Anda di halaman 1dari 113

MODUL 11 : ASUHAN KELAHIRAN

PERSALINAN NORMAL

PERSALINAN KALA I
Fase-fase dalam Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Fase laten pada kala satu persalinan:
 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap, hingga serviks membuka kurang dari 4cm. Dimana
biasanya berlangsung selama hingga 8 jam.
Fase aktif pada kala satu persalinan:
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit,
dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Diawali pada pembukaan 4cm
hingga 10cm, dan disertai penurunan bagian terbawah janin.

Pada kala I, segmen atas rahim adalah bagian yang paling aktif untuk
menimbulkan kontraksi atau his. Pada kala I, tekanan intrauterine akan meningkat
diikuti oleh volume segmen atas rahim yang mengecil. Setelah itu isthmus uteri
akan teregang dan terbentuk lah SBR atau segmen bawah rahim. Pada kala I akan
terjadi effacement dan dilatasi dari serviks.

1
(Sarwono, 2010)

Pemantauan persalinan dengan partograf


Partograf adalah alat bantu selama persalinan yang digunakan untuk
memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan
klinik. Dimana tujuan utamanya adalah untuk mendeteksi apakah proses persalinan
berjalan secara normal dan untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan.
Hal ini berguna untuk mendeteksi terjadinya partus lama sehingga dapat dilakukan
deteksi secara dini. Partograf mencakup :
- Kemajuan persalinan
- Asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
- Kondisi ibu dan janin
Sehingga dapat mengidentifikasi adanya penyulit persalinan dan membuat
keputusan klinik berdasarkan hal tersebut secara sesuai dan tepat waktu dan dapat
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
(Sarwono, 2010).
Partograf harus digunakan pada kasus:
 Selama persalinan dan kelahiran bayi pada semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dll)
 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya
Partograf digunakan ketika fase aktif dimulai yaitu ketika pembukaan serviks
4cm.
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif
persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan
selama fase aktif kala satu persalinan, yaitu:
Informasi awal (saat datang) ke tempat bersalin:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat ibu);

2
5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Mencatat Temuan pada Partograf
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
 denyut jantung janin: setiap ½ jam
 kondisi selaput, cairan dan warna air ketuban
 molase (penyusupan tulang tengkorak)
 frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
 nadi ibu: setiap ½ jam
 pembukaan serviks: setiap 4 jam
 penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
 tekanan darah dan temperatur tubuh ibu: setiap 4 jam
 produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
1. Denyut jantung janin
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada angka
180 dan 100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah
120 atau diatas 160. Lihat Gambar 1-4 untuk tindakan-tindakan segera yang harus
dilakukan jika DJJ melampaui kisaran normal ini. Catat tindakan-tindakan yang
dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf.
2. Warna dan adanya air ketuban
U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi
(“kering”)
3. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat
penyusupan/tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko
disproporsi kepala-panggul (CPD). Nilai molase setiap melakukan periksa dalam dan
catatkan temuan pada kotak yang sesuai. Gunakan lambang-lambang berikut ini:
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

3
4. Pembukaan serviks
Catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-
tanda penyulit). Tanda ‘’ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks.
Perhatikan:
 Pilih angka pada skala bukaan serviks yang sesuai dengan besarnya pembukaan
serviks (fase aktif) yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
 Hasil periksa dalam yang pertama (pembukaan serviks) harus dicantumkan pada
garis waspada (lihat contoh dibawah: letak tanda ‘’ pada ordinat garis waspada).
 Hubungkan tanda ‘’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
5. Penurunan bagian terbawah janin
Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang
menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul.
Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin.
Skala “Turunnya Kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang
sama dengan skala pembukaan serviks. Berikan tanda ‘O’ pada garis waktu yang
sesuai dengan dilatasi serviks. Bila hasil palpasi kepala di atas simfisis pubis adalah
4/5 maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik
dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per
jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika
pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada maka pertimbangkan
adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia
uteri hipotonik, dll). Pertimbangkan perlunya dilakukan rujukan (rumah sakit atau
puskesmas) gawatdarurat obstetri.
Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis
bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada di tempat rujukan sebelum garis
bertindak terlampaui.

4
Waktu Mulainya Fase Aktif Persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-
kotak yang diberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya
fase aktif persalinan.
Waktu Aktual Saat Pemeriksaan atau Penilaian
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak
untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan
satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang
berhubungan dengan lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas
dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif
persalinan, cantumkan pembukaan serviks di garis waspada.
Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan “kontraksi
per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu
kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik

Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan


kontraksi yang lamanya 20-40 detik

Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang


lamanya lebih dari 40 detik

5 Dalam waktu 30 menit pertama terjadi


dua kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kurang dari
4 20 detik
3 Dalam waktu 30 menit kelima terjadi tiga
kontraksi dalam waktu 10 menit dan
lamanya menjadi

5
2 20–40 detik
1 Dalam waktu 30 menit ketujuh terjadi
lima kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya lebih dari
0 1 2 3 40 detik
Kontraksi setiap 10 menit

Gambar 1
Catat frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 30 menit dalam persalinan
aktif.
Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat
oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.
1. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan
per menit.
2. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak
yang sesuai dengan kolom waktunya.
Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat
kotak atau ruang untuk mencatat kondidi kesehatan dan kenyamanan ibu selama
persalinan.
 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. Beri tanda
titik (·) pada kolom waktu yang sesuai.
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan. Beri
tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai: 

6
 Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam dan catatkan hasil
pemeriksaan pada kotak yang sesuai.
 Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam. Jika
memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein
urin.
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:
 Jumlah cairan per oral yang diberikan
 Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
 Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter
umum)
 Persiapan sebelum melakukan rujukan
 Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan
Pencatatan pada lembar belakang Partograf
Halaman belakang partograf untuk mencatat proses persalinan, kelahiran bayi
dan tindakan-tindakan sejak kala I-IV dan bayi baru lahir sehingga disebut sebagai
Catatan Persalinan.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
 Data atau Informasi Umum
 Kala I-IV
 Bayi baru lahir
 Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah
sesar, persalinan dengan ekstraksi vakum atau forseps, induksi oksitosin,
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia/eklampsia,
perdarahan pascapersalinan)?
 Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah ibu lahirkan?
 Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/persalinan
sebelumnya?
 Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung,
berkemih dll)
 Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri
epigastrium bagian atas).

7
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dalam persalinan adalah :
 Pemeriksaan fisik secara umum
 Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk:
 Menentukan tinggi fundus
 Memantau kontraksi uterus
 Memantau denyut jantung janin
 Menentukan presentasi
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin
 Pemeriksaan dalam
Periksa dalam memegang peranan penting dalam penanganan persalinan. Hal
yang harus dinilai adalah :
 Genitalia eksterna
 Cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan per vaginam
atau mekonium. Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan
pemeriksaan dalam, jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air
ketuban.
 Nilai vagina. Luka parut di vagina mengindisikasikan adanya riwayat robekan
perineum atau tindakan episiotomi sebelumnya. Hal ini merupakan informasi
penting untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.
 Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
 Pastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki ) tidak
teraba pada saat melakukan periksa dalam.
 Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut
telah masuk ke dalam rongga panggul.
 Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil,
ubun-ubun besar atau fontanela magna) dan celah (sutura) sagitalis untuk
menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah
ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir

8
KESEJAHTERAAN JANIN DAN FETAL COMPROMISE
 Pemantauan kesejahteraan janin (denyut jantung janin) dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara berkala dan menggunakan kardiotokografi (lihat modul
antenatal)

PERSALINAN KALA II
Batasan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran
bayi.
Gejala dan Tanda Kala Dua Persalinan
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah:
 Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
 Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
 Perineum menonjol.
 Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
 Meningkatnya pengeluaran lendir pada nulipara umumnya bercampur sedikit
darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif)
yang hasilnya adalah:
 pembukaan serviks telah lengkap, atau
 terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina atau membuka vulva.
Persiapan Penolong Persalinan
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan penerapan
prinsip dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci
tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi. Lihat Bab 1.
1 Sarung Tangan
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus selalu dipakai selama
melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomi, penjahitan laserasi
dan asuhan segera bagi bayi baru lahir. Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril harus menjadi bagian dari perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set)

9
dan prosedur penjahitan (suturing atau heckting set). Sarung tangan harus diganti
apabila terkontaminasi, robek atau bocor.
2. Perlengkapan Pelindung Pribadi
Pelindung pribadi merupakan penghalang atau barier antara penolong dengan
bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong
persalinan harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut
pada saat menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung
mata (kacamata) yang bersih dan nyaman. Kenakan semua perlengkapan pelindung
pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat melakukan penjahitan
laserasi atau luka episiotomi.
3. Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan
Penolong persalinan harus menilai ruangan dimana proses persalinan akan
berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup
(baik melalui jendela, lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya).
Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain
penutup yang bersih, kain tebal dan pelapis anti bocor (plastik) apabila hanya
beralaskan kayu atau diatas kasur yang diletakkan diatas lantai (lapisi dengan plastik
dan kain bersih). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan terhalang dari
tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja atau permukaan yang
bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi
dengan baik; termasuk perlengkapan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi
atau luka episiotomi dan resusitasi bayi baru lahir. Semua perlengkapan dan bahan-
bahan dalam set tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Daftar tilik lengkap untuk bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obat esensial yang
dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir ada
pada lampiran 6.
4. Penyiapan Tempat dan Lingkungan untuk Kelahiran Bayi
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan
pada bayi baru lahir harus dimulai sebelum kelahiran bayi itu sendiri. Siapkan
lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi baru lahir dengan
memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 25˚C), pencahayaannya
cukup, dan bebas dari tiupan angin (matikan kipas angin atau pendingin udara bila
sedang terpasang). Bila ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin,

10
sebaiknya disediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih
untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.

5. Persiapan Ibu dan Keluarga


Asuhan Sayang Ibu
 Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan
dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai
ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan
dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al,
2000).
 Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk
berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan
minuman, teman bicara, dan memberikan dukungan dan semangat selama
persalinan dan melahirkan bayinya.
 Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan
anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan
atau kelahiran bayi kepada mereka.
 Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan.
Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
 Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran (lihat Gambar 3-1
sampai 3-3 untuk contoh berbagai posisi meneran).
 Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan
kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran
berkepanjangan dan menahan napas. Anjurkan ibu beristirahat di antara
kontraksi.
Alasan: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga
terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi
sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
 Anjurkan ibu untuk minum selama kala dua persalinan.
Alasan: Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan
dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal
tersebut. (Enkin, et al, 2000).

11
 Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan
rasa aman dan semangat serta tenteramkan hatinya selama proses persalinan
berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang,
membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan
tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong akan
melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang
dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya
tekanan darah, denyut jantung janin, periksa dalam).
Membersihkan Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada kala dua persalinan diantaranya
adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT).
Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke
arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi
tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain
bersih cadangan di dekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal
itu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atau tangan yang
sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT.
Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir
maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.
Mengosongkan Kandung Kemih
Anjurkan ibu dapat berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung
kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu
tak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di
wadah penampung urin.
Alasan: Kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu
juga akan menambah rasa nyreri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan
distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan pascapersalinan.
Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau
setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya
dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tak mampu berkemih sendiri.
Alasan: Selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan risiko infeksi dan
trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.

12
6. Amniotomi
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka
perlu dilakukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat
dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka
lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan
adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan (lihat Lampiran 1).
Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua
Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa
alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi
secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga
merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses
pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan
pada ibu bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk
meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi
yang nyaman, baik berdiri, berjongkok atau miring yang dapat mempersingkat kala
dua. Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran
jika ibu memang menginginkannya atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang
dialaminya.
Pada masa sebelum ini, sebagian besar penolong akan segera memimpin
persalinan dengan menginstruksikan untuk “menarik nafas panjang dan meneran”
segera setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama
10 detik atau lebih (“meneran dengan tenggorokan terkatup” atau manuver Valsava),
tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995). Hal ini ternyata akan
mengurangi pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan menurunnya denyut
jantung janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari normal (Enkin, et al,
2000). Cara meneran seperti tersebut diatas, tidak termasuk dalam penatalaksanaan
fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua, ibu memegang kendali
dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya memberikan bimbingan
tentang cara meneran yang efektif dan benar. Harap diingat bahwa sebagian besar
daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran
hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi.
1. Membimbing Ibu untuk Meneran
Bila tanda pasti kala dua telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan adanya
dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.

13
Mendiagnosa kala dua persalinan dan memulai meneran:
 Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih yang mengalir).
 Pakai satu sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam.
 Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam.
 Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah
lengkap (10 cm), lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI (Lihat Bab 2:
pedoman periksa dalam).
 Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan ibu dan bantu ibu mencari posisi
nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan di sekitar ruang bersalin.
Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan
bayinya (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catatkan semua temuan pada
partograf.
 Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap,
beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara
bernapas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi
yang nyaman dan beritahukan untuk menahan diri untuk meneran hingga
penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
 Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu
mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan
benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk
membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan pada partograf.
Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat
beristirahat di antara kontraksi.
 Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk
meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu,
anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi
yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernapas selama
kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi (lihat pedoman fase aktif
persalinan) dan catatkan semua temuan pada partograf. Berikan cukup cairan dan
anjurkan/perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15
menit. Stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas
kontraksi. Jika ibu ingin meneran, lihat petunjuk pada butir 7 diatas.

14
 Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan
lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi.
Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum dan
pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk
memperkuat kontraksi.
 Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika
kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak
turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-panggul
(CPD).

2. Posisi Ibu Saat Meneran


Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat
mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua karena hal ini dapat membantu
kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga
sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

Gambar : Posisi Duduk atau Setengah Duduk


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

Posisi duduk atau setengah duduk (Gambar 3-1) dapat memberikan rasa
nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat di antara
kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya grafitasi untuk membantu ibu
melahirkan bayinya.

15
Gambar : Jongkok atau Berdiri
(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

Jongkok atau berdiri (Gambar 3-2) membantu mempercepat kemajuan kala


dua persalinan dan mengurangi rasa nyeri.

Gambar : Merangkak atau Berbaring Miring ke Kiri


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri (Gambar
3-3) membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut
juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi
posisi oksiput anterior. Posisi merangkak seringkali membantu ibu mengurangi nyeri
punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri memudahkan ibu untuk
beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi
risiko terjadinya laserasi perineum.

Cara Meneran
 Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.

16
 Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
 Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
 Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk
meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
 Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
 Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran
bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan ruptura uteri.
Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka
mencoba melakukan itu.

Menolong Kelahiran Bayi

1. Posisi Ibu Saat Melahirkan


Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi
berbaring telentang (supine position).
Alasan: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi
pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan
hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan
persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung
bersih di bagian punggung dan bokong ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua
peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membantu kelahiran bayi.
Tempatkan juga kain atau handuk bersih di atas perut ibu sebagai alas tempat
meletakkan bayi baru lahir.

2. Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat
(dibahas di bagian selanjutnya) dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan
mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi
pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian

17
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran dan
beristirahat atau bernafas dengan cepat pada waktunya. Gambar 3-4 memperagakan
bagaimana cara membimbing ibu untuk melahirkan kepala bayi.
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang
tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi
luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau
tahanan pada kepalan dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin, et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi
sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan karena
ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan
ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan
harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak
dianjurkan, bukan episiotominya.
Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan:
 meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma
 kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi
 meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum
 meningkatnya risiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan)
Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran
bayi bila didapatkan:
 Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan
 Penyulit kelahiran per vaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
cunam (forsep) atau ekstraksi vakum)
 Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat
kemajuan persalinan

Jika perlu dilakukan episiotomi. (Lihat sub judul melakukan episiotomi)

Melahirkan Kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan
kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih

18
di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum
dengan satu tangan (dibawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah sisi perineum
dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi.
Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum.
Alasan: Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara
bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada
vagina dan perineum.

Gambar : Melahirkan kepala

(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

Perhatikan perineum pada saat kepala keluar dan dilahirkan. Usap muka bayi
dengan kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lendir dan darah dari
mulut dan hidung bayi. Selalu isap mulut bayi lebih dulu sebelum mengisap
hidungnya. Mengisap hidung lebih dulu dapat menyebabkan bayi menarik nafas dan
terjadi aspirasi mekonium atau cairan yang ada di mulutnya. Jangan masukkan kateter
atau bola karet penghisap terlalu dalam pada mulut atau hidung bayi. Hisap lendir
pada bayi dengan lembut, hindari pengisapan yang dalam dan agresif

Periksa Tali Pusat pada Leher


Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernafas
cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada dan lilitan di leher
bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika
lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat dengan klem pada 2 tempat dengan
jarak 3 cm, kemudian potong tali pusat di antara 2 klem tersebut.

