Anda di halaman 1dari 19

Pengelolaan Apotek

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.992/MenKes/Per/X/1993 bab IV pasal 12 menyebutkan


bahwa apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, menyerahkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi yang karena sesuatu hal
tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jendral. Pemusnahan tersebut dilakukan oleh
Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker pengganti dibantu sekurang-kuangnya seorang karyawan
Apotek (pasal 13 ayat 1) dan wajib dibuat berita acara pemusnahan. Pemusnahan narkotika dan
psikotropika wajib mengikuti ketentuan undang-undang yang berlaku.

Pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker pengelola apotek yang sesuai
dengan PerMenKes No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang pengelolaan apotek yang meliputi:

a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan


penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Menurut peraturan Menteri RI No.992/MenKes/Per/X/1993 bab IV pasal 11 pelayanan informasi


mengenai perbekalan farmasi meliputi:

a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter
dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu obat dan
perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan pada kepentingan
masyarakat.
Pengelolaan Obat

Pengelolaan menyangkut berbagai tahap dan kegiatan yang seharusnya saling terkait antara satu
dengan yang lain. Siklus pengelolaan dan penggunaan obat di apotek terdiri dari beberapa tahap
meliputi perencanaan, pengadaan (pembelian), penyimpanan, distribusi (penjualan), dan penggunaan.

•>1. Perencanaan
Perencanaan untuk pengadaan barang dapat dikatakan baik bila pembelian memenuhi beberapa
ketentuan antara lain: komposisi produk sesuai dengan kebutuhan, pembelian mampu melayani jenis
obat yang diperlukan pasien dan jumlah pembelian untuk keperluan rutin sebulan telah menunjukan
keseimbangan dengan penjualan secara proporsional. Tujuan perencanaan adalah agar proses
pengadaan perbekalan farmasi atau obat yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien serta
disesuaikan dengan anggaran.

Faktor-faktor yg harus dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan:

a) Pemilihan pemasok, yg perlu diperhatikan antara lain:

1. Legalitas pemasok (PBF)

2. Service, meliputi ketepatan waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon/bonus, layanan obat
ED dan

tenggang waktu penagihan.

3. Kualitas obat, perbekalan farmasi lain.

4. Ketersediaan obat yang dibutuhkan.

5. Harga

b) Ketersediaan barang/perbekalan farmasi

Beberapa hal yg harus diperhatikan: sisa stok, rata-rata pemakaian obat dalam satu periode pemesanan,
frekuensi pemakaian dan waktu tunggu pemesanan, pemilihan metode perencanaan. Adapun metode
perencanaan yaitu:

1. Metode konsumsi

Memperkirakan penggunaan obat berdasarkan pemakaian sebelumnya sebagai dasar perencanaan yang
akan datang.

2. Metode epidemiologi
Berdasarkan penyebaran penyakit yang paling banyak terdapat di daerah sekitar apotek.

3. Metode kombinasi

Mengkombinasikan antara metode konsumsi dan epidemiologi.

4. JIT (Just In Time)

Membeli obat pada saat dibutuhkan.

•> 2. Pengadaan Barang


Kebijakan pengelolaan apotek terutama dalam pengadaan barang, sangat menentukan keberhasilan
usaha, tingkat laba dan kelancaran jalannya apotek. Tujuan pengadaan barang adalah untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan dilakukan dengan 3 cara, yaitu COD (cash on delivery), kredit dan konsinyasi.
Ada beberapa macam pola pembelian di apotek, yaitu:

a. Pembelian secara berencana

Cara ini digunakan untuk membeli barang-barang yang agak sulit di peroleh, yaitu bila kedudukan PBF
diluar kota. Dari buku defecta dapat diketahui macam obat yang habis dalam persediaan sehingga ketika
salesman dari PBF datang, dapat segera dilakukan pemesanan.

b. Pembelian secara spekulasi

Pembelian dengan cara ini merupakan pembelian yang dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari
kebutuhan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mendapatkan potongan harga khusus yang
ditawarkan hanya pada waktu tertentu atau bila ada kemungkinan kenaikan harga. Untuk dapat
melakukan pembelian ini harus dipertimbangkan kondisi keuangan, kecepatan distribusi obat ke tangan
pasien dan kapasitas gudang di apotek.

c. Pembelian dalam jumlah terbatas (Hand to mouth buying)

Pembelian ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan jangka pendek. Hal ini dilakukan apabila dana yang
tersedia terbatas dan PBF berada dalam satu kota atau dengan mudah mendapatkan barang yang
dimaksud sehingga apotek selalu siap melayani obat yang diminta pasien (tidak pernah kehabisan).

