Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang
maju, adil, makmur, dan beradab.
Sejalan dengan itu, untuk menjamin perluasan dan pemerataan
akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik
dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global, perlu
dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan.
Perkara pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Segala
aspek dalam pendidikan tentu sangat perlu untuk dikaji dan perbaiki gar
relevan sesuai zamannya. Pendidikan bukan hanya masalah kurikulum,
sistem, anggaran, dan siswa saja. Guru, sebagai subjek perantara transfer of
knowledge dan transfer of value pendidikan bagi siswa-siswanya tak luput
dari maslaah pendidikan di negeri ini.
Pemberdayaan dan peningkatan mutu guru perlu dilakukan, karena
penyandang profesi ini mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang
sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan.
Saat ini muncul komitmen kuat dari Pemerintah, terutama Kementerian
Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama, untuk merevitalisasi kinerja
guru antara lain dengan memperketat persyaratan bagi siapa saja yang ingin
meniti karir profesi di bidang keguruan. Di dalam Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, dan Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 diamanatkan bahwa, guru wajib memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kualifikasi akademik dimaksud
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau program
diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru, mulai dari
Taman Kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah.

1
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam
meningkatkan kualitas manusia. Kinerja pendidikan sebagai alat ukur
keberhasilan merupakan gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang
pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Angka melek aksara
digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi.
Oleh karena itu, pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pendidikan adalah salah satu urusan pemerintahan wajib yang
berkaiatan dengan pelayanan dasar. Salah satu permasalalam renstra Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal adalah masih rendahnya
kualitas pendidik khususnya di jenjang PAUD dan Sekolah Dasar. Hal
tersebut dapat dilihat dari masih rendahnya persentase pendidik dengan
kualifikasi sarjana (S-1) atau Diploma empat (D-IV) untuk pendidik PAUD
46,36% dan Sekolah Dasar sederajat sebesar 84%. sedangkan untuk
jenjang Sekolah Menengah Pertama sederajat sudah mampu mencapai
91,4%. (Baperlitbang, Dokumen Perencanaan Kabupaten Kendal 2015-
2020)
Tuntutan akan guru yang profesional harus disertai dengan
pemenuhan kebutuhan hak guru atas kesejahteraan atau penghasilan yang
layak. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 14 ayat (1) huruf a
mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya,
guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 15 ayat (1) dari undang-undang ini
mengamanatkan bahwa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan
maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Di antara hak-hak guru sebagaimana dimaksudkan di atas adalah hak
atas tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Barkaitan dengan ini,
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi

2
Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan
Kehormatan Profesor mengamanatkan bahwa guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik, baik yang berstatus pegawai negeri sipil maupun yang
bukan pegawai negeri sipil dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan diberi tunjangan profesi dan
tunjangan khusus setiap bulan.
Tunjangan profesi dan tunjangan khusus bagi guru pegawai negeri
sipil yang menduduki jabatan fungsional guru diberikan sebesar 1 (satu) kali
gaji pokok pegawai negeri sipil yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan setiap bulan. Sedang bagi guru bukan pegawai negeri
sipil, tunjangan profesi dan tunjangan khusus diberikan sesuai dengan
kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi
guru pegawai negeri sipil.
Mengingat kebijakan pemberian tunjangan profesi dan tunjangan
khusus tersebut berlaku bagi semua guru yang memenuhi syarat, maka
untuk dapat memberikan tunjangan profesi dan tunjangan khusus kepada
Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, perlu dilakukan penyetaraan atau inpassing penetapan jabatan
fungsional dan angka kreditnya bagi GBPNS tersebut. Atas dasar itu,
ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 sebagai perubahan terhadap
Permendiknas Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan
Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya yang dijadikan sebagai acuan
untuk menetapkan Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya.
Guru, bukan lagi masalah pengabdian. Guru sebagai profesi seringkali
menjadi kontroversi karena kurang adanya relevansi antara tugas pokok,
fungsi, tanggungjawab, dan tunjangan maupun gaji yang diterima.
Membeludaknya jumlah guru yang ada tentu disesuaikan kebutuhan
pendidik. Untuk menunjang tercapainya pendidikn yang berkualitas,
pemerintah berupaya mengadakan sertifikasi sebagai bukti formal
pengakuan profesionalitas pendidik.
Proses sertifikasi selanjutnya diikuti dengan proses inpassing, atau
lebih dikenal dengan penyetaraan kepangkatan guru non-PNS dengan guru

3
PNS yang selanjutnya secara otomatis guru akan mendapat tunjangan yang
sesuai pangkat/golongan yang diperolehnya. Namun sampai detik ini, masih
terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi dan inpassing. Terutama
dalam pelaksanaan sertifikasi dan inpassing pada guru madrasah, guru PAI
di sekolah, atau lebih tepatnya guru di bawah naungan direktorat jenderal
pendidikan Islam kementerian agama.

B. Dasar Hukum
1. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organsasi Kementerian Negara;
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
7. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi
Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan
Kehormatan Profesor.
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan

4
Nasional Nomor 47 Tahun 2007 tentang Penetapan Inpassing Jabatan
Fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan Angka Kreditnya;
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
127/P/2008 tentang Pengalihan Tugas Menteri untuk Penandatanganan
Surat Keputusan Inpassing.
12. Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 84/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
13. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;

C. Tujuan
Sebagai analisis bagi kita untuk lebih jauh mengetahui bagaimana
proses penetapan dan manfaat dari inpassing GBPNS. Sebagai acuan bagi
masyarakat/yayasan yang menjadi penyelenggara satuan pendidikan untuk
mengusulkan penetapan Inpassing para gurunya. Sebagai acuan bagi
pejabat yang berwenang untuk melakukan Inpassing Jabatan Fungsional
GBPNS dan Angka Kreditnya.

