Anda di halaman 1dari 39

EKONOMI MAKRO INTERMEDIATE (MEI 5102)

AKUMULASI MODAL DAN PERTUMBUHAN


POPULASI (KONSEP DAN KASUS)

OLEH KELOMPOK 5 :

NI PUTU AYU SEPTIANI S.E (2381411002) (02)


NI LUH PUTU KARIANI DEWI S.E (2381411007) (07)
DESAK PUTU EMMEI JULIANTARI S.E (2381411015) (15)

PROGAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023

0
AKUMULASI MODAL DAN PERTUMBUHAN POPULASI
(KONSEP DAN KASUS)

1.1 Akumulasi Modal


Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana
pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi
berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output
barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Tahap pertama adalah mengkaji
bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal.
Dalam tahap pertama ini, diasumsikan bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah
tetap. Kemudian asumsi diubah dengan memperkenalkan perubahan-perubahan dalam
angkatan kerja serta perubahan-perubahan dalam teknologi.

1.1.1 Penawaran dan Permintaan terhadap Barang


Penawaran dan permintaan terhadap barang memainkan peranan penting dalam
model perekonomian statis. Model Solow memperhatikan penawaran dan permintaan
terhadap barang.

Penawaran Barang dan Fungsi Produksi


Mankiw (2006) menyatakan penawaran barang dalam model Solow didasarkan
pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung
pada persediaan modal dan angkatan kerja.
Y = F(K, L)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi melalui
skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constant returns to scale).
Asumsi ini sering dianggap realistis, seperti akan kita lihat berikut ini, asumsi ini
membantu untuk mempermudah analisis. Ingatlah bahwa fungsi produksi memiliki
skala pengembalian konstan jika:
zY = F(zK, zL)

1
Dengan z bernilai positif. Jika kita mengalikan modal dan tenaga kerja dengan
z, kita juga mengalikan jumlah output dengan z. Fungsi produksi dengan skala
pengembalian konstan memungkinkan kita menganalisis seluruh variabel dalam
perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Untuk melihat
kebenarannya, gunakan z = 1/L dalam persamaan di atas untuk mendapatkan:
Y / L = F(K/L, 1)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah fungsi
dari jumlah modal per pekerja K/L. (Angka “1” adalah, tentu saja, konstan sehingga
bisa dihilangkan asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya
perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah pekerja tidak mempengaruhi hubungan
antara output per pekerja dan modal per pekerja.
Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup beralasan
untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Kita nyatakan hal ini
dengan huruf kecil, sehingga y = Y/L adalah output per pekerja, dan k = K/L adalah
modal per pekerja selanjutnya kita bisa menulis fungsi produksi sebagai :
y = f(k)
dimana kita definisikan f(k) = F(k,1). Gambar 1 menunjukkan fungsi produksi ini,
kemiringan dari fungsi produksi ini menunjukkan berapa banyaknya output tambahan
yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan. Angka
yang diperoleh menunjukkan produk marginal modal MPK. Secara matematis ditulis :
MPK = f(k + 1) – f(k)
Ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih datar,
yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk marjinal modal
yang kian menurun. Ketika k rendah, rata-rata pekerja hanya memiliki sedikit modal
untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan begitu berguna dan dapat
memproduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata pekerja memiliki
banyak modal, sehingga satu unit modal tambahan hanya sedikit meningkatkan
produksi. Fungsi produksi menunjukkan bagaimana jumlah modal per pekerja k
menentukan jumlah output per pekerja y = f(k). Kemiringan fungsi produksi adalah
produk marjinal modal : jika k meningkat 1 unit, y meningkat sebesar MPK unit. Fungsi

2
produksi menjadi lebih datar ketika k naik, yang menunjukkan penurunan produk
marjinal modal.

Gambar 1. Fungsi Produksi


Fungsi Produksi. Fungsi
produksi menunjukkan
bagaimana jumlah modal
per pekerja y = f(k).
Kemiringan fungsi
produksi adalah produk
marjinal modal : jika k
meningkat 1 unit, y
meningkat sebesar MPK
unit. Fungsi produksi
menjadi lebih datar ketika
k naik, yang menunjukkan
penurunan produk marjinal
modal.

Sumber : Mankiw, 2006

Permintaan terhadap Barang dan Fungsi Konsumsi


Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan
investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja c
dan investasi per pekerja i :
y=c+i
Persamaan ini adalah versi per pekerja dan identitas perhitungan pendapatan
nasional untuk suatu perekonomian. Lihatlah bahwa persamaan itu menghilangkan
belanja pemerintah (yang untuk saat ini bisa kita hilangkan) dan ekspor neto (karena
diasumsikan perekonomian tertutup).
Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s
dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Dengan fungsi konsumsi
sederhana :
c = (1 – s)y,

3
Dimana s, tingkat tabungan, adalah angka antara nol dan satu. Perlu diingat
bahwa berbagai kebijakan pemerintah secara potensial bisa mempengaruhi tingkat
tabungan nasional, sehingga salah satu dari tujuan kita adalah mencari berapa tingkat
tabungan yang diinginkan. Namun, sekarang kita asumsikan tingkat bunga s sudah
baku. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi ini berpengaruh pada investasi,
substitusikan (1-s)y untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional :
y = (1 – s)y + i
Dan diubah lagi menjadi:
i = sy
Persamaan ini menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan, tingkat
tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.
Untuk setiap persediaan modal k tertentu, fungsi produksi y = f(k) menentukan
berapa banyak output yang diproduksi perekonomian, dan tingkat tabungan s
menentukan alokasi output diantara konsumsi dan investasi.

1.1.2 Pertumbuhan Persediaan Modal dan Kondisi Mapan


Pada setiap momen, persediaan modal adalah determinan output perekonomian
yang penting karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan
itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang
mempengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada
pengeluaran untuk peluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan
persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu
menyebabkan persediaan modal berkurang.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, investasi per pekerja i sama dengan sy.
Dengan mengganti fungsi produksi untuk y, kita bisa menunjukkan investasi per
pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal per pekerja :
i = sf(k).
Persamaan ini mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan
akumulasi modal baru i. Gambar 2 menunjukkan hubungan ini, gambar ini
menunjukkan bagaimana untuk setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi

4
produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh
tingkat tabungan s.
Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa sebagian
tertentu dari persediaan modal δ menyusut setiap tahun. Di sini δ disebut tingkat
depresiasi. Sebagai contoh, jika usia modal rata-rata 25 tahun, maka tingkat
depresiasinya adalah 4 persen per tahun (δ = 0,04). Jumlah modal yang terdepresiasi
setiap tahun adalah δk. Gambar 3 menunjukkan bagaimana jumlah depresiasi
bergantung pada persediaan modal.
Gambar 2 Output, Konsumsi dan Investasi

Output, Konsumsi,
dan Investasi.
Tingkat tabungan s
menentukan alokasi
output di antara
konsumsi dan
investasi. Untuk
setiap tingkat
modal k, output
adalah f(k),
investasi adalah
sf(k), dan konsumsi
adalah f(k) – sf (k)

Sumber : Mankiw, 2006

5
Gambar 3 Depresiasi
Depresiasi. Sebagian
persediaan modal yang
konstan δ habis dipakai
setiap tahun. Karena
itu, depresiasi adalah
proporsional terhadap
persediaan modal.

Sumber : Mankiw, 2006

Kita bisa nyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal
dalam persamaan ini :
Perubahan persediaan modal = Investasi - Depresiasi
∆k = i - δk
dimana ∆k adalah perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dan tahun
berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), kita bisa menulisnya sebagai,
∆k = sf(k) - δk
Gambar 4 memperlihatkan komponen dari persamaan ini investasi dan
depresiasi untuk tingkat persediaan modal k yang berbeda. Semakin tinggi persediaan
modal, semakin besar jumlah output dan investasi. Namun semakin tinggi persediaan
modal, semakin besar pula jumlah depresiasinya. Sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 4, ada persediaan modal k* di mana jumlah investasi sama dengan jumlah
depresiasi. Jika perekonomian berada dalam tingkat persediaan modal ini, maka
persediaan modal tidak akan berubah karena dua kekuatan investasi dan depresiasi
beraksi di dalamnya secara seimbang. Yaitu, pada k*, ∆k = 0, sehingga persediaan
modal k dan output f(k) dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak tumbuh atau
menyusut). Karena itu, kita menyebutnya k* sebagai tingkat modal pada kondisi
mapan (steady-state level of capital).

