Anda di halaman 1dari 108

MATEMATIKA TERAPAN 1

Oleh :

Ir.Ilyas,.M.T.

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2017
Jika z=( x , y )= x+iy maka :

x=Re ( z ) = bagian riil z,

y=Im ( z ) = bagian imajiner z,

i = satuan imajiner dan i 2=−1 .

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bilangan kompleks yaitu

1. C = himpunan bilangan kompleks

= { z | z=x+iy , x , y ∈ ℜ ∧ i2=−1 } .

2. Jika Re ( z )=0 dan Im ( z )≠0 maka z dinamakan bilangan imajiner


murni.

3. Jika Re ( z )≠0 dan Im ( z )=0 maka z merupakan bilangan riil.


4. Kesamaan bilangan kompleks.

Misalkan
z 1=x 1 +iy 1 dan z 2=x 2 +iy 2 .

z 1=z 2 jika dan hanya jika


x 1=x 2 dan
y 1= y 2 .

Contoh 1: a. z=10−2i

Re ( z )=10 dan Im ( z )=−2 .

b. z=−i

Re ( z )=0 dan Im ( z )=−1 .


1.2 Bidang Kompleks :

Bilangan kompleks merupakan pasangan berurut ( x, y ) , sehingga secara

geometri dapat disajikan sebagai titik ( x, y ) pada bidang kompleks (bidang


xy), dengan sumbu x (sumbu riil) dan sumbu y (sumbu imajinair). Selain itu,

bilangan kompleks z=x +iy= ( x , y ) juga dapat disajikan sebagai vektor


dalam bidang kompleks dengan titik pangkal pada titik asal dan ujung vektor

merupakan titik ( x, y ) .

y (sumbu imajinair)

• z=( x , y )=x +iy

x (sumbu riil)

Gambar 1. Bidang kompleks

1.3 Operasi Aljabar

Operasi aljabar pada bilangan kompleks sesuai dengan operasi aljabar pada
bilangan riil.

Operasi Misalkan
z 1=x 1 +iy 1 dan z 2=x 2 +iy 2 .
Aljabar
z 1 + z 2=( x 1 + x 2 ) +i ( y 1 + y 2 )
pada a. Penjumlahan :
z 1−z 2 =( x 1 −x2 ) +i ( y 1 − y 2 )
bilangan b. Pengurangan :
c. Perkalian :
kompleks
z 1 z 2=( x1 + iy1 ) ( x 2 +iy 2 )
=( x 1 x 2 − y 1 y 2 ) + i ( x 1 y 2 + x2 y 1 )

d. Pembagian :
z1 x 1 x2+ y 1 y2 x 2 y 1−x 1 y 2
= z1 z−1
2 = +i , z2 ≠0
z2 x 2+ y 2 x 2+ y 2
2 2 2 2

Perlu diperhatikan :
1. −z ( negatif z ).

Jika z=x +iy maka −z=−x−iy .

1
z−1=
2. z ( kebalikan z )
x y
z−1= 2 2
−i 2 2
Jika z=x +iy maka x +y x +y .

Sifat a. Hukum komutatif


Operasi
z 1 + z 2=z 2 + z1
Aljabar
z 1 z 2 =z 2 z 1

b. Hukum asosiatif

( z 1 + z 2 ) + z3 =z 1 + ( z2 + z 3 )

( z 1 z 2 ) z 3 =z1 ( z 2 z3 )

c. Hukum distributif

z 1 ( z 2 + z 3 ) =z 1 z2 + z1 z 3

d. Elemen netral dalam penjumlahan ( 0=0+0 i )

z+ 0=0+ z=z

e. Elemen netral dalam perkalian ( 1=1+0 i )

z .1=1 . z=z
1.4 Modulus dan Bilangan Kompleks Sekawan .

Penyajian bilangan kompleks sebagai vektor dapat digunakan untuk


mengembangkan konsep nilai mutlak bilangan riil pada bilangan kompleks.

Definisi  Modulus (nilai mutlak) z=x +iy didefinisikan


modulus √ x2+ y 2
sebagai bilangan riil non negatif dan ditulis
(nilai sebagai
mutlak)
Modulus z = |z| = √ x2+ y 2 .

Secara geometri, |z| menyatakan jarak antara titik ( x, y ) dan titik asal.

Misalkan
z 1=x 1 +iy 1 dan
z 2=x 2 +iy 2 . Jarak antara z1 dan
z2
didefinisikan dengan

| z 1 −z2 |= ( x1 −x 2 ) 2 + ( y 1 − y 2 ) 2
√ .

Selanjutnya, persamaan
| z−z 0 |=R menyatakan bilangan kompleks z yang

bersesuaian dengan titik-titik pada lingkaran dengan pusat


z 0 dan jari-jari R.

Definisi  Bilangan kompleks sekawan dari z=x +iy


bilangan z̄=x−iy .
didefinisikan sebagai bilangan kompleks
kompleks
sekawan

Secara geometri, bilangan kompleks sekawan z̄=x−iy dinyatakan dengan

titik ( x,−y ) dan merupakan pencerminan titik ( x, y ) terhadap sumbu riil.

Contoh |3−4i |=√ 32 +(−4)2 =5


a. .
2:

b. | z+3−3i |=2 menyatakan lingkaran dengan pusat

z 0= ( 3 ,−3 ) dan jari-jari R=2 .

c. Jika z=3−4 i maka z̄=3+4 i . □□


Sifat
a.
| z 1 z 2 |=| z 1| | z 2|
Modulus
dan b. Re ( z )≤| Re ( z ) |≤| z |
Bilanga Im ( z )≤| Im ( z ) |≤| z|
c.
n
Komple z1 | z1 |
| |=
ks d.
z2 | z2 |
Sekawa z=z
e.
n
f.
|z|=|z|
g.
z 1 +z 2=z 1 +z 2

h.
z 1−z 2 =z 1−z 2

i.
z 1 z2 =z 1 z 2

z1 z

j.
( ) z2
= 1
z2

z+z z−z
Re ( z )= Im ( z )=
k. 2 , 2i

l. z z=| z |2

m. Pertidaksamaan Segitiga :
| z 1 +z 2 |≤| z1 |+| z 2 |

n.
| z 1+z 2 |≥|| z 1 |−| z 2 ||

o.
| z 1 −z2 |≥|| z 1 |−| z 2 ||

p.
| z 1 +z 2 +⋯+z n |≤| z 1 |+| z 2 |+⋯+| zn| .

1.5 Bentuk Kutub

Bentuk z=x +iy


Bilangan kompleks dapat disajikan dalam
kutub
koordinat kutub ( r ,θ ) . Misalkan x=r cos θ dan
bilangan
kompleks y=r sin θ z=x +iy
maka dapat dinyatakan dalam
bentuk kutub

z=r cosθ+i r sin θ=r ( cosθ+i sin θ )


= r cis θ
dengan :

r = modulus (nilai mutlak) z = |z| = √ x2+ y 2 .

θ = argumen dari z = arg z

y
arc tg , x≠0
= x .

y • z = x+ iy

r
θ

Nilai argumen dari z (arg z) tidak tunggal tetapi merupakan kelipatan 2π


(sesuai dengan kuadran dimana titik z berada). Sedangkan, nilai utama

(principal value) dari arg z ditulis Arg z dengan −π <Arg z≤π adalah
tunggal.

