Selain itu, pertumbuhan di seluruh dunia jauh dari konstan. Pertumbuhan telah meningkat
lebih dari sebagian besar sejarah modern. Tingkat pertumbuhan rata-rata di negara-negara
industri yang lebih tinggi pada abad kedua puluh dibandingkan pada abad kesembilan
belas,dan lebih tinggi pada abad sembilan belas daripada abad delapan belas. Selanjutnya,
pendapatan rata-rata saat Revolusi Industri, bahkan di negara-negara terkaya tidak begitu
drastis di atas tingkat subsisten; Hal ini memberitahu kita bahwa pertumbuhan rata-rata
selama ribuan tahun sebelum Revolusi Industri pasti sangat rendah.
Satu pengecualian penting untuk pola umum pada peningkatan pertumbuhan ini
adalah perlambatan atau penurunan pertumbuhan produktivitas. Pertumbuhan tahunan
rata-rata output per orang di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya dari awal
1970 ke pertengahan 1990-an adalah sekitar satu persen di bawah level sebelumnya.
Data tersebut menyarankan perlunya lonjakan/rebound dalam pertumbuhan produktivitas,
setidaknya di Amerika Serikat. Berapa lama rebound akan bertahan dan seberapa luas akan
Contoh yang paling mencolok dari perubahan besar dalam pendapatan relatif adalah
keajaiban pertumbuhan dan bencana pertumbuhan. Keajaiban Pertumbuhan adalah episode
di mana pertumbuhan di suatu negara jauh melebihi rata-rata dunia selama jangka jangka
waktu yang panjang, dengan hasil bahwa negara bergerak cepat dalam distribusi
pendapatan dunia. Beberapa keajaiban pertumbuhan yang menonjol adalah Jepang, dimulai
sejak akhir Perang Dunia II sampai sekitar tahun 1990, negara-negara industri baru (NIC)
dari AsiaTimur (Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong) mulai sekitar tahun
1960.
Bencana Pertumbuhan adalah episode di mana pertumbuhan suatu negara jatuh jauh
dari rata-rata dunia. Dua contoh yang sangat berbeda dari bencana pertumbuhan yang
Argentina dan banyak negara-negara sub-Sahara Afrika. Pada tahun 1900,
Pendapatan rata-rata Argentina hanya sedikit di bawah orang-orang dari negara maju, dan
itu muncul siap untuk menjadi negara industri utama.
Tapi kinerja pertumbuhannya sejak itu mulai suram, dan sudah mendekati
distribusi pendapatan di negara-negara Afrika dan Sub-Sahara
seperti Chad, Ghana, dan Mozambik. telah sangat miskin di seluruh
sejarah mereka dan tidak mampu untuk mendapatkan setiap pertumbuhan berkelanjutan
dalam pendapatan rata-rata. Akibatnya, pendapatan rata-rata mereka tetap dekat dengan
tingkat subsisten sedangkan pendapatan rata-rata dunia telah terus meningkat.
1.2. Asumsi-Asumsi
Input dan Output
Model Solo berfokus pada empat variabel, yaitu output(Y), modal (K), tenaga kerja (L)
dan “pengetahuan” atau “efektifitas tenaga kerja” (A). Pada saat perekonomian memiliki
sejumlah modal, tenaga kerja dan pengetahuan maka kesemua faktor ini akan
dikombinasikan untuk menghasilkan output. Fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Y(t) = F(K(t),A(t),L(t)) (1.1)
dimana t menunjukkan waktu (time).
Dapat diketahui bahwa waktu (time) tidak dimasukkan kedalam fungsi produksi
secara langsung tetapi hanya melalui K, L dan A. Oleh karena itu, output berubah
sepanjang waktu hanya jika terjadi perubahan pada input. Terutama, jumlah dari output
diperoleh dari kuantitas yang diberikan pada peningkatan modal dan tenaga kerja
sepanjang waktu. Terdapat kemajuan teknologi hanya jika jumlah pengetahuan meningkat.
Dapat diketahui juga bahwa A dan L bersifat penggandaan. AL mengacu pada
tenaga kerja efektif (effective labor) dan kemajuan teknologi diketahui sebagai
peningkatan tenaga kerja (labor-augmenting) atau Harrod-Neutral (Lihat Note 4 pada hal
9). Cara ini memperlihatkan bagaimana A masuk bersama dengan asumsi-asumsi lain
dalam model yang akan mengimplikasikan rasio modal terhadap input, K/Y, akhirnya tidak
berubah. Pada praktiknya, rasio modal-output tidak memperlihatkan secara jelas kenaikan
atau penurunan trend sepanjang periode.
Asumsi dasar dari Model Solow tertuju pada ketersediaan fungsi produksi dan
evolusi dari ketiga input dalam proses produksi sepanjang periode, yaitu modal, tenaga
kerja dan pengetahuan.