6
Kondisi mapan signifikan karena dua alasan. Seperti kita lihat, perekonomian
pada kondisi mapan akan tetap stabil. Selain itu, yang juga penting, perekonomian yang
tidak berada pada kondisi mapan akan berusaha menuju kesana. Yaitu, tanpa
memperhatikan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian,
perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal yang digunakan pada awal
perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal kondisi mapan.
Dalam hal ini, kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian
jangka panjang.
Gambar 4. Investasi, Depresiasi dan Kondisi Mapan

Sumber : Mankiw, 2006


Investasi, Depresiasi, dan Kondisi Mapan. Tingkat modal kondisi mapan k*
adalah tingkat di mana investasi yang menunjukkan bahwa jumlah modal tidak akan
berubah sepanjang waktu. Di bawah k*, investasi melebihi depresiasi, sehingga
persediaan modal tumbuh. Di atas k*, investasi kurangdari depresiasi, sehingga
persediaan modal menyusut.
Untuk melihat mengapa perekonomian selalu berakhir pada kondisi mapan,
anggaplah bahwa perekonomian diawali dengan tingkat modal yang lebih kecil dari
tingkat modal kondisi mapan, seperti tingkat k1 dalam gambar 4. Dalam hal ini, tingkat

7
investasi melebihi jumlah depresiasi. Sepanjang waktu, persediaan modal akan naik
dan akan terus naik bersamaan dengan output f(k) sampai mendekati kondisi mapan
k*.
Demikian pula, anggaplah bahwa perekonomian dimulai dengan tingkat modal
yang lebih besar dari tingkat modal kondisi mapan, yaitu tingkat k2. Dalam hal ini,
investasi lebih kecil daripada depresiasi : modal akan habis dipakai lebih cepat
ketimbang penggantiannya. Persediaan modal akan turun, yang sekali lagi mendekati
tingkat kondisi mapan. Sekali persediaan modal mencapai kondisi mapan, investasi
sama dengan depresiasi, dan tidak ada tekanan terhadap persediaan modal untuk naik
atau turun.

1.1.3 Mendekati Kondisi Mapan: Sebuah Contoh Numerik


Mari kita gunakan sebuah contoh numerik untuk melihat bagaimana model
Solow bekerja dan bagaimana perekonomian mendekati kondisi mapan. Untuk contoh
ini, kita asumsikan bahwa fungsi produksi adalah
Y = K1/2L1/2
Untuk menurunkan fungsi produksi per pekerja f(k), bagi kedua sisi fungsi
produksi itu dengan angkatan kerja L
𝑌 𝐾 1/2 𝐿1/2
=
𝐿 𝐿
𝑌 𝐾
𝐿
= ( 𝐿 )1/2

Karena y = Y/L dan k = K/L, persamaan ini menjadi


y = k1/2 atau y = √𝑘
Bentuk fungsi produksi ini menyatakan bahwa output per pekerja sama dengan
akar dari jumlah modal per pekerja.
Untuk melengkapi contoh itu, asumsikan bahwa 30 persen dari output ditabung
(s = 0,3), 10 persen dari persediaan modal terdepresiasi setiap tahun (δ = 0,1), dan
perekonomian dimulai dengan 4 unit modal per pekerja (k = 4). Berdasarkan angka-
angka ini, sekarang kita bisa mengkaji apa yang terjadi pada perekonomian ini
sepanjang waktu.

8
Kita mulai dengan memperhatikan produksi dan alokasi output dalam tahun
pertama, ketika perekonomian memiliki 4 unit modal. Berikut Langkah-langkahnya :
1) Menurut fungsi produksi y = √𝑘, 4 unit modal per pekerja k memproduksi 2
unit output per pekerja Y.
2) Karena 30 persen dari output ditabung serta diinvestasikan, dan 70 persen
dikonsumsi, maka i = 0,6 dan c = 1,4.
3) Karena 10 persen dari persediaan modal akan terdepresiasi, δk = 0,4.
4) Dengan investasi sebesar 0,6 dan depresiasi sebesar 0,4, perubahan persediaan
modal adalah ∆k = 0,2.
Sehingga tahun kedua perekonomian dimulai dengan 4,2 unit modal per pekerja.
Tabel 1 menunjukkan bagaimana perekonomian mengalami kemajuan dari
tahun ke tahun. Setiap tahun, karena investasi melebihi depresiasi, modal baru
ditambahkan dan output meningkat. Selama bertahun-tahun perekonomian mendekati
kondisi mapan dengan 9 unit modal per pekerja. Pada kondisi mapan ini, investasi
sebesar 0,9 nyata mengimbangi depresiasi sebesar 0,9 sehingga persediaan modal dan
output tidak tumbuh lagi.
Mengikuti kemajuan bertahun-tahun adalah salah satu cara untuk mencapai
tingkat persediaan modal pada kondisi mapan, tetapi ad acara lain yang memerlukan
sedikit perhitungan. Ingatlah bahwa
∆k = sf(k) – δk
Persamaan ini menunjukkan bagaimana k berevolusi sepanjang waktu. Karena
kondisi mapan adalah nilai k pada saat ∆k = 0, maka diketahui bahwa,
𝑘∗ 𝑠
0 = sf(k*) – δk* atau sama dengan 𝑓(𝑘∗) = 𝛿

Persamaan ini memberikan suatu cara untuk mendapatkan tingkat modal per
pekerja pada kondisi mapan, k*. dengan mengganti angka dan fungsi produksi maka
akan diperoleh
𝑘∗ 0,3
=
√𝑘 ∗ 0,1
Lalu kedua sisi dipangkatduakan untuk mendapatkan k* = 9. Maka persediaan modal
pada kondisi mapan adalah 9 unit per pekerja. Hasil tersebut sesuai pada Tabel 1.

9
Tabel 1 Mendekati Kondisi Mapan: Sebuah Contoh Numerik
Asumsi y = √𝑘; s=0,3; δ=0,1; k awal = 4,0

Sumber : Mankiw, 2006

1.1.4 Bagaimana Tabungan Mempengaruhi Pertumbuhan


Perhatikan apa yang terjadi pada perekonomian di mana tingkat tabungan
meningkat. Gambar 5 menunjukkan perekonomian diasumsikan dimulai dalam kondisi
mapan dengan tingkat tabungan s1 dan persediaan modal k1*. Ketika tingkat tabungan
meningkat dari s1 ke s2 kurva sf(k) bergeser ke atas. Pada tingkat tabungan awal s1 dan
persediaan modal awal k1*, jumlah investasi mengimbangi jumlah depresiasi.
Persediaan modal akan berangsur-angsur naik sampai perekonomian mencapai kondisi

10
mapan yang baru k2*, yang memiliki persediaan modal dan tingkat output yang lebih
tinggi ketimbang kondisi mapan sebelumnya.
Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting
dari persediaan modal pada kondisi mapan. Jika tingkat tabungan tinggi, perekonomian
akan mempunyai persediaan modal yang besar tingkat output yang tinggi. Jika tingkat
tabungan rendah, perekonomian akan memiliki persediaan modal yang kecil dan
tingkat output yang rendah. Kesimpulan ini lebih banyak menyoroti pembahasan
tentang kebijakan fiskal. Defisit anggaran pemerintah bisa mengurangi tabungan
nasional dan mengerutkan investasi.
Apa pandangan model Solow tentang hubungan diantara tabungan dan
pertumbuhan ekonomi ? Tabungan yang lebih tinggi mengarah ke pertumbuhan yang
lebih cepat dalam model Solow tetapi hanya sementara. Kenaikan tingkat tabungan
hanya akan meningkatkan model pertumbuhan sampai perekonomian mencapai
kondisi mapan baru. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang
tinggi, maka hal itu akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat
output tinggi, tetapi tidak mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi
selamanya. Kebijakan yang mengubah tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita pada
kondisi mapan disebut dengan Efek Pertumbuhan. Sebaliknya, tingkat tabungan yang
lebih tinggi dikatakan memiliki efek tingkat, karena hanya tingkat pendapatan
perkapita- dan bukan tingkat pertumbuhan- yang dipengaruhi oleh tingkat tabungan
pada kondisi mapan.
Gambar 5 Investasi dan Depresiasi

Sumber : Mankiw, 2006

11
Kenaikan Tingkat Tabungan s menunjukkan bahwa jumlah investasi untuk
setiap persediaan modal tertentu lebih tinggi. Kenaikan itu membuat fungsi tabungan
bergeser keatas. Pada kondisi mapan awal k1* investasi melebihi depresiasi. Persediaan
modal meningkat sampai perekonomian mencapai kondisi mapan yang baru k2*,
dengan lebih banyak modal dan output.

