Kelapa adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga palem, salah satu grup
monokotil terbesar. Tanaman kelapa tumbuh di daerah tropis yang tumbuh di 93 negara
dengan total area perkebunan seluas 12 juta hektar dan produksi sebesar 59,98 juta ton kelapa
(Sangamithra et al., 2013). Tanaman kelapa tumbuh hingga ketinggian 15-30 m ketika sudah
dewasa dengan daun tanaman terpusat di bagian atas tanaman dengan karakteristik tidak
bercabang. Kelapa terbagi menjadi dua varietas, yaitu tanaman kelapa jenis tinggi dan
tanaman kelapa jenis rendah. Tanaman kelapa varietas tinggi memiliki waktu tumbuh lebih
lama, mulai menghasilkan buah setelah 6-10 tahun setelah penanaman, dan bias produktif
selama 80-120 tahun. Buah akan matang di pohon dalam waktu 12 hari. Tanaman kelapa
varietas pendek dapat tumbuh 1-2 tahun lebih cepat namun pertumbuhannya hanya setengah
dari tanaman kelapa varietas tinggi. Tanaman kelapa varietas tinggi adalah varietas yang
paling tepat sebagai bahan baku penghasil minyak karena memiliki kandungan minyak yang
lebih tinggi di daging buahnya dibandingkan tanaman kelapa varietas rendah (Pham, 2016).
Kelapa umumnya dibudidayakan dan tubuh di daerah tropis karena memiliki
kelembaban udara, curah hujan, dan struktur tanah yang cocok. Tanaman kelapa tumbuh pada
temperatur 25-30oC, intensitas sinar matahari sebanyak 1800-2000 jam/tahun, intensitas
hujan sebanyak 1800-2000 mm/tahun, kelembaban 70% dan ketinggian < 400 mdpl. Tanah
harus mengandung mineral Na, Ca, Mg, Fe, Mn, dan Zn yang cukup. pH tanah dikondisikan
pada 5-5,7 dengan pH maksimum pada 8 dan pH minimum pada 4,5.
Rata-rata kepadatan tanaman kelapa pada saat tanam adalah 110 pohon/ha, namun
ketika tanaman kelapa sudah dewasa dan tua hanya sekitar 80% tanaman dari tanaman awal
karena diperlukannya peremajaan dan perawatan. Jumlah rata-rata kelapa muda pada satu
tandan sebanyak 7 buah (Rindengan, 2004).
Menurut FAO, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia
dengan produksi kelapa sebanyak 18 juta ton, diikuti oleh Pilipina di tempat kedua dengan
produksi kelapa 15,86 juta ton, dan India di posisi ketiga dengan produksi kelapa sebesar
10,56 juta ton (Sangamithra et al., 2013). Produksi kelapa di beberapa negara lain dapat
dilihat pada Gambar 1 [ CITATION Coc20 \l 14345 ].
P a g e 1 | 15
Gambar 1. Produksi Kelapa di Beberapa Negara
P a g e 2 | 15
pohon, jumlah buah 8-10 butir per tandan atau sebanyak 60-120 butir/pohon/tahun. Produksi
kopra optimal 3.0 ton/ha/tahun. Kadar minyak 62,76%, peka terhadap
penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Genjah Salak (GSK)
Varietas Kelapa Genjah Salak sesuai ditanam di dataran rendah sampai ketinggian <
500 mdpl, dengan curah hujan 1500 – 2500 mm/tahun. Kelapa GSK mulai berbuah pada
umur 24 bulan. Bentuk buah bulat, bentuk buah tanpa sabut bulat telur, ukuran buah kecil,
warna kulit buah hijau. Produksi tandan rata-rata 11-14 buah per pohon, jumlah buah 20-23
butir per tandan atau sebanyak 80-120 butir/pohon/tahun. Kadar minyak 64,84%, tahan
terhadap penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Takome (DTE)
Daerah pengembangan kelapa Dalam Takome pada lahan kering iklim basah dengan
tinggi tempat < 500 mdpl, curah hujan 1500-3000 mm/ tahun. Kelapa DTE toleran terhadap
kemarau panjang sampai dengan 6 bulan. Kelapa DTE mulai berbuah umur 5 tahun dan
mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah kecil, bentuk buah bulat dan bentuk buah tanpa
sabut bulat dengan warna kulit buah hijau, kuning kehijauan, dan coklat. Jumlah buah/tandan
15-20 butir dengan 12-15 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun 90-150 butir.