19
Gambar : Pemeriksaan Tali Pusat Pada Leher
(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

Melahirkan Bahu
 Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu
kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan.
 Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil
menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan
melewati simfisis.
 Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala keatas dan lateral tubuh bayi sehingga
bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan

Jangan melakukan pengisapan lendir secara rutin pada mulut dan hidung bayi. Sebagian besar bayi sehat
dapat menghilangkan lendir tersebut secara alamiah pada dengan mekanisme bersin dan menangis saat
lahir. Pada pengisapan lendir yang terlalu dalam, ujung kanul pengisap dapat menyentuh daerah orofaring
yang kaya dengan persyarafan parasimpatis sehingga dapat menimbulkan reaksi vaso-vagal. Reaksi ini
menyebabkan perlambatan denyut jantung (bradikardia) dan/atau henti napas (apnea) sehingga dapat
membahayakan keselamatan jiwa bayi (Enkin, et al, 2000). Dengan alasan itu maka pengisapan lendir
secara rutin menjadi tidak dianjurkan.
Melahirkan bahu anterior Melahirkan bahu posterior

Gambar : Melahirkan Bahu

20
(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)
Tanda-tanda dan gejala-gejala distosia bahu adalah sebagai berikut:
 Kepala seperti tertahan di dalam vagina.
 Kepala lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar.
 Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign).

Gambar : Melahirkan Tubuh Bayi


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)
Melahirkan Seluruh Tubuh Bayi
 Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
 Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior
saat melewati perineum.
 Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir
(Gambar 3-8).
 Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu,
siku dan lengan bagian anterior.
 Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong
dan kaki Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas di antara kedua
kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan lainnya.
(Gambar 3-8).

21
 Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu
dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
 Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan
kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan
baik.
Memotong Tali Pusat
Beri kesempatan untuk bayi, mendapat sejumlah darah melalui tali pusat (2
menit setelah bayi lahir), baru lakukan penjepitan tali pusat ( tidak segera menjepit tali
pusat ). Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem
pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali
pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua
dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang
tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat
sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem
tersebut dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Gambar 3-
9). Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimuti bayi dengan selimut
atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan baik.

Gambar : Memotong Tali Pusat


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

PERSALINAN KALA III DAN KALA IV


Batasan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

22
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah
itu
Fisiologi Persalinan Kala Tiga
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat
perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di
bawah ini:
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
 Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
( tanda Ahfeld )
 Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang
plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang
diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Ingat tiga tanda lepasnya plasenta:


1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus
2. Tali pusat memanjang
3. Semburan darah mendadak dan singkat

Manajemen Aktif Kala Tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan

23
mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang
praktik manajemen aktif kala tiga (Active Management of Third Stage of
Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30%
rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan pratik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau
Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon)
dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang
ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika
manajemen aktif kala tiga tidak hanya dilatihkan tetapi juga di pratikkan dan menjadi
standar asuhan persalinan.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga:
 Persalinan kala tiga yang lebih singkat
 Mengurangi jumlah kehilangan darah
 Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:
 pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
 melakukan penegangan tali pusat terkendali
 masase fundus uteri

Gambar . Melahirkan plasenta dengan peregangan tali pusat


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

24
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan
dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas

Gambar : melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah

Gambar : melepas selaput ketuban menggunakan klem

Gambar : Masase Fundus Uteri

25
Asuhan dan Pemantauan Pada Kala Empat
Setelah plasenta lahir:
1. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus (Gambar 6-5) untuk merangsang
uterus berkontraksi baik dan kuat.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang
dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari
di bawah pusat. Sebagai contoh, hasil pemeriksaan ditulis: “dua jari di bawah
pusat”.
3. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum
5. Evaluasi keadaan umum ibu.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di
bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian
dilakukan.

Memperkirakan Kehilangan Darah


Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah
seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk,
kain atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui
penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin
telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau
pispot di bawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara efektif untuk
mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas
wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan
menyusukan bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah
yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung
semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah kehilangan satu
liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml darah.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas,
pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg

26
dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila ibu
mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah
darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan
menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala empat melalui tanda vital, jumlah
darah yang keluar dan kontraksi uterus.
Pencegahan Infeksi
Setelah persalinan, dekontaminasi alas plastik, tempat tidur dan matras dengan
larutan klorin 0,5% kemudian cuci dengan deterjen dan bilas dengan air bersih. Jika
sudah bersih, keringkan dengan kain bersih supaya ibu tidak berbaring di atas matras
yang basah. Dekontaminasi linen yang digunakan selama persalinan dalam larutan
klorin 0,5% dan kemudian cuci segera dengan air dan deterjen.
Pemantauan Keadaan Umum Ibu
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi.
Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah
persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal
selama dua jam pertama pascapersalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami
perdarahan pasca persalinan. Penting untuk berada di samping ibu dan bayinya selama
dua jam pertama pasca persalinan.
Selama dua jam pertama pasca persalinan:
 Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar
setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi
observasi dan penilaian kondisi ibu.
 Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit
selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat. Jika
ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian
kondisi ibu.
 Pantau temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pascapersalinan. Jika
meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
 Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap15 menit selama satu jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala empat.

27
 Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah
darah yang keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
 Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu
mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar
nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi
diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu
dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI
 Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama pascapersalinan
atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong
untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkannya
setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin
berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tak dapat berkemih, bantu ibu
dengan cara menyiramkan air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau
masukkan jari-jari ibu ke dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih
secara spontan.
Jika setelah berbagai upaya tersebut, ibu tetap tidak dapat berkemih secara
spontan, mungkin perlu dilakukan kateterisasi. Jika kandung kemih penuh atau dapat
dipalpasi, gunakan teknik aseptik saat memasukkan kateter Nelaton DTT atau steril
untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan
masase pada fundus agar uterus berkontraksi baik. Sebelum meninggalkan ibu,
pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri dan keluarganya mengetahui bagaimana
menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Ajarkan pada mereka bagaimana
mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti:
 demam
 perdarahan aktif
 keluar banyak bekuan darah
 bau busuk dari vagina
 pusing
 lemas luar biasa
 penyulit dalam menyusukan bayinya
 nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa

28
Catatan Asuhan dan Temuan
Catatlah semua temuan selama persalinan kala empat di halaman belakang partograf

Jam Ke Wakt Tekanan Nadi Suhu Tinggi Kontra Jumlah Jumlah


u darah Fundus ksi Urin Darah
uterus Keluar

2
Gambar 13: Catatan Penilaian Selama Kala Empat (halaman belakang Partograf)

Melakukan Episiotomi dengan Anestesia Lokal


Episiotomi bisa dipertimbangkan hanya pada kasus-kasus :
 Gawat janin
 Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
forceps, ekstraksi vakum)
 Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi kemajuan persalinan.

Gambar jenis episiotomi medio-lateral


(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)
Prosedur
1. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm
kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi .

29
Alasan : Melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan; jangan
melakukannya terlalu dini.
2. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua
jari agak direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut kearah luar pada
perineum.
Alasan : Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan
perineum sehingga membuatnya lebih mudah di episiotomi.
3. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di
tengah –tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang
diinginkan untuk melakukan episiotomi mediolateral (jika anda bukan kidal,
episiotomi mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan
untuk melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan
gunting cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
4. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu
atau dua guntingan yang mantap (Gambar.L2-2). Hindari ”menggunting ” jaringan
sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan
menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
5. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan
dilapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi untuk
membantu mengurangi perdarahan.
7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan
episiotomi
8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi,
perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika
terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan .

30
Gambar : Tindakan episiotomi
(Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR)

REFERENSI

1. Buku Acuan Modul Asuhan persalinan normal, JNPK-KR, 2005.


2. Cunningham F.G, Leveno Kenneth J, Bloom Steven L, Hauth John C, Rouse
Dwight J, Spong Catherine Y, Antepartum Assesment., Williams Obstetrics,
23rd ed. New York: McGraw Hill, 2010.p 334-345
3. Donal Gibb, S Arulkumaran. Fetal monitoring in Practice. 2001
4. Prawirohardjo, S. Asuhan Persalinan Normal., Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2008. Hal 334-347

31
PERSALINAN SUNGSANG

PENGERTIAN
Persalinan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedangkan
bokong merupakan bagian terbawah (di daerah pintu atas panggul/simfisis).

FAKTOR RESIKO :
Faktor resiko terjadinya kehamilan sungsang ditinjau dari faktor ibu antara
lain adalah overdistensi uterus ( pada kehamilan kembar, hidramnion dan
multiparitas ), anomali bentuk uterus, myoma uteri, plasenta previa, massa di pelvis,
panggul sempit, sedangkan dari faktor janin antara lain adalah anomali janin
( anensefali, hidrosefalus), tali pusat pendek. Insiden letak sungsang selama 20 tahun
terakhir berdasarkan data di Parkland Hospital antara 3,3-3,9 %.

KLASIFIKASI :
Klasifikasi kehamilan sungsang berdasarkan bagian terbawah atau presentasi
janin, dibagi menjadi :
1. Frank Breech
Insiden presentasi Frank Breech pada kehamilan adalah 70 %. Pada posisi ini,
extremitas bawah dalam kondisi flexi pada paha atau pinggul dan extensi pada
lutut sehingga kedua kaki berada di dekat ujung kepala.
2. Complete Breech
Pada Complete Breech, posisi bayi hampir menyerupai Frank Breech, namun
salah satu atau kedua lututnya berada pada posisi fleksi.
3. Incomplete Breech
Pada Incomplete Breech, salah satu atau kedua paha atau pinggul tidak fleksi
dan salah satu atau kedua kaki atau lutut ada dibawah bokong
4. Footling Breech
Footling breech merupakan incomplete breech dengan salah satu atau kedua
kaki ada dibawah bokong

32
DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan sungsang ditegakkan dari pemeriksaan fisik dan bisa
disertai dengan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
Leopold I : Teraba bagian janin bulat, keras di fundus uteri
Leopold II : Teraba punggung di salah satu sisi abdomen dan bagian bagian kecil
disisi abdomen yang lain
Leopold III : Jika belum terjadi engagement, bokong dapat digerakkan diatas pintu
atas panggul
Leopold IV : Teraba bokong diantara simfisis
Vaginal Toucher
Pada Frank Breech, Teraba tuboritas ischii, sacrum dan anus dan pada footling, teraba
bokong dengan kedua kaki lebih rendah dibandingkan dengan bokong.
PENATALAKSANAAN
Berdasarkan jalan yang dilalui, maka persalinan sungsang dibagi menjadi:
1. Persalinan per vaginam
· Spontaneous breech (Bracht)  dilahirkan dengan kekuatan ibu
· Partial breech extraction: manual aid, assisted breech delivery  tenaga ibu
dan penolong
· Total breech extraction  seluruhnya tenaga penolong
2. Persalinan per abdominam: Sectio Caesaria

Persalinan per vaginam


A. Persalinan Bracht
- Hanya mungkin terjadi bila janin kecil atau
janin mati
- Mulai diperkenalkan th 1937 – Bracht.
- Terdiri dari 3 fase :
1. Fase lambat : mulai lahirnya bokong sampai umbilicus (scapula-
anterior)  hanya melahirkan bokong, yaitu bagian
janin yang tidak berbahaya
2. Fase cepat : mulai lahirnya umbilicus sampai lahirnya mulut

33
Cepat  karena kepala janin mulai masuk PAP, sehingga
kemungkinan tali pusat akan terjepit.
Cepat à harus segera diselesaikan.
3. Fase lambat : mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Lambat à karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan
tinggi – uterus – ke dunia luar – tekanan lebih rendah.
Harus dilakukan perlahan-lahan untuk menghindari INTRA
CRANIAL BLEEDING.
Persiapan sebelum melakukan pimpinan persalinan letak sungsang :
à Persiapan untuk IBU, JANIN, PENOLONG.
Persiapan :
Ibu diposisikan dalam posisi lithotomi sedangkan penolong berdiri didepan vulva 
Apabila sudah timbul His ibu dipimpin untuk mengejan, merangkul kedua
pangkal paha, waktu bokong mulai membuka vulva (crowning)  disuntik 2- 5 µ
Oxytocin i.m. untuk merangsang kontraksi rahim agar fase cepat dapat
dilakukan dalam 2 his berikutnya
Ø Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva.
Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkam secara Bracht, kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, jari lain memegang panggul.
Ø Setiap his, ibu mengejan, penolong melakukan Hyperlordosis pada badan janin
guna mengikuti gerakan rotassi anterior à punggung janin didekatkan ke perut
ibu, tanpa tarikan, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri
sesuai sumbu panggul.
Ø Dengan gerakan Hyperlordosis à lahir berturut-turut umbilicus – perut bahu –
lengan – dagu – mulut – seluruh kepala
 Ekspresi Kristeller
- Agar tenaga mengejan lebih kuat à fase cepat segera terselesaikan.
- Menjaga kepala janin tetap dalam posisi FLEXI.
- Menghindari terjadi ruang kosong antara fundus uteri dan kepala, sehingga tidak
terjadi lengan menjungkit.
KEUNTUNGAN
Ø Tangan penolong tidak masuk kedalam jalan lahir.
Ø Cara yang mendekati cara fisiologik, mengurangi trauma pada janin.

34
KERUGIAN
Ø 5 – 10% - cara BRACHT à Gagal.
tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
Kegagalan pada keadaan :
* panggul sempit
* janin besar
* janin lahir kaku, mis. : primi gravida.
* adanya lengan menjungkit atau menunjuk.

B. Partial breech extraction


Pertolongan persalinan secara manual aid :
Ø Persalinan Bracht à gagal : macet waktu melahirkan bahu atau kepala
Ø Memang direncanakan dengan cara ini.
ØAda tiga tahap :
- Tahap Pertama
Lahirnya bokong sampai umbilicus yang dilahirkan dengan kekuatan ibu
sendiri.
- Tahap Kedua
Lahirnya bahu dan lengan memakai tenaga penolong.
Cara melahirkan bahu dan lengan :
1. Klasik (Deventer)
Prinsip :
Ø Melahirkan lengan belakang lebih dahulu, baru lengan depan yang berada
dibawah symphisis.
Ø Kalau lengan depan sukar dilahirkan, lengan depan diputar
menjadi lengan belakang
Cara :
Ø Kedua kaki janin dipegang tangan kanan penolong pada pergelangan dan
dielevasi keatas sejauh mungkin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
Ø Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir dan dengan jari tengah
dan telunjuk menelusuri janin sampai pada fosa cubiti kemudian lengan
bawah dilahirkan, seolah - olah lengan bawah mengusap muka janin.

35
Ø Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada kaki janin diganti dengan
tangan penolong yang lain dan ditarik curam kebawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
Ø Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputarmenjadi lengan belakang.
Ø Seperti melakukan cara klasik, dengan tidak mengubah lengan depan menjadi
lengan belakang  Cara Deventer
2. Mueller
Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu.
Cara :
Ø Bokong janin dipegang secara Femuro-pelvic yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina askalis media dan jari telunjuk pada christa
illiaca dan jari lain mencengkam paha bagian depan.
Ø Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam kebawah sejauh mungkin
sampai bahu depan tampak dibawah symphisis lengan dilahirkan dengan
mengait lengan bawahnya.
Ø Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara Femuro pelvic ditarik keatas, sampai bahu belakang lahir.
Ø Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan teknik Mueller : tangan penolong tidak masuk jauh kedalam jalan
lahir sehingga kemungkinan infeksi kecil.

3. Lovset
Prinsip :
Memutar badan janin, diputar dalam setengah lingkaran bolak balik sambil
dilakukan traksi curam kebawah, sehingga bahu yang sebelumnya dibelakang
akhirnya lahir dibawah symphisis.
Cara :
Ø Badan dipegang secara Femuro-pelvic.
Ø Traksi curam kebawah sambil diputar setengah lingkaran sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan, kemudian diputar kembali setengah
lingkaran,sehingga bahu belakang tampak dibawah symphisis dan lengan dapat
dilahirkan.
ØKeuntungan teknik Lovset :

36
 Tehnik sederhana, jarang gagal.
 Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa memperhatikan
posisi lengan.
 Tangan tidak masuk jalan lahir, bahaya infeksi minimal.