Jelas, arg z= Arg z+2nπ , n=0, ±1 , ±2, ⋯ . Perlu diperhatikan bahwa :

z=r ( cosθ+i sin θ ) z=r ( cosθ−i sinθ )


=r cisθ =r cis (−θ )

arg z=θ arg z=−θ


Bentuk
Aljabar : Kutub dan Sifat Argumen :

z 1=r 1 ( cos θ1 + i sin θ1 )


Misalkan: dan
z 2=r 2 ( cos θ 2 +i sin θ2 )
dengan
r 1 =|z 1| , r 2 =|z 2| , arg z 1=θ1 , arg z 2 =θ2 .

a. Perkalian :
z 1 z 2 =r 1 r 2 cis ( θ1 +θ2 )
=|z 1 z 2| cis ( θ 1 +θ2 )

arg z 1 z 2 =arg z 1 +arg z2 .

b. Pembagian ( z 2 ≠0 )
z1 r1 z
= cis ( θ 1−θ 2 ) =| 1 | cis ( θ1 −θ2 )
z2 r2 z2 .

z1
arg =arg z 1 −arg z 2
z2 .


c. Invers sebarang bilangan kompleks z=r e
yaitu
1 1
z−1= = cis (−θ )
z r .

1
arg =−arg z
z .

Selain dalam bentuk umum z=x +iy dan bentuk kutub z=r ( cos θ+i sin θ )
, bilangan kompleks z juga dapat dinyatakan dalam bentuk eksponen.

Bentuk eksponen bilangan kompleks z=x +iy yaitu :


z=r e

dengan e i θ =cosθ+i sin θ dinamakan rumus Euler.


iθ iθ
1 2
Misalkan
z 1=r 1 e dan
z 2=r 2 e .

a. Perkalian
iθ iθ i (θ +θ )
1 2 1 2
z 1 z 2 =r 1 r 2 e e =r 1 r 2 e
b. Pembagian
z1 r1 i (θ −θ )
1 2
= e
z2 r2


c. Invers sebarang bilangan kompleks z=r e yaitu
1 1 −i θ
z−1= = e
z r
Bentuk Pangkat :

Misalkan z=r e , maka menggunakan aturan pangkat
seperti pada bilangan riil diperoleh

n iθ n n inθ
z =(r e ) =r e , n=0, ±1, ±2, …

Jika r=1 , maka bentuk pangkat di atas menjadi

z n=( ei θ )n = e i n θ , atau ( e i θ )n= ei n θ ,


Rumus n=0, ±1, ±2, … . Selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk
Moivre
n
(cosθ+i sin θ) =cosnθ+i sin nθ yang disebut Rumus
Moivre .

1.6 Bentuk Akar

Bentuk Misalkan z=r cisθ , akar pangkat n dari bilangan kompleks z

akar
1

ditulis z n
atau √n z . Jika diberikan bilangan kompleks z≠0 dan

1
n
n bilangan bulat positif, maka diperoleh n buah akar untuk z yaitu
θ +2 kπ θ+2 kπ
[
z k =√n r cos
n
+i sin
n ] , k=0 , 1 , 2, …, (n−1) .

Secara geometri, n buah akar tersebut merupakan titik-titik sudut segi n

beraturan pada suatu lingkaran dengan pusat titik O dan jari-jari √n r .

Conto √3 −8 i
Tentukan semua akar dari dan gambarkan akar-akar tersebut
h 3:
dalam bidang kompleks.

Penyelesaian :

−8 π
θ=arctg =−
Misalkan z=−8 i , maka r=| z |=8 dan 0 2 ,

π π
z k =√3 −8 i=√3 8 cos [
− +2kπ
2
3
+i sin
− +2kπ
2
3 ] , k=0, 1, 2.

Sehingga diperoleh

π π
3
[
z 0=√ 8 cos
3
2

+i sin
− +
2
3
π
][
π
=2 cos (− )+i sin(− ) =√ 3−i
6 6 ] .

π π
[
z 1=2 cos ( )+i sin( ) =2 i
2 2 .
]
7π 7π
[
z 2=2 cos (
6
)+i sin( ) =− √3− i
6 .
]
y

2
z1
x

z2 z0

Ringkasan

Bilangan kompleks z=x +iy mempunyai bentuk kutub z=r cisθ , dan

bentuk eksponen z=r e , dengan θ=arg z .

Contoh 4 :
Suatu bilangan kompleks z dinotasikan sebagai z = (x + y ).

Jika z = , tentukan x dan y. Lalu, gambarkan z dalam


bidang kompleks!
Jawab:
Bentuk z diubah dulu atau disederhanakan..

z=

z=

z=

z=

z=

Nah, di sini didapat bahwa x=5 dan y = .


Ini adalah lokasi titik z di bidang kompleks:
BAB II
PECAHAN PARSIAL

NO TIPE FUNGSI BENTUK PARSIAL


FAKTOR f (x) A B C
1 + +
LINEAR (x +a)(x +b)(x+ c) (x +a) ( x+b) (x +c)

FAKTOR f ( x) A B C
2 LINEAR + +
(x +a)3 (x +a) ( x+ a) (x+ a)3
2
BERULANG

FAKTOR f (x) Ax+ B C


3 2 2
+
KUADRAT (ax +bx +c )( x−d ) (ax +bx +c ) ( x−d)

BENTUK f ( x) Ax+ B C D E
4 2 2
+ + 2
+
UMUM (x +a)¿ ¿ (x +a) (x +b) (x+ b) (x +c )

1. FAKTOR LINEAR :

Perhatikan penjumlahan dari bentuk aljabar rasional berikut.

Kedua suku dari bentuk aljabar tersebut merupakan pecahan yang wajar
(derajat dari pembilang kurang dari derajat penyebutnya) dan memiliki
penyebut linear yang berbeda.
7 5 7( x−3) 5 ( x+2)
+ = + samakan penyebut
x+2 x −3 ( x +2 ) (x−3) ( x−3 ) (x+ 2)

7 ( x −3 ) +5(x +2)
= gabungkan pembilang
( x +2 ) ( x−3)

12 x−11
= hasil
( x+2 ) ( x −3)

Andaikan kita tidak melihat penjumlahan dua suku di atas, kita dapat
membalik proses tersebut dengan menggunakan susunan dekomposisi seperti
berikut.

Kemudian kita dapat menyelesaikan persamaan tersebut untuk mendapatkan


konstantaA dan B. Kita tahu bahwa pembilangnya haruslah konstanta, jika
tidak, kita akan mendapatkan pecahan-pecahan yang tidak wajar, padahal
bentuk aljabar rasional yang diberikan merupakan bentuk yang wajar.

2. Selanjutnya perhatikan penjumlahan

yang melibatkan dua pecahan yang wajar.

3 5 3 5
+ 2 = + memfaktorkan penyebut
(x−1) ( x −2 x +1) (x −1) ( x−1 ) ( x−1)

3( x−1) 5
= + menyamakan penyebut
( x−1 ) (x−1) ( x−1 ) ( x−1)

( 3 x−3 )+5
= menggabung pembilang
( x−1 ) (x−1)

3 x+2
= hasil
(x−1)2

Contoh :
2 x+1
( 3 x−1 )( x+2)
Faktor dari penyebutnya tak berulang. Bisa juga dikatakan tidak ada
pangkat dari faktor penyebutnya. Untuk menyelesaikannya, maka kita
misalkan penjumlahan pecahan berulangnya sebagai penjumlahan biasa
dengan penyebut adalah masing-masing faktor dari penyebut semula dan
pembilang merupakan suatu konstanta. Seperti berikut :

2 x+1 A B
= +
( 3 x−1 )( x+2) (3 x−1) ( x +2)

Cari A dan B dengan cara menyamakan penyebutnya dan


membandingkan pembilangnya dengan ruas sebelah kiri. Seperti pada
postingan sebelumnya.

