Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II

VOLTAMETER TEMBAGA

Disusun Oleh :
1. Erdiana Putri Pertiwi 062118057
2. Hafiyyanti Zharfani S 062118075
3. Naufal Yusuf Fadhillah 062118048

Kelas : Kimia Reguler


Tanggal Percobaan : 10 Mei 2019
Asisten Dosen :1. Trirakhma Shofihidayanti, S, M.Si
2. Rissa Ratimanjari., S.Si

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Umum


Memahami prinsip kerja sebuah voltameter
1.2 Tujuan Khusus
Menera sebuah Amperemeter dengan menggunakan Voltameter tembaga.
1.3 Dasar Teori

Zat cair dipandang dari sudut hambatan listrik, dapat dibagi dalam tiga golongan:
1. Zat cair isolator: seperti air murni, minyak dan sebagainya.
2. Larutan yang mengandung ion-ion sebagai penghantarnya dan disertai
perubahan-perubahan kimia.
3. Air raksa, logam-logam cair dapat dilalui arus listrik tanpa perubahan-
perubahan kimia di dalamnya.

Dipakai larutan CuSO4. Bila pada rangkaian dialiri arus maka akan terjadi
endapan Cu pada katoda. Jumlah Cu yang mengendap sebanding dengan arus
yang lewat sehingga voltameter dapat dipakai sebagai amperemeter.
A. Tembaga

Tembaga yang dikatakan murni sifatnya, yaitu lunak, liat, dan dapat
diregangkan atau mulur. Selain itu juga kemampuannya sebagai penghantar panas
dan penghantar listriknya tinggi, juga tahan korosi. Pada udara terbuka, tembaga
membentuk lapisan pelindung berwarna hijau dari Cu karbonat yang dikenal
dengan nama Platina. Tembaga bila berhubungan langsung dengan asam cuka,
akan menjadi terusi yang beracun.
Tembaga murni jelek untuk dicor, dimana dalam proses pengecoran, hasilnya
Porus. Akan tetapi apabila diberikan suatu tambahan yaitu dengan jumlah kurang
dari 1% bersama-sama akan memperbaiki sifat untuk mampu dicor. Tambahan-
tambahan tersebut antara lain: seng, mangan, timah putih, timah hitam,
magnesium, nikel, phospor, dan silisium.
Sebagai bahan setengah jadi, bahwa tembaga dapat dicor dalam suhu antara
800 - 900℃  untuk dibuat blok, plat yang nantinya dilanjutkan proses rol atau
ditekan untuk dibuat batangan, profil atau pipa, dan lain sebagainya. Dan untuk
pengerjaan selanjutnya seperti proses dingin untuk dibuat atau dijadikan
lembaran-lembaran tipis (foil) sampai ketebalan 0,01 mm dan dibuat kawat
sampai diameter 0,02 mm, akan tetapi dengan cara tersebut, tembaga akan
menjadi keras dan rapuh. Karena sifat mampu bentuknya baik sekali, tembaga
dibuat bermacam-macam kebutuhan barang-barang tempa maupun tekan
(forming). Melalui proses pelunakan ulang (soft anealing) pada temperatur antara
300 - 700°C akan didapatkan sifat seperti semula dan harga/nilai keregangannya
kembali meningkat. Dan proses terakhir pada quenching tidak akan kembali keras,
melainkan menjadi bahan mampu tempa.
Untuk pengerjaan yang berhubungan dengan panas yang berulang-ulang atau
untuk bagian yang dilas atau disolder, dapat menggunakan bermacam-macam
bahan tembaga, misalnya dari tembaga jenis bebas O2 yaitu SB-Cu atau SD-Cu,
bahan-bahan tersebut baik dan lunak. Untuk penyolderan keras maupun
pengelasan tanpa gas lindung pun akan baik kemampuan lasnya. Pada pengerjaan
permesinan, misalnya : pembubutan, frais, bor atau shaping, dan sebagainya,
bahwa tembaga murni mempunyai tatal atau cip yang terlalu liat dan padat, dan
dapat merusak alat potongnya (cutter). Untuk itu pada alat potong untuk
pengerjaan tembaga, diberikan sudut pemotongan khusus dan menggunakan
minyak tanah atau oli bor emultion (dromus B) sebagai pelicin membantu
pemotongan.
B. Voltameter Tembaga

