Pengadaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka pendek, misalnya satu atau dua minggu.
Pengadaan ini dilakukan apabila modal yang tersedia terbatas dan distributor atau Pedagang Besar
Farmasi (PBF) berada di dalam kota, sehingga selalu siap melayani dan barang dapat segera dikirim.
Pengadaan ini dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan. Untuk mengantisipasi akan
adanya kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus untuk pembelian besar
dalam jumlah tertentu.
3) Pengadaan terencana
Cara pengadaan ini berkaitan dengan pengendalian persediaan barang yang dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah pengadaan dengan penjualan tiap kurun waktu.
Cara ini dilakukan pada sediaan farmasi yang diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan
dalam kurun waktu tertentu, misalnya karena adanya pengaruh wabah penyakit seperti demam
berdarah.
5) Konsinyasi
Pengadaan dengan cara konsinyasi yaitu pemilik barang menitipkan barang kepada apotek. Apotek hanya
membayar barang yang terjual, sedangkan sisanya dapat dikembalikan atau diperpanjang masa
konsinyasinya. Cara seperti ini biasanya dilakukan pada produk baru. Berdasarkan cara pembayaran yang
dilakukan, maka pengadaan barang dapat dikelompokkan menjadi
Hal yang harus diperhatikan dalam hal pengadaan sediaan farmasi, antara lain
b) Berdasarkan buku defekta (keterangan persediaan sediaan farmasi yang habis atau menipis)
e) Untuk pemilihan PBF, beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu Diskon yang ditawarkan, Bonus
pembelian, Jangka waktu pembayaran, Pelayanan yang baik, benar dan cepat, Kemudahan
pengembalian sediaan farmasi yang mendekati kadaluwarsa dan Terjamin kualitas produknya.
Proses pengadaan barang untuk keperluan apotek dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
a) Pengecekan barang
Dari buku defekta, dapat diketahui sediaan farmasi yang habis atau menipis. Apabila persediaan di
ruang racikan telah habis, dapat diambil dari gudang, dan apabila persediaan di gudang juga sudah habis,
baru dilakukan pemesanan.
b) Pemesanan
Pemesanan sediaan farmasi dilakukan berdasarkan buku defecta. Pemesanan ke PBF biasanya
dilakukan melalui salesman dengan membuat Surat Pesanan (SP). SP memuat nama dan jumlah sediaan
farmasi yang dipesan, ditandatangani oleh APA. Dibuat rangkap tiga dengan perincian lembar ke-1 dan
ke-2 untuk PBF, dan lembar ketiga untuk apotek sebagai arsip pada bagian pengadaan. Apabila APA
adalah sekaligus PSA maka dapat digunakan satu rangkap SP. Setelah SP diterima oleh PBF, barang akan
dikirim ke apotek.
c) Penerimaan barang
Setiap pengiriman sediaan farmasi yang dipesan, disertai faktur rangkap empat (2 lembar untuk PBF, 1
lembar untuk penagihan dan 1 lembar untuk apotek) dan SP yang ditandatangani oleh APA. Barang yang
datang dicocokkan dengan SP, bila sesuai akan ditandatangani oleh APA atau AA disertai dengan nomor
Surat Ijin Kerja dan diberi stempel apotek sebagai bukti sediaan farmasi telah diterima dan bila tidak
sesuai segera dikembalikan ke PBF pengirim. Untuk obat dengan tanggal kadaluwarsa dibuat perjanjian
pengembalian obat ke PBF yang bersangkutan dengan batas waktu sesuai perjanjian.
d) Pencatatan
Faktur dari PBF disalin dalam buku penerimaan, ditulis nama PBF, nama sediaan farmasi, jumlah, harga
satuan, potongan harga, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Setiap hari dilakukan pencatatan
penerimaan sehingga dapat diketahui berapa banyak hutang setiap harinya. Berdasarkan catatan ini
harus diwaspadai agar jumlah pengadaan tiap bulan tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan,
kecuali bila ada kemungkinan terjadi kenaikan harga (spekulasi dengan membeli obat-obat fast moving).
Faktur diserahkan ke bagian administrasi untuk diperiksa sekali lagi, lalu dibendel dalam map tunggu
sampai jatah waktu inkaso atau pembayaran.
e) Pembayaran
Faktur yang sudah jatuh tempo dikumpulkan dalam tiap debitur, masing-masing dibuatkan bukti kassa
keluar (bukti pembayaran) kemudian diserahkan ke bagian administrasi keuangan untuk kemudian
ditandatangani sebelum dibayarkan ke PBF.