*Contoh bentuk kedua apabila penyebutnya merupakan suatu pangkat


dua atau lebih yang tidak bisa difaktorkan (penyebut pangkat 2)

( x−1)
( 3 x +1 ) (x 2 + x−1)
2

Karena faktor dari penyebutnya berpangkat dua, dan sudah tidak


bisa disederhanakan (dijadikan menjadi pangkat satu), maka tetap kita
misalkan sebagai penjumlahan dua pecahan dengan pembilangnya
berupa linear (pangkat satu).

(x−1)
Ax+ B
(3 x ¿¿ 2+ 1)(x 2 + x−4 )= ¿
C+ Dx
(3 x ¿¿ 2+1)+ 2 ¿
(x + x−4)

*Bentuk campuran :

( x +1)
( 3 x−2 ) ( x2 +2 x−3)

Maka, pecahan bagiannya adalah :

( x +1) A Bx+C
2
= + 2
( 3 x−2 ) (x +2 x−3) (3 x−2) ( x +2 x−3)
Konsepnya yaitu terletak pada “pembilang pada pecahan bagiannya
mempunyai pangkat terbesar yang lebih kecil satu dari penyebut pada
pecahan bagian tersebut”

2. FAKTOR LINEAR BERULANG :

Perhatikan bahwa ketika penyebut barunya merupakan faktor berulang (x


– 1)², maka (x – 1) dan (x – 1)² merupakan penyebut dalam penjumlahan
aslinya. Dengan menganggap kita tidak tahu penjumlahan aslinya, kita
dapat membalik proses di atas dengan menggunakan susunan dekomposisi

dan menyelesaikannya untuk mendapatkan konstanta A dan B. Seperti


pada pengamatan yang telah kita lakukan pada poin 1, kita tahu bahwa
pembilang dari suku pertama haruslah konstanta. Walaupun suku
keduanya akan menjadi pecahan yang wajar jika pembilangnya linear
(derajat 1), penyebutnya merupakan faktor linear yang berulang dan
dengan menggunakan suatu konstanta sebagai pembilang dari semua
pecahan semacam ini akan memastikan kita mendapatkan nilai yang
tunggal untuk A dan B. Sehingga, untuk sembarang faktor linear berulang
(ax – b)n dalam penyebut aslinya, suku-suku dalam bentuk

haruslah muncul dalam susunan dekomposisinya, walaupun nantinya


mungkin beberapa pembilang tersebut akan bernilai nol.

Jika menemukan kasus berupa penyebut dengan faktor yang berulang,


maka kita buat menjadi deret pecahan parsial. Secara umum, jika
mempunyai penyebut dengan faktor berulang , maka pecahan
bagiannya kita tuliskan sebagai berkut

Misalnya bertemu kasus sepeti contoh berikut :


3. FAKTOR KUADRAT :

JikaQ(x)adalah (ax2 + bx + c)n (kelipatan n dari factor kuadratik


ax2 + bx + c), dimanaax2 + bx + ctidakdapatdifaktorkan i.e. b2 –4ac<0,

maka, dekomposisiR(x).

B 1 x+C 1 B2 x+C2 Bn x +C n
+ +⋯+
ax 2 +bx +c ( ax 2 +bx+c )2 (ax 2 +bx +c )n
B 1 , B2 ,…, B n , C 1 , C 2 ,…, C n konstanta-konstanta .
Jika factor – factor kuadratikmempunyaikelipatan n =1, maka
dekomposisi

B 1 x+C 1 B2 x+ C2 Bn x +C n
2
+ 2
+⋯+
a1 x + b1 x+ c 1 a 2 x + b2 x +c 2 an x 2 +b n x+ c n
B 1 , B2 ,…, B n , C1 , C 2 ,…, C n konstanta-konstanta .

JikaQ(x) kombinasi dari faktor linier dan kuadratik,


gunakandekomposisi yang sesuai untuk masing-masing faktor.

Contoh :
5 x 3−3 x 2 + 2 x−1
∫ x4 + x2 dx

x 4 + x 2=x 2 (x 2 + 1)
5 x 3 −3 x 2 +2 x−1 A B Cx+ D
= + 2+ 2
x4 + x2 x x x +1

4. BENTUK UMUM :

Contoh :

( x−1)
( 3 x +1 ) ( x 2 + x−4)
2

Karena faktor dari penyebutnya berpangkat dua, dan sudah tidak bisa
disederhanakan (dijadikan menjadi pangkat satu), maka tetap kita misalkan
sebagai penjumlahan dua pecahan dengan pembilangnya berupa linear (pangkat
satu).

( x−1) Ax+ B
=
( 3 x +1 ) (x + x−4) (3 x¿¿ 2+1)+ C + Dx ¿
2 2

( x 2+ x −4)

*Bentuk campuran :

( x +1)
( 3 x−2 ) ( x2 +2 x−3)

Maka, pecahan bagiannya adalah :

( x +1) A Bx+C
2
= + 2
( 3 x−2 ) (x +2 x−3) (3 x−2) ( x +2 x−3)

Konsepnya yaitu terletak pada “pembilang pada pecahan bagiannya


mempunyai pangkat terbesar yang lebih kecil satu dari penyebut pada pecahan
bagian tersebut”

Untuk menyederhanakan suatu pernyataan arimetik yang terdiri


dari sejumlah pecahan, kita pertama-tama mengubah masing-masing
pecahan menjadi bentuk baru yang memiliki penyebut persekutuan
yang merupakan KPK dari masing-masing penyebut.

2 3 1
− +
Dengan 5 4 2 KPK dari penyebut, 5, 4, dan 2 ialah 20

2 3 1 8−15+10 3
∴ − + = =
5 4 2 20 20

Dengan cara yang sama, pecahan-pecahan yang aljabar dapat


digabungkan dengan mengubahnya menjadi penyebut baru yang tidak
lain adalah KPK dari masing-masing penyebut itu.

2 4

Sebagai contoh, dengan x− 3 x−1 , KPK penyebutnya ialah (x-3)(x-
1)
Oleh sebab itu,

2 4 2( x−1)−4 ( x−3 )
− =
x−3 x−1 ( x−3)( x−1 )

2 x −2−4 x+12
=
( x−3 )( x−1)

10−2 x
=
( x−3 )( x−1)

Pada prakteknya, proses sebaliknya seringkali dibutuhkan. Ketika menghadapi


pecahan aljabar yang agak pelik, kita perlu pecahan ini sebagai sejumlah komponen
pecahan yang lebih sederhana.

Dari contoh sebelum ini:

2 4 10−2 x
− =
x− 3 x−1 ( x−3 )( x−1)

Kedua pecahan sederhana di sisi kiri disebut pecahan parsial dari pernyataan pada sisi
kanan. Apa yang muncul nanti merupakan uraian bagaimana memperoleh pecahan-
pecahan parsial dari pecahan aslinya.

Marilah kita perhatikan kasus sederhana ini dan mengerjakannya langkah demi langkah.

