Anda di halaman 1dari 35

TUTORIAL KASUS

NEOPLASMA

Disusun Oleh:
Fallery Setyaprawira W. (1910211041)
Salwa Tsabitah A.M. (1910211054)
Ayi Nabilah (1910211056)
Nden Ajeng Tresnawati (1910211057)
Theresia Angelin Hulu (1910211092)
Andreifa Fatwa Fadillah (1910211104)
Fadhilah Qostholani Augisna (1910211124)
Dhia Adhi Perwirawati (1910211125)

Tutor: Dra. Arfiyanti, M. Kes


KELAS TUTORIAL B3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA

Tahun Akademik 2019/2020


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan banyak karunia serta rahmatNya, sehingga
makalah Tutorial Kasus 4 “NEOPLASMA“ Fakultas Kedokteran Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta dapat kami selesaikan.

Adapun makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas kami untuk
melaksanakan Ujian Akhir Semester. Makalah ini memuat materi kasus 1 beserta
learning progressnya.

Demikian makalah ini kami susun. Kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam proses pembutan laporan ini, kami ucapkan terima kasih.
Kami harap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 25 Oktober 2019

NEOPLASMA- FBS 2

Kasus

Halaman 1

Nn.T berusia 22 tahun terkejut ketika dokter mengatakan bahwa benjolan di


lehernya kemungkinan adalah tumor. Benjolan tersebut ditemukam sejak 6 bulan
yang lalu dileher depan sebelah kiri. Pertumbuhan tumor tersebut cukup cepat,
hinggankini ia mengeluh nyeri pada tenggorokannya dan suaranya serak. Nn. T
merasa cemas dan menanyakan bagaimana ciri tumor ganas dan apa saja yang
menyebabkan timbulnya tumor. Nn. T juga merasakan kehilangan nafsu makan dan
mengalami penurunan berat badan. Adanya riwayat radiasi dibagian leher disangkal.
Dokter menanyakan apakah dalam keluarga Nn. T ada riwayat menderita penyakit
kanker

Halaman 2

Pada palpasi teraba nodul soliter padat, berukuran 3x4 cm di regio colli anterior
sinistra, konsistensi keras, sulit digerakan, terfiksasi dengan jaringan sekitar dan ikut
bergerak ketika menelan. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Dokter menyarankan beberapa pemeriksaan diantaranya fine needle aspiration
biopsy (FNAB) untuk menlihat gambaran mikroskopik sel. Hasil biopsi ditemukan
adanya carcinoma tiroid papiler. Faktor yang sangat berpengaruh tethadap
prognosis carcinoma tiroid adalah jenis patologik, stadium dan adanya metastase

Terminologi

1. Tumor
2. Radiasi
3. Kanker
4. Angiogenesis
5. Vaskularisasi
6. Palpasi
7. Nodule soliter padat
8. Regio colli anterior sinistra
9. Fiksasi
10. FNAB
11. Karsinoma
12. Tiroid
13. Papiler
14. Prognosis
15. Metastase

Problem
1. Apa yang dimaksud tumor?
2. Apa saja ciri-ciri tumor?
3. Bagaimana pertumbuhan tumor?
4. Apa saja gejala klinis dari penderita tumor?
5. Apa saja penyebab tumor?
6. Organ apa yang terkena tunor pada kasus tersebut?
7. Bagaimana peran angiogenesis dalam pertumbuhan tunor?
8. Apakah kanker dapat disebabkan kanker?
9. Apa saja diagnosis kanker?
10. Bagaimana cara untuk melihat gambaran mikroskopik sel kanker?
11. Apa saja klasifikasi tumor?
12. Bagaimana penyebaran sel kanker?
13. Bagaimana cara menentukan stadium?

Hipotesis
1. Tumor adalah pembengkakan salah satu tanda kardinal peradangan yang
morbid. Ciri-ciri dari tumor adalah terdapat tonjolan di permukaan tubuh
2. Permukaan tumor ganas terjadi sangat cepat diikuti dengan tenggorokan
dan suara serak . Kehilangan nafsu makan yang menyebabkan penurunan
berat badan
3. Pertumbuhan tumor dimulai dengan kinetik dan pertumbuhan sel tumor,
angiogenesis, progresi, dan heterogenitas, dan invasi serta metastasis sel
tumor
4. Tumor dapat diklasifikasikan salah satunya berdasarkan sifat biologik
5. Dengan melakukan pemeriksaan FNAB

Mekanisme

Nona T Hipoksia

Tumor

Klasifikasi Faktor predisposisi Proses pertumbuhan Stadium

Ciri-ciri Gejala klinis


Penyebaran

Invasi Metastasis
Learning Issues
1. Neoplasma
a. Definisi
b. Ciri-ciri
c. Klasifikasi
d. Faktor predisposisi
e. Namenklatur
2. Karsinogenesis
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Agen karsinogenesis
d. Tahapan
3. Biologi pertumbuhan tumor
a. Definisi
b. Kinetik pertumbuhan
c. Angiogenesis
d. Progresif dan heterogenitas
e. Penyebaran
4. Gambaran klinis
5. Stagging and gradding
6. Diagnosis
7. Pertahanan tubuh terhadap tumor
DEFINISI DAN NOMENKLATUR NEOPLASMA

a. Definisi
Rupert Willis (British Pathologist) : Massa jaringan yang abnormal, tumbuh
berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus meskipun
stimulu yang menimbulkannya telah hilang.
Robbins Pathology : Neoplasma ‘Pertumbuhan baru’. Suatu sel disebut neoplastic
apabila dapat melakukan replikasi tanpa adanya faktor pengendali pertumbuhan sel
yang normal. Mempunyai kemampuan yang otonom dan cenderung menjadi besar
tanpa pengaruh lingkungan setempat.
b. Nomenklatur
Berdasarkan sifat biologisnya dan sel induknya ( Parenkim):
1. Jinak : Dari epithelial hingga mesenkimal, diakhiri dengan huruf (- oma). Contoh :
Fibrosit = fibroma.
2. Ganas : Epitel = Karsinoma (-karsinoma/-oma Malignan), Mesenkimal = otot,
tulang, darah, Jar. Ikat (-sarkoma)
Pengecualian, beberapa tumor ganas memakai akhiran –oma, seperti: Basalioma
(tumor ganas padi membran basal), Hepatoma (tumor ganas di hepar), Seminoma
(tumor ganas di epitel testis)
Karakteristik dari Neoplasma Jinak dan Ganas

Karakteristik
Jinak
Ganas
Diferensiasi dan anaplasia
Berdiferensiasi baikyang sangat mirip dengan selnormalnya Mitosis jarang dijumpai
Konfugirasinya normal
Diferensiasi baik hingga tidak bisa berdiferensiasi
Terdiri atas sel anaplastik (sel yang tidak dapat berdiferensiasi) Sel anaplastik :
- Pleomorfiseme (variasi besar & bentuk)
- Hiperkromatik
- Peningkatan rasio inti dan
sitoplasma
Kecepatan tumbuh
Umumnya tumbuh lambat
Tumbuh cepat dan melakukan metastasis
Invasi lokal
Tetap ditempat asalnya Membentuk kapsul dan memiliki batas yang tegas
Infiltrasi (melakukan penyebaran di daerah sekitar)
Invasi (mencengkeram/menembus membran basal)
Destruksi (merusak) Tidak berkapsul
Metastasis
Tidak bisa metastasis
Metastasis Melalui 3 cara :
- Mengalir melalui dinding rongga tubuh
- Penyebaran limfatik
- Penyebaran hematogen
Epidemiologi
a. Etiologi
1. Bahan kimia : karsinogen kimia mempunyai kelompok elektrofil reaktif yang tinggi,
yang langsung akan merusak DNA, dengan menimbulkan mutasi dan kemudian
menjadi kanker.
a. Agen yang bekerja langsung: tidak membutuhkan perubahan metabolit agar
menjadi karsinogenik. Contohnya ialah obat kemoterapi, untuk menyembuhkan
kanker tertentu tetapi ternyata memicu kanker jenis kedua
b. Agen yang bekerja tidak langsung: zat kimia yangmembutuhkan perubahan
metabolit untuk menjadi karsinogen aktif melalui jalur metabolit endogen.
2. Energi radiasi : radiasi ion menyebabkan patahnya kromsom , translokasi, dan
mutasi titik yang menyebabkan kerusakan genetik dan karsinogenesis. Sumber
radiasi : sinar UV, sinar X, radiasi nuklir, dll
3. Agen mikroba