Asumsi Yang Berfokus Pada Fungsi Produksi
Kritik yang mendasar pada asumsi yang fokus kepada fungsi produksi adalah
bahwa hal tersebut memiliki tingkat pengembalian yang konstan/tetap pada modal dan
efektifitas tenaga kerja. Oleh karena itu, penggandaan jumlah modal dan efektifitas tenaga
kerja akan menggandakan jumlah yang diproduksi. Secara lebih umum, penggandaan
kedua faktor tersebut dengan konstanta yang positif akan menyebabkan output berubah
oleh faktor yang sama.
F(cK,cAL) = cF(K,AL) dimana untuk semua c ≥ 0 (1.2)
Asumsi dari tingkat pengembalian yang tetap/konstan dapat dijelaskan sebagai
sebuah kombinasi dari dua asumsi yang berbeda. Asumsi pertama, adalah bahwa
perekonomian cukup besar sehingga pendapatan yang selama ini diperoleh dari spesialisasi
telah habis. Dalam sebuah perekonomian yang sangat kecil terdapat cukup kemungkinan
untuk melakukan spesialisasi yang dapat menggandakan jumlah modal dan tenaga kerja
yang melebihi penggandaan output. Model Solow beranggapan bahwa walaupun
perekonomian sudah cukup besar dan jika modal dan tenaga kerja berlipat ganda, input-
input yang baru digunakan dengan cara yang sama dengan input-input yang sudah ada dan
dengan demikian output juga akan berlipat ganda. Asumsi Kedua, adalah bahwa input-
input selain modal, tenaga kerja dan pengetahuan secara relatif dapat dikatakan kurang
penting. Terutama, model mengabaikan tanah dan sumber daya alam lainnya. Jika sumber
daya alam dianggap penting maka penggandaan modal dan tenaga kerja dapat lebih rendah
dari penggandaan output.
Asumsi tingkat pengembalian yang tetap/konstan memperbolehkan kita untuk
bekerja dengan fungsi produksi dalam bentuk intensive form. Dengan meletakkan c =
1/AL dalam persamaan (1.2) maka
Lihat Persamaan (1.3) pada halaman 10.
Disini terlihat K/AL adalah jumlah dari modal( capital) per unit dari tenaga kerja
efektif (effective labor) dan F(K,AL)/AL adalah Y/AL, output per unit dari tenaga kerja
efektif. Mendefinisikan k = K/AL, y = Y/AL, dan f(k) = f(k,l) maka kita dapat menulis
ulang persamaan (1.3) menjadi
y = f(k) (1.4)
Dengan demikian, kita dapat menulis output per unit dari tenaga kerja efektif sebagai
sebuah fungsi dari modal per unit dari tenaga kerja efektif.
Variabel-variabel baru ini, k dan y , bukan merupakan kepentingan dalam hak
mereka. Agaknya, mereka adalah alat untuk mempelajari tentang variabel-variabel yang
kita tertarik. Sebagaimana akan kita lihat, cara yang termudah untuk menganalisis model
adalah fokus pada prilaku k daripada mempertimbangkan secara langsung perilaku dua
argumen dalam fungsi produksi, K dan AL.
Sebuah contoh spesifik dari sebuah fungsi produksi adalah Fungsi Cobb-
Douglas.
F(K,AL) = Kα (AL)1- α 0 < α < 1 (1.5)
Fungsi produksi ini mudah untuk menganalisis dan merupakan contoh yang pertama dan
yang baik dalam fungsi produksi, sehingga fungsi ini sangat berguna.
Ini mudah untuk mengecek bahwa fungsi Coob-Douglas memiliki tingkat
pengembalian konstan. Dengan mengalikan kedua input dengan c maka akan diperoleh:
F(cK,cAL) = (cK)α(cAL)1−α
= cαc1−αKα(AL)1−α (1.6)
= cF(K,AL).