5
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Landasan Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya mengajar). Sedangkan
dalam kamus wikipedia disebutkan guru adalah pendidik dan pengajar pada
pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai
semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang
yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Kata guru, bagi masyarakat Indonesia bukanlah kata yang asing lagi,
akan tetapi ada baiknya disampaikan pengertian tentang guru agar terjadi
kesamaan persepsi di dalam penelitian ini. Sebenarnya banyak pengertian
dari kata guru. Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru bisa dilacak
melalui akronim gu dan ru. Gu diartikan dapat digugu (dianut) dan ru berarti
bisa ditiru (dijadikan teladan). Guru merupakan pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Guru secara sederhana dapat diartikan sebagai orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru adalah semua orang
yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid,
baik secara individual ataupun secara klasikal, baik di sekolah maupun di
luar sekolah.52 Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
sebagaimana dikutip Ali Mudlofir, sebutan guru mencakup: (1) guru itu
sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan

6
konseling atau guru bimbingan karier; (2) guru dengan tugas tambahan
sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas.
Selanjutnya dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007, disebutkan
bahwa seorang guru hendaknya memiliki beberapa kualifikasi akademik.
Salah satu kualifikasi akademik tersebut adalah guru hendaknya telah
menempuh pendidikan atau pelatihan formal keguruan sesuai tingkatannya
(PAUD/TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA).
Menurut hemat penulis guru adalah pendidik dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas guru sangat banyak baik terkait dengan kedinasan dan
profesinya di sekolah. Seperti mengajar dan membimbing para muridnya,
memberikan penilaian hasil belajar peserta didiknya, mempersiapkan
administrasi pembelajaran yang diperlukan, dan kegiatan lain yang berkaitan
dengan pembelajaran. Di samping itu guru harus senantiasa berupaya
meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar
tidak ketinggalan jaman, ataupun di luar kedinasan yang terkait dengan
tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.
Mudofir dalam Pendidik Profesional menyatakan ada enam tugas dan
tanggung jawab guru dalam mengembangkan profesinya, yaitu :
1) Guru bertugas sebagai pengajar;
2) Guru bertugas sebagai pembimbing;
3) Guru bertugas sebagai administrator kelas;
4) Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum;
5) Guru bertugas untuk mengembangkan profesi;
6) Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat.
Sedangkan menurut Syaefudin peran dan tugas pokok guru yaitu:
1) Guru sebagai pengajar
2) Guru sebagai pengajar dan juga sebagai pendidik
3) Guru sebagai pengajar, pendidik, dan juga agen pembaharuan
dan pembangunan masyarakat
4) Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik
profesional dengan bidang keahlian lain sebagai kependidikan.

7
Peran dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran meliputi banyak
hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam & Decey dalam Moh. Uzer
antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan
konselor.
Sementara itu Roqib dan Nurfuadi menyebutkan peran guru, antara lain
guru sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator,
fasilitator, pembimbing, demonstator, pengelola kelas, mediator, supervisor,
dan evaluator. Adapun penjelasan beberapa peran-peran tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Guru Sebagai Pendidik dan Pengajar Setiap guru harus memiliki
kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersikap realitas, jujur
dan terbuka, serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi
pendidikan. 61 Guru harus menampilkan pribadinya sebagai
cendekiawan (scholar) dan sekaligus juga sebagai pengajar (teacher).
Oleh karena itu guru harus menguasai: (a) bidang disiplin ilmu (scientific
discipline) yang akan diajarkannya, (b) cara mengajarkannya kepada
orang lain atau bagaimana cara mempelajarinya.
2) Guru Sebagai Pemimpin Setiap guru adalah pemimpin, yang harus
memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan
antar manusia, tehnik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek
kegiatan organisasi sekolah.
3) Guru Sebagai Pembimbing Salah satu peran guru adalah sebagai
pembimbing. Peranan ini harus lebih diutamakan, karena kehadiran guru
di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia
dewasa susila yang cakap. 64 Guru diharapkan mempunyai kepribadian
dan ilmu pengetahuan. Guru menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia
akan menjadi imam.
4) Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran Guru harus mampu menguasai
berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajar mengajar
di dalam maupun di luar kelas.
5) Sebagai Anggota Masyarakat Setiap guru harus pandai bergaul dengan
masyarakat dan harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan
tentang hubungan antar manusia, memiliki keterampilan membina

8
kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok. 66 Guru
perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat
melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga,
keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab
kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang
bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
6) Guru sebagai administrator Setiap guru akan dihadapkan pada berbagai
tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah.67 Seorang guru
tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai
administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Guru akan
dihadapkan pada berbagai tugas administrasi di sekolah. Oleh karena itu
seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala
pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu
diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan
seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan
sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah
melaksanakan tugasnya dengan baik.
7) Guru Sebagai Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus
dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan
pengajaran.
8) Guru Sebagai Evaluator Dalam proses belajar mengajar guru hendaknya
menjadi evaluator yang baik. Tujuannya untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai apa belum, dan apakah materi
yang diajarkan sudah cukup tepat.
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang
hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik
apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang
jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Guru tetap adalah guru yang diangkat oleh