Produksi kopra 2,63 ton/ha/tahun dengan kadar minyak 61,95%, dan agak tahan terhadap
penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Sawarna (DSA)
Daerah pengembangan pada lahan kering iklim basah dengan curah hujan < 1500
mm/tahun, agak toleran terhadap kemarau panjang. Kelapa Dalam Sawarna mulai berbuah
umur 4 tahun dan mulai panen umur 5 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat elips dan
bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata dengan warna kulit buah dominan hijau. Jumlah
buah/tandan 6 butir dengan 12-13 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun 75
butir. Produksi kopra 2,8 ton/ ha/tahun dengan kadar minyak 69,28%, dan agak tahan
terhadap penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Palu (DPU)
Daerah pengembangan pada lahan kering iklim basah dengan curah hujan < 1500
mm/tahun, agak toleran terhadap kemarau panjang. Kelapa Dalam Palu mulai berbuah umur
5 tahun dan mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat telur, bentuk
buah tanpa sabut bulat dasar rata, dan warna kulit buah dominan hijau. Jumlah buah/tandan 6
butir dengan 12-13 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/ pohon/tahun 75 butir. Produksi
P a g e 3 | 15
kopra 2,8 ton/ha/tahun dengan kadar minyak 69,28%, dan agak tahan terhadap
penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Tenga (DTA)
Daerah pengembangan pada lahan kering iklim basah dengan curah hujan < 2500
mm/tahun, dan tahan terhadap kekeringan sampai 3 bulan. Kelapa Dalam Tenga mulai
berbuah pada umur 5 tahun dan mulai panen pada umur 6 tahun. Ukuran buah sedang, bentuk
buah bulat, bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata, dan warna kulit buah dominan hijau.
Jumlah buah/tandan 6 butir dengan jumlah tandan buah 12-13 per tahun sehingga rata-rata
jumlah buah/pohon/tahun mencapai 75 butir. Produksi kopra dapat mencapai 3 ton/ha dengan
kadar minyak 69,31%, dan tahan terhadap penyakit Phytophthora palmivora [CITATION
Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Bali (DBI)
Daerah pengembangan pada lahan kering iklim basah dengan curah hujan < 1500
mm/tahun, agak toleran terhadap kemarau panjang. Kelapa Dalam Bali mulai berbuah umur 5
tahun dan mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat telur, bentuk
buah tanpa sabut bulat dasar rata, dan warna kulit buah dominan hijau. Jumlah buah/tandan 6
butir dengan 12-13 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun 75 butir. Produksi
kopra 2,8 ton/ha/tahun dengan kadar minyak 69,28, dan agak tahan terhadap penyakit
Phytopthora palmivora [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Mapanget (DMT)
Daerah pengembangan pada lahan kering iklim basah, dengan curah hujan > 2500 –
3500 mm/tahun. Kelapa Dalam Mapanget mulai berbuah pada umur 5 tahun. Bentuk buah
bulat, ukuran buah sedang, warna kulit buah umumnya merah kecoklatan. Produksi tandan
rata-rata 13 buah per pohon, jumlah buah 7 butir per tandan atau rata-rata sebanyak 90
butir/pohon/tahun. Produksi kopra optimal 3.3 ton/ ha/tahun, kadar minyak 62.95%, agak
toleran terhadap kemarau panjang, dan tahan terhadap serangan penyakit busuk pucuk yang
disebabkan oleh Phytophthora palmivora [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Kima Atas (DKA)
Daerah pengembangan kelapa Dalam Kima Atas pada lahan kering iklim basah
dengan tinggi tempat < 500 mdpl, curah hujan 1000-2500 mm/tahun. Kelapa DKA toleran
terhadap kemarau panjang sampai dengan 4 bulan. Kelapa DKA mulai berbuah umur 5 tahun
dan mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat dan bentuk buah tanpa
sabut hampir bulat dengan warna kulit buah hijau, dan hijau kekuningan. Jumlah buah/tandan
P a g e 4 | 15
8-12 butir dengan 14-17 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun 80-100 butir.