Proses pengadaan barang untuk kebutuhan apotek dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Persiapan

Selama melayani penjualan dapat diketahui barang yang habis. Bila barang dibagian penjualan habis
tetapi masih terdapat persediaan di gudang maka barang tersebut dapat diambilkan dari gudang.

b. Pemesanan
Berdasarkan buku defecta tersebut dilakukan pemesanan barang ke PBF. Umumnya lebih disukai
memesan barang melalui PBF daripada langsung ke pabrik obat karena biasanya pabrik obat melayani
pembelian dalam jumlah besar. Bagi apotek, pemesanan barang yang demikian melebihi kebutuhan
apotek dan diperlukan modal yang sangat besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih PBF
adalah harga yang ditawarkan, ketepatan waktu pengiriman, adanya diskon atau bonus, dan yang
memberikan jangka waktu kredit yang cukup panjang. Surat Pesanan (SP) untuk pembelian obat
dibedakan menjadi 3, yaitu :

1) SP untuk obat narkotik

Format sudah ditentukan oleh PT Kimia Farma sebagai distributor tunggal. SP dibuat rangkap lima, satu
lembar untuk apotek dan empat lembar untuk Kimia Farma. Dalam satu SP hanya boleh memuat satu
item obat.

2) SP untuk obat Psikotropik

Format sudah ditentukan oleh Dinas kesehatan. SP dibuat rangkap tiga, satu lembar untuk PBF dan dua
lembar untuk arsip apotek dan pengecekan barang datang. Dalam satu SP boleh memuat lebih dari satu
item obat.

3) SP untuk obat etichal

Format SP bebas dan setiap SP bisa memuat beberapa item obat. Setiap SP dibuat nomor sebagai
pengamanan untuk menghindari penyalahgunaan.

•> c. Penerimaan barang


Pada saat pengiriman barang, salesman membawa surat pesanan disertai faktur pembelian sebanyak
empat lembar. Dua lembar untuk PBF, satu lembar yang asli untuk penagihan dan satu lembar lagi untuk
apotek. Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan
barang. SP digunakan untuk mencocokkan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim. Setelah
sesuai dengan pesanan APA atau AA yang memiliki Surat Ijin Kerja (SIK) yang menerima akan
menandatangani faktur, memberi cap apotek dan menuliskan nama terang beserta No. SIK sebagai bukti
penerimaan barang.

Pencatatan

Dari faktur disalin dalam buku penerimaan barang, di tulis nama suplier, nama obat, nomor batch,
tanggal kadaluarsa, jumlah, harga satuan, potongan harga, jumlah harga, nomor urut dan tanggal. Setiap
hari dilakukan pencatatan penerimaan barang sehingga dapat diketahui berapa jumlah barang setiap
pembelian, dan catatan ini harus di waspadai jangan sampai jumlah pembelian tiap bulannya melebihi
anggaran yang telah ditetapkan, kecuali bila ada kemungkinan kenaikan harga (spekulasi memborong
obat-obat yang fast moving). Faktur-faktur kemudian diserahkan kebagian administrasi untuk diperiksa
sekali lagi, lalu dibendel dalam map tunggu, menunggu waktu untuk dilunasi.
Pembayaran

Bila sudah jatuh tempo setiap faktur dikumpulkan per debitur, masing-masing dibuatkan bukti kas keluar
serta cek atau giro, kemudian diserahkan ke bagian keuangan untuk ditandatangani sebelum dibayarkan
ke suplier. Pembayaran barang yang sudah dipesan dapat dilakukan secara tunai atau kredit, tergantung
dari jenis obat, serta perjanjian dengan pihak distributor. Pelayanan untuk obat jenis narkotika harus
dilakukan secara COD (Cash On Delivery).

3. Penyimpanan

Perbekalan farmasi yang sudah dibeli, biasanya tidak dapat langsung dijual, karena itu harus disimpan di
dalam gudang terlebih dahulu agar aman, tidak hilang, tidak mudah rusak, serta mudah di awasi. Barang
yang sudah dibeli wajib dilakukan pencatan pada kartu stok dan dapat langsung dijual. Persediaan
barang dapat disimpan di dalam gudang. Tujuan penyimpanan barang adalah:

a. Untuk menjaga persediaan agar tidak hilang atau rusak.

b. Menjaga stabilitas obat.

c. Memudahkan pengawasan jumlah persediaan, khususnya obat-obat yang mempunyai waktu


kadaluarsa.

d. Memudahkan dan mempercepat pelayanan karena penyimpanan dilakukan menurut sistem


tertentu.

Gudang penyimpanan hendaknya memenuhi beberapa ketentuan:

a. Merupakan ruang tersendiri dalam kompleks apotek.

b. Cukup aman, kuat, dan dapat dikunci dengan baik.

c. Tidak terkena sinar matahari langsung.

d. Tersedia rak yang cukup baik.

e. Dilengkapi alat pemadam kebakaran, kering dan bersih.

Penyusunan dan penyimpanan obat atau barang harus dilakukan secara sistematis berdasarkan:

a. Kategori terapetik (efek farmakologi).

b. Alfabetis.

c. Bentuk sediaan.
d. Pabrik (produsen).