9
pemerintah atau pemerintah daerah atau penyelenggara pendidikan, atau
satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara
terus-menerus, dan tercatat pada satuan pendidikan yang memiliki izin
pendirian dari pemerintah atau pemerintah daerah serta melaksanakan tugas
sebagai guru. Satuan administrasi pangkal (Satminkal) adalah satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat tempat GBPNS yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang melaksanakan tugas sebagai guru tetap
pada satuan pendidikan dimaksud.
NUPTK adalah Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Inpassing GBPNS adalah proses penyetaraan jabatan dan kepangkatan
GBPNS dengan jabatan dan kepangkatan Guru Pegawai Negeri Sipil.
Penetapan jabatan fungsional GBPNS dan angka kreditnya, bukan hanya untuk
memberikan tunjangan profesi khusus bagi mereka, namun dimaksudkan untuk
pembinaan dan perlindungan serta tertib adminsitrasi guru.
Jabatan fungsional guru merupakan jabatan ahli, maka atas dasar itu,
GBPNS yang dapat ditetapkan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya
adalah:
1. Memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya[u2] S-1 atau D-IV;
2. Guru tetap pada TK/TKLB/RA/BA atau satuan pendidikan formal lainnya
yang sederajat; SD/SDB/MI atau satuan pendidikan formal lainnya yang
sederajat; SMP/SMPLB/MTs atau satuan pendidikan formal lainnya yang
sederajat; dan SMA/SMK/SMALB/MA/MAK atau satuan pendidikan formal
lainnya yang sederajat;
3. Masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus menerus pada
1 (satu) satuan pendidikan pada tanggal 30 Desember 2007, dan masih
aktif melaksanakan tugas sebagai guru sampai saat ini;
4. Usia setinggi-tingginya 59 tahun pada saat diusulkan. Memiliki NUPTK
yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Memiliki beban
kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu dengan ketentuan: minimal 6
jam tatap muka pada satminkal. Melampirkan syarat-syarat administratif:
Fotokopi surat keputusan pengangkatan sebagai guru tetap oleh:

10
a) Pemerintah dilegalisasi oleh pejabat Kantor Kementerian Agama bagi guru
madrasah atau atase yang menangani pendidikan bagi guru yang bertugas
di SILN;
b) Pemerintah daerah dilegalisasi oleh pejabat dinas yang menangani urusan
pendidikan jalur formal;
c) Penyelenggara pendidikan dilegalisasi oleh ketua badan hukum
penyelenggara pendidikan;
d) Satuan pendidikan negeri dilegalisasi oleh pejabat dinas yang menangani
urusan pendidikan kabupaten/kota atau pejabat Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya;
e) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilegalisasi oleh
ketua badan hukum penyelenggara pendidikan.
5. Fotokopi ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang
sesuai ketentuan yang berlaku (Perguruan Tinggi (PT)/Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang menerbitkan ijazah
dimaksud).
6. Keterangan asli dari kepala sekolah/madrasah bahwa yang bersangkutan
aktif melakukan kegiatan proses pembelajaran/ pembimbingan pada
satminkal guru yang bersangkutan.
7. Fotokopi sertifikat pendidik bagi yang sudah memiliki, dan dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku (PT/LPTK yang
menerbitkan sertifikat pendidik dimaksud).
8. Fotokopi Surat Keputusan Kepala Sekolah/Madrasah tentang pembagian
tugas mengajar yang menunjukkan bahwa GBPNS yang bersangkutan
memiliki beban kerja sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka per minggu
bagi guru kelas dan guru mata pelajaran atau mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 siswa per tahun bagi guru Bimbingan dan
Konseling, yang dilegalisasi oleh pejabat Dinas Pendidikan/Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Bagi guru yang mengajar 6 jam
mengajar pada satminkal, untuk kekurangan 18 jam mengajar juga harus
melampirkan Surat Keputusan dari kepala sekolah/Madrasah lain tentang
pembagian tugas mengajar guru yang bersangkutan.
9. Fotokopi Surat Keputusan pengangkatan sebagai kepala
sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, kepala laboratorium,