a. Virus RNA onkogenik : HTLV-1 menyebabkan leukimia set T. Genom HTLV-1


menyandi protein virus TAX, yang akan mngaktifkan gen untuk sitokin dan
reseptornya pada sel T yang terinfeksi.
b. Virus DNA onkogenik : HPV, EBV
c. Virus Hepatitis B dan C : efek yang paling dominan adalah radang
kronik yang dipicu secara imunologi, dengan akibat jejas sel hati, stimulasi
prolliferasi sel hati dan produksi ROS yang merusak DNA
b. Predisposisi
Predisposisi adalah kecenderungan khusus ke arah suatu keadaan atau
perkembangan tertentu . Predisposisi kanker merupakan salah satu kecenderungan
seseorang untuk memiliki kanker.
Menurut studi epidemiologi terdapat beberapa hal yang menyangkut pola penyakit
kanker ini:
1. Insidens kanker
Insidens kanker bervariasi antara ras, genetik, usia, jenis kelamin dan letak
geografis. Data insidens kanker dapat ditemukan di data nasional yang hasilnya
akan berbeda-beda di tiap tempat dan setiap rentang waktu.
2. Variabel geografi dan lingkungan
Penyebab dominan pada kasus kanker yang dilihat dari faktor geografi dan
lingkungannya. Contoh: kanker payudara 4x lebih tinggi di AS dibandingkan di
Jepang. Di Jepang lebih dominan kanker di traktus digetivus karena konsumsi
dominan minuman keras.
3. Variabel Usia
Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia, yang
disebabkan karena penurunan kompetensi imun. Oleh karena itu umur merupakan
salah satu faktor terjadinya kanker di tubuh manusia.
4. Keturunan
Terdapat 3 kelompok sesuai dengan pola keturunan
a. Sindrom kanker autosom dominan
Dimana pewarisan kanker satu gen mutan tinggi untuk resiko tumor dengan pola
autosom dominan. contoh: Retinoblastoma pada anak (40%)
b. Sindrom autosom resesif pada DNA perbaikan yang cacat Dimana
kromosom/DNA tidak stabil pada kasus kanker tertentu. contoh : Xeroderma
pigmentosum
c. Kanker familial dengan sifat penurunan tidak jelas
5. Lesi praneoplastik yang didapat
 Menyebabkan mudahnya pra kanker
 Lesi precursor pada cedera jaringan → proliferasi generasi terus menerus →
mutase somatic → menandakan keganasan. Contoh :
 Metaplasia skuamosa dan displasia mukosa bronkus → kanker paru 
Hyperplasia endometrium dan displasia → kanker endometrium

BIOLOGI TUMOR

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor:


1. Kinetik dan pertumbuhan sel tumor
Lama waktu yang diperlukan oleh suatu sel dari masa transformasi untuk
membentuk
massa tumor yang jelas secara klinis. Dipengaruhi 3 variabel
a. Waktu kelipatan sel tumor
Sel tumor lebih cepat memasuki siklus sel. Selain itu, sel tumor juga sel
yang gagal melakukan diferensiasi secara sempurna, sehingga terbentuk cepat sel
baru yang memiliki sifat berbeda dan tidak sesempurna sel normalnya.
b. Fraksi pertumbuhan
Jumlah populasi sel tumor yang berada dalam kutub replikatif (proliferatif).
Setiap sel yang akan membelah akan menuju ke kutub proliferative untuk memasuki
G0 dan melanjutkan siklus, atau jika tidak medukung makan dari kutub proliferative
sel akan mati. Namun, jika dipahami lagi karena pertumbuh
sel tumor sangat cepat maka jarang ditemukan adanya sel yang berada di kutub
proliferasi namun biasanya sel sudah berada di fase G0.
c. Produksi dan kehilangan sel tumor
Perbandingan antara produksi sel tumor atau tingkat proliferasi suatu sel
tumor
terhadap jumlah sel yang mati atau hilang dapat menentukan tingat
progresifitas.untuk tumbuh.

2. Angiogenesis tumor
Angiogenesis merupakan pembentukan vascular baru pada suatu jaringan.
Angiogenesis
pada sel tumor salah satu faktor terpenting bagaiman suatu sel tumor bisa terus
tumbuh.
Jadi , fungsi utama angiogenesis:
❖ Memasok nutrisi dan oksigen ke sel tumor
❖ Sel endothelial baru akan merangsang pertumbuhan tumor dengan mensekresi
faktor-faktor partumbuhan
❖ Membantu proses metastasis pada sel tumor yang ganas
Sel tumor merupakan sel yang dapat membuat sendiri faktor-faktor induksi
pertumbuhan, termasuk faktor angiogenesis. Sel tumor dan sel radang (makrofag)
dapat menginduksi pengeluaran TAAF ( Tumor Associated Angiogenic Factor ),
beberapa TAAF yang paling penting dalam proses angiogenesis adalah bFGF (basic
Fibrose Growth Factor) dan VEGF ( Vaskular Endothelial Growth Factor). Setelah
faktor-faktor pertumbuhan tersebut terpenuhi maka akan terjadi angiogenesis.
Tubuh pada dasarnya memiliki cara untuk mengendalikan angiogenesis yang
berlebihan ini dengan cara mengeluarkan faktor penghambat bernama
Thrombopsdin yang diekspresikan oleh gen p53. Namun pada dasarnya pada sel
tumor mutasi gen yang terjadi biasanya merusak kinerja dari p53. Sehingga pada sel
tumor tidak terjadi penghambatan angiogenesis secara maksimal.

3. Progresi dan Heterogenitas Sel Tumor


Pada awalnya, sel tumor memiliki sifat monoclonal, atau memiliki sifat yang
sama antara satu tumor dengan tumor lainnya. Ketika terbentuk subpopulasi
sel tumor maka dapat dilihat bahwa mereka memeliki kemiripan sifat maka
dapat dilihat bahwa pada dasarnya subpopulasi tersebut merupakan hasil
klonal dari suatu sel. Namun dalam perjalanan waktu (progresi) karena sel
tumor kehilangan kestabilan genetiknya maka akan ditemui banyaknya
perbedaan (heterogenitas) antara suatu sel tumor dengan sel tumor yang
lainnya seperti sifat kecepatan invasi, kemampuannya dala melakukan
metastasis, kepekaan hormonal serta kepekaan terhadap obat antineoplastic.
4. Penyebaran Sel Tumor
a. Pengertian
i. Invasi
Invasi adalah kemampuan untuk menginvasi jaringa
setempat di mana tumor ganas itu tumbuh. Apabila tumor ganas
mengalami pertumbuhan local tetapi tidak menembus
membrane basal dan tidak menginvasi daerah tersebut, maka
dinamakan karsinoma in situ .
Sedangkan apabila tumor ganas tersebut setelah
mengalami pertumbuhan lokal menembus membran basal dan
juga menginvasi kawasan tersebut, maka dinamakan invasi
mikro.
ii. Metastasis
Tumor ganas yang memiliki kemampuan untuk menyebar ke
tempat yang jauh dari tumor primer (tumor primer adalah tumor
yang menempati suatu tempat untuk pertama kali) dan
menghasilkan tumor baru (anak sebar atau tumor metastatic
atau tumor sekunder).
Metastasis dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :
1. Pelepasan sel tumor yang dapat hidup otonom
2. Lintasan penyebaran
a. Pembuluh Darah
b. Pembuluh Limfa
c. Rongga Permukaan Tubuh
d. Transplatasi Langsung
3. Lingkungan Baru
b. Mekanisme
Agar sel tumor bisa lepas dari tumor primer dan masuk ke dalam
pembluh darah atau pembluh limfa dan menghasilkan tumor sekunder
pada tempat yang jauh.
i. Matriks Ekstra Seluler
Jaringan tubuh tersusun oleh beberapa komponen yang
terpisah.

1. Pelepasan sel tumor satu dengan yang lain


Langkah pertama pada tahapan metastasis ialah
pelepasan ikatan (adesi) antar sel tumor. Seperti kita
ketahui E-cadherin berperan sebaga perckacantar sel.
Apabila E-cadherin berkurang atau hilang maka adesi sel
menjadi kurang atau hilang, sehingga potensi metastasis
pada karsinoma meningkat.

2. Tahap berikutnya ialah perlekatan sel-sel tumor dengan


protein MES seperti laminin dan fibronektin.
Hal ini penting pada proses invasi dan metastasis.
Sel epitel normal mempunyai reseptor untuk laminin MB
yang terkumpul pada permukaan basal. Sebaliknya sel-
sel tumor jenis karsinoma nempunyai lebih banyak
reseptor dan reseptor-reseptor ini tersebar di seluruh
permukaan membran sel.
Selain reseptor laminin sel-sel tumor
memperlihatkan INTEGRIN yang berfungsi sebagai
reseptor untuk banyak komponen MES termasuk
fibronectin, laminin, kolagen dan vitronectin. Dari
percobaan pada binatang diketahui bahwa
penghambatan fungsi ikatan INTEDRIN memperlihatkan
hambatan pembentukan metastasis.

