PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak sekali mahasiswa yang harus berhadapan dengan
keseimbangan kimia yang merupakan subjudul dari mata kuliah Proses
Industri Kimia II, banyak aspek yang akan kita pelajari dalam
keseimbangan kimia ini, sehingga sangat dimungkinkannya untuk
mendalami ilmu kesimbangan kimia ini untuk melanjutkan dari mata kuliah
yang sebelumnya, hal yang perlu kita sadari adalah dengan mempelajari
keseimbangan kimia berarti kita turut andil dalam menjaga keseimbangan
alam ini, karena kimia adalah ilmu yang sangat erat hubungannya dengan
pengetahuan dan alam, oleh itu sebabnya ilmu kimia juga disebut sebagai
sentral sains atau pusat dari segala ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan alam maupun tidak secara langsung.
Konsep yang perlu di pahami dalam mempelajari kesetimbangan
kimia ini adalah bahwa kesetimbangan kimia ini adalah reaksi bolak balik
yang mana memiliki laju yang sama, oleh sebab itu kesetimbangan kimia
ini adalah bagian dari keseimbangan kimia dinamis karena yang memiliki
laju hanyalah sesuatu yang bergerak bukan statis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Data kesetimbangan dari Hasil Percobaan Reaksi H 2 dan I 2
Kesetimbangan Konsentrasi
Percobaa
(mol/L) [ HI ]2
n
[ H¿ ¿2]¿ [I ¿¿ 2] ¿ [ HI ] ¿¿¿
3
Konstranta kesetimangan bersumber dari ilmu termodinamika. Namun
demikian, kita dapat memperoleh sedikit gambaran tentang K dengan
mempelajari kinetika reaksi kimia. Kita asumsikan reaksi reversible ini
berlangsung lewat mekanika satu tahap elementer baik pada arah maju
maupun balik :
A+2 B ⥨ AB 2
Laju reaksi majunya adalah
2
lajuf =k f [ A ] [B]
dan laju reaksi baliknya adalah
lajur =k r [ A B2 ]
di mana k f dan k r masing-masing adalah konstanta laju untuk arah mau
dan balik. Pada kesetimbangan, apabila tidak ada perubahan bersih yang
terjadi, kedua laju tadi menjadi sama besar :
lajuf =lajur
atau
2
k f [ A ] [B] =k r [ A B2 ]
k f [ A B2 ]
=
k r [ A ] [B ]2
4
Akhirnya, kita lihat bahwa jika konstanta kesetimbangan jauh lebih
besar daripada satu (artinya, K > 1), kesetimbangan akan terletak di
sebelah kanan tanda panah reaksi dan lebih ke arah produk.
5
N 2 O 4 ( g ) ↔ 2 NO 2 ( g )
2. Kesetimbangan Heterogen
Reaksi reversible yang melibatkan reaktan dan produk yang
fasanya berbeda menghasilkan kesetimbangan heterogen (heterogeneous
equilibrium). Sebagai contoh, ketika kalsium karbonat dipanaskan dalam
wadah tertutup, Dua padatan dan satu gas ini membentuk tiga fasa yang
terpisah. Reaksinya sebagai berikut :
CaCO3 ( s ) ⥨ CaO ( s ) +CO 2 (g)
6
Sistem reaksi reversibel kelebihan produk dan kekurangan
reaktan. Untuk mencapai kesetimbangan, sejumlah produk diubah
menjadi reaktan. Akibatnya, reaksi cenderung ke arah reaktan (ke
kiri).