11
kepala perpustakaan atau sejenisnya, yang dilegalisasi oleh pejabat Dinas
Pendidikan/Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kota/Provinsi setempat.
Fotokopi bukti memiliki NUPTK.
Guru adalah tenaga profesional yang menurut Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen harus memiliki kualifikasi akademik
minimal S-1 atau D-IV. Pegawai Negeri Sipil dengan kualifikasi akademik S-1
dengan masa kerja 0 tahun, menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara Nomor 84/1993 memiliki jabatan fungsional Guru Madya
dengan golongan/ruang III/a. Dalam rangka kesetaraan jabatan fungsional dan
golongan/ruang GBPNS dengan Guru Pegawai Negeri Sipil, maka jenjang
jabatan fungsional GBPNS hasil inpassing minimal Guru Madya (III/a) dan
maksimal Guru Pembina (IV/a). Dengan demikian jenjang jabatan fungsional
GBPNS hasil inpassing adalah:
a) Guru Madya,
b) Guru Madya Tk. I,
c) Guru Dewasa,
d) Guru Dewasa Tk. I,
e) Guru Pembina.
Angka kredit kumulatif terendah hasil inpassing yang diperoleh GBPNS
adalah III/a dan tertinggi IV/a. Bagi GBPNS yang sudah memiliki sertifikat
pendidik wajib mengajukan inpassing jabatan fungsional dan angka kreditnya
sesuai peruntukan/bidang studi sertifikat pendidik yang dimilikinya, meskipun
jurusan atau program studi ijazah S-1/D-IV yang dimilikinya berbeda dengan
sertifikat pendidik atau bidang yang menjadi tugasnya. Permohonan inpassing
jabatan fungsional dan angka kredit GBPNS harus ditolak jika berbeda dengan
peruntukan sertifikat pendidiknya.
Angka kredit hasil inpassing GBPNS, berdasarkan kualifikasi akademik
dan masa kerja, dikurangi 25 point angka kredit apabila GBPNS yang
bersangkutan mengalami mis-match. GBPNS dinyatakan mis-match apabila
tidak memiliki sertifikat pendidik dan ijazah yang dimiliki dari PT LPTK, tetapi
tidak sesuai dengan bidang tugas mengajarnya atau ijazah yang dimiliki dari PT
Non LPTK tidak sesuai bidang tugas mengajar.
Angka kredit hasil inpassing GBPNS, berdasarkan kualifikasi akademik
dan masa kerja tidak dikurangi bila GBPNS yang bersangkutan memiliki

12
sertifikat pendidik, dan mengajukan inpassing jabatan fungsional dan angka
kreditnya sesuai peruntukan sertifikat pendidiknya. GBPNS yang diangkat
sebagai guru tetap berdasarkan kualifikasi akademik SLTA atau yang sederajat
dan yang bersangkutan memperoleh ijazah sarjana (S1) setelah yang
bersangkutan mempunyai masa kerja 5 tahun atau lebih pada satminkal yang
sama, maka masa kerja kumulatif dalam penetapan inpassing dikurangi 5
tahun.
GBPNS yang diangkat sebagai guru tetap berdasarkan kualifikasi
akademik SLTA atau yang sederajat, dan yang bersangkutan memperoleh
ijazah sajarna (S1) sebelum yang bersangkutan mempunyai masa kerja 5 tahun
pada satminkal yang sama, maka masa kerja kumulatif dalam penetapan
inpassing diperhitungkan sejak yang bersangkutan memperoleh ijazah sarjana
(S1) tersebut. GBPNS yang diangkat sebagai guru tetap berdasarkan kualifikasi
akademik D-III/A-III atau yang sederajat, dan yang bersangkutan memperoleh
ijazah sarjana (S1) setelah yang bersangkutan mempunyai masa kerja 2 tahun
atau lebih pada satminkal yang sama, maka masa kerja kumulatif dalam
penetapan inpassing dikurangi 2 tahun.
Prosedur Pengusulan Satuan Pendidikan yang Berada di Bawah Binaan
Kementerian Pendidikan Nasional pengusulan Inpassing Jabatan Fungsional
GBPNS dan Angka Kreditnya Kepala sekolah jenjang TK, SD, SMP, SMA/SMK
atau yang sederajat, meneliti kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti
fisik yang diusulkan oleh GBPNS dan atas persetujuan yayasan atau
penyelenggara pendidikan, mengusulkannya ke Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, dengan menggunakan Format yang sudah ditetapkan. Kepala
sekolah jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB atau yang sederajat
meneliti kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan
oleh GBPNS atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan, dan
mengusulkannya ke Dinas Pendidikan Provinsi, dengan menggunakan Format
yang telah ditetapkan. Kepala Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) meneliti
kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh
GBPNS dan mengusulkan kepada atasan yang menangani pendidikan atau
pembina kepegawaian, dengan menggunakan Format tersebut. Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan administrasi dan keabsahan
bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah dan mengusulkannya kepada

13
Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.p. Direktur Profesi Pendidik dengan
menggunakan Format yang sudah ditetapkan. Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi meneliti kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang
diusulkan oleh kepala sekolah dan mengusulkannya kepada Menteri
Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan u.p. Direktur Profesi Pendidik. Yang menangani
pendidikan atau pembina kepegawaian, meneliti kelengkapan administrasi dan
keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala sekolah dan mengusulkannya
kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan u.p. Direktur Profesi Pendidik.
Direktorat Profesi Pendidik meneliti dan menilai kelengkapan administrasi dan
keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan/atau Dinas Pendidikan Provinsi. Selanjutnya Direktorat Profesi Pendidik
berdasarkan hasil penilaian, mengusulkan ke Menteri Pendidikan Nasional
melalui Kepala Biro Kepegawaian untuk ditetapkan Jabatan Fungsional GBPNS
dan Angka Kreditnya. Kepala Biro Kepegawaian meneliti hasil penilaian
kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik usulan penetapan
inpassing dari Direktur Profesi Pendidik untuk ditetapkan Inpassing Jabatan
Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya. Biro Kepegawaian Kementerian
Pendidikan Nasional mengirimkan SK Inpassing yang telah diterbitkan ke Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi atau atase yang mengatasi urusan
pendidikan pada perwakilan pemerintah Republik Indonesia di luar negeri untuk
disampaikan kepada guru yang bersangkutan.
Satuan Pendidikan yang Berada di Bawah Binaan Kementerian Agama
Prosedur pengusulan Inpassing Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka
Kreditnya adalah sebagai berikut: Kepala madrasah jenjang RA/BA, MI, MTs,
MA/MAK atau satuan pendidikan formal lainnya yang sederajat, meneliti
kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh
GBPNS, dan atas persetujuan yayasan/penyelenggara pendidikan (bagi
madrasah swasta) mengusulkannya ke Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota, dengan menggunakan Format yang sudah ditetapkan.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota meneliti kelengkapan
administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh kepala madrasah