Lahirnya kepala dengan cara :


Mauriceau (Viet – Smellie)
ØTangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan kedalam
jalan lahir.
Ø Jari telunjuk dan jari keempat pada fossa canina.
Ø Jari tangan lain mencekam leher.
Ø Badan anak diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin
menunggang kuda.
Ø Kepala ditarik curam kebawah, asisten melakukan expressi Kristeller.
Ø Bila subocciput tampak dibawah symphisis, kepala dielevasi keatas, lahir
dagu - mulut - hidung - mata - dahi - UUB - dan akhirnya seluruh kepala janin.

Bila terjadi after coming head, kepala dilahirkan dengan menggunakan cunam
piper
ØCara forceps after coming head :
- Sama dengan forceps belakang kepala, hanya memasukkan daun forceps dari
arah bawah yaitu sejajar dengan pelipatan paha belakang.
- Asisten memegang badan janin pada kedua kaki kedua lengan janin diletakkan
di punggung janin dan badan janin di elevasi keatas.

C. Total breech extraction


Dibagi menjadi dua, yaitu : Ekstraksi kaki dan ekstraksi bokong
ØEkstraksi Kaki :
* Setelah persiapan selesai, tangan yang searah dengan bagian-bagian kecil
jani dimasukkan secara obstetrik ke dalam jalan lahir. Tangan yang lain
membuka labia.
* Tangan yang didalam mencari kaki depan dengan menelusuri bokong,
pangkal paha sampai lutut.

37
* Dilakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah
menjadi fleksi. Pergelangan kaki dipegang jari kedua dan ketiga dan
dituntun keluar dari vagina.
* Kaki janin ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha lahir.
* Pegangan dipindah pada pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua
ibu jari di belakang paha sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di depan
paha.
* Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trochanter depan lahir,
pangkal paha di elevasi ke atas, trochanter belakang lahir.
ØEkstraksi Bokong:
* Dikerjakan pada letak sungsang. Dengan letak bokong murni (Frank
Breech). Dengan bokong sudah ada di depan punggung, sehingga sukar
untuk menurunkan kaki.
* Jari telunjuk tangan penolong searah dengan bagian kecil janin,
dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan.
* Dengan jari telunjuk, pelipatan paha ditarik curam ke bawah, tangan
yang lain mencekam pergelangan tangan tadi dan turut menarik cunam ke
bawah.
* Bila dengan tarikan ini trochanter depan mulai tampak di bawah
symphisis, jari telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha
belakang.
* Secara bersama kedua pelipatan paha ditarik cunam ke bawah sampai
bokong lahir.
* Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuropelvic, janin dapat
dilahirkan secara manual aid.

Persalinan Letak Sungsang per Abdominal


- Indikasi :

38
 Primi gravida tua
 Nilai sosial janin tinggi
 Riwayat persalinan yang buruk
 Janin besar
 Curiga ada penyempitan panggul

Prognostik Index Zachtuni dan Andros :

SCORE 0 1 2
Paritas Primi Multi Multi
Umur kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Tafsiran BB janin > 3630 gram 3639- 3176 gram < 3176 gram
Pernah Letsu tidak Satu kali > dua kali
Dilatasi serviks 2 cm 3 cm > 4 cm
Station < -3 -2 -1/ lebih rendah

Keterangan : <3  SC
4  evaluasi lebih cermat
>5  pervaginam

2. Persalinan per abdominam: Sectio Caesaria


Pada persalinan secara Bracht ada 3 tahap:
 fase lambat (bokong lahir sampai umbilikus/ scapula anterior)
 fase cepat (dari umbilikus sampai mulut/ hidung)
 fase lambat (dari mulut/ hidung sampai seluruh kepala lahir)

GAMBAR

39
Cara Bracht

Melahirkan kepala cara Mauriceau

Cara Louvset

Cara Wigand

40
(Sumber : Buku Acuan Modul PONEK, JNPK-KR)

REFERENSI
1. Cunningham FG, et al. 2010. Breech presentation and delivery. In Williams
Obstetrics, 23rd ed., pp.527- 543. New York: McGraw Hill
2. Ballas S, et al. Deflexion of the Fetal Head in Breech Presentation. Incidence,
Management, and outcome. Obstetrics abd Gynecology. Diakses dari
http://greenjournal.org/. Desember, 2011
3. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2002 ; 607- 622

41
MALPOSISI DAN MALPRESENTASI

Letak janin (situs) di dalam rahim dapat dalam letak memajang, melintang
ataupun miring terhadap sumbu rahim. Pada letak memanjang di bagian bawah dapat
berupa kepala ataupun bokong. Pada kehamilan dengan kepala berada di bagian
bawah disebut presentasi kepala dan bila bokong berada dibagian bawah disebut
presentasi bokong. Janin yang melintang biasa bahu di bagiaan bawah sehingga
disebut presentasi bahu.
Pada kehamilan normal didapatkan terbawah kepala yang fleksi dengan ubun-
ubun kecil terendah sebagai penunjuk yang berada di segmen depan, disebut
presentasi belakang kepala ubun-ubun kecil depan, kanan depan atau kiri depan dan
keadaan ini dinamakan normoposisi.

JENIS
Malposisi
1. Posisi oksipitalis transveralis persisten
2. Posisi oksipitalis posterior persisten

Malpresentasi
1. Presentasi os parietalis
2. Presentasi puncak kepala
3. Presentasi dahi
4. Pressentasi muka
5. Presentasi bokong (letak sungsang)
6. Presentasi bahu (letak lintang)

I. MALPOSISI
Presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil terbawah dan tetap berada
di samping atau di belakang.
1. Posisi Oksipitalis Transversalis Persisten
Presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil menetap di samping.
Biasanya posisi oksipitalis transversalis hanya bersifat sementara bila tidak ada
kelainan panggul, his dan janin, maka akan terjadi putar paksi dalam, sehingga ubun-
ubun kecil ke depan dan memungkinkan kelahiran pervaginam. Persalinan akan

42
berjalan lambat terutama pada akhir kala I dan selama kala II. Pembukaan serviks
mungkin tidak lengkap karena kepala tidak begitu baik dalam rongga panggul dan
tidak menekan ostium uteri internum secara merata.
Etiologi
Disebabkan oleh 1) kelainan panggul : panggul picak, panggul corong, otot
dasar panggul lemah pada multiparitas, bekas robekan otot-otot dasar panggul,2)
disfungsi uterus hipotonik, terutama disfungsi uterus hipotonik kala II, 3) kelainan
janin: janin kecil atau mati, kepala kecil dan bentuknya bundar, dan punggung
belakang.
Diagnosis
Denominator ubun-ubun kecil. Pada periksa dalam didapatkan sutura sagitalis
melintang dengan ubun-ubun kecil terendah berada di samping kanan atau kiri.
Mekanisme persalinan
Pada posisi oksipitalis transversalis kalau tidak ada kelainan panggul, his dan
janin, maka kemungkinan akan terjadi putar paksi dalam dan 45% ubun-ubun kecil ke
depan, 45% ke belakang dan hanya 5-10% tidak terjadi putar paksi dalam dan ubun-
ubun kecil tetap melintang.
Persalinan terhenti dengan ubun-ubun kecil tetap melintang baru di diagnosis
posisi oksipitalis transversalis persisten atau disebut juga transverse arrset.
Bila transverse arrest dengan penurunan kepala masih di atas spina iskiadika disebut
dengan high transverse arrest, kalau penurunan sudah di bawah spina iskiadika
disebut deep transverse arrest
Pengelolaan
Pada high transverse arrest dapat dicoba dengan koreksi manual untuk
memutar ubun-ubun kecil ke depan dan bila gagal dilakukan seksio sesarea.
Pada deep transverse arrest dapat dilakukan koreksi manual untuk memutar
ubun-ubun kecil ke depan/ ke belakang dan persalinan diselesaikan dengan forsep
dengan ubun-ubun depan atau belakang. Bila rotasi manual gagal maka dapat dicoba
tanpa paksaan dengan forsep memutar ubun-ubun kecil ke depan (cara Lange) atau
kebelakang (cara Mohrer) dan kelahiran tetap diselesaikan dengan forsep, bila gagal
lakukan seksio sesarea.

43
2. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten
Presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil menetap di segmen
belakang.
Biasanya presentasi oksipitalis posterior hanya bersifat sementara bila tidak
ada kelainan panggul, his dan janin, dan hanya 8% yang menetap. Seperti pada posisi
oksipitalis transversalis persalinan akan berjalan lambat terutama pada akhir kala I
dan selama kala II. Pembukaan serviks mungkin tidak lengkap karena kepala tidak
begitu baik dalam rongga panggul dan tidak menekan ostium internum secara merata.
Etiologi
Disebabkan oleh 1) kelainan panggul ; panggul android (segmen anterior
sempit), panggul antropoid (diameter anterior lebih panjang dari diameter transversa),
kesempitan panggul tengah, 2) otot dasar panggul lemah; multiparitas, bekas robekan
otot-otot dasar panggul, 3) disfungsi uterus hipotonik, 4) janin kecil, kepala janin
panjang (dolikosefalus), sikap janin fleksinya kurang seperti janin dengan punggung
di kanan, 5) alat pengiring; ketuban pecah dini, plasenta yang terletak di uterus bagian
depan.
Pada panggul android dan panggul antropoid sering terjadi ubun-ubun kecil
sudah berada di belakang mulai saat masuk pintu atas panggul sampai mencapai dasar
dan hal ini dinamakan posisi oksipitalis posterior direkta.
Diagnosis
Denominator ubun-ubun kecil. Pada periksa luar perut agak mendatar, bagian
kecil teraba di depan, kepala menonjol di atas pintu atas panggul (memberi kesan
seperti disproporsi kepala panggul) dan periksa dalam ubun-ubun kecil di segmen
belakang, kanan belakang, kiri belakang atau belakang.
Mekanisme Persalinan
Pada ubun-ubun kecil di segmen belakang tidak ada kelainan panggul, his dan
kelainan janin, maka kemungkinan akan terjadi putar paksi dalam dan 80% ubun-
ubun kecil putar paksi 135º ke depan, 10% putar paksi 45º kesamping menjadi
transverse arrest, sebagian kecil (5-10%) ubun-ubun kecil ke belakang menjadi posisi
oksipito posterior persisten.
Pada posisi oksipito posterior yang bukan persisten maka mekanisme
persalinan setelah kepala sampai di dasar panggul ubun-ubun besar ke depan dan
sebagai hipomoklion kepala mengadakan fleksi maka lahirlah belakang kepala

44
melalui perineum. Kemudian kepala mengadakan defleksi dan lahirlah berturut-turut
dahi, mata, mulut, dan dagu melalui bawah simfisis.
Pengelolaan
Usahakan untuk melakukan koreksi manual supaya ubun-ubun kecil berputar
ke depan dan persalinan secara spontan atau dengan forsep.
Pada posisi oksipitalis posterior persalinan lebih konsevatif dibanding dengan
posisi oksipitalis posterior persisten yang sulit untuk lahir spontan kalau tidak dapat
dikoreksi maka dilahirkan dengan tindakan ekstraksi vakum ekstraksi forsep secara
Mohrer/Scanzoni, tapi dengan segala pertimbangan

B. MALPRESENTASI
Presentasi yang bukan presentasi belakang kepala.
1. Presentasi Parietalis
Presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi dan tulang parietal merupakan
bagian yang terendah.
Etiologi
Panggul picak (platipeloid), panggul corong dimana dinding panggul
konvergen dari atas ke bawah; panggul corong ada 2 macam : 1) panggul corong
dengan kesempitan diameter anteroposterior, ujung sakrum ke depan atau lengkung
panggul mendatar, 2) panggul corong dengan kesempitan diameter trasversal dan
spina iskiadika menonjol atau pubis runcing.
Jenisnya
a. Presentasi Parietalis Anterior
Tulang parietal anterior merupakan bagian terendah, dinamakan juga
asinklitisme anterior atau obliquitas Naegele.
Mekanisme persalinan
Kepala masuk pintu atas panggul dengan sutura sagitalis dekat ke
promontorium dan tulang parietal anterior terendah. Tulang parietal posterior sangkut
di promontorium dan tulang parietal anterior akan turun. Kemudian tulang parietal
posterior akan lepas, dan hal ini baru dapat terjadi apabila kepala mengecil dengan
molase berat, dan kemungkinan kepala turun dan terjadi persalinan pervaginam.
b. Presentasi parietalis posterior
Tulang parietal posterior merupakan bagian terendah, dinamakan juga
asinklitisme posterior atau obliquitas Litzmann.

45
Mekanisme persalinan
Kepala masuk pintu atas panggul dengan tul;ang parietal posterior terendah,
sutura sagitalis dekat ke simfisis. Dalam hal ini turunnya kepala dari pintu atas
panggul agak sulit karena kepala sangkut di simfisis, tulang parietal posterior akan
turun. Akan tetapi tulang-tulang parietale poaterior sudah mengenai dan sangkut di
simfisis maka kepala sangat sulit untuk turun.
Prognosis
Presentasi parietalis anterior masih mungkin partus pervagimam sedangkan
parietalis posterior tak dapat partus pervagimam.
2 Presentasi Puncak Kepala
Presentasi kepala dengan defleksi/ ekstensi minimal dengan ubun-ubun besar
merupakan bagian terendah.
Etiologi
Panggul picak, kerusakan dasar panggul, janin kecil/mati, kepala janin bulat
Diagnosis
Denominator ubun-ubun besar
Periksa luar sulit untuk mendiagnosisnya, periksa dalam ubun-ubun besar
terendah dan di depan, setelah lahir didapatkan kaput suksedaneum di ubun-ubun
besar.
Mekanisme persalinan
Ukuran yang melalui jalan lahir distansia oksipito-frontalis (11,5cm),
sirkumferensia oksipito-frontalis (34 cm).
Kepala turun ke rongga panggul dengan ubun-ubun besar ubun-ubun besar
terendah dan semakin turun semakin susah/sulit meraba ubun-ubun kecil, kalau
kepala sudah di bidang tengah panggul (bentuk bulat) tahanan jalan lahir di depan dan
di belakang sama.
Kalau punggung janin di belakang maka ubun-ubun besar akan ke depan kalau
punggung janin di depan maka ubun-ubun besar akan ke belakang dan menjadi
presentasi belakang kepala.
Kalau ubun-ubun besar ke depan maka selanjutnya glabela (batas rambut-dahi)
sebagai hipomoklion kepala mengadakan fleksi maka lehirlah belakang kepala
melalui perineum, kepala mengadakan defleksi maka lahirlah dahi, hidung, mulut dan
dagu di bawah simfisis.