7
a) Perubahan Konsentrasi
Contoh :
−¿( aq) ¿
3+ ¿ ( aq )+ SCN ¿
8
Pada umumnya, peningkatan tekanan (penurunan volume)
menghasilkan reaksi bersama yang menurunkan jumlah total mol gas
(reaksi balik, pada kasus yang baru dibahas), dan penurunan tekanan
(peningkatan volume) menghasilkan reaksi bersih yang meningkatkan
jumlah total mol gas. Untuk reaksi yang tidak menghasilkan
perubahan jumlah mol gas, perubahan tekanan atau volume tidak
mempengaruhi posisi kesetimbangan.
c) Perubahan Suhu
Perubahan konsentrasi, tekanan, atau volume dapat mengubah
posisi kesetimbangan, tetapi tidak mengubah nilai konstanta
kesetimbangan. Hanya perubahan suhu yang dapat mengubah
konstanta kesetimbangan.
Contoh, perhatikan kesetimbangan antara ion-ion berikut :
CoCl2−¿+6 H 2 O ↔ Co¿¿ ¿
4
9
Darah dan jaringan tubuh kita mempunyai pH sekitar 7,4. Dalam
darah dan jaringan tubuh terjadi reaksi kesetimbangan antara asam
karbonat dalam darah dengan ion hidrogen karbonat dan ion hidrogen.
+ ¿(aq) ¿
)+ H
H 2 O ( l ) +CO2 ( g ) ⥨ H 2 CO 3 ( aq ) ↔ HCO−¿(aq ¿
3
10
Gambar : Proses peredaran oksigen dalam darah.
Mula-mula, hemoglobin (Hb) mengikat oksigen membentuk
oksihemoglobin, kemudian dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem
peredaran darah. Mekanisme pengikatan oksigen oleh hemoglobin
merupakan reaksi kesetimbangan.
Hb+O2 ⥨ HbO2
Reaksi pengikatan oksigen oleh Hb terjadi dalam paru-paru. Reaksi
tersebut berjalan ke arah kanan karena konsentrasi oksigen bertambah.
Ketika oksigen mulai beredar ke dalam jaringan tubuh, konsentrasi
oksigen akan berkurang karena digunakan untuk proses pembakaran.
Dengan demikian, reaksi di dalam jaringan berjalan ke arah kiri.
Reaksi kesetimbangan dalam peredaran darah ini dapat
menjelaskan alasan mengapa mengisap gas karbon monoksida (CO)
yang beracun dapat mengganggu kesehatan. Ketika gas CO terisap dan
larut dalam peredaran darah, gas CO berikatan dengan Hb. CO dan O2
akan bersaing ketat agar dapat berikatan dengan Hb. Manakah yang akan
menjadi pemenangnya? Tetapan kesetimbangan kimia Hb-CO lebih besar
daripada tetaan kesetimbangan Hb-O2 sehingga Hb lebih mudah
mengikat CO. HbO2 +CO ⥨ HbCO+O 2
Jika melihat reaksi tersebut, kamu pasti telah tahu jawaban
mengapa gas CO dapat mengganggu kesehatan. Adanya CO dalam
11
tubuh menyebabkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen
berkurang. Gas CO akan menggantikan oksigen sehingga yang beredar
dalam tubuh adalah gas CO yang beracun.
d. Kesetimbangan dalam Mulut
Reaksi kesetimbangan terjadi juga dalam mulut. Email gigi
mengandung senyawa kalsium hidroksiapatit, Ca5(PO4)3OH. Di dalam
mulut zat itu akan mengalami reaksi kesetimbangan sebagai berikut
Ca5 ¿ ¿
Reaksi kesetimbangan yang terjadi akan mengalami pergeseran jika kita
mengonsumsi makanan yang mengandung asam. Makanan asam
mengandung ion H+ sehingga ion tersebut akan mengikat ion PO43- dan
OH-. Akibatnya reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
(konsentrasi Ca5(PO4)3OH) berkurang. Pergeseran tersebut
menyebabkan lapisan email menjadi keropos sehingga timbul sakit gigi.
BAB III
JENIS-JENIS INDUSTRI
12
asam sulfat di industri adalah sebagai bahan baku pembuatan pupuk, di
antaranya pupuk superfosfat dan amonium sulfat. Dalam industri asam
sulfat digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam klorida, asam
nitrat, garam sulfat, deterjen, zat pewarna, bom dan obat-obatan.
