Anda di halaman 1dari 207

1.

Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal Fisiologis

a. Pelayanan Kehamilan
Pelayanan kehamilan atau antenatal care adalah pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan, yang dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Masa
kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Masa kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu:
 Kehamilan trimester pertama (0-12minggu)
 Kehamilan trimester kedua (12-28minggu)
 Kehamilan trimester ketiga (28-40minggu)
Kebijakan program kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit 4 kali selama kehamilan
 Satu kali pada trimestes pertama
 Satu kali pada trimester kedua
 Dua kali pada trimester ketiga
Pengawasan antenatal care bertujuan untuk :
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin, penyulit yang
terdapat saat kehamilan, persalinan dan nifas
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan,
persalinan dan kala nifas.
3. Memberi nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga
berencana
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
Standar pelayanan antenatal minimal “ 7T ” yang terdiri atas :
1. Timbang berat badan
Ukur berat bada dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakain yang
seringan ringan .berat badan kurang dari 54 kg pada trimester 3
dinyatakan ibu kurus, kemungkinan melahirkan bayi denga berat
badan lahir rendah.
2. Ukur tekanan darah
Untuk mengetahui setiap kenaikan, tekanan darah pada kehamilan, dan
mengenali tanda tanda serta gejala pre eklamsia lainnya.serta
mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya
3. Ukur tinggi fundus uteri
Pemeriksaan abdominal secara seksama dan lakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah
memeriksa posisi, bagia terendah janin, kedalam rongga panggul,
untuk mencari kelainan serta melkukan rujukan tepat waktu
4. Pemberian imunisasi TT ( tetanus toksoid ) lengkap
Untuk mencegah tetanus neonatorum
5. Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
6. Test terhadap penyakit menular sexsual
Melakukan pemantaun terhadap adnya PMS agar perkemabangan
janin berlngsung normal
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Memberikan saran yang tepat pada ibu hamil , suami serta
keluarganya tentang tanda- tanda resiko kehamilan

b. Pelayanan Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam
tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002)
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I
dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala
pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin
di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala
uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV
mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala
tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani;
dkk, 2011)

 Kala I (Kala Pembukaan)


Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena
serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya
pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-
pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I persalinan
dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks,
hingga mencapai pembukaan lengkap ( 10 cm )

Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase yaitu


1. Fase laten
Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat
dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung dalam 7-8 jam.
2. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama
6 jam dan dibagi dalam 3 subfase.
o Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam,
pembukaan menjadi 4 cm.
o Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam,
pembukaan berlangsung
cepat menjadi 9 cm.
o Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam
pembukaan jadi 10 cm atau lengkap
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi
uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan
bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman,
diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan
pembukaan multigravida 2 cm/ jam.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium
uteri internum akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks
akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum
sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi
dalam waktu yang sama.

 Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara
berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.
Tanda dan gejala kala II
 His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.
 Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
 Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum
dan/atau vagina.
 Perineum terlihat menonjol.
 Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
 Peningkatan pengeluaran lendir dan darah
 Kala III (Kala uri )
Kala III persalinan dimulai setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya
plasenta ( ± 30 menit ) setelah bayi lahir, uterus teraba keras dan
fundus uteri sepusat. Beberapa menit kemudian uetrus berkontraksi
lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan plasenta keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri (dorsokranial)
Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran aktif plasenta ) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Tanda tanda
pelepasan plasenta:
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, Setelah bayi lahir
dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah peer atau
alvokat dan fundus berada diatas pusat.
 Tali pusat memanjang, tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva
 Semburan darah mendadak dan singkat, darah yang terkumpul
di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya
maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Manajemen aktif kala III
1. Pemberian oksitosin
2. Penegangan tali pusat terkendali
3. Masase fundus uteri
 Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV :
1. Tingkat kesadaran.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan
pernapasan.
3. Kontraksi uterus.
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 samapai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV


 Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus,
untuk merangsang uterus berkontraksi.
 Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang antara pusat dan fundus uteri.
 Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
 Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah
ada laserasi atau episiotomi).
 Evaluasi kondisi ibu secara umum.
 Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV
persalinan di halaman belakang partograf segera setelah
asuhan diberikan atau setelah penilaian di lakukan.

c. Pelayanan nifas
Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan akan pulih dalam 3 bulan. Masa nifas atau post partum
disebut juga puerperium yang erasal dari bahasa latin yaitu dari kata
"puer" yang artinya bayi dan "Parous" berarti melahirkan. Nifas yaitu
darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan.
Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40
hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai
tanda-tanda kelahiran).
Tahapan dalam Masa Nifas
 Puerperium Dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam
post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
bediri dan berjalan-jalan.
 Puerperium Intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari
post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu.
 Remote Puerperium (Later puerperium) : waktu 1-6 minggu
post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi. waktu untuk sehat bisa berminggu-
minggu, bulan dan tahun.

Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas


 Mendukung dan memantau kesehatan fisik ibu dan bayi
 Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial
serta memberikan semangat pada ibu
 Membantu ibu dalam menyusui bayinya
 Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu
 Sebagai promotor hubungan antar ibu dan bayi serta keluarga
 Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan
rasa nyaman
 Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam
perannya sebagai orang tua
 Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang
berkaitan dengan ibu dan anak serta mampu melakukan
kegiatan administrasi
 Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
 Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai
cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang
aman.
 Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan
bayi selama periode nifas.
 memberikan asuhan secara professional.

 Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara
berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.
Tanda dan gejala kala II
 His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.
 Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
 Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum
dan/atau vagina.
 Perineum terlihat menonjol.
 Vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
 Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

 Kala III (Kala uri )


Kala III persalinan dimulai setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya
plasenta ( ± 30 menit ) setelah bayi lahir, uterus teraba keras dan
fundus uteri sepusat. Beberapa menit kemudian uetrus berkontraksi
lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan plasenta keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri (dorsokranial)
Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran aktif plasenta ) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Tanda tanda
pelepasan plasenta:
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, Setelah bayi lahir
dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah peer atau
alvokat dan fundus berada diatas pusat.
 Tali pusat memanjang, tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva
 Semburan darah mendadak dan singkat, darah yang terkumpul
di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya
maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Manajemen aktif kala III
4. Pemberian oksitosin
5. Penegangan tali pusat terkendali
6. Masase fundus uteri
 Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV :
5. Tingkat kesadaran.
6. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan
pernapasan.
7. Kontraksi uterus.
8. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 samapai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV


 Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus,
untuk merangsang uterus berkontraksi.
 Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang antara pusat dan fundus uteri.
 Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
 Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah
ada laserasi atau episiotomi).
 Evaluasi kondisi ibu secara umum.
 Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV
persalinan di halaman belakang partograf segera setelah
asuhan diberikan atau setelah penilaian di lakukan.

d. Pelayanan nifas
Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan akan pulih dalam 3 bulan. Masa nifas atau post partum
disebut juga puerperium yang erasal dari bahasa latin yaitu dari kata
"puer" yang artinya bayi dan "Parous" berarti melahirkan. Nifas yaitu
darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan.
Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40
hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai
tanda-tanda kelahiran).
Tahapan dalam Masa Nifas
 Puerperium Dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam
post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
bediri dan berjalan-jalan.
 Puerperium Intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari
post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu.
 Remote Puerperium (Later puerperium) : waktu 1-6 minggu
post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi. waktu untuk sehat bisa berminggu-
minggu, bulan dan tahun.
Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
 Mendukung dan memantau kesehatan fisik ibu dan bayi
 Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial
serta memberikan semangat pada ibu
 Membantu ibu dalam menyusui bayinya
 Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu
 Sebagai promotor hubungan antar ibu dan bayi serta keluarga
 Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan
rasa nyaman
 Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam
perannya sebagai orang tua
 Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang
berkaitan dengan ibu dan anak serta mampu melakukan
kegiatan administrasi
 Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
 Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai
cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang
aman.
 Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan
bayi selama periode nifas.
 memberikan asuhan secara professional.

Kebijakan Program Pemerintah dalam Asuhan Masa Nifas


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi
dan menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan dalam
masa nifas antara lain:
Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)
 Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
 Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan,
rujuk bila perdarah berlanjut
 Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
 Pemberian ASI awal, 1 jam setelah Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) berhasil dilakukan
 Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermia.

Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)


 Memastikan involusi uteris berjalan normal uterus
berkontraksi fundus dibawah umbilikus, tidak ada
perdaran abnormal, tidak ada bau
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit pada bagian
payudara ibu
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada
bayi tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.
Kunjungan 3 (2 minggu setelah persalinan
 Memastikan involusi uteris berjalan normal uterus
berkontraksi fundus dibawah umbilikus, tidak ada
perdaran abnormal, tidak ada bau
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan cairan
dan istirahat
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada
bayi tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.
Kunjungan 4 (6 minggu setelah persalinan)
 Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia atau
bayi alami
 Memberikan konseling untuk menggunakan KB secara
dini.

e. Asuhan bayi baru lahir


Prinsip dasar
Pelayanan kesehatan neonatal harus di mulai sebelum bayi dilahirkan,
melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai
bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor
yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti
gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antara persalinan dan buruknya
hygiene. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan
prenatal yang memadai dan penanggualangannya
faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal yang meliputi:
 Perdarahan
 Hipertensi
 Infeksi
 Kelahiran preterm/ bayi berat lahir rendah
 Asfiksia dan
 Hipotermia.

← Penilaian klinik
← Tujuannya adalah mengetahui derajat vitalitas dan mengukur
reaksi bayi terhadap tindakan resusitasi. Derajat vitalitas bayi adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan
kompleks untuk berlangsungnya kelangsungan hidup bayi seperti
pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflex-refleks
primitive seperti menghisap dan mencari putting susu.

← Penanganan bayi baru lahir:
 Membersihkan jalan nafas
 Memotong dan merawat tali pusat
 Mempertahankan suhu tubuh
 Identifikasi
 Pencegahan infeksi
 Penilaian bayi untuk tanda-tanda kegawatan
Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu
atau beberapa tanda-tanda berikut:
 Sesak nafas
 Frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali/menit
 Gerak retraksi di dada
 Malam minum
 Panas atau suhu tubuh bayi rendah
 Kurang aktif
 Berat lahIr rendah (1500-2500) dengan kesulitan minum
Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih
tanda-tanda berikut
 Sulit minum
 Sianosis sentral (lidah biru)
 Perut kembung
 Periode apnue
 Kejang/periode kejang-kejang kecil
 Merintih
 Perdarahan
 Sangat kuning
 Berat badan lahir < 1500 gram.
II. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan resiko tinggi
 Masa antenatal
a. Perdarahan pada kehamilan muda
1. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram (Wiknjosastro, 2010).
Proses Abortus dapat dibagi atas 4 tahap :
1.1 Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih
dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai
kontraksi, serviks masih tertutup Jika janin masih hidup, umumnya dapat
bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika terjadi
kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat
gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin. Jika sarana terbatas,
pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba didengarkan
dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera
ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan.
Penatalaksanaan:
 Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan
rangsang mekanik berkurang.
 Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien
tidak panas dan tiap empat jam bila pasien panas.
 Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif mungkin janin
sudah mati. Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
 Berikan obat penguat kehamilan.
1.2. Abortus Insipien
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam
uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama
makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Penatalaksanaan :
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret
tajam. Suntikkan ergometrin 1 amp intramuskular.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam ringer laktat 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan
sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
 Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.

← 1.3. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka,
sebagian jaringan keluar.
Penatalaksanaan :
 Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan ringer
laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
 Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuskular
 Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
 Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

1.4. Abortus Komplit


Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh
jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah
menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus. Diagnosis komplet
ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.

Penatalaksanaan :
 Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5
hari.
 Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfusi darah.
 Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
 Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.

Diagnostik
Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak
gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat
penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
Prinsip:
 Wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam
abnormal harus selalu dipertimbangkan kemungkinan
adanya kehamilan.
 Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital,
sistematik. JIKA keadaan umum buruk lakukan resusitasi
dan stabilisasi segera.
 Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen.
Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari
dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah
mengalir keluar dari ostium. Jika diperlukan, ambil darah /
cairan / jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil
sediaan sebelum pemeriksaan vaginal touche).
 Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan
besar dan letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari
pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam ostium dengan
mudah / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi
serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium
diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya.
 Pemeriksaan penunjang : Tes kehamilan: positif bila janin
masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
 Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah
janin masih hidup.
 Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

Penatalaksanaan :
Teknik pengeluaran sisa abortus:
 Pengeluaran jaringan pada abortus : setelah serviks terbuka
(primer maupun dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat
dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
 Sonde uterus, menentukan posisi dan ukuran uterus.
 Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar
90o untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan
tersebut.
 Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok
terbesar yang bisa masuk.
 Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua denganeksplorasi jari
maupun kuret.
Pertimbangan: Kehamilan usia lebih dari 12 minggu sebaiknya
diselesaikan dengan prostaglandin (misoprostol intravaginal)
atau infus oksitosin dosis tinggi (20-50 U/drip). Kini dengan alat
hisap dan kanul plastik dapat dikeluarkan jaringan konsepsi
dengan trauma minimal, terutama misalnya pada kasus abortus
mola. Jaringan konsepsi dikirim untuk pemeriksaan patologi
anatomi, agar dapat diidentifikasi kelainan villi.
Bahaya/komplikasi yang dapat terjadi pasca mola adalah
keganasan (penyakit trofoblastik gestasional ganas / PTG).

2. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endimetrium kavum uteri.
Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada disaluran telur (tuba Fallopii).
Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang
sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga
embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan
tumbuh di luar rongga rahim.
a. Tanda-Tanda (Gambaran Klinik)
Gambaran klinik kehamilantuba yang belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan
dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada
umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan
mungkin merasa nyeri sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa
dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar danb lembek
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung
hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
Pada pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan
ini apakah intrauterin atau kehamilan ektopik. Untuk itu setiap ibu yang
memeriksakan kehamilan mudanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.
Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak
seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada
satu sisi, tetapi setelah darah masuk kedalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar kebagian tengah atau keseluruh perut bawah. Darah dalam rongga
perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan
bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehailan
ektopik yang terganggu. Amenorea juga merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya
ada amenorea, karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa
langsung terjadi beberapa saat setelah terjadi nidasi pada saluran tuba yang
kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung
pertumbuhan mudigah selanjutnya.
Penatalaksaanaan
 Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama
ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1.
salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan
pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis
kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada
tuba.

3. Mola hidatidosa
a. Defenisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.
b. Patofisiologi
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan
jernih merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi
seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang – kadang ditemukan
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias juga terjadi kehamilan
ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola
hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil
sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm.
c. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat
menyebabkan antara lain :
 Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
 Imunoselektif dari Tropoblast.
 Keadaan sosioekonomi yang rendah.
 Paritas tinggi.
 Kekurangan protein.
 Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

d. Gejala klinis
 Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan.
 Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
 Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan
usia kehamilan.
 Tirotoksikosis
 Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballotement.
 Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat.
 Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24.
 Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa
pasti.

e. Diagnosis klinis
 Berdasarkan anamnesis
 Pemeriksaan fisik
Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang
disebut muka mola (mola face)
Palpasi :
 Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan, teraba lembek.
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan
gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
 Memastikan besarnya uterus
 Uterus terasa lembek
 Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
 Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi
maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan
positif setelah titrasi (pengeceran) :

Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa


 Radiologik
 Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin.
 USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran
seperti badai salju.
 Uji Sonde (cara Acosta-sison) tidak rutin dikerjakan. Biasanya
dilakukan sebagai tindakan awal curretage.
 Histopatologik
 Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab.
Patologi Anatomi.

f. Diagnosa Banding
 Kehamilan ganda
 Abortus iminens
 Hidramnion
 Kario Karsinoma

g. Komplikasi
 Perdarahan yang hebat sampai syok.
 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia.
 Infeksi sekunder
 Perforasi karena tindakan atau keganasan

h. Penatalaksanaan
 Evakuasi
 Perbaiki keadaan umum.
 Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau
kuret isap
 Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
 Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan
ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
 Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih.

b. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan


1. Plasenta previa
Pengertian
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir ( ostium uteri internum ).
Klasifikasi:
 Plasenta previa totalis : plasenta yang seluruhnya menutupi
ostium uteri internum
 Plasenta previa lateralis : plasenta yang sebagian menutupi
ostium uteri internum
 Plasenta previa marginalis : plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum
 Plasenta letak rendah : plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan berada pada jarak kurang dari 2 cm
ostium uteri internum
Tanda dan Gejala:
 Waktu terjadinya pada saat hamil
 Warna merah segar
 Perdarahan berulang
 Adanya anemia
 Perdaraan tanpa disertai rasa nyeri
 Timbulnya perlahan – lahan
 His tidak ada
 Rasa tidak tegang pada saat palpasi
 Denyut jantung janin ada
 Teraba jaringan plasenta pada saat periksa dalam
 Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
Penyebab
 Vaskularisasi desidua yang tidak memadai sebagai akibat
dari proses radang atau atrofi
 Mioma Uteri
 Paritas tinggi
 Usia lanjut

 Peradangan rahim sebagai akibat dari bekas sectio cesarea,


kerokan, miomektomi, kuretase yang berulang
 Ada riwayat plasenta previa sebelumnya
 Kehamilan ganda
 Terjadinya radang panggul
 Kelainan bawaan rahim
Diagnosis
 Anamnesis : adanya perdarahan pervaginam pada
kehamilan lebih dari 20 minggu dan berlangsung tanpa
sebab
 Pemeriksaan luar : sering diketemukan kelainan letak,
bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu aas
panggul
 Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum
 USG : untuk menentukan letak plasenta
Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan
langsung melalui canalis servicalis tetapi pemeriksaan ini
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perarahan
yang banyak. Oleh karena itu,harus dilakukan diatas meja
operasi.

Penatalaksanaan
 Penanganan konservatif bila :
Kehamilan < 37 minggu
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (hb dalam batas
normal)
Bila tempat tinggal klien dekat dengan rumah sakit, dapat
ditempuh dalam waku 15 meni Therapi berupa :
 Istirahat baring, hematinik, spasmolitik
 Antibiotika (atas indikasi)
 Laboratorium : HB, hemtokrit, USG
 Bila dalam 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah
menggunakan perawatan konservatif maka lakukan
mobilisasi secara bertahap. Pasien dipulangkan bila
tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan
segera ke rumah sakit dan tidak boleh senggma

 Penanganan aktif bila


 Perdarahan banyak tanpa melihat usia kehamilan
 UK > 37 minggu
 Anak mati
Therapi berupa :
 Persalinan per-vaginam
Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan
langsung melalui canalis servicalis tetapi pemeriksaan ini
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perarahan yang
banyak. Oleh karena itu,harus dilakukan diatas meja operasi.