46
Pengelolaan
Konservatif dengan ibu tidur kearah punggung janin pada umumnya dapat
lahir spontan.
Prognosis
Persalinan akan berlangsung lama sehingga kemungkinan terjadi partus lama
robekan jalan lahir luas, meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin.
3. Presentasi Dahi
Presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi dan dahi merupakan bagian
terendah. Angka kejadian sangat rendah (I:4000)
Etiologi
Pada dasarnya sama dengan etiologi presentasi muka.
Diagnosis
Denominator dahi (frontum).
Dalam kehamilan jarang dapat diketahui dan pemeriksaan luar dasarnya
memberikan hasil seperti pada presentasi muka yaitu tonjolan kepala teraba sefihak
dengan punggung, antara kepala dan punggung membuat sudut, tonjolan kepala
bertentangan dengan bagian kecil sehingga denyut jantung janin terdengar pada
bagian kecil.
Dalam persalinan pada pembukaan cukup besar teraba sutura frontalis dengan
ujung yang satu di ubun-ubun besar dan ujung yang lain di pinggir orbita dan pangkal
hidung.
(Catatan : kalau teraba mulut dan dagu diagnosis presentasi muka.
Mekanisme persalinan
Ukuran yang melalui jalan lahir distansia mentooksipitalis (135 cm) dan
sirkumferensia mentooksipitalis (35 cm).
Kepala akan melewati pintu atas panggul dengan sirkumferensia miring/
melintang, dan kepala baru dapat turun bila terjadi molase berat. Terjadi putar paksi
dalam dan dahi akan ke depan ke simfisis, dahi paling dulu tampak di vulva dan os
maksila sebagai hipomoklion.
Kepala mengadakan fleksi maka lehirlah ubun-ubun kecil dan belakang kepala
melalui perineum. Kemudian fleksi sehingga mulut dan dagu lahir di bawah simfisis.
Pengelolaan
Dalam kehamilan dapat dicoba dengan Perasat Schatz.
Dalam persalinan dapat dicoba dengan Perasat Thorn

47
Presentasi dahi 10% dapat menjadi presentasi muka atau presentasi belakang
kepala dan 90%. Presentasi dahi tak dapat lahir spontan, kecuali janin kecil dapat
diharapkan partus spontan.
Prognosis
Persalinan berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas ibu dan mortalitas
janin (20%)
4. Presentasi muka
Presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi maksimal dan muka bagian yang
terendah.
Etiologi
Umumnya adanya faktor yang menyebabkan defleksi dan menghalangi fleksi
kepala. Primer dapat terjadi dari awal, kepala sudah defleksi dan kepala tidak
mungkin mengadakan fleksi, yaitu kelainan janin yang tidak mungkin diperbaiki
anensefalus, meningokel, struma kongenital, kista leher, higroma koli, kelainan
tulang/ otot leher dan lilitan tali pusat
Sekunder adanya gangguan penurunan kepala :panggul sempit/kepala besar
(disproporsi kepala panggul), presentasi rangkap, tumor previa, disfungsi uteus
hipotonik, gerakan janan leluasa, hidramnion, perut gantung, gerakan janan kurang
leluasa, janin mati, janin besar dan posisi uterus miring.
Diagnosis
Denominator dagu (mentum)
Periksa luar tonjolan kepala teraba sefihak dengan punggung dan antara kepala
dan punggung teraba sudut lancip (sudut Fabre), tonjolan kepala bertentangan dengan
bagian kecil sehingga denyut jantung janin terdengat pada bagian kecil.
Periksa dalam-dalam kehamilan, sulit untuk mendiagnosisnya dan dalam
persalinan (hati-hati jangan merusak mata, mulut dan hidung): teraba dagu yang
runcing mulut dengan gusi yang keras, puncak hidung dan pangkal hidung dan
cekungan rongga mata (oebita). Rontgenologis/USG bila pemeriksaan luar/dalam
sulit.
Mekanisme persalinan
Ukuran yang melalui jalan lahir distansia submento-bregmatika (9,5 cm) dan
sirkumferensia submento-bregmatika (32 cm), mula-mula defleksi ringan dan dengan
turunnya kepala maka defleksi bertambah, sehingga dagu menjadi bagian terendah,

48
karena dagu merupakan bagian terendah, maka dagu yang p[aling dulu mengalami
rintangan dari otot dasar panggul terjadi putar paksi dalam dagu ke depan (ke simfisi).
Yang mula-mula lahir tampak di vulva adalah mulut, rahang bawah, dan
tampat daerah leher sebelah atas (submental) berada dibawah simfisis. Dengan daerah
ini sebagai hipomoklion kepala mengadakan fleksi maka lahirlah berturut-turut
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya belakang melalui perineum.
Apabila dagu berada di belakangmaka putar paksi dalam harus melalui jarak
yang jauh supaya dagu berada didepan.
Kadang-kadang (= 10%) dapat tidak memutar ke depan dan tetap berada di
belakang dan hal ini dinamakan “posisi mentoposterior persisten” Dalam hal ini
karena kepala sudah mengadakan defleksi maksimal dan kepala tidak mungkin lagi
menambah defleksi sehingga tidak mungkin lahir spontan.
Pengelolaan
Periksa apakah ada kelainan panggul, dalam persalinan, pada mentoposterior dapat
dicoba konversi dengan perasat Schatz. Pada mentoposterior 80-90% menjadi
mentoanterior dan secara aktif dengan konversi dengan perasat Ziegenspeek/ Thorn
(Boudaloque) atau koreksi secara manual atau forsipal.
Bila ada indikasi untuk mengakhiri persalinan maka pada mentoposterior
lakukan seksio sesar dan pada mentoanterior lakukan ekstrakti forsep bila syarat
dipenuhi (kepala sudah di dasar panggul dan dagu kedepan), bila syarat belum
dipenuhi dilakukan seksio sesarea.
Prognosis
Persalinan akan berlangsung lama, morbiditas ibu meningkat dan mortalitas 2,5-5%
Catatan mengenai konversi
(sudah sangat jarang dilakukan)
Batasan
Ialah tindakan merubah presentasi kepala defleksi menjadi presentasi kepala fleksi.
Syarat
Dagu belakang (dagu depan dapat lahir spontan dan kalau dikonversi akan
menjadi posisi oksipitopsoterior yang kurang menguntungkan dibanding dengan dagu
depan). Kepala belum jauh turun ke rongga panggul tak ada disproporsi kepala
panggul da tidak ada disproporsi kepala panggul.

49
Teknik
a. Perasat Schatz
Semua tangan dari luar , satu tangan memegang bokong dan ditarik ke bagian
kecil tangan yang lain meninjau dada janin.
b. Perasat Ziegenspeek
Syarat pembukaan kecil,ketuban sudah pecah.
Teknik,asisten meninju dada janin, operator tangan luar menarik bokong ke
bagian kecil tangan dalam, jempol di bawah dagu dan jari yang lain memegang
kepala melakukan fleksi kepala.
c. Perasat Thorn atau Boudaloque
Syarat: pembukaan besar, ketuban sedah pecah.
Teknik, asistenmeninju dada janin, operator tangan luar menarik bokong ke
bagian kecil tangan dalam, jempol di bawah dagu dan jari yang lain memegang
kepala melakukan fleksi kepala.
5. Presentasi bahu (letak lintang)
Batasan
Adalah letak janin yang sumbu panjangnya tegak lurus atau miring terhadap
sumbu panjang ibu.
Kejadian : 1 : 500
Etiologi : Sama dengan etiologi presentadi bokong
Diagnosis
Denominator : sklapula akromion
Periksa luar perut membuncit kesamping, findus uteri agak lebih rendah,
kepala tak teraba di fundus dan di atas simfisis, teraba kepala di samping janan atau
kiri, denyut jantung janin disekitar pusat
Periksa dalam kalau ketuban masih utuh, agak sulit, awas jangan sampai
ketuban pecah, rongga panggul kosong pada waktu his tidak teraba bagian janin,
kalau periksa dalam dengan seluruh tangan.
Ketuban sudah pecah, agak mudah dilakukan, terutama pembukaan besar
kalau perlu periksa dalam dengan 4 jari/ seluruh tangan, teraba tulang-tulang iga,
bahu/ ketiak yang menutup ke kanan atau ke kiri, punggung/ skapula/ akromion
(menentukan punggung), klavikula dan dada atau lengan atau tangan

50
Pengelolaan waktu kehamilan dan persalinan
Cari kausanya, dan bila tak ada kontra indikasi serta syarat dipenuhi lakukan
versi luar. Persalinan pervaginam dipertimbangkan janin ke-2 pada persalinan gemeli.
Pada letak lintang pada umumnya pilihan cara persalinan adalah dengan seksio
sesarea.

REFERENSI

1. Cunningham, Leveno, Bloom, et al. Dystocia: Abnormal Labor. Williams


Obstetrics” 22nd ed p. 496-512 Mc Graw-Hill companies. 2005
2. Danforth’s Obstetrics and gynecology. Seventh edition. P 113-114, 501-528. 1994
3. Kish, Karen; Joseph V. Collea. “ Malpresentation & Cord Prolapse”. In: Alan H.
DeCherney. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &Treatment. Ninth Edition.
P 369. Lange/McGraw-Hill. 2003
4. Obstetrics and gynecology. Williams & Wilkins Waverly. Third edition. P 112-113.
1998

51
EKSTRAKSI FORCEP

Bentuk Cunam Obstetrik


Cunam Obstetrik terdiri dari sepasang sendok yang masing-masing terdiri dari :
- Daun
- Tangkai (leher)
- Kunci
- Penahan
- Pegangan (“handle”)
Pemasangan cunam sendok kiri dan kanan harus dikerjakan secara terpisah.

Daun cunam :
Fenestrated ( berlubang)
Solid ( tidak berlubang)
Tangkai (leher ) cunam:
Terbuka (cunam Simpson)
Tertutup (cunam Kielland)

52
Cunam Kielland dengan ciri-ciri tertentu : Kunci geser, lengkungan pelvik minimal
dan ringan

KLASIFIKASI PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK


Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi cunam – EC dan ekstraksi vakum EV
berdasarkan Americian College Of Obstetricians and Gynecologists dan American
Academy of Pediatrics 2002 :
Tabel 1 : Klasifikasi Persalinan Ekstraksi Cunam dan Ekstraksi Vakum
berdasarkan desensus dan putar paksi dalam.
PROSEDUR KRITERIA
Kulit kepala terlihat pada introitus tanpa
melakukan tindakan memisahkan labia
Tengkorak kepala sudah mencapai dasar panggul
Sutura sagitalis berada pada diameter
Ekstraksi Cunam  anteroposterior ; oksiput berada di kanan atau kiri
“OUTLET” depan atau di posterior
Kepala janin berada pada perineum
Putar paksi dalam tidak lebih dari 450
Ekstraksi Cunam  Bagian terendah kepala berada pada station ≥ +2
”LOW” dan tidak didasar panggul
Putar paksi dalam ≤ 450 (oksiput kiri atau kanan
depan menjadi oksiput anterior ; oksiput kiri atau

53
kanan belakang menjadi oksiput posterior)
Putar paksi dalam > 450
Ekstraksi Cunam  S
”mid pelvic” asion diatas + 2cm ;
et
pi kepala sudah engage
Ekstraksi Cunam Tidak termasuk dalam kriteria
“HIGH”
Dari : American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and
Gynecologists (2002)
Sejumlah ahli menyarankan agar pembagian panggul menggunakan
terminologi “station” 1+ , 2+ dan 3+ yang sesuai dengan jarak 2 cm , 4 cm dan 5
cm dibawah spina ischiadica.

Kriteria persalinan ekstraksi cunam dibedakan menjadi :


Persalinan Ekstraksi Cunam Outlet
Persalinan Ekstraksi Cunam Rendah
Persalinan Ekstraksi Cunam Tengah (mid- pelvik)

Persalinan cunam tinggi yang dilakukan sebelum engagement kepala (berarti


diatas station 0) sudah tidak digunakan lagi dalam obstetri modern.
Fungsi dan pemilihan jenis Cunam Obstetrik
Fungsi cunam obstetrik terutama adalah traksi ; namun pada kasus oksiput
melintang atau oksiput posterior, fungsi cunam selain traksi adalah untuk rotator.

54
Cunam Obstetrik jenis Simpson biasanya digunakan untuk melahirkan anak
dengan kepala yang sudah mengalami molase pada nulipara ; Cunam Obstetrik
jenis Tucker Mc Lane digunakan untuk kepala anak yang bundar pada multipara.

INDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI FORCEP


Indikasi Ibu:
 Penyakit Jantung
 Penyakit Pulmonar
 Infeksi Intrauterin
 Gangguan Neurologik
 Kelelahan Ibu
 Kala II memanjang
 Mempersingkat kala II : pre eklampsia , eklampsia

Indikasi Anak:
 Gawat janin
 Prolapsus talipusat dengan kepala sudah didasar panggul
 “After coming head”
 Persalinan ekstraksi cunam profilaksis seperti pada persalinan preterm tidak
terbukti memberikan manfaat bagi perkembangan anak.

KONTRAINDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI FORCEP


 Terdapat kontra-indikasi berlangsungnya persalinan pervaginam.
 Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam obstetrik.
 Dilatasi servik belum lengkap.
 Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.
 Kegagalan ekstraksi vakum.
 Fasilitas pemberian analgesia yang memadai tidak ada.
 Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang tidak memadai.
 Operator tidak kompeten.

55
SYARAT TINDAKAN EKSTRAKSI FORCEP
 Pasien dan keluarga sudah faham dan menyetujui tindakan ini serta bersedia
menandatangani "informed consent" 
 Tidak terdapat CPD-cephalo pelvic disproportion sehingga janin diperkirakan
dapat lahir pervaginam.
 Kepala sudah engage :
 Pembentukan caput atau molase berlebihan sering menyulitkan penilaian
derajat desensus kepala janin.
 Kesalahan dalam menilai derajat desensus akan menyebabkan kesalahan
penafsiran dimana tindakan yang semula dianggap sebagai Ekstraksi Cunam
Rendah sebenarnya adalah Ekstraksi Cunam Tengah.
 Presentasi belakang kepala , letak muka dengan dagu didepan atau “after
coming head” pada persalinan sungsang pervaginam.
 Posisi kepala janin dalam jalan lahir dapat diketahui secara pasti oleh operator.
 Dilatasi servik sudah lengkap.
 Kepala janin dapat dicekap dengan baik oleh kedua daun cunam.
 Selaput ketuban sudah pecah.

TEKNIK PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK “OUTLET”


Pemasangan Cunam
Pemasangan cunam obstetrik yang dilakukan: melintang kepala dan melintang
panggul.

56
Pemasangan atau penempatan daun sendok cunam yang ideal di dalam panggul

PERSALINAN CUNAM OUT-LET DENGAN UBUN-UBUN KECIL DI


ANTERIOR (oksiput anterior)
 Persiapan untuk pasien, operator dan instrumen medis yang akan digunakan
 Ibu dalam posisi lithotomi dan dilakukan disinfeksi sekitar perineum.
 Kosongkan kandung kemih.
 Berikan Anaesthesia Ketamin 1 – 2 mg / kg BB (kontra indikasi pada pasien
hipertensi).
 Operator berdiri didepan pasien dengan memegang cunam obstetrik dalam
keadaan terkunci dan membayangkan bagaimana cunam kelak akan dipasang
dalam jalan lahir (“ghosting” )
 Cunam akan dipasang melintang kepala dan melintang panggul :

57
Cunam dalam keadaan terkunci, dipegang operator yang berdiri didepan vulva sambil
membayangkan posisi cunam kelak didalam jalan lahir

Teknik pemasangan cunam :


 Tangkai sendok kiri dipegang tangan kiri seperti memegang pensil yaitu
dengan ujung ibu jari dan jari telunjuk, pegangan pada tangkai cunam dalam
keadaan tegak lurus didepan vulva
 Dua (atau lebih) jari tangan kanan operator dimasukkan pada sisi kiri belakang
vulva disamping kepala anak.
 Ujung daun sendok kiri dimasukkan vagina antara kepala anak dan sisi palmar
jari-jari tangan kanan operator; dengan dorongan ibu jari tangan kanan dan
tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan horisontal sendok cunam
ditempatkan disamping kiri kepala anak ( gambar bawah )

58
 Pemasangan daun sendok kiri pada sisi kiri panggul ibu ; Jari telunjuk dan
tengah tangan kanan dimasukkan vagina. Ibu jari diarahkan keatas. Daun
sendok diluncurkan sepanjang jari telunjuk tangan kanan dengan menekan
tangkai cunam.

 Tangan kanan dikeluarkan dan sendok kiri yang telah terpasang dipegang oleh
asisten

 Dengan cara yang sama, daun sendok kanan ditempatkan disamping kanan
kepala
anak

59
 Pemasangan sendok kanan : Sendok kiri yang sudah terpasang dipegang oleh
asisten (atau ditahan dengan kelingking tangan kiri). Ibu jari , jari telunjuk dan
jari tengah tangan kanan menuntun pemasangan sendok kanan yang
tangkainya dipegang tangan kanan.
 Dilakukan reposisi sendok cunam bilamana diperlukan untuk memudahkan
penguncian cunam :

 Penguncian ; Masing-masing tangan memegang tangkai cunam. Kedua ibu jari


saling berdekatan diatas gagang cunam. ; Kunci harus dipasang tanpa paksaan,
bila perlu dapat dilakukan reposisi daun sendok untuk memudahkan
penguncian.
 Setelah pengucian, dilakukan pemeriksaan ulangan untuk mengetahui apakah :

60
a.Kedua daun cunam sudah dipasang secara benar.
b. Terdapat bagian anak selain kepala atau jalan lahir ibu yang terjepit.

 Setelah cunam terpasang dan dikunci dengan benar, dilakukan traksi


percobaan

 Traksi Percobaan ; Tangan kiri mencekap cunam diatas kunci ; Telunjuk


kanan digunakan untuk mengetahui apakah kepala anak ikut tertarik saat
melakukan traksi percobaan.
 Setelah traksi percobaan menunjukkan bahwa pemasangan dan penguncian
cunam sudah dilakukan dengan benar, maka tindakan ini dilanjutkan
dengan traksi definitif.

 Traksi definitif : Tangan kanan ditempatkan dileher cunam dekap dengan


kepala janin. Tangan kiri operator disebelah distal tangan kanan.