Selain itu dalam penyimpanan barang di apotek harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu:

a. Bahan yang mudah terbakar sebaikanya disimpan terpisah dari bahan lain.

b. Untuk narkotika disimpan di tempat yang khusus.

c. Untuk psikotripika disimpan ditempat yang tidak mudah terlihat oleh pasien.

Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus sesuai dengan persyaratan peraturan
perundangan No. 22/1997, hal tersebut untuk menghindari penyalahgunaan obat narkotika.

Tujuan persediaan obat adalah untuk menjaga agar pelayanan obat oleh apotek berjalan lancar yaitu
dengan:

a. Menjaga kemungkinan keterlambatan pemesanan.

b. Menambah penjualan, bila ada tambahan pesanan secara mendadak.

Sistem pengeluaran barang menggunakan sistem FEFO (first expired first out), barang yang pertama
kadaluarsa harus dikeluarkan terlebih dahulu. Dalam melakukan penyimpanan obat-obatan berlaku
beberapa aturan tidak tertulis yang cukup efektif dilakukan yaitu:

a. Bahan baku disusun menurut abjad dan dipisahkan antara serbuk, cairan, setengah padat seperti
vaselin, gom arab, dan lain-lain.

b. Obat jadi disusun menurut abjad atau bentuk sediaannya.

c. Pembalut, kapas, kasa steril dan plester disimpan tersendiri.

d. Untuk sediaan seperti insulin, vaksin, serta obat-obat lain yang mudah rusak atau meleleh pada suhu
kamar disimpan dalam lemari es.

e. Penyimpanan obat narkotik disimpan di dalam lemari khusus, hal ini sesuai dengan Undang-Undang
RI No. 1332 Tahun 2002 Pasal 29 disebutkan bahwa Narkotika, Psikotropika dan resep harus dimasukkan
dalam tempat yang tertutup dan terkunci yang dimaksud untuk menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan antara lain penyalahgunaan narkotika.

f. Tiap barang mempunyai kartu stock dan setiap mutasi segera dicatat dalam kartu stock.

4. Penjualan
Berdasarkan SK Menkes No. 280 tahun 1981 pasal 24 bahwa pemberian harga obat dan perbekalan
farmasi lainnya serta jasa apotek harus ditekan serendah mungkin berdasarkan usul panitia yang terdiri
dari wakil-wakil Balai Besar POM, pabrik obat dan apotek. Struktur harga obat yang ditetapkan oleh
gabungan perusahaan farmasi (GPF) dan di setujui oleh pemerintah yaitu harga eceran tertinggi (HET)
kepada konsumen dan tidak boleh dilampaui oleh pedagang eceran.

Pada prinsipnya harga obat dengan resep adalah sebagai berikut:

HJA = {(HNA+PPN)xIndeks} + tuslag + embalase

Obat Daftar G = {(HNA+PPN)x1,3} + tuslag + embalase

Obat HV yang diresepkan = {(HNA+PPN)x1,3} + tuslag + embalase

Obat HV = {(HNA+PPN)x1,1}

Obat resep racikan = {(HNA+PPN)x1,3} + tuslag + embalase

Penjualan obat atau alat kesehatan secara umum dibagi menjadi dua yaitu:

a. Penjualan obat dengan resep dokter

Pejualan obat melalui resep merupakan penjualan terpenting. Penjualan dapat dilakukan secara kredit
maupun kontan. Penjualan kontan ditujukan untuk umum, yaitu pembelian membayar langsung harga
obat yang dibelinya sedangkan penjualan kredit ditujukan untuk pelanggan (pribadi atau instansi)
sebagai usaha apotek untuk mengembangkan jangkauan konsumen.

b. Penjualan obat bebas (tanpa resep)

Penjualan ini meliputi obat-obat bebas, obat bebas terbatas, OWA, kosmetik, alat kesehatan dan
barang-barang lain yang dijual di apotek.

Selain kedua tipe penjualan tersebut dilakukan juga penjualan khusus pada dokter (untuk keperluan
sendiri), rumah sakit, balai pengobatan, dan lain-lain. Penjualan pada rumah sakit biasanya diberikan
diskon khusus karena dilakukan dalam jumlah atau partai besar. Penjualan pada rumah sakit harus
berdasarkan pada surat pesananan (SP) yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab di rumah
sakit.

Kriteria obat di apotek sebagai berikut:

1) Obat Wajib Apotek (OWA)

Berdasarkan keputusan Menkes RI No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib apotek, diputuskan


dan ditetapkan bahwa obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker
kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang
memerlukan obat wajib apotek harus:

a) Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam obat wajib
apotek yang bersangkutan.

b) Membuat catatan pasien serta obat yang telah diberikan.


c) Memberikan informasi meliputi dosis atau aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping serta hal-
hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Contoh obat wajib apotek adalah obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep
hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), dan obat KB
hormonal.