Untuk memisahkan :

8 x−28
x 2 −6 x+8

Menjadi pecahan parsialnya kita pertama-tama harus memfaktorisasikan penyebutnya


menjadi faktor-faktor primanya.anda dapat melakukan ini:

x2 - 6x + 8 = (x-2)(x-4)

Maka,

8 x−28 8 x−28
2
=
x −6 x+8 ( x−2)( x−4)
Kita sekarang mengasumsikannya bahwa setiap faktor sederhana pada penyebutnya
menghasilkan pecahan parsial tunggal. Dengan kata lain, kita anggap bahwa kita dapat
tulis:

8x−28 A B
= +
( x−2)( x−4) x−2 x−4

Dimana A dan B merupakan konstanta. Kita sekarang akan melihat bahwa asumsi ini
valid dengan mencari nilai A dan B. Pertama-tama kita tambahkan kedua pecahan
parsial di sisi kanan untuk menghasilkan:

8 x−28 A ( x−4 ) B( x−2)


2
= +
x −6 x+ 8 x−2 x−4

Karena

A B A ( x−4 ) B( x−2 )
+ = +
x−2 x−4 ( x−2)( x−4 ) ( x−2 )( x−4 )

A ( x− 4 )+ B ( x− 2)
=
( x−2 )( x− 4 )

8 x−28 A ( x−4 )+ B ( x−2 )


2
=
Persamaan x −6 x+ 8 ( x−2)( x−4 ) merupakan suatu identitas karena sisi
kanan hanya merupakan cara lain untuk menuliskan sisi kiri. Juga, karena penyebut di
sisi kanan merupakan cara penulisan lain untuk penyebut di sisi kiri, hal yang sama juga
berlaku untuk pembilangnya. Oleh karena itu, dengan menyamakan pembilang akan kita
peroleh bahwa 8x - 28 = A(x-4) + B(x-2), karena ini merupakan identitas, maka identitas
ini harus berlaku untuk semua nilai x. Akan lebih mudah apabila kita memilih suatu nilai
x yang membuat salah satu tanda kurungnya bernilai nol.

Sebagai contoh:

Dengan membuat nilai x = 4 akan menghasilkan B = 2.

Karena 32 - 28 = A(0) + B(2) sehingga 4 = 2B, B = 2.

Sama halnya kita jika kita buat x =2 akan menghasilkan A = 6

Karena 16 - 28 = A(-2) + B(0) sehingga -12 = -2A, A = 6


Oleh sebab itu :

8 x− 28 6 2
= +
( x−2)( x− 4 ) x−2 x−4

Hasil akhir pecahan parsial yang diinginkan.

Contoh ini telah memperlihatkan proses dasar untuk memperoleh pecahan parsial dari
suatu pernyataan rasional yang diketahui. Akan tetapi, ada satu syarat penting yang
belum disebutkan :

Untuk mendapatkan uraian pecahan parsial dari sebuah pernyataan aljabar bilangan
rasional maka derajat pembilangnya harus lebih rendah dari derajat penyebutnya.

Jika, dalam pernyataan aljabar rasional aslinya, derajat pembilang tidak lebih rendah
dari derajat penyebutnya maka kita akan membaginya secara lengkap. Pembagian ini
akan menghasilkan suatu polinomial dengan sisa rasional dimana sisa tersebut memiliki
pembilang dengan derajat yang lebih rendah dari penyebutnya. Sisa ini kemudian dapat
diuraikan atas pecahan parsialnya.

Contoh 1

x 2 + 3 x−10
Nyatakanlah x 2 −2 x −3 dalam pecahan parsialnya.

Pertimbangan pertama adalah “apakah derajat pembilangnya lebih rendah daripada


derajat penyebutnya”

Tidak, tidak lebih rendah, maka kita harus membaginya:

x2−2x−3¿|x2+3x−10¿x2−2x−3¿¿¿¿¿
5 x−7
x 2+3 x−10 x 2−2 x−3 ¿
∴ =1+5 x−7¿ ¿
x 2−2 x−3 ¿

Sekarang kita faktorkan penyebutnya menjadi faktor-faktor primanya, yang


menghasilkan (x+1)(x-3)

2
x +3 x−10 5 x−7
∴ 2
=1+
x −2 x−3 ( x +1)( x−3 )

Pecahan sisanya akan berupa pecahan parsial yang berbentuk:

5 x−7 A B
∴ = +
( x +1)( x−3 ) x +1 x−3

Kalikan kedua sisinya dengan penyebut (x+1)(x-3)

5x - 7 = A(x-3) + B(x+1)

Jika kita pilih x = 3 maka akan memperoleh B = 2, dan jika kita pilih x = -1 maka akan
memperoleh A = 3

5 x −7 3 2
∴ = +
( x + 1 ) ( x −3 ) x+ 1 x −3
2
x + 3 x −10 3 2
∴ =1 + +
x 2 −2 x −3 x +1 x −3

Maka hasil akhirnya :

x 2 +3 x−10 3 2
∴ 2
=1+ +
x −2 x−3 x+1 x−3

Contoh 2 :

2 x 2 +18 x+ 31
Nyatakanlah x 2 +5 x+ 6 dalam pecahan parsialnya.

Pertimbangan pertama adalah “apakah derajat pembilangnya lebih rendah daripada


derajat penyebutnya”

Tidak, tidak lebih rendah, maka kita harus membaginya:

2 x2 +18 x +31 8 x +19


∴ 2
=2+ 2
x + 5 x +6 x +5 x+6
8 x +19
Sekarang kita perhatikan x 2 + 5 x +6 faktorkan penyebutnya menjadi faktor-
faktor primanya, yang menghasilkan (x+2)(x+3)

8 x +19 A B
= +
2
x + 5 x +6 x +2 x +3

Kalikan kedua sisinya dengan penyebut (x+2)(x+3)

8x + 19 = A(x+3) + B(x+2)

Jika kita pilih x = -3 maka akan memperoleh B = 5, dan jika kita pilih x = -2 maka akan
memperoleh A = 3

8 x +19 3 5
= +
x 2 + 5 x +6 x +2 x+ 3

Maka hasil akhirnya :

2 x 2 +18 x+ 31 3 5
=2+ +
x 2 +5 x+ 6 x +2 x +3

Contoh 3 :

3 x 3 − x 2−13 x−13
Nyatakanlah x 2− x −6 dalam pecahan parsialnya.

Dengan aturan-aturan sebelumnya maka kita harus membaginya:

3 2
3 x −x −13 x−13 7 x−1
∴ 2
=3 x+2+ 2
x −x−6 x −x−6

3x3−x2−13x−13 7x−1
∴ =3x+2+
Sekarang kita perhatikan x2−x−6 x2−x−6 faktorkan penyebutnya menjadi faktor-faktor
primanya, yang menghasilkan (x+2)(x-3)

7 x−1 A B
= +
( x+2 )( x−3 ) x +2 x−3

Kalikan kedua sisinya dengan penyebut (x+2)(x-3)

7x - 1 = A(x-3) + B(x+2)
Jika kita pilih x = 3 maka akan memperoleh B = 4, dan jika kita pilih x = -2 maka akan
memperoleh A = 3

7 x−1 3 4
= +
( x+2 )( x−3 ) x +2 x−3

Maka hasil akhirnya :

3 x3 − x 2 −13 x−13 3 4
∴ =3 x+ 2+ +
x 2 − x−6 x +2 x−3

Contoh 4 :

2 x 3 +3 x 2 −54 x +50
Nyatakanlah x 2 +2 x −24 dalam pecahan parsialnya.