61
 Arah traksi yang sesuai dengan jenis klasifikasi ekstraksi cunam ; Pada cunam
out-let, arah traksi adalah elevasi tangkai cunam sedikit kearah atas.
 Traksi definitif diawali dengan tarikan horisontal secara intermiten sampai
perineum teregang. Episiotomi dikerjakan saat perineum teregang.
 Setelah oksiput meregang vulva, tangkai cunam dielevasi dengan cara
meletakkan empat jari tangan diatas permukaan atas “pegangan cunam” dan
dorongan ibu jari dan sisi belakang permukaan bawah “pegangan cunam”
 Setelah vulva teregang dan dahi teraba pada perineum, lahirnya kepala anak
selanjutnya dapat dilakukan dengan cunam yang masih terpasang atau cunam
yang sudah dibuka (dilepas) dan selanjutnya kepala anak dilahirkan
dengan maneuver Ritgen

 Melakukan ekstraksi kepala dengan tangan kanan sambil menahan perineum


dengan tangan kiri agar tidak regangan perineum yang berlebihan

62
 Persalinan tubuh anak lebih lanjut dilakukan seperti pertolongan persalinan
presentasi belakang kepala seperti biasanya.
 Setelah bayi lahir, dilakukan plasenta manuil sambil melakukan eksplorasi
jalan lahir untuk melihat adanya cedera pada jalan lahir.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KIRI


DEPAN ( posisi oksipitalis kiri depan )
 Dengan tangan kanan, operator menentukan posisi telinga kiri janin yang
berada disebelah kiri posterior.
 Dengan tuntunan jari-jari kanan dalam vagina, tangan kiri memasang cunam
kiri setinggi telinga kiri janin.
 Sendok cunam kiri yang sudah terpasang ditahan oleh asisten atau dibiarkan
saja dan hendaknya berada pada kedudukannya tanpa paksaan.
 Dua jari tangan kiri masuk pada sisi kanan belakang vagina dan sendok kanan
yang dipegang dengan tangan kanan dimasukkan vagina dengan tuntunan jari-
jari tangan kiri tersebut dan segera digeser kedepan untuk ditempatkan
setinggi telinga depan janin, sehingga sendok kanan berada pada posisi yang
tepat berhadapan dengan sendok kiri yang sudah terpasang sebelumnya.
 Setelah kedua sendok dikunci, maka posisi masing-masing sendok cunam
berada didepan dan dibelakang (pada diameter oblique pelvik).

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KANAN


DEPAN (Posisi Oksipitalis kanan depan)
 Pemasangan sendok cunam dilakukan dengan cara yang sama, tetapi
dengan arah yang berbeda.
 Pada keadaan ini, telinga kanan janin adalah telinga posterior dan sendok
kanan harus dipasang lebih awal .
 Penguncian hanya dapat dilakukan setelah tangkai sendok cunam
kanan DISILANGKAN dan ditempatkan DIATAS tangkai sendok kiri.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL


MELINTANG
 Jenis cunam obstetrik yang tepat digunakan adalah cunam Tucker Mc
Lane atau cunam Kielland.

63
 Pemasangan tidak berbeda, sendok pertama yang dipasang adalah sendok yang
akan ditempatkan setinggi telinga posterior dan sendok kedua dipasang
setinggi telinga depan (setelah digeser kedepan).
 Dengan pemasangan diatas, satu sendok akan berada didepan sacrum dan satu
sendok lagi dibelakang simfisis pubis.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL


POSTERIOR(Posisi Oksipitalis Posterior Persisten)
Persalinan dengan posisio occipitalis posterior persisten sering terjadi pada persalinan
dengan anaesthesi epidural.
Posisio Occipitalis Posterior Kiri atau Kanan :
Tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal.
Pada beberapa kasus, tindakan vaginal toucher saat menentukan lokasi telinga
posterior dapat menyebabkan occiput berputar spontan kedepan dengan sendirinya.
Agar occiput berada di sebalah depan, maka dapat dilakukan tindakan:
Rotasi manual.
Pemutaran dengan cunam Kielland.
Rotasi manual :
Bila occiput berada disebelah kiri belakang, operator menggunakan tangan kanannya
untuk memutar kepala ; dan sebaliknya bila occiput disebelah kanan belakang maka
operator menggunakan tangan kirinya untuk memutar kepala.
Gerakan pronasi lebih mudah dikerjakan dibandingkan gerakan supinasi.
Teknik :
 Persiapan persalinan dengan ekstraksi cunam.
 Tangan yang sesuai dimasukkan vagina dan mencekap sinsiput, jari-jari
berada pada satu sisi telinga dan ibu jari pada sisi telinga yang lain.
 Tangan luar mencari bahu depan anak dan menghelanya kedepan bersamaan
dengan gerakan tangan untuk memutar kepala dari dalam.
 Tangan dalam memutar kepala sehingga occiput berada disebelah depan.
 Pada posisi kepala seperti itu diharapkan dapat terjadi persalinan spontan atau
dengan ekstraksi cunam (dengan cunam Kielland).

64
 Rotasi manual dari posisio oksipitalis posterior kiri :
(A) . Tangan kiri operator ditempatkan diatas abdomen dan menarik bahu
kanan kearah kanan ibu. ; Secara serentak, tangan kanan operator memegang
kepala janin pada diameter biparietal dan memutarnya dengan gerak pronasi
sejauh 180 0 ;
(B) : pada akhir tindakan, oksiput janin berada disebelah anterior

POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR


Bila tak dapat melakukan rotasi manual, maka persalinan pervaginam dapat
diusahakan dengan bantuan ekstraksi cunam.
Persalinan dengan cunam dapat dilakukan dengan occiput tetap di posterior atau
occiput di anterior
Teknik :
 Dikerjakan traksi horisontal sampai pangkal hidung berada dibawah simfisis.
 Dilakukan gerakan elevasi pada “pegangan” cunam secara perlahan sampai
oksiput secara bertahap muncul didepan perineum
 Mengarahkan “pegangan” cunam kebawah dan lahirlah pangkal hidung, muka
dan dagu didepan vulva.
 Tindakan ini memerlukan episotomi yang cukup luas.

65
Persalinan cunam rendah pada posisio occipitalis posterior
PERSISTEN : Gambar” panah” menunjukkan titik saat kepala mengalami fleksi
setelah bregma melewati arcus pubis ; Pada saat ini harus dicegah terjadinya ruptura
perinei yang luas dengan episiotomi luas

PERSALINAN CUNAM RENDAH PADA PRESENTASI MUKA


Hanya dapat dikerjakan pada kasus presentasi muka MENTO ANTERIOR.
Pada awalnya dilakukan traksi curam bawah sampai dagu nampak dibawah simfisis.
Kemudian dilakukan traksi elevasi keatas, setelah dagu nampak dibawah simfisis
maka secara berurutan lahir hidung, mata, dahi dan oksiput ditepi anterior perineum.

66
KOMPLIKASI
Morbiditas Maternal:
Angka kejadian morbiditas persalinan dengan ekstraksi cunam harus
dibandingkan dengan persalinan dengan setio caesar atau persalinan operatif
pervaginam lain dan tidak dengan persalinan spontan pervaginam.
1. Carmon dkk (1995) : persalinan dengan cunam out-let elektif dengan rotasi
tidak lebih dari 450 tidak menyebabkan peningkatan angka kejadian
morbiditas maternal yang bermakna.
2. Hankins dan Rowe (1996) : cedera maternal meningkat bila rotasi lebih dari
450 dan pada station kepala yang tinggi. S
3. herman dkk ( 1993) : kebutuhan tranfusi darah pada ekstraksi cunam 4.2%,
pada ekstraksi vakum 6.1% dan sectio caesar 1.4% .
4. Laserasi jalan lahir:
5. Robekan serrvik dapat terjadi bila dilatasi belum lengkap atau terjepit diantar
daun cunam dengan kepala janin.
6. Robekan vagina yang dapat mengenai vesica urinaria atau robekan vagina
yang meluas kearah vertikal.
7. Simfisiolisis.
8. Perdarahan.
9. Infeksi.
10. Inkontinensia urinae dan inkontinensia alvi.

Morbiditas Anak:
Persalinan operatif pervaginam khususnya yang dikerjakan pada panggul
tengah cenderung meningkatkan kenaikan morbiditas neonatal:
1. Nilai Apgar rendah.
2. Cephal hematoma.
3. Cedera pada daerah wajah .
4. Erb paralysa.
5. Fraktura klavikula.
6. Kenaikan kadar bilirubin.
7. Perdarahan retina.

67
Morbiditas jangka panjang :
Gangguan IQ sebagai manifestasi dari morbiditas jangka panjang persalinan
operatif pervaginam dan per abdominal merupakan sebuah bahan perdebatan panjang
yang sampai saat ini sulit untuk disimpulkan hasilnya.

“CUNAM PERCOBAAN ” dan “CUNAM GAGAL”


Bila sebuah persalinan operatif pervaginam diperkirakan menemui kesulitan
maka tindakan tersebut dinamakan “ekstraksi cunam percobaan” .
Tindakan “ekstraksi cunam percobaan” dilakukan dengan kamar bedah yang
telah dipersiapkan untuk sewaktu-waktu dapat digunakan melakukan tindakan seksio
sesarea manakala “ekstraksi cunam percobaan” tersebut menemui kegagalan.
Bila aplikasi daun cunam tidak dapat dilakukan dengan baik, maka persalinan dengan
ekstraksi cunam dianggap gagal dan persalinan harus segera diakhiri dengan ekstraksi
vakum atau sectio caesar.
Bila aplikasi dan cunam dapat dilakukan, namun pada traksi percobaan tidak
diikuti dengan desensus kepala yang berarti maka persalinan cunam dianggap gagal
(“failed forcep”) dan persalinan harus diakhiri dengan sectio caesar atau ekstraksi
vakum.

REFERENSI

1. Chamberlain G, Steer P. “ABC of labour care: Operative delivery”. BMJ


318(7193): 1260-4. 1999
2. Cunningham, Leveno, Bloom, et al: Forceps Delivery and vacuum Extraction in “
Williams Obstetrics” 22nd ed p 547-563. Mc GrawHill Companies. 2005
3. Gillstrap LC III: Forceps Delivery. In Gillstrap LC III, Cunningham FG, Van
Dorsten JP (eds): Operative Obstetrics 2 nd ed. P89-122. New York, Mc Graw-Hill,
2002
4. Johnson JH et al: Immediate maternal and neonatal effects of forceps and vacuum
assisted delivery. Obstet Gynecol 103: 513,2004

68
VAKUM EKSTRAKSI

A. Definisi
a. Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan ekstraksi (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator
vakum atau ventouse
b. Ekstraksi vakum adalah metode pelatihan dengan memasang sebuah mangkuk
(cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif
c. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat
kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi.
d. Ekstraksi vakum adalah suatu alat yang dipakai untuk memegang kepala janin
yang masih berada dalam jalan lahir.

B. Etiologi
Ekstrakator vakum hanya digunakan pada persentasi belakang-kepala. Dalam
keadaan terpaksa, ekstraksi dengan ekstraktor vakum dapat dilakukan pada
pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikit-dikitnya 7 cm. Begitu pula
ekstraksi vakum masih boleh digunakan, apabila pada presentasi belakang-kepala,
kepala janin sudah sampai hodge II tetapi belum sampai hodge III, asal tidak ada
diproporsi sefalipelvik. Dalam pemakaian ekstraktor vakum, mangkok yang
dipilih harus sesuai dengan besarnya pembukaan, keadaan vagina, turunya kepala
janin dan tenaga untuk tarikan yang dipelukan. Umumnya yang dipakai ialah
mangkok dengan diameter 50 mm.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya ekstraksi vakum yaitu :
a. Waktu Kala II yang memanjang (partus lama) atau gawat janin (masih
kontroversi).
Pada umumnya kala II yang lama merupakan indikasi untuk melakukan
ekstraksi dengan cunam berhubung dengan meningkatnya bahaya ibu dan
janin.
Pada presentasi belakang-kepala dengan kepala belum sampai didasar
panggul, dan persentase muka setelah kala II lamanya 3 jam pada seorang
primigravida dan 2 jam pada multipara dilakukan pemeriksaan dengan
seksama (jika perlu dengan memasukkan 4 jari atau seluruh tangan
kedalam vagina) apakah sungguh-sungguh kepala sudah masuk dalam

69
rongga panggul dengan ukuran terbesar, dan apakah tidak ada rintangan
apapun pada panggul untuk melahirkan kepala. Dalam hal kepala janin
sudah melewati pintu atas panggul dengan ukuran terbesar, putaran paksi
dalam kepala sudah atau hampir selesai, dan dalam hal tidak adanya
kesempitan pada bidang bawah panggul, persalinan diselesaikan dengan
ekstraksi cunam.

C. Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan
ekstraksi forsef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, kelebihan,
penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, Kala II
yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse
menyebablan persalinan tidak dpat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara
pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum
menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagian ibu. Di samping itu
terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengeakibatkan perdarahan intrakraniaL

Komplikasi Ekstraker Vakum


Pada ibu, perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi. Pada janin seperti
ekskoriasi kulit kepala, fetal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cpat
direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat
menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala
(Scapnerosis), dapat menimbulkan alopesia.
Syarat dari Ekstraksi Vakum
1. Janin aterm
2. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
3. Pembukaan serviks sudah lengkap
4. Kepal janin sudah engnged.
5. Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan.
6. Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.

70
D. Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum.
Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau
pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia
inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua
bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan
pembukaan serviks.
Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk
dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah
kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan
letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga
-0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : -0,7
sampai -0,8 kg/cm2. ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit.
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput
suksedaneum artifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa
dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan
dengan timbulnya HIS, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan
arah sumbu panggul.
Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan
kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan
mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada
pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam
posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan
meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus
mengikuti putaran apksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis.
Bila HIS berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara
intermitten, bersama-sama dengan HIS. Kepala janin dilahirkan dengan menarik
mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan
suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala
sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong
segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk ke dalam
botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi,
maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka

71
vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas
sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum
sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk
tidak dapat mencengkram dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus
diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan
koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

E. Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum


Keunggulan
1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
2. Tidak diperlukan narkosis umum
3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang ahrus melalui jalan
lahir
4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan
pembukaan serviks belum lengkap
5. Trauma pada kepala janin lebih ringan
Kerugian
1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap
sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga
yang berlebihan.
3. Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari
karet dan harus selalu kedap udara.

72
REFERENSI

1. Cunningham, Leveno, Bloom, et al: Forceps Delivery and vacuum Extraction in “


Williams Obstetrics” 22nd ed p 547-563. Mc GrawHill Companies 2005
2. Gillstrap LC III: Operative delivery by Vacuum. In Gillstrap LC III, Cunningham
FG, Van Dorsten JP (eds): Operative Obstetrics 2 nd ed. P123-144. New York, Mc
Graw-Hill, 2002
3. Johnson JH et al: Immediate maternal and neonatal effects of forceps and vacuum
assisted delivery. Obstet Gynecol 103: 513,2004

73
DISTOSIA BAHU

Definisi
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu
tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya
bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
  American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan
bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan
normal.
Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu
meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap
berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu
depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase
aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala
yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Penilaian Klinik
1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum
sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.

74
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
symphisis.
Faktor Risiko
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes
gestasional (Keller, dkk)
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan
berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran
doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh
setelah usia 42 mingu.
7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia
bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita
(Smith dkk., 1994)
8. Cephalopelvic disproportion
The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau
penelitian-penelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang
dikeluarkan oleh the United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan
bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena
tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan
mengalami komplikasi ini.
2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang
terbatas.
3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan
merupakan strategi yang beralasan.
4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan perkiraan
berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya
diperkirakan melebihi 4500 g.