Produksi kopra 3,17 ton/ha/tahun dengan kadar minyak 61,82%, dan agak tahan terhadap
penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Rennel (DRL)
Daerah pengembangan kelapa Dalam Rennel pada lahan kering iklim basah dengan
tinggi tempat < 500 mdpl, curah hujan 1000-2500 mm/tahun. Kelapa DRL toleran terhadap
kemarau panjang sampai dengan 4 bulan. Kelapa DRL mulai berbuah umur 5 tahun dan
mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat telur dan bentuk buah tanpa
sabut bulat dengan warna kulit buah hijau, hijau kekuningan, dan coklat. Jumlah buah/tandan
8-12 butir dengan 14-16 tandan buah/ tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun 100-110
butir. Produksi kopra 3,40 ton/ ha/tahun dengan kadar minyak 67,60%, dan agak tahan
terhadap penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Lubuk Pakam (DLP)
Daerah pengembangan kelapa Dalam Lubuk Pakam pada lahan kering iklim basah
dengan tinggi tempat < 500 m dpl, curah hujan 1500-3000 mm/tahun. Kelapa DLP toleran
terhadap kemarau panjang sampai dengan 6 bulan. Kelapa DLP mulai berbuah umur 5 tahun
dan mulai panen umur 6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat telur dan bentuk buah
tanpa sabut bulat dengan warna kulit buah hijau, hijau kekuningan, dan coklat. Jumlah
buah/tandan 7-10 butir dengan 13-16 tandan buah/tahun sehingga jumlah buah/pohon/tahun
60-90 butir. Produksi kopra 2,67 ton/ ha/tahun dengan kadar minyak 59,96%, dan agak tahan
terhadap penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
Kelapa Dalam Banyuwangi (DBG)
Daerah pengembangan kelapa Dalam Banyuwangi pada lahan kering iklim basah
dengan tinggi tempat < 500 mdpl, curah hujan 1000-2500 mm/tahun. Kelapa DBG toleran
terhadap kemarau panjang sampai dengan 4 bulan. Kelapa DBG mulai berbuah umur 4-5
tahun dan mulai panen umur 5-6 tahun. Ukuran buah besar, bentuk buah bulat telur dan
bentuk buah tanpa sabut hampir bulat dengan warna kulit buah hijau, kuning kehijauan, dan
coklat. Jumlah buah/tandan 7-8 butir dengan 12-15 tandan buah/tahun sehingga jumlah
buah/pohon/tahun 70-90 butir. Produksi kopra 2,62 ton/ha/tahun dengan kadar minyak
62,95%, dan toleran terhadap penyakit Phytopthora sp [CITATION Pus141 \l 14345 ].
P a g e 5 | 15
Potensi dan Penyebaran Kelapan di Indonesia
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian Indoneisa mengenai produksi tanaman
kelapa di Indonesia (tabel 1) dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki potensi kelapa yang
tinggi. Produksi kelapa di tanah air didukung oleh jumlah lahan di beberapa daerah (Tabel 2).