Voltameter tembaga merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengukur


tegangan diari sebuah rangkaian listrik. Pembedanya adalah pada voltameter
tembaga terdiri dari dua buah lempengan tembaga. Kedua lempengan tersebut
terpasang pada sebuah bakelite serangkai dalam suatu tabung kaca atau plastik.
Kedua lempengann tembaga tersebut memiliki dua fungsi. Lempengan luar dari
tembaga berfungsi sebagai anoda dan lempengan tengah berfungsi sebagai katoda
Tembaga memiliki berat jenis 8,93 gram/cm 3, serta memiliki titik leleh dan
titik didih berturut-turut sebesar 1080 ͦC dan 2310 ͦC. Tembaga dapat menjadi
sebuah konduktor listrik yang dikarenakan oleh adanya electron pada strukturnya.
Konduktornya juga dapat disebut dengan konduksi metalik. Biasanya tembaga
digunakan sebagai pelapis dasar. Hal ini disebabkan karena sifat dasar dari
tembaga. Sifat itu adalah dapat menutupi permukaan dengan baik.
     Jika kedua elektrode dihubungkan dengan arus listrik searah (DC), maka ion-
ion pada larutan akan bergerak berlawanan arah. Artinya, ion-ion positif akan
bergerak ke elektrode negatif, sebaliknya ion-ion negatif akan bergerak kearah
elektrode positif. Pergerakan-pergerakan muatan ion dalam larutan akan
membawa energi listrik. Kondisi demikian ini disebut elektrolitik. Apabila ion-ion
dalam larutan terkontak dengan elektrode maka reaksi kimia akan terjadi. Pada
katode akan mengalami reduksi dan pada anoda akan mengalami oksidasi.
C. Hukum Faraday I

Michael Faraday menyatakan dalam penelitiannya mengenai anoda, katoda,


elektroda, elektrolit, dan elektrolisis. Pada tahun 1833, Faraday menemukan
bahwa besarnya perubahan kimia yang terjadi selama elektrolisis berbanding lurus
dengan besarnya muatan listrik yang lewat pada sel elektrolisis. Bila diambil
sebuah contoh reaksi reduksi ion tembaga di katoda seperti berikut :
Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)
Maka untuk mengendapkan 1 mol logam tembaga tersebut dibutuhkan 2 mol
electron. Reaksi setengah sel oksidasi atau reduksi mengaitkan besarnya bahan
kimia yang diproduksi atau dihilangkan dengan besarnya electron yaitu arus listrik
yang harus diberikan.
Hukum I Faraday ini menyatakan bahwa “jika muatan listrik dapat dihitung,
maka massa zat yang bereaksi di elektroda dapat ditentukan”. Persamaan yang
mengungkapkan hokum I Faraday tersebut adalah
e . i. t Ar
w= e=
F n
 W = massa zat yang dihasilkan
 e = berat ekuivalen
 i = kuat arus listrik (A)
 t = waktu (s)
 1 F = 96500 (C)
D. Katoda

Saat tengah terjadi breaksi elektrolisis pada sel elektrolisis, maka akan
terdapat dua reaksi yang terjadi, yaitu oksidasi dan reduksi. Pada katoda, akan
terjadi reaksi reduksi, dikarenakan katoda merupakan kutub negatif pada reaksi
ini, atau memiliki muatan negatif. Reaksi yang terjadi pada katoda berbeda-beda,
tergantung pada kation larutan yang digunakan pada reaksi elektrolisis tersebut.
Jika kation berasal dari golongan alkali (1A), alkali tanah (2A), Al atau Mn, yaitu
ion-ion logam yang memiliki elektrode lebih dari kecil atau lebih negatif daripada
pelarut (air), sehingga air yang tereduksi. Reaksinya adalah:
2 H2O (l) + 2 e¯  2 OH¯ (aq) + H2 (g)
Apabila kation adalah Ion-ion logam yang memiliki elektrode lebih besar air atau
E° lebih besar dari -0,83 , maka ion-ion tersebut direduksi menjadi logam yang
kemudian diendapkan pada permukaan katode.
Cu2+ (aq) + 2e- Cu (aq)
Apabila kation merupakan hidrogen yang berasal dari asam. Maka kation tersebut
akan tereduksi menjadi gas hidrogen (H2). Reaksinya adalah
2 H+ (aq) + 2 e¯ H2 (g)
Jika didalam reaksi elektrolisis yang dipakai adalah leburan, maka kation akan
langsung tereduksi, meskipun kation tersebut merupakan golongan alkali atau
alkali tanah sekalipun.
E. Anoda