75
Komplikasi pada Ibu
Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri,
rupture uteri, atau karena laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama
kematian ibu (Benedetti dan Gabbe, 1978; Parks dan Ziel, 1978)
Komplikasi pada Bayi
Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan.
Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu
dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal
Manajemen sebuah distosia bahu
Meskipun distosia bahu relatif jarang (1:200), namun Anda harus tahu apa
yang harus dilakukan jika menemukan kasus seperti ini. Pertama adalah penting untuk
tidak membuat situasi yang buruk menjadi semakin buruk:
Jangan menarik bayi karena hal ini akan berdampak bahu semakin tertahan. Ini
adalah kesalahan yang paling umum orang membuat karena mereka panik.
Traksi dapat menyebabkan cedera pleksus brakialis pada bayi
Jangan memotong tali pusat jika sudah di sekitar leher bayi. Karena tali pusat
yang utuh masih ada kemungkinan bayi menerima oksigen yang memberi Anda
lebih banyak waktu dan membantu dengan melakukan resusitasi sesudahnya.
Berkomunikasi dengan ibu . Anda selalu punya waktu untuk menjelaskan apa
yang terjadi dan mengapa Anda melakukan apa yang Anda lakukan, atau
meminta dia untuk melakukan sesuatu.
Dalam manajemen penatalaksanaan ditosia bahu juga harus memperhatikan kondisi
ibu dan janin. Syarat-syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia
bahu adalah :
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk
menyelesaikan persalinan
2. Masih mampu untuk mengejan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan congenital yang menghalangi keluarnya bayi

HELPERR - PENDEKATAN STANDAR


Dalam kasus HELPERR:
H Call For Help

76
E Evaluate For Episiotomy
L Leg: Mc Robert Manuver
P External Pressure Suprapubic
E Enter: Rotation Manuver
R Remove The Posterior Arm
R Roll The Patient To Her Hand and Knees

PENDEKATAN HOLISTIK
Ketika distosia bahu terjadi salah satu atau kedua dari 2 hal yang perlu terjadi untuk
melepaskan atau membebaskan bahu:
1. Mengubah ukuran dan posisi (ibu) panggul
Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong ibu untuk bergerak dan mengubah
posisi. Anda dapat meminta atau membantu ibu untuk mengubah pinggulnya
dengan:
a. Mengangkat kaki dapat disertai dengan menggoyang ke belakang dan ke
depan dari pelvis.
b. McRoberts adalah mudah jika ibu sudah berbaring. caranya adalah:
- Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau
anggota keluarganya) untuk membantu ibu.
- Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah
anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis.
Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena
mungkin akan melukainya.
- Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit
tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan
dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan
bisa menyebabkan ruptur uteri
c. Gaskin Manuver. Ini dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu
dalam posisi berbaring, si ibu langsung diminta untuk berputar dan
mengubah menjadi posisi merangkak.

77
Langkah dari Gaskin maneuver ini sering di sebut FlipFLOP
Flip = memutar ibu dari posisi berbaring menjadi merangkak
FLOP =
F Flips Mom Over (memutar ibu dari posisi berbaring menjadi
merangkak). Setelah ibu posisi terbalik menggunakan Gaskin's Manuver
kebanyakan bayi akan lahir spontan. Namun, jika bayi tidak lahir segera,
bidan atau asistennya mengarahkan langkah berikutnya dilakukan ketika
kontraksi berikutnya terjadi atau sebelum ada kontraksi.
L Lift Legs, Dengan di bantu bidan, mintalah ibu mengangkat satu kaki,
arahkan ke depan posisi ini persis seperti posisi ketiaka atlet lari hendak
bersiap-siap untuk mulai balapan lari. Jadi posisinya seperti gambar
berikut ini:

Mohon perhatikan posisi kaki, sehingga lutut tidak terlalu jauh dari
tubuhnya.
Sekarang mulailah melakukan lekukan atau menggulung bahu anterior
bayi dari tulang kemaluan hingga bergerak disamping simfisis pubis. 
pergeseran Pubis dari gerakan menempatkan kaki ke dalam posisi
"Running Start" seperti diatas seolah-olah ini adalah seperti maneuver
setengah McRoberts yang dilakukan dengan ibu di dalam posisi
terlentang. Setengah dari tulang kemaluan yang terguling atau bergeser

78
ketika kaki diangkat.  Jika lengan tidak dapat diputar, pindah ke manuver
berikutnya lebih cepat.
O Oblique (Rotate Shoulder To Oblique) è memutar bahu kearah
oblique. jika bayi tidak langsung lahir ketika kontraksi setelah dilakukan
perubahan posisi menjadi posisi "Running Start”, selipkan tangan bidan
ke ibu ssampai ia menemukan bagian belakang bahu posterior bayi. 
memutar bahu posterior ke arah dada bayi ke diameter miring dari
panggul ibu. Ada ruangan yang paling dalam dari diameter miring
(diameter oblique) panggul.  Dengan demikian bayi akan mudah dari
memutar bahu posterior ke diameter miring. Jika tetap gagal Lanjutkan
upaya.
P Posterior Arm To Get it. ini dilakukan dengan mencari lengan bayi
dan mengeluarkannya menyapu tangan ke arah dada bayi . sehingga
Lengan ini akan flex, yang berarti itu akan membuat sebuah
tikungan. Sekarang bidan dapat menangkap pergelangan tangan bayi,
Kemudian seluruh lengan lalu goyangkan dengan hati-hati. Hal ini akan
mengurangi diameter tubuh bayi sekitar 2 cm.Jika itu tidak cukup, bayi
diputar 180 derajat sehingga lengan sebelumnya anterior sekarang
posterior dan lengan dibawa keluar. Sekarang ibu bisa mendorong dan
bayi akan keluar.
Manuver Gaskin ini angka keberhasilannya cukup tinggi yaitu 80-90%.

2. Mengubah ukuran dan posisi (bayi) bahu


Tindakan ini akan membuat diameter bahu bayi lebih kecil. Memutar bahu ke
diameter oblique dari panggul akan tersedia ruang ekstra.
Beberapa maneuver yang dilakukan untuk memperkecil diameter bahu bayi
antara lain dengan:
a. Manuver Rubin (1964)
- Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke
sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.
- Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang
paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan
anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu

79
kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan pergeseran bahu
depan dari belakang simfisis pubis
b. Manuver Corkscrew Woods (1943)
- Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada
bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan
mengurangi diameter bahu
- Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum.
c. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
- Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas
yang berada pada posisi posterior
- Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut
melintang di dada bayi
Dalam penanganan distosia bahu tidak ada urutan tertentu tindakan mana dulu yang
bisa Anda coba. Ini akan tergantung pada seberapa baik ibu bisa bergerak, posisi
pasien, dan akses yang Anda miliki menjadi yaitu pinggulnya. bagaimana dan di mana
Anda bisa mendapatkan jari anda di (jika diperlukan). Sebagai contoh, maneuver
Rubins akan lebih mudah untuk dilakukan daripada tekanan suprapubik pada ibu yang
posisinya bersandar ke depan. Suatu pendekatan holistik berarti mengambil dan
menggunakan gerakan atau tindakan yang tepat pada saat itu.
Jika pilihan yang lain gagal yang biasanya melibatkan kerusakan pada bayi
atau ibunya. Langkah berikutnya adalah menggunakan maneuver Zanvanelli namun
ini mustinya dilakukan di RS besar dengan persiapan SC karena langkahnya adalah
sebagai berikut:
Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)
- Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin
telah berputar dari posisi tersebut
- Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina
yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
- Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus

80
GAMBAR :
TEKNIK MELAHIRKAN BAHU PADA DISTOSIA BAHU
a. Manuver Hibbard (1969) / Resnick (1980)

b. Manuver McRoberts

81
c. Manuver "Corkscrew" Woods

d. Melahirkan bahu belakang (Schwartz dan Dixon)

82
REFERENSI

1. Baxley EG, Gobbo RW. “ Shoulder Dystocia”. Am Fam Physician 69(7): 1707-14.
2004
2. Breeze AC, Lees CC. “Managing shoulder dystocia”. Lancet 364(9452): 2160-1.
2004
3. Gillstrap LC III: Shoulder Dystocia. In Gillstrap LC III, Cunningham FG, Van
Dorsten JP (eds): Operative Obstetrics 2nd ed. P199-222. New York, Mc Graw-Hill,
2002
4. Kish, Karen; Joseph V. Collea. “ Malpresentation & Cord Prolapse”. In: Alan H.
DeCherney. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &Treatment. Ninth Edition.
P 381-2. Lange/McGraw-Hill. 2003

83
PERSALINAN GEMELLI

Definisi
 Persalinan pada kehamilan kembar
Jenis
1. Monozigotik
2. Dizigotik
Diagnosis
Diagnosa kehamilan kembar sukar ditegakkan dengan palpasi oleh karena : Janin
yang tidak seberapa besar, cairan amnion yang sering berlebihan (hidramnion).
Hidramnion sering ditemukan pada kehamilan ganda, sehingga dengan adanya
hidramnion harus diwaspadai terjadinya kehamilan kembar. Diagnosa pasti dapat
ditentukan dengan:
• Diagnosis USG :
- USG sangat esensial untuk memantau kehamilan pada tahapan awal
kehamilan dan twin-to-twin syndrome (TTTS)
- USG dapat memantau kehamilan kembar sedini 6 minggu
- Pada trimester pertama, USG memberikan diagnosa jumlah janin,
chorionicity, amniocity, kelainan awal pertumbuhan, malformasi fetus,
aktivitas dan kontak antara janin pada kehamilan kembar
- Pada trimester kedua dan ketiga, USG transvaginal tidak boleh dilupakan
untuk deteksi risiko kehamilan premature
• Diagnosis dari palpasi :
Besarnya uterus melebihi lamanya amenorea. Uterus bertambah besar lebih
cepat daripada biasanya pada pemeriksaaan berulang. Penambahan berat
badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau obesitas.
Banyak bagian kecil yang teraba, teraba 3 bagian besar janin, teraba 2
balotemen.
• Diagnosis dari auskultasi :
Terdengar 2 denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan
kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit
Diagnosis Banding
• Mola hydatidosa
• Kehamilan dengan mioma uteri, kistoma ovarii atau adenomiosis

84
• Kelainan kehamilan lain dengan hidramnion (pada malformasi saluran cerna
janin)

Prinsip dasar
Beberapa perhatian dan persiapan khusus perlu dilakukan dalam melakukan asuhan
persalinan kembar, yaitu :
 Terdapat penolong persalinan yang kompeten yang menyertai ibu dalam
persalinan
 Pemantauan janin terus dilakukan
 Persiapan darah untuk tranfusi perlu dilakukan
 Akses intravena yang adekuat harus terpasang
 Pemeriksaan ultrasonografi sebaiknya tersedia untuk menilai posisi dan
status janin
 Terdapat penolong persalinan yang mampu melakukan resusitasi neonatus
Penatalaksanaan
• Bila 1-Vertex 2-Vertex  Bayi-1 PerVaginam
Bayi-2 PerVaginam

• Bila 1-Vertex 2-Breech  Bayi-1 PerVaginal


Bayi-2 Usahakan Vertex  PerVaginam
Sectio
• Bila 1-Vertex 2-NonVertex  Bayi-2 Usahakan versi luar  PerVaginam
Sektio
• Bila 1-Breech/NonVertex 2-Vertex/NonVertex  Risiko Interlocked Twins
 seksio sesarea

Saat persalinan :
- Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala pengeluaran
dan mengurangi tekanan pada kepala bayi
- Setelah bayi pertama lahir segera dilakukan pemeriksaan luar & vaginal
- Bila janin dalam retak memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air
ketuban dialirkan perlahan

85
- Penderita dianjurkan megejan atau dilakukan tekanan terkendali pada
fundus uteri
- Janin kedua turun dengan cepat sampai ke dasar panggul dan lahir spontan
- Tenggang waktu lahir anak I & II antara 5-15 menit
- Apabila janin ke-2 letak lintang, DJJ tidak teratur, terjadi prolapsus
funiculi / solutio plasenta, bila persalinan spontan tidak terjadi dalam 15
menit maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetric
- Dalam hal letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila tidak
berhasil, maka segera dilakukan versi ekstrasi tanpa narkosis
- Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam pada
letak kepala & ekstraksi kaki pada letak sungsang
- Indikasi Sectio cesaria : janin I letak lintang, prolapsus funiculi, plasenta
previa, dll
- Masuknya 2 bagian besar kedua janin dalam panggul dpt diatasi dengan
mendorong keatas kepala/ bokong yang belum masuk benar dalam rongga
panggul, untuk memungkinkan janin yang lain lahir lebih dulu
• Penyulit :
- Ibu : Anemia
Hipertensi
Partus prematurus
Atonia uteri
Perdarahan pasca persalinan
- Anak : Hidramnion
Malpresentasi
Plasenta previa
Solutio plasenta
Ketuban pecah dini
Prolapsus funikuli
Pertumbuhan janin terhambat
Kelainan bawaan
Morbiditas & mortalitas perinatal meningkat

86
Gambar 2. Pemilihan jalur persalinan janin kedua pada persalinan pervaginam

Prognosis
Bervariasi

REFERENSI

1. Cunningham FG, et al. 2010. Multifetal Gestation. In Williams Obstetrics,


23rd ed., pp 189- 214. New York: McGraw Hill
2. Prawirohardjo S. Kehamilan Kembar. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan
kedelapan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006.
P386-97

87
VERSI EKSTRAKSI

Definisi :
Versi yang dilakukan dengan kombinasi tangan penolong diluar dan didalam
cavum uteri yang segera disusul dengan ekstraksi kaki untuk melahirkan janin.
Ada dua tahap :
1. Presentasi janin diubah menjadi letak kaki.
2. Ekstraksi kaki.
Syarat
1. Janin dapat lahir pervaginam.
2. Bagian terendah masih dapat didorong keatas.
3. Pembukaan harus sudah lengkap.
4. Ketuban dipecah / baru pecah
5. Dinding rahim harus cukup rileks, perlu
narkose umum.
Indikasi
1. Letak lintang, khususnya letak lintang gemelli anak kedua.
2. Letak kepala prolaps tali pusat.
3. Penempatan dahi.
Teknik
 Setelah persiapan selesai, tangan penolong yang dekat bagian kecil janin
dimasukkan jalan lahir, tangan lain membuka labia.
 Tangan penolong yang lain diletakkan di fundus uteriuntuk mendekatkan
bagian kecil janin.
 Tangan yang didalam mencari kaki janin untuk dibawa keluar.
Cara mendapatkan kaki :
a. Langsung : dipegang pada pergelangan kaki dengan jari telunjuk dan jari
tengah.
Kerugiannya dapat keliru tangan.
b. Tidak langsung : tangan penolong menyusuri bokong, paha, kemudian paha
janin dilakukan abduksi dan fleksi sehingga tungkai bawah fleksi, dan segera
pergelangan kaki dipegang lazim disebut Perasat Pinard. Setelah terpegang

88
pergelangan kaki dituntun keluar ke vagina sampai batas lutut, dan bersamaan
tangan penolong diluar memutar kepala janin kearah fundus uteri.
Mengetahui apakah versi telah berhasil
Caranya :
a. lihat apakah kaki janin tidak masuk kembali.
b. kepala janin benar-benar di fundus uteri.
Setelah berhasil lakukan ekstraksi kaki.

Kontra Indikasi
1. Ruptura uteri imminent
2. Cacat rahim

Penyulit
Ibu : 1. H P P
2. Trauma jalan lahir à ruptura uteri
3. Infeksi
Janin : 1. Asphyxia
2. Perdarahan intra cranial
3. Fraktur / Luxasi

REFERENSI

1. Martohoesodo, S dan Hariadi, R. Distosia karena Kelainan Letak serta Bentuk


Janin dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.1999
Jakarta
2. Bowes, W. Management of The Fetus in Transverse Lie.2006. www. Uptodate.com
diunduh tanggal 3 Desember 2014
3. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri : Obstetri
Fisiologi, Obstetri Patologi 2ndeds. EGC.1998. Jakarta.
4. Llweilyn. Jones, D. Kelainan Presentasi Janin dalam Dasar – dasar Obsteri &
Ginekologi. Hipokrates.2001. Jakarta

89
SEKSIO SESARIA

Definisi
Seksio Sesaria (CS) adalah prosedur operasi untuk melahirkan bayi melalui
sayatan pada dinding perut dan uterus.
Jenis-jenis Seksio Sesaria
Tidak ada klasifikasi standar untuk Seksio Sesar. Klasifikasi yang disepakati adalah
sebagai berikut:
 Seksio Sesaria Primer dan Ulangan
 Seksio Sesaria Emergensi dan Elektif
 Seksio Sesaria Segmen Bawah dan Segmen Atas Rahim
 Seksio Sesaria Postmortem
 Cesarean hysterectomy
Indikasi Seksio Sesaria
Maternal
 CPD
 Persalinan abnormal (partograph)
 Seksio Sesaria ulangan dengan indikasi yang sama
 Perdarahan Antepartum
 Obstruksi Jaringan Lunak
 Kegagalan induksi Persalinan
 Riwayat operasi pada rahim (mis., SS Segmen Atas atau miomektomi hingga
membuka kavum uteri)
Bayi
 Persistent fetal distress
 Malpresentasi
 Postmaturitas dan gawat janin (induksi persalinan)
 Hamil Kembar/Ganda
 Prolapsus Tali Pusat (anak hidup)

Potential Indications for Cesarean Delivery


Maternal

90
Obstruction of the birth canal by a pelvic mass
Invasive carcinoma of the cervix
Previous vaginal or perineal surgery (e.g., fistula repair,
prior rectal injury∗)
Cerebral aneurysms or arteriovenous malformations
Connective tissue disorders (e.g., Marfans syndrome,
Ehlers-Danlos syndrome)
Pelvic malformation or pelvic bony inadequacy
Severe hypertension∗
Prior cesarean delivery∗
Multiple gestation (e.g., twins with malpresentation,
triplets, or greater multiples)
Prior abdominal or Shirodkar cerclage placement
Failure to progress in labor∗ (i.e., dystocia, cephalopelvic
disproportion)
Prior transmyometrial uterine surgery or a Mu¨ llerian
anomaly∗
Uterine rupture
Antepartum hemorrhage (e.g., placenta previa, abruptio
placentae, vaso previa)
Suspected placenta accreta/increta/percreta
Fetal
Malpresentation (e.g., fixed transverse lie, compound
presentation)
Fetal distress (e.g., presumed fetal jeopardy, nonreassuring
fetal monitoring)
Fetal growth disorders (including IUGR)∗
Fetal anomalies (e.g., neural tube defect, conjoined twins)
Active genital herpes
Fetal macrosomia∗
Fetal thrombocytopenia∗
Maternal HIV infection∗
Other

91
∗These indications are relative, and in all instances vaginal
delivery is not automatically precluded. Management depends on
the unique circumstances of each case.
Persiapan Tindakan
Anamnesis
Lakukan pengkajian:
 Usia Ibu
 Jumlah, cara dan luaran pesalinan sebelumnya
 HPHT
 Riwayat medik atau operasi sebelumnya
 KPD dan Perdarahan Pervaginam
 Alergi Obat
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
 Tanda Vital (nadi, TD, temperatur and pernapasan)
 Paru dan Jantung
Abdomen
 Letak, presentasi, dan DJJ
Status Lokalis
 Dilatasi, selaput ketuban, penurunan bagian terbawah janin
Pemeriksaan Laboratorium
 Hb atau Hct
 Golongan darah (ABO) dan Rh type, Uji Silang (rossmatched)
 Penapisan virus berbahaya
 Gula Darah
 Analisis Urin
Persiapan Umum
1. Kaji indikasi tindakan. Periksa kembali presentasi dan pastikan bahwa
persalinan pervaginam memang tidak memungkinkan.
2. Mintakan Persetujuan Tindakan Medik setelah memberikan penjelasan
obyektif.
3. Periksa konsentrasi Hb, jangan tunggu hasilnya bila ibu dan anak dalam
keadaan gawat atau kritis. Periksa golongan darah dan siapkan transfusi.

92
4. Pasang infus dan mulai beri cairan.
5. Pasang kateter menetap.
6. Bila kasusnya partus macet dan kepala bayi sudah turun jauh ke dalam jalan
lahir maka persiapkan vagina apabila nanti perlu bantuan asisten untuk
mendorong kepala bayi dari bawah.
7. Pasien dimiringkan 15° ke kiri dan pertahankan posisi ini dengan ganjal bantal
Ipinggul kiri) untuk mencegah supine hypotension syndrome.
8. Periksa kembali DJJ sebelum melakukan operasi.
Gambar 1:
Garis insisi vertikal pada dinding abdomen dan kateter menetap telah terpasang1

Gambar 2:
Melebarkan insisi dinding segmen bawah rahim secara tumpul

Gambar 3:
Meluksir kepala bayi dari dalam kavum uteri

93
Gambar 4:
Asisten mendorong kepala dari bawah untuk membantu
operator meluksir kepala

Pilihan Anestesia
Pada kondisi yang sangat ekstrim, anestesi umum dapat dilakukan jauh lebih
cepat dari anestesia spinal dan juga mempunyai efek yang menguntungkan apabila ibu
mengalami hipovolemia atau syok. Pada kondisi dimana anestesia tidak perlu
diberikan secara tergesa-gesa (waktu untuk melahirkan bayi sekitar 30 menit) dapat
dilakukan anestesia spinal oleh tenaga anaesthetist yang kompeten untuk minimalisasi
risiko pada ibu dan bayi. Hal-hal ini tersebut diatas perlu didiskusikan oleh operator
dan anaesthetist
Membuka dinding perut dan membuat flap kandung kemih

94
Prosedur Seksio Sesar
1. Posisikan pasien sedikit miring ke kiri dan ganjal pinggul kanan dengan
bantal.
2. Lakukan tindakan aseptik/antiseptik pada dinding abdomen hingga lipat paha.
3. Lakukan tindakan diatas dengan gerakan melingkar atau atas-bawah dan
hindarkan persentuhan siku dan gaun operasi dengan area operasi.
4. Batasi daerah operasi dan kemudian tutup bagian tubuh lain dengan kain
a. Bila menggunakan kain berlobang, tempatkan lobang tersebut diatas
area operasi kemudia buka lipatan kain dengan menjauhi area operasi.
b. Tindakan aseptik/antiseptik dan penutupan tubuh dengan kain,
dilakukan setelah prosedur anestesia regional dilakukan.
5. Buka dinding perut dengan 2 cara pilihan, yaitu:
 vertikal
 transversal (akses ke uterus lebih sulit tetapi pertautan jaringan lebih
kuat)
Insisi Vertikal
 Keuntungan:
 Akses ke rongga abdomen dan uterus lebuh baik
 Perdarahan lebih sedikit
 Orientasi ke bagian atas dan bawah menjadi lebih mudah
 Waktu operasi lebih singkat
 Keterbatasan:
 Risiko dehiscence dan hernia lebih tinggi karena pasokan darah
kurang baik
 Kurang kosmetik
1. Buat 2 - 3 cm insisi vertikal pada fascia.
2. Gunakan forseps atau koher untuk memegang tepi sayatan fascia, angkat dan
dengan menggunakan gunting, perluas sayatan ke atas dan bawah.
3. Pisahkan muskulus rectus abdominalis secara tumpul.
4. Gunakan jari untuk menembus peritoneum dekat umbilikus.
5. Perluas sayatan peritoneum dengan gunting ke bagian atas dan bawah
sehingga uterus ditampakkan dengan jelas.

95
6. Sayat plika vesiko uterina dan segmen bawah rahim hingga menembus rongga
uterus.
Insisi Transversal (Pfannenstiel)
 Keuntungan :
 Lebih kosmetik
 Insidens hernia lebih kecil
 Keterbatasan:
 Waktu operasi lebih lama (terutama yang kurang
berpengalaman)
 Perdarahan lebih banyak
 Terbatasnya akses ke bagian atas dan bawah rongga abdomen
1. Buat insisi transversal pada kulit perut, sekitar 3 cm dibawah garis diantara
kedua spina iliaka anterior superior. Panjang insisi sekitar 16–18 cm.
2. Perdalam insisi di bagian tengah (3–4 cm) menembus lemak bawah kulit
hingga ke lapisan fascia muskulus rectus.
3. Buat sayatan transversal pada fascia muskulus rectus kemudian perlebar ke
lateral kiri dan kanan.
4. Masukkan jari diantara muskulus rectus dan pisahkan otot tersebut untuk
menampakkan peritoneum.
5. Buka peritoneum parietalis dengan ujung jari kemudian perlebar ke lateral.
Membuka Dinding Uterus
1. Gunakan scalpel untuk menyayat segmen bawah dinding rahim (3 cm) secara
transversal, pada sekitar 1 cm dari bawah insisi plika vesikouterina.
2. Perlebar sayatan ke kiri dan kanan dengan menggunakan dua jari telunjuk.
Bila dinding SBR tebal dan sempit, perlebar sayatan dengan gunting dimana
kedua ujungnya mengarah keatas untuk menghindarkan robekan arteri uterina.
3. Setelah sayatan SBR dirasakan cukup lebar, luksir kepala bayi untuk
dilahirkan tanpa menambah panjang robekan dinding SBR.
Melahirkan bayi dan plasenta
1. Luksir kepala bayi dengan memasukkan satu tangan melalui luka insisi ke
dalam kavum uteri sehingga berada disebelah bawah kepala bayi..
2. Sambil mengait kepala dari bawah, keluarkan kepala bayi dari dalam kavum
uteri

96
3. Keluarkan kepala bayi tanpa merobek insisi pada SBR.
4. Dengan tangan yang lain, tekan fundus untuk membantu lahirnya kepala.
5. Minta asisten mendorong kepala bayi dari bawah apabila kepala bayi telah
masuk jauh ke jalan lahir.
6. Lahirkan kepala.
7. Lahirkan tubuh bayi.
8. Beri 20 unit oksitosin dalam 1 larutan infus (NS atau Ringer’s lactate) dan
jalankan dengan 60 tetes per menit untuk 2 jam.
9. Jepit dan potong tali pusat.
10. Serahkan bayi ke asisten untuk mendapat asuhan bayi baru lahir.
11. Beri antibiotika profilaksis setelah tali pusat di jepit.
12. Bila cairan ketuban berbau maka berikan antibiotika terapetik
13. Lepaskan plasenta dari tempat implantasinya.
14. Lahirkan plasenta.

Surgical Techniques to Reduce the Risk of


Perioperative Fetal Laceration
Initial palpation of the myometrium
Preincision elevation of the uterine wall by surgical clamps
Use of good light, exposure, and active suctioning during
myometrial entry
Uterine scoring; use of bandage scissors or a blunt finger
dissection for entry
Use of specialized instruments
Menutup luka insisi SBR
1. Jepit tepi insisi SBR atas dan bawah
2. Perhatikan agar kandung kemih aman dari manipulasi tindakan operatif.
3. Periksa kedua ujung luka insisi.
4. Tautkan kembali luka insisi secara jelujur dengan chromic 0 atau polyglycolic
thread.
5. Jahit dengan jahitan angka delapan apabila terlihat perdarahan dari dinding
uterus atau luka insisi.
Menutup dinding abdomen

97
1. Perhatikan sekali lagi dinding uterus dan hasil penjahitan luka insisi. Pastikan
tidak ada perdarahan dan kontraksi uterus baik.
2. Tautkan fascia dengan chromic 0 atau polyglycolic thread. Peritoneum tidak
perlu dijahit.
3. Perhatikan tanda-tanda infeksi karena diperlukan tindakan khusus pada fascia,
subkutis dan kulit agar tidak terjadi dehisensi.
4. Bila tidak ada tanda-tanda infeksi maka lakukan penjahitan kulit dengan
jahitan vertikal matras dengan sutra atau nylon 3-0 kemudian tutup jahitan
dengan kasa.
5. Secara perlahan tapi efektif, tekan uterus melalui dinding abdomen untuk
mengeluarkan sisa bekuan darah dari uterus dan vagina.

Gambar 5: Menutup luka insisi SBR

REFERENSI

1. Buku Acuan Modul PONEK, JNPK-KR


2. O’Grady J.P, Fitzpatrick T.K ; Operative Obstetrics, 2 nd
edition,chapter 18th, Cambridge University, 2008.
3. Beckmann C.R.B, Ling F.W, Bazansky B.M,et.all, 6 th
edition, 2010.

98
SEKSIO SESARIA DENGAN PENYULIT

Presentasi Bokong
1. Cari kaki bayi melalui luka insisi.
2. Lahirkan seperti melahirkan bayi pada persalinan bokong:
 Lahirkan kaki hingga ke bahu, kemudian lahirkan lengan.
 Tumpangkan tubuh bayi pada salah satu lengan kemudian lahirkan kepala
dengan manuver Mauriceau-Veit-Smellie.

Letak Lintang
1. Bila bahu diarah fundus, cari kedua kaki untuk melahirkan bayi seperti pada
persalinan bokong/sungsang.
2. Bila bahu ke arah bawah maka diperlukan insisi vertikal atau T untuk mencari
kaki dan kemudian lahirkan seperti persalinan sungsang. Lakukan rekonstruksi
dinding uterus sebelum menutup dinding abdomen. Ibu ini menjadi kandidat
untuk Seksio Sesar Primer untuk kehamilan berikutnya.

Placenta previa
1. Bila plasenta di depan, lakukan juga insisi pada plasenta untuk melahirkan
bayi.
2. Bila plasenta melekat erat dan tidak dapat dilepas secara manual, mungkin hal
ini adalah placenta accreta. Biasanya ini berhubungan dengan parut dinding
uterus akibat operasi sebelumnya. Bila memang demikian, lakukan
histerektomi.
3. Placenta previa adalah risiko tinggi untuk HPP. Bila plasenta berimplantasi di
SBR maka sebaiknya dilakukan penjahitan area yang mengalami perdarahan
di tempat implantasi plasenta dengan benang chromic atau polyglycolic.

99
REFERENSI

 Buku Acuan Modul PONEK, JNPK-KR


 O’Grady J.P, Fitzpatrics T.K ; Operative Obstetrics, 2 nd edition, chapter 18th
Cambridge University, 2008.
 Beckmann C.R.B, Ling F.W, Bazansky B.M,et.all, 6th edition, 2010.

100
RUPTURA UTERI

Definisi
 Separasi komplit dinding uterus pada kehamilan dengan atau tanpa ekspulsi
janin, yang membahayakan ibu dan janin.
 Robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum dapat
berhubungan.2
Prinsip dasar
 Insiden 0,7% dalam persalinan.
 Faktor risiko, termasuk riwayat pembedahan uterus, hiperstimulasi uterus,
multiparitas, versi internal atau ekstraksi, persalinan operatif, CPD, pemakai
kokain.
 Klasifikasi:
1. Menurut sebabnya:
a. Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil:
- Pembedahan pada myometrium ( seksio sesarea? Histerektomi,
histerorafi, myomektomi yang sampai menembus seluruh
ketebalan otot uterus, reseksi pada kornu uterus atau bagian
interstitial, metroplasti.
- Trauma uterus koinsidensial: instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam
seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan
sebelumnya
- Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak
berkembang
b. Kerusakan atau anomaly uterus yang terjadi dalam kehamilan:
- Antepartum: his spontan yang kuat dan terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang
persalinan, trauma luar tumpul atau tajam, versi luar,
pembesaran rahim yang berlebihan misal hidramnion atau
kehamilan ganda
- Intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar,
ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi

101
yang berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada
uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual
plasenta
- Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta,
neoplasia tropfoblas gestasional, adenomyosis, retroversi uterus
gravidus inkarserata
2. Menurut lokasinya:
a. Korpus uteri
b. Segmen bawah rahim
c. Serviks uteri
d. Kolpoforeksis
3. Menurut etiologinya:
a. Rupture uteri spontan
b. Rupture uteri violent
4. Menurut berat ringannya:
a. Inkomplit, tidak termasuk peritoneum
b. Komplit, termasuk peritoneum visceral
c. Dehisens, terpisahnya scar pada segmen bawah uterus tidak
mencapai serosa dan jarang menimbulkan perdarahan yang banyak
Diagnosis
Rupture uteri imminen mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin
tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis, dan keadaan ibu yang gelisah, takut
karena nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda tanda gawat
janin.
 Identifikasi faktor risiko, parut operasi, multiparitas, stimulasi uterus,
persalinan operatif, CPD
 Hipoksia atau gawat janin, perdarahan vaginal, nyeri abdominal dan
perubahan kontraktilitas uterus
 Eksplorasi uterus
Gejala klinis:
 Gejala saat ini:
- Nyeri abdomen yang tiba-tiba, tajam, dan seperti disayat pisau.
Apabila terjadi rupture sewaktu persalinan kontraksi yang

102
intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien
mengeluh nyeri perut yang menetap
- Perdarahan pervaginam
- Berhentinya persalinan dan syok
 Pemeriksaan umum:
- Takikardi
- Hipotensi
 Pemeriksaan abdomen:
- Sewaktu persalinan: kontur uterus yang abnormal
- Bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang sewaktu atau segera
setelah melahirkan abdomen sering sangat lunak disertai
dengan nyeri lepas, mengindikasikan adanya perdarahan
intraperitoneum
 Pemeriksaan pelvis:
- Perdarahan pervaginam makin hebat
- Bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi
melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi kedalam
rongga peritoneum
- Rupture uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi
manual SBR dan kavum uteri
Komplikasi:
 Syok hipovolemik
 Sepsis
Manajemen
 Jalur intravena besar (no.16 atau 18)
 Atasi syok dengan resusitasi cairan dan darah

1. Histerektomi:
 Histerektomi parsial atau subtotal
 Histerektomi total
 Histerektomi dan salfingooforektomi
 Histerektomi radikal
 Histerektomi:

103
Fungsi reproduksi tidak diharapkan
Kondisi buruk yang membahayakan ibu
2. Histerorafi
 Repair uterus:
Wanita muda masih mengharapkan fungsi reproduksinya
Kondisi klinis stabil
Ruptur yang tidak komplikasi
Rekurensi 4-10%, disarankan seksio sesaria elektif pada kehamilan 36 minggu
atau maturitas paru janin telah terbukti

Prognosis
 Bervariasi tergantung kondisi klinis ibu dan banyaknya perdarahan

REFERENSI

1. Cunningham, Gary, et. all, 2005. Obstetric Williams Edisi 21. EGC. Jakarta
2. Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi
Edisi kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta
3. Resnik R. High Risk Pregnancy. In: E medicine journal obstetrics and
gynecology. Volume 99. No: 3. Maret. 2003

104
LIGASI ARTERI UTERINA, LIGASI ARTERI ILIAKA, B-LYNCH, DAN
HISTEREKTOMI OBSTETRI

Ligasi arteri uterina merupakan suatu prosedur yang aman yang dapat
dilakukan oleh sebagian besar obstetrikus. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi
perdarahan akibat adanya laserasi ataupun rupture dari uterus dan juga dapat
mempertahankan uterus. Tindakan ini dilakukan jika terapi medis gagal untuk
menghentikan perdarahan. Teknik ini terdiri dari ligasi pada arteri dan vena uterine
pada segmen bawah rahin, 2-3 cm dibawah insisi uterus. Bagian medial dari vascular
dijahit ke dalam miometrium, dan bagian lateralnya dijahit ke ligamentum latum.
Pada tindakan ini tetap harus diperhatikan keberadaan kandung kemih agar tidak
mengalami trauma. Karena adanya aliran kolateral dari arteri ovarian, maka
dianjurkan juga untuk melakukan ligasi kedua pada cabang arteri ovarian yang
terletak pada persimpangan ligament uteroovarian dan uterus.