1.2 Tingkat Modal Kaidah Emas


Model Solow merupakan salah satu model yang dapat mengkaji bagaimana
tingkat tabungan dan investasi dalam sebuah perekonomian dengan menentukan
tingkat modal serta pendapatan pada kondisi mapan. Sehingga, pada tingkat modal
kaidah emas juga menggunakan model Solow untuk membahas apakah jumlah
akumulasi modal adalah optimal dari sudut pandang kesejahteraan ekonomi. Tingkat
kaidah emas (Golden Rule Level Of Capital) disebut dengan nilai kondisi mapan yang

memaksimalkan konsumsi dan dinyatakan dengan 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠
1.2.1 Membandingkan Kondisi Mapan
Kondisi mapan sebuah perekonomian ditentukan dengan pembuatan kebijakan.
Ketika memilih kondisi mapan, tujuan dari pembuatan kebijakan adalah untuk
memaksimalkan kesejahteraan individu yang membentuk masyarakat. Seorang
pembuat kebijakan akan memilih kondisi mapan dengan tingkan konsumsi tertinggi.
Hal ini dikarenakan seorang individu tidak peduli pada jumlah modal dan jumlah
output dalam perekonomian, individu hanya peduli terhadap jumlah barang dan jasa
yang dapat mereka konsumsi.
Bagaimana caranya untuk menyatakan bahwa suatu perekonomian berada pada tingkat
kaidah emas? Hal ini dapat di jawab dengan berikut :
Menentukan konsumsi per pekerja pada kondisi mapan, sehingga dengan hal
ini akan dapat melihat kondisi mapan mana yang memberikan konsumsi paling besar.
Untuk mencari konsumsi per pekerja pada kondisi mapan dapat dimulai dengan
identitas perhitungan pendapatan nasional yaitu :
y = c + i dan diubah menjadi
c=y–I

12
Konsumsi merupakan output dikurangi investasi. Karena ingin mencari
konsumsi pada kondisi mapan, maka nilai kondisi mapan diganti untuk output dan
investasi. Output per pekerja pada kondisi mapan adalah f(k*), dimana k* adalah
persediaan modal per pekerja pada kondisi mapan. Selanjutnya, karena persediaan
modal tidak berubah dalam kondisi mapan, maka investasi sama dengan penyusutan
𝛿k*. Dengan mengganti f(k*) untuk y dan 𝛿k* untuk i, maka bisa menulis konsumsi
per pekerja pada kondisi mapan sebagai berikut
c* = f(k*) - 𝛿k*
Menurut persamaan ini, konsumsi mapan merupakan sisa dari output kondisi
mapan setelah dikurangi depresiasi pada kondisi mapan. Persamaan ini menunjukkan
bahwa kenaikan modal pada kondisi mapan memiliki dua dampak yang berlawanan
terhadap konsumsi pada kondisi mapan. Disatu sisi, lebih banyak modal berarti lebih
banyak output. Disisi lain, lebih banyak modal juga berarti bahwa lebih banyak output
yang harus digunakan untuk mengganti modal yang habis dipakai. Output pada kondisi
mapan dan depresiasi pada kondisi mapan sebagai fungsi dari persediaan modal kondisi
mapan dapat dilihat pada gambar 6. Konsumsi kondisi mapan adalah perbedaan antara
output dan depresiasi. Gambar ini menunjukkan bahwa ada satu tingkat perbedaan

modal- tingkat Kaidah Emas 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠 yang memaksimalkan konsumsi.
Ketika akan membandingkan kondisi mapan, maka harus mengingat bahwa
tingkat modal yang lebih tinggi mempengaruhi output dan depresiasi. Jika tingkat
modal berada di bawah tingkat kaidah emas, maka kenaikan persediaan modal akan
meningkatkan output yang lebih banyak dibandingkan dengan depresiasi, sehingga
dapat menyebabkan konsumsi meningkat. Dalam hal ini, fungsi produksi lebih curam
daripada garis 𝛿k*, sehingga perbedaan di antara kedua kurva ini yang sama dengan
konsumsi tumbuh ketika k* naik. Sebaliknya, jika persediaan modal di atas tingkat
Kaidah Emas, maka kenaikan persediaan modal mengurangi konsumsi, karena
kenaikan output lebih kecil ketimbang kenaikan depresiasi. Dalam hal ini, fungsi lebih
datar ketimbang daris 𝛿k*, sehingga perbedaan di antara kurva konsumsi mengecil
ketika k* naik. Pada tingkat modal Kaidah Emasm fungsi produksi dan garis 𝛿k*

13
memiliki kemiringan (slope) yang sama, dan konsumsi berada pada tingkat
terbesarnya. Untuk menentukan kondisi sederhana yang mencirikan tingkat modal
kaidah emas yaitu bahwa kemiringan fungsi produksi adalah produk marjinal pada MP.

kemiringan garis 𝛿k* adalah 𝛿. Karena kedua kemiringan ini sama pada 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠 , maka
Kaidah Emas dijelaskan dengan persamaan:
MPK = 𝛿
Pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marjinal modal sama dengan tingkat
depresiasi. Sebagai contoh lain, anggaplah bahwa perekonomian dimulai dengan
beberapa persediaan modal pada kondisi mapan k* dan pembuat kebijakan sedang
mempertimbangkan untuk meningkatkan persediaa modal menjadi k*+1. Jumlah
output tambahan dari kenaikan modal ini akan menjadi f(k* +1) – f(k), yang merupakan
produk marjinal modal MPK. Jumlah depresiasi tambahan dari memiliki 1 unit modal
tambahan adalah tingkat depresiasi 𝛿.

14
Gambar 6 Output dan Depresiasi pada Kondisi Mapan

Sumber : Mankiw, 2006

Jadi, pengaruh neto dari unit modal tambahan terhadap konsumsi adalah MPK
– 𝛿. Jika MPK - 𝛿 > 0, maka kenaikan modal akan meningkatkan konsumsim sehingga
k* ada di bawah tingkat Kaidah Emas. Jika MPK – 𝛿< 0, maka kenaikan modal akan
mengurangi konsumsi, sehingga k* pasti berada di atas tingkat Kaidah Emas. Karena
itu, kondisi berikut ini menjelaskan Kaidah Emas:
MPK – 𝛿 = 0
Pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marjinal modal telah depresiasi
(MPK – 𝛿) sama dengan nol. Pembuat kebijakan bisa menggunakan dapat
menggunakan kondisi ini untuk mencari persediaan modal kaidah emas dalam sebuah
perekonomian. Perekonomian tidak secara otomatis terdorong kea rah kondisi mapan
kaidah emas. Jika menginnginkan persediaan modal pada kondisi mapan tertentu, maka
membutuhkan tingkat tabungan yang ditetapkan untuk mendukungnya. Gambar 7
menunjukkan kondisi mapan jika tingkat tabungan ditetapkan untuk menghasilkan
tingkat modal kaidah emas. Jika tingkat tabungan lebih tinggi dibandingkan tingkat

15
tabungan yang disajikan di gambar, maka persediaan modal pada kondisi mapan akan
terlalu rendah. Demikian pula, kondisi mapan juga akan lebih rendah dibandingkan
konsumsi pada kondisi mapan kaidah emas.
Gambar 7 kondisi mapan jika tingkat tabungan ditetapkan untuk menghasilkan
tingkat modal Kaidah Emas

Sumber : Mankiw, 2006

1.2.2 Mencari Kondisi Mapan Kaidah Emas dan Sebuah Contoh Numerik
Keputusan seorang pembuat kebijakan yang memilih kondisi mapan dalam
perekonomian yaitu dapat dilihat sebagai berikut. Fungsi produksi adalah sama seperti
pada contoh sebelumnya:
y=√𝑘
Output per pekerja merupakan akar dari modal per pekerja. Depresiasi 𝛿 adalah 10
persen dari modal. Kali ini, pembuat kebijakan itu memilih tingkat tabungan s dan
dengan demikian merupakan kondisi mapan perekonomian.
Untuk melihat hasil yang tersedia bagi sang pembuat kebijakan, ingatlah bahwa
persamaan berikut berada pada kondisi mapan:
𝑘∗ 𝑠
=𝛿
𝑓(𝑘∗)

Dalam perekonomian ini, persamaannya menjadi:


𝑘∗ 𝑠
= 0,1
√𝑘∗

16
Kuadratan dari kedua sisi persamaan ini menghasilkan solusi bagi persediaan
modal kondisi mapan, yaitu:
k* = 100𝑠2
dengan menggunakan hasil ini, maka dapat menghitung persediaan modal kondisi
mapan untuk tingkat tabungan berapapun.

Tabel 2 Perhitungan Kondisi Mapan yang Berasal dari Berbagai Tingkat


Tabungan dalam Perekonomian
Asumsi : y = √𝑘; 𝛿 = 0,1
S 𝒌∗ 𝒚∗ 𝜹𝒌∗ 𝒄∗ MPK MPK-𝜹
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 ∞ ∞
0,1 1,0 1,0 0,1 0,9 0,500 0,400
0,2 4,0 2,0 0,4 1,6 0,250 0,150
0,3 9,0 3,0 0,9 2,1 0,167 0,067
0,4 16,0 4,0 1,6 2,4 0,125 0,025
0,5 25,0 5,0 2,5 2,5 0,100 0,000
0,6 36,0 6,0 3,6 2,4 0,083 -0,017
0,7 49,0 7,0 4,9 2,1 0,071 -0,029
0,8 64,0 0,8 6,4 1,6 0,062 -0,038
0,9 81,0 0,9 8,1 0,9 0,056 -0,044
1,0 100,0 1,0 10,0 0,0 00,050 -0,050
Sumber : Mankiw, 2006
Tabel 2 menyajikan perhitungan kondisi mapan yang berasal dari berbagai
tingkat tabungan dalam perekonomian. Tabungan yang lebih tinggi menyebabkan
persediaan modal menjadi lebih tinggi dan selanjutnya menyebabkan output serta
depresiasi menjadi lebih tinggi. Konsumsi pada kondisi mapan, yaitu perbedaan antara
output dan depresiasi, pertama-tama meningkat dengan tingkat tabungan yang lebih
tinggi dan kemudian turun. Konsumsi berada pada titik tertinggi ketika tingkat
tabungan adalah 0,5. Jadi, tingkat tabungan sebesar 0,5 akan menghasilkan kondisi
mapan Kaidah Emas.

17
Cara lain untuk mengindentifikasi kondisi mapan kaidah emas adalah dengan
menemukan persediaan modal dimana produk marjinal modal neto (MPK – 𝛿) sama
dengan nol. Untuk fungsi produk ini, produk marjinal adalah
1
MPK =
2√𝐾

Dengan menggunakan rumus ini, dua kolom terakhir dari tabel 2 menunjukkan
nilai MPK dan MPK – 𝛿 dalam kondisi mapan yang berbeda. Ingatlah bahwa produk
marjinal modal neto adalah nol ketika tingkat tabungan berada pada nilai kaidah emas
sebesar 0,5. Karena produk marjinal kian menurun, maka produk marjinal modal meto
lebih besar dari nol apabila perekonomian menabung lebih dari 0,5 dan akan lebih kecil
dari nol apabila perekonomian menabung lebih besar dari 0,5.
Contoh numerik ini menegaskan bahwa dua cara untuk menemukan kondisi
mapan kaidah emas mencari konsumsi pada kondisi mapan atau mencari produk
marjinal modal memberikan jawaban yang sama. Jika ingin mengetahui apakah
perekonomian aktual saat ini berada di atas atau dibawah persediaan modal lebih
mudah dicari. Sebaliknya, mengevaluasi perekonomian dengan metode pertama
membutukan estimasi konsumsi kondisi mapan pada banyak tingkat tabungan yang
berbeda; informasi semacam itu sulit diperoleh. Jadi, ketika menerapkan jenis analisis
ini untuk mengkaji estimasi produk marjinal modal. Sebelum mengkaji analisis
tersebut, maka akan memproses lebih lanjut pengembangan dan pemahaman dari
model Solow.

1.2.3 Transisi menuju Kondisi Mapan Kaidah Emas


Dalam kasus ini, pembuat kebijakan akan memilih kondisi mapan dengan
konsumsi tertinggi kondisi mapan Kaidah Emas. Namun, anggaplah bahwa
perekonomian telah mencapai kondisi mapan lain. Apa yang terjadi dengan konsumsi,
investasi, dan modal ketika perekonomian melakukan transisi di antara kedua kondisi
mapan? Mungkinkah pengaruh dari transisi ini menyurutkan langkah si pembuat
kebijakan untuk mencapai Kaidah Emas? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut.

18
1) Memulai dengan Terlalu Banyak Modal
Dalam kasus ini, pembuat kebijakan harus mengeluarkan kebijakan yang
bertujuan mengurangi tingkat tabungan untuk menurunkan perediaan modal.
Anggaplah kebijakan ini berhasil dan pada satu titik sebut saja waktu t0 tingkat
tabungan turun ke tingkat yang secara berangsur-angsur menuju kondisi mapan
kaidah emas.
Gambar 8 Output, Konsumsi dan Investasi Ketika Tingkat Tabungan
Turun

Sumber : Mankiw, 2006


Gambar 8 menunjukkan apa yang terjadi dengan output, konsumsi, dan
investasi ketika tingkat tabungan turun. Karena investasi dan depresiasi adalah
sama dalam kondisi mapan awal, maka investasi menjadi lebih kecil dari pada
depresiasi, yang berarti perekonomian tidak lagi berada dalam kondisi mapan.
Secara berangsur-angsur, persediaan modal turun, yang menyebabkan penurunan
output, konsumsi dan investasi. Variabel-variabel ini terus turun sampai
perekonomian mencapai kondisi mapan yang baru. Karena kita mengasumsikan
bahwa kondisi mapan yang baru adalah kondisi mapan kaidah emas, maka
konsumsi harus lebih tinggi dari pada sebelum terjadi perubahan tingkat
tabungan, meskipun output dan investasi lebih rendah. Jika dibandingkan dengan
kondisi mapan yang lama, konsumsi lebih tinggi tidah hanya dalam kondisi
mapan yang baru tetapi juga di sepanjang jalur menuju kondisi mapan itu. ketika

19
persediaan modal melebihi tingkat kaidah emas, mengurangi tabungan jelas
merupakan kebijakan yang baik, karena meningkatkan konsumsi di setiap titik
waktu.
2) Memulai dengan Terlalu Sedikit Modal
Ketika perekonomian dimulai dengan modal yang lebih kecil dari pada dalam
kondisi mapan kaidah emas, pembuat kebijakan harus menaikkan tingkat
tabungan untuk mencapai kaidah emas. Gambar 9 menunjukkan apa yang terjadi.
Kenaikan tingkat tabungan pada waktu t0 menyebabkan penurunan konsumsi dan
kenaikan investasi. Memang, selamanya investasi yang lebih tingi akan
menyebabkan persediaan modal naik. Ketika modal terakumulasi, output,
konsumsi dan investasi secara bertahap naik, dan akhirnya mendekati tingkat
kondisi mapan yang baru. Ketika kondisi mapan semula berada di bawah Kaidah
Emas, maka kenaikan tabungan akhirnya menyebablan tingkat konsumsi yang
lebih tinggi ketimbang yang telah dicapai sebelumnya.
Apakah kenaikan tabungan yang mengarah ke kondisi mapan kaidah emas
meningkatkan kesejahteraan ekonomi? Hal itu pada akhirnya memang terjadi,
karena tingkat konsumsi pada kondisi mapan memang lebih tinggi. Tetapi untuk
mencapai kondisi mapan yang baru itu membutuhkan periode awal dimana
konsumsi harus dikurangi. Ingatlah bahwa kebalikan dari kasus ketika
perkonomian dimulai di atas kaidah emas. Ketika perekonomian di atas kaidah
emas, mencapai kaidah emas menghasilkan konsumsi yang lebih tinggin pada
seluruh titik waktu. Ketika perekonomian dimulai di bawah kaidah emas,
mencapai kaidah emas perlu menurunkan konsumsi lebih dahuku untuk
meningkatkan konsumsi di masa depan.

20
Gambar 9

Sumber : Mankiw, 2006

Ketika memutuskan apakah akan berupaya mencapai kondisi mapan kaidah


emas, para pembuat kebijakan harus memperhitungkan bahwa konsumen sekarang dan
konsumen masa depan tidak selalu orang yang sama. Mencapai kaidah emas berarti
mencapai tingkat konsumsi pada kondisi mapan tertinggi dan sekaligus
menguntungkan generasi mendatang. Tetapi apabila perekonomian pada awalnya
berada di bawah kaidah emas, mencapai kaidah emas perlu meningkatkan investasi dan
dengan demikian mengurangi konsumsi dari generasi sekarang. Jadi, ketika memilih
apakah akan meningkatkan akumulasi modal, para pembuat kebijakan menghadapi
dilema (trade off) di antara kesejahteraan generasi yang berbeda. Pembuat kebijakan
yang lebih peduli pada generasi sekarang ketimbang generasi mendatang mungkin
tidak akaan mumutuskan untuk mencapai kondisi mapan kaidah emas. Sebaliknya,
pembuat kebijakan yang peduli terhadap seluruh generasi akan memilih mencapai
kaidah emas. Meskipun generasi sekarang akan mengkonsumsi lebih sedikit, namun
jumlah generasi mendatang yang tidak terbatas akan mendapatkan manfaat dengan
bergerak menuju kaidah emas.
Jadi, akumulasi modal yang optimal sangat bergantung pada bagaimana
pembuat kebijakan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan generasi
mendatang. Kaidah Emas ini menyatakan, “berbuatlah uuntuk orang lain sebagaimana

21
anda ingin orang lain melakukan hal yang sama untuk anda.” Jika kita memegang teguh
nasehat ini, maka akan memberikan perhatian yang sama pada seluruh generasi. Dalam
hal ini, adalah optimal untuk mencapai tingkat modal kaidah emas itulah mengapa
kaidah ini disebut “Kaidah Emas.”