Untuk menemukan bentuk intensive (intensive form) pada fungsi produksi maka
bagilah kedua input dengan AL, sehingga
Kedinamisan k
Karena perekonomian tumbuh sepanjang waktu, hal tersebut lebih mempermudah untuk
fokus pada stok modal per unit dari tenaga kerja efektif, k, daripada ketidaksesuaian stok
modal, K. Sejak k = K/AL kita dapat menggunakan aturan berantai untuk menemukan:
Lihat persamaan (1.16) halaman 14 (1.16)
K/AL adalah k. Dari persamaan (1.8) dan (1.9), L/L dan A/A adalah n dan g dimana K
adalah given berdasarkan (1.15). Mensubtitusikan fakta-fakta in kedalam persamaan (1.16)
menghasilkan:
Akhirnya, menggunakan kenyataan bahwa Y/AL adalah given oleh f(k) maka kita
mempunyai:
Persamaan (1.18) adalah kunci persamaan Model Solow. Ini menyatakan bahwa
tingkat perubahan dari stok modal per unit dari tenaga kerja efektif adalah perbedaan
antara dua hal. Pertama, sf (k) adalah investasi yang sebenarnya per unit tenaga kerja
efektif: output per unit tenaga kerja efektif adalah f(k) dan penyebaran dari output yang
diinvesyasikan adalah s. Kedua, (n+g+δ)k adalah investasi balik modal (break even
invesment), dengan jumlah investasi yang harus dilakukan untuk menjaga k pada level
yang ada. Terdapat dua alasan mengapa investasi dibutuhkan untuk mencegah k agar tudak
menurun. Alasan pertama, modal yang ada mengalami depresiasi; modal ini harus
dipindah tempatkan dalam bentuk investasi untuk menjaga stock/nilai modal agar tidak
turun. Hal ini merupakan istilah δk dalam persamaan (1.18). Alasan Kedua, kuantitas dari
tenaga kerja efektif meningkat. Dengan demikian, melakukan investasi untuk menjaga stok
modal (K) agar tidak berubah (konstan) masih tidak cukup untuk menjaga stok modal per
unit tenaga kerja efektif untuk tetap konstan. Sejak kuantitas dari tenaga kerja efektif
tumbuh pada tingkat n + g, maka stok modal harus tumbuh pada tingkat n + g untuk
menjaga agar k tetap bertahan. Ini adalah istilah (n + g )k dalam persamaan (1.18).
Gambar 1.2 menggambarkan dua istilah dalam mengekspresikan k sebagai fungsi
dari k. Investasi balik modal, (n+g+δ)k, adalah proporsional pada k. Investasi yang
sebenarnya (actual invesment), sf(k), adalah output waktu yang konstan per unit tenaga
kerja efektif.
Sejak f(0)=0, investasi yang sebenarnya (actual invesment) dan investasi balik
modal adalah sama pada saat k = 0. Kondisi Inada menyiratkan bahwa pada saat k = 0,
f’(k) adalah besar dan bahwasannya garis sf(k) lebih curam dari garis (n+g+δ)k. Demikian
untuk nilai kecil dari k, investasi aktual lebih besar daripada investasi balik modal. Kondisi
Inada juga menyiratkan bahwa f’(k) turun/jatuh menuju 0 (zero)sebagai hasil k yang
menjadi besar. Pada beberapa titik, slope (tingkat kemiringan) garis investasi aktual turun
di bawah garis investasi balik modal. Dengan garis sf(k) yang lebih mendatar daripada
garis ( n+g+δ)k, maka keduanya akhirnya saling berpotongan. Akhirnya, kenyataan bahwa
f”(k) < 0 menyiratkan bahwa perpotongan antara dua garis hanya sekali terjadi untuk k >0.
Gambar 1.3. meringkas informasi di atas dalam bentuk diagran fase (phase
diagram) yang menunjukkan k sebagai sebuah fungsi dari k. Jika k mula-mula kurang dari
k*, maka investasi aktual akan melebihi investasi balik modal dan maka k akan positiv, dan
itulah sebabnya k meningkat. Jika k melebihi k*, maka k negativ. Akhirnya, jika k sama
dengan k*, kemudian k adalah nol (zero).
Kita mengetahui bahwa peningkatan pada s akan meningkatkan k*. Hal tersebut bisa saja
menaikkan peningkatan atau malah menurunkan konsumsi dalam jangka panjang
tergantung apakah f’(k*)-marginal produk dari modal- lebih banyak atau lebih sedikit dari
(n + g + δ).
dimana y* = f(k*) adalah tingkat output per unit dari tenaga kerja efektif pada jalur
pertumbuhan keseimbangan. Untuk menemukan ∂y*/∂s, kita perlu menemukan ∂k*/∂s.
Untuk melakukan hal ini ingatlah bahwa k* diartikan oleh kondisi bahwa k = 0.
Persamaan (1.22) halaman 22 (1.22)
Persamaan (1.22) mempertahankan semua nilai s (dan dari n, g, δ) sehingga derivativ dari
dua sisi yang menghasilkan s adalah sama.
dimana argumen dari k* dihilangkan untuk penyederhanaan. Ini akan bisa disusun ulang
untuk menghasilkan:
Dua perubahan membantu dalam mengekspresikan hal ini. Yang pertama adalah untuk
mengkonversikan/mengubah dalam sebuah elastisitas dengan mengalikan kedua sisi
dengan s/y*. Yang kedua adalah menggunakan fakta bahwa sf(k*) = (n + g + δ)k* untuk
mensubstitusi untuk s. Hal ini akan menghasilkan:
k*f’(k*)/f(k*) adalah elastisitas dari output yang memperhatikan modal pada saat k = k*.