14
dan mengusulkannya kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi meneliti
kelengkapan administrasi dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan meneruskannya
kepada Menteri Agama melalui Direktur Jenderal terkait, u.p. Direktorat yang
menangani pembinaan guru. Direktorat yang menangani pembinaan guru
pada direktorat jenderal terkait meneliti dan menilai kelengkapan administrasi
dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Kantor Kementerian Wilayah
Kementerian Agama Provinsi. Selanjutnya, Direktorat yang menangani
pembinaan guru dimaksud, berdasarkan hasil penilaian, mengusulkan ke
Menteri Agama melalui Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama untuk
ditetapkan Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya. Kepala Biro
Kepegawaian Kementerian Agama meneliti hasil penilaian kelengkapan
administrasi dan keabsahan bukti fisik usulan penetapan inpassing dari
Direktur yang menangani pembinaan guru terkait untuk ditetapkan Inpassing
Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya. Biro Kepegawaian
Kementerian Agama mengirimkan SK Inpassing Jabatan Fungsional GBPNS
yang telah diterbitkan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi untuk
disampaikan kepada guru yang bersangkutan melalui Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota.
Dasar dan Tatacara Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional GBPNS
dan Angka Kreditnya ditetapkan berdasarkan dua hal, yaitu: kualifikasi
akademik; dan masa kerja. Inpassing Jabatan Fungsional GBPNS dan
Angka Kreditnya dilakukan dengan menggunakan tata cara sebagai berikut:
Meneliti kelengkapan persyaratan penetapan Inpasing Jabatan Fungsional
GBPNS dan Angka Kreditnya.
Menghitung masa kerja GBPNS yang bersangkutan terhitung sejak
diangkat sebagai guru tetap pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan yayasan/masyarakat
penyelenggara pendidikan. Masa kerja GBPNS diperhitungkan dengan
satuan tahun penuh. Misalnya, GBPNS yang memiliki masa kerja 10 tahun 6
bulan, dihitung 10 tahun, sedang yang memiliki masa kerja 10 tahun 7 bulan,
dihitung 11 tahun. Kelebihan masa kerja 6 bulan diperhitungkan untuk
kesetaraan kenaikan jabatan berikutnya, sedang masa kerja 7-11 bulan yang

15
sudah dihitung pembulatannya ke atas, tidak lagi diperhitungkan untuk
kesetaraan kenaikan jabatan berikutnya. Berdasarkan kualifikasi akademik
dan masa kerja guru bukan PNS yang bersangkutan, ditetapkan jenjang
jabatan fungsional guru tersebut dan angka kreditnya.
Bagi GBPNS pada satuan pendidikan dalam binaan Kementerian
Pendidikan Nasional, pejabat yang berwenang menetapkan Inpassing
Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya disesuaikan dengan
jenjang kepangkatan guru yang bersangkutan, yaitu Kepala Biro
Kepegawaian atas nama Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk
menetapkan Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya pada jenjang
Guru Madya sampai dengan Guru Pembina. Kepala Bagian pada Biro
Kepegawaian Kementerian Pendidikan Nasional atas nama Menteri
Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan Fungsional
GBPNS pada jenjang Guru Madya sampai dengan Guru Dewasa. Kepala
Sub Bagian pada Biro Kepegawaian Kementerian Pendidikan Nasional atas
nama Menteri Pendidikan Nasional berwenang untuk menetapkan Jabatan
Fungsional GBPNS pada jenjang Guru Pratama sampai dengan Guru Muda
Tingkat I.
Bagi GBPNS pada satuan pendidikan dalam binaan Kementerian
Agama, pejabat yang berwenang menetapkan Inpassing Jabatan Fungsional
GBPNS dan Angka Kreditnya disesuaikan dengan jenjang kepangkatan guru
yang bersangkutan, yaitu Menteri Agama untuk jabatan fungsional Guru
Madya sampai dengan Guru Pembina; Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama untuk jabatan fungsional Guru Madya sampai dengan Guru Pembina;
Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama atas nama Menteri Agama
untuk jabatan fungsional Guru Madya sampai dengan Guru Pembina; Kepala
Bagian/Kepala Sub Bagian pada Biro Kepegawaian Kementerian Agama
atas nama Menteri Agama untuk jabatan fungsional Guru Madya sampai
dengan Guru Dewasa.
B. Penjelasan Dari Kebijaka Yang Dibahas dan Analisis Kebijakan
Inpassing adalah proses penyetaraan kepangkatan, golongan, dan
jabatan fungsional guru Bukan PNS (GBPNS) dengan kepangkatan,
golongan, dan jabatan guru PNS dengan tujuan untuk tertib administrasi,
pemetaan guru dan kepastian pemberian tunjangan yang menjadi hak

