Anda di halaman 1dari 4

Contoh SURAT LAPORAN PENGADUAN POLISI

SURAT LAPORAN PENGADUAN POLISI

Surat laporan pengaduan Polisi – Polisi adalah aparat penegak hukum yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Ketika Anda merasa telah dirugikan oleh seseorang atau telah menjadi korban
tindak kriminal Anda bisa melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian.

Jika Anda berencana untuk melaporkan seseorang atau ingin mengadukan seseorang terkait suatu
perkara kepada aparat kepolisian, Anda bisa melakukannya dengan membuat surat pengaduan.
Bagaimana format surat pengaduan ke Polisi, berikut ini contohnya.

Contoh membuat surat laporan pengaduan ke Polisi

Tuban, 11 Maret 2014

Kepada Yth,

Bpk. KAPOLRES Tuban

dii - Tuban

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dwi Chahyono

Umur : 21 Tahun,

Pekerjaan : Mahasiswa,

Alamat : Jl. Jendral Sudirman No.22 Tuban

Dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Yoga Pratama, SH., MH. dan Muchtar Ali, SH., MH., Advokat /
Pengacara berkantor di Jl. Gajadhmada No. 23 Tuban, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 21
Pebruari 2014. Untuk selanjutnya disebut sebagai Pelapor.

Bersama ini melaporkan atau mengadukan perbuatan pelanggaran kode etik, yang dilakukan oleh :

Nama : Djohan Andika, S.H.

Umur : 34 tahun

Pekerjaan : Anggota Polisi Resor Tuban

Alamat : Jl. dr. Sucipto No. 44 Tuban

Untuk selanjutnya disebut sebagai Terlapor.

Adapun kronologi kejadiannya sebagai berikut :


1. Bahwa pada hari Selasa, tanggal 4 Pebruari 2012, jam 09.00 WIB, Terlapor dengan menggunakan
seragam Kepolisian lengkap memberhentikan sebuah mobil Honda Civic, berwarna hitam dan
bernomor Polisi S 2100 SK di depan gedung olahraga Tuban.

2. Selanjtunya, pemilik mobil Honda Civic tersebut, yaitu Pelapor, keluar dari mobilnya. Kemudian,
terjadi pembicaraan antara Terlapor dengan Pelapor. Terlapor mengatakan alasan diberhentikannya
mobil Honda Civic tersebut dikarenakan Pihak Kepolisian Resor Tuban sedang mengadakan operasi
untuk pengguna jalan raya, baik untuk pengguna mobil maupun motor.

3. Bahwa Terlapor menemukan 0.5 gram he**in di dalam mobil Pelapor, kemduian langsung
membawa Pelapor ke Kantor Polisi Resor Tuban.

4. Bahwa di Kantor Polisi Resor Tuban Pelapor diinterogasi. Karena Pelapor tidak mengakui
kepemilikan 0.5 gram he**in tersebut, Terlapor kemudian memukuli Pelapor.

5. Bahwa setelah Pelapor dipukuli oleh Terlapor, Terlapor dan tim “Membuat Orang Panik” – Jtv, dan
teman-teman Pelapor datang mengucapkan selamat ulang tahun kepada Pelapor.

PEMBUKTIAN

Pelapor memiliki dua (2) orang saksi, sebagai berikut:

1. Muhammad Yahya (Saksi 1)

Saksi 1 adalah teman Pelapor yang melihat kejadian di mana Pelapor dipukuli di Kantor Polisi Resor
Tuban oleh Terlapor.

Saksi 1 membenarkan bahwa telah terjadi pemukalan oleh Terlapor kepada Pelapor di Kantor Polisi
Resor Tuban. Saksi 1 menambahkan bahwa hal itu semata-mata hanya merupakan bagian dari
skenario yang dibuat oleh kru Jtv untuk menjaili Pelapor yang sedang berulang tahun.

2. Sanusi Amri (Saksi 2)

Saksi 2 adalah salah satu kru Jtv yang melihat kejadian dari awal hingga akhir. Dari Pelapor
diberhentikan mobilnya oleh Terlapor, digeledah, dibawa ke Kantor Polisi Resor Tuban, dan dipukuli.

Saksi 2 membenarkan setiap kejadian yang disampaikan oleh Pelapor mengenai pemberhentian
mobil, penggeledahan mobil, pemukulan di Kantor Polisi Resor Tuban yang dilakukan oleh Terlapor.

PENILAIAN HUKUM

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 34 (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Apabila ada
anggota yang melanggar kode etik, maka dia akan ditangani oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Pasal 35 ayat (1) ).

Dalam Pasal 3 huruf (c) PP. No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dinyatakan bahwa dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
anggota Polri wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini, maka anggota Polri tidak
diperbolehkan melakukan setiap perbuatan yang dapat mengurangi kehormatan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Pasal 5 menyatakan: “Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang: (a) melakukan hal-hal yang dapat menurunkan
kkehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (d)
bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untujk
memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan kepentingan negara.”

Dan Pasal 6 menyatakan: “Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dilarang: (q) menyalahgunakan wewenang.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, apa yang dilakukan beberapa anggota Polri
dalam kasus “Membuat Orang Panik” RCTI jelas bertentangan dengan hukum disiplin anggota Polri,
yang berarti bertentangan pula dengan Kode Etik mereka sebagai anggota Polri.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Prasetyo, walaupun mungkin
niatnya baik, tetapi menggunakan fasilitas, atribut, atau teknik kepolisian sebagai bahan gurauan
adalah tidak diperbolehkan. Dalam kasus MOP tersebut, ketika Pelapor melintas di jalan protokol,
mobil patroli menghentikan mobil mereka. Seorang polisi kemudian menggeledah mereka.

Sesuai skenario, Terlapor menemukan berang terlarang berupa narkoba dalam tas milik Pelapor
yang jadi sasaran MOP. Tentu saja Pelapor bersumpah bahwa narkoba itu bukan miliknya. Terlapor
tidak percaya, lalu membawa Pelapor ke kantor Polres Tuban. Di kantor polisi, Polapor diperlakukan
sebagai tersangka kasus narkoba dan disidik. Terlapor bahkan sempat memerintahkan Pelapor
membuka baju dan celana panjangnya. Untung Pelapor bercelana pendek pula. Setelah sekian lama
diperiksa dan ketakutan, Pelapor diberitahu, dia masuk dalam acara “Membuat Orang Panik”.

Atribut kepolisian adalah atribut yang harusnya menjadi kebanggaan dan menjadikan
penyandangnya tampak wibawa di depan masyarakat. Apabila polisi mampu tampil berwibawa dan
bersahaja di depan masyarakat, maka penegakan hukum dan tugas-tugas kepolisian yang lain pun
akan dapat dilaksanakan dengan mudah.

Tetapi, dalam kasus ini, atribut dan jabatan kepolisian yang seharusnya tampak wibawa, malah
dijadikan alat untuk ‘ngerjain’ orang. Kalau hal ini dibiarkan berkembang, maka bukan tidak mungkin
bila nanti masyarakat akan menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparat Polri sebagai
guyonan belaka. Karena itulah, tindakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menganggap
apa yang dilakukan anggotanya sebagai pelanggaran kode etik, dan kemudian menyelesaikannya
dalam sidang Kode Etik adalah sebuah langkah tepat.

Demikian Laporan atau Pengaduan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, semoga mendapat
perhatian dan dilakukan tindakan sepantasnya dari Bapak, atas perhatian dan kerjasamanya saya
sampaikan terima kasih.

Hormat saya,
Pelapor

tanda tangan

Dwi Chahyono

Anda mungkin juga menyukai