Dengan mencatat hal ini dengan αk (k*), kita mempunyai :
Jika pasar kompetitif dan tidak ada eksternalitas (eksternalitas dapat diartikan sebagai
kejadian yang mengakibatkan kerugian pada pihak ketiga, misalnya dalam hal berproduksi
menyebakan polusi di daerah sekitar sehingga harus mengeluarkab biaya eksternalitas)
maka modal akan menghasilkan marginal produk. Sejak output sama dengan ALf(k) dan k
sama dengan K/AL, marginal produk dari modal, ∂Y/∂K, adalah Alf (k) [1/(AL)], atau
hanya f’(k). Hal tersebut tercapai jika modal mendapatkan marginal produknya, yaitu total
jumlah yang dihasilkan oleh modal (per unit tenaga kerja efektif).
Persamaan (1.32) menyiratkan bahwa elastisitas marginal produk dari kapital yang terkait
dengan output adalah –(1- α.)/ α. Jika α. = 1/3, sebuah sepuluh kali perbedaan dalam output
per tenaga kerja muncul dari perbedaandalam modal per tenaga kerja yang menyiratkan
100 kali perbedaan dalam marginal produk dari modal.
Lagi-lagi, tidak ada bukti dalam hal perbedaan tingkat pengembalian. Pengukuran
langsung atas pengembalian aset keuangan misalnya, hanya menyarankan variasi yang
moderat sepanjang waktu dan antar lintas negara. Lebih lanjut dikatakan, kita dapat belajar
banyak tentang perbedaan antar negara dengan menguji dimana pemilik modal ingin
meninvestasikan modalnya. Jika tingkat pengembalian lebih besar dari suatu faktor 10 atau
100 di negara miskin dibanding di negara kaya akan ada insentif yang besar untuk
berinvestasi di negara-negara miskin. Perbedaan dalam tingkat pengembalian akan
memerlukan banyak pertimbangan, seperti ketidaksempurnaan modal dan pasar, kebijakan
pajak pemerintah, ketakutan atas pengambilalihan dan sebagainya, dan kita akan
mengamati aliran modal yang sangat besar dari negara kaya ke negara miskin.
Akuntansi Pertumbuhan
Dalam banyak situasi, kita tertarik pada perkiraan determinan dari pertumbuhan.
Itulah mengapa kita sering ingin mengetahui seberapa besar selama beberapa periode yang
berkaitan untuk meningkatkan berbagai faktor dalam produksi dan berapa lagi yang
dihasilkan dari kekuatan lain. Akuntansi pertumbuhan yang dipelopori oleh Abramovitz
(1956) dan Solow (1957) menyediakan sebuah cara untuk menyelesaikan permasalahan
ini.
Untuk melihat bagaimana akuntansi pertumbuhan bekerja pertimbangkan lagi
fungsi produksi Y(t) = F(K(t), A(t),L(t)) yang menyiratkan:
∂Y/∂L dan ∂Y/∂A menunjukkan (∂Y/∂(AL)A dan (∂Y/∂(AL)L. Dengan membagi dua sisi
dengan Y(t) maka akan didapatkan :
Disini, αL(t) adalah elastisitas output yang berkaitan dengan tenaga kerja pada saat waktu
t. Sementara itu, αK(t)adalah elastisitas output yang berkaitan dengan modal dan R(t) ≡
[A(t)/Y(t)] [∂Y(t)/ ∂A(t)] [A(t)/ A(t)]. Dengan mengurangi L(t)/L(t) dari kedua sisi dan
dengan fakta bahwa αL(t)+ αK(t) = 1 memberikan sebuah ekspresi untuk tingkat
pertumbuhan per tenaga kerja sebagai berikut:
Persamaan (1.35) halaman 29 (1.35)
Tingkat pertumbuhan dari Y,K,L adalah langsung untuk mengukur. Dan kita
mengetahui bahwa jika modal menghasilkan marginal produknya, αK dapat diukur
menggunakan data pembagian pendapatan yang digunakan untuk modal. R(t) kemudian
dapat diukur sebagai residu (1.35). Persamaan (1.35) menyediakan sebuah cara untuk
mengkomposisikan pertumbuhan output per tenaga kerja kedalam kontribusi pertumbuhan
modal per tenaga kerja dan sebuah istilah sisa yang dikenal dengan Solo Residual. Solo
Residual kadang-kadang diinterpreatsikan sebagai sebuah pengukuran atas kontribusi
kemajuan teknologi.