Pembuatan Asam Sulfat Menurut Proses Kontak Industri lainnya
yang berdasarkan reaksi kesetimbangan yaitu pembuatan asam sulfat
yang dikenal dengan proses kontak. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
1. Pertama, belerang dibakar menjadi belerang dioksida.
S(s) + O2(g) ----> SO2(g)
2. Belerang dioksida kemudian dioksidasi lbh lanjut jd belerang
trioksida.
2SO2(g) + O2(g) <====> 2SO3(g)....... H= -98 kJ
Dari proses kontak ini lalu akan terbentuk asam sulfat pekat dgn kadar
98%
13
Tahap penting dalam proses ini adalah reaksi (2). Reaksi ini
merupakan reaksi kesetimbangan dan eksoterm. Sama seperti pada
sintesis amonia, reaksi ini hanya berlangsung baik pada suhu tinggi. Akan
tetapi pada suhu tinggi justru kesetimbangan bergeser ke kiri.
Pada proses kontak digunakan suhu sekitar 500oC dengan
katalisator V2O5. sebenarnya tekanan besar akan menguntungkan
produksi SO3, tetapi penambahan tekanan ternyata tidak diimbangi
penambahan hasil yang memadai. Oleh karena itu, pada proses kontak
tidak digunakan tekanan besar melainkan tekanan normal, 1 atm.
Menurut prinsip Le Chatelier, suhu yang lebih rendah harus
digunakan untuk menggeser kesetimbangan kimia ke kanan, sehingga
meningkatkan persentase hasil. Namun suhu yang terlalu rendah akan
menurunkan laju pembentukan ke tingkat yang tidak ekonomis.
Karenanya untuk meningkatkan laju reaksi, suhu tinggi (450 ° C), tekanan
sedang (1-2 atm), dan vanadium (V) oksida (V 2O5) digunakan untuk
memastikan konversi yang memadai (> 95%). Katalis hanya berfungsi
untuk meningkatkan laju reaksi karena tidak mengubah posisi
kesetimbangan termodinamika.
14
Beberapa manfaat asam sulfat adalah untuk pembuatan pupuk, di
antaranya pupuk superfosfat, detergen, cat kuku, cat warna, fiber, plastik,
industri logam, dan pengisi aki. Asam sulfat kuat 93% sampai dengan
99% digunakan untuk pembuatan berbagai bahan kimia nitrogen, sintesis
fenol, pemulihan asam lemak dalam pembuatan sabun, pembuatan asam
fosfat dan tripel superfosfat. Oleum (H 2S2O7) digunakan dalam pengolahan
minyak bumi, TNT (trinitrotoluena), dan zat warna serta untuk memperkuat
asam lemah.
3.2 Industri Asam Nitrat/Proses Ostward
Proses Ostwald ialah proses kimia untuk pembuatan asam nitrat
(HNO3). Wilhelm Ostwald mengembangkan proses ini, dan dia
mematenkan proses ini pada tahun 1902. Proses Ostwald merupakan
andalan industri kimia modern, dan proses ini menghasilkan bahan baku
utama untuk kebanyakan tipe umum produksi pupuk. Secara historis dan
secara praktis, proses Ostwald berkaitan erat dengan proses Haber, yang
menghasilkan bahan baku yang diperlukan, ammonia (NH 3).