1.3 Pertumbuhan Populasi


Model Solow dasar menunjukkan bahwa akumulasi modal, dengan sendirinya,
tidak bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat tabungan
yang tinggi menyebabkan pertumbuhan yang tinggi secara temporer, tetapi
perekonomian pada akhirnya mendekati kondisi mapan dimana modal dan output
konstan. Untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang perlu
mengamati di sebagian besar belahan dunia. Model Solow harus diperluas agar
mencakup dua sumber lain dari pertumbuhan ekonomi-pertumbuhan populasi dan
kemajuan teknologi. Dalam bagian ini, akan menambahkan pertumbuhan populasi ke
dalam modal.
Selain mengasumsikan populasi adalah tetap, maka perlu juga menganggap
bahwa populasi dan angkatan kerja tumbuh pada tingkat konstan n. Sebagai contoh,
populasi AS tumbuh kira-kira 1 persen per tahun, sehingga n = 0,01. Artinya, jika 150
juta orang bekerja selama satu tahun, maka 151,5 juta (1,01 x 150) akan bekerja pada
tahun berikutnya, dan 153,015 juta (1,01 x 151,5) pada dua tahun mendatang, dan
seterusnya.
1.3.1 Kondisi Mapan dengan Pertumbuhan Populasi
Bagaimana pertumbuhan populasi dapat mempengaruhi kondisi mapan? Untuk
menjawab pertanyaan ini, maka harus membahas bagaimana pertumbuhan populasi,
bersama-sama dengan investasi dan depresiasi, mempengaruhi akumulasi modal
pekerja. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, investasi meningkatkan
persediaan modal dan depresiasi menurunkannya. Tetapi sekarang ada kekuatan ketiga
yang beraksi untuk mengubah jumlah modal per pekerja: pertumbuhan jumlah pekerja
yang menyebabkan modal per pekerja turun.

22
Jumlah pekerja akan terus menggunakan huruf kecil. Jadi, k = K/L adalah modal per
pekerja, dan y = Y/L adalah output per pekerja. Akan tetapi, ingatlah bahwa jumlah
pekerja terus tumbuh sepanjang waktu.
Perubahan persediaan modal per pekerja adalah:
∆𝑘 = i – (𝛿 + n ) k
Persamaan ini menunjukan bagaimana investasi, depresiasi, dan pertumbuhan
populasi mempengaruhi persediaan modal per pekerja. Investasi meningkatkan k,
sedangkan depresiasi dan pertumbuhan populasi mempengaruhi k.
Simbol (𝛿 + n ) menunjukkan investasi pulang-pokok atau impas (break-even
investment) jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menjaga persediaan modal per
pekeja tetap konstan. Investasi pulang-pokok mencakup depresiasi modal yang ada,
yang sama dengan 𝛿𝑘. Investasi pulang-pokok juga mencakup jumlah investasi yang
dibutuhkan untuk menyediakan modal bagi para pekerja baru. Jumlah investasi yang
dibutuhkan untuk tujuan ini adalah nk, karena ada pekerja baru n untuk setiap pekerja
yang sudah ada, dan karena k adalah jumlah modal untuk setiap pekerja. Persamaan itu
menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi mengurangi akumulasi modal per pekerja
lebih banyak dari pada depresiasi. Depresiasi mengurangi k dengan menghabiskan
persediaan modal, sedangkan pertumbuhan populasi mengurangi k dengan
menyebarkan persediaan modal dalam jumlah yang lebih kecil di antara populasi
pekerja yang lebih besar.
Analisis tentang pertumbuhan populasi sekarang lebih banyak memberi hasil
ketimbang sebelumnya. Pertama, yaitu dengan mengganti sf(k) untuk i. Persamaan ini
kemudian di tulis sebagai
∆𝑘 = sf(k) – (𝛿 + n )k.
Untuk melihat apa yang menentukan tingkat modal per pekerja pada kondisi
mapan, maka dapat menggunakan Gambar 10, yang memperluas analisis untuk
mencakup dampak pertumbuhan populasi. Perekonomian akan berada dalam kondisi
mapan jika modal per pekerja k tidak berubah. Seperti sebelumnya, maka tentukan nilai
kondisi mapan untuk k sebagai k*. Jika k lebih kecil daripada k*, maka investasi lebih

23
besar daripada investasi pulang-pokok, sehingga k naik. Jika k lebih besari dari k*,
maka investasi lebih kecil daripada investasi pulang-pokok sehingga k turun.
Dalam kondisi mapan, dampak positif investasi terhadap perssediaan modal per
pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan pertumbuhan populasi
yaitu, pada k*, ∆𝑘 = 0, dan i* = 𝛿𝑘 ∗ + nk*. Sekali perekonomian berada dalam kondisi
mapan, investasi memiliki dua tujuan. Sebagian dari perekonomian itu (𝛿k* ) akan
mengganti modal yang terdepresiasi, dan sisanya (nk*) memberi modal untuk para
pekerja baru.
Gambar 10 Pertumbuhan Populasi dalam model Solow

Seperti halnya depresi, pertumbuhan


populasi Sumber : alas an mengapa
adalah suatu
persediaan modal per pekerja mengecil.
Jika n adalah pertumbuhan populasi dan
(𝛿 + n)k adalah investai pulang pokok
(jumlah investasi yang diperlukan untuk
mempertahankan persediaan modal per
pekerj k tetap konstan. Agar
perekonomian berada pada kondisi
mapan, investasi f(k) harus
mengimbangi pengaruh depresiasi dan
pertumbuhan populasi (𝛿 + n)k. Hal ini
ditunjukkan oleh perpotongan dari
kedua kurva.

Sumber : Mankiw, 2006

1.3.2 Dampak Pertumbuhan Populasi


Pertumbuhan populasi membedakan model Solow dalam tiga cara. Pertama,
pertumbuhan populasi kian mempermudah kita dalam menjelaskan pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan. Dalam kondisi mapan dengan pertumbuhan populasi, modal
per pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Namun, karena jumlah pekerja
bertambah pada tingkat n, modal total dan output total juga harus bertambah pada
tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak dapat menjelaskan pertumbuhan yang
berkelanjutan dalam standar kehidupan (karena output per pekerja adalah konstan

24
dalam kondisi mapan), pertumbuhan populasi akan membantu menjelaskan
pertumbuhan output total yang berkelanjutan.
Kedua, pertumbuhan populasi memberi kita penjelasan lain tentang mengapa
sebagian negara kaya dan sebagian lainnya miskin. Perhatikanlah dampak dari
peningkatan pertumbuhan populasi. Gambar 7-12 menunjukkan bahwa kenaikan
tingkat pertumbuhan populasi dai n1 ke n2 mengurangi tingkat modal per pekerja pada
kondisi mapan dari k1* ke k2*. Karena k* lebih rendah, dan karena y* = f(k*) =, maka
tingkat output per pekerja y* juga lebih rendah. Jadi, model Solow memprediksi bahwa
negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tingkat
GDP per kapita yang lebih rendah. Perhatikanlah bahwa perubahan pada tingkat
pertumbuhan populasi serupa dengan perubahan pada tingkat tabungan, memiliki efek
tingkat pada pendapatan per kapita, namun tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan
pendapatan per kapita pada saat kondisi mapan.
Akhirnya, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria untuk menentukan
tingkat modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Untuk melihat bagaimana
kriteria ini berubah, ingatlah bahwa konsumsi per pekerja adalah
c=y–i
karena output pada kondisi mapan adalah f(k*) dan investasi pada kondisi mapan
adalah (𝛿 + n ) k*, maka kita dapat menulis persamaan konsumsi pada kondisi mapan
sebagai
c* = f(k*) – (𝛿 + n )k*

25
Gambar 11 Dampak Pertumbuhan Populasi (Investasi, Investasi pulang pokok)
Kenaikan tingkat pertumbuhan populasi
dari n1 ke n2 menggeser garis yang
menunjukkan pertumbuhan populasi
dan depresiasi ke atas. Kondisi mapan
yang baru k2* memiliki tingkat modal
per pekerja yang lebih rending
dibandingkan kondisi mapan awal k1*.
Jadi, model Solow mempredksi bahwa
perekonomian dengan tingkat
pertumbuhan populasi yang tinggi akan
memiliki tingkat modal per pekerja
yang lebihrendah dan pendapatan yang
lebih rendah pula.

Sumber : Mankiw, 2006

Dengan menggunakan argumen yang telah dikemukakan sebelumnya, kita


menyimpulkan bahwa tingkat k* yang memaksimalkan konsumsi adalah
MPK = 𝛿 + n
Atau sama dengan,
MPK – 𝛿 = n
Dalam kondisi mapan Kaidah Emas produk marjinal setelah terdepresiasi sama dengan
tingkat pertumbuhan populasi.

