NIM :21110119130059 Matkul :Pengantar Geodesi Geomatika Kelas :B
Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut
Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir/lautan merupakan fenomena alam yang dapat diprediksi. Fenomena ini dikenal sebagai pasang surut (pasut) atau tide. Fenomena ini disebabkan oleh gaya gravitasi bulan dan matahari yang bekerja terhadap bumi. Terdapat 2 jenis metode yang sering digunakan dalam menentukan konstanta harmonik pasang surut selama periode tertentu, yaitu metode admiralty dan least square. Dari konstanta harmonik kedua metode ini dapat digunakan untuk prediksi pasut untuk waktu akan datang. Perhitungan konstanta harmonik pasut dengan metode admiralty ditentukan berdasarkan panjang data pengamatan. Dalam perhitungan tersebut dihasilkan 9 komponen pasut yang merepresentasikan jenis pasut yang terjadi di tempat tersebut yaitu diurnal K1,P1 dan O1, semi-diurnal M2, K2, S2 dan N2, kuarter-diurnal M4 dan MS4. Pengolahan data metode admiralty dilakukan di Microsoft Excel untuk mendapatkan nilai konstanta harmonik pasut. Selain itu, ada lagi 1 metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai konstanta harmonik pasut yaitu metode least square. Analisa harmonik pasut dengan metode least square ini juga dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel.Perhitungan dengan metode least square dilakukan dengan mengabaikan faktor meteorologis. Setelah diperoleh konstanta harmonik dari masing-masing metode, langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan pemodelan prediksi pasut dengan menggunakan persamaan tertentu. Perhitungan pasut dengan kedua metode ini dilakukan dengan panjang data 29 hari dan 15 hari. Berdasarkan data hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan secara berkala di stasiun pasut Surabaya, dapat disimpulkan beberapa informasi penting. Pertama, hasil prediksi pasut dengan panjang data 29 hari memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dnegan hanya menggunakan data 15 hari. Hal ini terjadi sebab pada pengamatan 15 hari tidak melalui dua fase pasang purnama (spring tide) dan dua fase pasang perbani (neap tide). Sedangkan pada pengamatan 29 hari sudah mengalami 2 kali fase pasang purnama dan 2 kali fase pasang perbani. Sementara itu, untuk perbandingan metode admiralty dan least square menunjukan untuk panjang data 29 hari metode least square lebih balik daripada metode admiralty. Sebaliknya pada panjang data 15 hari, metode admiralty menunjukan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan metode least square. Lalu didapatkan hasil bahwa nilai RMS error terkecil ditunjukan oleh metode least square 29 hari yaitu sebesar 5,972 cm pada prediksi pasut bulan pertama. Selanjutnya didapatkan fakta bahwa hasil prediksi dari data pengamatan dengan metode least square 29 hari menunjukan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan metode lainnya. Berdasarkan analisa tipe pasut dengan perhitungan menggunakan formula formzhal dapat disimpulkan bahwa tipe pasut pada setiap metode analisa konstanta harmonik pasut yang dilakukan adalah tipe pasut campuran cenderung semidiurnal. Tipe pasang-surut yang dihasilkan ini menunjukan bahwa pengaruh komponen semidiurnal lebih kuat bila dibandingkan dengan pengaruh komponen diurnal. Hal ini juga menunjukan kecocokan antara hasil yang diperoleh dari metode admiralty dan least square. Tipe pasut campuran cenderung semidiurnal ini juga cocok dengan tipe pasut parairan Surabaya di lapangan.