Teknik ini akan lebih berguna jika dilakukan pada kondisi perdarahan yang
tidak massif dan sumber perdarahan berasal dari segmen bawah rahim.

Ligasi Arteri Iliaka Interna (Arteri Hipogastrik)


Sebagian besar uterus dilayani oleh arteri iliaka interna, sehingga ligasi pada
arteri ini akan menghentiikan perdarahan dan juga mencegah dilakukannya

105
histerektomi. Tindakan ini akan lebih efektif pada kasus atonia uterus dan plasenta
akreta. Sedangkan kurang bermanfaat jika uterus ataupun
Ligamentum latum mengalami laserasi.
Teknik ligasi arteri iliaka interna, pertama kita harus memasuki ruang
peritoneal, yang dapat dicapai secara anterior diantara ligamentum latum dan
ligamentum infudibulopelvik, atau melalui posterior masuk ke ligamentum latum,
bagian mediak dari ligamentum infudibulopelvik dan lateral dari arteri iliaka internal.
Setelah menemui ureter, disisihkan ke medial. Setelah menelui arteri iliaka eksterna,
susuri ke proksimal hingga bifurkasio, dan setelah menemui arteri iliaka interna, 2-3
cm dari bifurkasio dilakukan deseksi, untuk menghindari iskemia pada jaringan yang
dilayani oleh bagian posterior dari cabang arteri. Setelah itu, dilakukan double ligasi
dengan menggunakan benang non absorbable. Kemudian tutup peritoneum dengan
menggunakan benang absorbable.

106
Ada 4 kesalahan yang sering dilakukan dan harus dihindari dalam melakukan teknik
ini, diantaranya adalah:
1. Kesalahan dalam mengidentifikasi dan melakukan ligasi pada arteri iliaka
eksterna. Hal ini penting diperhatikan karena apabila tidak dikenali dan
diperbaiki akan mengakibatkan iskemia dan mengakibatkan hilangnya tungkai
bawah. Oleh karena itu perlu dilakukan deseksi secara teliti dan memastikan
anatomy dari arteri iliaka interna dan eksterna, dan yang terpenting harus
melakukan palpasi pada arteri femoralis setelah melakukan ligasi.
2. Komplikasi berikutnya adalah laserasi dari vena iliaka internal dan eksternal,
hal ini bisa terjadi saat melakukan deseksi pada retroperitoneal, dan bila telah
terjadi laserasi, akan sangat sulit untuk melakukan repair.
3. Trauma pada ureter juga merupakan salah satu komplikasi yang serius. Hal ini
dapat di minimalisir dengan mengidentifikasi ureter saat akan mencari
peritoneum.
4. Retroperitonial hematoma, merupakan komplikasi terakhir yang sering terjadi,
hal ini dapat terjadi bila hemostasis pada daerah itu tidak adekuat, atau
terdapat koagulopati. Ketelitian dalam melakukan tindakan operasi wajib
dilakukan.

Prosedur B-Lynch
Jahitan atau prosedur B-Lynch merupakan suatu bentuk penjahitan kompresi
yang digunakan dalam penanganan pendarahan post partum. Teknik ini pertama kali
dikembangkan oleh Christopher B-lynch pada tahun 1989 pada pasien yang
mengalami perdaharan post partum berat dan menolak untuk dilakukan histerektomi.
Ada beberapa keuntungan dari teknik ini, diantaranya adalah: aplikasi yang relatif
mudah, memiliki potensi untuk live saving, relatif aman, tidak mahal, cepat, dapat
dilakukan oleh operator yang memiliki kemampuan rata-rata, dapat dikerjakan pada
kondisi dengan suber daya yang terbatas, dan memiliki kapasitas untuk
mempertahankan uterus maupun fertilitas. Hingga saat ini belum ada dilaporkan

107
kejadian mortalitas yang berhubungan dengan teknik penjahitan ini. Tujuan dari
penjahitan ini adalah untuk melakukan kompresi vascular secara vertical da kontinyu.
Metode dari prosedur ini adalah:
1. Prosedur ini diasumsikan pada operator yang right-handed. Operator berdiri
pada sisi kanan pasien.
2. Melakukan tes untuk mengetahui apakah prosedur ini efektif atau tidak dengan
melalukan kompresi bimanual setelah dilakukan laparotomi. Bila perdarahan
berhenti, maka teknik ini juga dapat mengehentikan perdarahan.
3. Teknik penjahitan jika terdapat luka histerotomi
a. Jahitan pertama terletak 3 cm di bawah insisi histerotomi masuk
kedalam kavum uterus kemudian keluar pada 3 cm diatas insisi, kira-
kira 4 cm dari tepi lateral uterus.

b. Benang kemidain dibawa ke bagian puncak uterus menuju dinding


posterior, benang kemudian ditarik hingga berada 4 cm di bawah
puncak uterus sehingga uterus menjadi terkompresi.
c. Pada bagian posterior uterus, benang masuk pada level insisi uterus
dilakukan. Asisten tetap melakukan kompresi secara manual. Hal ini
bertujuan agar operator dapat menarik benak tanpa ada jeda sehingga
dapat menghasilkan kompresi yang maksimum. Selain itu juga dapat
meminimalisir terjadinya benang terselip dan trauma uterus.

108
d. Benang ditarik kembali ke bagian fundus melalui dinding posterior,
kemudian turun pada dinding anterior kiri uterus, masuk ke dalam
kavum uteri sehingga keluar pada posisi yang sejajar dengan tempat
masuknya benang pada sisi kanan. Asisten dapat melepas kompresi
manual setelah dipastikan benang tidak ada yang terselip. Kedua ujung
benang kemudian dilakukan simpul dengan menggunakan simpul
double throw setelah insisi pada segmen bawah rahim dijahit.

e. Penyimpulan kedua ujung benang dapat dilakukan sebelum ataupun


sesudah menutup insisi, namun perlu dipastikan bahwa sudut dari insisi
pada histerotomi sudah terjahit dan tidak ada lagi titik perdarahan yang
timbul. Uterus akan mengalami proses involuntary maksimal pada
minggu pertama setelah persalinan, maka kemungkinan tegangan
jahitan pada uterus akan menurun setelah 24-48 jam, namun, bila ini
terjadi, maka faal hemostasis telah tercapai, asisten dpat
memastikannya dengan melalukan pemeriksaan swab vagina dan
memastikan tidak adanya perdarahan.
4. Teknik penjahitan setalah persalinan pervaginam
Jika laparotomi dibutuhkan untuk penanganan atonia uterus, maka
perlu dilakukan tindakan histerotomi terlebih dahulu sebelum melakukan
teknik penjahitan B-lynch. Apabila teknik ini dilakukan tanpa didahului

109
histerotomi, dapat mengakibatkan terjadinya obliterasi dari lumen serviks dan
atau uterus, yang dapat berkembang menjadi pyometra, dan morbiditas.
Histerotomi dapat memberikan kita kesempatan untuk mengeksplorasi kavum
uterus dan mengeluarkan gumpalan darah, produk hasil konsepsi, serta
plasenta yang letaknya abnormal. Histerotomi juga memungkinkan membuat
jahitan menjadi lebih tepat, dan juga komresi yang terjadi pada uterus lebih
maksimal.
5. Teknik penjahitan pada kasus plasentasi abnormal.
Teknik penjahitan B-Lynch mungkin menguntungkan pada kasus
plasenta perkreta, akreta, dan inkreta. Sedangkan pada pasien dengan plasenta
previa dapat digunakan simpul figure of eight pada segmen bawah rahim
anterior, posterior, ataupun keduanya. Namun bila perdarahan belum juga
terkontrol, dapat digunakan teknik penjahitan B-lynch sebagai tambahan.

Histerektomi Obstetri
Histerektomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi kelainan
atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita. Namun,
tindakan ini sangat berpengaruh terhadap sistem reproduksi wanita. Diangkatnya
rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur akan mengakibatkan
perubahan pada sistem reproduksi wanita, seperti tidak bisa hamil, haid, dan
perubahan hormon.
Histerektomi obstetri merupakan tindakan pengangkatan uterus saat sedang
hamil ataupun baru saja hamil. Pada beberapa kasus dan biasanya pada kasus dengan
penyulit perdarahan obstetri yang parah, tindakan histerektomi pasca partum mungkin
dapat menyelamatkan nyawa. Operasi dapat dilakukan dengan laparotomi setelah
proses persalinan pervaginam, atau dilakukan bersamaan dengan operasi sesar.
Sebagian besar histerektomi peripartum dilakukan untuk menghentikan perdarahan
akibat atonia uterus yang tak teratasi dan bertujuan untuk menyelamatan nyawa
sehingga prosedur ini harus dikuasai oleh seluruh konsultan obstetri. Namun tindakan
histerektomi peripartum yang sifatnya emergensi perlu diperhatikan karena dapat
meningkatkan morbiditas akibat mudahnya terjadi trauma pada kandung kemih,
ureter, rectum, dan juga meningkatkan kemungkinan untuk dilakukan operasi
kembali. Beberapa indikasi untuk melakukan tindakan peripartum histerektomi

110
emergensi adalah perdarahan post partum yang disebabkan oleh adanya rupture uteri,
plasentasi yang abnormal, dan atonia.
Secara lengkap, ada beberapa indikasi dilakukannya histerektomi obstetri,
diantaranya adalah:
1. Indikasi emergensi: indikasi emergensi yang terbanyak adalah perdarahan post
partum yang disebabkan oleh atonia uteri. Berikutnya diikuti oleh rupture uteri
baik secara spontan ataupun pada trauma. Indikasi lainnya meliputi kehamilan
ektopik (kornu, intramural, serviks, divertikular), penyebaran hematom pelvis,
gangguan atau kelainan pada plasenta (arkreta, inkreta, perkreta, komplikasi
plasenta previa, dan komplikasi solusio plasenta), inversion uterus, dan sepsis
(korioamnionitis, myometrial sepsis)
2. Indikasi non emergensi: kehamilan yang disertai gangguan ginekologi seperti
leimioma, neoplasia intraepithelial serviks, dan keganasan ovarium.
3. Kasus elektif: luka bekas operasi sesar sebelumnya, kelainan ginekologi
lainnya (endometriosis sebelumnya, penyakit radang panggul, menstruasi yang
abnormal, dan adhesi pelvis)
4. Permintaan pasien untuk strerilisasi dengan histerektomi.
Pada kehamilan, terdapat beberapa perubahan anatomi dan fisiologi yang
dapat meningkatkan kemungkinan untuk timbulnya masalah intraoperatif. Uterus
menjadi lebih besar dan pembuluh darah pelvis juga membesar. Jaringan pelvis
menjadi edema dan menjadi lebih rapuh jika dibandingkan dengan pasien yang tidak
hamil. Perhatian lebih harus diberikan kepada pembuluh darah yang melayani uterus.
Pada saat tindakan harus disediakan klem dalam jumlah yang cukup untuk
mengantisipasi perdarahan. Uterus yang tebal akan lebih sulit untuk dimanipulasi.
Kandung kemih juga mengalami perubahan, dimana dindingnya menjadi edema dan
lebih rapuh, yang mungkin akan mengalami trauma saat melakukan deseksi tumpul.
Apabila terjadi trauma pada kandung kemih, akan sangat sulit untuk dideteksi, dapat
digunakan cairan berwarna yang dimasukkan ke dalam kandung kemih, kemudian di
evaluasi apakah terdapat cairan yang keluar. Ureter pada pasien hamil juga
mengalami dilatasi, begitu pula halnya dengan vagina yang dindingnya menjadi
semakin rapuh dan edema. Sehingga pada histerektomi obstetri perlu ketelitian untuk
memastikan proses hemostasis tidak ada masalah, serta prosedur aseptik untuk
mengurangi komplikasi infeksi.
Adapun beberapa teknik histerektomi obstetric adalah:

111
1. The original porro hysterectomy: setelah melahirkan bayi seberat 3300 gram
melalui dan dan setelah mengeluarkan plasenta terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol dengan jahitan, sehingga dilakukanlah histerektomi. Dengan
menggunakan konstriktor cintrat, porro berhasil mengeluarkan uterus.
2. Contemporary tourniquet method: pada sebagian operator, tindakan ini masih
digunakan, dengan menggunakan tourniquet pada segmen bawah rahim untuk
mempertahankan homeostasis. Dengan menggunakan klem Kelly pada setiap
sisi dibawah insisi uterus. Kemudian dilakukan tourniquet dan diamankan
dengan klem ochsner. Toeniquet membantu menghentikan perdarahan yang
berasal dari pembuluh darah uterus, namun tidak untuk pembuluh darah
ovarium.
3. Delayed ligation technique: pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953 oleh
Dyer dan kolega. Teknik ini telah mengalami berbagai modifikasi hingga saat
ini. Prinsip yang digunakan pada teknik ini adalah menghentikan aliran darah
yang melayani uterus dengan memasang klem pada setiap pembuluh darah,
sehingga dapat mencapai hemostasis dengan cepat. Teknik ini juga dapat
digunakan pada kasus non emergensi dan kasus elektif serta beberapa kasus
emergensi.
4. Concurrent Ligation Technique: teknik ini lebih sering digunakan pada
tindakan histerektomi ginekologi. Teknik ini utamanya digunakan jika
terdapat hematoma atau tumor yang mengaburkan anatomi

Komplikasi dari tindakan histerektomi obstetri harus dapat dinilai dengan


memisahkan komplikasi langsung dari tindakan operatif atau akibat dari penyakitnya.
Komplikasi semakin meningkat jika tindakan ini dilakukan dalam keadaan emergensi.
Komplikasi dari tindakan operasi yang tersering adalah perdarahan dan trauma traktus
urinary. Penyebab utama terjadinya perdarahan adalah kurangnya pengawasan
terhadap pembuluh darah uterus maupun cabangnya. Sedangkan trauma pada traktus
urinanri biasanya tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut jika segera dideteksi dan
dilakukan reparasi. Untuk komplikasi post operasi, perdarahan dan infeksi yang
paling banyak dilaporkan. Infeksi yang paling banyak adalah selulitis vagina, infeksi
pada insisi abdomen, dan infeksi saluran kemih.

REFERENSI

112
1. B-Lynch: Jurnal (terlampir), buku operative obstetrics (Larry C Gilstrap) Halaman
415-417, Te linde 10 th, section VII chapter 35A
2. Ligasi Arteri: Te linde 10 th, section VII chapter 35A, buku operative obstetrics
(Larry C Gilstrap) Halaman 409-411, Jurnal (terlampir)
3. Obstetrik Histerektomy: buku operative obstetrics (Larry C Gilstrap) Halaman 275-
291, Te linde 10 th, section VII chapter 35A

113

Anda mungkin juga menyukai