2) Obat Bebas

Obat bebas yaitu obat yang boleh dijual bebas dan tidak terlalu berbahaya, masyarakat dapat
menggunakannya sendiri tanpa pengawasan dokter. Obat ini dalam kemasannya terdapat pula tanda
lingkaran hijau. Contoh: vitamin, rivanol.

3) Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas yaitu obat yang pengunaannya cukup aman tetapi apabila berlebihan dapat
menyebabkan efek samping yang kurang menyenangkan. Obat yang pemakaiannya tidak perlu dibawah
pengawasan dokter, namun penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam
kemasan. Selain itu juga terdapat tanda lingkaran biru dan tanda peringatan. Contoh: obat batuk, obat
pilek, dan krim antiseptik.

4) Obat Keras

Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan ditandai
dengan tanda lingkaran merah dengan lingkaran luar berwarna hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Yang termasuk golongan ini adalah beberapa obat generik dan Obat Wajib Apotek (OWA). Juga
termasuk didalamnya narkotika dan psikotropika tergolong obat keras.

Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Contoh : Diazepam, Phenobarbital

Pengelolaan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada APA untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Resep harus memenuhi:

a. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan.

b. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat, atau komposisi obat (termasuk jumlahnya).

c. Tanda R pada bagian kiri setiap penulisan resep.


d. Aturan pakai dan atau cara pemakaian obat.

e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan dosis yang melebihi dosis
maksimal.

Salinan resep yaitu salinan resep tertulis dari suatu resep. Salinan resep selain memuat semua
keterangan yang termuat dalam resep asli harus asli harus memuat pula:

1. Nama dan alamat apotek.

2. Nomor SIA (Surat Ijin Apotek)

3. Nama dan nomor SIK APA

4. Tandatangan atau paraf APA

5. Tanda detur obat yang sudah diserahkan atau tanda nedetur untuk obat yang belum diserahkan.

6. Nomor resep dan tanggal pembuatan.

Resep atau salinan resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek selama 3 tahun. Resep atau salinan
resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pengelolaan resep meliputi resep-resep yang sudah dilayani disimpan menurut urutan tanggal dan
nomor penerimaan atau pembuatan resep, resep yang mengandung narkotika harus dipindahkan dari
resep lainnya, ditandai garis merah di bawah nama obatnya. Resep yang telah disimpan selama 3 tahun
dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara lain yang memadai.

Menurut Permenkes No. 922/MenKes/Per/X/1993 obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena
suatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar
atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jendral. Pemusnahan dilakukan oleh APA
atau apoteker pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Pada pemusnahan
tersebut wajib dibuat berita acara pemusnahan menggunakan formulir yang ditentukan. Berita acara
tersebut memuat hari dan tanggal pemusnahan, tanggal yang terawal dan terakhir resep, berat resep
yang dimusnahkan dalam kilogram.

2.5.3 Manajemen Personalia


Manajemen personalia sangat penting dalam usaha apotek karena ditinjau dari segi keuangan. Biaya
karyawan merupakan bagian yang biayanya cukup besar dibandingkan dengan biaya lainnya, selain itu
sikap karyawan dapat membangkitkan kesan baik atau buruk terhadap apotek dari publik, sehingga
tampak bahwa peranan karyawan dalam perolehan keuntungan sangat penting. Dalam manajemen
personalia pada umumnya dilakukan kegiatan berikut ini, yaitu:

a. Penarikan calon karyawan.

b. Sumber tenaga kerja.

c. Seleksi dan orientasi.

d. Perjanjian kerja.

e. Latihan dan pendidikan

Jumlah tenaga kerja di apotek tergantung pada besar kecilnya apotek dan jam buka apotek, formasi
karyawan di apotek biasanya meliputi: Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker (AA), juru
resep, kasir/penjualan bebas, tenaga tata usaha, pembantu umum, lain-lain seperti penjaga malam, dan
pemegang kas.

Kerja sama yang baik antar pegawai perlu diciptakan untuk terwujudnya suasanan kerja yang nyaman
dan aman. Dibutuhkan adanya pembagian tugas yang jelas agar setiap karyawan tahu akan tugas dan
tanggung jawabnya.

Beberapa tinjauan tentang manajemen personalia adalah :

1. Dari segi keuangan, gaji para karyawan merupakan biaya terbesar dibanding dengan biaya lain ± 8–
10% dari omzet apotek.

2. Sikap karyawan apotek yang baik, ramah dan cepat melayani terhadap pembeli dapat
membangkitkan kesan baik dan menciptakan patronage motif terhadap apotek. Jadi sikap karyawan
merupakan pharmacy public image.