Jika pada katoda terjadi reaksi reduksi saat elektrolisis, maka pada anoda
terjadi reaksi oksidasi yang melibatkan anion. Seperti halnya katoda, pada anoda
terjadi reaksi oksidasi, dikarenakan anoda merupakan kutub positif pada reaksi
ini, atau memiliki muatan negatif. Reaksi yang terjadi pada anoda juga berbeda-
beda, tergantung pada anion larutan yang digunakan. Misalnya, jika anion
merupakan ion-ion sisa asam oksi, misalnya SO42¯ dan NO3¯, maka ion tersebut
tidak teroksidasi, sebagai gantinya yang dioksidasi adalah air.
2 H2O (l)  4 H+ (aq) + 4 e¯ + O2 (g)
Jika anion adalah ion-ion halida seperti F–, Br–, dan I¯, maka ion-ion dioksidasi
menjadi halogen.
2 F¯ → F2 + 2 e¯
Jika anion adalah ion OH¯ yang didapat dari basa, hidroksida tersebut dioksidasi
menjadi gas oksigen (O2)
4 OH¯ (aq)  2 H2O (l) + 4 e¯ + O2 (g)
F. Elektrolisis

Voltameter tembaga sama halnya dengan elektrolisis. Elektrolisis yaitu energi


dari arus listrik yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Berikut adalah syarat
untk elektrolisis :
1) Ion (Harus ada partikel bermuatan untuk menghantar arus. Namun mungkin
bukan ion yang bereaksi)
2) Cairan baik cairan murni maupun larutan agar ion-ion dapat bermigrasi.
3) Sumber potensial (Dalam sel galvani, reaksi kimia merupakan sumber
potensial, tetai tidak dalam proses elektrolisis).
4) Ion–ion yang bergerak, rangkaian lengkap (termasuk kawat untuk
membawa elektron) dan elektride (tempat arus) berubah dari aliran elekton
ke gerakan ion atau sebaliknya).
Jika mengelektrolisis larutan yang mengandung senyawa dari logam yang sangat
aktif atau non-logam yang sangat aktif , air atau pelarut lain dapat terektrolisis,
bukan ionnya. Misalnya, jika mengelektrolisis lelehan natrium klorida, yang
diperoleh adalah unsur bebas. Elektrolisis digunakan dengan berbagai cara.
 Sel elektrolisis digunakan untuk menghasilkan unsur yang sangat aktif
dalam bentuk unsurnya. Misalnya, industri aluminium didasarkan pada
reduksi elektrolisis dari alumunium oksida.
 Elektrolisis dapat digunakan untuk menyepuh benda. Lapisan tipis logam,
seperti perak, dapat diendapkan pada logam lain, seperti baja, lewat
electroposition.
 Elektrolisis juga digunakan untuk memurnikan logam, seperti tembaga. Itu
sebabnya tembaga cocok untuk menghantar listrik. Anode terbuat dari
materi yang tidak murni. Katode terbuat dari seutas tembaga murni. Pada
kondisi yang terkendali ketat, tembaga masuk ke larutan anode, tetapi
logam yang kurang aktif , terutama perak dan emas jatuh ke dasar wadah.
Ion tembaga mengendap pada katode, tetapi logam yang lebih aktif akan
tetap ada dalam larutan. Jadi dihasilkan tembaga yang sangat murni. Oleh
karena itu tembaga murni harganya lebih murah dibandingkan dengan
tembaga yang tidak murni.
G. Larutan Elektrolisis