Konvergensi
Sebuah isu yang telah menarik perhatian yang dapat dipertimbangkan dalam kerja
empiris atas pertumbuhan adalah apakah negara-negara miskin cenderung untuk tumbuh
lebih cepat daripada negara-negara kaya. Sedikitnya ada tiga alasan dimana salah satunya
mungkin diprediksi sebagai sebuah konvergensi. Pertama, Model Solow memprediksi
bahwa negara-negara memusatkan pada keseimbangan pertumbuhan mereka. Hal tersebut
untuk mempertegas bahwa perbedaan dalam output per tenaga kerja muncul dari negara-
negara yang secara relatif memiliki perbedaan nilai pada keseimbangan pertumbuhan
mereka, salah satunya akan mengekspektasi negara-negara miskin untuk mengejar
ketertinggalan mereka dari negara-negara kaya. Kedua, Model Solow menyiratkan bahwa
tingkat pengembalian pada modal adalah lebih rendah di negara-negara dengan modal per
tenaga kerja yang lebih besar. Dengan demikian terdapat insentif bagi modal untuk
mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Hal ini juga akan cenderung menyebabkan
konvergensi. Ketiga, Jika ada ketertinggalan dalam difusi pengetahuan maka perbedaan
pendapatan akan muncul sebab beberapa negara belum menerapkan teknologi terbaik yang
tersedia. Perbedaan-perbedaan ini mungkin cenderung untuk mengecilkan peluang negara-
negara miskin memperoleh akses pada metode seni bernegara.
Baumol (1986) menguji konvergensi dari tahun 1870 ke 1979 pada 16 negara
industri yang datanya telah disediakan oleh Madison (1982). Baumol meregresi
pertumbuhan output selama periode tersebut pada sebuah pendapatan mula-mula dan
konstan. Dia mengestimasikan:
Persamaan (1.36) halaman 32 (1.36)
Disini, ln(Y/N) adalah log pendapatan per orang, e adalah error term dan i adalah indeks
negara-negara. Jika terdapat konvergensi, b akan negativ: negara dengan pendapatan awal
yang tinggi mempunyai pertumbuhan yang lebih rendah. Suatu nilai untuk b yaitu -1 yang
terkait dengan konvergensi yang sempurna. Pendapatan awal yang lebih tinggi secara rata-
rata lebih rendah pertumbuhannya, sehingga output per orang pada tahun 1979 tidak
berhubungan dengan angka-angka pada tahun 1870. Sebuah nilai untuk untuk b dari 0 di
sisi yang lain menyiratkan bahwa pertumbuhan tidak berhubungan dengan pendapatan
awal dan itulah mengapa tidak terdapat konvergensi. Hasilnya adalah:
dimana angka dalam kurung 0,094 adalah standar error dari koefisien regresi. Gambar 1.7
memperlihatkan hubungan scatterplot dalam regresi ini.
Regresi ini menghasilkan hampir konvergensi sempurna. Estimasi terhadap b
hampir sama dengan -1, dan ini diestimasikan secara adil dan jelas melalui nilai standar
error sebesar 0,81 dan interval keyakinan 1,18. Dalam contoh ini, pendapatan perkapita
saat ini secara esensial tidak berkaitan dengan pendapatan per kapita 100 tahun yang lalu.
DeLong (1988) menunjukkan bahwa temuan Baumol sebagian besar adalah palsu.
Terdapat dua masalah, yaitu pertama:dalam hal seleksi sampel. Sejak data-data historis
dibangun secara retrospektif maka negara-negara yang mempunyai data series yang
panjang pada umumnya adalah negara-negara indstri yang ada saat ini. Negara-negara
yang tidak kaya 100 tahun yang lalu secara tipikal akan menjadi sampel hanya jika mereka
tumbuh secara cepat selama 100 tahun kemudian. Negara-negara yang kaya 100 tahun
yang lalu dalam kenyataannya secara umum termasuk dalam pertumbuhan yang rendah
atau moderat. Karena hal ini, kita seperti ingin melihat negara-negara miskin tumbuh lebih
cepat dibandingkan negara-negara kaya.
Cara alami untuk menghilangkan bias ini adalah dengan menggunakan sebuah
aturan dalam pemilihan sampel yang tidak didasarkan pada variabel yang sedang dicoba
dijelaskan, yang tumbuh selama periode 1870-1979. Kekurangan data membuat hal ini
tidak mungkin untuk seluruh dunia. DeLong kemudian mempertimbangkan negara-negara
terkaya pada 1870; terutama sampelnya terdiri dari semua negara yang paling tidak sama
kayanya dengan negara termiskin kedua dalam sampael baumol, yaitu Finlandia. Hal ini
menyebabkandia untuk menambah tujuh negara ke daftar Baumol (Argentina, Chili,
Jerman Timur, Irlandia, Selandia Baru, Portugal dan Spanyol) serta membuang satu negara
yaitu Jepang.