Gambaran
Ammonia diubah menjadi asam nitrat dalam dua tahapan. Ammonia
dioksidasi (dalam arti “dibakar”) melalui pemanasan dengan oksigen
dengan adanya katalis seperti platinum dengan 10% rhodium, untuk
membentuk oksida nitrat dan air. Langkah ini sangat eksotermis, sehingga
sumber panas berguna sekali untuk dimulai:
15
4 NH3 (g) + 5 O2 (g) → 4 NO (g) + 6 H2O (g) (ΔH = −905.2 kJ)
Tahap dua melibatkan dua reaksi dan dilakukan dalam peralatan absorpsi
yang mengandung air. Oksida nitrat awalnya dioksidasi lagi untuk
menghasilkan nitrogen dioksida: Gas ini kemudian mudah diserap oleh air,
menghasilkan produk yang diinginkan (asam nitrat, meskipun dalam
bentuk encer), sekaligus mengurangi sebagian kembali ke oksida nitrat:
2 NO (g) + O2 (g) → 2 NO2 (g) (ΔH = −114 kJ/mol)
3 NO2 (g) + H2O (l) → 2 HNO3 (aq) + NO (g) (ΔH = −117 kJ/mol)
NO didaur-ulang, dan asam dipekatkan sampai kekuatan yang diperlukan
melalui penyulingan.
Alternatifnya, bila tahap akhir dilakukan dalam udara:
4 NO2 (g) + O2 (g) + 2 H2O (l) → 4 HNO3 (aq)
Kondisi khas untuk tahap pertama, yang berkontribusi pada hasil
keseluruhan sekitar 98%, adalah:
Tekanan antara 4 dan 10 atmosfer (sekitar 400-1010 kPa atau 60-
145 psig) dan;
Suhu sekitar 500 K (kira-kira 217 oC atau 422,6 oF).
Sebuah komplikasi yang perlu dipertimbangkan melibatkan reaksi-
samping pada langkah pertama yang mengalihkan oksida nitrat kembali
ke N2:
4 NH3 + 6 NO → 5 N2 + 6 H2O
Ini adalah sebuah reaksi sekunder yang diminimalisir oleh pengurangan
waktu campuran gas yang berada dalam kontak dengan katalis
Metode utama pembuatan asam nitrat adalah oksidasi katalitik
amonia. Dalam metode yang dikembangkan oleh kimiawan Jerman
Wilhelm Ostwald pada tahun 1901, gas amonia berturut-turut dioksidasi
menjadi oksida nitrat dan nitrogen dioksida melalui udara atau oksigen
dengan adanya katalis platinum kasa. Nitrogen dioksida diserap dalam air
untuk membentuk asam nitrat. Hasil larutan asam dalam air dan dari
autokatalis. Kontribusi yang paling terkenal untuk kimia diterapkan pada
16
oksidasi katalitik amonia menjadi asam nitrat, proses dipatenkan yang
masih digunakan dalam produksi industri pupuk.
Proses Oswald dalam Produksi Asam Nitrat
Asam nitrat dibuat dengan melalui tiga tahap, dikenal dengan
proses Oswald, sebagai berikut. Mula-mula amonia dan udara berlebih
dialirkan melalui katalis Pt – Rh pada suhu 950 °C, kemudian didinginkan
sampai suhu mencapai 150 °C di mana gas dicampur dengan udara yang
akan menghasilkan NO2. Gas NO2 dan udara sisa dialirkan ke dasar
menara, kemudian disemprotkan dengan air pada temperatur sekitar 80
°C, maka akan diperoleh larutan yang mengandung 70% HNO 3.
17
Pada proses industri umumnya akan mengikuti hukum ekonomi,
yaitu dengan biaya sekecil – kecilnya untuk memperoleh keuntungan
sebanyak – banyaknya. Prinsip ini, di dalam industri yang menghasilkan
barang tentunya dapat diubah menjadi; dengan biaya dan usaha
seminimal mungkin untuk menghasilkan barang industri yang sebanyak –
banyaknya. Oleh karena itu, faktor – faktor yang menghambat atau
memperlambat suatu proses di industri diusahakn seminimal mungkin. Hal
ini berlaku juga pada pembuatan amonia.
Amonia (NH3) merupakan senyawa penting dalam industri kimia,
karena sangat luas penggunaannya. Sebagai contoh untuk pembuatan
pupuk, asam nitrat, dan senyawa nitrat untuk berbagai keperluan.