3. Untuk mencapai laba yang direncanakan peranan karyawan adalah sangat penting.

Kegiatan yang perlu diadakan adalah :

1. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan

2. Mendorong para karyawan untuk giat bekerja .

3. Memilih dan menempatkan mereka sesuai dengan pendidikanya

4. Merekrut calon karyawan dan mendidik sebagai calon pengganti yang senior.
2.6 Pelayanan Apotek

Untuk dapat mengelola pasien dengan baik perlu dilakukan pengelolaan apotek secara profesional.
Strategi pengelolaan pasien yang dapat dilakukan di apotek diantaranya adalah:

a. Konseling

Dalam konseling diperlukan teknik komunikasi yang baik, familiar dan terbuka. Konseling ini cukup
penting karena akan mendorong pasien untuk lebih memahami tentang penyakit yang diderita dan
pengobatan yang dilakukan.

Keuntungan konseling bagi pasien antara lain:

1) Mengurangi kesalahan dalam penggunaan obat.

2) Mengurangi ketidaktahuan pasien.

3) Mengurangi reaksi obat yang merugikan.

4) Memberi kepastian bahwa obat yang diberikan aman dan efektif.

5) Memberi penjelasan tambahan kepada pasien tentang penyakit pasien.

6) Membantu pasien dalam pengobatan sendiri.

7) Memberikan bantuan dalam situasi yang tidak berhubungan dengan obat, misalnya dengan
membantu meringankan beban psikologis, masalah KB dan lain-lain.

b. Analisa pasar dengan memahami perilaku konsumen

Analisa pasar memberikan keterangan tentang kebutuhan dan keinginan konsumen yang sangat
diperlukan oleh organisasi itu agar menjadi organisasi yang tanggap dan berorientasi pada pemasaran.
Analisa pasar juga memberikan informasi untuk mengerahkan perencanaan strategi, karena peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan dapat diketahui dengan mempelajari keinginan, keyakinan dan
kepuasan pasien.

c. Customer service

Pelayanan yang berkualitas tinggi dapat diterapkan dengan bahwa setiap pelanggan adalah tamu kita
sehingga sambutlah pelanggan dengan cara:

1) Kenali segera pelanggan.

2) Berdiri dan tunjukkan rasa hormat.


3) Tersenyum untuk menunjukkan keramahan.

4) Perkenalkan diri dengan menggunakan nama pelanggan.

5) Lakukan kontak mata.

6) Berjabat tangan.

7) Tawarkan bantuan dengan mengatakan “boleh saya bantu?”

8) Persilakan pelanggan duduk.

9) Pahami perasaan pelanggan.

a) Dengarkan dengan penuh perhatian.

b) Ajukan pertanyaan untuk mengetahui dan memperjelas.

c) Ulangi hingga tercapainya pengertian.

d) Pertahankan nada suara yang bersahabat.

e) Pertahankan rasa percaya diri.

10) Berempati denagan pelanggan

a) Tempatkan diri dalam keadaan pelanggan itu.

b) Jika pelanggan mengeluh cari sesuatu untuk mencapai persetujuan.

c) Tunjukkan rasa peduli yang tulus.

11) Selesaikan sendiri kebutuhan pelanggan

a) Berikan kartu nama.

b) Berterima kasih pada pelanggan.

Kegiatan Apotek

1) Order / Pemesanan

Pemesanan suatu produk obat harus menggunakan Surat Pemesanan (SP). Surat pemesanan dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu surat pemesanan biasa, surat pemesanan psikotropika dan surat pemesanan
narkotika. Surat pemesanan biasa digunakan untuk pemesanan obat-obat yang tidak masuk kedalam
golongan psikotropika dan narkotika.
Surat pemesanan psikotropika dikhususkan untuk pemesanan obat-obat yang termasuk dalam golongan
psikotropika. Surat pemesanan biasa dan pemesanan psikotropikaboleh memesan lebih dari 1 jenis obat
dalam setiap surat pemesanan dan dapat melakukan pesanan kepada PBF yang mempunyai obat yang
diinginkan.

Surat pemesanan narkotika merupakan surat pemesanan yang dikhususkan untuk pemesanan obat
golongan narkotika. Surat pemesanan narkotika hanya boleh memesan 1 jenis obat golongan narkotika
dalam setiap pemesanan dan pemesanan dilakukan kepada Kimia Farma. Surat pemesanan narkotik
terdiri atas 4 rangkap. Tiga rangkap ditujukan kepada PT. Kimia Farma Tbk. Yang selanjutnya diserahkan
kepada BPOM Kalimantan Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan arsip bagi Kimia Farma.
Satu rangkap selanjutnya merupakan arsip apotek sendiri.

2) Penyimpanan

Penyimpanan barang didasarkan pada konsep FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
Penyimpanan dengan menggunakan konsep ini dapat menjamin bahwa produk obat yang disalurkan ke
konsumen merupakan produk obat yang aman dan tidak melewati batas kadaluwarsa. Khusus untuk
obat golongan narkotika, penyimpanan obat adalah lemari khusus narkotika yang menempel pada
dinding.

APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat:

a) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan

b) Nama apoteker pengelola apotek

c) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.

d) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

e) Cara pemusnahan.

f) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tembusan:

a) Balai POM.

b) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

c) Arsip

3) Stock Opname

Stock Opname dilakukan terhadap setiap produk obat dan data yang dikumpulkan adalah jumlah obat
tersebut dalam satuan tablet/kapsul (untuk obat dalam bentuk sediaan padat) maupun tube dan botol
(untuk obat yang berada dalam bentuk sediaan cair/semi padat).
3) Pencatatan Barang

Setiap produk memiliki kartu stok sehingga dapat terpantau dengan jelas jumlah obat yang masuk,
keluar serta stok yang tersedia. Penyusunan kartu stok dipisahkan berdasarkan jenis obat tersebut,
apakah obat secara umum (tablet/kapsul), generik, injeksi, dan lain sebagainya. Setiap barang pesanan
yang datang akan dicatat sebagai pemasukan, dan setiap barang yang keluar akan dicatat sebagai
pengeluaran. Pencatatan dalam kartu stok diurutkan berdasarkan tanggal. Dengan demikian, jumlah
obat yang masuk dan keluar dalam satu bulan dapat terpantau.

Pencatatan terhadap obat golongan narkotik dan psikotropik terdiri dari kolom-kolom sebagai berikut:

a) Kode Resep

Kode resep digunakan untuk memudahkan pelacakan penggunaan narkotika dan psikotropika apabila
suatu saat diperlukan. Hal ini disebabkan karena resep yang telah masuk ke dalam apotek diurutkan
berdasarkan kode resep.

b) Nama Obat

Nama obat digunakan untuk mencocokkan antara kode resep dan nama obat apakah sesuai atau tidak.

c) Jumlah Masuk

Jumlah masuk menyatakan jumlah narkotika atau psikotropika yang masuk kedalam apotek. Pemasukan
akan menambah jumlah narkotika atau psikotropika di apotek.

d) Jumlah Keluar

Jumlah keluar menyatakan jumlah narkotika atau psikotropika yang diberikan pada pasien. Pengeluaran
akan menyebabkan jumlah narkotika dan psikotropika di apotek berkurang.

e) Stok bulan depan

Stok bulan depan menyatakan jumlah narkotik dan psikotropik yang tersedia di apotek untuk bulan
depan. Stok bulan depan diperoleh dari mengurangi jumlah narkotik atau psikotropik yang masuk
dengan yang keluar.

6) Peresepan

Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
280/MenKes/V/1981 tentang ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4),
(5) disebutkan tentang resep sebagai berikut:

a) Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan
penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya 3 tahun.

b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.
c) Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola
Apotek bersama dengan sekurang-kurangnya petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Propinsi.

7) Pelaporan

Pelaporan yang dilakukan oleh apotek terdiri dari 3 jenis laporan, yaitu laporan penggunaan obat
generik, laporan penggunaan obat psikotropik dan penggunaan obat narkotik. Laporan penggunaan obat
generik bertujuan untuk mengetahui persentase peresepan obat generik oleh dokter. Laporan
peresepan obat generik ini diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Pontianak, dengan tembusan ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan BPOM.

Laporan penggunaan obat psikotropik dan narkotik bertujuan untuk memantau penggunaan obat-obat
golongan psikotropik maupun narkotik sehingga tidak terjadi penyalahgunaan obat tersebut. Laporan-
laporan tersebut dibuat setiap sebulan sekali dan setiap laporan ditandatangani oleh APA. Laporan yang
telah dibuat akan diserahkan kepada Dinas kesehatan kota/kabupaten dengan tembusan kepada:

a) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

b) Kepala BPOM Kalimantan Barat

c) Penanggung jawab narkotik PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. (khusus laporan narkotik)

Kegiatan yang dilakukan selama kami mengikuti praktek meliputi berbagai pembelajaran mengenai
pengelolaan apotek yang meliputi pengelolaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Peserta dituntut untuk menguasai manajerial
farmasi seperti pemesanan obat, penyimpanan obat, stock opname, pencatatan barang, peresepan,
maupun pelaporan. Manajerial farmasi diperlukan untuk menjamin bahwa setiap produk obat yang
masuk maupun keluar tercatat dengan rapi sehingga dapat dipastikan bahwa harga produk yang
dibebankan kepada asien tidak lebih rendah daripada harga pembelian dari Pedagang Besar Farmasi
(PBF).

