5. Konsinyasi
Bentuk kerjasama konsinyasi biasanya dilakukan dengan cara menitipkan produk dari
perusahaan di Apotek Kimia Farma 10 Bandung untuk dijual, kemudian maksimal setiap
tiga bulan dilakukan pengecekan dari pihak perusahaan untuk mengetahui jumlah produk
yang terjual. Konsinyasi dilakukan untuk perusahaan yang telah memiliki Ikatan Kerja
Sama dengan Apotek Kimia Farma Pusat.
a) Pola Penyakit
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai data jumlah pengunjung
dan jenis penyakit yang banyak dikeluhkan atau banyak dikonsultasikan
dengan Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) atau Tenaga Tekhnis
Kefarmasian (TTK) di apotek. Hal ini juga dapat dilihat dari data-data yang
sesuai seperti data-data UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) ataupun data
HV (Obat Bebas).
b) Kemampuan Masyarakat
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai hasil analisis data
konsumsi obat pada peroide sebelumnya yang dapat dilihat dari resep-resep
yang masuk setiap hari. Jika obat atau barang yang habis atau lakuk keras
maka dapat dilakukan perencanaan pemesanan obat tersebut.
c) Budaya Masyarakat
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat
mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa
resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke
dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan
oleh dokter tersebut.
Metode perencanaan yang digunakan dapat berupa pola konsumsi, epidemiologi, atau
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran yang ada.
Sebagai acuan, perencanaan dapat digunakan DOEN, gambaran corak resep yang masuk,
kebutuhan pelayanan setempat, penetapan prioritas dengan mempertimbangkan anggaran
yang tersedia, sisa stok, data penggunaan periode yang lalu, kecepatan perputaran barang, dan
rencana pengembangan.
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA dalam melaksanakan perencanaan
pemesanan barang, yaitu memilih PBF yang memberikan keuntungan dari segala segi,
misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman, diskon atau
bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam
pengembalian obat-obatan yang hamper kadaluarsa (ED).
4 metode yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan :
1. Metode Epidemiologi : perencanaan dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
pola pengobatan penyakit yang terjadi di sekitar masyarakat.
2. Metode Konsumsi : perencanaan dibuat berdasarkan data penggunaan barang periode
lalu. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast moving (cepat
beredar) maupun slow moving (lambat beredar).
3. Metode Kombinasi : merupakan kombinasi antara metode epidemiologi dengan
metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
4. Metode Just In Time : perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada
di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan tersebut untuk obat-obat yang jarang
dipakai atau diresepkan dan harganya mahal, serta memiliki waktu kadaluarsa yang
pendek.
2. Pengadaan
Berdasarkan KepMenKes No. 1027 taun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian, maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
3. Penyimpanan
1. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2. Semua jenis obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin
kestabilan bahan.
http://www.academia.edu/5467261/Dmc_tgsku
(Hartini dan sulasmono, 2006, Apotek; Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-
Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah Dan Ulasan PerMenKes tentang Apotek
Rakyat ,Edisi Revisi Penerbit Unversitas Sanata Dharma, Yogyakarta).
Anonim, 2004, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tahun
2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta