Anda di halaman 1dari 10

3.2.

1 Pengadaan Perbekalan Farmasi


Pengadaan perbekalan farmasi dimaksudkan untuk menjamin tersedianya perbekalan
farmasi di apotek. Pengadaan perbekalan farmasi mencakup obat, bahan obat, dan alat
kesehatan. Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dapat dilakukan dengan dua
cara:
a. Berdasarkan buku defekta, berisi nama-nama jenis obat yang telah mencapai stok
minimal. Buku defekta adalah buku yang berisi keperluan barang yang telah mencapai
stok minimal selama pelayanan.
b. Berdasarkan analisis pareto (sistem ABC), yaitu dengan melihat penjualan pada periode
waktu yang telah terjadi untuk perencanaan pengadaan barang selanjutnya. Pareto berisi
daftar barang yang terjual yang memberikan kontribusi terhadap omset, yang disusun
berurutan berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi sampai terendah, dan disertai jumlah
atau kuantitas barang yang terjual. Analisis sistem pareto digunakan karena jumlah jenis
obat yang sangat banyak, sedangkan yang banyak digunakan serta memberikan kontribusi
besar terhadap omset jumlahnya sedikit sehingga perlu dilakukan prioritas dalam
pengendaliannya. Keuntungan dengan menggunakan analisis pareto adalah perputaran
barang lebih cepat sehingga modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud barang,
namun dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko penumpukan barang serta obat
kadaluarsa, mencegah terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving dan
meminimalkan penolakan resep. Namun pada kebanyakan kasus, analisis pareto harus
selalu dibandingkan dengan kondisi fisik obat yang ada pada saat defekta dibuat karena
terkadang analisis pareto tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya pada saat akan
merencanakan pembelian barang. Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang selalu
berubah baik dari jenis obat maupun jumlah obat dari pareto yang telah dibuat sebagai
pembanding atau acuan.

Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan melalui pemesanan pada Pedagang Besar


Farmasi (PBF) yang menjalin Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan apotek. Adapun dasar
pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut :
a. Legalitas, misalnya izin resmi, Certificate of Original, dan Certificate of Analysis.
b. Ketersediaan dan kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan.
c. Kondisi barang, mencakup besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan.
d. Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu (service level).
e. After sales service yang baik, misalnya dalam pengembalian barang kadaluarsa.
f. Cara pembayaran, biasanya dipilih yang jangka waktu pembayarannya relatif lama.
Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh bagian pembelian berdasarkan data
persediaan barang yang habis atau hampir habis yang tertera dalam buku defekta apotek.
Bagian pembelian atau pengadaan melakukan pemeriksaan kembali kesesuaian antara data
pada buku defekta dengan persediaan barang yang ada untuk menentukan jumlah barang
yang akan dipesan. Pemesanan barang dilakukan setiap hari, dengan mengirimkan Bon
Permintaan Barang Apotek (BPBA) secara online yang berisi daftar permintaan barang
Apotek Kimia Farma 10 Bandung kepada Unit Business Manager Bandung. Contoh BPBA
manual dapat dilihat pada Lampiran C. Pemesanan akan diteruskan oleh Unit Business
Manager Bandung ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) terpilih.
Surat pesanan yang telah disetujui oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kemudian
dikirimkan ke supplier melalui fax atau diambil sendiri oleh salesman supplier. Surat
pesanan berdasarkan jenis obat yang dipesan terdiri dari:
a. Surat pesanan obat bukan Narkotik-Psikotropika
Berisi daftar nama obat, jumlah, kemasan obat, kode PBF, diskon yang diberikan serta
keterangan barang. Dibuat oleh petugas pembelian dan disetujui oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA). Contoh surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran D.
b. Surat pesanan Narkotika
Pemesanan obat golongan narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai
distributor resmi obat golongan narkotika yang ditunjuk oleh pemerintah. Pemesanan
dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus narkotika dibuat rangkap empat
yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan
nama, nomor Surat Izin Apotek (SIA), dan stempel apotek. Setiap surat pesanan berlaku
untuk satu jenis obat narkotika. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada
Lampiran E.
c. Surat pesanan Psikotropika
Surat pesanan khusus psikotropika dibuat rangkap dua yang ditandatangani oleh Apoteker
Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan nama, nomor Surat Izin Apotek (SIA),
dan stempel apotek. Setiap surat pesanan berlaku untuk beberapa jenis obat psikotropika.
Contoh Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran E.
Selanjutnya barang yang dipesan akan dikirim oleh PBF tersebut ke Unit Business
Manager Bandung atau Apotek KF 10 Bandung disertai faktur pengiriman barang. Alur
pemesanan barang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Alur pengadaan barang
Kegiatan pembelian obat dan perbekalan kesehatan di apotek dikelompokkan menjadi
:
1. Pesanan Rutin
Pesanan rutin dilakukan setiap hari dengan menggunakan Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA) yang dibuat kemudian dikirim ke pihak Unit Business Manager Bandung.
2. Pesanan Cito
Prosedur pesanan cito sama dengan pesanan rutin, hanya saja pemesanan cito dilakukan
pada waktu tertentu saja dan tidak dilakukan setiap hari. Pesanan ini dapat dilakukan ke
PBF dengan menghubungi PBF melalui telepon, kemudian membuat Surat Pesanan
Barang langsung ke PBF yang bersangkutan yang ditandatangani Apoteker Pengelola
Apotek (APA).
3. Dropping antarapotek
Pengadaan barang dapat dilakukan dengan sistem dropping antarapotek Kimia Farma.
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: Apotek pelayanan I (yang membutuhkan
barang) menelepon Apotek pelayanan II untuk mengetahui ketersediaan obat X. Jika obat
tersedia, Apotek pelayanan I mengirimkan BPBA yang berisi nama dan jumlah obat yang
dibutuhkan ke Apotek pelayanan II. Apotek pelayanan II mengirimkan barang dan bukti
dropping ke Apotek pelayanan I. Penjualan obat X akan masuk ke omset Apotek
pelayanan I. Dengan adanya bukti dropping maka nilai pembelian di Apotek pelayanan I
akan bertambah senilai obat X, sedangkan nilai pembelian Apotek pelayanan II akan
berkurang senilai obat X.
4. Pembelian Mendesak
Pembelian mendesak dilakukan bila pasien memerlukan obat yang kurang atau tidak
tersedia di Apotek Kimia Farma 10 Bandung. Pembelian ini dilakukan kepada apotek
swasta lain atau PBF terdekat dengan menggunakan surat pesanan yang berisi nama
barang, kemasan, jumlah barang yang dipesan, potongan harga dan keterangan. Surat
pesanan ini ditandatangani oleh APA.