Produksi amonia di Indonesia dilakukan pada pabrik petrokimia di Gresik
dan Kujang. Proses pembuatan amonia dilakukan melalui reaksi:
N2(g) + 3H2(g) ↔ 2NH3(g) ∆H = -92 kJ
Proses ini diperkenalkan oleh Fritz Haber dari Jerman pada tahun
1913. Saat itu pada perang dunia I, Jerman terkena blokade tentara
Sekutu sehingga pasokan senyawa nitrat (Sendawa Chili, KNO 3) dari
Amerika yang merupakan bahan pembuat amunisi tidak dapat masuk ke
Jerman. Proses ini juga sering disebut proses Haber Bosch untuk
menghormati Karl Bosch , seorang insinyur yang mengembangkan
peralatan pembuatan amonia untuk skala industri.
Reaksi pembuatan amonia (melalui proses Haber Bosch) ini
merupakan reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
amonia sebanyak – banyaknya, digunakan asas Le Chaterlier pada
prosesnya. Untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan NH 3,
maka konsentrasi N2 dan H2 diperbesar (dengan menaikan tekanan kedua
gas tersebut). Faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah
suhu dan tekanan.
Dilihat dari reaksinya yang eksoterm, seharusnya proses tersebut
dilakukan pada suhu rendah. Akan tetapi, jika dilakukan pada suhu rendah
reaksi antara N2 dan H2 menjadi lambat. Hal ini dapat diatasi dengan
18
menambahkan katalis Fe yang diberi promotor (bahan yang lebih
mengaktifkan kerja katalis) Al2O3 dan K2O.
Selain itu, faktor tekanan juga perlu diperhatikan. Jika diperhatikan
dari persamaan reaksinya, NH3 akan benyak terbentuk pada tekanan
tinggi. Namun demikian, perlu dipertimbangkan faktor biaya yang
diperlukan dan keamanan kostruksi bangunan pabrik untuk melakukan
proses dengan tekanan tinggi.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka didapatkan kondisi
optimum, dimana pada kondisi tersebut akan diperoleh amonia secara
ekonomis paling menguntungkan. Pada tabel berikut akan dipaparkan
berbagai kondisi suhu dan tekanan, serta amonia yang dapat dihasilkan.
Tabel persentase amonia pada tekanan setimbang untuk berbagai
suhu dan tekanan.
Tekanan
Suhu (oC)
200 atm 300 atm 400 atm 500 atm
400 38,74 47,85 58,86 60,61
450 27,44 35,93 42,91 48,84
500 18,86 26,00 32,25 37,79
550 12,82 18,40 23,55 28,31
600 8,77 12,97 16,94 20,76
Dengan pertimbangan keamanan konstruksi pabrik, biaya produksi
dan berbagai pertimbangan lainnya , kondisi optimum untuk operasional
pabrik amonia umumnya dilakukan pada tekanan antara 140 atm – 340
atm dan suhu antara 400oC – 600oC.
19
3.4 Industri Minyak/Proses Hidrogenasi
Fermentasi-Hidrogenasi
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya metode ini
memproduksi butanol melalui dua tahap proses. Proses pertama adalah
fermentasi pada fibrous bed bioreactor untuk pembentukan asam butirat
20
dari glukosa atau umumnya proses ini disebut acidogenesis. Asam butirat
sendiri sebenarnya juga dihasilkan pada tahapan awal fermentasi ABE
oleh Clostridium acetobutylicum, namun selanjutnya mengalami
pergantian proses metabolik menghasilkan solven berupa butanol, aseton,
dan etanol saat konsentrasi asam butirat mencapai >2g/L dan pH <5.