1.3.3. Pandangan Alternatif pada Pertumbuhan Populasi


Model pertumbuhan Solow menekankan interaksi antara pertumbuhan populasi
dan akumulasi modal. Pada model ini, pertumbuhan populasi yang tinggi mengurangi
output per pekerja karena pertumbuhan jumlah pekerja yang sangat cepat akan
membuat persediaan modal dibagi lebih banyak, sehingga pada kondisi mapan, setiap
pekerja dilengkapi dengan modal yang lebih sedikit. Model ini mengabaikan beberapa
efek potensial lainnya dari pertumbuhan populasi. Disini akan digunakan dua model,

26
yang satu menekanakan interaksi antara populasi dengan sumber daya alam, yang
lainnya menekankan interaksi populasi dengan teknologi.

Model Maltusian
Pada bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population is a Affect
the Future Improvement of Society, ekonom terdahulu Thomas Robert Malthus (1978-
1834) memperlihatkan apa yang mungkin dapat disebut ramalan paling mengerikan
sepanjang sejarah. Malthus memeperkirakan bahwa semakin meningkatnya populasi
akan secara terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Menurut prediksinya, umat manusia selamanya akan hidup
dalam kemiskinan.
Malthus memulai dengan suatu catatan “makanan penting bagi kebutuhan
manusia” dan kemuadian “nafsu antara manusia adalah penting da akan terus berada
pada kondisi seperti saat ini”. Dia menyimpulkan bahwa “kekuatan populasi tak
terbatas lebih besar daripada kekuatan bumi untuk memberikan hasil alam bagi
manusia”. Menurut Malthus satu-satunya pengendalian pertumbuhan populasi adalah
“kesengsaraan dan sifat buruk”. Malthus mengungkapkan, usaha-usaha yang dilakukan
oleh lembaga social atau pemerintah untuk mengurangi kemiskinan justru akan
kontraprodukstif karena akan menyebabkan kaum miskin terus memiliki keturunan,
menempatkan lagi lebih banyak beban pada kemampuan produktif masyarakat.
Meskipun model Maltusian kemungkinan menjelaskan kondisi dunia pada saat
Malthus hidup, predisksinya yang mangatakan manusia akan hidup dalam kemiskinan
selamanya terbukti salah. Populasi dunia telah meningkat sebesar enam kali lipat
selama dua decade terakhir, dan standar hidup rata-rata jauh lebih tinggi. Karena
adanya pertumbuhan ekonomi, kelaparan kronis dan kekurangan gizi tidak akan
banyak lagi ditemukan saat ini dibandingkan saat Malthus masih hidup. Meskipun
kelaparan masih terus terjadi, tapi kejadian tersebut lebih disebabkan karena distribusi
pendapatan yang tidak merata dan ketidakstabilan politik, dan bukan diakibatkan oleh
tidak tersedianya bahan pangan.

27
Malthus gagal melihat bahwa pertumbuhan dalam daya pikir manusia jauh
melampaui dampak dari populasi yang terus bertambah. Pestisida, pupuk, mekanisasi
peralatan pertanian, varietas bibit baru dan berbagai kemajuan teknologi lainnya,
membuat petani sanggup menyediakan makanan bagi jumlah penduduk yang terus
bertambah. Bahkan dengan jumlah populasi yang terus bertambah untuk diberi makan,
hanya sedikit petani yang dibutuhkan karena setiap petani sangat produktif. Saat ini
jumlah pekerja dibidnag pertanian untuk dinegara maju hanya dibawah 20% namun
mereka mampu menyediakan bahan pangan bagi seluruh negeri, bahakan mengekspor
kelebihannya ke luar negeri.
Selain itu, meskipun “nafsu antara manusia” sama kuatnya seperti pada saat
Malthus masih hidup, kaitan antara nafsu dan pertumbuhan populasi seperti yang
diasumsikan oleh Malthus tidak terjadi karena adanya alat kontrasepsi modern.
Dibanyak Negara maju, saat ini tingkat kelahiran lebih rendah daripada tingkat
pergantiannya. Pada beberapa decade ke depan, populasi yang terus menyusut akan
cenderung terjadi daripada populasi yang etrus berkembang. Karena itu, sedikit sekali
alasan untuk berpikir bahwa populasi yang terus bertambah akan jauh melebihi
produksi makanan dan membuat umat manusia hidup dalam kemiskinan.

Model Kremerian
Di saat Malthus melihat pertumbuhan populasi sebagai ancaman bagi
peningkatan standar hidup, ekonom Michael Kremer memberikan pendapat bahwa
pertumbuhan populasi adalah kunci dalam memajukan kesejahteraan ekonomi.
Menurut Kremenr, dengan semakin banyaknya penduduk, maka akan semakin banyak
pula ilmuan, penemu dan ahli mesin yang akan memberikan kontribusi pada inovasi
dan kemajuan teknologi.
Sebagai bukti dari hipotesis ini, Kremer memulai dengan data bahwa sepanjang
sejarah umat manusia, tingkat pertumbuhan dunia meningkat lebih cepat ketika
populasi dunia 1 Miliar (terjadi sekitar tahun 1800-an) dibandingkan ketika populasi
umat manusia hanya 100 juta (sekitar tahun 500 sebelum Masehi). Fakta ini sejalan

28
dengan hipotesis bahwa memiliki lebih banyak penduduk akan mendorong lebih
banyak kemajuan teknologi.
Temuan Kremer kedua, bukti yang lebih menarik perhatian diperoleh dengan
membandingkan wilayah-wilayah di dunia. Mencairnya es di kutub mengakhiri zaman
es pada sekitar 10.000 SM (Sebelum Masehi) yang mengakibatkan banjir besar di
daratan dan memisahkan dunia menjadi daerah-daerah tersendiri yang tidak dapat
melakukan komunikasi antardaerah. Jika kemajuan teknologi terjadi lebih cepat pada
daerah dengan banyak penduduk sehingga ada lebih banyak temuan, maka daerah
dengan banyak penduduk akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat.
Ternyata memang terjadi. Wilayah yang paling sukses di dunia pada tahun 1500
(ketika Columbus membangun kembali kontak teknologi) adalah peradaban “Dunia
lama” yang mencakup wilayah Eurasia-Afrika. Selanjutnya yang maju dalam hal
teknologi adalah peradaban Maya dan Aztec di Amerika, diikuti oleh bangsa pemburu
dan pengumpul makanan di Australia, lalu manusia primitive Tasmania, yang bahkan
tidak mengetahui cara membuat api dan kebanyakan peralatannya terbuat dari batu dan
tulang. Wilayah terisolasi dengan penduduk paling sedikit adalah Pulau Flinder, pulau
kecil di atara Tasmania dan Australia. Dengan lebih sedikitnya penduduk yang
memberikan kontribusi pada penemuan baru, Pulau Flinder mengalami tingkat
kemajuan teknologi yang paling rendah, bahkan sepertinya mengalami kemunduran
teknologi. Sekitar tahun 3000 sebelum Masehi, umat manusia di Pulau Flinder pun
mengalami kepunahan total. Krener menyimpulkan dari semua bukti ini, bahwa
populasi yang besar adalah prasyarat bagi kemajuan teknologi.

1.3.4 Kebijakan Untuk Mendorong Pertumbuhan


Kebijakan untuk mendorong pertumbuhan antara lain:
1. Mengevaluasi Tingkat Tabungan
Menurut model Solow, seberapa banyak negara menabung dan berinvestasi
adalah determinan penting dari standar kehidupan penduduknya. Mari kita
mulai diskusi tentang kebijakan ini dengan pertanyaan: Apakah tingkat
tabungan dalam perekonomian AS terlalu rendah, terlalu tinggi, atau sudah