Penatalaksanaan
 Penanganan konservatif bila :
Kehamilan < 37 minggu
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (hb dalam batas
normal)
Bila tempat tinggal klien dekat dengan rumah sakit, dapat
ditempuh dalam waku 15 menit
Therapi berupa :
 Istirahat baring, hematinik, spasmolitik
 Antibiotika (atas indikasi)
 Laboratorium : HB, hemtokrit, USG
 Bila dalam 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah menggunakan
perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi secara
bertahap.Pasien dipulangkan bilaq tetap tidak ada perdarahan.
Bila timbul perdarahan segera ke rumah sakit dan tidak boleh
senggma
Penanganan aktif bila
 Perdarahan banyak tanpa melihat usia kehamilan
 UK > 37 minggu
 Anak mati
Therapi berupa :
 Persalinan per-vaginam
 Persalinan per-abdominal

2. Solutio plasenta
Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal sebelum
waktunya, yakni sebelum anak lahir.

Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut :


 Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang
menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar
biasanya kurang dari 250ml. Gejala perdarahan sukar dibedakan
dari plasenta previa kecuali dari warna darah yang kehitaman.
Komplikasi ibu dan janin belum ada.
 Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang sudah terlepas telah melebihi 25%, tetapi
belum mencapai 50%. Jumlah darah yang keluar melebihi
250ml tetapi belum 1000ml. Gejala dan tanda-tanda sudah
jelasseperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut
jantung janin menjadi cepat, takikardi.
 Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah
darah yang keluar sudah melebihi 1000 ml. Gejala dan tanda-
tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk seperti
syok, dan janinnya beresiko meninggal. Komplikasi
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai oleh oligouri
biasanya telah ada.

Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui
dengan jelas. Beberapa hal dibawah ini diduga merupakan
penyebab kejadian solusio plasenta, antara lain sebagai berikut:
 Riwayat solusio plasenta
 Ketuban pecah preterm/korioamnionitis
 Hipertensi kronik
 Sindroma preeklamsia
 Tali pusat yang pendek
 Trauma
 Mioma dibelakang plasenta
Gejala
Beberapa gejala dari solusio plasenta adalah sebagai berikut :
 Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
 Anemia dan syok, beratnya anemia dan syok sering tidak
sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
 Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang,
karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul
dibelakang plasenta hingga rahim teregang.
 Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras
 Fundus uteri makin lama makin naik
 Bunyi jantung biasanya tidak ada
 Sering terjadinya proteinurea karena disertai pre eklamsi

Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta
yang terus berlangsungsehingga menimbulkan akibat pada ibu
seperti :
Anemia
 Syok hipovolemik
 Insufisiensi fungsi plasenta
 Gangguan pembekuan darah
 Gagal ginjal mendadak
Sedangkan komplikasi pada janin adalah sebagai berikut :
 Kematian janin
 Kelahiran premature
 Kematian perinatal
Penatalaksanaan
 Tindakan gawat darurat : Pemasangan infus dan
mempersiapkan tranfusi
 Persalianan per vaginam : persalinan pervaginam dapat
dilakukan jika derajat separasi tidak terlampau luas dan atau
kondisi ibu dan janin baik
 Seksio sesar : indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu
dan janin. Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan
diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan
dilatasi 3-4cm kejadian solusio plasenta pada nulipara)

3. Ruptur uteri
Pengertian
Ruptur uteri adalah keadaan robekan pada rahim di dimana telah
terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritonium.

Tanda dan gejala


 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak
 Penghentian kontraksi uterus disertai dengan hilangnya rasa nyeri
 Perdarahan vaginam
 Syok, denyut nadi meningkat, TD menurun dan nafas sesak
(pendek)
 Perkembangan persalinan menurun
 Kemungkinan terjadi muntah
 Nyeri tekan menungkat diseluruh abdomen

Klasifikasi
Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut :
Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil :
 Pembedahan pada miometrium : seksio sesaria atau
histerotomi, histerorafia, miomektomi yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua
uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
 Trauma uterus koinsidental : instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul, atau tajam
seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan
sebelumnya.
 Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born)
yang tidak berkembang.
Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan
 Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus-
menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk
merangsang persalianan, instilasi cairan kedalam kantong
gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik
atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan
intrauterin, trauma luar tumpil atau tajam, versi luar,
pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan
kehamilan ganda.

 Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam


yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin, yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim,
tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam
melakukan manual plasenta.
 Cacat rahim yang didapat ; plasenta inkreta atau perkreta,
neoplasia, neoplasia
trofoblas gestasional, adeniomiosis, retroversio uterus gravidus
inkarserata.

Etiologi
Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah
ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan
pada rahim yang masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang
telah diseksio sesaria pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada
uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalianan
dirangsang dengan oksitosin atau sejenis.

Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat
infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptur
uteri. Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat
infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam
waktu yang cepat digantikan dengan tranfusi darah segar. Infeksi
berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana rupter uteri
telah terjadi sebelum tiba dirumah sakit dan telah mengalami
berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang.

Penanganan
Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan prevention is
better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh
setiap pengelola persalinan di manapun persalinan itu
berlangsung. Pasien risiko tingi haruslah dirujuk agar
persalinannya berlangsungdalam rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh
petugas berpengalaman. Bila telah terjadi ruptur uteri tindakan
terpuilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika
yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan tranfusi darah
yang banyak, tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika
spekktrum luas, dan sebagainya. Jarang sekali bisa dilakukan
histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi dan
pasiennya belum punya anak hidup.

4. Perdarahan pasca persalinan


Atonia uteri
Pengertian
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800
cc/menit. Jika uterus tidak berkontrkasi dengan segera setelah
kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan
Menurut JNPK-KR (2008) Atonia uteri adalah suatu kondisi
dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi
maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali.
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus otot/kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir (Prawirohardjo, 2010)

Tanda-tanda
 Setelah 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massase)
uterus tidak berkontrkasi
 Tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek, melebar, tidak bereaksi terhadap rangsangan
 Bila uterus diangkat, jatuh kembali secara bebas
 Saat plasenta belum lepas tidak ada perdarahan, setelah plasenta
lepas perdarahan banyak (>500-1000cc)
 Ibu merasa pusing, lemas, pandangan gelap, mual/muntah,
keringat banyak, menggigil, mengantuk/menguap.

Penyebab
 Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar.
 Kala I dan/atau II yang memanjang
 Persalinan cepat (partus presipitatus)
 Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
 Infeksi intrapartum
 Multiparitas tinggi
 Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklampsia/eklampsi
 Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun
 Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim
 Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
 Jarak kehamilan < 2 tahun

Akibat
 Syok
 Kematian ibu, karena atonia uteri menjadi penyebab > 90%
perdarahan pascapersalinan
Penanganan
 Petugas medis melakukan penanganan atonia uteri dengan
langkah pertama menyuntikkan metilergometrin 1 amp secara
intramuscular serta melakukan massase uterus selama 10 menit.
 Petugas medis melakukan penilaiaan kontraksi uterus dan
mengamati perdarahan. Jika perdarahan tetap berlanjut
dilanjutkan dengan resusitasi cairan.

 Petugas medis memasang infus dua jalur, masing-masing flabot


ditambah dengan 1 amp oksitosin, dan 1 ampu metilergometrin,
tetesan loss (guyur). Flabot habis dalam waktu 7 menit.

Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan:


ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan
ekstraksi, dekapitasi, perforasi dan kranioklasi terutama kalau
dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. (UNPAD,
1984:219)

Apabila serviks kaku dan his huat, serviks uteri mengalami


tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju.
Akibat tekanan kuat dan lam ialah pelepasan sebagian serviks atau
pelepasan serviks secara sirkuler. (Sarwono, 2005:668)

Diagnosis

Perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik


harus memaksa kita untuk memeriksa cervix in spekulo. Sebagai
profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi
indikasi untuk pemeriksaan in spekulo. (UNPAD, 1984:220)
d. Komplikasi

Robekan serviks bias menimbulkan perdarahan banyak,


khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus
desendens dari arteri uterina. (Sarwono, 2005:411)

Robekan ini kalau tidak dijahit selain menimbulkan


perdarahan juga dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis dan
mungkin juga memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma
cervix. (UNPAD, 1984:219)

Kadang-kadang menimbulkan perdarah nifas yan lambat.

e. Terapi

Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar


dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat
dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka,
baru kemudian diadakan jahitan terus ke bawah. (Sarwono, 2005:668)

Robekan serviks harus dijahit kalau berdarah atau lebih besar


dari 1 cm. (UNPAD, 1984:220)

Pada robekan serviks yang berbentuk melingkar, diperiksa


dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika
belum lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari serviks; jika
yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks.
Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan. (Sarwono, 2005).

g. Tanda dan Gejala


1. Robekan jalan lahir

Tanda dan Gejala yang selalu ada :

Pendarahan segera

Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir

Uterus kontraksi baik

Plasenta baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada

 Pucat

 Lemah

 Menggigil

Penatalaksanaan

1. Penjahitan robekan servick

a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti


septik ke vagina dan serviks

b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak


dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin
dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat
tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk
robekan serviks yang tinggi dan lebar

c. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut


untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat

d. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu

e. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan


hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam
berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks.
Mungkin terdapat beberapa robekan.

f. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang


catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi
atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.

g. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.

h. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan
forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang
selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan
karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :

Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.

Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.


3. INVERSIO UTERI

a. PENGERTIAN

Inversio uteri merupakan kegawat daruratan pada kala III yang


dapat menimbulkan perdarahan. Inversio uteri adalah keadaan dimana
lapisan dalam uterus(endometrium) turun dan keluar ostium uteri
eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.

b. FAKTOR PENYEBAB

Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah


adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya
kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta
akreta, inkreta, perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah)
atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau
tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba(misalnya batuk atau
bersin). Selain tu melakukan traksi umbilicus pada pertolongan aktif
kala III dengan uterus yang masih atonia memungkinkan terjadinya
inversio uteri.

TANDA DAN GEJALA


 Syok karena kesakitan
 Perdarahan yang banyak bergumpal

 Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta


yang masih melekat
 Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila
kejadiaannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil
akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.

Penatalaksanaan

 Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan


atau darah pengganti dan pemberian obat

 MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum


dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas
masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan
masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat
dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.

 Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila


berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan
uteotonika lewat infus atau secara i.m tangan tetap dipertahankan
agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan

 Pemberian antibiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya

 Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras


menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka
dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan
histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi

dan nekrosis.
RETENSIO PLASENTA

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama


setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi
retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan
karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan
terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta
(satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan
tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).

Patofisiologi

Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara


perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada
masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan
memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit
oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas,
plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim
bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak
darah hilang. Penyebab retensio plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab


terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut
tuba), bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), dan
ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Gejala Separasi/ akreta parsial Plasenta inkarserata Plasenta akreta

Konsistensi Kenyal Keras Cukup


uterus

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk fundus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat


plasenta seluruhnya

Syok Sering jarang Jarang sekali

Tanda dan Gejala

Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul
yaitu tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan,
perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang
selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang
timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Penanganan Retensio Plasenta

Tentukan jenis retensio yang terjaid karena berkaitan dengan tindakan yang di
ambil.

Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes


permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per
rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik
yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum
uteri).

Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual


palsenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya
perforasi dan perdarahan.

Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.

Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g


supositoria/oral).

Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi,


syok neurogenik. Penatalaksanaan retensio plasenta

Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta seiknya


bidan harus
mengambi beberapa sikap dalam menghadapi kejadian retensio plasenta yaitu
:

Sikap umum bidan melakukan pengkajian data secara subyekitf dan obyektif
antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis, bagaimana
jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus uteri,
mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkaserata, melakukan tes
plasenta dengan metode kustner, metode klein, metode strastman,
metode manuaba, memasang infus dan memberikan cairan pengganti.

Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak
keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan tindakan manual
plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008).

PERSALINAN LAMA

 Pengertian
Persalinan lama adalah persalinan yang telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi dimana fase laten lebih dari 8 jam dan
dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf (Saifuddin,
2002). Sedang menurut Manuaba (1998) persalinan lama adalah
persalinan pada primigravida berlangsung lebih dari 18 – 20 jam dan
multigravida (kehamilan >1) lebih dari 12 -24 jam

 Etiologi
Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multi kompleks dan
bergantung pada pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan
yang baik dan penatalaksanaannya

Penanganan

a. Persalinan palsu / belum in partu (fase labour)

Periksa apakah ada infeksi saluran kemih, periksa apakah ketuban


pecah, bila didapatkan adanya infeksi, berikan obat secara
adekuat, bila tidak ada pasien boleh dirawat jalan.

Fase laten memanjang


Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten
berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada
nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Faktor-faktor yang
mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anastesia
regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
(misal tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka)
dan persalinan palsu. Istirahat atau stimulasi oksitosin sama
efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang
berkepanjangan. (Sarwono, 2008).

Fase aktif memanjang


Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan
serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya
penurunan janin dalam 1 jam . Prognosis persalinan yang berkepanjangan
dan macet cukup berbeda, sekitar 30 % ibu dengan persalinan
berkepanjangan mengalami disporposi sefalopelvik, sedangkan kelainan
ini didiagnosis pada 45% ibu yang mengalami gangguan kemacetan
persalinan. Faktor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan adalah sedasi berlebihan, anastesia regional, dan
malposisi janin. Yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan
adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk
persalinan yang macet tanpa CPD.

E. MALPRESENTASI DAN MALPOSISI


MAL
POSI
SI
a.
Peng
ertia
n
Malposisi merupakan posisi abnormal verteks kepala janin (dengan
oksiput sebagai titik acuan) terhadap panggul ibu. Malpresentasi
merupakan presentasi janin selain verteks.

Macam-macam

1). Posisi Oksiput Posterior

a). Etiologi

Janin : abnormal, besar, prematur, multipel

Uterus : abnormal, polihidramnion, tonus


uterus memburuk, abdomen pendulus,
ketuban pecah dini.
Pelvis : abnormal, disproporsi (pelvis
berkontraksi atau longgar) Ibu : multiparitas,
bekas robekan, plesenta previa. b). Penyebab

Keadaan dimana oksiput berada di arah posterior dari diameter


transversal pelvis dan satu bentuk kelainan putar paksi dalam
(internal rotation) pada proses persalinan. Pada letak belakang
biasanya ubun-ubun kecil akan memutar ke depan dengan sendirinya
dan janin akan lahir secara spontan. Kadang- kadang ubun-ubun kecil
tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang dan dinamakan
posisi oksipito oksiput posterior persistens.

c). Diagnosis

Pada pemeriksaan abdomen, perut agak membesar, bagian bawah


perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior, DJJ terdengar
disampingkepala menonjol diatas pintu atas panggul. Pada
pemeriksaan dalam, UUK teraba di belakang. Putar paksi terhalang
atau tidak terjadi, oksiput kearah sakrum, UUB dianterior akan mudah
diraba bila kepala defleksi.

d). Penanganan

Dalam menghadapi persalinan ubun-ubun kecil di belakang


sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan
harapan terjadinya persalinan secara spontan. Tindakan untuk
mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu
lama, atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Berikut beberapa
cara penangan khusus:
Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau denyut jantung janin
(DJJ) lebih dari 180 atau kurang dari 100 pada fase apapun,
lakukan seksio caesaria.

Jika ketuban utuh, pecahkan menggunakan pengait amnion atau klem


kokher.

Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda


obstruksi, lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.

 Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada


kemajuan pada fase pengeluaran, periksa kemungkinan adanya
obstruksi. Jika ada tanda obstruksi, akselerasi persalinan
dengan oksitosin.

Jika pembukaan lengkap dan jika:

 Kepala janin terasa 3/5 atau lebih di atas simfisis pubis


(pintu atas panggul) atau kepala di atas stasion (-2)
lakukan seksio caesaria.

 Kepala janin di antara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis


atau bagian terdepan kepala janin di antara stasion 0
dan -2 lakukan ekstraksi vacum atau seksio caesaria.

 Kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau


bagian terdepan dari kepala janin berada di stasiun 0,
lakukan ekstraksi vacum
e). Komplikasi

komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :

partus lama

laserasi jalan lahir

komplikasi yang dapat terjadi pada janin :

asfiksia

moulase hebat

mortalita
s tinggi f).
Prognosis

Jalannya persalinan pada posisi oksiput posterior sulit diramalkan


karena keungkinan adanya penyulit, umumnya berlansung lama,
kerusakan jalan lahir lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi.

2). Posisi Oksiput Transversal

a). Etiologi

faktor ibu (panggul sempit, multiparitas, vekas robekan, inersi


uteri)
faktor janin (janin kecil/mati, mikrosepalus, bentuk bundar)

b). Penyebab

karena adanya kemacetan pada panggul tengah dan biasanya


karena diameter panggul tangah yang tidaj memadai seperti
pada panggul android.

c). Diagnosis

denominator uuk

periksa dalam : sutura sagitalis melintang dengan uuk kanan dan


kiri

d). Penatalaksaan

 observasi/konservasi

 putar arah kedepan

jika berhasil lahir pervaginam dengan uuk didepan

jika tidak berhasil lahir UUK tranveralis dengan episiotomi


medoilateral dan anestesi blok pudendal serta ekstraksi
forsep/vakum

MALPRESE
NTASI a.
Pengertia
n

Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain


presentasi verteks.

Macam-macam

1). Presentasi Dahi

a). Etiologi

faktor ibu : (panggul sempit, multiparitas, perut gantung)

faktor janin: janin besar, janin mati, lilitan tali pusat

faktor uterus :plasenta previa, letak uretus yang miring, tumor


leher depan, spasma otot leher rahim

b). Penyebab

adanya ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih tinggi dari
sinsiput.

c). Diagnosis

pada pemeriksaan abdomen, kepala 3/5 di atas simpisis pubis.


Oksiput lebih tinggi dari sinsiput, tonjolan kepala sepihak dengan
punggung janin, DJJ sepihak dengan bagian kecil, dagu dan oksiput
mudah diraba pada pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior
dan orbita.

d). Penanganan

pada presentasi dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan


macet. Konversi spontan kearah presentasi verteks dan muka jarang
terjadi, khususnya jika janin mati atau kecil. Konversi spontan
biasanya jarang terjadi pada janin hidup dengan ukuran normal jika
ketuban telah pecah.