Pada proses tahap pertama untuk menghasilkan asam butirat ini
digunakan jenis strain yang berbeda dari fermentasi ABE. Dengan umpan
berupa gula sederhana, Clostridium tyrobutiricum mampu menghasilkan
asam butirat dalam jumlah yang relative besar (48% w/w) hingga
konsentrasi 80g/L, dan produktivitas >2 g/L.h pada suhu proses 37oC di
dalam fermentor berisikan medium glukosa dan xylose yang diberi asupan
gas nitrogen. Agitasi pada fermentor sebesar 150 rpm dengan pH 6.0
(dijaga menggunakan NH4OH atau 6 N HCL). Pada proses yang
berlangsung 36-48 jam ini dihasilkan produk samping berupa gas
hidrogen yang pada proses tahap berikutnya akan dimanfaatkan sebagai
umpan reaktor setelah melalui proses kompresi.
Produk samping lainya yang dihasilkan adalah gas karbon dioksisa
dan asam asetat dalam jumlah kecil. Namun proses acidogenesis ini
dapat terinhibisi oleh banyaknya produk asam yang dihasilkan sehingga
menurunkan yield dan konsentrasi produk sehingga diperlukan
penanganan lanjut. Asam butirat yang telah dihasilkan dari proses
sebelumnya akan diproses dengan hidrogenasi katalitik. Hidrogen yang
dihasilkan dalam fermentasi dipisahkan dari karbon dioksida untuk
menghidrogenasi asam butirat. Gas hydrogen make up diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan umpan yang tidak mampu disuplai dari proses
sebelumnya. Sementara itu asam butirat hasil fermentasi dipisahkan dan
dimurnikan dari medium fermentasi menggunakan proses ekstraksi amine.
Proses fermentasi dan ekstraksi yang berjalan secara simultan
akan dapat dihasilkan asam butirat dengan konsentrasi dan produktivitas
yang lebih tinggi disebabkan dengan adanya proses ini akumulasi asam
yang dihasilkan dalam fermentor dapat segera dikontrol untuk sementara
21
asam yang telah terbentuk langsung menuju ekstraksi. Asam butirat
kemudian di-stripping dengan menggunakan air panas atau steam pada
ekstraktor kedua untuk mengkonsentrasikan asam butirat dan menjadi
umpan kolom hidrogenasi. Asam karboksilat akan dapat terkonversi
secara katalitik menjadi alkohol dengan bantuan katalis oksida logam
(Cu/ZnO dan Cu/Cr) di bawah tekanan (200-300 atm) dan suhu tertentu
(150-250oC) selama ± 20 jam. Proses hidrogenasi katalitik mampu
mencapai selektivitas tinggi (>95%) dan konversi >70% apada waktu
reaksi yang relatif singkat (beberapa jam). Proses ini akan menghasilkan
produk samping berupa ester dan air.
Produk butanol yang dihasilkan dapat dipisahkan dari asam butirat
yang tidak bereaksi, dan produk samping dengan menggunakan proses
distilasi. Yield teoretis butanol dari asam butirat dalam proses ini mampu
mencapai 83% (w/w). Butanol dengan tekanan uap yang rendah dan
kelarutan yang rendah dalam air akan keluar dari bottom sedangkan ester
butirat dan air akan keluar dari bagian puncak dan kembali di-recycle
seperti yang ditunjukan dalam gambar. Neraca massa berbasis
stoikiometri reaksi:
1. Fermentasi asam butirat tanpa pembentukan asam asetat
(jumlahnya sedikit)
22
Proses Fischer-Tropsch (FT) memproduksi senyawa hidrokarbon
sintetis melalui reaksi gas hidrogen (H 2) (biasa digunakan oleh industri
pupuk untuk membuat pupuk urea) dan karbon monoksida (CO)
(merupakan gas hasil pembakaran bensin atau solar di kendaraan). Gas
H2 dan CO akan bereaksi pada permukaan logam transisi (unsur-unsur
logam yang berada pada golongan 3 – 12 dan blok d pada tabel periodik
seperti besi (Fe), mangan (Mn), dan lain-lain) (Reni, 2011). Bahan baku
yang biasa digunakan dalam proses ini yaitu batu bara, gas alam atau
biomassa. Biomassa merupakan bahan organik yang berasal dari
tumbuhan, hewan, limbah pertanian, limbah industri, sisa metabolisme
makhluk hidup seperti kotoran ternak atau manusia, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan gas H2 dan CO dapat melalui proses gasifikasi.
