusan apa saja yang

diserahkan kepadanya oleh uskupnya. Semangat imam dan ketaatan diperlukan dalam

ini serta siap sedia untuk dimanfaatkan, bukan dengan mendesak untuk ditempatkan

dalam tugas-tugas tertentu/paroki tertentu/menolak tugas yang diberikan oleh uskup.

4.3.3 Memperhatikan Tuntutan dan Norma Fungsi Mereka

Pengabdian pastoral dalam umat kristiani lebih-lebih dalam sebuah paroki

menuntut para imam untuk teratur dan setia dalam memenuhi tugas-tugas mereka yang

rutin dan juga dalam tingkah laku mereka. Dalam hal menyangkut intensi misa. Gereja

telah menggariskan peraturan-peraturan mengenai hal ini dalam kitab hukum kanonik

yang baru dan hendaknya para imam mengikuti dengan sesama. KHK canon 1945-958

4.3.4 Catatan-catatan paroki

Mengenai baptis, perkawinan, kematian dan hal-hal lain yang diperintahkan oleh

konferensi wali gereja dan uskup, penting untuk dilaksanakan dengan seksama hak-

hak dan kewajiban-kewajiban kaum beriman. Pastor paroki hendaknya memperhatikan

agar itu semua dilaksanakan dengan seksama. Di setiap paroki hendaknya ada arsip-

arsip yang dipelihara dengan aman termasuk catatan paroki : surat-surat dari uskup dan

18
dokumen-dokumen lain yang penting. (Konsili Vatikan II Dekrit Tentang Kegiatan

Misioner Ad Gentes)

4.4 Relevansi Dengan Seminaris

Pembinaan dengan pastoral, aspek integral pembinaan calon imam seperti yang tellah

ditekankan, seluruh pembinaan calon imam hendaknya berorientasi pastoral. Dalam rangka

pembinaan pastoral perlu ditekankan pembinaan “Wawasan Kemasyarakatan”. Rasa sosial

atau rasa persekutuan dan persaudaraan hendaknya dikembangkan melalui dari penghayatan

sejati hidup komunitas. Namun dalam seluruh proses pembinaan pastoral tidak kalah

pentingnya peran serta masyarakat luas, khasnya umat yang dijumpai calon dalam paroki

maupun melalui berbagai bentuk pelayanan pastoral lainnya.

Integrasi ketiga dimensi pembinaan, yakni: pembinaan hidup rohani, pembinaan

intelektual dan pembinaan pastoral, merupakan tanggung jawab para pembina maupun para

calon sendiri. Calon imam bukan hanya harus mengatasi ketegangan antara tuntutan-tuntutan

hidup rohani, hendaknya ketiganya saling mempengaruhi. (Komisi Seminari KWI: Pedoman

Dasar Pembinaan Calon Imam di Indonesia, Jakarta , 1989. Hlm 39)

Hendaknya para calon makin mengalami kebudayaan zaman sekarang dan semakin dalam

menghayati semangat dan jiwa perayaan sakramen, agar dikemudian hari maupun

mengintegrasikan kekayaan budaya yang masih relevan dalam liturgi, dalam pengakuan

seluruh gereja setempat.

19
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tekanan-tekanan dalam hidup seorang iman itu banyak dan dia harus menemukan waktu

untuk berdoa, pengabdian kerasulan, studi, istirahat, dan kontak dengan orang lain. Oleh

karena itu, baiklah menyusun suatu program termasuk suatu acara harian, terhadap maria

hendaknya seseorang berusaha untuk setia. Namun hendaknya ini jangan membatasi

kemerdekaan dan spontanitas atau mengikat seseorang pada skema-skema tertentu yang

menghambat pengabdian pastoral seseorang, tetapi hendaknya membantu seseorang untuk

bekerja dengan metode, dengan menghindari improvisasi dan risiko untuk menghilangkan

kewajiban-kewajiban penting. Oleh karena itu hendaknya merupakan suatu program yang

teratur yang menekankan pada hal-hal hakiki dan menyediakan suatu keseimbangan yang adil

antara bermacam-macam kewajiban.

Para imam akan menemukan suatu teladan yang sederhana dan efektif dalam maria yang

dapat merumuskan dan mengungkapkan semua partisipasi pribadinya dalam perutusan Yesus

melalui kasih keibuan. (J. Nadiwikarta, Pr. Kehidupan Pastoral Bagi Para Imam Diosesan,

Bogor, 1992. hlm 84)

5.2 Saran

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kehidupan seorang imam yang dikategorikan

sebagai imam diosesan harus selaras dengan pedoman-pedoman yang telah disahkan oleh

gereja, maka dari itu ada beberapa saran yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu :

5.2.1 Bagi para Imam

Imam adalah manusia yang dimeterai dan diberi tugas yaitu sebagai nabi , raja dan

gembala. Hendaknya dalam melaksanakan sekaligus menyukseskan hal tersebut

dengan berpedoman pada aturan-aturan sebagai imam, lebih khususnya imam

diosesan.

20
5.2.2 Bagi para Seminaris

Segala usaha yang dilakukan oleh para seminaris dalam menata masa depan

yang lebih baik hendaknya juga berorientasi pada penghayatan pastoral. Berupa

partisipasi secara aktif akan segala kegiatan yang ada di paroki-paroki masing-masing.

5.2.3 Bagi Masyarakat

Masyarakat yang dimaksudkan di sini ialah masyarakat yang berada di sekitar

region keuskupan, yang dilayani oleh para imam diosesan. Hendaknya mereka juga

memberi pengaruh dan mendukung kesuksesan karya pastoral para imam diosesan.

21
DAFTAR PUSTAKA

 Hardawiryana. R. SJ. 2012. Dokumen Konsili Vatikan II. Bogor : Percetakan Grafika

Mardi Yuana

 J.Nadiwikarta. Pr. 1992. Kehidupan pastoral Bagi Imam Diosesan. Bogor : Percetakan

Grafika Mardi Yuana

 Kirchberger, Georg. SVD. 1992. Gereja Dalam Perubahan. Ende : Nusa Indah

 Kirchberger, Georg. SVD. 1985. Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh Kudus. Ende:

Nusa Indah

 Luzbetak, Louis. SVD. 1984. Kerasulan dan Kebudayaan. Ende : Nusa Indah

 Clinebell Howord, dkk. 2006. Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius

 Komisi Seminaris KWI. 1989, Pedoman Dasar Pembinaan Imam di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Kanisius

22
PROFIL PENULIS

Stefanus No. Edo adalah anak Pertama dari pasangan Krisantus

Minmance dan Marselina Te’o. Ia Lahir pada tanggal 21

September 2000 di rumahnya Aegela.

Ia telah mengikuti berbagai pendidikan mulai dari tingkat SD, yakni SDN Aegela (2009-

2013), SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu (2014-2016). Selama di jenjang

SMP ia juga turut ambil bagian dan aktif berpartisipasi aktif dalam Organisasi OSIS, ia

dipercaya sebagai Sie Penjaga Waktu. Pernah juga menjalani masa pendidikan di SMA

(2017-2019) di Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu. Ia juga dipercayakan sebagai Sie

MC.

23

Anda mungkin juga menyukai