Jika janin kecil bisa lahir dengan spontan tanpa masalah

Jika janin hidup, lakukan sectio secaria

Jika janin mati dan pembukaan serviks:

 Tidak lengkap, lakukan seksio sesaria

 Lengkap, lakukan kraniotomi

 Jika tidak terampil melakukan kraniotomi, lakukan seksio sesaria.

e). Komplikasi

ibu : morbiditas meningkat, robekan perinium

janin : mortanitas meningkat 20%, moelase berat, kerusakan otak yang


reversible
f). Prognosis

Pada letak dahi yang bersifat sementara anak dapat lahir spontan
sebagai letak belakang kepala atau letak muka. Kalau letak dahi
menetap maka prognosa buruk kecuali kalau anak kecil. Janin besar
atau panggul sempit lahir dengan seksia sesarea karena rentang infeksi
dan partus lama.

2). Presentasi Muka

penyebab

adanya hiperekstensi kepala janin sehingga tidak teraba oksiput


maupun sinsiput pada pemeriksaan vagina.

Diagnosis

pada pemeriksaan abdomen, teraba lekukan antara oksiput dan


punggung, tonjolan kepala bertentangan letak dengan bagian kecil
(letak dada), auskultasi DJJ terdengan jelas pada bagian kecil antara
kepala dan tubuh terdapat sudut runcing.

Pada pemeriksaan vagina teraba dagu yang runcing, mulut dengan


gusi yang keras, puncak hidung dan pangkal hidung atau cekungan
orbita.

Penanganan
dagu berfungsi sebagai indikator posisi kepala. Dalam hal ini,
sangatlah penting untuk membedakan posisi dagu depan, di mana
dagu terletak di bagian depan pada rongga panggul ibu, dengan posisi
dagu belakang. Sering terjadi persalinan lama. Kepala bisa lahir
spontan apabila dagu anterior dan fleksi. Presentasi muka dengan
dagu posterior kepala tidak akan turun dan persalinan akan macet.

Posisi dagu anterior

 Jika pembukaan lengkap:

Biarkan persalinan spontan

Jika kemajuan lambat dan tidak terdapat tanda – tanda obstruksi,


percepat persalinan dengan oksitosin.

Jika kepala tidak turun dengan baik, lakukan ekstrasi cunam (forseps).

 Jika pembukaan tidak lengkap dan tidak ada tanda –


tanda obstruksi: - Akselerasi dengan oksitosin

-Periksa kemajuan persalinan secara presentasi verteks.

Posisi dagu posterior

 Jika pembukaan serviks lengkap, lahirkan dengan seksio sesarea

 Jika pembukaan serviks tidak lengkap, nilai penurunan, rotasi,


dan kemajuan persalinan. Jika macet, lakukan seksia sesarea
 Jika janin mati, lakukan kraniotomi (jika terampil), atau seksia
sesarea.

jika janin mati lakukan embriotomi

Prognosis

pada umumnya persalinan pada presentasi muka berlangsung tanpa


kesulitan. Hal ini dapat dijelaskan karena kepala masuk kedalam
panggul dengan simkunferensial trakeoperiental yang hanya sedikit
lebih besar daripada simkumferensial suboksipito bregmatika. Tetapi
kesulitan persalinan dapat terjadi karena adanya kesempitan panggul
dan janin yang besar merupakan penyebab terjadinya presentasi muka
tersebut. Disamping itu dibandingkan dengan letak belakang kepala,
muka tidak dapat melakukan dilatasi servik secara sempurna dan
bagian terendah harus turun sampai kedasar panggul sebelum ukuran
terbesar kepala melewati pintu atas panggul. Dalam keadaan dimana
dagu berada dibelakang, prognosis kurang baik bila dibandingkan
dengan dagu didepan karena dalam keadaan tersebut janin yang cukup
bulan tidak mungkin dapat lahir pervaginam. Angka kematian
perinatak pada persetaasi muka adalah 2,5 – 5%.

3). Presentasi Ganda (Majemuk)

a). Etiologi

prematuritas, KPD, multiparitas, panggul sempit, bayi kembar, perut


gantung, janin kecil.

b). Penyebab
terjadi jika prolaps tangan bersamaan dengan bagian terendah janin,
tangan yang mengalami prolaps dan kepala janin terdapat dirongga
panggul secara bergantian.

c). Diagnosis

pada pemeriksaan vagina eraba 2 bagian (lengan dan kaki), selain itu
kemungkinan juga teraba tali pusat menumbung.

d). Penanganan

persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil atau mati dam
maserasi.

Persalinan macet terjadi pada fesa ekspulsi.

Lengan yang mengalami prolaps, kadang –


kadang dapat diubah posisinya:

Ø Bantulah ibu untuk mengambil posisi knee-chest (posisi trendelenburg)


Sorong tangan keatas keluar dari simpisis pubis, pertahankan disanan
sampai timbul kontraksi kemudian dorong kepala masuk kedalam
kepanggul

Lanjutkan dengan penatalaksanaan persalinan normal

Jika prosedur gagal atau terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea

e). Komplikasi

janin : tali pusat menumbung, prolaps tali pusat.

f). Prognosis

kematian perinatal meningkat akibat persalinan prematur, prolapsus


tali pusat dan tindakan obstetrik yang traumatik

4). Presentasi Bahu

EtiologI

Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang


tinggi, riwayat kehamilan (prematur, gemeli, polihidramniom),
panggul sempit, adanya tumor didaerah panggul yang menutupi jalan
lahir, plasenta previa,

Penyebab
insiden letak lintang adalah sekitar 1:5000. Letak ini terjadi jika aksis
panjang ibu dan janin membentuk sudut satu sama lain.bayi dapat
langsung berada pada posisi lintang atau miring dengan kepala atau
bokong pada fosa iliaka. Bagian presentasi yang paling sering adalah
bahu. Penyebab maternal meliputi lemahnya otot uterus, seperti yang
terlihat pada multipara dan anomali uterus. Plasenta previa dan
panggul yang berkontraksi juga meningkatkan resiko. Penyebab janin
meliputi prematuritas dan polihidramnion, yang dalam kondisi
tersebut janin memiliki lebih banyak ruang untuk mengubah posisi,
serta kehamilan multipel.letak melintang lebih sering terjadi pada
bayi kedua dari kehamilan kembar.

Diagnosis

pada pemeriksaan abdomen, perut membuncit kesamping, DJJ


setinggi pesat kanan kiri, fundus lebih rendah dari usia kehamilan
seharusnya. sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba
bagian besar (kepala atau bokong) pada simpisis pubis. Kepala
biasanya teraba didaerah pinggang. Pada pemeriksaan vagina, dapat
teraba bahu, tetapi tidak selalu. Lengan dapat menjadi prolaps dan
siku, lengan atau tangan dapat teraba di vaginal..

Penanganan

 Lakukan versi luar jika ibu pada permulaan inpartu dan ketuban
intak

 Jika versi luar berhasil, lanjutkan dengan persalinan normal

 Jika versi luar gagal. Atau tidak dianjurkan, lakukan seksia sesarea.
 Lakukan pengawasan adanya prolapsus tali pusat. Jika tali
pusat mengalami prolaps dan persalinan belum mulai, lakukan seksio
sesarea.

Komplikasi ruptur uteri, tali pusat menumbung dan trauma akibat versi
ekstraksi.

Prognosis

pada persalinan letak lintang prognosisnya jelek baik bagi ibu


maupun bagi bayi. Namun dengan meningkatnya frekuensi seksio
sesarea pada letak lintang maka angka kematian janin manurun.

5). Presentasi Bokong (Sungsang)

Etiologi

ibu : panggul sempit, antropoid, multiparitas.

Janin : Janin kecil, janin besar, gemeli, kepala janin panjang.

Uterus : Plasenta previa, polihidramniom, uteri bicormus

Penyebab terjadi jika bokong dengan/atau kaki merupakan bagian


terendah janin. Presentasi bokong terbagi menjadi 3 macam, yaitu :

 Presentasi bokong sempurna terjadi jika kedua kaki mengalami


fleksi pada panggul dan lutut
 Presentasi bokong murni terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi
pada panggul dan ekstensi pada lutut

 Presentasi kaki terjadi jika sebuah kaki mengalami ekstensi pada


panggul dan lutut

Diagnosis

Diagnosis ditegakan dengan pemerikasaan abdominal. Pada palpasi di


bagian bawah teraba bagian yang kurang keras dan kurang bundar,
sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan melenting.
Denyut jantung janin terdengar di atas pusat. Pemeriksaan dengan
USG atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada
pemeriksaan pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba
bagian sacrum.

Penanganan Persalinan dianjurkan di rumah sakit di bawah pengawasan


dokter ahli obstetri, anastesi dan ahli anak. Jika ibu tidak partus
spontan pada 40 minggu biasanya dilakukan induksi persalinan.
Kebanyakan dokter ahli kebidanan menganjurkan induksi persalinan
pada 38 minggu, ketika fetus masih agak kecil

Dalam Kehamilan

Bila ditemui pada primigravida hendaknya dilakukan versi luar


pada umur kehamilan 34 – 38 minggu, sebelum melakukan
versi luar lakukan diagnosis letak janin secara pasti dan DJJ
dalam keadaan baik, kontraindikasi dalam versi luar adalah :
panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, gemeli, dan
plasenta previa.

Kala I persalinan Kala I persalinan lebih lama daripada letak


belakang kepala. Jika bokong enganged seperti pada bokong
murni dimana terdapat resiko pecah selput ketuban dan
prolapsus umbilikal, ibu sebaiknya tidak berjalan-jalan.
Kadang-kadang kontraksi uterus hipotonis sehingga dapat
dirangsang dengan pemberian oksitosin. Pada saat pembukaan
servik tercapai ¾ nya biasanya ibu ingin mengejan, bokong
dapat melalui servik tetapi kepala tidak melalui servik sehinga
ibu dilarang untuk mengejan sampai dilatasi servik lengkap

Kala II persalinan Pemeriksaan vaginal dilakukan untuk


mengetahui pembukaan lengkap sebelum menyuruh ibu
mengedan.

Mekanisme persalinan letak sungsang : Hubungan sacrum dengan


panggul

ibu akan menentukan posisi janin, posisinya sama dengan letak


kepala tetapi pada letak sungsang sacrum sebagai penunjuk.

Persalinan pada presentasi sungsang

Persalinan pervaginam:

 Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)

 Ekstraksi bokong parsialis


 Ekstraksi bokong / kaki totalis

Persalinan perabdominal: Sectio Caesar

Indikasi :

Janin besar

Janin “viable” dengan gawat janin

Nilai anak sangat tinggi ( high social value baby )

Keadaan umum ibu buruk

Inpartu tapi dengan kemajuan persalinan yang tidak memuaskan


( partus lama, “secondary arrest“ dsbnya)

Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul

Hiperekstensi kepala

Bila sudah terdapat indikasi pengakhiran kehamilan dan pasien


masih belum inpartu (beberapa ahli mencoba untuk
mengakhiri kehamilan dengan oksitosin drip)

Disfungsi uterus (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri


persalinan dengan oksitosin drip)
Presentasi bokong tidak sempurna atau presentasi kaki

Janin sehat preterm pada pasien inpartu dan atau terdapat indikasi
untuk segera mengakhiri kehamilan atau persalinan.

Gangguan pertumbuhan intrauterine berat

Riwayat obstetri buruk

Operator tidak berpengalaman dalam melakukan pertolongan


persalinan sungsang spontan pervaginam

Pasien menghendaki untuk dilakukan sterilisasi setelah persalinan ini.

e). Komplikasi

Komplikasi ibu

Perdarahan

Trau
ma
jalan
lahir
Infek
si

Komplikasi anak
Sufokasi / aspirasi :

Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan


rongga uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan
menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang janin untuk
bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya
aspirasi.

Asfiksia :

Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya


talipusat pada fase cepat

 Trauma intrakranial

F. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi gestasional: timbulnys hipertensi pada kehamilan yang tidak


disertai proteinuria hingga 12 mgg post partum

Preeklamsia-eklampsia: hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah 20


mgg

Hipertensi kronik dengan superimposed preclampsia: hipertensi kronik


yg disertai proteinuria
Hipertensi kronik: didapatkan HT sebelum 20 mgg dan tidak menghilang
setelah 20 mgg post partum

DEFINISI

Hipertensi

– Nilai absolut 140/90 mmHg

– Peningkatan 30/15 mmHg

– Diastolik 90 mmHg

Posisi duduk dengan lengan setinggi jantung

Ukuran cuff sesuai

Sfigmomanometer air raksa (akurat)

Dicatat bunyi Korotkoff I dan IV

Konfirmasi TD dalam 4 jam (kecuali bila sangat tinggi)

Proteinuria (mengindikasikan disfungsi glomerular)

– Protein urin 2+ pada dipstick

– Protein urin 300 mg/dL pada urin 24 jam

Pikirkan pemeriksaan urin 24 jam bila protein urin 1+ pada dipstick


Edema mungkin akibat vasospasme dan penurunan tekanan onkotik,
namun bukan merupakan bagian definisi

DERAJAT PROTEINURIA

INSIDEN

10% dari seluruh kehamilan terkomplikasi oleh hipertensi (2/3 nya


mengalami proteinuria)

Mayoritas preeklamsia pada pasien nullipara

– Peningkatan mortalitas pada gravida lebih tua

– Peningkatan risiko pada kehamilan pertama dengan pasangan baru

– Peningkatan risiko dengan hipertensi kronik, penyakit ginjal,


diabetes mellitus

MANIFESTASI KEPARAHAN

Preeklamsia dengan komplikasi


– TD diastolik > 110 mmHg

– Bukti lab: AT , SGOT & SGPT , asam urat

– Efek renal: proteinuria > 3 g/hari, oliguria

– Efek SSP: kejang, sakit kepala, gangguan penglihatan

– Keterlibatan organ lain: paru-paru, hati, hematologi

– Gangguan janin

– Sebelumnya dikenal sebagai preeklamsia berat

Preeklamsia merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu langsung

PRINSIP MANAJEMEN

 Pengakhiran kehamilan yang aman

 Melahirkan bayi mampu hidup

 Perbaikan kondisi ibu

MANAJEMEN

Making sure the airways are clear and the woman can breathe.

Controlling the fits.


Controlling the blood pressure.

General care and monitoring, including controlling fluid balance.

Delivering the baby.

Monitoring carefully to prevent further fits and identify complications.

PENATALAKSANA

• Pengurangan stres

• Penilaian keadaan ibu dan janin

• Terapi TD bila diastolik > 110 mmHg

• Terapi mual/ muntah (k/p)

• Terapi nyeri epigastrik (kalau ada)

• Pertimbangkan profilaksis kejang

• Pertimbangkan waktu/cara persalinan

PENGURANGAN STRES

• Komponen TD ibu adalah adrenergik

• Minimalkan rasa tak nyaman ibu


• Beberapa komponennya:

– Ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi

– Protokol tatalaksana terencana dengan baik

– Penjelasan rencana dengan jelas pada pasien/keluarga

– Minimalkan rangsangan

– Pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan (bidan, perawat,


obgin,

anestesi, hematologi, neonatalogi, nefrologi)

PENILAIAN KLINIK IBU

Tekanan darah

 Penilaian derajat keparahan

 Konsistensi dalam pengukuran

 Hubungan TD dengan CVA, bukan kejang

Sistem Saraf Pusat

 Keberadaan dan keparahan sakit kepala


 Gangguan penglihatan – buta kortikal, kabur

 Tremor, iritabilitas, hiperrefleksi, somnolen

 Mual dan muntah

Hematologi

 Edema

 Perdarahan, petekiae

Hepatik

 Nyeri kuadran kanan atas dan epigastrik

 Mual dan muntah

Ginjal

 Output dan warna urin

Hematologi

 Hemoglobin, AT, apusan darah: burr cell

 PTT, APTT, fibrinogen, FDP


 LDH, asam urat, LDH

Hepatik

 SGOT, SGPT, LDH

 Glukosa

Ginjal

 Proteinuria

 Kreatinin, urea, asam urat

PENILAIAN KEADAAN JANIN

Gerakan janin

Penilaian denyut jantung janin

USG untuk perkembangan

Profil biofisik

Indeks cairan amnion

Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat, a. serebri media

TERAPI
Mual dan muntah

– Antiemetik

Nyeri subhepatik

– Morfin 2-4 mg IV

– Antasida

– Minimalkan palpasi

TUJUAN ANTI HIPERTENSI

Meminimalkan risiko CVA pada ibu

Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman

Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut

– Memfasilitasi persalinan pervaginam bila mungkin

– Memperpanjang kehamilan bila tepat/mungkin

OBAT ANTI HIPERTENSI

-blocker

– Atenolol, Labetalol
Kalsium antagonis

– Nifedipin

– ISDN

Obat simpatolitik sentral

– Methyldopa

Hidralazin (belum ada di Indonesia)

Penurunan tekanan darah yang terlalu besar akan


mencetuskan fetal distress KRISIS HIPERTENSI

Stabilkan hipertensi berat

– Mempertahankan TD diastolik pada 90-100 mmHg

– Monitor status janin sementara terapi TD

Profilaksis kejang

Status volume intravaskuler

– Kateter Foley – jarang mengalami ARF

– Jangan kelebihan cairan – jarang membutuhkan CVP

Lahirkan
PROFILAKSIS KEJANG

Sulit diprediksi siapa yang akan jadi kejang

– Tidak berhubungan langsung dengan derajat hipertensi atau


proteinuria

Number needed to treat besar untuk mencegah kejang

Diperlukan bahan yang tidak bahaya atau sangat efektif

MgSO4 merupakan agen pilihan bila profilaksis kejang diindikasikan

EFEK PADA IBU

respiratory problems (asphyxia, aspiration of vomit, pulmonary oedema,


broncho-pneumonia)

cardiac problems (heart failure)

effects on the brain (haemorrhage, thrombosis, oedema)

renal complications (acute kidney failure)

hepatic disease (liver necrosis)

HELLP syndrome

coagulopathy (clotting/coagulation failure)


visual disturbances

injuries during convulsions (fractures).

EFEK PADA BAYI

Pre-eclampsia is associated with a reduction in maternal placental


bloodflow which results in:

– Hypoxia

– intrauterine growth retardation (IUGR)

– in severe cases the baby may be stillborn.

Hypoxia may cause brain damage if severe or prolonged, and can result in:

– physical or mental disability

Magnesium sulfat

Standar obstetri, tetapi tidak digunakan pada keadaan lain

Superior terhadap fenitoin untuk profilaksis

Superior terhadap fenitoin atau diazepam dalam mencegah rekurensi

Dosis 2-4 g IV diikuti dengan 1-2 g/jam IV atau 4 g IM/6 jam


Efek samping: lemas, paralisis, toksisitas jantung

Monitor: refleks, pernapasan, derajat kesadaran

Jika over dosis

Observasi efek samping

– Lemas – samnolen

– RR kurang dari 16 x/menit

– Urin output berkurang

Risiko tinggi terutama pada pasien dengan oliguria atau mendapat kalsium
antagonis

ANTIDOTUM

– Hentikan infus magnesium

– Kalsium glukonas 10% 10 ml IV dalam 3 menit

– Assist ventilasi dgn mask dan bagging

Rujukan

Pertimbangkan rujukan jika sumber daya terbatas dan kondisi ibu/janin


memungkinkan
TD dan gejala ibu stabil

Status janin meyakinkan

Pemberian agen antihipertensi yangsesuai dimulai

MgSO4 diberikan jika memenuhi syarat

Diskusikan dengan pasien dan keluarga

MgSO4 dan antihipertensi berpotensi fatal


bila overdosis Persalinan dilakukan
37 minggu dengan hipertensi gestasional/PER

34 minggu dengan preeklamsia berat

< 34 minggu dengan:

– TD yang sulit dikontrol

– Bukti laboratorium adanya keterlibatan multiorgan yang memburuk

– Dugaan gawat janin

– Kejang tidak terkontrol

– Gejala tidak responsif terhadap terapi yang sesuai

Persalinan di saat tepat meminimalkan morbiditas ibu dan mortalitas


mortalitas neonatal (misal 35 minggu)
Mengoptimalkan status ibu sebelum intervensi persalinan

Tunda persalinan untuk mendapatkan maturitas janin dan lakukan


rujukan hanya jika kondisi ibu dan janin memungkinkan

Preeklamsia merupakan penyakit progresif, manajemen konservatif


potensial berbahaya bila ada penyakit yang berat atau dugaan gawat
janin

Tatalaksana peri dan post partum

 Jangan turunkan TD terlalu rendah karena berisiko gawat janin

 Jangan berikan cairan berlebih (1500-2000 ml/hari)

 Analgesia epidural lebih dipilih bila tidak ada koagulopati atau AT yang
rendah

 Pendekatan multispesialisasi

 Postpartum pasien harus dimonitor

G.KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini atau Spontaneous / Early-Premature Rupture Of The


Membrane (prom) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara < 5 cm. bila
periode laten terlalu pajang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi
infeksi yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.

PATOGENESIS

 Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum


ketuban pecah. Penyakit-penyakit : Pielonefritis, Sistitis,
Servisitis, dan Vaginitis terdapat bersama-sama dengan
hipermotililtas rahim ini.

 Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

 Infeksi (amnionitas) (Khorioamnionitis)

 Faktor-faktor lain merupakan predis posisi adalah: multipara,


malposisi, disproporsi, cervik incompeten dll.

 Artifisal (ammoniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini

Cara menentukan ketuban pecah dini

Adanya cairan berisi mekoneum, verniks koseso, rambut lanugo dan


kadang kala berbau kalau sudah infeksi

Inspekula : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar


dari kanalis serisis dan bagian yang sudah pecah.

Lakus (litmus) jadi biru (basa)……….air kertuban jadi merah


(asam)……….air kemih (urine)
Pemeriksaan pH forniks posterior pada prom [H adalah basis (air
ketuban)

Pemeriksaan hispatologi air (Ketuban)

Abozination dan sitologi air ketuban. (TAILOR)

Penilaian Klinik

 Tentukan pecahnya selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya


cairan ketuban dari vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan
gerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk
atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru,
membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan, kelainan janin.

 Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan USG

 Tentukan ada tidaknya infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama
dengan 38oC, air ketuban yang keluar dan berbau, janin
mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine

 tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi teratur, periksa dalam


dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (erminasi
kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik.

PENANGANAN

 Kalau kehamilan sudah aterm dilakukan induksi


 Kalau anak premature diusahakan supaya kehamilan dapat
berlangsung terus, misalnya dengan istirahat dan pemberian
progesteron.

 Kalau kehamilan masih sangat muda (dibawah 28 minggu)


dilakukan induksi

 Mempertahankan kehamilan supaya bayi lahir (berlangsung +/-


72 jam)

 Pantau keadaan umum itu, tanda vital dan distress


janin/kelainan lainnya pada ibu dan pada janin

 Observasi ibu terhadap infeksi khorioamnionitis sampai sepsis

 KIM terhadap ibu dan keluarga, sehingga dapat pengertian


bahwa tindakan mendadak mungkin ditambah dengan
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.

 Bila tidak terjadi his spontan dalam 24 jam atau terjadi


komplikasi lainnya, rujuk ibu segera ke fasilitas yang lebih
tinggi.

KOSERVATIF

 Rawat di rumah sakit


 Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg dan metronidazol 2x500
mg selama 7 hari).

 Jika umur kehamilan kurang dari 32-34 minggu, dirawat selama


air kertuban tidak keluar lagi .

 Jika usia kehamilan 32-7 minggu belum importu, tidak ada


infeksi, tes busa negatif, beri deksametason, obserfasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.

 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah importu, tidak ada


infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksometason dan induksi
sesudah 24 jam

 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
lakukan induksi

 Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, tanda-tanda infeksi intrauteri )

 Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk


memacu kematangan paru janin, dan lakukan kemungkinan kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu dosis bertambah 12 mg per
hari dosis tunggal selama 2 hari, deksamatason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.

AKTIF
 Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila
gagal Sc dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali.

 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan


persalinan di akhiri.

a. Bila skor pelvik kurang dari 5, lakukan pematangan serviks, kemudian


induksi.

Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan Sc.

b. Bila skor pelvik lebih dari 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

PELAYANAN KESEHATAN BAYI BARU LAHIR BERMASALAH

ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada


proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin
sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan
nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran
darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan
asfiksia

Diagnosis

Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum.

Pemeriksaan fisik

 Bayi tidak bernafas atau menangis

 Denyut jantung kurang dari 100x/menit

 Tonus otot menurun

 Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau


sisa mekonium pada tubuh bayi

 BBLR

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat


menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat:

 PaO2 < 50 mm H2O

 PaCO2 > 55 mm H2

 pH < 7,30

Resusitasi neonatus
Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi
neonatal.

Langkah Awal Resusitasi

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4


pertanyaan:

 apakah bayi cukup bulan?

 apakah air ketuban jernih?

 apakah bayi bernapas atau menangis?

 apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam
prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi
dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen
kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu
pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan
resusitasi berikut ini secara berurutan:

langkah awal dalam stabilisasi

 memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)


dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi
dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi
hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa
kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan
meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan
dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.

memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam


posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu
garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini
adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan
sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan


pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang
digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum
suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter
menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang
bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium.

Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah


bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium.

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak


bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi
langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal
ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan
pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak


bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada
bayi tanpa mekoneum

 mengeringkan bayi, merangsang pernafasan dan meletakkan pada


posisi yang benar. Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap
sekret, dan mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup
pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang
benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas
adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan
menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir
semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu
sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi
pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak
kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang
berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.

ventilasi tekanan positif

kompresi dada
pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya


ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan,
frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah
sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke
langkah berikutnya (lihat bagan 1).

Penilaian

Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu


tidaknya resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah
sebagai berikut:

 Pernapasan

Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat,


frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang
taktil. Pernapasan yang megap-megap adalah pernapasan yang
tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan.
 Frekuensi jantung

Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi


jantung dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian
dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi jantung
permenit.

 Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh.
Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh
ada sianosis sentral yang

menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru


menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat akan adanya
pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa
sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah
sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis
sentral yang memerlukan intervensi.

3. Pemberian oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan


tambahan oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan
dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak
mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen.
Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen
100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan
risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI)
dibanding dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak
dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak jaringan.

Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap


bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau
saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama
dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis,
maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral
hilang. Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri
dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal.

4. Ventilasi Tekanan Positif

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah


resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi
bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit.
Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan
congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia
diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat
VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang
cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan
selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra
indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia
diafragma. Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk
melakukan ventilasi pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki
cara kerja yang berbeda dengan keuntungan dan kerugian yang
berbeda.

Tekno tube and mask

Iwan, dkk (2003) melakukan penelitian yang


membandingkan volume ventilasi antara Tekno tube and mask,
Ambu bag and mask, Topster bag and mask dan Laerdal tube and
mask menggunakan manekuin. Dilaporkan bahwa tidak terdapat
perbedaan dalam rerata volume ventilasi yang adekuat. Dari segi
harga, Tekno tube and mask adalah alat yang paling dapat
dijangkau oleh bidan desa. Namun alat tersebut memiliki
kelemahan pada desain katupnya, sehingga memerlukan
modifikasi, sulit dibersihkan dan tidak dapat digunakan lagi
setelah 5 kali prosedur High-Level Desinfectans (HLD). Tekno
tube and mask yang digunakan dalam studi tersebut efektif dan
dapat diterima untuk digunakan oleh bidan desa, namun untuk
resusitasi neonatus di rumah sakit balon mengembang sendiri dan
masker harus tersedia.

b. Balon mengembang sendiri (self inflating bag)

Balon mengembang sendiri (self inflating bag) setelah


dilepaskan dari remasan akan terisi spontan dengan gas (oksigen
atau udara atau campuran keduanya) ke dalam balon.

c. Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating bag),

Balon tidak mengembang sendiri (flow inflating


bag),disebut juga balon anestesi, terisi hanya bila gas yang berasal
dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon.

d. T-piece resuscitator T-piece resuscitator

Bekerja hanya bila dialiri gas yang berasal dari sumber


bertekanan ke dalamnya. Gas mengalir langsung, baik ke
lingkungan sekitar maupun ke bayi, dengan cara menutup atau
membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu jari.
5. Kompresi Dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari
60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik.
Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi
yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang
belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki
sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya
bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang
untuk melakukan kompresi dada yang efektif—satu orang menekan
dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi

jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi


dan kompresi harus dilakukan secara bergantian.

Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi


baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi
koroner yang lebih besar. Prinsip dasar kompresi dada adalah :

Posisi Bayi

Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit
tengadah.

Kompresi

Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan
diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara
processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua puting susu.
neonatus. Edisi ke-5, 2006.

 Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan


tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior
dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi
kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu
tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke
bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk
memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-
ujung jari (tergantung metode yang digunakan) harus tetap
bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan.

 frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi


baik, dengan aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga
kompresi, dengan frekuensi 30

ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang


berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga
kompresi.

Penghentian kompresi:

setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung


ventilasi dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi
jantung selama ventilasi dihentikan.

frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian


dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit
kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan
kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang
dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk
memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.

jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat
bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan,
tetapi bayi masih mendapat oksigen

alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah


observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat
dipindahkan ke ruang perawatan.

6. Intubasi Endotrakheal

Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan


resusitasi sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan
berikut saat resusitasi:

Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan,


maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum
melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan
mekoneum dari jalan napas.

Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan


kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif
berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi
untuk membantu memudahkan ventilasi.
Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi
antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan
efisiensi ventilasi tekanan positif.

Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka


cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea
melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena.

Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan


pemasangan selang endotrakeal. Cara pemasangan selang
endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus.

7. Pemberian Obat-obatan

Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru


lahir.40 Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh
ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana
kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang
adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan
kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau
volume ekspander dapat diberikan.16 Obat yang diberikan pada fase
akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca
resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya.

Epinefrin

Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari


60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara
terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan
sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis
yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan
0,01-0,03
mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat
diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak
meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan
melalui selang endotrakeal

Volume ekspander

Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi


baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan
tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan
akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat,
perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV
pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan
kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi
golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Bikarbonat

Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada


bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada
keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang
digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang
konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan
konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan
kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

Nalokson

Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan


dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang
ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum
melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat
dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya
dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan
menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara
pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi
baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis
yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini
tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.

IKTERUS NEONATORUM

 Definisi

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane


mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan
kadar bilirubin di dalam darah dan. Hiperbilirubinemia adalah istilah
yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium
yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Bilirubin
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin
untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta
bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati saluran darah
otak.

Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu


bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari


eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak
terkonjugasi). Kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar.
Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukoronat pada reaksi
yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk
(terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan
melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya
bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai
gantinya, usus bayi banyak mengasung beta glukuronidase yang
menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan
akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran
darah.

Etiologi

a. Peningkatan produksi :

 Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila


terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan rhesus dan ABO.
 Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran

 Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan


metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis

 Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)

 Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya


pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)

.a Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar


bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR

.b Kelainan kongenital

Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan


misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya sulfadiazine.

Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa


mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel
hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasis, syphilis.

Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatik.

Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

Macam Ikterus Neonatorum


Ikterus pada bayi baru lahir dibedakan menjadi dua yaitu :

 Ikterus fisiologis

← Timbul pada hari kedua – ketiga

← Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 12,5


mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% per hari pada
kurang bulan

← Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%


perhari

← Ikterus hilang pada 10 hari pertama

← Tidak mempunyai dasar patologis

← Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi

← Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus

 Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis


dan kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia. Ikterus
yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut :

← Menurut Surasmi (2003) bila :

 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran


 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam

 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada


neonatus kurang bulan dan 12,5% pada neonatus cukup
bulan

 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,


defisiensi enzim G6PD dan sepsis)

 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.

 Menurut Tarigan (2003), adalah suatu keadaan dimana kadar


bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis.

Tanda dan Gejala

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan


mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-
gejala :

 Dehidrasi
 Pucat

 Trauma lahir

 Letargik dan gejala sepsis

 Petekiae (bintik merah di kulit)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan


menjadi :

Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus


pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi


hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).

Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning


(ikterik)

pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mataterlihat


saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l. Sedangkan
komplikasi yang dapat terjadi kerena ikterus yaitu keruskan otak
akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus
gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku,
dan akhirnya opistotonus.
5. Pemeriksaan dan Pembagian Ikterus

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar


matahari. Bayi baru Lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar
bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg/dl
= 17,1 mikro mol/L). Salah satu pemeriksaan derajat kuning pada
BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian
menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada,
lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.

Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan


dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya. Ikterus dimulai dari
kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima
bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan
dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.

Daerah Luas Ikterus Kadar Biliribin (mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 (+) badan bagian atas 9

Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah


3 dan 11
tungkai

4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki di 12


bawah dengkul

5 Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki 16


Pemeriksaan Penunjang

Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang


sebagai berikut :

 Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi


pada saat kelahiran

 Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk


menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan

 Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus


pada 24 jam pertama kelahiran

Penatalaksanaan

Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan


hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari hiperbilirubinemia. Metode terapi hiperbilirubinemia
meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi
obat.

Foto therapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of
fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar
bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan
merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan
kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara
umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5
mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000
gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl.
Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan
berat badan lahir rendah.

Dalam menentukan kebutuhan fototeri, mengikuti acuan:

Usia BL <1.500 g BL 1.500-2.000 g BL >2.000 g


(jam) kadar bilirubin kadar bilirubin kadar bilirubin
(mg/dl) (mg/dl) (mg/dl)
< 24 R.T:>4.1 R.T.:>4.1 >5
25-48 >5 >7 >8.2
49-72 >7 >9.1 >11.8
>72 >8.2 >10 >14.1

Transfusi Pengganti/ Tukar Darah

Transfuse pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

 Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

 Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam


pertama

 Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama


Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama

Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl

Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala


gagal jantung Transfusi pengganti digunakan untuk:

Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible


(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal

Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)

Menghilangkan serum bilirubin

Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan


dangan

bilirubin

Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan


enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan
mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya
lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Phenobarbital 1 – 2 mg/ kg BB/ dosis 2 – 3 kali/ hari ( 3 hari )

 Efek Samping Pengobatan

 Phenobarbital : Banyak tidur.

 Foto terapi :

Segera : Suhu tubuh hipotermia/ hipertermia, kulit terbakar,


insensible water loss meningkat, evakuasi usus lebih cepat,
diare, gelisah.

Lama : Perubahan DNA.

Tranfusi tukar : Infeksi, jantung, sirkulasi hipervolemia/


hipovolemia, elektrolit hipocalcemia, metabolik.

INFEKSI NEONATORUM

A. Sepsis neonatorum

Pengertian

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonates dengan


gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit
sepsis dapat berlangsung cepat
sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai
sehingga neonates dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.
(Surasmi,2003)

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit


sistemik akibat inneksi selama satu bulan pertama kehidupan.
Bakteri, Virus, Jmur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi
baru lahir. (DEPKES 20007)

Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjaadi pada bayi dalam 28


hari pertama setelah kelahiran. Mochtar, 2005)

Faktor-faktor yang mempengarui sepsis pada bayi baru lahir dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu:

 Faktor maternal terdiri dari:

 Ruptur ketuban yang lama

 Persalinan premature

 Amnionitis klinis

 Demam maternal

 Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

 Persalinan yang lama


 Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang
terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya prakter cuci tangan
dan teknik perawatan, kateter umbilicus arteri dan vena, selang
sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive,
dan pemberian susu formula.

 Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi premature,


berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari
penjamu. (Wijayarini, 2005)

Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai


neonatus melalui beberapa cara yaitu:

a. Pada masa antrenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dan ibu setelah melewati plasenta dan
umbilicus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus
plasenta antarra lain: Virusrubella, herpes, sitomegalo, Koksaki,
influenza, Parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain:
Malaria, sipilis, dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina
dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara
lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de antre, saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).

 Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah


kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar
rahim ( misalnya melalyui alat-alat penghisap lender, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botolminuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi juga dapat melalui luka umbilicus.
( Surasmi, 2003)

Factor predisposisi

Terdapat berbagia factor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu


maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap
kemungkinan terjadinya sepsis. Factor predisposisi diantaranya
adalah: penyakit yang diderita ibu selama kehamilan, perawatan
antenatal yang tidak memadai, ibu menderita eklamsia, diabetes
mellitus, pertolongan persalinan yang tidak hygiene, partus lama,
partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan , BBLR, cacat
bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasive
pada neonatus. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang
penuh sesak, ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau,
pemberian minum melalui botol dan pemberian minum buatan.
Manifestasi klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik. Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu:

 Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermia


bahkan normal, aktifitas lemah atau tidak ada, tampak sakit

 Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi, dispnea,


takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan, merintih,
mengorok, dan pernafasan cuping hidung

 Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi,


kulit lembab, pucat dan sianosis.

 Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi


abdomen, malas atau tidak mau minum, diare

 Tanda dan gejala pada system saraf pusat meliputi reflek moro
abnormal, iritabilitas, kejang, hiperrefleksia, fontanel anterior
menonjol, pernafasan tidak teratur.

 Penanganan

Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan


metabolism tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan
pemberian cairan intravena termaseuk kebutuhan nutrisi. Antibiotik
untuk sepsis neonatorum hendaknya memenuhi kriterian efektif
berdasarkan hasil pemantauan.

D. BAYI BERAT LAHIR RENDAH

 Pengertian Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir


yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai
dengan 2499 gram). Berkaitan dengan penanganan dan harapan
hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam:

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram

Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500

Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1000
gram

(Prawirohardjo, 2006)

Sebelumnya bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurang


atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Untuk mendapatkan
keseragaman pada kongres “European Perinatal medicine ke II di
London (1970) telah disusun definisi sebagai berikut:

Bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
(259 hari)
Bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai dengan 42 minggu (259-293 hari)

Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau
lebih (294 hari atau lebih).

Dengan pengertian diatas, maka bayi dengan berat lahir


rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu prematuritas dan
dismaturitas (Arief dan Kristiyanasariari, 2009).

Bayi premature (lahir sebelum gestasi 37 minggu) cenderung


mengalami lebih banyak masalah dibandingkan bayi cukup bulan
yang kecil (berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir)
(WHO, 2008).

Pada umumnya bayi berat lahir rendah yang lahir cukup


bulan, alat-alat dalam tubuhnya sudah bertumbuh lebih baik bila
dibandingkan dengan bayi premature dengan berat lahir sama.
Dengan demikian, bayi yang cukup bulan dengan BBLR lebih mudah
hidup di luar kandungan dibandingkan dengan bayi premature.
Walaupun demikian, harus tetap waspada akan terjadi beberapa
komplikasi yang harus ditangulangi dengan baik. Beberapa hal yang
harus diwaspadai adalah:

Aspirasi mekoneum yang sering diikuti pneumotoraks. Ini


disebabkan distress yang sering dialami bayi pada saat persalinan.
Insiden idiophatik respiratory distress syndrome berkurang oleh
karena IUGR mempercepat maturnya jaringan paru.
Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi cukup bulan mempunyai
hemoglobin yang tinggi yang mungkin disebabkan oleh hipoksia
kronis di dalam uterus.

Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya


hipoglikemia ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan
glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi.

Keadaan lain yang mungkin terjadi adalah: asfiksia, perdarahan paru


yang masif, hipotermia, cacat bawaan akibat kelainan kromosom
(sindrom Down’s, Turner, dan lain-lain), cacat bawaan oleh
karena infeksi intrauterine dan sebagainya (Prawirohardjo, 2006).

2. Penyebab Terjadinya BBLR

Penyebab BBLR umumnya tidak hanya satu, oleh karena itu


kadang sulit untuk

dilakukan pencegahan. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat disebabkan


oleh

beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor ibu

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor dari ibu,


yaitu bisa karena penyakit yang diderita ibu (toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
nefritis akut, diabetes mellitus, dan lain-lain), usia ibu (usia
kurang dari 16 tahun, usia lebih dari 35 tahun, multi gravida yang
jarak kelahirannya terlalu dekat), keadaan social (golongan social
ekonomi rendah, perkawinan yang tidak sah), sebab lain (ibu yang
merokok, ibu peminum alcohol, ibu pecandu narkotik).

b. Faktor janin

Dari faktor janin, BBLR dapat disebabkan oleh


hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain.

c. Faktor lingkungan

Dari faktor lingkungan dapat berupa tempat tinggal dataran


tinggi, radiasi, zat-zat racun, dan lain-lain (Arief dan
Kristiyanasari, 2009).

 Manifestasi Klinik BBLR

Ciri-ciri Bayi Berat Lahir Rendah Sesuai Masa Kehamilan adalah:

← Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram.

← Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm.

← Lingkar dada kurang dari 30 cm.

← Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

← Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

← Kulit tipis, merah dan transparan.


← Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada dahi, pelipis,
telinga, lengan.

← Verniks kaseosa ada, lemak subkutan sedikit.

← Ubun-ubun dan sutura lebar

← Tulang tengkorak lunak dan mudah bergerak.

← Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat


terlihat.

← Reflek tonus otot, menghisap, menelan belum sempurna.

Ciri-ciri Bayi Berat Lahir Rendah Kecil Masa Kehamialan adalah

.a Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram.

.b Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm.

.c Lingkar dada kurang dari 30 cm.

.d Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

.e Umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu)

.f Kulit tipis transparan.


.g Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terutama pada dahi, pelipis,
telinga, lengan.

.h Lemak subkutan kurang, kulit kering keriput.

.i Ubun-ubun dan sutura lebar.

.j Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltic usus dapat


terlihat.

← Reflek tonus otot, menghisap, menelan belum sempurna


(Saifuddin, 2009).

Diagnosis BBLR

Diagnosis (Arief dan Kristiyanasari, 2009) pada BBLR dapat diketahui


sebelum bayi lahir maupun sesudah bayi lahir, yaitu:

a. Sebelum bayi lahir


 Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus, dan lahir mati.

 Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur kehamilan.

 Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat,


walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.

 Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
seharusnya.

 Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa


pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum, dan pada
kehamilan lanjut dijumpai adanya toksemia gravidarum atau
perdarahan antepartum.

 Setelah bayi lahir

 Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterine

Secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda


bayi ini adalah tengkorak kepala yang keras, gerakan bayi
terbatas, vernik caseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering,
berlipat-lipat, mudah diangkat, dan tali pusat lembek, tipis dan
berwarna kehijauan.

 Bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 37 minggu


Verniks caseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang
tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka (doll like),
abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus
otot hipotoni, dan kulit tipis, merah, transparan.

 Bayi premature kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam


tubuhnya, oleh karena itu sangat peka terhadap gangguan
pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi, dan sebagainya.
Pada bayi KMK, alat-alat tubuh lebih berkembang dibandingkan
dengan bayi premature berat yang sama. Oleh karena itu bayi
KMK akan lebih mudah hidup di luar rahim, namun tetap lebih
peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan bayi matur
dengan badan normal.

Prognosis BBLR

Prognosis bayi baru lahir rendah ini tergantung dari berat


ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa
gestasi/ makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia/
iskemia otak, sindroma gangguan pernafasan, perdarahan
intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasias,
infeksi, gangguan metabolic (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia).
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan
orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal
(pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi,
mengatasi gangguan pernafasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain (Wiknjosastro,2006).

Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih tinggi dari bayi


normal pada umur kehamilan yang sama.Prognosis akan lebih buruk
lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi
terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi
neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intracranial,
dan hipoglikemi. Bila bayi selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan
pada syaraf, gangguan bicara, IQ rendah, dan gangguan lainnya
(Hidayat, 2005).

6. Komplikasi BBLR

Menurut Surasmi (2008) beberapa penyakit yang berhubungan dengan


BBLR:

Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membrane hialin)

Pneumonia aspirasi, karena reflek menelan dan batuk belum sempurna

Perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia otak


(erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)

Hiperbilirubinemia, kerana fungsi hati yang belum matang

Hipotermia

Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Mengingat belum sempurnanya alat-alat tubuh yang perlu untuk


pertumbuhan dan perkembangan untun penyesuaian diri dengan
lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut (Sitohang, 2006): b. Termoregulasi atau mempertahankan suhu
Kebutuhan yang paling kursial pada BBLR adalah
pemberian kehangatan ekternal. Pencegahan kehilangan panas pada
bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan
proses kompleks yang melibatkan system kardiovaskuler,
neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu
lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994)
suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5 °C-37,5 °C.

Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat


dilakukan melalui beberapa cara yaitu (Kosim Sholeh, 2005):

Kanggoro Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi
dengan ibunya.

Pemancar pemanas

Ruangan yang hangat

4) Inkubator

Suhu ikubator yang direkomendasikan:

Suhu inkubator dalam


Berat Bayi celcius

35 °C 34 °C 33 °C 32 °C

< 1500 g 1-10 hari 11 hr - 3 mg 3 – 5 mg >5 mg

1500-2000 g 1-10 hr 11 hr – 4 mg .>4 mg


2100-2500 g 3 hr – 3 mg >3mg

>2500 g 1-2 hr >hr

c. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi beresiko tinggi adalah


mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi yang
memerlukan oksigen seplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan
atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami
defisiensi surfaktan dan periodic apnue. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan,
diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tengkurap
jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi lebih baik,
terapi oksigen yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit
bayi. Pemberian oksigen 100% dapat menimbulkan efek oedem
paru dan retinopathy of prematurity.

d. Mencegah infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral


asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi dengan berat
badan lahir rendah dan bayi sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler
dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan terhadap
penyakit. beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi antara lain:
Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus
melakukan cuci tangan terlebih dahulu.

Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan


secara teratur. Ruangan perawatan bayi juga harus dijaga
kebersihannya.

 Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh


memasuki ruangan perawatan bayi samapai mereka dinyatakan
sembuh.

Pengawasan nutrisi/ASI

Reflek menelan bayi berat lahir rendah (BBLR) belum


sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan
cermat.Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan
bayi untuk sesegera mungkin mencukupi kebutuhan cairan
kalori.Kapasitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus
sering diberikan tiap jam.Perhatikan apakah selama pemberian
minum bayi menjadi cepat, menjadi biru atau perut membesar atau
kembung.

Bagan kebutuhan cairan pada bayi baru lahir menurut IDAI

Berat Hari I II III IV V dst


lahir

>2500 gr 60 80 100 120 150


<2500 gr 80 100 120 140 150

f. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama perawatan bayi beresiko tinggi


adalah menghemat energi. Oleh karena itu BBLR ditangani
seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam incubator tidak
membutuhkan pakaian, tetapi hanya membutuhkan popok atau alas.
Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak
perlu dilakukan. Selain itu observasi dapat dilakukan tanpa harus
membuka pakaian. Bayi yang tidak menggunakan energy tambahan
untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu tubuh, energy
tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan.

g. Penimbangan ketat

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi dan


nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab
itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat
(Prawirohardjo, 2006).

MASTITIS

Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada


primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi
terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga
melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu
setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
(Masjoer, 2001 : 324). Pada kasus mastitis ini biasanya tidak segera
ditangani, jika mastitis tidak segera ditangani menyebabkan abses
payudara yang biasa pecah kepermukaan kulit dan akan menimbulkan
borok yang besar.

Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara


membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada
akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah
bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil.
Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada
bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.

Tanda dan Gejala

 Payudara bengkak, terlihat membesar

 Teraba keras dan benjol-benjol

 Nyeri pada payudara

 Merasa lesu

 Suhu badan meningkat, suhu


lebih dari 38oC (Asuhan Persalinan
Normal, 2007 : 104)

Pengobatan
 Segera setelah mastitis ditemukan berikan ASI sesering
mungkin tanpa jadwal

 Karena penyebab utama adalah sthaphylo coccus aureus,


maka dapat diberikan antibiotika jenis penicillin

 Kompres dingin

 Berikan kloksalisin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari

 Sangga payudara

 Lakukan perawatan payudara “post natal breast care”

B. Penyelenggaraan PONEK 24 jam

Upaya Pelayanan PONEK :

Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif

Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan

Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sektio saesaria

Perawatan intensif ibu dan bayi.


 Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi

Pelayanan Maternal

Pelayanan maternal dilayani di ruang bersalin meliputi pelayanan


persalinan fisiologis maupun patologis. Pelayanan di bawah pemantauan
dokter spesialis obsgin.

Pelayanan Neonatal

Pelayanan bayi dilaksanakan di Ruang bayi RSU Queen Latifa


pelayanan meliputi bayi normal dan bayi sakit level I. pelayanan di
bawah pemantauan dokter spesialis anak.

Peralatan Esensial yang tersedia

No Jenis Peralatan Jumlah

1. Kotak Resusitasi : 1

- Balon yang bisa mengembang sendiri 1


berfungsi baik
1
- Bilah Laringoskop berfungsi baik
1
- Bola lampu laringskop ukuran dewasa
1
- Batre AA (cadangan) untuk bilah
laringoskop
1
- Bola lampu laringoskop cadangan
1
- Selang reservoar oksigen
1
- Masker oksigen dewasa
1
- Pipa endotrakeal
1
- Plester
1
- Gunting
1
- Kateter penghisap
1
- Pipa minuman
1
- Alat suntuk 1, 21/ , 3, 5, 10, 20 cc 2
1
- Ampul Epinefrin / Adrenalin
1
- NaCL 0,9% / larutan Ringer Asetat / RL

- MgSO4 40% 1

2 - Sodium bikarbonat 8,4% 1

- Kateter Vena 1

- Infus set 1

3 Incubator 1

4 Penghangat (Radian Warner) 1

5 Forceps naegele 1

6 AVM 0

7 Pompa vakum listrik 1


8 Monitor denyut jantung / pernapasan 1

9 Foetal Doppler 1

10 Set Sectio saesaria 1


Pelayanan Penunjang Medik

 Pelayanan Darah

Pelayanan darah dialkukan dengan bekerja sama dengan PMI.

 Perawatan Intensif

 Jenis Pelayanan

Pemantauan terapi cairan

Pengawasan gawat nafas / ventilator

Perawatan sepsis

 Tempat Pelayanan

Unit Perawatan Intensif di Ruang 1CU

 Kompetensi

Pelayanan pengelolaan resusitasi segera untuk pasien gawat,


tunjangan kardio-respirasi jangka pendek dan mempunyai
peran memantau serta mencegah penyulit pada pasien medik
dan bedah yang berisiko.

Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana.

 Sumber Daya Manusia


Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung
paru.

Dokter Spesialis Anestesiologi (oncall)

 Ruang Pelayanan

Ruang Pelayanan Intensif (1CU)

Pencit
raa
n
a.
Ra
dio
log
i
 USG

Laboratorium

a.Pemeriksaan rutin darah, urin

 Kultur darah, urin, pus

c.Kimia klinik

Manajemen
Direktur RSI Nashrul Ummah melaksanakan komitmen untuk
menyelenggarakan program PONEK menyelaraskan program RS untuk
mendukung program PONEK dalam bentuk SK Direktur.

Sistem Informasi

PONEK merupakan suatu program pelayanan dimana setiap unsur tim


yang ada di dalamnya melakukan fungsi yang berbeda, sangat
membutuhkan keterpaduan, kecepatan dan ketepatan informasi yang
ditujukan kepada peningkatan mutu, cakupan dan efektifitas layanan
kepada masyarakat. Keberadaan sistem informasi ditujukan untuk
medukung proses pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit dalam
rangka pencapaian misi yang ditetapkan. Sistem informasi dimaksud
pada PONEK adalah :

 Sistem informasi sehubungan dengan PONEK yang sejalan dengan


visi dan misi rumah sakit

 Sistem informasi yang dapat mengintegrasikan seluruh data penting


dari kamar bersalin dan ruang neonatal yang melaksanakan PONEK
yang dapat diakses secara transparan melalui workstation.

 Sistem informasi yang mampu memberikan peningkatan mutu


pelayanan PONEK bagi pasien, yaitu dengan tersedianya data
PONEK yang lengkap dan akurat.

 Sistem informasi yang dapat mendukung mekanisme pemantauan dan


evaluasi.
 Sistem informasi yang dapat membantu para pengambil keputusan
dengan adanya ketersediaan data yang lengkap,akurat dan tepat
waktu.

 Sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan operasional (rutin)


serta dapat meminimalkan pekerjaan yang kurang memberikan nilai
tambah, meningkatkan kecepatan aktivitas rumah sakit serta dapat
menciptakan‘titik kontak tunggal’ atau ‘case manager’ bagi pasien.

 Sistem informasi yang dapat memberdayakan karyawan (empowering).

 Sistem informasi yang dapat mengakomodasi aktivitas yang


dibutuhkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan
keilmuannya di bidang obstetri dan ginekologi dengan ketersediaan
teknologi informasi yang mampu untuk memperoleh,
mentransmisikan, menyimpan, mengolah atau memproses dan
menyajikan informasi dan data baik data internal maupun data
eksternal.

 Pelayanan ibu dan bayi berupa 10 langkah menuju perlindungan Ibu


dan Bayi secara terpadu dan paripurna

Sistem Rujukan PONEK

 Sistem informasi rujukan

Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan


pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan
ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : Nomor surat,
tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang
dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan
penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa,
pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama
dan tanda tangan dokter yang memberikan pelayanan serta
keterangan tambahan yag dipandang perlu.

Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat


pasien rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada
pengirim pasien rujukan memuat : nomor surat, tanggal, status
jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujuan penerima, nama
dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah dirawat, kondisi pasien
saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut yang diperlukan.

 Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk
dirujuk. Kriteria pasien yang layak untuk dirujuk adalah sebagai
berikut :

Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah dapat


dipastikan tidak mampu diatasi di RSI Nashrul Ummah, yang
sudah dikonfirmasikan kepada dokter spesialis yang terkait.

Apabila telah mendapatkan perawatan dan pengobatan di Rumah


Sakit Queen Latifa, tetapi ternyata pasien perlu penanganan lebih
lanjut, pasien dirujuk ke pelayanan yang lebih tinggi yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah. Salah
satunya, RSUD Soegiri, RSM Lamongan dan RSU Dr. Soetomo
Surabaya merupakan salah satu rumah sakit yang telah
melakukan kerjasama MOU rujukan dengan RSI Nashrul
Ummah mengenai system rujukan PONEK.
Prosedur Klinis merujuk pasien:

 Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis
banding.

 Memberikan tindakan stabilisasi sesuai dengan kondisi pasien.

 Memutuskan unit pelayanan kesehatan tujuan rujukan yang


mampu menangani kasus pasien.

 Pasien dengan kondisi ini harus diantar dengan menggunakan


ambulans yang dilengkapi peralatan yang dibutuhkan, seperti
peralatan dan obat – obatan life saving.

Prosedur administrative merujuk pasien:

Membuat rekam medis pasien

Menjelaskan / memberikan informed consent kepada pasien atau


keluarga dengan sebaik – baiknya.

Membuat surat rujukan rangkap 2, lembar pertama dikirim ketempat


rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua
disimpan sebagai arsip.

Mencatat identitas pasien dan informasi medis secara singkat pada


buku register rujukan pasien.
Menghubungi rumah sakit yang dituju dan menjelaskan kondisi dan
kebutuhan medis pasien. Patugas harus memastikan bahwa
rumah sakit tujuan dapat dan bersedia menerima pasien yang
akan dirujuk.