3. Langkah ketiga pada invasi iainh penghancuran lokal MB


dan MES.
Setelah sel-sel tumor melekat pada MB dan / atau
MES makan sel-sel tumor mensekresi enzim proteolitik
yang berfungsi untuk menghancurkan komponen matriks
atau merangsang sel pejamu antara lain sel fibroblast
untuk mensekresi protease (proteinase). Terdapat 3
golongan (protease) ialah proteinase serin,
metaloproteinase dan proteinase sistein yang diproduksi
oleh sei-sel kanker. Yang termasuk metalloproteinase
ialah gelatinase. kolagenase dan stromelisin. Kolagenase
tipe IV temasuk gelatinase, berfungsi menghancurkan
kolagen tipe IV. yang kebanyakan terdapat pada MB. Sel-
sel kanker merangsang sekresi kolagenase tipe I oleh
fibroblast.
TIMPs (Tissue Inhibitor of Metalloproteinases)
menghambat metastasis. Catepsin D ialah proteinase
golongan sistein menunjukkan aktifitas yang luas
menghancurkan protein termasuk laminin. fibronektin,
den kolagen tipe IV Peningkatan Catepsin D terjadi pada
kanker payudara invasive.

4. Migrasi Sel Tumor


Setelah penghancaran MB dan JII sehingga
terbentuk saluran migrasi maka terjadi pergerakan
(migrasi) sel tumor. Migrasi sel-sel tumor ini diperantarai
oleh sitokin yang terbentuk dari sel kanker antara lain
Autocrine Mobility Faction (AMF). Selain dari itu sisa
penghancuran komponen. matriks (kolagen, laminin) dan
beberapa faktor pertumbuhan misalnya insulin-like
growth factor 1 dan II mempunyai aktivitas kemotaktik
untuk sel- sel kanker.

ii. Penvebaran Vaskular Dan "Homing" Sel Tumor.


Setelah sel-sel tumor berada di dalam sirkulasi maka sel-
sel tersehut menghadapi ancaman penghancuran oleh
mekanisme imunologik maupun nonimunologik terutama sel NK
(Natural Killer Cell) .
Di dalam aliran darah sel-sel tumor cenderung
berkelompok baik homotipik (pengelompokan sel-sel tumor),
maupun heterotipik (nengelompokkan sel tumor dengan sel
darah terutama trombosit). Pengelompokkan sel-sel tumor
merupakan usaha perlindungan terhadap daya penghancuran
sehingga meningkatkan kemungkinan hidup sel tumor.
Namun demikian kebanyakan sel tumor beredar sebagai
sel tunggal. Ekstravasasi baik sel tumor tunggal maupun
sebagai emboli sel tumor dimulai dengan perlekatan kepada sel
endotel yang diikuti oleh penembusan MB melalui mekanisme
yang sama seperti pada proses invasi.
Tempat sel tumor keluar dari pembuluh dan membentuk
tumor sekunder dipengaruhi oleh herbagai faktor antara lain
1. Lokasi anatomik tumor primer dan drainase vaskuler atau
limfatik tumor primer tersebut
2. Tropisme alat, yang dalam hal ini berhubungan dengan:
3. Molekul adesi pada sel tumor yang mengikat sel endotel
organ target. Langkah pertama ekstravasasi sel tumor
ialah perlekatan dengan sel endotel.
4. Organ target mengeluarkan insuline-like growth factor I
dan II
5. Organ target merupakan pesemaian yang tidak subur
apabila mempunyai TIMPS
Penyebaran tumor ganas menentukan stadium. Terdapat
beberapa istilah yang menggambarkan tingkat penyebaran sel
tumor.
In situ, menunjukkan sel-sel epitel ganas masih berada
pada tempat epitel tersebut terbentuk, belum menembus
membran basal.
Mikroinvasi berarti penyebaran sel-sel epitel ganas masih
di bawah dan dekat tempat membran basal yang ditembus .
Invasi lokal berarti penyebaran sel-sel tumor ganas masih
pada alat tempat tumor ganas itu terbentuk

DASAR-DASAR MOLEKULAR PENYAKIT KANKER (KARSINOGENESIS)

Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma atau tumor yang mengalami


transformasi, dari sel normal menjadi sel neoplastik dan berkumpul hingga
mempunyai sifat tumbuh otonom.
Karsinogen adalah segala sesuatu yang menyebabkan kanker.

Ciri khas kanker:


1. Mengatur sendiri sinyal pertumbuhan, sehingga bersifat autonom.
2. Tidak peka terhadap sinyal penghambat pertumbuhan.
3. Menghindari apoptosis.
4. Mampu bereplikasi tanpa batas.
5. Mempertahankan angiogenesis.
6. Kemampuan invasi dan metastasis.
7. Kemampuan menghindari sel imun.

Penyebab karsinogenesis:
1. Perubahan genetik atau kerusakan genetik nonletal, dipengaruhi oleh bahan
kimia, virus, radiasi, atau faktor keturunan pada sel germinal. Kemudian
terjadilah pembelahan sel berlebihan dan tidak terkendali.
8. Kerusakan genetik yang tidak sembuh karena adanya ekspansi klonal suatu sel
progenitor (sel yang mampu berdiferensiasi) tunggal, hingga muncullah suatu
massa tumor. Karena itulah tumor bersifat monoklonal.
9. Epigenetik, antara lain metilasi DNA, asetilasi histon, dan perubahan ekspresi
dari non-coding RNA.

Gen pengatur pertumbuhan normal yang menjadi sasaran perubahan genetik:


1. Proto-onkogen: Pencetus pertumbuhan dan diferensiasi sel.
10. Onkogen: berkaitan dengan terjadinya transformasi neoplastik. Onkogen
membuat protein yang kemudian disebut onkoprotein, berperan dalam
pertumbuhan dan diferensiasi sel, pertumbuhan otonom sel, dan pembelahan
tanpa perlu rangsang dari luar (autokrin). Proto-onkogen berubah menjadi
onkogen (aktivasi onkogen) terjadi melalui mekanisme:
1. Mutasi titik: penggantian satu pasang basa yang mengakibatkan perubahan
pada protein yang dibuat oleh onkogen.
2. Translokasi: perpindahan gen dari tempat yang tidak aktif transkripsi ke
tempat id samping gen yang aktif transkripsi.
3. Amplifikasi: peningkatan jumlah kopi gen dalam 2 bentuk: double minutes
(tampak sebagai partikel kecil di luar kromosom tanpa sentromer), dan
homogeneous staining regions (tampak sebagai daerah monoton yang
menunjukkan kromosom). Mengakibatkan peningkatan jumlah protein yang
dihasilkan.
4. Insersi/delesi: Insersi biasanya terjadi pada materi genetik virus RNA oleh
DNA sel. Sementara delesi adalah hilangnya salah satu gen.
Mutasi titik dan insersi/delesi menyebabkan perubahan struktur.
Translokasi dan amplifikasi menyebabkan perubahan regulator dan kelainan
jumlah protein.

Efek aktivasi onkogen:


1. Mengkode pembuatan protein faktor pertumbuhan yang berlebihan dan
merangsang diri sendiri, misal c-sis.
2. Memproduksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, memberi
isyarat pertumbuhan terus menerus meski tidak ada rangsang luar, misal c-erbB.
3. Pada amplifikasi, terbentuk reseptor faktor pertumbuhan yang berlebihan,
sehingga sel tumor sangat peka terhadap faktor pertumbuhan berkadar rendah
dan berada dibawah ambang rangsang normal, misal c-neu.
4. Memproduksi protein penghantar isyarat dalam sel yang tidak sempurna, yang
terus menerus menghantarkan isyarat tanpa rangsang dari luar, misal c-K-ras.
5. Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti, yang merangsang
pembelahan sel, misal c-myc.