5. Konsinyasi
Bentuk kerjasama konsinyasi biasanya dilakukan dengan cara menitipkan produk dari
perusahaan di Apotek Kimia Farma 10 Bandung untuk dijual, kemudian maksimal setiap
tiga bulan dilakukan pengecekan dari pihak perusahaan untuk mengetahui jumlah produk
yang terjual. Konsinyasi dilakukan untuk perusahaan yang telah memiliki Ikatan Kerja
Sama dengan Apotek Kimia Farma Pusat.

3.2.2 Penerimaan Perbekalan Farmasi


Perbekalan farmasi yang telah dipesan akan dikirim oleh PBF ke Apotek Kimia
Farma 10 Bandung dengan disertai faktur dan diterima oleh petugas pembelian Apotek Kimia
Farma 10 Bandung. Petugas pembelian akan melakukan pengecekan terhadap barang yang
datang disesuaikan dengan surat pesanan yang dibuat dan faktur dari pihak PBF. Pengecekan
dilakukan terhadap nama barang, jenis barang, jumlah barang, tanggal kadaluarsa (expire
date) obat, serta kondisi fisik barang. Untuk syarat penerimaan kadaluarsa, tidak kurang dari
satu tahun untuk obat biasa, sedangkan untuk vaksin tidak kurang dari tiga bulan.
Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka petugas akan memberikan
nomor urut penerimaan pada faktur pengiriman barang, membubuhkan cap apotek dan
menandatangani faktur asli sebagai bukti bahwa barang telah diterima. Faktur asli selanjutnya
dikembalikan ke PBF, dua lembar salinannya diambil oleh Apotek Kimia Farma. Satu lembar
salinan dikirimkan ke BM sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya disimpan sebagai
arsip apotek. Barang tersebut didata di dalam kartu stok dan disimpan pada wadah yang
sesuai dengan namanya. Faktur asli diberikan, apabila pembayaran barang telah lunas.
Petugas yang menangani pembelian akan mengumpulkan salinan faktur dan
memasukkan data barang masuk ke dalam komputer melalui administrasi penerimaan barang
yang terintegrasi secara online dalam program KIS. Data ini juga berfungsi sebagai data
untuk stok barang dalam komputer.
Jika barang tidak sesuai dengan surat pesanan atau ada kerusakan fisik, maka bagian
pembelian akan membuat nota pengembalian barang/retur dan mengembalikan barang
tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang yang sesuai.