Masalah kedua yang diidentifikasi oleh DeLong adalah kesalahan pengukuran
(measurement error). Mengestimasikan pendapatan per kapita yang riil pada tahun tahun
1870 adalah tidak tepat. Kesalahan pengukuran lagi-lagi menghasilkan bias dalam temuan
konvergensi. Ketika tahun 1870 pendapatan cenderung dibesar-besarkan, pertumbuhan
pada periode 1870-1979 dikecil-kecilkan oleh suatu jumlah yang sama.
DeLong kemudian mempertimbangkan model berikut :
disini ln [(Y/N)1870]* adalah nilai yang sebenarnya atas log pendapatan per kapita pada
tahun 1870 dan ln [(Y/N)1870] adalah nilai yang diukur. e dan u diasumsikan tidak
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dan dengan ln [(Y/N)1870]*.
Sayangnya, ini tidak mungkin untuk mengestimasi model ini hanya dengan
menggunakan data pada ln [(Y/N)1870] dan ln [(Y/N)1979]. Permasalahannya adalah
adanya perbedaan hipotesis yang membuat prediksi yang identik terhadap data. Misalnya,
anggaplah kita menemukan bahwa mengukur pertumbuhan yang negativ yang berkaitan
dengan pendapatan awal. Hal ini secara nyata merupakan satu hal yang akan
mengekpektasi apakah kesalahan pengukuran tidak penting dan tidak ada konvergensi
yang benar ataukah jika kesalahan pengukuran penting dan tidak ada konvergensi yang
benar. Secara teknis, model ini tidak di identifikasi.
DeLong berpendapat, bagaimanapun, bahwa kita mempunyai paling sedikit ide
yang masih kasar bagaimana baiknya data tahun 1870, dan kemudian mempunyai rasa dari
apa yang disebut sebagai nilai-nilai yang masuk akal untuk standar deviasi dari kesalahan
pengukuran. Misalnya, δu = 0.01 menyiratkan bahwa kita telah mengukur pendapatan awal
dengan rata-rata 1 persen yang terlihat rendah. Hampir sama, δu = 0.50, sebuah rata-rata
kesalahan yang terlihat tinggi. DeLong menunjukkan bahwa jika kita memperbaiki suatu
nilai dari δu maka kita akan mengestmasi parameter yang tersisa.
Tabungan dan Investasi
Memperhatikan sebuah dunia dimana setiap negara digambarkan oleh Model
Solow dan dimana semua negara memiliki jumlah modal per unit yang sama pada tenaga
kerja efektif. Sekarang anggaplah bahwa tingkat tabungan di suatu negara meningkat. Jika
semua tambahan tabungan di investasikan di tingkat domestik, maka marginal produk dari
modal di negara itu akan turun di bawah negara-negara lain. Penduduk negara tersebut
kemudian memperoleh insentif untuk berinvestasi di luar negeri. Dengan demikian, jika
tidak ada hambatan terhadap aliran modal (capital flows) tidak semua tambahan tabungan
di investasikan di dalam negeri.
Feldstein dan Horioka (1980) menguji hubungan antara tingkat tabungan dan
tingkat investasi. Mereka menemukan bahwa, bertentangan dengan pandangan yang
sederhana, tabungan dan investasi berhubungan sangat kuat. Secara lebis spesifik,
Feldstein dan Horioka meregresi 21 negara industri yang rata-rata pembagian investasi
dalam GDP selama periode 1960-1974 adalah konstan dan rata-rata pembagian tabungan
dalam GDP selama periode berlangsung. Hasilnya adalah :
dimana angka di dalam kurung adalah standar error. Dari data terlihat seperti tidak ada
hubungan antara tabungan dan investasi, tetapi yang ada adalah hubungan one-to-one.
Terdapat berbagai kemungkinan penjelasan atas temuan Feldsten dan Horioka.
Satu kemungkinan, yang disarankan oleh mereka adalah adanya halangan yang signifikan
dalam mobilitas modal. Dalam kasus ini, perbedaan dalam hal saving dan investasi
melintasi negara akan diasosiasikan dengan perbedaan tingkat pengembalian.
Kemungkinan lain adalah adanya variabel yang mendasari berpengaruh pada
tabungan dan investasi. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi dapat mengurangi baik
tabungan maupun investasi (Barro,Mankiw, and Sala-i-Martin, 1995). Hampir sama,
negara-negara dengan penduduk yang mempunyai tingkat bunga yang rendah, dan tingkat
tabungan tinggi bisa menyiapkan iklim investasi yang menguntungkan daripada menaikkan
tabungan; misalnya mereka mungkin membatasi kemampuan pekerja untuk membentuk
serikat pekerja yang tangguh.
Akhirnya, asosiasi yang kuat antara tabungan dan investasi dapat muncul dari
kebijakan pemerintah berupa kekuatan yang dapat membuat tabungan dan investasi
berbeda. Pemerintah mungkin enggan untuk memperbesar gap(jurang) antara tabungan dan
investasi.
Sumber daya alam, polusi dan pertimbangan lingkungan lainnya tidak tersedia dalam
Model Solow. Tetapi paling tidak sejak Malthus (1798) membuat argumen klasiknya
banyak orang percaya bahwa pertimbangan-pertimbangan ini adalah kritik pada
kemungkinan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Misalnya, jumlah minyak dan
sumber daya alam lainnya di dalam bumi adalah tetap. hal ini dapat berarti bahwa setiap
upaya mengambil sumber daya alam secara terus menerus pada akhirnya akan mengurangi
sumber daya tersebut. Hampir sama, supply yang tetap atas tanah mungkin menjadi
kendala yang mengikat pada kemampuan kita untuk memproduksi. Atau pernah
peningkatan output mungkin menyebabkan peningkatan stok polusi yang dapat
menyebabkan pertumbuhan berhenti.
Bagian ini mengarahkan isu bagaimana keterbatasan lingkungan berpengaruh
pada pertumbuhan jangka panjang. Dalam pemikiran tentang isu ini, merupakan hal yang
penting untuk membedakan antara faktor-faktor lingkungan yang didefinisikan sebagai hak
milik, yaitu sumber daya alam dan tanah, dan faktor-faktor lingkungan yang didefinisikan
bukan sebagai hak milik, misalnya udara dan air yang gratis.
Keberadaan hak milik untuk sebuah lingkungan yang baik mempunyai dua
implikasi yang penting. Pertama adalah bahwa pasar menyediakan signal nilai-nilai yang
berfokus pada bagaimana barang-barang seharusnya digunakan. Misalnya, bukti terbaik
yang tersedia menunjukkan bahwa terbatasnya supply minyak akan menjadi keterbatasan
yang penting pada kemampuan kita untuk memproduksi di masa yang akan datang. Hal ini
berarti bahwa minyak akan menjadi harga yang tinggi di masa depan. Sebaliknya, pemilik
minyak tidak mau menjual minyak mereka dengan harga yang rendah saat ini. Minyak
tersebut mendorong harga yang tinggi saat ini sehingga para pengguna saat ini mempunyai
insentif untuk memeliharanya. Ringkasnya, bukti bahwa jumlah yang tetap dari minyak
terlihat seperti membatasi kemampuan kita untuk memproduksi di masa depan tidak akan
menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan intervensi.
Implikasi kedua dari keberadaan hak milik untuk sebuah barang lingkungan
adalah bahwa kita bisa menggunakan harga barang-barang untuk mendapatkan bukti
tentang pentingnya barang-barang tersebut dalam produksi. Misalnya, bukti bahwa minyak
akan menjadi halangan yang penting pada produksi masa depan akan
menyebabkannyaharga tinggi sekatrang, para ekonom dapat menggunakan harga saat ini
untuk menyimpulkan apa bukti terbaik tentang pentingnya minyak. Mereka tidak
membutuhkah penilaian dari bukti-bukti tersebut secara independen.
T(t) = 0 (1.42.)
Sama halnya, kenyataan bahwa pendukung sumber daya alam juga tetap dan bahwa
sumber daya alam digunakan di dalam produksi menyiratkan bahwa sumber daya alam
akan habis pada akhirnya. Meskipun sumber daya alam meningkat dalam sejarah, namun
kita mengasumsikan:
Persamaan (1.43) halaman 38 (1.43)
Kehadiran sumber daya alam dan tanah dalam fungsi produksi berarti bahwa K/AL
tidak lama menyatu pada nilai. Sebagai akibatnya, kita tidak dapat menggunakan
pendekatan kita sebelumnya yang berfokus pada K/AL untuk menganalisa perilaku
perekonomian. Strategi yang berguna dalam situasi seperti ini adalah dengan menanyakan
apakah akan ada keseimbangan pertumbuhan, dan jika ada tingkat pertumbuhan apa dan
variabel-variabel ekonomi apa saja yang menentukan pertumbuhan.
Dengan asumsi A,L,R dan T tumbuh pada tingkat konstan maka apa yang
dibutuhkan adalah sebuah keseimbangan pertumbuhan dimana K dan Y masing-masing
tumbuh pada tingkat konstan. Persamaan gerak untuk modal, K(t) = sY(t) - δK(t)
menyiratkan bahwa tingkat pertumbuhan K adalah:
Persamaan tersebut untuk tingkat pertumbuhan K yang menjadi konstan, Y/K yang harus
konstan. Oleh karenanya tingkat pertumbuhan Y dan K pasti akan sama.