Peserta juga melakukan berbagai pekerjaan teknis yang terdapat di Apotek J&T seperti:

a. Menerima dan membaca resep

Beberapa hal yang perlu diperhatikan di resep agar tidak terjadi kesalahan yang fatal adalah dengan
memperhatikan bentuk tulisan resep. Selain itu perlu diperhatikan pula obat apa yang diminta oleh
dokter. Apabila terdapat keraguan dalam membaca tulisan resep maka akan dilakukan konsultasi
kepada dokter yang bersangkutan.
b. Pengemasan dan penandaan atau mempersiapkan obat

Tablet atau kapsul dikemas di dalam suatu kantong kecil atau plastik kip. Obat yang berbentuk serbuk
dikemas di dalam kertas perkamen, yang kemudian akan dimasukkan lagi ke dalam plastik untuk
menjaga obat tetap aman. Obat yang berupa sediaan salep, krim, atau obat tetes mata serta sirup
langsung diberikan kepada pasien dengan menggunakan wadah obat yang bersangkutan.

c. Perhitungan racikan dan meracik

Perhitungan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam membuat obat dari resep. Apabila
salah menghitung, maka jumlah dosis yang akan diberikan kepada pasien pun akan salah. Hal tersebut
dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan yang teliti dan
tepat sehingga obat yang dibuat pun tepat dosisnya. Pada umumnya, kapsul, pulveres, serta salep
merupakan sediaan yang paling sering diracik dan sering menggunakan perhitungan.

d. Penulisan etiket dan kopi resep

Setiap obat yang akan diserahkan kepada pasien akan disertai dengan suatu etiket. Etiket berisikan kode
resep, tanggal pelayanan, nama pasien, serta aturan penggunaan obat. Adanya etiket tersebut dapat
mempermudah petugas apotek untuk mengecek kembali jenis obat yang akan diberikan apabila suatu
saat akan terjadi komplain. Selain itu etiket juga akan mempermudah pasien dalam pengulangan
membeli obat. Pasien tidak perlu membawa semua obat yang ada di resep, cukup dengan membawa
etiket, maka petugas resep akan mencari resep dengan nomor resep yang tertera pada etiket.

Apotek juga melayani kopi resep baik untuk obat yang telah diambil maupun untuk obat yang belum
diambil. Setiap kopi resep yang akan diserahkan kepada pasien harus disertai dengan tanda tangan
Apoteker Pengelola Apotek.

Pengamatan

a. Pemesanan/Order Obat

Pengadaan Barang dilakukan setiap hari dengan order ke PBF melalui salesman yang datang setiap
hari. Sebelum melakukan kegiatan pengadaan barang perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Buku Order/Buku Defecta/Buku Habis;

2) Rencana anggaran pembelianakhir; serta

3) Pemilihan PBF yang sesuai dengan pertimbangan diskon jangka waktu pembayaran, pelayanan
yang baik dan tepat waktu serta kualitas barang.

Pada dasarnya buku defecta/buku Habis memuat tentang barang yang sudah habis dan barang yang
sudah menipis persediannya. Berdasarkan buku defecta tersebut kemudian dilakukan pemesanan
barang ke PBF dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek. Surat Pesanan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu surat pemesanan obat biasa, surat pemesanan
untuk obat psikotropika, dan surat pemesanan untuk obat narkotika. Surat pemesanan obat biasa
merupakan surat pemesanan yang digunakan untuk pemesanan obat selain obat psikotropika maupun
obat narkotika. Surat Pesanan obat bebas tersebuat dibuat 2 rangkap, satu untuk PBF dan satu untuk
arsip pembelian apotek. Khusus untuk surat pesanan narkotika hanya boleh memesan 1 jenis obat saja,
dimana pemesanan obat narkotika tersebut diakukan kepada PT. Kimia Farma Tbk. Surat pesanan
narkotika terdiri atas 4 rangkap. Tiga rangkap ditujukan kepada PT. Kimia Farma Tbk yang selanjutnya
diserahkan kepada BPOM Kalimantan Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan arsip bagi
perusahaan sendiri. Sedangkan 1 rangkap selanjutnya merupakan arsip apotek.

Pada saat penerimaan barang, salesman membawa SP disertai faktur pembelian sebanyak 4 lembar, dua
lembar untuk PBF, satu lembar untuk penagihan dan satu lembar untuk apotek. Faktur ini dibuat sebagai
bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan barang, surat pesanan digunakan untuk
mencocokan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim. Apabila sesuai dengan pemesanan,
Apoteker Pengelola Apotek atau Asisten Apoteker yang menerima menandatangani faktur dan memberi
cap apotek sebagai bukti penerimaan barang.

Untuk barang yang memiliki masa kadaluarsanya sudah dekat dilakukan perjanjian terlebih dahulu,
apakah barang tersebut boleh dikembalikan atau tidak, dengan waktu pengembalian yang telah
ditentukan.

b. Penyimpanan Obat

Pada umumnya, penyimpanan barang di Apotek Makmur secara umum digolongkan menjadi empat
yaitu :

a) Obat Generik, yang disusun secara alphabetis.

b) Obat Bebas, Obat Paten, Obat non Narkotik dan Obat lain yang tidak memerlukan kondisi
penyimpanan tertentu, disusun secara alphabetis, juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya.

c) Obat-obat yang memerlukan kondisi penyimpanan pada suhu yang dingin disimpan dalam lemari
es, misalnya: suppositoria atau beberapa injeksi tertentu.

d) Obat Narkotika dan Psikotropika, disimpan dalam lemari khusus dan sesuai dengan
ketentuannya.