Peningkatan onkogen terlihat dari:


1. Onkoprotein berlebih dalam sel.
6. Peningkatan produksi transkripsi mRNA onkogen.
7. Peningkatan jumlah kopi onkogen.

Protein produk onkogen:


1. Protein faktor pertumbuhan: EGF (epidermal growth factors) / PDGF (platelet
derived growth factors).
8. Protein reseptor faktor pertumbuhan: c-erb-B-2 (c-neu) dan c-erb-B-1.
9. Protein penghantar isyarat: c-ras dan c-abl.
10. Protein faktor transkripsi: MYC.
11. Cyclin dan cyclin-dependent-kinase (CDK).
Produk onkogen ini yang berperan dalam proses pembelahan sel (pertumbuhan
terus menerus):
1. Pengikatan faktor pertumbuhan oleh reseptor faktor pertumbuhan pada
membran sel.
2. Terjadi autofosforilasi.
3. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan.
4. Pengikatan reseptor faktor pertumbuhan dengan protein penghantar
rangsang membran sel.
5. Pengaktifkan protein penghantar rangsang pada membran sel.
6. Pengaliran rangsang pertumbuhan melalui sitoplasma ke inti sel oleh second
messenger.
7. Merangsang dan mengaktifkan faktor pengatur inti, dimulailah transkripsi
DNA.
8. Sel masuk ke siklus pembelahan.

Narasi alur proses pembelahan:


1. Pengikatan faktor pertumbuhan oleh reseptor faktor pertumbuhan pada
membran sel, dalam hal ini adalah faktor pertumbuhan EGF berikatan
dengan reseptor EGF di permukaan sel.
2. Tirosin kinase pada reseptor EGF melakukan autofosforilasi.
3. Fosforilasi menyebabkan aktivasi reseptor faktor pertumbuhan, yaitu keadaan
dimana reseptor EGF juga berikatan dengan protein lain, yaitu protein inactive
RAS pada membran plasma.
4. Ternyata, inactive RAS juga berikatan dengan GDP (guanin difosfat).
5. Oleh karena inactive RAS berikatan dengan reseptor EGF sekaligus GDP,
reseptor EGF-nya akan menyebabkan perubahan ikatan pada GDP sehingga
menjadi GTP.
6. Terjadilah pengaktifan protein penghantar rangsang (inactive RAS), dimana
GTP mengaktifkan RAS melalui GTPase, dan GTP berubah kembali menjadi
GDP.
7. RAS yang sudah aktif kemudian mengalirkan rangsang pertumbuhan melalui
sitoplasma ke inti sel dengan second messenger, yaitu MAPK (mitogen
activated protein kinase) dan PI3K (phosphatidylinosityl-3-kinase).
8. Second messenger itulah yang memfosforilasi protein lain di sitoplasma yang
merupakan faktor transkripsi, yaitu protein MYC (myelocytomatosis viral
oncogen homolog).
9. Protein MYC akan memerintah transkripsi regulator siklus sel seperti cyclin
dan CDK untuk melakukan proliferasi sel.
10. Di siklus sel (awal fase G1), diproduksi CDK 4/6 dan cyclin D. Keduanya
berikatan dan menyebabkan reaksi dimana E2F detach dari Rb
(retinoblastoma protein). Saat E2F ini dilepas, ia bekerja seperti faktor
transkripsi yang memungkinkan sel memasuki tahap selanjutnya, yaitu fase S.
11. Di antara fase G1 dan S, muncul protein CDK 2 dan cyclin E.
12. Pada fase S, muncul CDK 1/2 dan cyclin A.
13. Pada fase G2, muncul CDK 1 dan cyclin B.

Jadi, maksud dari kelainan genetik atau mutasi menyebabkan pertumbuhan tidak
terkontrol dari sel adalah ketika terjadi mutasi RAS yang menyebabkan
munculnya rangsang pertumbuhan secara terus menerus, dan mutasi MYC yang
menyebabkan terjadinya proliferasi dan siklus sel terus menerus.

11. Anti-onkogen: Penghambat pertumbuhan.


12. Gen pengatur apoptosis: Mengatur program kematian sel.
13. Gen repair DNA: Memengaruhi pembelahan sel dan perbaikan kerusakan non-
letal. Jika rusak, mutasi akan meluas dan transformasi neoplastik meningkat.

I. Gen Supressor Kanker

Perubahan kariotipe pada tumor sebagai hasil dr mutasi juga akan


menginaktifkan gen tumor supresor. Ada 2 kelompok dari tumor supresor gen :
a) Governors/ pelaksana (RB)
Gen RB berfungsi sebagai pengatur siklus sel yg mempunyai efek
antiproliferasi dengan mengatur transisi dr G1 ke S. Nantinya gen RB akan
menghambar replikasi DNA di fase S, sehingga sel akan tertahan di fase G1 atau
balik ke fase G0. Mutasi gen RB akan menyebabkan transformasi dg
menghilangnya penghalang penting untuk proliferasi sel.
Inisiasi replikasi DNA
(fase S) membutuhkan
aktivitas kompleks siklin
E/ CDK2, dan ekspresi
siklin E bergantung pada
keluarga faktor
transkripsi E2F. Pada
awal Gl, Rb berada
dalam bentuk
hipofosforilasi aktif, dan
akan berikatan serta
mencegah keluarga
faktor transkripsi E2F,
merintangi transkripsi
siklin E. Rb dalam bentuk hypofosforilasi akan mencegah transkripsi yang
dipicu-E2F paling sedikit melalui 2 cara.
Pertama, Rb akan mengasingkan E2F, mencegah interaksi dengan
aktivator transkripsi lain.
Kedua, Rb akan merekrut protein untuk mengubah kromatin, seperti histon
diasetilase dan histon metiltransferase, yang terikat pada gen promotor yang
responsif terhadap E2F seperti siklin E. Enzim ini mengubah kromatin pada
promotor sehingga DNA tidak sensitif terhadap faktor transkripsi.
Situasi ini berubah pada sinyal mitogenik. Sinyal faktor pertumbuhan akan
menyebabkan ekspresi siklin D dan mengaktifkan kompleks siklin D-CDK4/6.
Kompleks ini akan melakukan fosforilasi Rb, menginaktifkan protein dan
mengeluarkan E2F untuk menginduksi gen target seperti siklin E. Ekspresi siklin
E kemudian merangsang replikasi DNA dan masuk ke dalam siklus sel. Ketika
sel masuk ke fase S, akan terjadi pembelahan tanpa perlu rangsangan faktor
pertumbuhan.
b) Guardians/ penjaga (TP53)
Gen TP53 akan menghasilkan protein P53 yang mana P53 akan menghalangi
transformasi neoplastic melalui tiga mekanisme :
1. Pengehentian siklus sel sementara (quiescence).
Penghentian siklus sel yang dipicu-p53 dapat dianggap sebagai
respons pertama terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada fase Gl
lanjut dan disebabkan terutama oleh transkripsi p53 yang bergantung
pada gen CDKI CDKN1A (p21). Protein p21, menghambat kompleks
siklin-CDK dan mencegah fosforilasi Rb, sehingga sel akan berhenti pada
fase G1 ke S pada penghentian tersebut sel akan memakai waktu untuk
memperbaiki kerusakan DNA. Protein p53 juga menginduksi ekspresi gen
perbaikan kerusakan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki,
p53 akan mengatur lebih lanjut transkripsi, sehingga destruksi p53 dan
penghambatan siklus sel ditiadakan. Apabila kerusakan tidak dapat
diperbaiki, sel akan memasuki penghentian permanen yang dipicu p53
atau mengalami apoptosis yang diarahkan oleh p53.
2. Penghentian permanen yang dipicu p53 merupakan penghentian siklus sel
yang permanen, ditandai dengan kelainan morfologi dan ekspresi gen
yang khas yang dapat membedakannya dengan quiescence atau
penghentian reversibel siklus sel. Penghentian permanen (senescence)
membutuhkan pengaktifan p53 dan/ atau Rb dan ekspresi mediatornya,
misalnya CDKI. Mekanisme penghentian permanen tidak jelas tetapi
melibatkan perubahan kromatin menyeluruh, yang secara drastis dan
permanen mengubah ekspresi gen.
3. Apoptosis yang diinduksi oleh p53 pada sel dengan kerusakan DNA yang
tidak bisa diperbaiki lagi merupakan mekanisme terakhir untuk mencegah
transformasi, menginduksi penghentian permanen siklus sel (senescence,
apabila DNA tidak dpt diperbaiki).
P53 akan diaktifkan oleh stress seperti kerusakan DNA, dan
selanjutnya akan mengambil tindakan seperti ketiga mekanisme tadi.
Tetapi ketika sel mengalami mutasi atau kehilangan P53, sel tersebut
akan berkembang menjadi tumor ganas.