Kita dapat menggunakan fungsi produksi (1.41) untuk menemukan kapan hal ini
terjadi. Dengan mengambil log dari kedua sisi persamaan (1.41) memberi kita:
Kita sekarang dapat membedakan kedua sisi dari ekspresi ini dengan memperhatikan
waktu. Dengan menggunakan kenyataan bahwa derivasi waktu dari log variabel yang sama
tingkat pertumbuhan variabel kita mendapatkan:
Kita sekarang mengetahui dengan dengan temuan kita bahwa gy dan gx haruslah sama jika
perekonomian kenyataannya menyatu dalam kesimbangan pertumbuhan. Dengan
memaksakan gx = gy pada persamaan (1.47) dan memecahkan persoalan gy memberikan
kita:
Polusi
Penurunan kuantitas sumber daya alam dan tanah per tenaga kerja bukan
merupakan satu-satunya cara bahwa permasalahan lingkungan dapat membatasi
pertumbuhan. Produksi menghasilkan polusi. Polusi ini mengurangi ketepatan output yang
diukur. Itulah, jika data kita adalah output riil dimana harga merupakan refleksi dari
pengaruh kegunaannya, polusi akan memasukkan sebuah harga negatif. Sebagai tambahan,
polusi dapat meningkat sampai titik dimana polusi tersebut mengurangi output yang sudah
diukur. Sebagai contoh, pemanasan global dapat mengurangi output melalui pengaruhnya
pada tingkat permukaan laut dan kondisi cuaca.
Teori ekonomi tidak memberi kita alasan untuk optimis tentang persoalan polusi,
karena orang-orang yang menyebabkan polusi tidak menanggung biaya atas polusi mereka.
Sebuah ketidakteraturan pasar memicu terjadinya polusi yang berlebihan. Sama halnya,
tidak ada upaya untuk mencegah bencana dalam sebuah pasar yang tidak teratur. Sebagai
contoh, anggaplah terdapat beberapa tingkat polusi kritis yang akan menghasilkan
perubahan iklim secara tiba-tiba dan drastis. Karena efek polusi adalah eksternal, maka
tidak ada mekanisme pasar untuk mencegah peningkatan polusi seperti di level tersebut,
atau bahkan sebuah harga pasar dari lingkungan yang bebas polusi mengingatkan kita
bahwa individu yang mengetahui dampak inipun percaya bahwa sebuah bencana semakin
dekat.
Secara konseptual, kebijakan yang benar untuk menyelesaikan polusi adalah
secara langsung pada pokok masalahnya. Kita seharusnya mengestimasi nilai dolar dari
eksternalitas negatif dan pajak polusi dari jumlah ini. Hal ini akan membawa biaya pribadi
dan biaya sosial dan akan menghasilkan tingkat polusi yang dapat diterima masyarakat.
Walaupun menggambarkan kebijakannya cukup mudah, namun hal ini masih
perlu untuk mengetahui seberapa parah masalah polusi tersebut. Dalam istilah pengertian
pertumbuhan ekonomi, kita akan mengetahui dari seberapa besar polusi berpengaruh pada
pertumbuhan. Dalam hal kebijakan, kita ingin mengetahui seberapa besar pajak polusi
dapat diterima. Kita juga ingin mengetahui apakah pajak polusi secara politik tidak layak,
keuntungan dari pendekatan berbagai pendekatan regulasi akan membebani biaya mereka.
Sejak tidak ada harga pasar yang dapat digunakan sebagai panduan, para ekonom
yang tertarik pada polusi harus memulai dengan melihat bukti-bukti ilmiah. dalam kasus
pemanasan global misalnya, sebuah estimasi nilai yang masuk akal adalah bahwa
ketiadaan intervensi menyebabkan rata-rata temperatur akan meningkat 3 derajat
centigrade dalam kurun waktu 1990-2050 dengan berbagai dampak pada iklim (Nordhaus,
1992). Para ekonom dapat membantu mengestimasi tingkat kesejahteraan sebagai
konsekuensi dari perubahan iklim tersebut. Untuk memberi satu contoh, para ahli dalam
bidang pertanian telah memperkirakan dampak pemanasan global pada kemampuan petani
di Amerika Serikat.untuk melanjutkan pertumbuhan tanaman mereka saat ini. Studi ini
menyimpulkan bahwa pemanasan global akan memberi pengaruh negatif yang cukup
signifikan. Mendelsohn, Nordhaus, dan Shaw (1994) mencatat bahwa petani dapat
merespon pola perubahan cuaca melalui pergerakan tanaman yang berbeda atau bahkan
mereka mengalihkan tanah mereka untuk kegunaan selalin pertanian secara bersama-sama.
Mereka menemukan bahwa satu kali kemungkinan ini dilakukan akan menyebabkan
dampak dari pemanasan global pada petani adalah kecil dan mungkin positif.