Tabel 1. Produksi tanaman kelapa di Indonesia
(Ton) Pertumbuhan/
Growth
No Provinsi 2017 over 2016
. (%)
2015 2016 2017 2018*) 2019**)
Indonesia 2,9 juta 2,9 juta 2,8 juta 2,8 2,9 juta -1.72
juta
P a g e 6 | 15
Sumber: [ CITATION Kem20 \l 14345 ]
P a g e 7 | 15
34 Papua Barat 20,168 21,183 21,204 21,487 21,530 0.10
P a g e 9 | 15
Sumber: (Sangamithra et al., 2013)
Stabilitas air dan daging kelapa sangat rendah karena pada penyimpanan di
temperatur ruang selama 24 jam keduanya akan mengalami perubahan rasa dan aroma.
Kandungan asam yang ada pada air kelapa menjadi salah satu alasannya, dimana kandungan
asam ini akan meningkat selama proses pematangan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan
stabilitas dan umur simpan kedua produk tersebut diperlukan proses pengawetan. Proses
pengawetan dapat berupa pemanasan pada temperatur tertentu atau dengan pengolahan
menjadi produk turunanya (Appaiah et al., 2015).
P a g e 10 | 15
rafinasi akan mengurangi kandungan tokoferol yang ada di dalam minyak. Padatan kelapa
hasil pemerahan dapat digunakan sebagai substrat dalam pembuatan alpha-amilase dengan
menggunakan jamur Aspergillus oryzae. Ekstraksi mengunakan metode enzimatik merupakan
metode proses yang lebih baik dari segi konsumsi energi dan yield yang dihasilkan 8% lebih
tinggi. Enzim untuk ekstraksi tersebut menggunakan polygalacturonase, alpha-amilase, dan
protease (Sangamithra et al., 2013).
Minyak kelapa tinggi kandungan asam laurat hingga 40-50%. Sifat mudah meleleh
minyak kelapa dipengaruhi oleh komposisi minyak tersebut, dengan ikatan asam lemak
dalam gliserol sebagai parameternya (Pham, 2016).
Minyak kelapa merupakan minyak jenuh dengan 90% kandungan asam lemak jenuh.
Kandungan polyunsaturated fatty acid dalam minyak kelapa yang rendah (2,2%) membuat
minyak kelapa lebih stabil dan tahan terhadap ketengikan. Minyak kelapa mengandung asam
lemak dengan rantai sedang seperti asam kaprilat, laurat dan miristat, dimana kandungan
tersebut tidak didapatkan di minyak yang lain. Kandungan asam lemak asam laurat (C12) dan
asam miristat (C14) sangat baik untuk diaplikasikan sebagai kosmetik secara alami maupun
hasil olahannya dengan produk yang dapat diterima secara luas. Asam laurat dalam minyak
kelapa memiliki potensi antimikroba dan telah diteliti dapat menurunkan potensi
pengembangan HIV ((Pham, 2016). Asam laurat dapat menurunkan kolesterol dalam darah
mencegah penyakit kardiovaskular (Sangamithra et al., 2013).
Tokoferol dan tokotrienol adalah antioksidan yang terkandung dalam minyak kelapa,
minyak sawit, dan minyak yang berasal dari biji-bijian. Alfa tokoferol dan beta tokoferol
merupakan fraksi terbanyak yang terkandung pada minyak kelapa. Alfa tokotrienol, gamma
tokotrienol, dan delta tokotrienol merupakan fraksi utama tokotrienol yang ada pada minyak
kelapa. Kandungan tokoferol maksimum yang ada pada minyak kelapa menurut standar
Codex adalah sebanyak 5 mg/100g minyak. Standar asupan harian tokoferol adalah 10
mg/hari atau 14,9 IU/hari untuk setiap orang (Appaiah et al., 2015).
VCO
Virgin coconut oil (VCO) memiliki karakteristik yang unik seperti flavour, odor,
ketahanan yang cukup tinggi terhadap ketengikan, range temperatur yang sempit untuk
meleleh, kemudahan dicerna dan diserap, serta memiliki kekuatan yang lebih saat digunakan
sebagai whip-topping (Marina et al., 2009). Perminataan VCO meningkat secara signifikan
karena mempunyai dampak baik bagi kesehatan dan stabilitas yang baik. VCO akan
P a g e 11 | 15
berbentuk cair pada temperatur ruang dan tidak berwarna serta tidak berbau, namun proses
seperti refining, bleaching, dan deodourising dapat mengakibatkan perubahan karakteristik
fisik tersebut (Patil et al., 2016). Secara alami VCO tidak tengik karena mengandung
antioksidan salah satunya adalah vitamin E yang akan mencegah reaksi pembentukan
peroksida (Kappally et al., 2015).
VCO terbuat dari santan yang berwarna putih dimana di dalamnya terbentuk emulsi
minyak dalam air yang stabil karena keberadaan protein globulin dan albumin sebagai
fosfolipid (Patil et al., 2016). Ada beberapa metode pembuatan VCO, dimana metode tersebut
akan mengakibatkan perbedaan karakteristik dari produk yang dihasilkan. VCO yang dibuat
dengan metode fermentasi memiliki kadar air yang lebih tinggi, di samping itu VCO yang
dibuat menggunakan metode pemanasan akan memberikan kandungan senyawa fenolik yang
lebih sedikit karena rusaknya fenol akibat pemanasan. Aktivitas antioksidan dari minyak
VCO berkisar antara 52-80%. Keberadaan senyawa fenolik pada bahan berbanding lurus
dengan aktivitas antioksidannya. Antioksidan dalam VCO terkandung dalam bentuk
kompleks β-karoten-linoleat (Marina et al., 2009).
VCO yang dibuat dari olahan daging kelapa segar dengan beberapa metode
alternative diantaranya yaitu metode pemanasan bertahap, metode pemancingan minyak, dan
metode fermentasi. Metode pemanasan bertahap dilakukan dengan memanaskan santan pada
temperatur di bawah 90oC lalu kemudian minyak yang diperoleh dipanaskan kembali pada
temperatur yang lebih rendah (65oC). VCO yang diolah dengan metode pemanasan akan
menghasilkan kadar air yang rendah karena air akan menguap akibat pemanasan, selain itu
enzim yang ada pada minyak seperti lipase dapat inaktif sehingga proses hidrolisis akan
terhambat. Metode pemancingan minyak dilakukan dengan menambahkan sejumlah tertentu
minyak ke dalam santan dengan perbandingan yang sudah ditentukan lalu disimpan dan akan
didapatkan minyak yang terpisah. Metode ini memungkinkan ketengikan terjadi lebih cepat
karena diduga minyak yang ditambahkan sudah mengandung radikal bebas yang tinggi.
Metode fermentasi dilakukan dengan bantuan ragi yang ditambahkan ke dalam santan.
Metode ini memungkinkan terbentuknya berbagai enzim untuk metabolisme ragi sehingga
keberadaan enzim tersebut dapat menghidrolisa trigliserida dan menghasilkan asam lemak
bebas (Pontoh et al., 2008).
Diantara ketiga proses tersebut proses enzimatis dianggap memiliki efektivitas yang
paling baik dan waktu produksi yang lebih singkat. Hal ini diakibatkan karena yield yang
didapatkan tergantung pada keberadaan enzim pemecah protein seperti alcalase. Efisiensi
P a g e 12 | 15
dari ekstraksi minyak secara enzimatis tergantung pada konsentrasi substrat dan enzim,
temperatur, pH, dan waktu inkubasi untuk berlangsungnya proses enzimatis. VCO yang
dibuat dengan metode enzimatis memiliki nilai FFA yang rendah dengan aroma yang baik
dan masa simpan yang lebih lama (Patil et al., 2016).
Yield merupakan salah satu parameter utama pada ekstraksi VCO, dimana yield dan
kualitas VCO dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik interinsik maupun eksterinsik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kedua parameter tersebut adalah tingkat kematangan
buah kelapa yang akan berdampak pada kandungan minyak pada daging buah. Patil et al.,
(2016) melakukan penelitian untuk mengkarakterisasi VCO berdasarkan tingkat kematangan
buah kelapa. Penelitian difokuskan untuk mengkarakterisasi buah kelapa mentah (9-10
bulan), buah kelapa matang (11-12 bulan), dan buah kelapa lewat matang (14-15 bulan).
Hasil penelitian menunjukan bahwa minyak kelapa pada kelapa mentah sebesar 17,28%,
kelapa matang sebesar 30,18%, dan kelapa lewat matang sebesar 46,2%. Emulsi dari santan
yang dihasilkan kelapa lewat matang lebih stabil dibandingkan tingkat kematangan yang lain.
Enzim alcalase memberikan peran yang signifikan terhadap stabilitas emulsi dari santan.
Protein pada daging kelapa mentah lebih resisten terhadap proses sehingga dapat
mempertahankan stabilitas minyak yang akan diekstrak dan menghasilkan minyak yang lebih
sedikit. VCO yang terbuat dari kelapa lewat matang tinggi akan kandungan asam laurat.
Kandungan air pada VCO harus diminamilisir dengan kandungan maksimal 0,1%.
Tingginya kadar air pada minyak dapat mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis dan
menghasilkan ketengikan (Patil et al., 2016).
Asam lemak yang terkandung dalam VCO terdiri dari asam kaproat, kaprilat, kaprat,
laurat, miristat, palmitat, stearate, oleat, dan linoleate. Asam laurat merupakan asam lemak
yang paling banyak terkandung dalam VCO dengan kadar 46-48% (Marina et al., 2009).
Asam laurat akan terkonversi menjadi monolaurin yang memiliki manfaat sebagai antivirus
dan antibakteri (Patil et al., 2016). Kandungan asam lemak pada VCO telah dianalisis oleh
Kappally et al., (2015) sebagaimana data yang disajikan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Asam Lemak dalam VCO
Asam Lemak Kadar (%)
Asam Lemak Jenuh Laurat 45-52
Misirtat 16-21
Palmitat 7-10
Kaprilat 5-10
Kaprat 4-8
Stearate 2-4
Kaproat 0,5-1
P a g e 13 | 15
Asam Lemak Tak-jenuh Oleat 5-8
Linoleat 1-3
linolenat Sampai 0,2
VCO memiliki angka iod sebesar 4,47 – 8,55. Angka iod merepresentasikan
ketidakjenuhan minyak dengan definisi jumlah gram iodin yang dibutuhkan untuk bereaksi
dengan 100 g minyak. Semakin rendah angka iod suatu minyak/lemak menandakan bahwa
minyak/lemak tersebut memiliki derajat kejenuhan yang tinggi (Marina et al., 2009).
Angka penyabunan/safonifikasi merupakan parameter yang dapat digunakan untuk
mengetahui berat molekul asam lemak yang terkandung dalam minyak/lemak. Semakin
tinggi angka penyabunan menandakan bahwa minyak/lemak tersebut mengandung banyak
asam lemak dengan rantai C yang pendek yang berikatan dengan gliserol. Jika dibandingkan
dengan minyak lain VCO memiliki angka penyabunan yang tinggi yang menandakan bahwa
VCO mengandung banyak asam lemak dengan rantai C pendek (Marina et al., 2009). Asam
lemak rantai sedang dapat mencegah penyakit hepatitis (Kappally et al., 2015).
Angka peroksida merupakan parameter untuk mengetahui jumlah kandungan
peroksida dalam oksidasi minyak/lemak. Angka peroksida dalam minyak menunjukan tingkat
oksidasi dan kemungkinan ketengikan minyak/lemak tersebut. VCO memiliki laju oksidasi
yang rendah karena rendahnya kandungan asam lemak tak jenuh yang mudah bereaksi
dengan oksigen membentuk peroksida. Standar Codex menyatakan bahwa angka peroksida
pada VCO maksimal sebesar 15 mequiv oksigen/kg minyak (Marina et al., 2009).
VCO dapat dimanfaatkan untuk bidang kosmetik yaitu sebagai bahan perawatan
rambut dan pelembab untuk kulit. Asam laurat yang terkandung pada VCO dapat berperan
sebagai anti obesitas (Ghani et al., 2018).
REFERENSI
Appaiah, P., Sunil, L., Kumar, P. K. P., and Krishna, A. G. G. (2015): Physico-chemical
characteristics and stability aspects of coconut water and kernel at different stages of
maturity, Journal of Food Science and Technology, 52(8), 5196–5203.
https://doi.org/10.1007/s13197-014-1559-4
Coconut Handbook. (2020, Februari 10). Diambil kembali dari
https://coconuthandbook.tetrapak.com/chapter/introduction.
Ghani, N. A. A., Channip, A. A., Chok Hwee Hwa, P., Ja’afar, F., Yasin, H. M., and Usman,
A. (2018): Physicochemical Properties, Antioxidant Capacities, and Metal Contents of
P a g e 14 | 15
Virgin Coconut Oil Produced by Wet and Dry Processes, Food Science and Nutrition,
6(5), 1298–1306. https://doi.org/10.1002/fsn3.671
Ghazani, S. M., and Marangoni, A. G. (2016): Healthy Fats and Oils (2nd ed.), Reference
Module in Food Science, Elsevier Ltd., 1–11. https://doi.org/10.1016/b978-0-08-
100596-5.00100-1
Ghosh, P. K., Bhattacharjee, P., Mitra, S., and Poddar-Sarkar, M. (2014): Physicochemical
and phytochemical analyses of copra and oil of cocos nucifera L. (West coast tall
variety), International Journal of Food Science, 2014, 1–8.
https://doi.org/10.1155/2014/310852
Kappally, S., Shirwaikar, A., and Shirwaikar, A. (2015): Coconut Oil – A Review Of
Potential Applications, Hygeia.J.D.Med, 7(2), 34–41.
https://doi.org/10.15254/H.J.D.Med.7.2015.149
Kementerian Pertanian Indonesia. (2020, Februari 10). Diambil kembali dari
https://pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61.
Marina, A. M., Che Man, Y. B., Nazimah, S. A. H., and Amin, I. (2009): Chemical properties
of virgin coconut oil, JAOCS, Journal of the American Oil Chemists’ Society, 86(4),
301–307. https://doi.org/10.1007/s11746-009-1351-1
Patil, U., Benjakul, S., Prodpran, T., Senphan, T., and Cheetangdee, N. (2016):
Characteristics and Quality of Virgin Coconut Oil as Influenced by Maturity Stages,
Carpathian Journal of Food Science and Technology, 8(4), 103–115.
Pham, L. J. (2016): Coconut (Cocos nucifera), Industrial Oil Crops, AOCS Press. Published
by Elsevier Inc. All rights reserved., 231–242. https://doi.org/10.1016/B978-1-893997-
98-1.00009-9
Pontoh, J., Surbakti, M. B., and Papilaya, M. (2008): Kualitas Virgin Coconut Oil Dari
Beberapa Metode Pembuatan, Chem. Prog, 1(1), 60–65.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. (2020, Februari 10). Diambil kembali dari
http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/varietas-unggul-kelapa/
Rindengan, B. (2004): Potensi Kelapa Muda Dan Pengolahannya, Perspektif, 3(2), 46–60.
Sangamithra, A., Swamy, G. J., Sorna, P. R., Chandrasekar, V., Sasikala, S., and Hasker, E.
(2013): An extensive review on value added products, Indian Food Industry Magazine,
32(6), 1–9.
P a g e 15 | 15