II. Gen
Pengatur Apoptosis

Apoptosis diinduksi oleh P53 sebagai hasil dari gen TP53 dibantu oleh kelompok
pro apoptotic (BAX dan BAK). Tahap apoptosis normal melalui 2 jalur yaitu:

 Jalur ekstrinsik (reseptor kematian)


diinisiasi apabila reseptor TNF,
seperti CD95 (Fas), melekat pada
ligannya, CD95L, sehingga terjadi
trimerisasi reseptor dan domain
kematian sitoplasmik, yang akan
mengikat protein adaptor intrasel
FADD. Protein ini merekrut
prokaspase-8 untuk membentuk
kompleks sinyal induksi kematian.
Prokaspase-8 diaktifkan oleh adanya
pembelahan menjadi subunit yang
lebih kecil, menghasilkan kaspase-8.
Kaspase 8 kemudian mengaktifkan
kaspases hilir seperti kaspase-3,
suatu kaspase eksekutor yang
memecah DNA dan substrat lain sehingga mengakibatkan kematian sel.
 Jalur intrinsik (mitokondria) apoptosis dipicu oleh berbagai stimulus, termasuk
hilangnya faktor ketahanan, stres, dan jejas. Pengaktifan jalur ini akan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran luar mitokondria dan
keluarnya molekul, seperti sitokrom c, yang menginisiasi apoptosis.

Saat mutasi sel akan terjadi penurunan kadar CD95 yang turun, penginaktifan
kompleks sinyal penginduksi kematian oleh protein FLICE, keluarnya sitokrom c dari
mitokondria berkurang sebagai akibat dari peningkatan BCL2, Kadar yang menurun
dari proapoptotik BAX mengakibatkan hilangnya p53, menghilangnya APAF- 1,dan
peningkatan dari inhibitor apoptosis. Sehingga sel tumor bisa tumbuh dengan
banyak tanpa mengalami kematian sel.

III. Gen Perbaikan DNA

Gen repair akan memperbaiki DNA yang rusak/ DNA yang mengalami mutasi. Gen
yang mengalami mutasi akan diperbaiki salah satunya oleh protein GADD45 yang
diaktifkan oleh gen P35. Jika gagal, sel akan mengalami apoptosis.

IV. Tahapan karsinogenesis


a. Inisiasi

Ketika sel normal terpapar dengan zat karsinogen sebagai inisiator.


Kejadian ini menyebabkan transformasi genetic pada sel normal dan
berujung pada mutasi DNA jika DNA mengalami kegagalan perbaikan.
Pada tahap ini sel akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan sel
normal disekitarnya. Dan juga akan mengaktivasi onkogen dr
protoonkogen.
b. Promosi
Sesaat sel telah diinisiasi munculah promoter yang terus mendorong
ketidakstabilan gen untuk melakukan proliferasi berlebihan dan mengubah
cara diferensiasi dan maturasi sel tersebut. ( saat aktivasi onkogen,
inaktivasi tumor supresor gen, penurunan apoptosis). Pada tahap ini sel
mengalami sejumlah perubahan tambahan dalam genom yang berpotensi
mempercepat ketidakstabilan gen sel. Promosi membutuhkan waktu yang
lama. Lalu setelah nya akan terjadi ekspansi sel dari populasi multiseluler
tumor yang melakukan proliferasi. Senyawa-senyawa yang merangsang
pembelahan sel disebut promotor.
c. Progresif (Persistensi)
Terjadi bila proliferasi klonal dari sel tumor tidak lagi memerlukan
initiator dan promotor- sel tumor tumbuh secara otonom. Proses ini akan
menghasilkan klon baru sel-sel tumor yang memiliki aktivitas proliferasi,
bersifat invasif (menyerang) dan potensi metastatiknya meningkat. Selama
tahapan ini, sel-sel berkembang biak menyerbu jaringan sekitar, menyebar
ke tempat lain. Jika tidak ada yang menghalangi pertumbuhannya, akan
terbentuk dalam jumlah yang cukup besar untuk mempengaruhi fungsi
tubuh, dan gejala kanker muncul.
GAMBARAN KLINIS

1. Efek local dan hormonal tumor pada pejamu


Untuk efek local, jika massa tumor tumbuh membentuk benjolan, tumor akan
menekan organ sekitarnya -> mengganggu fungsi dan membuat rasa nyeri. *cthnya
kaya kemaren, kasusnya tentang carcinoma tiroid, pasien mengalami nyeri
tenggorokan dan suaranya serak. Ini akibat dari benjolan tumor itu sendiri yang
menekan jaringan disekitarnya. Contoh yang lain, leiomyoma pada dinding arteri
renalis yg mengganggu suplai darah ke ginjal sehingga menyebabkan iskemia ginjal
daan hipertensi.
Untuk efek hormonal biasanya tergantung pada fungsi kelenjar terkait. Misalnya
adenokarsinoma pada korteks kelenjar adrenal menyebabkan peningkatan hormone
kortikosteroid sehingga menginduksi retensi natrium, hipertensi, dan hipokalemia
pada pasien.

2. Kaheksia kanker
Adalah keadaan ketika penderita kehilangan lemak & massa tubuhnya (BB turun)
scr progresif disertai dengan rasa lemah, letih lesu. Inilah suatu makna yang
menggambarkan mengapa penderita kanker mengalami badan yang kurus.
Laju metabolisme basal dalam tubuh penderita meningkat karena proses
metabolisme yang terjadi untuk memenuhi pertumbuhan sel tumor juga meningkat
(kelainan metabolisme) . Selain itu, penderita juga merasa kurang nafsu makan
karena makrofag, sel imun yang berperan dalam menghadapi sel tumor, akan
menghasilkan TNF. Dimana TNF akan menekan nafsu makan penderita, mencegah
kerja lipase lipoprotein sehingga mencegah keluarnya asam lemak dr lipoprotein.
*kemaren kasusnya pasien juga kurus, dan kurang nafsu makan. Ntar dijelasin kaya
gitu aja ya. Walaupun ga ditanyain tentang itu pokoknya jelasin aja apapun itu yang
berkaitan dengan kasus.

3. Sindrom paraneoplasma
Adalah sekelompok gejala yang terjadi pada pasien kanker, yg tdk dapat dijelaskan
apakah akibat penyebaran jauh atau local atau elaborasi hormone yang tidak
berasal dari jaringan asal tumor.
Contohnya adalah pada penderita penyakit metastatic osteolitik akan terjadi
hiperkalsemia. Hiperkalsemia terjadi karena PTH merangsang pelepasan Ca2+ dari
tulang ke darah.

GRADING DAN STAGING


Grading dan staging merupakan dua metode yang berbeda. Pada umumnya, yang
sering digunakan adalah staging. Setiap penyakit kanker memiliki staging yang
berbeda-beda sesuai dengan penyakitnya sendiri.

Grading
Penentuan derajat (grading) suatu kanker merupakan upaya untuk memperkirakan
tinggi keganasan berdasarkan diferensiasi sitologik sel tumor dan jumlah mitosis di
dalam tumor. Ada : GX, G1, G2, G3, dan G4.

Staging
Penilaian ini biasanya didasarkan pada pemeriksaan klinis dan radiografik serta
beberapa kasus eksplorasi bedah. Penentuan staging menggunakan system TNM.
Sistem TNM ini disetujui oleh AJCC (American Joint Committee on Cancer) dan
UICC (Union of International Cancer Control).
Sistem TNM
T - tumor primer (ukuran)
T0 : Tumor in situ
T1 : Tumor dengan diameter max 2 cm
T2 : Tumor dengan diameter 2-5 cm
T3 : Tumor dengan diameter > 5 cm
T4 : Tumor dengan ukuran yang lebih besar, invasi keluar organ
N – nodus limfa ; seberapa banyak nodus yang diinvasi
N0 : Tidak ada metastatis ke KGB
N1 : Telah terjadi metastatis
N2 : Metastatis ke KGB di sekitar tumor
N3 : Metastatis sangat luas ke jaringan/organ
M – Metastatis
M0 : Belum bermetastatis
M1 : Sudah bermetastatis

Tujuan Staging
• Membuat prognosis dan rancangan penyembuhan
• Mengetahui seberapa parah kanker
• Mengetahui di mana letak kanker
• Memprediksi kambuhnya kanker

Alasan Staging
• Membimbing penyembuhan
• Estimasi prognosis
• Standardisasi pengobatan
• Bisa digunakan untuk membandingkan hasil yang ada

Metode staging merupakan hasil dari kompilasi/kumpulan-kumpulan informasi dari


riwayat klinis, pengecekan fisik, imaging, dan biopsy. Biasanya, untuk kanker stage
awal langsung dilakukan pembedahan sedangkan untuk kanker stage akhir akan
langsung diberikan terapi sepeti kemoterapi, radiasi, dan hormone terapi dan jika
ada yang tertinggal akan dilakukan pembedahan untuk membuang sisa-sisa tumor.