Merujuk pasien dengan pendampingan perawat, petugas ambulan dan


dokter jika memang di perlukan (disesuaikan dengan derajat
rujukan).

Pelaksanaan Rawat Gabung Ibu Dan Bayi

 Persiapan.

Untuk melaksanakan rawat gabung ibu yang perlu dipersiapakan adalah


instansi pelayanan, ibu hamil, suami dan atau keluarga petugas, sarana
dan prasarana pelayanan.
 Instansi pelayanan:

← Perlu adanya kebijakan yang tertulis dari rumah sakit yang


merupakan komitmen dari unsur terkait untuk menunjang
keberhasilan pelaksanan rawat gabung ibu dan bayi.

 Rawat gabung ibu dan bayi merupakan salah satu kegiatan atau
program untuk mendukung keberhasilan menyusui dan program
sayang ibu dan sayang bayi.

 Program sayang ibu dan sayang bayi dengan memberikan hak


ibu antara lain mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan
standart , dekat dengan bayinya, bisa mencurahkan kasih sayang
sesuai keinginan.

 Hak bayi antara lain mendapatkan gizi terbaik untuk tumbuh dan
kembang. Gizi yang terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI)
yang tidak dapat digantikan oleh apapun, dan juga dapat setiap
saat mendapatkan ASI sesuai kebutuhan, mendapat kasih sayang,
dan selalu dekat dengan ibu.

Ibu hamil, suami, dan keluarga :

 Salah satu faktor keberhasilan menyusui adalah kesiapan calon


ibu dan dukungan dari keluarga. Sehingga sejak awal ibu hamil
sudah memahami pengertian rawat gabung.

 Suami dan keluarga perlu juga mendapat informasi tentang rawat


gabung ibu dan bayi sejak masa kehamilan pada waktu
pelayanan Ante Natal Care (ANC ).

 Informasi dapat diperoleh melalui sosialisasi tentang rawat


gabung ibu dan bayi minimal dua kali pada ANC (trimester II
dan trimester III), dimulai secara kelompok, dilanjutkan dengan
konseling kepada ibu, suami, keluarga.

Petugas.

kesiapan petugas dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi


adalah sebagai berikut:
 memahami pentingnya rawat gabung untuk kesejahteraan ibu dan
bayi.

 mampu menilai prasyaratan ibu dan bayi untuk dilakukan rawat


gabung.

 terampil dalam memberikan asuhan rawat gabung untuk


kesejahteraan ibu dan bayi.

 terampil melakukan asuhan pada bu dan bayi baru lahir dengan


tindakan.

 mampu menolong ibu dalam memposisikan bayinya dan pendekatan


yang baik.

 mampu menolong ibu dalam mengatasi kendala yang timbul


dalam menyusui bayinya, misalnya puting ibu lecet, payudara
bengkak.

 mampu menolong ibu memerah ASI, bila atas indikasi medis


bayi harus berpisah dari ibunya.

 memahami dan mampu melaksanankan laktasi yang benar.

 pelatihan petugas untuk menghindari hambatan dalam pelaksanaan


rawat gabung.

Sarana dan prasyarana pelayanan rawat gabung.


untuk melaksanakan rawat gabung perlu adanya sarana dan prasarana
yang mendukung, antara lain:

 ruang poli kebidanan atau Ante Natal Care (ANC) dilengkapi


dengan ruang konsultasi dan pojok laktasi.

 kamar bersalin: ruang nifas dengan rawat gabung dan ruang


penyuluhan dan bimbingan.

 ruang perinatologi dilengkapi ruang istirahat bagi ibu yang bayinya


dirawat.

 sarana dan prasyarana yang tersedia harus memenuhi prasyarataan


rawat gabung disesuaikan di masing-masing institusi / fasilitas
pelayan persalinan dan di komunitas.

Pelaksanaan rawat gabung ibu dan bayi.

 pelaksanaan rawat gabung hendaknya disiapkan semenjak perawatan


kehamilan (ANC ) .

 diawali dengan inisiasi menyusu dini pada masa persalinan di kamar


bersalin.

 dilanjutkan rawat gabung di ruang nifas, sebagai berikut:

a. menyusui On Cue (melihat tanda-tanda bayi ingin menyusu)

menyusui ekslusif.
asuhan bayi baru lahir

 mencegah hipotermi.

 Pemeriksaan klinis bayi

 Perawatan umum (merawat tali pusat, mengganti popok,


memandikan bayi, menjaga hygiene bayi).

 Deteksi dini tanda bahaya bayi baru lahir.

Asuhan ibu nifas antar lain:

 Peurperium.

 Breast care, termasuk memerah dan menyimpan ASI

3) Pendampingan menyusui, termasuk perlekatan dan posisi


menyusui yang benar, mengenali tanda bayi ingin menyusu,
dan tanda bayi telah puas dalam menyusu.

Mengenali hambatan pada masa nifas .

Asuhan ibu nifas pasca tindakan.

Membantu ibu bila ditemukan penyulit dalam menyusui (kelainan


putting, pembengkakan mamae, engorgement, dll).

Senam nifas.
 Komunikasi Informasi Edukasi (KIE).

keberhasilan dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi,


untuk mendukung keberhasilan menyusui, calon ibu perlu
mendapatkan informasi tentang berbagai hal sebagai berikut:

 Nutrisi ibu menyusui.

 Pengetahuan tentang menyusui secara ekslusif.

 Kerugian bila bayi tidak mendapatkan ASI.

 Manajemen laktasi yang benar, termasuk kendala-kendala


dalam menyusui bayi.

 Mengenali tanda-tanda bahaya pada ibu dan bayi.

 Perawatan payudara.

 Cara memerah, menyimpan, dan memberikan ASI dengan


sendok.

 KB terutama Metode Amenore Laktasi (MAL).

D. Inisiasi Menyusui Dini dan Asi Eksklusif


Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Menurut Waba & Unicef :

Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan

Dalam menolong ibu saat melahirkan, tidak atau mengurangi


mempergunakan obat kimiawi mengganti dengan pijat, aromatherapy
atau music.

Setelah bayi lahir, bayi dikeringkan secepatnya terutama kepalanya,


kecuali tangannya , tanpa menghilangkan lemak putih (vernix). Mulut
dan hidung dibersihkan dan tali pusat potong.

Bila tak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu


dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Keduanya diselimuti. Bayi
dapat diberi topi.

Menganjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati


puting. Biarkan bayi mencari puting sendiri

Mendukung ibu bila perlu dibantu mengenali perilaku bayi sebelum


menyusu.

Membiarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak
selama 1 jam atau lebih sampai proses menyusu awal selesai

Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, dekatkan puting ke bayi tapi
jangan memasukkan puting ke mulut bayi. beri waktu 30 menit atau 1
jam lagi
Setelah kontak kulit ibu-bayi sekitar 1 jam, atau lebih, bayi baru
dipisahkan untuk ditimbang, diukur, diberi vit K, tetes mata dan
dicap/tanda.

Rawat gabung Bayi: Ibu– bayi dirawat dalam satu kamar, dalam
jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI saja tanpa minuman atau
makanan lain kecuali atas indikasi medis.

Tatalaksanan IMD bagi ibu yang menjalani persalinan dengan operasi sesar
adalah:

 Menyiapkan tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif

 Pembiusan dilakukan secara epidural

 Usahakan suhu ruangan 20-25 C dan menyediakan selimut untuk


menutupi punggung bayi sampai kepala untuk mengurangi terjadinya
proses kehilangan panas pada bayi.
 Tatalaksana sama dengan tatalaksana IMD pada ibu persalinan spontan.

 Jika IMD belum terjadi di kamar operasi IMD bisa dilakukan di


kamar pemulihan atau kamar perawatan ibu dengan pemantauan dari
petugas.

A. TEKNIK MENYUSUI

 Posisi dan Langkah-langkah Menyusui yang Benar


Posisi menyusui yang tepat

 Duduklah dengan posisi yang enak atau santai, pakailah kursi


yang ada sandaran punggung dan lengan, kaki harus menapak
tidak menggantung

 Gunakan bantal untuk mengganjal bayi agar bayi tidak terlalu


jauh dari payudara ibu

 Posisi bayi, kepala bayi berada di siku ibu sebelah dalam, tangan
bayi berada pada ketiak ibu atau melingkar pada punggung ibu
dan perut bayi menenpel pada perut ibu.

Langkah-langkah menyusui yang benar

Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan
disekitar putting (cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan
dan menjaga kelembapan putting susu), duduk atau berbaring
dengan santai.

Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi kepala bayi berada


di siku ibu sebelah dalam, tangan bayi berada pada ketiak ibu atau
melingkar pada punggung ibu dan perut bayi menenpel pada perut
ibu, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan
dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh
bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi
terbuka lebar.
Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir
bawah bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut
bayi dengan benar yaitu
dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan
bibir bawah bayi membuka lebar.

Cara Memasukkan Puting Susu Ibu ke Mulut Bayi

 Bila dimulai dengan payudara kanan, letakkan kepala bayi pada


siku bagian dalam lengan kanan, badan bayi menghadap kebadan
ibu.

 Lengan kiri bayi diletakakan diseputar pinggang ibu, tangan


kanan ibu memegang pantat/paha kanan bayi.

 Sangga payudara kanan ibu dengan empat jari tangan kiri, ibu jari
diatasnya tetapi tidak menutupi bagian yang berwarna hitam
(areola mamae).

 Sentuhlah mulut bayi dengan puting payudara ibu

 Tunggu sampai bayi membuka mulutnya lebar

 Masukkan puting payudara secepatnya ke dalam mulut bayi


sampai bagian yang berwarna hitam (areola)

Teknik Melepaskan Hisapan Bayi

Setelah selesai menyusui kurang lebih selama 10 menit, lepaskan


hisapan bayi dengan cara:
 Masukkan jari kelingking ibu yang bersih kesudut mulut bayi

 Menekan dagu bayi ke bawah

 Dengan menutup lubang hidung bayi agar mulutnya membuka

 Jangan menarik puting susu untuk melepaskan.

Cara Menyendawakan Bayi Setelah Minum ASI

Setelah bayi melepaskan hisapannya, sendawanya bayi sebelum


menyusukan dengan payudara yang lainnya dengan cara:

 Sandarkan bayi dipundak ibu, tepuk punggungnya dengan pelan


sampai bayi bersendawa

 Bayi ditelungkupkan dipangkuan ibu sambil digosok punggungnya

Tanda-tanda Teknik Menyusui Sudah Baik dan Benar

 Bayi dalam keadaan tenang

 Mulut bayi terbuka lebar

 Bayi menempel betul pada ibu

 Mulut dan dagu bayi menempel pada payudara


 Sebagian besar areola mamae tertutup oleh mulut bayi

 Bayi nampak pelan-pelan menghisap dengan kuat

 Kuping dan lengan bayi berada pada satu garis

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan


Metode Kanguru A. Konsep Pelayanan Perawatan Metode
Kanguru (PMK)

 Dilakukan secara komprehensif (promotif, preventif, Kuratis, dan


rehabilitatif)

 Hospiotal based dan community based

 Harus integrasi dengan pelayanan yang ada

 Semua tindakan harsu terdokumentasi

 PMK utamanya merupakan intervensi perawatan dengan dukungan medis.

Alur pasien dalam pelayanan

Bayi dengan berat lahir rendah bisa mendapatkan perawatan metode


kanguru (PMK) di dalam dan luar RS. Bayi bayi yang masih
memerlukan fasilitas perawatan spesialistik dirawat di rumah sakit.
Sedangkan bayi-bayi dengan kondisi umum stabil, toleransi minum baik
dan ibu dianggap mampu melakukan PMK dapat dirawat di luar RS atau
di rumah dengan pengawasan kesehatan terlatih. Jika bayi kembali
masuk dalam keadaan gawat dapat langsung datang ke RS/UGD.

Prosedur / Algoritme pelayanan

Pelayanan PMK diberikan sesuai dengan standar profesi. Prosedur


pelayanan sebagai berikut:

 PMK pada BBLR dilakukan setelah pemeriksaan dan persetujuan


oleh tenaga medis (dokter)

 Setelah dokter memutuskan bahwa BBLR dapat dialkukan PMK,


selanjutnya inisiasi oleh tenaga keperawatan/bidan

 Keluarga pasien diberikan informasi mengenai pelayanan PMK,


setelah setuju maka keluarga menandatangai informed consent.

 Edukasi kepada keluarga pasien mengenai pelaksanaan PMK sesuai


dengan level perawatan bayi

 Ruang perawatan PMK (level 1): dilakukan PMK secara kontinu

 Level II : dilakukan PMK intermiten

 Melatih keluarga untuk melakukan PMK terutama mengenai posisi


bayi, cara menyusui dan personal hygiene. Setelah keluarga dilatih
maka dilakukan uji coba penerapan PMK (dengan persetujuan dokter)
 Perawat melakukan observasi terhadap pasien dan keluarga pasien
selama melaksanakan perawatan PMK

 Pulang dan kunjungan ulang (kontrol):

 Pemulangan (discharge) pasien dapat dilakukan setelah mendapat


persetujuan dokter

 Pada saatpulang keluarga diberikan edukasi mengenai hal- hal


yang perlu dilakukan dan diperhatikan selama melakukan PMK di
rumah. Dapat diberikan catatan mengenai kesehatan bayi
menggunakan buku KIA.

 Kunjungan ulang (kontrol) dilakukan di


tempat rumah sakit. D. Langkah-Langkah Perawatan
Metode Kanguru Pada BBLR

Persiapan

Sebelum ibu mampu melakukan PMK dilakukan latihan untuk adaptasi


selama kurang lebih 3 hari. Saat melakukan latihan ibu diajarkan juga
mengenai personal higyene: dibiasakan memcuci tangan, kebersihan
kulit bayi (tidak dimandikan hanya dengan baby oil), kebersihan tubuh
ibu dnegan mandai sebelum melakukan PMK. Serta diajarkan tanda-
tanda bahaya seperti:

 Kesulitan bernafas 9dada tertarik kedalam, merintih)

 Bernafas sangat cepat atau sangat lambat


 Serangan henti nafas 9apnea) sering dan lama

 Bayi terasa dingin : suhu tubuh di bawah normal walaupun telah


dilakukan penghangatan

 Sulit minum : bayi tidak lagi terbangun untuk minum, berhenti minum
dan muntah

 Kejang

 Diare

 Sklera/ kulit menjadi kuning

Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan PMK perlu diperhatikan 4 komponen PMK yaitu:

 Posisi bayi

Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak, dada bayi


menempel ke dada ibu. Posisi bayi dijaga dengan kain panjang atau
pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri,
dengan posisi sedikit tengadah (ektensi). Ujung pengikat tepat berada
di bawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi ”kodok”,
tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar saat
iu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir. Pastikan juga bahwa
ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada di bayi. Perut bayi
jangan sampai tertekan dan sebaliknnya berda di sekitar epigastrum
ibu. Dengan cara ini bayi dapat melakukan pernafasan perut.

Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju


kanguru, misalnya saat akan disusui:

 Pegang bayi dengan satu tangan diletallan di belakang leher


sampai punggung bayi.

 Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran
nafas ketika bayi berada pada posisi tegak.

 Tempatkan tangan lainnya di bawah pantat bayi.

Nutrisi dengan pemberian ASI

Dengan melakukan PMK, proses menyusui menjadi lebih berhasil


dan sebagian besar bayi yang dipulangkan memperoleh ASI. Bayi
pada kehamilan kurang dari 30-32 minggu biasanya perlu diberi
minum melalui pipa nasogastrik, untuk ASI yang diperas (axpressed
breast milk). Bayi dengan masa kehamilan 32-34 minggu dapat diberi
minum melalui gelas kecil. Sedangkan bayi-bayi dengan usia
kehamilan sekitar 32 minggu atau lebih, sudah dapat mulai menyusu
pada ibu.

Dukungan

Saat bayi telah lahir, ibu memerlukan dukungan dari berbagai pihak,
diantaranya berupa:
1) Dukungan emosional: ibu memerlukan dukungan untuk melakukan
PMk. Banyak ibu-ibu muda yang mengalami keraguan sangat
besar untuk memenuhi kebutuhan bayi pertamanya sehingga
membutuhkan dukungan dari keluarga, teman serta petugas
kesehatan.

2) Dukungan fisik : selama beberapa minggu pertama PMK, merawat


bayi akan sangat menyita waktu ibu. Istirahat dan tidur yang
cukup sangat penting pada peranannya pada PMK. Oleh karena
itu, ibu memerlukan dukungan untuk membantu menyelesaikan
tugas rumah.

3) Dukungan edukasi : sangat penting memberikan informasi yang


ibu butuhkan agar ia dapat memahami seluruh proses PMK dan
mengetahui manfaat PMK. Hal ini membuat PMK menjadi lebih
bermakna dan akan meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan
berhasil menjalankan PMK baik di rumah sakit ataupun saat di
rumah.

Dukungan bisa diperoleh dari petugas kesehatan, seluruh anggota


keluarga, ibu dan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, akan
sangat sulit bagi ibu untuk dapat melakukan PMK dengan
berhasil.
Pemulangan

Pemulangan bayi dilakukan atas persetujuan dokter berdasarkan


laporan perawat. Bayi PMK dapat dipulangkan dari rumah sakit
setelah memenuhi kriteria dibawah ini:
 Kesehatan bayi secara keseluruhan dalam kondisi baik dan tidak
ada henti nafas (apneu) atau infeksi

 Bayi minum dengan baik

 Berat bayi selalu bertambah (sekurang0kurangnya 15g/kg/hari)


untuk sekurangnya tiga hari berturut-turut.

 Ibu mampu merawat bayi dan dapat datang secara teratur untuk
melakukan follow up

Mereka akan tetap memerlukan dukungan meskipun tidak sering dan


seintnsif seperti sebelumnya. Jika tidak ada layanan tindak lanjut atau
lokasi RS letaknya jauh, pemulangan dapat ditunda. Sebelum
dipulangkan, pastikan ibu sudah mengerti tanda-tanda bahaya bayi,
jadwal kontrol bayi, monitoring tumbuh kembang dan bagaiman cara
merujuk ke RS jika terjadi bahaya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

 Monitoring kondisi bayi

Hal-hal yang harus dimonitoring adalah

 Tanda vital 3x/hari (setiap ganti shif)

 Barat badan bayi 1x/hari

 Panjang badan dan lingkar kepala 1xseminggu


 Predischarge score setiap hari

 Jejas persalinan

 Skrining bayi baru lahir

 Tumbuh kembang bayi : terutama panca indranya

 Monitoring kondisi ibu

Hal-hal yang perlu dimonitoring antara lain:

 Tanda-tanda vital

 Involusi uteri

 Laktasi

 Perdarahan post partum

 Luka operasi

 Luka perineum

 Penanganan dan pencegahan

 Untuk mencegah BBLR mendapat penyakit, maka BBLR perlu


mendapatkan imunisasi sesuai jadwal yang dianjurkan.
 Tanya dan cari tanda-tanda apapun yang mengidentifikasikan
adanya penyakit, baik yang dilaporkan atau tidak oleh ibu.