Langkah pertama adalah kita harus membaginya:

2x - 1

x2+2x−24¿|2x3+3x2−54x+50¿2x3+4x2−48x¿¿¿¿¿
− x 2−6 x +50
2
− x −2 x +24
−4 x +26

−4 x +26

2 x 3 +3 x 2 −54 x+50 4 x−26


=2 x−1− 2
x 2 +2 x−24 x + 2 x−24

Sekarang kita faktorkan penyebutnya menjadi faktor-faktor primanya, yang


menghasilkan (x-4)(x+6)

2 x 3 +3 x 2 −54 x+50 4 x−26


2
=2 x−1−
x +2 x−24 ( x−4 )( x +6 )

Pecahan sisanya akan berupa pecahan parsial yang berbentuk:

4 x−26 A B
= +
2
x + 2 x−24 x −4 x+ 6
Kalikan kedua sisinya dengan penyebut (x-4)(x+6)

4x – 26 = A(x+6) + B(x-4)

Jika kita pilih x = -6 maka akan memperoleh B = 5, dan jika kita pilih x = 4 maka akan
memperoleh A = -1

2 x 3 +3 x 2 −54 x+50 −1 5
=2 x−1−( + )
x 2 +2 x−24 x−4 x +6

Maka hasil akhirnya :

2 x 3 +3 x 2 −54 x+50 1 5
=2 x−1+ −
x 2 +2 x−24 x− 4 x+ 6

Penyebut dengan faktor berulang dan kuadratik

Sekarang marilah kita perhatikan pecahan aljabar rasional dimana penyebutnya


mengandung faktor kuadratik yang di dapat difaktorisasi menjadi dua faktor sederhana.

Contoh :

15 x2 − x +2
Nyatakanlah ( x−5)( 3 x 2 + 4 x−2 ) dalam pecahan parsialnya ?

Disini, derajat pembilangnya lebih rendah daripada penyebutnya sehingga tidak


dibutuhkan pembagian awal. Akan tetapi, penyebutnya mengandung faktor kuadratik

yang tidak dapat di faktorisasi menjadi faktor-faktor sederhana. Pengujian yang biasa
akan membenarkan hal ini karena (b2 - 4ac) = 16 - 4 x 3 x (-2) = 40 yang merupakan
kuadrat sempurna. Dalam keadaan seperti ini terdapat aturan yang dapat diberlakukan:

Suatu faktor kuadratik yang tak dapat diuraikan pada penyebut dari penyataan
rasional asli yang berbentuk (ax2+bx+c) akan menghasilkan pecahan parsial yang

Ax+ B
berbentuk : ax 2 + bx+ c

2
15 x −x+2 A Bx +C
∴ 2
= + 2
( x−5 )(3 x +4 x −2) x−5 3 x +4 x−2
kalikan seluruhnya dengan penyebut:

15x2 - x + 2 = A(3x2+4x-2) + (Bx+C)(X-5)

15x2 - x + 2 = 3Ax2 + 4Ax - 2A + Bx2 - 5Bx + Cx -5C

15x2 - x + 2 = (3A+B)x2 + (4A-5B+C)x - 2A - 5C

Ini merupakan identitas, jadi kita dapat menyamakan koefisien-koefisien suku-suku yang
sejenis di setiap sisi:

15 = 3A + B .............. (pers 1)

-1 = 4A - 5B +C ........ (pers 2)

2 = -2A - 5C .............. (pers 3)

Dari (pers 1) : B = 15 - 3A

−( 2 A +2 )
C=
Dari (pers 3) : 2 = -2A - 5C, 5C = -2A -2, 5

Dengan mensubtitusikan B dan C ke dalam (pers 2) :

2 A+2
-1 = 4A - 5 (15-3A ) -
5

-5 = 20A - 375 + 75A - 2A +5

93A = 372

A=4

Subtitusikan ke dalam (pers 1) : 15 = 12 + B , B = 3

Subtitusikan ke dalam (pers 2) : -1 = 16 - 15 + C, C = -2

Jadi hasil akhirnya:


2
15 x − x+2 4 3 x−2
∴ = +
( x−5 )( 3 x2 +4 x −2) x−5 3 x 2 +4 x−2

 Sekarang marilah kita lihat pecahan aljabar rasional yang penyebutnya


mengandung faktor sederhana yang berulang.
Contoh :

35 x−14
Nyatakanlah ( 7 x−2)2 dalam pecahan parsialnya.

Sekali lagi, terdapat aturan berlaku:

Faktor-faktor yang berulang pada pernyataan penyebut aljabar yang berbentuk (ax+b)2

A B
+
menghasilkan pecahan parsial yang berbentuk ax+ b ( ax+ b)2 .sama halnya (ax+b)3

A B C
+ +
menghasilkan pecahan parsial ax+ b ( ax+ b)2 ( ax +b )3

Karena itu kita tulis:

35 x−14 A B
= +
( 7 x−2)2 7 x−2 ( 7 x−2)2

Kemudian kalikan seluruhnya dengan penyebut:

35x- 14 = A(7x-2) + B

35x- 14 = 7Ax- 2A + B

Ini merupakan identitas, jadi kita dapat menyamakan koefisien-koefisien suku-suku yang
sejenis di setiap sisi:

35 = 7A → A = 5

Subtitusikan ke

-14 = -2A + B

-14 = -10 + B → B = -4

Jadi hasil akhirnya:

35 x−14 5 4
= −
( 7 x−2)2 7 x−2 ( 7 x−2 )2
 Sekarang marilah kita lihat pecahan aljabar rasional yang penyebutnya berupa
faktor kubik dengan faktor-faktor linier berbeda.
Contoh :

2
10 x +7 x−42
Nyatakanlah ( x−2)( x +4 )( x−1 ) dalam pecahan parsialnya.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

10 x 2 +7 x−42 A B C
= + +
( x−2)( x +4 )( x−1 ) x−2 x + 4 x −1
∴ 10 x2 +7 x−42=A ( x+ 4 )( x−1)+ B( x−2 )( x−1)+C ( x+ 4 )( x−2)
10 x 2 +7 x−42= A( x 2 + 3 x−4 )+B ( x2 −3 x +4 )+C ( x2 +2 x−8)

Kemudian kita kumpulan koefisien-koefisien sejenis, lalu lakukan seperti faktor kudratik.
Ini akan memperoleh A=2 , B=3, dan C=5Jadi hasil akhirnya:

2
10 x +7 x−42 2 3 5
= + +
( x−2)( x +4 )( x−1 ) x−2 x+ 4 x −1

SOAL LATIHAN :

Rubahlah kedalam bentuk Pecahan Parsiel ?

3 x+ 5
1. 2
x +2 x−3

y−13
2. 2
y − y−6

17 x 2−21 x−6
3. x ( x +1 ) ( x−3)

6 x 2 +7 x−49
4. ( x−4 )( x ∓ 1 ) (2 x−3)

8 x2 +12 x−3
5. 3
( x +2)
1
6. 2
x ( x+ 2 )

BAB III

MATRIKS DAN DETERMINAN

3.1 Pengertian Matriks dan Ordo Matriks :


`Menurut Nasoetion (1980:24), suatu matriks merupakan himpunan
unsur-unsur yang disusun berdasarkan penggolongan terhadap dua sifat yang
sering disebut dengan istilah baris dan kolam. Susunan bilangan - bilangan
yang diatur pada baris dan kolom dan letaknya diantara dua buah kurung
(http://www.Belajar-Matematika.com ). Sederetan bilangan yang berbentuk
segi empat yang diapit oleh sepasang kurung siku
(http://www.p4tkmatematika.org/downloads/smk/Matriks).
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan, Matriks
merupakan susunan bilangan-bilangan yang berbentuk siku-empat terdiri dari
baris dan kolom dengan diapit oleh sepasang kurung siku. Sebagai contoh :
2 2 5
a.
[ 1 3 1
5 12 9 ] dan b. [ 31 32]
Baris suatu matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang mendatar
dalam matriks. Kolom suatu matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang
tegak dalam matriks.
Bentuk umum :
a11 … a1 n

[
Secara umum matriks Amxn = … … …
am 1 … a mn ]
Perhatikan bahwa elemen matriks A tersebut berindeks rangkap misalnya
a11, yang artinya matriks A pada baris ke-1 dan kolom ke-1. Untuk lebih
jelasnya bentuk umum seperti :

a 11 a 1 j … . a 1 n
a 21 a 2 j … . a 2 n
Amxn = [ aij ]mxn
ai1 aij … . ain
am 1 amj … . amn
m= baris
n= kolom
i = 1,2…m
j= 1,2…n
Matriks dinotasikan dengan huruf capital misalnya A, B, C dan lain-lain.
Banyanya baris dan banyaknya kolom menentukan ukuran dari matriks
tersebut yang disebut ordo matriks. Perhatikan bahwa elemen dari matriks A
di atas, misal a21menyatakan elemen pada matriks A tersebut terletak pada
baris ke 2 dan kolom ke 1. Sedangkan matriks A berordo mxn dan ditulis
Amxn.
3.2 Macam-macam matriks :
Menurut ordonya terdapat berbagai jenis matriks, antara lain.
a. Matriks Persegi
Yaitu matriks yang berordo nxn atau banyaknya baris sama dengan
banyaknya kolom.

Contoh: B2x2 = [ 23 47]


Pada suatu matriks persegi ada yang dinamakan sebagai diagonal utama
dan diagonal sekunder. Komponen-komponen yang terletak pada diagonal
utama pada matriks tersebut adalah 2 dan 7 yang berasal dari kiri atas ke
kanan bawah. Sebaliknya, komponen-komponen yang terletak pada
diagonal sekunder berasal dari kiri bawah ke kanan atas.
b. Matriks Baris
Yaitu matriks yang berordo 1xn atau hanya memiliki satu baris.
Contoh: A1x2 = 1 4
c. Matriks Kolom
Yaitu matriks yang hanya memiliki satu kolom.
2
Contoh C2x1=
3
d. Matriks Tegak
Yaitu matriks yang berordo mxn dengan m>n
4 4
Contoh: Q = 2 6 , Q berordo 3x2 sehingga matriks Q tampak tegak.
3 1

e. Matriks Datar
Yaitu matriks yang berordo mxn dengan m<n
2 3 1
Contoh: H= , H berordo 2x3 sehingga matriks F tampak datar.
65 6 3

Berdasarkan elemen-elemen penyusunnya terdapat jenis matriks, antara


lain :

a. Matriks Nol
Yaitu matriks yang semua elemen penyusunnya adalah nol dan
dinotasikan sebagai O.
0 0 0
Contoh: O2x3 =
0 0 0
b. Matriks Diagonal
Yaitu matriks persegi yang semua elemen diatas dan dibawah diagonal
utamanya adalah nol.

Contoh: F2x2 = [ 10 30]


c. Matriks Skalar
Yaitu matriks diagonal yang semua elemen pada diagonalnya sama dan
elemen-elemen selain diagonal utama adalah 0.

Contoh: F2x2 = [ 30 30]


d. Matriks Simetri
Yaitu matriks persegi yang setiap elemennya selain elemen diagonal
adalah simetri terhadap diagonal utama, atau matriks dimana susunan
elemen-elemen antara matriks dengan transposenya sama. C=CT; maka C
adalah matriks simetris
1 2 3
Contoh: C3x3 = 2 2 5
3 5 3

e. Matriks Simetri Miring


Yaitu Matriks simetri yang elemen-elemennya selain elemen diagonal
saling berlawanan.

1 −2 3
Contoh: W3x3 = 2 2 5
−3 −5 3
f. Matriks Identitas (satuan)
Yaitu matriks diagonal yang semua elemen pada diagonal utamanya
adalah satu dan elemen yang lain adalah nol dan dinotasikan sebagai I.
1 0 0

[ ]
Contoh: I3x3 = 0 1 0
0 0 1
g. Matriks Segitiga Atas
Yaitu dikatakan segitiga atas jika aij = 0 untuk i>j dengan kata lain matriks
persegi yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya adalah nol.
2 3 3

[ ]
Contoh: K3x3 = 0 1 1
0 0 8
h. Matriks Segitiga Bawah
Yaitu dikatakan segitiga bawah jika aij = 0 untuk i<j dengan kata lain
matriks persegi yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya adalah nol.
2 0 0

[ ]
Contoh: V3x3 = 2 1 0
3 1 8
i. Matriks Transpose yaitu matriks yang diperoleh dari memindahkan
elemen-elemen baris menjadi elemen pada kolom atau sebaliknya.
Transpose suatu matriks dilambangkan dengan …T, misal transpose
matriks B dilambangkan dengan BT
1 0
1 2 3
Contoh: B2x3 = , maka B = 2 3
T
0 3 4
3 4
Perhatikan bahwa ordo dari BT adalah 3x2. Sehingga pada matriks
transpose baris menjadi kolom dan sebaliknya, kolom menjadi baris.

3.3 Operasi Matriks dan Sifat-sifatnya :


a. Operasi kesamaan
Dua buah matriks atau lebih dikatakan sama jika dan hanya jika
mempunyai ordo sama dan elemen-elemen yang seletak juga sama.
Contoh:
A =¿ ( 1 2 ¿ ) ¿ ¿ ¿¿
¿
A = B, A ≠ C, B ≠ C

b. Penjumlahan dan Pengurangan dua Matriks


Penjumlahan Matriks, Jika A + B = C, maka elemen-elemen C diperoleh
dari penjumlahan elemen-elemen A dan B yang seletak, yaitu cij = aij +bij
untuk C pada baris ke-i dan kolom ke-j. sehingga, matriks A dan B dapat
dijumlahkan apabila kedua matriks memiliki ordo yang sama.

Contoh A= [ 24 13], B= [ 34 11] maka A + B = [ 24 13]+[ 34 11]


5 2
=[
8 4]
=C

Sifat-sifat penjumlahan matriks


1. A+B = B+A (Komutatif)
2. A+(B+C) = (A+B)+C (Assosiatif)
3. A+O = O+A = A
4. (A+B)T = AT+BT
5. Ada B sedemikian hingga A + B = B + A = 0 yaitu B = -A
Pengurangan matriks, jika A – B = C, maka elemen-elemen C diperoleh
dari pengurangan elemen-elemen A dan B yang seletak, yaitu cij = aij-bij
atau pengurangan dua matriks dapat dipandang sebagai penjumlahan
matriks yaitu A + (-B)

Contoh: A= [ 14 23], B= [ 21 31], maka A-B = [ 14 23]−[21 31]


¿ −1 −1
[ 3 2 ]
c. Perkalian matriks dengan skalar.
Perkalian sebuah matriks dengan skalar, maka setiap unsur matriks
tersebut terkalikan dengan skalar. Msalkan matriks A dikalikan dengan
suatu bilangan real k maka kA diperoleh dari hasil kali setiap elemen A
dengan k.

Contoh: A = [−13 −12 ] maka 3A = 3 [−13 −12 ]=[−39 −36 ]


Jika a dan b bilangan real (skalar) dan matriks A dan matriks B merupakan
dua matriks dengan ordo sama sehingga dapat dilakukan operasi hitung.
Maka berlaku sifat-sifat perkalian matriks dengan skalar:

1. a(A+B) = aA+aB
2. a(A-B) = aA-aB
3. (a+b)B = aB+bB
4. (a-b)B = aB-bB
5. (ab)B = a(bB)
6. (aB)T = aBT
d. Perkalian Dua Matriks
Dua buah matriks atau lebih (misal matriks AB) dapat dikalikan jika dan
hanya jika jumlah kolom pada matriks A sama dengan jumlah baris pada
matriks B. jadi AmxnBnxr bias didefinisikan, tapi BnxrAmxn tidak dapat
didefinisikan.
A B AB
mxn nxr = mxr

sehingga hasil kali matriks AB berordo mxr.

Catatan:
 Perkalian 2 matriks AB dapat didefinisikan, jika banyaknya
kolom matriks A = banyaknya baris matriks B.
 Hasil kali dua matriks AB adalah suatu matriks dengan banyaknya
baris = banyaknya baris matriks Adan banyaknya kolom =
banyaknya kolom matriks B.
 Pada umumnya AB ≠ BA
 Apabila A suatu matriks persegi maka A2 = A.A ; A3 = A2.A ;
A4 = A3.A dan seterusnya.
 Apabila AB=BC maka tidak dapat disimpulkan bahwa A = C.
 Apabila AB=0 maka tidak dapat disimpulkan bahwa A=0 atau B=0
Contoh perkalian matriks:
1. Perkalian matriks berordo 1xa dengan ax1
3
A= 1 2 3 dan B = 2 , A1x3B3x1= [(1x3) +(2x2) + (3x1)] = [10
1
Hasil kalinya merupakan matriks berordo 1x1.
2. Perkalian matriks berordo ax1 dengan 1xa
1 1x 1 1 x2 1x 3
A= 2
3
dan B = 1 2 3
[
, A3x1B1x3 = 2 x 1 2 x 2 2 x 3
3x 1 3 x2 3 x3 ]
1 2 3

[ ]
= 2 4 6
3 6 9
Hasil kalinya merupakan matriks berordo 3x3.
3. Perkalian matriks berordo mxn dengan matriks nxr

A= [ 21 53], B = 13 21 32
2 5 1 2 3
A2x2B2x3 = [
1 3]3 1 2
( 2 x 1 ) +( 5 x 3) ( 2 x 2 ) +(5 x 1) ( 2 x 3 ) +(5 x 2)
AB =
(1 x 1)+(3 x 3) ( 1 x 2 ) +(3 x 1) ( 1 x 3 ) +(3 x 2)
17 9 16
=
9 5 9

Sifat-sifat perkalian matriks dengan matriks antara lain :


1. A(BC) = (AB)C
2. A(B+C) = AB + AC
3. (B+C)A = BA + CA
4. A(B-C) = AB – AC
5. (B-C)A = BA – CA
6. a(BC) = (aB)C = B(aC)
7. AI = IA
3.4 Determinan, Adjoin dan Invers Matriks :
a. Determinan.
Untuk setiap matriks persegi terdapat suatu bilangan tertentu yang disebut
determinan. Determinan matriks adalah jumlah semua hasil perkalian
elementer yang bertanda dari A dan dinyatakan dengan det(A) atau |A|
(Howard Anton, 1991 : hal 67).
Yang diartikan dengan sebuah hasil perkalian elementer bertanda dari
suatu matriks A adalah sebuah hasil perkalian elementer pada suatu kolom
dengan +1 atau -1.
Untuk mengetahui tanda +1 atau -1dalam menentukan determinan suatu
matriks yaitu dengan menggunakan permutasi sesuai besar peringkat matriks
tersebut dan ada atau tidaknya invers pada hasil permutasi peringkat matriks
tersebut.
Invers terjadi pada suatu permutasi jika terdapat bilangan yang lebih besar
mendahului bilangan yang lebih kecil pada kolom. Jika banyak invers genap
dan nol maka tanda +1 dan jika banyak invers ganjil maka tanda -1.
Misal :
1. Determinan untuk ordo 2x2 maka bentuk matriks seperti ini :

[ aa 1121 a 12
a 22]permutasi dari bilangan bulat 1 dan 2 diambil bersama adalah

2! = 2 yaitu 1 2 dan 2 1 (untuk kolom) sedangkan baris menjadi patokan


dan selalu berurut. Sehingga determinan dari matriks berordo 2x2 adalah

+1(a11.a22)-1(a12.a21) = a11.a22 – a12.a21. jika matriks dalam bentuk [ ac bd ]


maka untuk mencari determinannya lebih dikenal dengan bentuk ad – bc.
Contoh:

Jika matriks A = [ 24 13] maka det (A) = |A| = (2x3) – (1x4) = 6 – 4 = 2

2. Determinan untuk ordo 3x3


a 11 a 12 a 13
Maka bentuk matriks seperti
[ ]
a 21 a 22 a 23 , permutasi dari
a 31 a 32 a 33
bilangan bulat 1, 2 dan 3 diambil bersama adalah 3! = 6 yaitu 123,
132, 213, 231, 312, dan 321 (untuk kolom) sedangkan baris menjadi
patokan dan selalu berurut. Sehingga determinan dari matriks berordo
3x3 adalah +1(a11.a22.a33)-1(a11.a23.a32)-
1(a12.a21.a31)+1(a12.a23.a31)+1(a13.a21.a32)-1(a13.a22.a31).
Untuk mempermudah dalam mencari determinan maka berlaku :
a) Metode Sarrus
a b c a b

[ ]
Misal matriks A = d e f d e
g h i g h
- - - + + +
Maka |A| = aei + bfg + cdh – ceg – afh – bdi.
Cara ini hanya berlaku pada matriks berordo 3x3.
1 2 2

[ ]
Contoh: D = 3 1 2
1 2 3

1 2 2 1 2

[ ]
Maka det (D) = |D| adalah 3 1 2 3 1
1 2 3 1 2

|D| = (1x1x3) + (2x2x1) + (2x3x2) – (2x1x1) – (1x2x2) – (2x3x3)


= 3 + 4 + 12 – 2 – 4 – 12 = 0

b) Metode Minor dan Kofaktor


Minor suatu matriks A dilambangkan dengan Mij adalah matriks
bagian dari A yang diperoleh dengan cara menghilangkan elemen-
elemennya pada baris ke-i dan elemen-elemen pada kolom ke-j.
Contoh:
1 2 1

[ ]
A= 0 2 1 maka :
2 0 2
1 2 1

[ ][
M11= 0 2 1 =
2 0 2
2 1
0 2 ]
1 2 1

[ ][
M12 = 0 2 1 =
2 0 2
0 1
2 2 ]
1 2 1

[ ][
M13 = 0 2 1 =
2 0 2
0 2
2 0 ]
M11, M12 dan M13 merupakan submatriks hasil ekspansi baris ke-1
dari matriks A. Kofaktor suatu elemen baris ke-i dan kolom ke-j
dari matriks A dilambangkan dengan α ij = (-1)i+j¿ Mij∨¿, dari
matriks A tersebut kofaktor a11 dilambangkan dengan α11 yaitu
(-1)i+j¿ Mij∨¿
Untuk mencari det(A) dengan metode minor dan kofaktor cukup
mengambil satu ekspansi saja misal ekspansi baris ke-1atau kolom
ke-1.
Sehingga
Contoh :
1 2 1
[ ]
H = 0 2 1 , untuk mencari |H| dengan metode minor dan
2 0 2
kofaktor adalah harus mencari determinan minornya terlebih dahulu yang
diperoleh dari ekspansi baris ke-1, yaitu det(M11), det(M12), det(M13),
maka,
|M11| = (2x2)-(1x0) = 4
|M12| = (0x2)-(1x2) = -2
|M13| = (0x0)-(2x2) = -4
|H| = h11α11 + h12α12 + h13α13
= h11.(-1)1+1|M11| + h12.(-1)1+2|M12| + h13.(-1)1+3|M13|
= (1.4) + (2.(-1.-2)) + (1.-4)
=4+4–4=4
b. Adjoin matriks .
Adalah transpose dari kofaktor-kofaktor matriks tersebut, dilambangkan
dengan adj A = (αij)T