Suatu senyawa yang dilarutkan dalam air menghasilkan larutan yang dapat
menghantarakan arus listrik disebut elektrolit, sedangkan larutan yang tidak dapat
menghantarkan arus listrik disebut non elektrolit. Menurut Arrhenius, molekul–
molekul elektrolit dalam larutan sebagian atau seluruhnya memecah menjadi dua
ion atau lebih, yaitu ion positif dan ion negatif. Ion positif adalah atom atau gugus
atom yang mempunyai muatan listrik positif karena kekurangan elektron, dan ion
negatif adalah atom atau gugus atom yang kelebihan elektron. Karena molekul
tidak bermuatan listrik, jumlah muatan positif harus sama dengan jumlah muatan
negatif. Pengion adalah peruraian larutan molekul elektrolit menjadi ion – ion.
Satu molekul elektrolit yang memecah menjadi dua ion disebut elektrolit biner,
tiga disebut elektrolit terner, empat ion disebut elektrolit kuartener.
Besarnya peruraian elektrolit menjadi ion–ion dinyatakan dengan suatu
bilangan antara 0 dan 1 yang disebut derajat pengionan. Jadi, derajat pengionan
atau derajat ionisasi adalah suatu bilangan pecahan yang meunjukkan jumlah
bagian yang mengiondari jumlah molekul mula–mula. Derajat pengionan
tergantung pada jenis elektrolit, jenis pelarut dan kepekatan larutan.
Semua zat terlarut yang larut dalam air termasuk kedalam salah satu dari dua
golongan yaitu, elektrolit dan nonelektrolit. Terdapat suatu metode yang mudah
dan langsung untuk membedakan antara larutan elektrolit dan larutan non
elektrolit. Sepasang elektroda platina dicelupkan kedalam gelaskimia yang berisi
air. Untuk menyalakan bola lampu pijar, arus listrik harus mengalir dari suatu
elektroda ke elektroda lainnya, sehingga menyempurnakan rangkaian listrik. Air
murni merupakan penghantar listrik yang sangat buruk.
H. CuSO4

Dalam suatu sistem periodik unsur (SPU), tembaga (Cu) termasuk kedalam
golongan 11. Tembaga, perak dan emas disebut logam koin karena dipakai sejak
lama sebagai uang dalam bentuk lempengan (koin). Hal ini disebabkan oleh
logam ini tidak reaktif, sehingga tidak berubah dalam waktu yang lama. Tembaga
adalah logam berdaya hantar listrik tinggi maka digunakan sebagai kabel listrik.
Tembaga tidak larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga
teroksidasi oleh HNO3, sehingga tembaga larut dalam HNO3.
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun
hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Dalam air,
hampir semua garam tembaga (II) berwarna biru oleh karena warna ion kompleks
koordinasi enam, [Cu(H2O)6]2+ . Suatu pengecualian yang terkenal adalah tembaga
(II) klorida yang berwarna kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat
[CuCl4]2+, yang mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral bergantung pada
kation pasangannya.
Tembaga (II) sulfat merupakan padatan kristal biru, CuSO 4. 5H2O triklini.
Pentahidratnya kehilangan 4 molekul air pada 110 dan yang kelima pada 150
membentuk senyawa anhidrat berwarna putih. Pentahidrat ini dibuat dengan
mereaksikan tembaga (II) oksida atau tembaga (II) karbonat dengan H2SO4 encer,
larutannya dipanaskan hingga jenuh dan pentahidrat yang biru mengkristal jika
didinginkan. Pada skala industri, senyawa ini dibuat dengan memompa udara
melalui campurantembaga panas dengan H2SO4 encer. Dalam bentuk pentahidrat,
setiap ion tembaga (II) dikelilingi oleh empat molekul air pada setiap sudut segi
empat, kedudukan kelima dan keenam dari oktahedral ditempati oleh atom
oksigen dari anion sulfat, sedangkan molekul air kelima terikat oleh ikatan
hydrogen.
I. Sel Volta dan Deret Volta

Sel Volta (Sel Galvani) adalah sel elektrokimia yang dapat menyebabkan


terjadinya energi listrik dari suatu reaksi redoks yang spontan. Sel Volta ini
ditemukan oleh Luigi Galvani dan Alessandro Guiseppe Volta. Sel Volta terdiri
dari 2 wadah, jembatan garam, anoda, dan katoda.
Sel Volta pada kehidupan sehari–hari dapat ditemukan pada Aki kendaraan
bermotor dimana elektroda yang digunakan adalah PbSO4 dan Pb serta larutan
penghantar yang digunakan adalah H2SO4. Fungsi sel volta adalah menciptakan
suatu reaksi kimia spontan sehingga dapat menghasilkan energi listrik dan dapat
digunakan dalam keperluan sehari–hari yang berhubungan dengan energi listrik.
Suatu zat ketika membentuk kesetimbangan antara fasa padat dan fasa cair akan
memberikan energi spontan yang nilai beda potensialnya dapat diukur dengan
persamaan: ∆G = n F Eo
Dimana ∆G adalah perubahan energi bebas (kJ mol-1), n adalah mol elektron,
F adalah tetapan Faraday (96450 C mol -1), dan Eo adalah potensial sel standar.
Tetapi dalam kenyataannya, nilai potensial sel akan lebih akurat apabila diukur
melalui eksperimen tertentu.
Dalam pembuatan sel volta, anoda (kutub negatif) merupakan logam yang
mengalami oksidasi dan katoda (kutub positif) merupakan logam yang mengalami
reduksi. Larutan penghantar yang paling baik dalam sel ini adalah larutan yang
memiliki ion sejenis dengan elektroda yang digunakan. Hal ini bertujuan agar
ketika elektroda dicelupkan kedalam larutan penghantar, tidak akan terjadi suatu
reaksi kimia yang dapat melarutkan atau mengganti (Displacement Reaction)
elektroda yang digunakan
Deret volta adalah deret yang menyatakan unsur-unsur logam berdasarkan
potensial elektrode standarnya. Jadi, kegunaan deret volta ini adalah untuk sebagai
acuan apakah logam ini bisa bereaksi dengan ion logam lain. Konsep deret volta
sama seperti reaksi pendesakan antarhalogen. Sifat-sifat umum deret volta sifat
Logam bagian kiri memiliki Eºsel bertanda negative.
J. Elektroda

Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan bagian


atau media non-logam dari sebuah sirkuit. Elektroda dalam sel elektrokimia dapat
disebut sebagai anode atau katode, kata-kata yang juga diciptakan oleh Faraday.
Anode ini didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron datang dari sel
elektrokimia dan oksidasi terjadi, dan katode didefinisikan sebagai elektroda di
mana elektron memasuki sel elektrokimia dan reduksi terjadi. Setiap elektroda
dapat menjadi sebuah anode atau katode tergantung dari tegangan listrik yang
diberikan ke sel elektrokimia tersebut. Elektroda bipolar adalah elektroda yang
berfungsi sebagai anode dari sebuah sel elektrokimia dan katode bagi sel
elektrokimia lainnya.
K. Amperemeter

Galvanometer hanya untuk mengukur arus dalam orde mikro ampere,


sedangkan dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan arus dalam orde ampere.
Karena itu perlu alat ukur yang mampu mengukur arus dalam orde ampere, alat
ukur ini disebut dengan amperemeter. Amperemeter adalah suatu galvanometer
yang diberi tahanan luar parallel dengan tahanan galvanometer disebut tahanan
shunt. Fungsi dari tahanan shunt adalah untuk mengalirkan arus sedemikian
hingga arus maksimum di galvanometer tetap dalam orde microampere (misalkan
suatu galvanometer) dengan tahanan 25 ohm hanya mampu dialiri arus 100
mikroampere pada simpangan maksimum. Dalam buku lain disebutkan bahwa
amperemeter juga berfungsi untuk mengukur arus untuk mengukur arus dalam
suatu kawat, kita biasanya harus memutus atau memotong kawat dan menyisipkan
amperemeter supaya arus yang akan diukur melewati alat ini.

L. Teori Galat

Gallat adalah nilai kesalahan atau kita sering menyebutnya dengan error,
kesalahan ini penting artinya, karena kesalahan dalam pemakaian algoritma
pendekatan akan menyebabkan nilai kesalahan yang besar dan tentunya hal ini
tidak diharapkan. Terdapat dua sumber galat yakni galat instrinsik atau
pemotongan yang disebabkan oleh rumus hampiran dan galat pembulatan yang
dikenalkan dalam kalkulus. Secara umum penambahan akan mengurangi galat
pemotongan tetapi menambah galat pembulatan. Adapun persamaan yang
digunakan untuk mencari besar nilai galat adalah

I ukur−I hitung
Nilai Galat = x 100 %
I hitung
BAB II

ALAT DAN BAHAN

 Lempengan Tembaga (Katoda dan Anoda)


 Ampelas
 Neraca teknis
 Gelas piala
 Amperemeter
 Voltmeter
 Power Supply
 Larutan CuSO4
BAB III