29
tepat? Sebagaimana yang telah kita ketahui, tingkat tabungan menentukan
tingkat modal dan output pada kondisi mapan (steady state). Satu tingkat
tabungan tertentu menghasilkan kondisi mapan Kaidah Emas, yang akan
memaksimalkan konsumsi per pekerja sekaligus kesejahteraan ekonomi.
Kaidah Emas memberikan tolok ukur yang bisa kita bandingkan dengan
perekonomian AS. Untuk memutuskan apakah perekonomian AS berada pada,
di atas, atau di bawah Kaidah Emas, kita perlu membandingkan produk marjinal
modal setelah depresiasi (MPK - δ) dengan tingkat pertumbuhan output total (n
+ g). Kita tahu bahwa pada kondisi mapan Kaidah Emas, MPK - δ = n + g. Jika
perekonomian beroperasi dengan modal yang lebih kecil dari Kaidan Emas,
maka produk marjinal yang kian menurun menyatakan bahwa MPK - δ > n +
p. Dalam hal ini, kenaikan tingkat tabungan secara bertahap akan meningkatkan
akumulasi modal yang mengarah ke kondisi mapan dengan konsumsi yang
lebih tinggi (meskipun konsumsi akan lebih rendah untuk sebagian transisi
menuju kondisi mapan yang baru). Di sisi lain jika perekonomian beroperasi
dengan terlalu banyak modal, maka MPK - δ < n + g. Pada kasus ini, akumulasi
modal akan berlebih. Menurunkan tingkat tabungan akan meningkatkan
konsumsi untuk saat ini dan yang akan datang.
2. Mengubah Tingkat Tabungan
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk menggerakkan perekonomian
AS menuju kondisi mapan Kaidah Emas, para pembuat kebijakan harus
meningkatkan tabungan nasional. Tetapi bagaimana mereka melakukan hal itu?
Sebagai prinsip akuntansi, tabungan nasional yang lebih tinggi berarti tabungan
masyarakat yang lebih tinggi, atau kombinasi dari keduanya. Banyak
perdebatan tentang kebijakan meningkatkan pertumbuhan vang berpusat pada
hal ini cenderung menjadi paling efektif. Cara yang paling tepat yang bisa
dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi tabungan nasional adalah melalui
tabungan publik (perbedaan antara jumlah penerimaan pajak pemerintah dan
pengeluarannya). Bila pengeluaran pemerintah melebihi penerimaannya, maka
pemerintah dikatakan mengalami defisit anggaran, yang menunjukkan

30
tabungan masyarakat negatif. Defisit anggaran meningkatkan tingkat bunga dan
menyusutkan (crowding out) investasi; penurunan persediaan modal yang
diakibatkannya adalah bagian dari beban utang nasional pada generasi
mendatang. Sebaliknya, jika pengeluaran pemerintah lebih kecil dari
penerimaannya, dikatakan telah terjadi surplus anggaran. Pemerintah bisa
membayar sebagian utang nasional dan mendorong investasi. Pemerintah juga
mempengaruhi tabungan nasional dengan mempengaruhi tabungan swasta,
tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan. Sebaliknya,
berapa banyak orang yang menabung bergantung pada insentif yang mereka
terima, dan insentif ini dibedakan olch berbagai kebijakan publik. Banyak
ekonom berpendapat bahwa tarif pajak atas modal yang tinggi termasuk pajak
pendapatan perusahaan, pajak pendapatan federal, dan berbagai jenis pajak
pendapatan negara bagian: menghambat tabungan swasta dengan mengurangi
tingkat pengembalian yang diterima oleh para penabung. Di sisi lain, pos
penghapusan pajak, seperti IA, dirancang untuk mendukung tabungan swasta
dengan memberikan perlakuan khusus atas pendapatan yang ditabung dalam
pos ini. Beberapa ekonom mengusulkan peningkatan insentif untuk menabung
dengan mengganti sistem pajak pendapatan sat in dengan sistem pajak
konsumsi.
3. Mengalokasikan Investasi Perekonomian
Model Solow menyederhanakan asumsi bahwa hanya ada satu jenis modal. Di
dunia, tentu saja, ada banyak jenis modal. Perusahaan-perusahaan swasta
melakukan investasi dalam jenis - jenis modal tradisional, seperti pabrik
buldoser dan baja, serta jenis-jenis modal baru, seperti Komputer dan robot.
Pemerintah melakukan investasi dalam berbagai bentuk modal masyarakat,
yang disebut infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, dan sistem pembuangan
air. Selain itu, juga ada modal manusia yaitu ilmu pengetahuan dan keahlian
yang didapatkan oleh para pekerja dari pendidikan, yaitu dari program kanak-
kanak awal seperti Head Start sampai on-the-job training bagi orang dewasa
dalam angkatan kerja. Meskipun model dasar Solow hanya mencakup modal

31
fisik dan tidak berusala menjelaskan efisiensi tenaga kerja, dalam banyak hal
modal manusia analog dengan modal fisik. Seperti modal fisik, modal manusia
meningkatkan kemampuan kita untuk memproduksi barang dan jasa.
Menaikkan tingkat modal manusia membutuhkan investasi dalam bentuk para
pengajar, perpustakaan, dan waktu belajar. Riset terakhir tentang pertumbuhan
ekonomi menekankan bahwa modal manusia sama pentingnya dengan modal
fisik dalam menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam standar kehidupan
internasional. Salah satu cara untuk memodelkan fakta in adalah dengan
memberikan variabel "modal" definisi yang lebih luas, yang memasukkan
modal manusia dan modal fisik.
4. Membangun Institusi yang Tepat
Seperti yang telah kita diskusikan sebelumnya, beberapa ekonom yang
mempelajari perbedaan standar kehidupan pada negara-negara di dunia
mengaitkan perbedaan ini pada input modal manusia dan modal fisik,
sementara ekonom lainnya mengaitkannya pada produktivitas di mana input-
input tersebut digunakan. Salah satu alasan mengapa setiap negara memiliki
tingkat efisiensi produksi yang berbeda-beda adalah karena mereka memiliki
institusi yang berbeda dalam memberikan petunjuk tentang pengalokasian
sumber daya langka yang tersedia di negara tersebut. Menciptakan institusi
yang tepat penting agar kita dapat memastikan sumber daya yang tersedia
dialokasikan sebaik-baiknva. Perbedaan institusi penting lainnya yang terjadi
antarnegara adalah kualitas dari pemerintahan negara itu sendiri. Suatu
pemerintahan yang ideal harus berperilaku sebagai "tangan yang menolong"
(helping hand) pada sistem pasar, perlindungan hak milk, pelaksanaan,
perjanjian yang telah disetujui, promosi kompetisi, penindakan pelaku
kejahatan dan lain sebagainya. Namun terkadang, pemerintah menyimpang dari
bentuk ideal ini dan berperilaku lebih sebagai "tangan yang menyerobot"
dengan menggunakan wewenang yang dimiliki negara untuk memperkaya
sekelompok kecil individu sementara masyarakat luas menderita. Studi empiris
membuktikan bahwa tingkat korupsi yang cukup tinggi di suatu negara

32
merupakan faktor penentu yang cukup penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Adam Smith, ekonom besar pada abad XVIII, menyadari perann penting
institusi pada pertumbuhan ekonomi. Dia pernah menulis. "Yang disyaratkan
untuk membawa negara dari tingkatan barbar yang paling rendah menuju
kejayaan yang paling tinggi hanyalah perdamaian, pajak yang masuk akal, dan
hukum yang ditegakkan: syarat lainnya akan terselesaikan secara alamiah.'"
Sayangnya, banyak negara yang tidak menikmati tiga keuntungan sederhana
ini.
5. Mendorong Kemajuan Teknologi
Model Solow menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berkelanjutan dalam
pendapatan per perkerja berasal dari kemajuan teknologi. Namun, model Solow
menganggap kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen; model Solow tidak
menjelaskannya. Sayangnya, determinan kemajuan teknologi tidak dipahami
dengan baik. Disamping pemahaman yang terbatas ini, banyak kebijakan publik
dirancang untuk mendorong kemajuan teknologi. Sebagian besar dari kebijakan
ini mendorong sektor swasta untuk menyalurkan sumber daya ke inovasi
teknologi. Sebagai contoh, sistem peten memberikan monopoli sementara
kepada investor produk – produk baru; prinsip perpajakan menawarkan
penghapusan pajak untuk perusahaan – perusahaan yang terlibat dalam
penelitian dan pengembangan; serta kantor – kantor pemerintah seperti Nation
Science Foundation secara langsung mensubsidi penelitian dasar di universitas.
Selain itu, sebagaimana yang telah dibahas, kebijakan industri juga
menyarankan bahwa pemerintah saharusnya mengambil peran yang lebih aktif
dalam mempromosikan industri – industri tertentu yang merupakan kunci bagi
kemajuan teknologi yang pesat.

1.4 Kasus : Wujudkan Visi “Indonesia Emas 2045”, Pemerintah Luncurkan


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045
Indonesia bercita-cita menjadi negara dengan pandapatan per kapita yang setara
dengan negara maju, sehingga dapat keluar dari Middle Income Trap (MIT). Oleh

33
karena itu, Indonesia perlu mengubah pendekatan dalam membangun masa depan, dari
reformatif menjadi transformatif, melalui 3 area perubahan, yakni transformasi
ekonomi, sosial, dan tata kelola. Dalam menggapai cita-cita besar tersebut, Presiden RI
Joko Widodo, yang didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto, meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi “Indonesia Emas 2045” di Djakarta
Theater, Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.
Jokowi menyatakan bahwa “untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dibutuhkan,
sangat dibutuhkan, smart execusion. Dan dibutuhkan smart leadership, oleh strong
leadership, yang berani dan pandai mencari solusi, dan yang punya nyali. Dalam
Struktur RPJPN 2025-2045 yang diluncurkan, terdapat 6 Bab yang menjadi fokus
pembangunan Indonesia, yaitu Selayang Pandang Pembangunan Indonesia; Megatren
dan Modal Dasar; Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan
Berkelanjutan; Indonesia Bertransformasi: Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045;
Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan Sarana Prasarana Menuju Negara Nusantara;
dan Mengawal Indonesia Emas 2045.
Pada area transformasi ekonomi, pertumbuhan sebesar 5% yang saat ini telah
digapai, masih perlu ditingkatkan. Dengan skenario transformatif, diperlukan rata-rata
pertumbuhan sebesar 6% agar tahun 2041 Indonesia dapat keluar MIT. Sedangkan
dengan skenario sangat optimis, rata-rata pertumbuhan sebesar 7% agar tahun 2038
Indonesia dapat keluar MIT. Optimis menggapai cita-cita tersebut, Indonesia dibekali
berbagai kekuatan yang harus diperhitungkan. Pertama, Indonesia memiliki jumlah
penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan angkatan kerja sebesar 146,6 juta. Perluasan
lapangan kerja tentunya menjadi fokus penting. Kedua, optimalisasi peluang bonus
demografi. Saat ini Indonesia berada pada periode Rasio Ketergantungan Penduduk
yang paling rendah (Puncak Bonus Demografi), yang terjadi hanya satu kali dalam
sejarah peradaban suatu negara, sehingga hal tersebut harus bisa dioptimalkan. Ketiga,
letak wilayah Indonesia yang strategis sangat menguntungkan dalam
perdagangan internasional. Selain itu, pengaruh musim menjadikan Indonesia
menjadi negara agraris. Keempat, melimpahnya sumber daya alam dengan kekayaan

34
cadangan mineral yang sangat besar, di mana Indonesia menjadi peringkat pertama
cadangan Nikel (21 juta MT), Bauksit peringkat ke-6 (1 miliar MT), Tembaga
peringkat ke-7 (24 juta MT), Timah peringkat ke-1 (0,8 juta MT). Namun demikian,
Indonesia tetap perlu bersiap menghadapi berbagai tantangan yang akan muncul, yang
terkait dengan peningkatan produktivitas SDM, peningkatan produktivitas modal,
perubahan iklim, hingga tantangan stabilitas global ke depan yang semakin dinamis.
Berdasarkan kasus tersebut, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang
untuk model Solow diperoleh hasil bahwa investasi dan tenaga kerja memiliki
pengaruh yang positif dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Investasi memiliki 2 fungsi yaitu untuk memperbesar kapasitas produksi dan
meningkatkan pendapatan. Dalam fungsinya dalam memperbesar kapasitas produksi,
investasi berperan sebagai modal yang digunakan dalam proses produksi. Kenaikan
investasi tentu saja dapat mempengaruhi perekononiam melalui penggunaan modal
tersebut baik untuk pembelian bahan baku, peralatan, teknologi, bahkan untuk upah
buruh. Meningkatnya kapasitas produksi pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan dan meningkatkan PDB negara. Di dukung oleh studi empiris yang
dilakukan oleh Sutawijaya (2010) menenukan bahwa untuk negara berkembang sperti
Indonesia, faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi selain faktor konsumsi
adalah faktor investasi. Peningkatan investasi ini akan mendorong peningkatan kredit,
pertumbuhan pengasilan, dan pada akhirnya akan meningkatkan lingkungan investasi
yang kondusif sehingga pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Keberadaan bonus demografi akan mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja baik jangka pendek maupun jangka panjang akan berbanding lurus dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil ini sesuai dengan teori Solow
sendiri dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari peran tenaga
kerja sebagai pelaku dalam proses kegiatan produksi. Ketika terjadi peningkatan pada
jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka produksi yang dihasilkan akan
meningkat juga karena dengan bertambahnya tenaga kerja akan mampu menghasilkan
atau memproduksi lebih banyak dari sebelumnya. Kenaikan pada kapasitas produksi
selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Sebab pertumbuhan

35
ekonomi negara juga dilihat dari pertumbuhan kapasitas produksi yang dihasilkan.
Hasil yang sama juga dapat dilihat dari studi empiris yang telah dilakukan oleh
Supartoyo (2013) yang menemukan bahwa pertumbuhan angkatan kerja berpengaruh
signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2006-2010.
Menurutnya dengan banyakanya output yang akan dihasilan dengan meningkatnya
angkatan kerja akan mampu mendorong penawaran agregat sehingga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Pada jangka pendek kemajuan teknologi yang ada dapat meningkatkan
produktivitas baik dari sisi kapital maupun tenaga kerjanya. Dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, diperlukan berbagai perbaikan dalam bidang kesehatan,
pendidikan, bahkan diperlukan pula latihan dan kursus untuk meningkatkan
keterampilan yang dimiliki. Sedangkan untuk meningkatkan produktivitas kapital,
peran pemerintah dalam memberikan subsidi dalam penemuan berbagai penelitian juga
diperlukan, selain itu penurunan pajak agar menarik para investor untuk membeli
mesin baru dengan teknologi baru. Solow berpendapat bahwa teknologi mempengaruhi
kapital yang dalam hal ini adalah mesin baru dengan teknologi baru tanpa adanya
perubahan pada tenaga kerja. Untuk setiap mesin yang digunakan serta tenaga kerja
yang diperkerjakan dalam suatu proses produksi dapat menghasilkan output yang lebih
banyak. Tetapi untuk jangka panjang, dengan semakin tinggi teknologi dalam proses
produksi maka penggunaan tenaga kerja akan menurun. Hal ini lah yang kemudian
dapat memicu peningkatan pada pengangguran. Tingginya angka pengangguran akan
menurunkan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita, sehingga pada akhirnya
akan menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. dimana peningkatakan pada
pengangguran akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga permintaan terhadap
barang-barang produksi akan berkurang. Keadaan ini yang kemudian tidak akan
menarik investor untuk menanamkan investasinya di negara tersebut. Dengan demikian
tingkat investasi suatu negara akan menurun sehingga perekonomian suatu negara akan
memiliki laju pertumbuhan yang rendah. Selain itu, tingginya tingkat pengangguran
dapat menurunkan pendapatan negara dari sektor pajak. Hal ini dikarenakan dengan
tingginya pengangguran maka akan menurunkan perekonomian suatu negara sehingga

36
terjadi penurunan pendapatan masyarakat. Sehingga pajak yang diterima oleh
pemerintah dari masyarakat akan menurun. Jika hal ini terus terjadi maka selanjutnya
adalah terhambatnya kegiatan pembangunan negara karena terbatasnya dana yang
dapat digunakan akibat penurunan pajak.

1.5 Kesimpulan
Model yang dikembangkan sejauh ini menunjukkan bagaimana tabungan dan
pertumbuhan populasi menentukan persedian modal kondisi mapan perekonomian dan
tingkat pendapatan perkapita pada kondisi mapan. Hal yang tidak bisa dilakukan model
tersebut adalah menjelaskan pertumbuhan yang terus-menerus dalam standar
kehidupan yang kita amati di sebagian besar negara. Dalam model yang sekarang kita
miliki, ketika perekonomian mencapai kondisi mapannya, output perkerja berhenti
bertambah. Untuk menjelaskan pertumbuhan tersebut kita perlu memasukkan
kemajuan teknologi ke dalam model.
Pertumbuhan ekonomi jangka-panjang adalah determinan terpenting dari
kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Hal-hal lainnya yang dipelajari para
ahlii makroekonomi pengangguran, inflasi, defisit perdagangan, dan lain-lain--bisa
dikatakan tidak begitu penting. Untungnya, para ekonom cukup banyak mengetahui
tentang kekuatan-kekuatan yang mengarahkan pertumbuhan ekonomi. Model
pertumbuhan Solow dan model-model pertumbuhan endogen yang lebih mutakhir
menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi
berinteraksi dalam menentukan tingkat serta pertumbuhan standar kehidupan suatu
negara. Meskipun tidak memberikan pil ajaib untuk menjamin perekonomian mencapai
pertumbuhan yang pesat, teori-teori tersebut memberikan banyak wawasan, dan
memberikan kerangka kerja intelektual bagi banyak perdebatan tentang kebijakan
publik yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada jangka panjang.

37
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, Inma. 2015. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dengan Model


Solow Dan Model Schumpeter. Jurnal Ilmiah. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Gregory N. Mankiw. 2000. Makroekonomi Edisi ke Enam. Jakarta : Erlangga.

Supartoyo, Y. H., Tatuh, J., & Sendouw, R. H. E. (2014). The Economic Growth And
The Regional Characteristics: The Case Of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter
Dan Perbankan, 16(1), 3-19.

Sutawijaya, Adrian. 2010. Pengaruh Ekspor dan Investasi Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006. Jurnal Organisasi dan Manajemen,
Vol.6, No.1.

38

Anda mungkin juga menyukai