IMUNITAS TERHADAP TUMOR


Transformasi ganas, seperti telah dibicarakan berkaitan dengan perubahan genetik
yang rumit, yang sebagian mungkin menyebabkan ekspresi protein yang dianggap
asing(non-self, bukan-diri) oleh sistem imun. Gagasan bahwa tumor bukan
seluruhnya self (diri) diajukan oleh Ehrlich, yang menggagas bahwa dikenalinya sel
tumor autolog oleh sistem imun mungkin merupakan "mekanisme positif" yang
mampu mengenyahkan sel yang mengalami transformasi. Kemudian,
Lewis Thomas dan McFarlane Burnet merumuskan konsep ini dengan mengajukan
istilah survelains imun untuk mengacu pada pengenalan dan penghancuran sel
tumor bukan-diri saat sel tersebut muncul. Kenyataan bahwa kanker tetap timbul
mengisyaratkan bahwa surveilans imun tidak berjalan sempurna. Namun, kenyataan
bahwa sebagian tumor dapat lolos dari surveilans tersebut tidak menutup
kemungkinan bahwa kemunculan tumor lainnya mungkin telah tercegah. Beberapa
pertanyaan tentang imunitas tumor perlu dikaji: Bagaimana sifat antigen tumor?
Sistem efektor pejamu mana yang dapat mengenali sel tumor? Apakah imunitas
tumor efektif terhadap neoplasma yang muncul spontan?

1. Antigen Tumor
Antigen yang memicu respons imun terbukti pada banyak tremor
eksperimental dan pada kanker manusia. Antigen tersebut secara garis besar
dapat digolongkan
menjadi dua kategori: antigen spesifik-tumor, yang hanya terdapat pada sel
tumor dan tidak pada sel normal, dan antigen terkait-tumor yang terdapat
pada sel tumor dan beberapa sel normal. Studi eksperimental pada model
murine dan penelitian tentang limfosit yang menginfiltrasi tumor pada manusia
mengungkapkan pentingnya peran sel T sitotoksik CD8+ (CTL) pada imunitas
tumor. Seperti telah diketahui, CTL mengenali
antigen peptida spesifik yang disajikan di permukaan sel oleh molekul
kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) kelas L Sifat antigen tumor yang
dikenali oleh
CTL digambarkan pada Gbr. 6-34 dan dijelaskan berikut ini.

A. Antigen Kanker-Testis.
Antigen golongan ini dikode oleh gen yang pada jaringan dewasa inaktif
kecuali di testis (yang memunculkan nama tersebut). Walaupun terdapat
dr testis, protein tersebut tidak diekspresikan di permukaan sel karena
sperma tidak
mengekspresikan antigen MHC. Oleh karena itu, demi kepentingan
praktis, antigen golongan ini bersifat spesifik-tumor. Prototipe antigen ini
adalah famili gen
MACE. Walaupun spesifik-fnmor, antigen MAGE tidak khas untuk tumor
individual. MAGE-1 diekspresikan pada 37% melanoma serta pada
karsinoma paru, hali,
lambung, dan esofagus dalam jumlah bervariasi. Antigen serupa yang
disebut GAGE, BAGE, dan RAGE dilaporkan ditemukan pada tumor lain.

B. Antigen Spesifik-Jaringan.
Antigen dalam kategori ini sebaiknya dianggap sebagai antigen
spesifikdiferensiasi, dan antigen ini diekspresikan pada sel tumor serta sel
padanannya yang tidak mengalami transformasi. Yang termasuk antigen
kategori ini adalah MART-1, gp100, dan tirosinase. Peptida yang berasal
dari protein ini diekspresikan pada melanosit
normal dan melanoma. Oleh karena itu, sel T sitotoksik yang ditujukan
pada antigen ini tidak saja akan memsak sel melanoma, tetapi juga sel
normal yang mengandung melanin. Karena melanin terdapat di retina dan
otak, imunisasi dengan antigen ini perlu dipertimbangkan baik-baik.

C. Antigen yang Terbentuk dari Perubahan


Mutasional pada Protein. Antigen dalam kategori ini berasal dari
onkoprotein mutan dan protein supresor tumor. Antigen tumor unik dapat
timbul dari produk gen B-katenin, RAS, TP53, dan CDK4, yang sering
mengalami mutasi pada tumor. Karena protein mutan hanya terdapat di
tumor, peptida protein tersebut diekspresikan hanya pada sel tumor.
Namun, karena banyak tumor memiliki mutasi yang sama, antigen
senacam ini dimiliki oleh banyak tumor yang berlainan. Walaupun kita
dapat memicu pembentukan sel T sitotoksik terhadap antigen ini, in vivo
se1 ini tidak
menimbulkan respons spontan.

D. Antigen yang Ekspresinya Berlebihan.


Antigen-antigen tumor ini adalah produk gen normal yang ekspresinya
berlebihan akibat amplifikasi gen atau mutasi lain. Ke dalam kategori ini
masuk protein HER-
2 (neu), yang ekspresinya berlebihan pada 30% kanker payudara dan
ovarium. Walaupun terdapat pada sel ovarium dan payudara normal,
kadar antigen ini umumnya terlalu rendah untuk dapat dikenali oleh sel T.

E. Antigen Virus.
Antigen yang berasal dari virus onkogenik seperti HPV dan EBV dapat
menjadi sasaran sel T CDB+. Antigen tumor semacam irri sama-sama
dimiliki oleh tumor sejenis dari pasien yang berlainan. Antigen ini dapat
menjadi sasaran yang efektif untuk imunoterapi karena tidak diekspresikan
pada sel normal.

F. Antigen Tumor Lainnya.


Musin dapat menghasilkan antigen spesifik-tumor. Pada sebagian kanker
seperti yang berasal dari pankreas, ovarium, dan payudara kurangnya
giikosilasi musin menghasilkan epitop yang semula tertutup oleh
karbohidrat. Oleh karena itu, antigen ini, demi kepentingan praktis adalah
antigen spesifik-iumor. Antigen MUC-1 termasuk dalam kategori ini.
G. Antigen Onkofetal.
Antigen onkofetal atan antigen embrionik, seperti antigen karsinoembrionik
dan
u-fetoprotein diekspresikan selama embryogenesis tetapi tidak pada
jaringan dewasa normal. Derepresi gen yang mengkode protein ini
menyebabkan protein ini kembali diekspresikan pada kanker kolon dan
hati. Dapat dibuat antibodi terhadap antigen ini, dan antibodi ini
bermanfaat untuk deteksi antigen onkofetal. Antigen ini berfungsi sebagai
penanda serum untuk kanker.

H. Antigen Spesifik-Diferensiasi.
Antigen spesifik-diferensiasi, seperti CD10 dan antigen spesifikprostat
(PSA) masing-masing diekspresikan pada sel neoplastik dan sel B normal
serta epitel prostat jinak dan ganas. Antigen ini terutama berfungsi
sebagai penanda diagnostik untuk jenis sel yang mengalami transformasi

Mekanisme Efektor Antitumor


Imunitas selular dan humoral dapat memiliki aktivitas antitumor. Berbagai efektor
seluiar yang memerantarai imunitas
1. Limfosit T sitotoksik.
Peran sel T sitotoksik yang tersensitisasi secara spesifik pada tumor
eksperimental telah banyak dibuktikan. pada manusia, sel ini tampaknya
berperan protektif, terutama
terhadap neoplasma terkait-virus (misal, limfoma Burkitt akibat EBV dan
bumor akibat HpV). Adanya sel CD8+ MHC-restricted yang dapat mematikan
sel tumor autolog di dalam tumor manusia mengisyaratkan bahwa peran sel T
dalam imunitas terhadap tumor manusia mungkin lebih luas daripada yang
diduga sebelumnya. Sel ini mengenali antigen yang telah dijelaskan
sebelumnya. pada sebagian kasus, sel T CD8+ ini tidak terbentuk secara
spontan in vivo, tetapi dapat dihasilkan melalui imunisasi dengan sel dendritik
yang telah dirangsang oleh antigen tumor.
2. Sel Natural Killer
Sel NK adalah limfosit yang mampu menghancurkan sel tumor tanpa
sensitisasi
terlebih dahulu; sel ini mungkin membentuk lini pertama pertahanan terhadap
sel tumor. Setelah diaktifkan oleh IL-2, sel NK dapat melisiskan berbagai
tumor manusia, termasuk tumor yang tampaknya nonimunogenik bagi sel T.
Sel T dan sel
NK tampaknya menghasilkan mekanisme antitumor yang saling melengkapi.
Tumor yang tidak mengekspresikan antigen MHC kelas I tidak dapat dikenali
oleh sel T, tetapi tumor jenis ini dapat merangsang sel NK karena sel NK
dihambat dengan dikenalinya molekul kelas I autolog normal. Reseptor
pemicu di sel NK sangat beragam dan berasal dari beberapa famili gen.
protein NKG2D yang diekspresikan pada sel NK dan beberapa sel T
merupakan reseptor pemicu yang penting. Protein ini mengenali antigen yang
dipicu oleh stres yang diekspresikan temtama padi sel
tumor. Terdapat bukti pada mencit bahwa hambatan pada reseptor NKG2D
menyebabkan hewan lebih rentan terhadap karsinogen. Selain menyebabkan
lisis sel tumor, sel NK juga dapat ikut serta dalam sitotoksisitas selular
dependen-antibodi.