 Tangani setiap penyakit berdasarkan standart operasional prosedur


dan juklak lokal.

 Jika pertambahan berat badan tidak mencukupi, tanya dan cari


permasalahannya, penyebab dan solusi. Semua ini umumnya
berhubungan dengan pemberian minum dan penyakit.

Sistem Rujukan

Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tangung jawab dan


wewenang secara timbale balik dalam pelayanan kesehatan untuk
menciptakan suatu pelayanan kesehatan paripurna. Rujukan dapat
berlangsung secara vertical maupun horizontal sesuai dengan fungsi
koordinasi dan jenis kemampuan yang dimiliki. Rujukan dapat terjadi
dari unit PMK di luar RS atau unit PMK di RS ke RS lain dnegan kelas
rujukan lebih tinggi. Kegiatan rujukan mencakup:

 Rujukan pasien

Rujukan pasien internal adalah rujukan antar spesialis dalam satu


rumah sakit. Rujukan eksternal adalah rujukan antar spesialis keluar
rumah sakit dengan mengikuti system rujukan yang ada.

 Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan


kemampuan tenaga unit PMK serta sumber daya kesehatan lainnya
(dana, alat dan sarana)
 Rujukan manajemen

System pelayanan rujukan bila BBLR tidak dapat ditangani sendiri


segera rujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap sarana dan tenaga
kesehatannya. Harus ada koordinasi, mudah, sehingga tidak
memperlambat pertolongan dan tidak merugikan pasien. Mudah, cepat
dan tepat adalah yang utama.

Rumah Sakit Sayang Ibu Dan


Bayi (RSSIB) A. LANGKAH 1

Ada kebijakan tertulis tentang manajemen yang mendukung pelayanan


kesehatan ibu dan bayi termasuk pemberian ASI eklusif dan Perawatan
Metode Kanguru (PMK) untuk

BBL
R
PEL
AKS
ANA
AN
 Direktur rumah sakit membuat kebijakan tertulis tentang:

 Pelaksanaan program RSSIB dengan penerapan 10 langkah


perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna.

 Penetapan komite di rumah sakit yang bertangung jawab


terhadap pelaksanaan dan evaluasi program RSSIB
 Pemberian ASI termasuk IMD yang secara rutin
dikomunikasikan kepada petugas kesehatan

 Pelaksanaan PMK bagi BBLR

 System rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan system


regionalisasi

 Kerjasama dengan kelompok pendukung ASI dan posyandu di


wilayah rumah sakit tentang proses rujukan pasca persalinan
dalam rangka monev ASI eklusif dan PMK pada BBLR

 Semua kebijakan harus dikomunikasikan kepada seluruh petugas


RS

 Direktur rumah sakit membuat SK tentang Pemberian ASI dan


penerapan kode pemasaran PASI yang secara rutin
dikomunikasikan kepada seluruh petugas RS dan dipampangkan

 Dierektur rumah sakit menandatangani protap-protap pelaksanaan


program RSSIB terpadu yang telah dibuat komite dan cara/format
pelaporan seperti:

 Kegawatdaruratan kebidanan

 Kegawatdaruratan neonatal

 Pelayanan antenatal
 Persalinan bersih dan aman (APN) termasuk persalinan yang
ditunggu oleh suami dan keluarga

 Perawatan bayi baru lahir (perinatologi) termasuk pemberian


vitamin K1 injeksi (untuk bayi normal setelah IMD, bayi sakit
setelah resusitasi) dan salep mata/tetes mata

 Perawatan nifas dan rawat gabung

 Perawatan PMK untuk bayi BBLR dan premature

Semua petugas di bagian kebidanan dan anak dapat memberikan


informasi kepada ibu-ibu yang habis melahirkan mengenai cara
menyusui yang benar dan pentingnya ASI.

PROGRAM YANG DIJALANKAN RUMAH SAKIT

 Pembentukan TIM Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)


untuk melakukan konseling

 Menyediakan bahan materi konseling

 Menjalankan program prenatal class

LANGKAH 3
Menyelenggarakan persalinan bersih dan aman serta penanganan pada
bayi baru lahir dengan inisiasi Menyusu Dini dan kontak kulit ibu dan
bayi

PELAKSANAANNYA

 Melakukan penapisan resiko persalinan dan pemantauan persalinan

 Diterapkannya standar pelayanan kebidanan pada persalinan

 Adanya fasilitas kamar bersalin sesuai standar

 Adanya fasilitas pencegahan infeksi sesuai standar

 Adanya fasilitas peralatan resusitasi dan perawatan bayi baru lahir

 Adanya fasilitas kamar operasi sesuai standar

 Inisiasi menyusu dini

 Perawatan bayi baru lahir (perinatologi) termasuk pemberian


vitamin K1 injeksi dan tetes/salep mata (tetrasiklin/eritromicin)

 Adanya pelatihan berkala bagi dokter, bidan dan perawat I(in


house training) dalam penanganan persalinan aman dan
penanganan pada bayi baru lahir.

 Adanya pelatihan IMD neonatus


 Penanggungjawab program perinatal resiko tinggi dan program
RSSIB berkoordinasi melalui pertemuan lintas sector maupun
lontas program secara rutin.

LANGKAH 4

Menyelenggarakan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi


Komprehensif (PONEK)

PELAKSANAANNYA

 Adanya standar pelayanan terhadap kasus potensial resiko tinggi,


kasus resiko tinggi dan kasus gawat darurat obstetric dan neonatal

 Adanya pelayanan tranfusi yang dapat dilaksanakan 24 jam

 Tindakan operatif dapat dilaksanakan 24 jam

 Kesiapan pelayanan kebidanan 24 jam

 Adanya dokter jaga 24 jam yang telah mengikuti pelatihan


penanggulangan gawat darurat kebidanan dan neonatal.

 Ada fasilitas unit gawat darurat kebidanan dan fasilitas pelayanan


HCU/ICU/NICU/PICU sesuai standard an kompetensi
 Adanya pelatihan bagi dr.Sp.OG, dr.Sp.A, dokter, bidan dan
perawat tentang pelayanan obstetric neonatal emergenci
komprehensif

 Adanya pelatihan untuk penanganan bayi kurang bulan dengan


perawatan metode kanguru.

PROGRAM YANG DIJALANKAN

Membentuk TIM PONEK dan menjalankan sistem PONEK

LANGKAH 5

Menyelenggarakan pelayanan adekuat untuk nifas, rawat gabung


termasuk membantu ibu menyusui yang benar, dan pelayanan neonatus
saki.

PELAKSANAANNYA

 Mempraktekkan rawat gabung ibu dan bayi bersama 24 jam sehari

 Adanya pemantauan infeksi nosokomial pada bayi yang dirawat


gabung.

 Melakukan manajemen laktasi dan perawatan bayi

 Ada tata tertib/jam kunjungan ibu dan bayi

 Ada larangan promosi susu formula di RS dan lingkungannya


 Melaksanakan pemberian ASI sesuai kebutuhan bayi atau sesering
semau bayi

 Tidak memberikan minuman atau makanan kepada bayi baru lahir


selain ASI kecuali ada indikasi medis

 Melaksanakan perawatan Metode Kanguru untuk BBLR

 Memberitahu ibu bagaimana cara menyusui yang benar

 Tidak memberikan dot/kempeng pada bayi

 Tetap mempertahankan laktasi walaupun harus terpisah dari bayinya.

 Adanya fasilitas ruang nifas sesuai standar

 Melakukan perawatan nifas

 Melakukan hygiene perineum

 Pencegahan infeksi nosokomial pada ibu yang dirawat.

LANGKAH 6

Menyelenggarakan pelayanan rujukan dua arah dan membina jejaring


rujukan pelayanan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan lain
PELAKSANAANNYA

 RS sebagai pembinaan wilayah rujukan

 Menyediakan pelayanan ambulan 24 jam

 Melaksanakan umpan balik rujukan

 Menyelenggarakan pelatihan PONEK atau pelatihan yankes ibu


bayi lainnya bagi semua petugas yang terkait dan bagi petugas
puskesmas/rumah bersalin dan bidan praktek swasta diwilayah
lingkup rujukan.

 Membina jejaring rujukan ibu dan bayi dengan sarana kesehatan


lain diwilayah binaannya

PROGRAM YANG DIJALANKAN

Membentuk keterpaduan dalam system rujukan

LANGKAH 7

Menyelenggarakan konseling dan pelayanan imunisasi bayi di RS


sesuai dengan usia

Memantau tumbuh kembang bayi sejak lahir (stimulasi, deteksi dan


intervensi tumbuh kembang)

Memantau pemberian ASI Eklusif pada bayi


Penanganan penyakit bayi sesuai standar

PROGRAM YANG DILAKSANAKAN

1. Pelayanan imuniasai poli bidan dan poli dokter spesialis

 Program deteksi tumbuh kembang dengan Kuisioner Pra Skrining


Perkembangan (KPSP)

LANGKAH 8

Menyelenggarakan pelayanan keluarga berencana termasuk pencegahan


dan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan serta kesehatan
reproduksi lainnya. PELAKSANAANNYA

 Menyelenggarakan konseling mengenai KB dan kontrasepsi


termasuk metode Amenorhea laktasi (MAL) untuk pasien dan
suami sebelum meninggalkan RS

 Menyelenggarakan pelayanan KB paripurna termasuk kontrasepsi


baik untuk perempuan dan laki-laki

 Menyelenggarakan konseling mengenai kesehatan reproduksi


termasuk konseling pranikah.

LANGKAH 9
Melaksanakan Audit Maternal dan perinatal rumah sakit secara periodik dan
tindak

lanjut.

PELAKSANAANNYA

 Komite medik agar dapat bertindak sebagai Tim AMP yang


mengadakan pertemuan secara rutin yang berfungsi melaksanakan
audit.

 Menyebarluaskan laporan AMP dan tindak lanjut secara rutin

J.LANGKAH 10

Memberdayakan kelompok pendukung ASI dalam menindaklanjuti


pemberian ASI

eklusif dan PMK

PELAKSANAANNYA

Adanya kelompok binaan rumah sakit sebagai pendukung ASI dan


PMK, dimana anggota kelompok ini akan saling membantu dan
mendukung pemberian ASI eklusif termasuk pelaksanaan PMK.

Adanya ruang menyusui

PROGRAM YANG DILAKSANAKAN


Melatih anggota pendukung ASI yang di luar RS (Posyandu, ibu-ibu
yang pernah melahirkan di RS) sehingga mampu berperan dalam
kelompok pendukung ASI.

G. Rujukan Ponek

MEKANISME RUJUKAN

Sistem rujukan adalah system jejaring pelayanan kesehatan yang


memungkinkan terjadinya pelimpahan tangung jawab atas problem yang
timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih mampu.
Pelimpahan tangung jawab meliputi berbagai jenis rujukan, yang dapat
dibedakan sebagai berikut:

Rujukan medis

← Rujukan pasien

Adalah pengiriman pasien (dalam hal ini maternal dan perinatal)


dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan yang kurang mampu
kepada unit kesehatan yang lebih mampu. Sebaliknya unit
kesehatan yang lebih mampu akan mengembalikan pasien ke unit
yang mengirim untuk pengawasan/ melanjutkan yang diperlukan.

← Rujukan laboratorium

Adalah pengiriman bahan pemeriksaan laboratorium, dari


laboratorium yang kurang mampu ke laboratorium yang lebih
mampu/lengkap.
Rujukan kesehatan

← Rujukan iptek dan ketrampilan

Rujukan manajemen

Pengiriman informasi

Guna kepentingan monitoring semua kegiatan pelayanan


kesehantan diperlukan system informasi.

 Sistem informasi rujukan

 Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan


pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan
ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : Nomor surat,
tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang
dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan
penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa,
pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama
dan tanda tangan dokter yang memberikan pelayanan serta
keterangan tambahan yag dipandang perlu.

 Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat


pasien rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada
pengirim pasien rujukan memuat : nomor surat, tanggal, status
jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan
penerima, nama dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah
dirawat, kondisi pasien saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut
yang diperlukan.

 Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk
dirujuk. Kriteria pasien yang layak untuk dirujuk adalah sebagai
berikut :

 Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sudah


dapat dipastikan tidak mampu diatasi di RSI Nashrul Ummah
Lamongan, yang sudah dikonfirmasikan kepada dokter spesialis
yang terkait.

 Apabila telah mendapatkan perawatan dan pengobatan di RSI


Nashrul Ummah Lamongan, tetapi ternyata pasien perlu
penanganan lebih lanjut, pasien dirujuk ke pelayanan yang lebih
tinggi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satunya,
RSUD dr SOEGIRI, RSML Lamongan dan RSU dr SOETOMO
merupakan salah satu rumah sakit yang telah melakukan
kerjasama MOU rujukan dengan RSI Nashrul Ummah Lamongan
mengenai system rujukan PONEK.
Prosedur Klinis merujuk pasien:

Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang untuk menentukan diagnosis utama dan diagnosis
banding.

Memberikan tindakan stabilisasi sesuai dengan kondisi pasien.


Memutuskan unit pelayanan kesehatan tujuan rujukan yang mampu
menangani kasus pasien.

Pasien dengan kondisi ini harus diantar dengan menggunakan


ambulans yang dilengkapi peralatan yang dibutuhkan, seperti
peralatan dan obat – obatan life saving.

Prosedur administrative merujuk pasien:

Membuat rekam medis pasien

Menjelaskan / memberikan informed consent kepada pasien atau


keluarga dengan sebaik – baiknya.

Membuat surat rujukan rangkap 2, lembar pertama dikirim ketempat


rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua
disimpan sebagai arsip.

Mencatat identitas pasien dan informasi medis secara singkat pada


buku register rujukan pasien.

Menghubungi rumah sakit yang dituju dan menjelaskan kondisi dan


kebutuhan medis pasien. Patugas harus memastikan bahwa
rumah sakit tujuan dapat dan bersedia menerima pasien yang
akan dirujuk.

Merujuk pasien dengan pendampingan perawat, petugas ambulan dan


dokter jika memang di perlukan (disesuaikan dengan derajat
rujukan).
BAB VI
TATA LAKSANA PELAYANAN

TATALAKSANA PENERIMAAN PASIEN BARU

 Petugas Penanggung Jawab

← Perawat Pelaksana

 Perangkat Kerja

Surat pengantar rawat

Berkas Rekam Medis

Alat tulis
Stetoskop, thermometer

Timbangan badan

 Tata Laksana

 IBU masuk ruang perawatan dengan membawa surat


pengantar rawat inap dari IGD atau surat rujukan

 Perawat menerima pesanan kamar dari adminission

 Perawat menghubungi petugas IGD/IRJ bahwa kamar


perawatan sudah siap untuk digunakan

 Perawat IGD/IRJ mengantarkan pasien ke ruang perawatan

 Pasien diterima diruang perawatan dengan ramah dan perawat


mengucapkan salamkepada pasien

 Perawat IGD/IRJ melakukan serah terima pasien beserta


Berkas Rekam Medis pasien dengan perawat ruang rawat

 Perawat membaca instruksi dokter dan menjalankan instruksi


tersebut

 Perawat memeriksa tanda-tanda vital pasien serta


mendokumentasikan pada berkas Rekam Medis pasien
 Apabila pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium atau radiologi, maka perawat menghubungi
petugas laboratorium radiologi

TATALAKSANA PEMERIKSAAN PASIEN (VISITE) DOKTER


PENANGGUNG JAWAB

 PETUGAS PENANGGUNG JAWAB

Dokter penanggung jawab pasien

Perawat PJ shift

 PERANGKAT KERJA

Berkas Rekam Medis pasien

Stethoscope
 TATALAKSANA

Perawat memberitahukan dokter penanggung jawab pasien bahwa


pasien sudah masug ruang rawat dan menanyakan rencana
waktu visite

Perawat menemani dokter visite dengan membawa rekam medis


dan peralatan media yang dibutuhkan dokter tersebut

Dokter memeriksa kondisi dan perkembangan pasien serta


mengisi/melengkapi rekam medis pasien.

Dokter penanggung jawab memberikan informasi kepada pasien /


keluarga tentang kondisi penyakit serta perkembangan pasien
yang bersangkutan

Perawat mencatat semua instruksi dokter di catatan kegiatan harian

Perawat mencatat kondisi dan perkembangan pasien dalam buku


laporan harian untuk diinformasikan kepada perawat jaga shift
berikutnya.

TATA LAKSANA MERUJUK PASIEN

 Petugas Penanggung Jawab

Perawat pelaksana

 Bahan Kerja
Form Rujukan

Ringkasan pasien pulang

Resume keperawatan
Obat-obatan dan barang-barang milik pasien

Alat-alat tulis

 Tata Laksana

Pasien yang dirujuk disebabkan karena tidak lengkapnya alat,


fasilitas atau pasien memerlukan penanganan lanjutan yang
tidak tersedia di RSI Nashrul Ummah Lamongan

Siapkan formulir rujukan, yang diisi oleh dokter PJ pasien atau dokter
jaga.

Perawat menghubungi RS yang dituju, pastikan di RS tersebut


sudah ada tempat untuk pasien tersebut.

Perawat menghubungi petugas IGD untuk permintaan ambulance


RSI Nashrul Ummah Lamongan

Perawat menyiapkan obat-obatan, hasil pemeriksan lain dan


barang-barang milik pasien dan pesanan pulang.

Petugas administrasi Ruang Inap menyelesaikan administrasi


ruangan dan mengirim ke kasir rawat inap
Keluarga diminta untuk meyelesaikan administrasi ke bagian kasir
rawat inap dengan membawa surat pulang rawat inap

Keluarga menunjukkan kwitansi dan surat izin pulang dari kasir


kepada perawat

 Antarkan pasien ke RS yang dituju

TATA LAKSANA MENDAMPINGI PASIEN UNTUK DIRUJUK

 Petugas Penanggung Jawab

 Perawat pelaksana

 Perangkat Kerja

 Form Rujukan

 Incubator

 Ambulance

 Alat-alat tulis

 Tata Laksana
 Perawat yang mendampingi pasien yang dirujuk harus sudah PJ
Shift

 Dokter PJ pasien membuat surat rujukan dan melengkapi


hasil-hasil pemeriksan yang telah dilakukan untuk dibawa
perawat pendamping

 Perawat menghubungi RS rujukan untuk memastikan adanya


tempat untuk penerimaan pasien di RS rujukan

 Cek kesiapan transportasi/ ambulance RSI Nashrul Ummah


Lamongan /ambulance 118

 Perawat pendamping pasien menyiapkan pasien dan surat


rujukan beserta dokumen medis yang akan dibawa antara lain :
foto copy hasil pemeriksaan, foto rontegent, dll.

 Observasi Suhu, Nadi, RR (lihat SPO …..) sebelum pasien dibawa.

 Perawa pendamping pasien harus selalu memantau keadaan


umum pasien selama dalam perjalanan, antara lain : Suhu,
Nadi, Pernapasan pasien (lihat SPO …..), dan mencatat hasil
pemantauan di formulir observasi

 Perawat pendamping pasien melakukan serah terima pasien


dan menyerahkan surat rujukan pasien beserta hasil-hasil
pemeriksaan, obat-obatan.

TATA LAKSANA PASIEN PULANG DARI RAWAT INAP


 Petugas Penanggung Jawab

 Perawat pelaksana

 Perangkat Kerja

 Ringkasan pasien pulang dan resume keperawatan

 Obat-obatan

 Foto rontgent, USG

Foto copy hasil pemeriksaan laboratorium/radiology sesuai dengan permintaan pasien

 Surat pengantar control ulang

 Alat-alat tulis

Tata Laksana

 Beri tahu petugas ADM, bahwa pasien sudah ada rencana


pulang minta petugas Administrasi untuk mengecek
administrasi pasien selama di rawat

 Beri tahu pasien dan keluarga, bahwa pasien sudah dilaporkan


pulang pada tanggal ……… dan jam ……….. (sebelum jam
12.00) atau pulang tunggu dokter dating melihat pasien
terlebih dahulu.

 Siapkan berkas-berkas yang harus dibawa pasien pulang


seperti ringkasan pulang dan resume keperawatan, obat-obatan
yaitu resep/obat-obatan yang akan dibawa pulang, surat
istirahat, surat pengantar control ulang, surat asuransi, foto
copy hasil pemeriksaan diagnostic dan hasil laboratorium

 Kirim resep obat pasien pulang ke farmasi, bila pasien


diberikan obat tambahan dalam bentuk resep, masukkan
nomor resep dalam transaksi

 Cek obat-obatan pasien, jika ada yang akan diretur, berikan ke


petugas ADM untuk diretur, kecuali obat-obat yang dibeli
diluar farmasi RS

 Keluarga diminta untuk menyelesaikan administrasi ke kasir


rawat inap dengan membawa surat ijin pulang rawat inap

 Keluarga menunjukkan kwitansi dan surat ijin pulang dari


kasir kepada perawat

 Beri penjelasan kepada pasien mengenai pesanan pulang


seperti perawatan khusus dirumah, obat-obatan yang diminum,
tanggal control kembali

 Serahkan obat-obatan yang dibawa pulang, barang milik


pasien, foto rontgent, ringkasan pulang, surat istirahat,
keterangan sakit dll, minta pasien/keluarga member tanda
tangan pada buku pemulangan foto/USG dan meminta
keluarga untuk menndatangani resume keperawatan

 Buatlah perjanjian untuk control ke praktek dokter sesuai


dengan jadwal yang diminta oleh dokter yang merawat, bila
pasien pulang pada hari libur/minggu, catat pada buku
ekspedisi pasien untuk dibuatkan perjanjian setelah hari libur

 Bayi diantar oleh perawat sampai di pintu utama/tengah RSI


Nashrul Ummah Lamongan tau sampai naik kendaraan
TATA LAKSANA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PASIEN DI
RAWAT INAP

 Petugas Penanggung Jawab

 Perawat pelaksana

 Petugas Analis

 Perangkat Kerja

 Berkas Rekam Medis

 Formulir pemeriksaan Laboratorium/Radiologi

 Tata Laksana

 Dokter menjelaskan kepada pasien/keluarganya tentang


pemeriksaan yang akan dilakukan

 Dokter mengisi formulir pemeriksaan laboratorium

 Perawat mencatat tentang pemeriksaan laboratorium yang


akan diperiksa pada catatan kegiatan harian

 Bidan / Perawat menurunkan form permintaan pemeriksaan


laboratorium
 Petugas analis dating ke rawat inap untuk mengambil sampel
pemeriksaan

 Petugas laboratorium menghubungi perawat dan


memberitahukan hasil pemeriksaan sudah selesai dan dapat
diambil segera

 Bidan / Perawat mengambil hasil pemeriksaan ke laboratorium

 Hasil pemeriksaan laboratorium yang diterima dari bagian


Laboratprium, dimasukkan ke dalam BRM pasien yang
bersangkutan dan perawat melaporkan hasil pemeriksaan
kepada dokter penanggung jawab pasien.

TATA LAKSANA PEMERIKSAAN RADIOLOGY PASIEN


DI RAWAT INAP

 Petugas Penanggung Jawab

 Perawat pelaksana

 Petugas Radiografer

 Perangkat Kerja

 Berkas Rekam Medis

 Formulir pemeriksaan Laboratorium/Radiologi


 Tata Laksana

 Dokter menjelaskan kepada pasien/keluarganya tentang


pemeriksaan yang akan dilakukan

 Dokter mengisi formulir pemeriksaan Radiology

 Perawat mencatat tentang pemeriksaan Radiology yang


akan diperiksa pada catatan kegiatan harian

d. Perawat menginformasikan ke bagian radiology tentang


permintaan pemeriksaan radiology

e. Bidan / Perawat membawa pasien ke bagian radiologi


dengan menggunakan incubator sesuai kondisi bayi
beserta form permintaan pemeriksaan radiologi

Untuk bayi dengan keadaan umum yang tidak memungkinkan


maka petugas radiology dapat melakukan pemeriksaan di
ruang bayi (level 2)

Petugas radiology menghubungi perawat dan memberitahukan


hasil pemeriksaan sudah selesai dan dapat diambil segera.

Bidan / Perawat mengambil hasil pemeriksaan ke bagian radiologi

Hasil pemeriksaan Radiologi diterima dari bagian radiologi,


dimasukkan ke dalam BRM pasien yang bersangkutan dan
perawat melaporkan hasil pemeriksaan kepada dokter
penanggung jawab pasien
BAB VII
LOGISTIK

Obat
Life
Savi
ng
1.
Pend
ahulu
an

Upaya pelayanan yang optimal pada penderita gawat darurat tidak


terlepas dari tersedianya alat-alat / obat-obat emergency habis pakai
di Ruang Obgyn yang selalu siap pakai. Dalam hal ini perlu petunjuk
pelaksanaan yang jelas dalam hal penggunaannya.
Tujuan

Memberikan petunjuk penggunaan alat yang benar, tepat dan cepat


dalam hal

penanganan pasien gawat.

 Abocath.

 Indikasi

Memberikan jalur yang dapat memasukkan obat dan cairan


kedalam tubuh pasien.
 Cara pemasangan

← Lakukan ikatan diatas vena yang, vena yang dipilih.

← Masukkan jarum setelah dilakukan tindakan antiseptik


sehingga darah keluar kemudian hubungkan dengan infus
set dengan botol infus yang telah disediakan.

← Kemudian ditutup dengan kasa ber antiseptik dan lakukan


fixasi.

 Infus set / tranfusi set.

 Indikasi

← Penghubung abocath dengan cairan infus / darah, sekaligus


pengatur besarnya aliran cairan infus/ darah.

← sebagai jalan masuk obat – obatan yang diberikan secara


intravena.

 Cara pemasangan : dipasang antara abbocath dan botal infus.

Obat-obat Emergency

 Adrenalin

 Indikasi
Shok anafilaktik

Henti jantung pada kegagalan RKP

Dosis : 1 mg untuk dewasa dan 10 mcg / kg untuk anak-anak.

Asthma Bronchiale

Dosis : 0,2 - 0,3 mg secara SC

 Pemberian

Bisa diulang tiap 5 menit sampai timbul denyut jantung.

 Dexametason,
Kalmethason
Indikasi :
 Syok anafilaktik.

Dosis : 10 mg (dewasa) secara IV, bisa diulang tiap jam.

 Asthma Bronchiale.

Dosis : 10 mg (dewasa) secara IV, bisa diulang tiap 6-8 jam.

Catatan : Hanya diberikan pada status asmatikus dan


penderita Asma yang sudah tergantung dengan obat
Glukocortikostereiod.
 Allergi

Dosis : 5 mg (dewasa) secara IV / IM

Natrium Bicarbonat

Indikasi : Henti jantung (Asidosis)

Dosis : 1 mg / kg secara IV

Dopamin

Indikasi : Hipotensi / shock Cardiogenic.

Dosis : 2 - 20 mg / kg BB/menit per drip (dititrasi) sampai


tercapai tekanan yang diinginkan.

Lid
o
c
a
i
n

I
n
d
i
k
a
s
i
:
 Disaritmia Ventrikuler

Dosis : 1 mg / kg BB bolus, diikuti per infus 1 - 4 mg / menit


sampai hilang disaritmianya.

 Anestesi lokal

 Dosis : 2% dengan jumlah cc sesuai besarnya luka.

Sulf
a
t
A
tr
o
fi
n
I
n
d
i
k
a
s
i
:
 Bradikardi
Dosis : 0,5 - 2 mg IV sampai tercapai efek yang diinginkan.

 Keracunan obat Insektisida.

Dosis : 0,5 - 2 mg IV sampai tercapai efek yang diinginkan.

Aminophyllin

Indikasi : Asma Bronchiale

Dosis : 0,5 ampul bollus diteruskan 1,5 ampul dalam D5 per drips 20
tetes/menit.

Ethibernal

Indikasi : Pasien Gaduh Gelisah

Dosis : 100 mg 1 m (dewasa).

Diazepam

Indikasi : pasien kejang.

Dosis : 10 mg IV untuk dewasa, 5 mg per rectal untuk anak-anak


denganberat badan < 10 kg dan 10 mg per rectal untuk anak-anak
dengan berat badan > 10 kg.

Bila masih kejang bisa diulang tiap 10 M


 Primperan

Indikasi : Pada Pasien dengan keluhan mual dan muntah.

Dosis : 1 ampul IV (dewasa).

 Cimetidine

Indikasi : Digunakan pada pasien Epigastric pain / Gastritis.

Dosis : 1 ampul IV (dewasa).

 Lasix

Indikasi : Digunakan pada Diuresis cepat, pada pasien oedem


pulmonum.

Dosis : 2 ampul IV (dewasa).

 Profenid, Pronalges, Kaltrofen

Indikasi : Digunakan sebagai analgetic kuat.

Dosis : 1 ampul IM.

 Transamin

Indikasi : Digunakan pada kasus perdarahan.

Dosis : 1 ampul IV (dewasa)


Cairan (infus)

 Ringer lactate

Indikasi : Digunakan pada kasus : Hipovolemia / dehidrasi dan


asidosis metabolic.

 Na Cl 0,9%

Indikasi digunakan pada pasien :

 Alkolosis metabolic misalnya pasien muntah terus menerus.

 Cairan kuras lambung.

 Dextrose 5%

Indikasi : Digunakan untuk maintenance.

 Dextrose 10%

Indikasi : Digunakan untuk pasien sulit makan (pengganti glucose).

 DS. ¼ S

Indikasi : Digunakan pada pasien Neonatus.


Untuk obat-obatan dan peralatan habis yang ada dan belum terdaftar
dalam ketentuan ini maka berlaku sesuai dengan leaflet dan buku
petunjuk yang dibuat oleh produsen/ pembuat yang bersangkutan.

Peralatan Life Saving

 Pengertian

Adalah alat-alat yang diperlukan dalam pelayanan pasien di Instalasi


ruang obgyn seperti ambu bag set,monitor, kain kasa dan peralatan
infus seperti Abbocath, Infus set dsb , catheter, kantong urin dan lain-
lain.

 Tujuan

Melancarkan semua kegiatan pelayanan kesehatan di ruang obgyn.

 Tatacara penyediaan

Petugas obgyn yang bertugas dan mengetahui adanya kekurangan obat


dan alat habis

pakai segera melaporkan kepada petugas farmasi untuk dipenuhi kembali

 Tatacara penggunaan obat dan alkes

Semua bidan di ruang obgyn yang menggunakan alat berkewajiban :


 Mencatat penggunaan obat dan alat habis pakai.

 Sesuai dengan pasien yang mempergunakan obat dan alat habis


pakai tersebut mak Pada pasien rawat inap perincian
dilampirkan pada status penderita sehingga dapat ditagihkan
pada saat pasien pulang

Pemberian Resep Obat

Untuk Pemakaian obat dan alat kesehatan, pasien diberi resep sesuai
kebutuhan diantar ke Farmasi untuk dipakai sesuai kebutuhan

Ketentuan Lain

Pelaksanaan operasional RIO secara umum dilakukan dengan mengacu


pada protap yang berlaku.Hal-hal yang belum diatur dalam protap,
dilaksanakan dengan sebaik mungkin dengan mengutamakan
kepentingan penderita, dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.
Selanjutnya untuk hal – hal seperti tersebut, diusahkan pembuatan protap
secepatnya.
BAB VIII
KESELAMATAN PASIEN

DEFINISI

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman

TUJUAN

 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

 Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di RSI Nashrul Ummah


Lamongan

 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi


pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

STANDAR PATIENT SAFETY

Standar keselamatan pasien untuk pelayanan maternal dan perinatal adalah :

 Hak Pasien

Pasien/keluarga pasien mempunyai hak mendapatkan informasi


tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
 Mendidik Pasien dan Keluarga
Edukasi kepada keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggung
jawab keluarga dalam asuhan perawatan/asuhan kebidanan. Untuk
keluarga pasien diajarkan cara mengurangi resiko terjadinya infeksi
nosokomial seperti mencuci tangan

 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin


koordinasi antar tenaga (dokter, bidan/perawat, gizi, dll) dan antar
unit pelayanan terkait.

 Penggunaan metode-metode peningkat kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Rumah Sakit harus terus menerus memperbaiki pelayanan, monitor


dan mengavaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja dankeselamatan pasien

 Peran pimpinan Rumah Sakit dalam meningkatkan keselamatan pasien

Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient


safety melalui penerapan tujuh standar Patien Safety

 Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan sesuai standar profesi, standar pelayanan rumah sakit
dan Standar Prosedure operasional untuk meningkatkan kompetensi
staf dalam pelayanan maternal dan perinatal

 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien Komunikasi antar tenaga kesehatan dan keluarga pasien
selama melaksanakan pelayanan dapat mencegah kemungkinan
terjadinya KTD

PROGRAM PENGAMANAN

 Program pengamanan Fasilitas dan Peralatan

Sistem pemeriksaan secara berkala harus dilakukan terhadap semua


peralatan untuk pertolongan maternal dan perintal anata lain : alat-
alat listrik, gas medis (O2), AC, saluran udara (ventilasi), peralatan
anasthesi, alat-alat gawat darurat, dan alat-alat resusitasi. Daerah
pengaman listrik paling sedikit diperiksa 2 (dua) bulan sekali dan
catat daerah-daerah yang diperiksa, procedure yang diikuti dan
hasilnya harus disimpan dengan baik. Alat-alat itu harus dipelihara
oleh teknisi yang terlatih. Bila mungkin pemeliharaan oleh ahli teknik
atau konsultan dari luar rumah sakit

 Program Pengamanan Infeksi Nosokomial

Harus ada sistem yang digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya


infeksi nosokomial. Sistem ini harus merupakan bagian integral dari
pengendalian infeksi (Dalin) di RSI Nashrul Ummah Lamongan
TATA LAKSANA

 Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada


pasien

 Melaporkan pada dokter jaga ruangan

 Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter

 Mengobservasi keadaan umum pasien

 Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan


Insiden Keselamatan”
BAB IX
KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan

HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV


menjadi labih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala.
Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000
penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus
baru 25 % terjadi di Negara-negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.

Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan


peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV/AIDS
terjadi akibat masuknya kasus secara langsung kemasyarakat melalui
penduduk migrant, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan
kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).

Penyakit hepatitis B dan C, yang keduanya potensi untuk menular


melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi
dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di
Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak meberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan procedure yang bias
melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan
penyebaran infeksi dinel melalui “kewaspadaan Umum” atau “Universal
Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang
terus menerus menjadi ancaman bagi “ Petugas Kesehatan”

Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan


melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara
terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab
itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya
dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal

Tujuan

 Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya


dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran
infeksi

Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya


mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan
tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap
petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”

 Tindakan yang beresiko terpajan

 Cuci tangan yang kurang benar

 Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat


 Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman

 Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman

 Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat

 Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai

D. Prinsip Keselamatan kerja

Prinsip utama procedure Universal Precaution dalam kaitan


keselamatan kerja adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene
sanitasi rauangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut
dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :

Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna


mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain

Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai

Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan

Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan


BAB X

PENGENDALIAN MUTU

Indicator mutu yang digunakan di RSI Nashrul Ummah Lamongan


dalam memberikan pelayanan adalah :

Indikator kecepatan penanganan pertama pasien gawat darurat

 Presentase kematian ibu karena eklamsia/Respon time UGD 10 menit

 Waktu tunggu sebelum operasi/Respon time kamar bersalin 30 menit

 Respon time pelayanan dasar 1 jam

 Waktu tunggu setelah ditentukan 30 menit

Indikator Pelayanan ibu bersalin dan Bayi

 Angka kematian ibu karena eklamsia

 Angka kematian ibu karena perdarahan

 Angka kematian ibu karena sepsis

 Angka perpanjangan waktu rawat inap ibu melahirkan

 Angka kematian bayi dengan BBLR > 2000 gram


 Angka section sesaria
BAB XI

PENUTUP

Demikian Buku Pedoman Pelayanan PONEK ini disusun untuk dapat


digunakan sebagai pedoman dan pegangan bagi seluruh karyawan RSI
Nashrul Ummah Lamonganpada umumnya dan petugas Instalasi Gawat
Darurat pada khususnya.

Penyusunan Rancangan Pedoman Pelayanan PONEK ini adalah


langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan
dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai
tujuan.

Anda mungkin juga menyukai