Gasifikasi merupakan proses mengubah biomassa menjadi gas sintetis
(syngas) dengan pemanasan suhu tinggi. Syngas terdiri dari Gas metana
(CH4), CO dan H2 yang merupakan produk utama gasifikasi. Terdapat pula
produk samping yaitu tar (senyawa hidrokarbon kompleks seperti
benzena, toluena, dan lain-lain), HCN, H 2S, NH3, debu dan arang. Oleh
karena itu, syngas hasil gasifikasi dapat menjadi bahan baku pada proses
FT.
Kombinasi antara gasifikasi biomassa dan sintesis Fischer-tropsch
atau Biomass Gasification Fischer-Tropsch (BGFT) merupakan cara
alternatif untuk memproduksi bahan bakar terbarukan. Katalis adalah
suatu bahan kimia yang dapat mempercepat reaksi, tanpa ikut
terkonsumsi dalam suatu reaksi dan mengarahkan bahan baku ke produk
yang diinginkan sehingga hasil samping dapat dikurangi. Katalis yang
digunakan dalam sintesis Fischer-Tropsch adalah logam transisi berupa
Fe (besi), Co (kobalt), Ni (nikel) atau Ru (rutenium). Katalis besi lebih
banyak digunakan karena harganya murah dan memiliki keaktifan yang
relatif lebih tinggi. Untuk meningkatkan jumlah produk, katalis Fe
membutuhkan bantuan Mangan (Mn) sebagai promotor (pendukung
katalis). Katalis Fe-Mn telah digunakan di industri sintesis FT selama
23
bertahun-tahun (Rao, 1992 dalam Ika, 2011). Industri FT tersebut
memproduksi berbagai senyawa hidrokarbon seperti diesel dan bensin,
tetapi karena aktivitas industri dan transportasi yang semakin meningkat
maka senyawa hidrokarbon yang sangat dibutuhkan adalah diesel (solar)
atau biasa disebut green diesel (FT-Diesel) (Fitria, 2009). Skema untuk
proses produksi FT-Diesel dari syngas yang dihasilkan dari gasifikasi
biomassa dijelaskan pada Gambar 1.
24
H2O untuk menghasilkan H2), lalu H2 yang dihasilkan digunakan
untuk hydrocracking (proses mengubah fraksi berat ke fraksi ringan
minyak bumi menggunakan gas H 2 pada suhu 400 – 1000oC dan tekanan
20-70 bar, contohnya mengubah C48H98 menjadi C20H42). Skema proses
pembersihan gas dijelaskan pada gambar 2.
25
dari minyak diesel. Hambatan terbesar teknologi FT adalah tingginya
investasi, biaya operasi dan pemeliharaan. Meski begitu, beberapa negara
telah menerapkan teknologi FT untuk memproduksi bahan bakar
terbarukan. Di Sasol, Afrika Selatan menggunakan batu bara dan gas
alam untuk memproduksi minyak bumi sintetis dan Sasol telah memasok
FT-Diesel ke berbagai negara (Ika, 2011). Pengembangan teknologi FT
mulai dipertimbangkan untuk mengantisipasi krisis bahan bakar di masa
depan. Oleh karena itu, Indonesia sebagai produsen biomassa terbesar di
ASEAN harus mampu menerapkan teknologi Fischer-Tropsch untuk
memenuhi kebutuhan energi nasional yang kian hari kian meningkat.