3.2.3 Penyimpanan Perbekalan Farmasi


Penyimpanan barang di apotek dilakukan berdasarkan FIFO (First In First Out), yaitu
barang yang masuk lebih awal, akan dikeluarkan lebih awal pula. Setiap barang di apotek
memiliki kartu stok masing-masing, kartu ini berguna untuk mencatat pemasukkan dan
pengeluaran barang, untuk memudahkan pengawasan terhadap persediaan barang. Jika
jumlah obat cukup banyak dan tidak seluruhnya disimpan di rak, maka sisa obat disimpan di
gudang. Untuk penyimpanan alat-alat kesehatan disediakan tempat tersendiri terpisah dari
tempat penyimpanan obat. Penyimpanan obat dilakukan secara alfabetis berdasarkan
pengelompokkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Perputaran Barang
Penyimpanan barang dilakukan dengan memisahkan antara obat-obat fast moving dan
medium-slow moving. Penyimpanan ini hanya dilakukan untuk obat dengan bentuk
sediaan oral solid. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengambilan dan
pencarian obat, terutama obat-obat fast moving. Obat-obat dalam kelompok ini kemudian
diurutkan secara alfabetis untuk memudahkan pencarian.
2. Berdasarkan Jenis Obat
Meliputi obat generik-non generik, obat bebas dan obat bebas terbatas, narkotika, dan
psikotropika. Obat bebas dan obat bebas terbatas sebagian disimpan di rak-rak penjualan
obat bebas di samping ruang tunggu pasien dan sebagian di ruang racik apotek.
Pengaturan penyimpanannya didasarkan pada bentuk dan jenis sediaan serta kegunaannya
(farmakologis) agar memudahkan pembeli untuk melihat dan memudahkan petugas
dalam mengambil obat/barang yang diinginkan oleh pembeli. Sedangkan obat narkotika
dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
3. Berdasarkan Golongan Farmakologinya
Meliputi golongan Obat Kardiovaskular, Sistem Metabolik, Sistem Lokomotorius, Sistem
Syaraf, Antiinfeksi dan Antikanker, Sistem Endokrin dan Hormon, Sistem Respirasi,
Sistem Gastointestinal, Sistem Imun, serta Vitamin dan Suplemen. Penggolongan
berdasarkan farmakologi ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan pengambilan obat.
Obat dalam golongan farmakologi yang sama kemudian diurutkan kembali berdasarkan
kandungan obat dan fungsinya. Obat-obat dalam sub golongan tersebut kemudian disusun
berdasarkan alfabetis untuk memudahkan pencarian.
4. Berdasarkan Bentuk Sediaan
Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, meliputi sediaan padat (tablet
dan kapsul), tablet los, sediaan cair (sirup, suspensi, emulsi), sediaan semipadat (krim,
salep, gel), sediaan tetes/drop (tetes oral, tetes telinga, tetes hidung), preparat mata (tetes
mata dan salep mata), sediaan inhalasi, sediaan parenteral (injeksi), dan sediaan rektal
(suppositoria dan ovula).. Untuk bahan baku dibedakan menjadi bentuk padat dan bentuk
cair.
5. Berdasarkan Sifat Kimia dan Fisika Obat
Meliputi penyimpanan pada suhu kamar dan pada suhu dingin (di lemari es). Lemari es
untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti suppositoria, serum, obat-obat yang
mengandung amoxiclave, vaksin dan injeksi insulin.

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya


Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan
perundangan yang berlaku meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka
pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan
kebutuan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Perencanaan dan
pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan perlu melakukan
pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya
ditulis dalam buku defecta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis
berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perencanaan obat di apotek :

a) Pola Penyakit
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai data jumlah pengunjung
dan jenis penyakit yang banyak dikeluhkan atau banyak dikonsultasikan
dengan Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) atau Tenaga Tekhnis
Kefarmasian (TTK) di apotek. Hal ini juga dapat dilihat dari data-data yang
sesuai seperti data-data UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) ataupun data
HV (Obat Bebas).

Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar


masyarakat, sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang
obat-obat untuk penyakit tersebut.

b) Kemampuan Masyarakat
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai hasil analisis data
konsumsi obat pada peroide sebelumnya yang dapat dilihat dari resep-resep
yang masuk setiap hari. Jika obat atau barang yang habis atau lakuk keras
maka dapat dilakukan perencanaan pemesanan obat tersebut.

c) Budaya Masyarakat
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat
mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa
resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke
dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan
oleh dokter tersebut.

Metode perencanaan yang digunakan dapat berupa pola konsumsi, epidemiologi, atau
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Sebagai acuan, perencanaan dapat digunakan DOEN, gambaran corak resep yang masuk,
kebutuhan pelayanan setempat, penetapan prioritas dengan mempertimbangkan anggaran
yang tersedia, sisa stok, data penggunaan periode yang lalu, kecepatan perputaran barang, dan
rencana pengembangan.
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA dalam melaksanakan perencanaan
pemesanan barang, yaitu memilih PBF yang memberikan keuntungan dari segala segi,
misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman, diskon atau
bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam
pengembalian obat-obatan yang hamper kadaluarsa (ED).
4 metode yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan :
1. Metode Epidemiologi : perencanaan dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
pola pengobatan penyakit yang terjadi di sekitar masyarakat.
2. Metode Konsumsi : perencanaan dibuat berdasarkan data penggunaan barang periode
lalu. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast moving (cepat
beredar) maupun slow moving (lambat beredar).
3. Metode Kombinasi : merupakan kombinasi antara metode epidemiologi dengan
metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
4. Metode Just In Time : perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada
di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan tersebut untuk obat-obat yang jarang
dipakai atau diresepkan dan harganya mahal, serta memiliki waktu kadaluarsa yang
pendek.

2. Pengadaan
Berdasarkan KepMenKes No. 1027 taun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian, maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.

Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan


disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang melalui proses
pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. 3 macam pengadaan yang biasa
dilakukan di apotek :

1. Pengadaan Jumlah Terbatas


Adalah pembelian yang dilakukan apabila barang, dalam hal ini adalah obat-
obatan sudah menipis. Barang-barang yang dibeli adalah obat-obatan yang
dibutuhkan saja, dalam waktu satu sampai dua minggu. Hal tersebut dilakukan
untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besar dan pertimbangan masalah biaya
yang minimal. Namun, perlu juga pertimbangan pengadaan obat dalam jumlah
terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut ada di dalam kota dan selalu siap
mengirimkan obat dalam waktu cepat.

2. Pengadaan Secara Berencana


Perencanaan pengendalian pbat berdasarkan penjualan perminggu atau perbulan.
System tersebut dilakukan pendataan obat-obat yang laku banyak dan tergantung
pula kondisi cuaca, misalnya saat pergantian musim banyak orang yang menderita
batuk dan pilek. Hasil pendataan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan
proiritas pengadaan obat. Cara tersebut biasa dilakukan bila supplier atau PBF
berada di luar kota.

3. Pengadaan secara Spekulatif


Cara tersebut dilakukan apabila akan ada kenaikan harga serta bonus yang
ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun resiko ini terkadang tidak sesuai
rencan, karena obat dapat rusak, apabila stok obat di gudang melampaui kebutuha.
Di sisi lain, obat-obat tersebut mempunyai ED akan menyebabkan kerugian besar,
namun apabila spekulasinya benar, dapat mendatangkan keuntungan yang besar.

Prosedur pembelian barang dengan tahapan :


a. Persiapan : pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan, dari buku defecta
maupun dari gudang. Termasuk obat-obat yang ditawarkan supplier.
b. Pemesanan : siapkan untuk setiap supplier surat pesanan, sebaiknya minimal 2
rangkap, yang 1 untuk supplier dan yang 1 lagi untuk petugas gudang.
c. Penerimaan : mencocokkan barang dengan faktur dan SP lembaran kedua dari
gudang.

3. Penyimpanan
1. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2. Semua jenis obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin
kestabilan bahan.

http://www.academia.edu/5467261/Dmc_tgsku
(Hartini dan sulasmono, 2006, Apotek; Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-
Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah Dan Ulasan PerMenKes tentang Apotek
Rakyat ,Edisi Revisi Penerbit Unversitas Sanata Dharma, Yogyakarta).
Anonim, 2004, Surat Keputusan Menteri  Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tahun
2004 tentang Standar  Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai