NIM : 1707016121
Pada 27 September 1945, Jawatan Pos Telfon dan Telegram berhasil direbut setelah dikuasai
oleh Jepang. Pada tahun 1945 hingga 1949, Pos memiliki perang yang sangat besar. Yaitu
menginformasikan pada masyarakat bahwa ada negara yang telah merdeka ialah Indoensia.
Lewatpos juga mata uang Indonesia dapat dikirimkan ke daerah daerah. Seiring waktu, dengan
masyarakat yang dapat membaca dan menulis semakin banyak, kegiatan Pos juga semakin
banyak. Setelah 17 tahun bergelar Perum, akhirnya pada 1995 Pos menjadi PT Pos Indonesia
bergelar Perseroan Terbatas.
Babak ancaman kedua PT Pos Indonesia berawal dari kemunculan email. Menurut data Kompas,
pada 1998, pengguna internet ada 500.000 dan melonjak sangat pesat di tahun 2010 mencapai
55.000.000 pengguna. Pada tahun 2010, terdapat 294 miliyar email yang dikirim setiap hari.
Pada 24 Juli 2019, Deputi Industri Strategis Kementrian BUMN, Fajar Harry mengatakan bahwa
PT Pos harus bertransformasi dari yang awalnya pengiriman surat surat menjadi parsel. Lalu
langkah transformasi apa yang akan dilakukan PT Pos Indonesia?
Kegiatan pos sendiri mengalami pergeseran yang sangat kentara saat munculnya teknologi.
Industri pos tersebut hadir di 129 negara, namun hanya dua negara yang benar benar sukses
melalukan transformasi mereka. Yaitu Jepang dan Jerman. Bahkan setelah adanya email, Kantor
Pos Amerika sendiri berencana menutup ribuan kantor cabangnya dan memulangkan karyawan
mereka. Pada tahun 2001, mereka mengalami kerugian sebesar 45 triliyun rupian. Transformasi
kantor Pos Jerman sendiri dimulai pada tahun 2000-an saat mereka mengetahui bahwa teknologi
telah hadir. Pos Jerman mengakuisisi DHL dan mengembangkan Industri Logistik. Industri Pos
Jepang sendiri sangag dekat dengan masyarakat sehingga memudahkan masyarakat untuk ke
kantor Pos.
Bapak Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan agar masyarakat menjadi loyal, perlu diketahui
adanya user experiences dan memperbaikinya dengan memberi kemudahan, pembayaran yang
lebih murah, kecepatan pengiriman yang lebih tinggi dan keamanan yang lebih baik. Untuk
bertransformasi atau memperbaiki hal hal diatas, perlu adanya banyak perubahan. Pertama soal
culture yang telah dibangun puluhan tahun lalu sehingga skill settingnya masih yang lama.
Sedangkan untuk memperbaikinya, diperlukan skill set yang baru. Karena masih ada
peninggalan rules atau setting yang lama bahkan mesin yang digunakan adalah mesin yang
berfokus pada pemgiriman surat, cara paling cepat untuk bertransformasi adalah dengan
memutus service obligation yang dimana itu harusnya dilakukan pemerintah. Karena service
obligation sendiri lebih memberatkan dan memerlukan banyak biaya. Sedangkan jika menjadi
commercial, maka PT Pos memiliki ruang bernafas. Undang undang Pos sendiri menyuruh agar
Pos disehatkan. Lalu siapa yang akan menyehatkan? Pemerintahkah? Atau Pos sendiri?
Pada tahun 2013, Kompas TV mewawancarai Bapak Margono yang telah bekerja sebagai Pak
Pos selama 28 tahun. Pak Margono mengaku bahwa masa ke-emasannya menjadi "Pak Pos"
telah usai, karena sekarang jarang sekali orang yang berkirim surat. Beliau berkata bahwa dulu,
kebanyakan surat yang orang orang kirim adalah surat surat pribadi. Sedangkan sekarang,
kebanyakan surat berasal dari perusahaan atau instansi. Bapak ini juga menuturkan bahwa
dahulu, orang orang selalu menunggu Pak Pos mengantar surat. Mereka begitu antusias ketika
bunyi bel sepeda Pak Pos dibunyikan, yang berarti surat mereka telah datang. Sedangkan
sekarang, kebanyakan dari mereka tidak menunggu pos datang karena biasanya, surat tersebut
berisi tagihan tagihan.