3. Makrofag
In vitro, makrofag aktif memperlihatkan sitotoksisitas selektif terhadap sel
tumor. Sel T, sel NK, dan makrofag mungkin bekerja sama dalam reaktivitas
antitumor karena interferon-y yaitu sitokin yang dikeluarkan oleh sel T dan sel
NK adalah aktivator kuat bagi makrofag. Sel ini dapat menghancurkan sel
lumor melalui mekanisme yang
serupa dengan yang digunakan untuk mematikan mikroba (misal,
pembentukan metabolit oksigen reaktif atau dengan sekresi faktor nekrosis
tumor (TNF). Selain banyak efek lainnya, sitokin ini bersifat litik bagi beberapa
sel tumor.

4. Mekanisme humoral.
Mekanisme ini mungkin ikut serta dalam destruksi sel tumor melalui dua
cara:
(1) aktivasi komplemen dan (2) induksi sitotoksisitas selular dependen-
antibodi oleh sel NK.

Imunosurvelains
Karena mekanisme antitumor beragam dan masih berupa kemungkinan,
apakah ada bukti bahwa berbagai mekanisme tersebut bekerja in vivo
untuk mencegah munculnya neoplasma? Argumen paling kuat tentang
keberadaan imunosurveilans adalah meningkatnya frekuensi kanker pada
pejamu dengan defisiensi imun. Sekitar 5% orang dengan imunodefisiensi
kongenital mengidap kanker, suatu angka yang besarnya sekitar 200 kali
lipat dibandingkan dengan orang tanpa imunodefisiensi. Secara analog,
penerima cangkok organ yang mengalami imunosupresi dan pasien AIDS
juga memperlihatkan peningkatan angka keganasan. Perlu dicatat bahwa
sebagian besar (tetapi tidak semua) neoplasma ini adalah limfoma,
seringberupa limfoma sel B aktif. Yang terutama ilustratif adalah gangguan
limfoproliferatif
terkait-X. Apabila anak lelaki pengidap gangguan ini terjangkit infeksi EBV,
infeksi tidak bermanifestasi sebagai mononukleosis infeksiosa swasirna
seperti
biasanya tetapi berkembang menjadi mononucleosis infeksiosa bentuk
kronik dan kadang-kadang fatal atau yang lebih parah, limfoma maligna.
Sebagian besar kanker terjadi pada orang yang tidak menderita
imunodefisiensi yang nyata. Apabila memang terdapat imunosurveilans,
bagaimana kanker ini dapat menghindari sistem imun pada pejamu
imunokompeten? Beberapa mekanisme pelolosan-diri
diajukan:

I. Pertumbuhan berlebihan selektif yang vegetatif antigen. Saat progresi


tumor, berbagai subklona yang sangat imunogenik akan tereliminasi'

II. Hilang atau berkurctngnya ekspresi antigen histokompatibilitas. Sel tumor


mungkin gagal mengekspresikan antigen leukosit manusia (HLA) kelas 1
dalam kadar memadai sehingga lolos dari serangan sel T sitotoksik.
Namun, sel semacam ini
dapat memicu aktivasi sel NK.

III. Tidak adanya kostimulasi. Sensitisasi sel T membutuhkan dua sinyal, satu
oleh peptida asing yang disajikan oleh MHC dan yang lain oleh molekul
kostimulatorik. Walaupun mungkin mengekspresikan antigen peptida
bersama dengan molekulkelas I, sel tumor sering tidakmengekspresikan
molekul kostimulatorik, seperti B7-1. Hal ini tidak saja menghambat
sensitisasi, tetapi juga menyebabkan selT anergik atau mengalami
apoptosis. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan upaya untuk
mengimunisasi pasien kanker dengan sel tumor autolog yang
ditransfeksikan dengan B7-1. Dalam pendekatan lain, sel dendritik, yang
diketahui mengekspresikan molekul kostimulatorik dengan kadar tinggi,
dipulsakan dengan peptide tumor dan diinfuskan ke tubuh pasien.

IV. Imunosupresi. Banyak agen onkogenik (misal, zat kimia dan radiasi
pengion) menekan respons imun pejamu. Tumor atau produk ttrmor juga
dapat
bersifat imunosupresif. Sebagai contoh, transforming groruth fnefor (TGF)-
B, yang dikeluarkan dalam jumlah besar oleh banyak tumot, merupakan
imunosupresan kuat. Pada beberapa kasus, respons imun yang dipicu
oleh tumor (misal, aktivasi sel T repatorik) dapat menghambat imunitas
tumor. Mekanisme cerdik lainnya yang digunakan oleh tumor adalah
dengan mengekspresikan ligan Fas yang mengikat Fas di permukaan sel
T dan mengirim sinyal kematian ke sel imun.

DIAGNOSIS KANKER DI LABORATORIUM

METODE MORFOLOGIK
Pada sebagian besar kasus, diagnosis kanker secara laboratoris tidaklah sulit.
Kedua kutub pada spektrum jinak-ganas tidak menimbulkan masalah. Namun, di
tengah-tengah terletak "daerah tak-bertuan" ada orang bijak akan melintas dengan
hati-hati. Dokter cenderlmg meremehkan konhibusi yang mereka berikan dalam
diagnosis suatu neoplasma. Data klinis merupakan hal yang tak-ternilai bagi
diagnosis patologik. Perubahan yang dipicu oleh radiasi di kulit atau mukosa dapat
serupa dengan yang terdapat pada kanker. Potongan yang diambil dari fraktur yang
menyembuh dapat mirip dengan osteosarkoma. Evaluasi laboratorik terhadap suatu
lesi sesuai dengan spesimen yang diserahkan untuk diperiksa. Oleh karena itu,
spesimen harus adekuat, representatif, dan diawetkan dengan benar. Terdapat
beberapa cara mengambil sampel, termasuk eksisi atau biopsi, aspirasi jarum-halus,
dan apusan sitologik. Apabila lesi tidak dapat dieksisi, pada pemilihan tempat untuk
biopsi pada lesi yang besar perlu diperhatikan bahwa batas lesi mungkin tidak
representatif, sedangkan bagian tengah mungkin umumnya nekrotik. Seperti
limfoma diseminata (yaitu mengenai banyak kelenjar getah bening), kelenjar di regio
inguinal yang mendapat drainase dari banyak bagian tubuh sering mengalami
pembahan reaktif yang mungkin menutupi adanya neoplasma. Kadang kadang
diperlukan diagnosis potong-beku untuk, misalnya, menentukan sifat suatu lesi di
payudara atau mengevaluasi tepi suatu kanker yang diangkat untuk memastikan
agar seluruh neoplasma sudah diangkat. Metode tersebut yang menggunakan
sampel dibekukan dengan cepat dan dipotong, memungkinkan evaluasi
histologik dalam hitungan menit. Pada biopsi payudara, misalnya, diagnosi potong-
beku memungkinkan kita menentukan apakah lesi ganas dan mungkin memerlukan
eksisi luas atau pengambilan sampel kelenjar getah bening ketiak unturk
memperkirakan penyebaran.
Pasien dihindarkan dari biaya dan trauma operasi berikutnya. Di tangan yang
kompeten dari berpengalaman, diagnosis potong-beku akurat, tetapi terdapat
keadaan tertentu yang memerlukan uraian histologik yang lebih rinci dengan metode
rutin yang memakan waktu. Dalam hal ini, walaupun merupakan kekurangan, kita
sebaiknya menunggll beberapa hari daripada melakukan pembedahan yang tidak
adekuat atau tidak perlu.