METODE PERCOBAAN

1. Digosokkan katoda dengan kertas ampelas hingga cukup bersih.


2. Dicuci katoda dengan air, siramlah dengan alkohol kemudian bakarlah.
3. Ditimbang katoda itu dengan teliti dengan menggunakan neraca teknis.
4. Dibungkus katoda dengan kertas yang bersih, sehingga tidak kotor lagi.
5. Dibuat rangkaian seperti gambar 2. (Ingat pergunakan dahulu katoda
pertolongan). N 220V - variac Sumber DC + - + Voltameter
6. Dituangkan larutan tembaga sulfat ke dalam bejana.
7. Dijalankan arus dan aturlah Rg, sehingga Amperemeter menunjukkan kuat
arus sebagai I dalam Ampere. (Ditentukan oleh Assisten).
8. Diperiksa sekali lagi apakah arus sudah benar (akan terjadi endapan temnaga
pada katoda).
9. Diputus hubungan dengan sumber-sumber arus dan jangan mengubah
rangkaiannya lagi.
10. Diganti katoda pertolongan dengan katoda yang sebenarnya (yang telah
dicuci).
11. Diusahakan supaya luas permukaan katoda yang tercelup ke dalam larutan
sama dengan permukaan katoda pertolongan yang tercelup larutan.
12. Rangkaian jangan diubah-ubah lagi.
13. Dijalankan arus selama n menit (ditentukan Assisten) Diusakahan kuat arus
agar tetap dengan mengatur Rg.
14. Setelah n menit, diputuskan arus, diambil katoda dan dicuci dengan air,
disiram dengan alkohol dan dibakar sampai kering.
15. Ditimbang lagi katoda dengan teliti.
16. Diulangi percobaan no.1 s.d. 15 untuk beberapa kuat arus yang berlainan
pula (ditentukan oleh Assisten).
17. Setelah selesai, dikembalikan larutan ke dalam botolnya semula,
di,kembalikan pula alat-alat yang lain.
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

A. DATA PENGAMATAN
1. Keadaan Ruangan.

Keadaan ruangan P (cm)Hg T (°C) C (%)

Sebelum percobaan 75.5 25 64

Sesudah percobaan 75.5 25,5 59

Menentukan massa katoda dalam 2 kali percobaan ( duplo) dengan


Wa tembaga 1 = 179 gram dan Wa tembaga 2 = 110,9 gram

Massa katoda
No I (A) WS (gr) t (s) E(%)
(gram)
1 0,4 0,8 120 600 253,32
2 0,5 1 180 600 253,29

B. PERHITUNGAN
Percobaan 1
 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)
massa tembaga akhir ( Ws) = 120 gram
massa tembaga awal (Wa) = 119,6 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,4 gram
 Menghitung endapan Cu secara teoritis dengan I = 0,8 A dan t = 600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .0,8 . 600
=
2. 96500
= 0, 1579 gram

 Menghitung efisiensi benda atau sistem yang digunakan :


Dengan Wp = 0,4 gram dan Wt= 0,1579 gram
Wp
E= x 100 %
Wt
0,4
= x 100%
0,1579
= 253,32 %
 Menghitung persentase dari kesalahan penggunaan alat

W t −W p
%kesalahan = | Wt | x 100 %

0,1579−0,4
= x 100 %
0,1579
= 153,3248 %

Percobaan 2
 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)
massa tembaga akhir ( Ws) = 180 gram
massa tembaga awal (Wa) = 179,5 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,5 gram
 Menghitung endapan Cu secara teoritis dengan I = 1 A dan t = 600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .1 .600
=
2. 96500
= 0,1974 gram
 Menghitung efisiensi benda atau sistem yang digunakan :
Dengan Wp = 0,5 gram dan Wt= 0,1974 gram
Wp
E= x 100 %
Wt
0,5
= x 100%
0,1974
= 253,29 %
 Menghitung persentase dari kesalahan penggunaan alat
W t −W p
%kesalahan = | Wt | x 100 %

0,253,29−0,5
= x 100 %
0,253,29
= 153,2928 %
BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan voltameter yang bertujuan untuk menentukan keseksamaan