Penyimpanan pesediaan barang/obat di Apotek Makmur diperuntukan bagi obat yang pergerakannya
cepat (fast moving) yaitu obat dan bahan obat yang paling banyak dan cepat terjual serta sering
digunakan dan diresepkan oleh dokter. Dengan adanya penyimpanan barang, maka persediaan barang
dapat terkontrol sehingga dapat mencegah terjadinya kekosongan.

Untuk sediaan Narkotika dan Psikotropika, disimpan secara terpisah dari bahan lainnya, yaitu di dalam
lemari khusus dan selalu dalam keadaan terkunci. Lemari penyimpanan tersebut hanya dibuka jika
terdapat permintaan resep terhadap obat-obatan tersebut.
Selain itu, penyimpanan obat juga didasarkan pada metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out). Penyimpanan dengan menggunakan metode ini dapat menjamin bahwa produk obat
yang disalurkan ke konsumen merupakan produk obat yang aman dan tidak melewati batas
kadaluwarsa.

c. Stock Opname

Stock Opname dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali yaitu pada akhir bulan Desember. Stock Opname
dilakukan terhadap setiap produk obat, dimana data yang dikumpulkan adalah jumlah obat tersebut.

d. Pencatatan Barang

Setiap produk obat memiliki sebuah kartu stok sehingga dapat terpantau dengan jelas jumlah obat yang
masuk, keluar ataupun stok yang masih tersedia. Setiap barang pemesanan yang datang akan dicatat
sebagai pemasukan dan setiap barang yang keluar akan dicatat sebagai pengeluaran. Pencatatan dalam
kartu stok tersebut diurutkan berdasarkan tanggal barang tersebut masuk/keluar sehingga jumlah obat
yang masuk dan keluar dapat terpantau dengan baik.

Pencatatan terhadap obat golongan narkotik dan psikotropik terdiri oleh:

1) Kode resep

Resep yang telah masuk ke dalam apotek akan diurut berdasarkan kode resep. Kode resep tersebut akan
memudahkan pelacakan penggunaan obat psikotropika dan narkotika tersebut apabila suatu saat
diperlukan.

2) Nama obat

Nama obat digunakan untuk mencocokkan antara kode resep dan nama obat.

3) Jumlah masuk

Jumlah masuk menyatakan jumlah obat psikotropika dan narkotika yang masuk ke apotek. Pemasukan
akan menambah jumlah obat psikotropika dan narkotika tersebut.

4) Jumlah keluar

Jumlah keluar menyatakan jumlah obat psikotropik dan narkotik yang diberikan kepada pasien.
Pengeluaran akan menyebabkan jumlah obat psikotropika dan narkotika berkurang.

5) Peresepan

Resep yang masuk diterima oleh Asisten Apoteker kemudian diteliti apakah obat yang diresepkan
tersedia di apotek atau tidak, jika tersedia maka resep diberikan harga sesuai dengan harga yang berlaku
di apotek. Jika pembeli setuju dengan harga yang ditawarkan, maka resep dikerjakan kemudian diberi
etiket, dan diperiksa lagi oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Asisten Apoteker dan diserahkan kepada
pasien disertai dengan informasi mengenai aturan penggunaan obat. Bila diminta atau diperlukan
dibuatkan copy resep atau kwitansi pembelian.

Setiap resep akan dikelompokkan berdasarkan tanggal resep dan kode resep. Pada masing-masing
tanggal, resep dikelompokkan lagi menjadi resep biasa, resep obat psikotropika, dan resep obat
narkotika. Tujuan diadakannya pengelompokan ini adalah untuk memudahkan pengecekan atau
penelusuran kembali apabila suatu saat diperlukan, baik oleh pasien maupun BPOM.

e. Pelaporan

Pelaporan yang harus dilaksanakan oleh apotek adalah laporan penggunaan obat generik, laporan
penggunaan obat psikotropika, serta laporan penggunaan obat narkotika. Laporan obat psikotropika dan
narkotika ini bertujuan untuk memantau penggunaan obat-obat golongan psikotropika maupun
narkotika sehingga tidak terjadi penyalahgunaan. Laporan-laporan ini dibuat tiap 1 bulan sekali dan
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan yang telah dibuat tersebut kemudian
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Pontianak, dengan tebusan kepada:

1) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

2) Kepala BPOM Provinsi Kalimantan Barat

3) Apotek (sebagai arsip)

Anda mungkin juga menyukai