1. Aspirasi jarum-halus terhadap tumor adalah pendekatan lain yang semakin


populer. Tindakan ini berupa aspirasi sei dari suatu massa diikuti oleh
pemeriksaan sitologik apusan. Prosedur ini paling sering diterapkan pada lesi
yang teraba di payudara, tiroid,
kelenjar getah bening, dan kelenjar liur. Teknik pencitraan modern
memungkinkan metode ini diperluas ke struktur yang lebih dalam, seperti hati,
pankreas, dan kelenjar getah bening panggul. Teknik ini menghilangkan
kebutuhan terhadap pembedahan dan segala risiko terkaitnya. Walaupun
memiliki beberapa kendala, seperti ukuran sampel yang kecil dan kesalahan
pengambilan sampel, di tangan yang berpengalaman metode ini dapat
menjadi teknik yang andal, cepat, dan bermanfaat.

2. Apusan sitologik (Papinicolaus) merupakan metode lain untuk deteksi kanker.


Pendekatan ini digunakan secara luas untuk menemukan karsinoma serviks,
sering pada stadium in situ, serta banyak bentuk lain keganasan, seperti
karsinoma endometrium, karsinoma bronkogenik, turnor kandung kemih dan
prostat, dan karsinoma lambung; untuk identifikasi sel tumor di dalam cairan
abdomen, pleura, sendi, dan serebrospinalis; dan yang lebih jarang,
neoplasma bentuk lain. Sel neoplastik kurang kohesif dibandingkan dengan
sel lain sehingga terlepas ke dalam cairan atau sekresi.
Sel yang rontok tersebut dievaluasi untuk mencari gambaran anaplasia yang
menunjukkan asalnya. Bukti terbaik manfaatmetode sitologis adalah
keberhasilan pengendalian kanker serviks.

3. Imunohistokimin merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat bermanfaat


dalam histologi rutin. Deteksi sitokeratin oleh antibodi monoklonal spesifik
yang dilabel oleh peroksidase lebih menunjukkan diagnosis karsinoma tidak
berdiferensiasi bukan limfoma
sel besar. Demikian juga, deteksi antigen spesifikprostat (PSA) pada endapan
metastatic oleh imunohistokimia memungkinkan kita mendiagnosis secara
pasti tumor primer di prostat. Deteksi reseptor estrogen dan HER-2 (neu)
secara imunohistokimiawi memungkinkan kita menentukan prognosis dan
mengarahkan intervensi terapi pada kanker payudara

4. FIow cytometry sekarang digunakan secara rutin dalam klasifikasi leukemia


dan limfoma. Pada metode ini digunakan antibodi fluoresen terhadap molekul
permukaan sel dan antigen diferensiasi untuk memperoleh fenotipe sel
ganas. FIow cytometry lttgabe bermanfaat ttntuk menilai kandungan DNA sel
tumor. Pada banyak tumor, kandungan DNA (ploidi) berefek pada prognosis.

PEMERIKSAAN BIOKIMIAWI
Pemeriksaan biokimia untuk berbagai hormon, enzim terkait-tumor, dan penanda
tumor lainnya dalam darah tidak dapat dipahami sebagai modalitas untuk diagnosis
kanker. Namun, pemeriksaan ini berperan dalam menemukan kasus dan, pada
sebagian kasus menentukan efektivitas terapi. Penggunaan berbagai pemeriksaan
ini dibahas bersama dengan bentuk spesifik neoplasma yang dibicarakan pada bab
lain sehingga hanya beberapa contoh yang akan disinggung. Karsinoma prostat
dapat dicurigai apabila kadar PSA dalam darah meningkat. Kadar juga mungkin
meningkat pada hiperplasia prostat jinak dan peningkatan PSA tidak diagnostik
untuk suatu kanker. Radioimmunoassay untuk hormone dalam darah mungkin dapat
menunjrikkan adanya tumor pada sistem endokrin dan, pada sebagian kasus,
adanya produksi ektopik hormon oleh tttmor nonendokrin. Telah ditemukan sejumlah
penanda tumor dalam darah, dan setiap tahun ditemukan satu yang baru. Hanya
sedikit yang masih bertahan dan terbukti bermanfaat secara klinis. Dua yang sudah
dipastikan adalah CEA dan u-fetoprotein. CEA, yang secara normal dihasilkan
dalam jaringan embrionik r-rsus, pankreas, dan hati, adalah stuatu glikoprotein
kompleks yang dihasilkan oleh banyak neoplasma
berbeda. CEA dilaporkan positif pada 60% hingga 90% karsinoma kolorektum, 50%
hingga 80% kanker pankreas, dan 25% hingga 50% tumor lambung dan
payudara, bergantung pada kadar serum yang dianggap merupakan peningkatan
bermakna. Peningkatan kadar CEA juga dilaporkan pada banyak bentuk kanker
lainnya, tetapi tidak konsisten. Pada hampir semua jenis neoplasma, derajat
peningkatan berkaitan
dengan beban tumor pada tubuh sehingga kadar tertinggi ditemukan pada pasien
dengan penyakit metastatik tahap lanjut. Namun, peningkatan CEA juga dilaporkan
ditemukan pada banyak gangguan jinak seperti sirosis alkohol, irepatitis, kolitis
ttlserativa, dan
penyakit Crohn. Kadang-kadang, kadar antigen ini meningkat pada perokok yang
tampak sehat. Oleh karena itu, sensitiaitss dnn spesifisitns pemeriksaan CEA tidak
memindai untuk mendeteksi kanker secara dini. Namun, pemeriksaan ini masih
bermanf aat dalam
memberikan bukti awal kemungkinan karsinoma kolorektum karena tumor ini
menyebabkan peningkatan kadar CEA tertinggi; pemeriksaan CEA paling
bermanfaat dalam deteksi kekambuhan setelah eksisi. Apabila reseksi tumor
berhasil, CEA menghilang dari serum; kemunculannya kembali hampir selalu
menandakan awal dari suatu akhir. Penanda tumor lainnya yang sudah dipastikan
adalah o-fetoprotein. Peningkatan kadarnya daiam darah ditemukan pada orang
dewasa dengan kanker
yang terutama berasal dari hati dan sisa yolk sel di gonad. Penanda ini juga
meningkat, walaupun tidak selalu, pada teratokarsinoma dan karsinoma sel
embrionik di testis, ovarium, dan tempat di luar gonad dan kadang-kadang pada
kanker lambung dan pankreas. Seperti pada CEA, penyakit jinak termasuk sirosis,
hepatitis, dan kehamilan (terutama pada distress atau kematian janin), dapat
menyebabkan peningkatan
sedang o-fetoprotein. Oleh karena itu, timbul masalah dalam spesifisitas dan
sensitivitas, tetapi penanda ini masih bermanfaat sebagai bukti awal, misalnya,
karsinoma hepatoselnlar dan berguna untuk tindak-lanjut intervensi terapi.
Penjelasan singkat ini sudah memadai untuk menerangkan berbagai pendekatan
laboratorik yang digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis tumor.

DIAGNOSIS MOLEKULER
Untuk diagnosis tumor dan untuk memprediksi sifat.
 Diagnosis keganasan
Menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk membedakan
proliferasi monoklonal (neoplasma) dan poliklonal (reaktif).
 Prognosis dan sifat
Menggunakan FISH (Hibridisasi in situ fluoresensi) dan PCR untuk mendeteksi
amplifikasi antigen seperti HER 2/NEU dan NMYC, yang akan memberikan
informasi tentang prognosis dan terapi untuk kanker payudara dan
neuroblastoma.

Kini semakin banyak teknik molekular yang digunakan untuk mendiagnosis tumor
dan memperkirakan perilakunya. Karena setiap sel T dan sel B memiliki susunan
gen reseptor antigen yang unik, deteksi gen reseptor sel T atau imunoglobulin
dengan reaksi rantai polimerase (PCR) memungkinkan kita membedakan antara
proliferasi monoklonal (neoplastik) dan poliklonai (reaktif). Transkrip BCR-ABL
dengan PCR dapat menjadi tanda tangan molekular pada leukemia myeloid
kronik. Teknik fluorescent in situ hybridization (FISH) bermanfaat untuk
mendeteksi karakteristik translokasi pada banyak tumor, termasuk sarcoma
ewing serta beberapa leukemia dan limfoma. Metode FISH dan PCR juga dapat
digunakan untuk memperlihatkan amplifikasi berbagai onkogen, seperti HER-2
dan N-MYC. Onkogen ini, seperti telah dibahas, memberikan informasi mengenai
prognosis untuk kanker payudara dan neuroblastoma. Pemanfaatan teknik
molekular yang juga mulai mencuat adalah mendeteksi penyakit residual minimal
setelah pengobatan. Sebagai contoh, deteksi transkrip BCR-ABL dengan PCR
menghasilkan perkiraan tentang sisa leukemia pada pasien yang diobati untuk
leukemia mieloid kronik.

Anda mungkin juga menyukai