dari penunjukkan jarum amperemeter dengan menggunakan voltameter tembaga.
Prinsip yang digunakan pada percobaan ini adalah elektrolisis, hukum faraday,
potensial sel dan potensial reduksi, elektrokimia, stoikhiometri, amperemeter dan
voltameter. Pada percobaan ini menggunakan variasi arus pengamatan 0,8 ampere
dan 1 ampere dan waktu yang digunakan adalah 600 detik. Dalam percobaan yang
dilakukan menggunakan 3 lempengan tembaga yang terdiri dari dua anoda dan
satu katoda. Menggunakan tiga lempengan tembaga dan posisi katoda diapit oleh
dua anoda sehingga katoda berada ditengah posisi tersebut berfungsi untuk
mempercepat terjadinya elektrolisis di katoda dikedua permukaan katoda. Karena
jika hanya menggunakan dua lempengan tembaga maka yang akan terelektrolisis
hanya sisi yang berhadapan dengan anoda saja sehingga sisi yang satunya tidak
mengalami elektrolisis. Sehingga dibutuhkan dua lempengan anoda supaya proses
elektrolisis dapat terjadi dengan cepat. Setelah rangkaian alat terangkai dengan
benar barulah percobaan dimulai. Percobaan dimulai dengan pertama-tama
membersihkan lempengan tembaga yang merupakan katoda atau lempengan
tembaga yang dipasang berada di tengan atau nomor 2 menggunakan kertas
amplas. Bagian yang tercelup oleh larutan CuSO4. Pada bagian itu dibersihkan
dengan cara digosok menggunakan kertas amplas dan cara menggosoknya harus
searah. Setelah dibersihkkan kemudian lempengan tembaga ditimbang
menggunakan neraca analis. Selanjutnya setelah lempengan tembaga tersebut
ditimbang, lempengan tembaga dimasukkan ketempat rangkaian. Dan setelah
terpasang semua alat dengan benar barulah power supply dinyalakan bersamaan
dengan dinyalakannya stopwatch pun ditekan. Dan ditunggu sampai stopwatch
menunjukkan waktu 10 menit. Setelah 10 menit, power supply dimatikan. Setelah
dimatikan kemudian lempengan tembaga tersebut dikeringkan dengan cara
dipanaskan diatas kompor listrik, jika lempengan besi kering barulah lempengan
besi ditimbang dan dicatat massa tersebut sebagai massa akhir. Perubahan massa
dihitung dari massa akhir dikurang massa awal. Dan seetelah ditimbang tembaga
dibersihkan lagi dengan kertas amplas. Setelah dibersihkan kemudian ditimbang
lagi yang kemudian dimasukkan ke dalam larutan lagi. Pada percobaan kali ini
terdapat dua variasi yakni 0,8 A dan 1 A dan pada percobaan dilakukan
pengulangan sebanyak satu kali setiap variasi kuat arus. Endapan yang berada
dikatoda tersebut adalah endapan Cu. Banyaknya endapan Cu yang ada pada
katoda dapat dihitung dengan cara massa akhir dikurang massa awal. Cu dapat
menempel pada katoda dikarenakan adanya proses elektrolisis. Dalam katoda
terjadi reaksi reduksi antara Cu2+ dan elektron (e-). Karena katoda bermuatan
negatif maka ion-ion Cu2+ yang bermuatan positif tertarik dan menuju daerah
disekitar katoda. Sehingga pada anoda terjadi pelepasan elektron pada larutan,dan
elektron tersebut digunakan oleh Cu2+ untuk bereduksi, yang kemudian
menghasilkan endapan Cu pada katoda. Hasil percobaan voltameter yang pertama
I 0,8 A diperoleh besar % kesalahan adalah 153,32 % dan % efektivitas alat
sebesar 253,32 % lalu pada percobaan kedua I 1 A diperoleh % kesalahan sebesar
153,29 % dan % efektivitas alat sebesar 253,29 % Dari hasil perhitungan yang ada
maka dapat diberikan hubungan liniernya yang tergambar pada Grafik, akan tetapi
pada percobaan ini data tidak valid hal ini dapat terjadi akibat adanya human error
dan dalam setiap pengukuran, pasti akan muncul kesalahan dalam penggunaan
alat atau kesalahan fisis pada alat tersebut. Pada saat penggunaan power supply
pada menit ke-5 tidak menyala sehingga mempengaruhi hasil praktikum ini begitu
juga dengan penggunaan lempeng Cu yang berat nya sama-sama terlalu besar
sehingga menyebakan pada saat penimbangan massa Cu tidak setara. Hal ini
berarti adanya kesalahan/ketidaktelitian atau faktor – faktor lain yang
menyebabkan kesalahan perhitungan sehingga massa endapan Cu tidak sesuai.
KESIMPULAN

Dari pengolahan data didapat kesimpulan bahwa semakin besar kuat arus yang
mengalir pada tembaga CuSO4 maka semakin kecil jumlah massa Cu yang
mengendap, sebaliknya semakin kecil kuat arus yang dialirkan pada tembaga
CuSO4 maka semakin besar jumlah massa Cu yang mengendap.
Massa Cu yang mengendap praktik seharusnya sama dengan massa cu teori.
tetapi pada percobaan ini terjadi ketidaksesuaian hal ini dikarenakan karena
beberapa faktor seperti :
 Ketidaktelitian pada saat membersihkan dan menimbang katoda tembaga
 Ketidaktepatan pada saat menyalakan stopwatch bersamaan dengan power
supply dinyalakan. juga ketika percobaan berlangsung power supply yang
digunakan mendadak mati dengan waktu yang terus berjalan.
 Pada saat terbentuk endapan Cu setelah 10 menit, cara mengangkat katoda
yang telah terdapat endapan Cu dilakukan tidak dengan hati-hati sehingga
endapan Cu terkikis. Hal ini dapat menyebabkan perhitungan yang
dipengaruhi oleh massa endapan menjadi tidak akurat
 juga bisa terjadi karena alat yang digunakan sudah lama, sehingga tidak
maksimal. khususnya pada rangkaian voltameter tembaga.
DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit


Erlangga

Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit


Erlangga

Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas


(terjemahan),Jakarta : Penerbit Erlangga

Tipler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Erlangga. Jakarta
LAMPIRAN

Tugas Akhir
1. Hitunglah jumlah tembaga yang mengendap untuk tiap percobaan.
2. Berdasarkan jumlah endapan tembaga yang didapat, hitunglah jumlah
muatan yang telah dipergunakan untuk menguraikan larutan ( untuk tiap-
tiap percobaan ).
3. Buatlah grafik hasil peneraan, yaitu antara kuat arus hasil perhitungan
pada nomor 2 dengan kuat arus yang terbaca pada amperemeter.
4. Berikan perhitungan pada tiap percobaan beserta kesalahannya.

JAWABAN :
1. Percobaan 1
 Secara teoritis dengan I = 0,8 A dan t = 600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .0,8 . 600
=
2. 96500
= 0, 1579 gram
 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)
massa tembaga akhir ( Ws) = 120 gram
massa tembaga awal (Wa) = 119,6 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,4 gram

Percobaan ke 2
 Menghitung endapan Cu secara teoritis dengan I = 1 A dan t = 600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .1 .600
= = 0, 1974 gram
2. 96500

 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)


massa tembaga akhir ( Ws) = 180 gram
massa tembaga awal (Wa) = 119,5 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,5 gram

2. Jumlah muatan
Percobaan 1
C=I.t
= 0,8 . 600
= 480 C
Percobaan 2
C= I. t
= 1 . 600
= 600 C
3. Menentukan kuat arus sebenarnya yang mengalir :
Percobaan 1 :
e.t
I=
w.n.F
38100
=
77200
= 0,49 A
Percobaan 2
e.t
I=
w.n.F
38.100
=
96500
= 0,39 A
Tabel perbandingan kuat arus secara teori dengan yang trebaca pada amperemeter.
N
Percobaan I teoritis (A) I terbaca(A)
o
1 Percobaan 1 0,49 0,8
2 Percobaan 2 0,39 1

Grafik hasil peneraan


1.2
1
I praktikum

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2
I teoritis

4. Perhitungan untuk percobaan dan kesalahan nya.


Percobaan 1
 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)
massa tembaga akhir ( Ws) = 120 gram
massa tembaga awal (Wa) = 119,6 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,4 gram

 Menghitung endapan Cu secara teoritis dengan I = 0,8 A dan t =


600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .0,8 . 600
=
2. 96500
30,480
=
193000
= 0, 1579 gram
 Menghitung efisiensi benda atau sistem yang digunakan :
Dengan Wp = 0,4 gram dan Wt= 0,1579 gram
Wp
E= x 100 %
Wt
0,4
= x 100%
0,1579
= 253,32 %

 Menghitung persentase dari kesalahan penggunaan alat


W t −W p
%Kesalahan = | Wt | x 100 %

0,1579−0,4
= x 100 %
0,1579
= 153,3248 %

Percobaan 2
 Menghitung massa katoda secara hitungan ( praktek)
massa tembaga akhir ( Ws) = 180 gram
massa tembaga awal (Wa) = 179,5 gram
massa endapan di katoda (wp) = 0,5 gram
 Menghitung endapan Cu secara teoritis dengan I = 1 A dan t = 600 detik
e . i. t
Wt =
n. F
63,5 .1 .600
=
2. 96500
= 0, 1974 gram
 Menghitung efisiensi benda atau sistem yang digunakan :
Dengan Wp = 0,5 gram dan Wt= 0,1974 gram
Wp
E= x 100 %
Wt
0,5
= x 100%
0,1974
= 253,29 %
 Menghitung persentase dari kesalahan penggunaan alat
W t −W p
%kesalahan = | Wt | x 100 %

0,1974−0,5
= x 100 %
0,1974
= 153,2928 %

Anda mungkin juga menyukai