16
mereka. Persyaratan Inpassing Bagi Guru Non PNS. Guru tetap yang
mengajar satuan pendidikan pada sekolah yang telah memiliki ijin dari
operasional dari dinas pendidikan kabupaten atau dinas pendidikan propinsi.
Memiliki kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Masa kerja sekurang-kurangnya
2 tahun dan mengajar satuan pendidikan sesuai kualifikasinya. Usia
maksimal 59 tahun. Memiliki NUPTK yang dikeluarkan oleh PMPTK.
Untuk tahun 2016 ini TPG yang akan dibayarkan akan berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada petunjuk teknis TPG
2016 yang barusaja diterbitkan berdasarkan SK Dirjenpendis No 1952 tahun
2016 sudah mencantukan pembayaran Inpasssing bagi guru-guru yang
sudah mendapatkan Inpassing. Banyak rekan-rekan yang masih salah tafsir
atas definisi dan maksud Inpassing. Padahal Inpassing ini hanya bagian dari
TPG. Artinya ada yang TPG Non Inpassing dan ada yang TPG Inpassing.
PP Nomor 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen,
tunjangan khusus guru dan dosen, serta tunjangan khusus profesor, pasal
12 menyatakn bahwa tunjangan khusus bagi guru dan dosen bukan pegawai
negeri sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi akademik bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil. Peraturan
pemerintah ini menjadi landasan pembentukan peraturan menteri mengenai
inpassing.
Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa masyarakat memiliki peran
yang sangat besar dalam pembangunan pendidikan. Namun demikian,
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, diharapkan
tata kelola dan sistem administrasi GBPNS, terutama yang bertugas pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat semakin baik,
sehinga mendukung upaya yang dilakukan semua pihak untuk mewujudkan
guru yang profesional dan bermartabat. Pada sisi lain, pengangkatan dan
penempatan semua GBPNS pada satuan pendidikannya harus disertai
dengan pengaturan atas hak dan kewajiban mereka melalui perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama merupakan perjanjian tertulis antara guru dengan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta

17
hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan Peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, maka tuntutan akan guru profesional berjalan
seimbang dengan upaya memberikan penghargaan, kesejahteraan, dan
perlindungan kepada mereka. Hal ini memiliki implikasi pembiayaan dan
sistem kepegawaian bagi GBPNS. Oleh karena itu, pelaksanaan Inpassing
Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka Kreditnya agar memperhatikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan pedoman ini dengan seksama.
Penetapan Inpassing Jabatan Fungsional GBPNS dan Angka
Kreditnya mulai berlaku terhitung tanggal 1 Oktober 2007 sampai dengan 30
Desember 2011. GBPNS yang telah ditetapkan jabatan fungsional dan
Angka Kreditnya, apabila yang bersangkutan diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil, maka jabatan fungsional dan angka kreditnya yang telah dimiliki
tidak dapat digunakan dalam pengangkatan pertama sebagai guru pegawai
negeri sipil.
Pemenuhan tunjangan para guru pada penutup tahun 2018 ini
merupakan hadiah akhir tahun yang diharapkan menjadi pemacu semangat
mengajar para guru. Mekanisme ini juga menjadi bagian penting dari
peningkatan kompetensi guru dengan cara mendorong profesionalitas dalam
keilmuan dan metode pengajarannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 tahun
tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen,
tunjangan Profesi Guru PNS yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan
memenuhi beban kerja sesuai dengan ketentuan dibayarkan sebesar satu
bulan gaji pokok yang diterimanya, sedangkan untuk Guru Bukan PNS
dibayarkan sebesar Rp 1,5 juta perbulan.
Dikatakan, inpassing guru bukan PNS sejak tahun 2011 telah
menjangkau 120.492 orang. Namun, SK Inpassing baru dimulai Januari 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 43 tahun 2014 tentang Tata
Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Bukan PNS pada Kementerian
Agama.
"Berdasarkan data terkini, masih terdapat 587.675 Guru Bukan PNS
yang belum menjalani proses inpassinG.

18
Kemenag juga telah menyelesaikan pembayaran sertifikasi kepada
para guru madrasah baik PNS maupun non PNS. Data guru madrasah
sampai penutup tahun 2018 adalah sebanyak 708.167 orang guru. Dari
jumlah itu, sebanyak 312.468 orang (44,12%), terdiri dari 116.747 guru PNS
dan 195.721 orang guru Bukan PNS, telah mendapatkan sertifikasi.
Namun jika didasarkan data tanggal 31 Desember 2005, ketika
Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
mengamanatkan sertifikasi, maka capaian pelaksanaan sertifikasi guru di
Kemenag telah mencapai 94,86%. "Capaian ini dinilai cukup
menggembirakan bagi guru madrasah yang selama ini acap kali
melancarkan protes terkait tertunggaknya tunjangan.
Dari tahun ke tahun jumlah guru terus meningkat. Populasi guru baru
terus berkejaran dengan kuota sertifikasi yang jumlahnya terbatas. Tahun
2018, alokasi anggaran untuk sertifikasi guru madrasah hanya untuk 7.280
orang. Kuota ini akan diberikan kepada para guru yang sudah mengikuti
Program PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang kini tengah mengikuti
rangkaian perkuliahan di perguruan tinggi dan akan selesai pada awal bulan
April 2019.
Tunjangan profesi guru madrasah pada tahun anggaran 2019 telah
diusulkan ke Bagian Perencanaan Ditjen Pendidikan Islam sebesar Rp 10,2
triliun. Dari anggaran yang telah dialokasikan tersebut masih terdapat
kekurangan untuk pemenuhan tunjangan profesi guru bukan PNS sebesar
Rp 329,1 miliar.