26
BAB IV
APLIKASI DALAM INDUSTRI/TUGAS KHUSUS
27
monomer yang mengandung nitrogen untuk industri nilon, polimer-
polimer akrilat, dan busa poliutretan. Amonia juga digunakan dalam
industri farmasi, macam-macam bahan organik, anorganik, detergen dan
larutan pembersih, pupuk, dan bahan peledak (TNT atau trinitrotoluena).
28
Dalam proses industri pembuatan amonia secara garis besar proses
dibagi menjadi 4 unit. Seperti yang diterapkan di industri pupuk yaitu PT.
Pupuk Kaltim dan Pupuk Sriwijaya berikut:
29
1) Feed Treating Unit
Gas Alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama
senyawa belerang sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan
dahulu di unit ini, agar tidak menimbulkan keracunan pada katalisator di
Reforming Unit. Untuk menghilangkan senyawa belerang yang terkandung
dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam suatu bejana
yang disebut Desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini selanjutnya
dikirim ke Reforming Unit.
2) Reforming Unit
Di reforming unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan
uap air, dipanaskan, kemudian direaksikan di Primary Reformer, hasil
reaksi yang berupa gas-gas hydrogen dan carbon dioxide dikirim ke
Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara sehingga dihasilkan
gas-gas sebagai berikut :
a. Hidrogen
b. Nitrogen
c. Karbon Dioksida
Gas gas hasil reaksi ini dikirim ke Unit purifikasi dan Methanasi untuk
dipisahkan gas karbon dioksidanya.
30
Gas Proses yang keluar dari Methanator dengan perbandingan
gas hidrogen : nitrogen = 3 : 1, ditekan atau dimampatkan untuk mencapai
tekanan yang diinginkan oleh Ammonia Converter agar terjadi reaksi
pembentukan, uap ini kemudian masuk ke Unit Refrigerasi sehingga
didapatkan amonia dalam fasa cair yang selanjutnya digunakan sebagai
bahan baku pembuatan Urea.
Hasil / produk pada proses di atas adalah amonia cair yang
beserta karbon dioksida digunakan sebagai bahan baku pembuatan Urea.
Reaksi pembuatan amonia merupakan reaksi eksoterm, sehingga untuk
menghasilkan amonia dalam jumlah besar, maka reaksi tersebut harus
dilakukan pada suhu yang rendah. Akan tetapi, pada suhu rendah reaksi
akan berlangsung lambat. Oleh karena itu, untuk mengimbanginya, maka
reaksi dalam pembuatan amonia dilakukan pada suhu tinggi (sekitar
500°C) dan tekanan yang tinggi (200 – 400 atm). Suhu dan tekanan
tersebut memungkinkan reaksi pembuatan amonia dapat berlangsung
cepat dan amonia yang dihasilkannya dalam jumlah besar (reaksi
bergeser ke kanan).
Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka pada reaksi kesetimbangan
dalam pembuatan amonia, suhu yang tinggi dan katalis berfungsi untuk
mempercepat reaksi, sedangkan tekanan yang tinggi berfungsi untuk
menggeser reaksi ke arah hasil reaksi (dalam hal ini amonia). Berikut ini
adalah kondisi optimum dalam proses pembuatan amonia.
31
produk.
2.Memperbesar tekanan akan
menggeser kesetimbangan
kekanan.
3.Kendala Tekanan sistem dibatasi oleh
garam lainnya
BAB V
KESIMPULAN
32
b. Kesetimbangan Heterogen yaitu Reaksi reversible yang
melibatkan reaktan dan produk yang fasanya berbeda
4. Industri Menggunakan Kesetimbangan Kimia diantaranya :
a. Industri Asam Sulfat dengan Proses Kontak
b. Industri Asam Nitrat dengan Proses Ostwald
c. Industri Amoniak dengan Proses Haber Bosch
d. Industri Minyak Tumbuh Tumbuhan dengan Proses
Hidrogenasi
e. Industri Minyak Bumi dengan Proses fischer Tropsch
DAFTAR PUSTAKA
33