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional,
analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan
keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta
penilaian. Keberhasilan kebijakan publik tidak lepas dari keberhasilan
implementasi kebijakan di lapangan.
Dari kajian terhadap Renstra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
berkaitan masih minimnya kesejahteraan pendidik bukan PNS menjadi salah
satu isu yang akan ditangani dalam pengelolaan kebijakan peningkatan
kualitas pendidikan. Melalui perbaikan kesejahteraan tenaga pendidik
diharapkan dapat ditingkatkan kualitas pendidikan karena dengan
kesejahteraan yang cukup maka mereka akan lebih fokus dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru adalah
dengan melaksanakan kebijakan penetapan inpassing jabatan fungsional
guru bukan PNS dan angka kreditnya. Menurut Permendikbud nomor 47
Tahun 2007 Inpassing Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) adalah
proses penyesuaian kepangkatan Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dengan
kepangkatan Guru Pegawai Negeri Sipil. Inpassing Jabatan Fungsional guru
bukan PNS dan Angka Kreditnya ditetapkan berdasarkan dua hal, yaitu
kualifikasi akademik dan masa kerja yang dihitung mulai dari pengangkatan
atau penugasan sebagai pada satuan pendidikan. Pelaksanaannya dimuat
dalam peraturan Permendiknas Nomor 47 Tahun 2007 tentang Inpassing
Guru Bukan PNS kemudian direvisi dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun
2010. Dalam perkembangan muncul kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta

20
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.
Munculnya hal ini menyebabkan adanya perubahan kebijakan
inpassing yang diwujudkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pemberian
kesetaraan jabatan dan pangkat bagi guru bukan pegawai negeri sipil. Guna
menyempurnakan upaya pemberian kesetaraan guru bukan PNS terbit
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 28 Tahun 2014. Dari persyaratan dan prosedur
pengusulan inpassing (penyetaraan) jabatan guru ini akan dikaji sejauh
mana implementasi kebijakan ini khususnya bagi guru bukan PNS.
Menurut Thomas Dye, M Irfan Islamy, dan Warella yang menyatakan
bahwa kebijakan publik meliputi apa yang dilakukan dan apa yang tidak
dilakukan oleh pemerintah. Peneliti berpendapat demikian karena menurut
peneliti, apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah telah melalui pemikiran
dan proses yang panjang untuk menentukan apakah tindakan tersebut akan
dilakukan ataupun tidak. Implementasi kebijakan berfungsi membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tujuan ataupun sasaran kebijakan publik
diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan yang dilakukan
pemerintah. Solichin (2001: 179) memandang implementasi kebijakan
sebagai suatu proses tindakan administrasi dan politik. Keseluruhan proses
implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau
membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan
tujuan kebijakan.
Menurut Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan (2003) bahwa
implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara
untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang
telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu
mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang
dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi
terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti

21
dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Keberhasilan
implementasi kebijakan akan ditentukan olah banyak variabel atau faktor dan
masing masing. Dari beberapa model implementasi yang akan menjadi
kajian dalam penelitian ini adalah Model implementasi George C Edwards III.
Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (1980),
dipengaruhi empat variabel, yakni; (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)
disposisi dan (4) struktur birokrasi.
Proses Penetapan guru Inpassing seyogyanya harus dipermudah demi
ketercapayan kesejahteraan guru GBPNS. Adapun proses menjadi guru
inpassing adalah sebagai berikut :
1. Guru honorer/guru swasta/guru Non PNS maupun guru PNS, boleh
mengikuti sertifikasi untuk mendapatkan sertifikat guru yang profesional.
2. Guru yang sudah lulus sertifikasi berhak mendapatkan tunjangan
fungsional yang besarnya sesuai dengan gaji pokok terakhir. Bagi guru
Non PNS besarnya tunjangan profesi ditentukan melalui proses
inpassing.
3. Guru yang belum lulus sertifikasi boleh mengikuti inpassing, hal ini
bertujuan nanti jika guru tersebut lulus sertifikasi, maka guru tersebut
sudah memiliki ketetapan tunjangan profesinya.
4. Guru yang lulus inpassing tetapi belum lulus sertifikasi, belum mendapat
tunjangan profesi, sampai guru tersebut lulus sertifikasi.

Permasalahan yang terjadi pada guru Inpassing adalah :


1. Liniearitas mata pelajaran dan pemenuhan beban kerja guru, a.
Mengajar tidak sesuai dengan sertifikasi pendidikan. b,sulit memenuhi
beban kerja 24 jam per minggu.
2. Pengangkatan guru baru (bukan PNS).
3. Idealiasi jumlah rasio guru, siswa, dan rombongan belajar.
4. Kinerja sebagian besar guru masih rendah. Guru belum melaksanakan
tugas sesuai SPM: kemangkiran guru masih tinggi, jumlah jam kerja guru
dibawah ketentuan.
5. Pengelolaan data PTK madrasah melalui sistem informasi.
6. Penerbitan NRG bagi guru madrasah yang cenderung selalu lambat.

22
Tindak Lanjut/Solusi Penyelesaian untuk penetapan guru Inpassing
1. Menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 103 Tahun 2015,
Menerbitkan Keputusan Menteri Agama 303 Tahun 2016, Memberikan
kebijakan diskresi penyesuaian kode mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang tercantum di sertifikat pendidik.
2. Penataan dan distribusi guru PNS di seluruh provinsi, menjamin guru
pengangkatan baru yang sudah bersertifikat, pengurangan
pengangkatan guru non PNS pada madrasah negeri, penempatan
formasi guru K-2 pada madrasah negeri.
3. Menindak lanjuti PP no 74 tahun 2008 dan revisinya, menindaklanjuti
perka BKN no 37 tahun 2011, menindaklanjuti peraturan bersama 5
menteri tahun 2011, memberikan kebijakan diskresi dalam ketentuan
pembayaran tunjangan profesi bagi guru madrasah yang berada di
daerah tertentu.
4. Optimalisasi pemahaman regulasi pendidik dan tenaga kependidikan di
seluruh provensi.
Kemenag sudah membangun sistem informasi manajemen pendidik dan
tenaga kependidikan kementrian agama (simpatika) sebagai tindak lanjut dari
rekomendasi Itjen dan BPK, koordinasi dengan kemendikbud dalam
pelaksanaan rekonsiliasi data PTK antara SIMPATIKA dan DAPODIK.
Sejak tahun 2016 kemenag sudah melakukan integrasi data dengan
kemendikbud melalui sistem informasi, berkoordinasi dengan Itjen, BPK dan
BPKP dalam pelaksanaan Verivikasi data beban kerja Guru madrasah, aktiv
melakukan trilateral meeting antara ditjen anggaran kemenkeu, bappenas dan
kemenag untuk membahas pemenuhan anggran tunjangan profesi guru.

B. Saran
1. Peroses penetapan dan pengusulan dipermudah.
2. Proses pencairan tidak berlaku setiap triwulan tetapi pencairan dilakukan
setiap bulan.
3. Alur pencairan tidak dibebani dengan alur yang panjang karena dapat
membuka peluang korupsi.
4. Semua guru yang bersertifikat pendidik mampu membuat dokumen
usulan inpassing jabatan guru bukan PNS.

23
5. Pengusulan SK Inpassing jabatan guru bukan PNS dilakukan semua
sekolah swasta sepanjang memenuhi persyaratan Permendikbud Nomor
12 tahun 2016.
6. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama
Kabupaten/Kota membantu menfasilitasi antara lain dengan melegalisir
usulan guru, melakukan pengarsipan, melakukan bimbingan ke yayasan.
7. Semua guru tetap yayasan yang bersertifikat pendidik mengajukan
usulan SK inpassing.
8. Komunikasi guru, pihak sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementrian Agama Kabupaten/Kota dengan pihak terkait usulan
inpassing sangat lemah. Kelemahan komunikai ini ditunjukan dengan
tidak adanya jalur komunikasi guru dan sekolah ke Kemdikbud. Guru
memperoleh informasi hanya hasil Surat Keputusan sementara
komunikasi atas alasan belum terbitnya surat keputusan inpassing guru
tidak ada. Laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang
inpassing hanya menampilkan infomasi penerbitan surat keputusan tidak
ada informasi terhadap alasan belum terbitnya surat keputusan.
9. Faktor komunikasi menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan
inpassing jabatan.
10. Faktor Sumber daya. Secara umum terkait faktor sumber daya untuk
masalah sumber daya manusia dan sumber dana menjadi salah satu
faktor yang menghambat proses implementasi kebijakan.
11. Kurangnya sumber daya manusia tenaga adminitrasi di sekolah swasta
yang dalam hal ini terkait dengan pemenuhan standar tenaga
kependidikan menjadi salah satu penghambat implementasi kebijakan.
Faktor sumber daya menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan
inpassing jabatan guru bukan PNS.
12. Pendanaan atas program inpassing di sekolah dibebankan pada sekolah
dan guru, tidak ada dana yang dialokasikan secara khusus dari
Pemerintah Daerah maupun pusat untuk melaksanakan inpassing
jabatan guru bukan PNS.

24
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010) cet I.

Al-Rasyidin dkk, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan


Prkatis, (Jakarta: Ciputat Press, 2005).

Arikunto Suharsismi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2 (Jakarta: Bumi


Aksara, 2013).

Bafadal Ibrahim, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam


Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah), (Jakarta :
Bumi Aksara, 2013).

Creswell. John W., 2005, Educational Research: Planning, Conducting, and


Evaluating Quantitative and Qualitative Research, Pearson Education,
Inc., New Jersey.

Edwards. George C. III, dan Ira Sharkansky, 1978, The policy Predicament,
W.H. Freeman and Company, San Fransisco

Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi


Kebijakan atau Program, Edisi Revisi, PT Rosdakarya, Bandung.

Jahari Jaja &Syarbini, Manajemen Madrasah (Teori, Strategi, dan


Implementasi), (Bandung: Alfabeta. 2013).

Juni Priansa Donni, Kinerja dan Profesionalisme Guru, (Bandung: Alfabeta,


2014).

Kunandar, Guru Profesional ( Jakarta: Rajawali Press, 2011)

Mulyasa. (2011). Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya.

Subarsono, A. G., 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.

Suwitri. Sri, 2008, Konsep Dasar Kebijakan Publik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.

25
Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pembangunan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 1988).

Internet:

Guru, http://kbbi.web.id/guru diunduh 22 November 2016

Guru, https://id.wikipedia.org/wiki/Guru diunduh 22 November 2016

Peraturan rujukan:

Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem PendidikanNasional.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2007 tentang


Inpassing jabatan guru bukan PNS Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2010 tentang Perubahan atas permendiknas
No 47 Tahun 2007.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pemberian kesetaraan jabatan dan pangkat bagi guru bukan pegawai
negeri sipil.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 28 Tahun 2014

26

Anda mungkin juga menyukai