Contoh
1 2 1

[ ]
H = 0 2 1 kita telah mengetahui sebelumnya α11= 4, α12= 2,
2 0 2
α13= -4,

α21= (-1)2+1 |20 12|=¿-4, α = (-1) |12 12|=¿0


22
2+2

α23= (-1)2+3 |12 20|=4 ,α = (-1) |22 11| = 0


31
3+1

α32= (-1)3+2 |10 11|=¿-1, α = (-1) |10 22| = 2


33
3+3

α 11 α 21 α 31 4 −4 0

[
maka adj H = α 12 α 22 α 32 = 2
α 13 α 23 α 33 −4 4
0 −1
2 ][ ]
c. Invers Matriks :
Jika A dan B matriks persegi nxn sedemikian hingga AB=BA=I, B disebut
invers A (B=A-1) dan A disebut invers B (A=B-1) sehingga berlaku
AA-1=A-1A=I, I adalah identitas.
1
Invers matriks A dirumuskan A-1 = . Adj(A)
¿ A∨¿ ¿
Pembuktian :

Misal matriks 2x2, matriks A= [ ac bd ] dan misalkan invers matriks A


adalah A-1= [ ux vy ]. Berdasarkan pengertian invers matriks, maka berlaku
AA-1=I, dengan I matriks identitas.

[ ac bd ][ ux vy ]=[ 10 01]
[ ax+ bu
cx +du
ay+ bv
cy +dv
1 0
][ ]
=
0 1
Berdasarkan kesamaan matriks maka diperoleh:
ax + bu = 1 (1)
cx + du = 0 (2)
ay + bv = 0 (3)
cy + dv = 1 (4)
dari persamaan-persamaan dilakukan eleminasi untuk menentukan nilai x,
y, u, dan v.
ax + bu = 1 xd adx + bdu = d
cx + du = 0 xb bcx + bdu = 0
adx – bcx = d
x(ad-bc) = d
d
x=
ad−bc
−c
substitusikan x pada persamaan (2), sehingga diperoleh u = ,
ad−bc

−b
dengan cara yang sama seperti diatas, akan diperoleh juga y = , dan
ad−bc

d −b
v=
a
ad−bc

1
. Dengan demikian A-1=
ad−bc
−c
ad−bc
[ ad −bc
a
ad −bc
]
d −b
= [
ad−bc −c a ]
, dengan ad-bc≠0

1
Maka invers matriks A= [ ac bd ]adalah A = ad−bc
-1
[−cd −ba ]
1
Sehingga rumus invers matriks adalah A-1 = . Adj(A)
¿ A∨¿ ¿
Soal Matriks :

1. Diketahui matriks A dan B berordo 3x3


A=¿( 6−2−3¿)(−1 1 0¿)¿¿ B=¿ ( x x+y y+z¿) ( z−a b b+2c¿)¿ ¿
¿ dan ¿
Jika A = B, tentukan nilai a,b,c,d,e,f,x,y dan z.

2. Diketahui matriks P dan Q yang berordo 2x2

P = ¿ ( 2x−y 3 x ¿ ) ¿ ¿ Q = ¿ ( 7 −4 ¿ ) ¿ ¿ t
¿ dan ¿ Jika P = Q , tentukan .

A = ¿ ( 1 2 ¿) ¿ ¿
3. Ditentukan matriks-matriks ¿ , carilah matriks
2
a. 2A b. -2B c. 5 (A+B) d. (5A-2B)t
4. Jika H adalah matriks berordo 3x3, tentukan matriks H dari persamaan
berikut:

( 2 −3 5 ¿ )(−1 0 4 ¿ ) ¿ ¿¿
¿
5. Tentukan hasil perkalian matriks berikut:

( 3 4 ) ¿ ( 2 −1 3 ¿ ) ¿ ¿
a. ¿

( 4 8 −9¿ ) ( 1 −6 4¿) ¿ ¿¿
b. ¿
(−6 3¿)( 3 6¿) ¿ ¿¿
c. ¿
P = ¿ (−1 2¿) ¿¿ Q = ¿ ( 4 −1¿ ) ¿ ¿
6. Ditentukan matriks-matriks ¿ , ¿ dan

R = ¿ (−3 0¿ ) ¿ ¿
¿ . Carilah matriks P(QR), ( PQ)R , (PQ )t dan Pt Qt

7. Selesaikan setiap persamaan berikut:

(2 5 ¿ )¿ ¿ ¿
a. ¿ b.

( 1 2 0 ¿ ) ¿ ¿¿
¿
A = ¿ (1 2 ¿) ¿ ¿ 2 3 4
8. Ditentukan matriks ¿ . Carilah matriks A , A ,dan A .

9. Jika A = [ 12 34] dan I, matriks satuan ordo dua, maka A - 2A + I adalah


2

1 2
10. Diketahui matriks A = [
4 3]
dan matriks Identitas. Tentukan nilai x

supaya matriks A –xI merupakan matriks singular!


−1
11. Diket A = [ x+ y
y
x
x− y
B¿] [ 1
−2 y
2
3
x
]
, jika At =B.

tentukan nilai x?

12. Tentukan determinan dari :

A= [ 1616 −5
−5 ]
2 9 16

[
B= 0 0 0
24 16 8 ]
C= -6 1 -3 -12
4 -2 2 3
-2 -1 -1 -1
2 1 1 9

BAB IV
ELIMINASI GAUSS DAN GAUSS-JORDAN

A. Latar Belakang
Karl Friedich Gauss (1977-1855) adalah seorang ahli
matematika dan ilmuwan dari Jerman. Gauss yang kadang-
kadang dijuluki “pangeran ahli matematika” disejajarkan
dengan Isaac Newton dan Archimedes sebagai salah satu dari
tiga ahli matematika yang terbesar yang pernah ada. Dalam
seluruh sejarah matematika, tidak pernah ada seorang anak
yang begitu cepat berkembang, sebagaimana Gauss, yang
dengan usahanya sendiri menyelesaikan dasar aritmetika
sebelum ia dapat berbicara. Pada suatu hari, saat ia bahkan
belum berusia tiga tahun, melalui cara dramatis orang tuanya
mulai menyadari kejeniusan Gauss.
Wilhelm Jordan (1842-1899) adalah seorang insinyur
Jerman yang ahli dalam bidang geodesi. Sumbangannya untuk
penyelesaian sistem linear dalam buku populernya, Handbuch
de Vermessungskunde (Buku panduan Geodesi) pada tahun
1988. Contoh Sumbangannya untuk penyelesaian sistem
linear dalam buku populernya
Dalam aljabar linear, eliminasi Gauss-Jordan adalah versi
dari eliminasi Gauss. Pada metode eliminasi Gauus-Jordan kita
membuat nol elemen-elemen di bawah maupun di atas
diagonal utama suatu matriks. Hasilnya adalah matriks
tereduksi yang berupa matriks diagonal satuan (Semua
elemen pada diagonal utama bernilai 1, elemen-elemen
lainnya nol).
Metode eliminasi Gauss-Jordan kurang efisien untuk
menyelesaikan sebuah SPL, tetapi lebih efisien daripada
eliminasi Gauss jika kita ingin menyelesaikan SPL dengan
matriks koefisien sama.
Motede tersebut dinamai Eliminasi Gauss-Jordan untuk
menghormati Carl Friedrich Gauss dan Whilhelm Jordan.

B. Tujuan
1. Mencari solusi system persamaan linier menggunakan
metode eliminasi Gauss dan Gauss - Jordan

PEMBAHASAN

Di dalam matematika, sistem persamaan linier adalah


kumpulan persamaan-persamaan linier yang memiliki variabel-
variabel yang sama. Bentuk umum dari sistem persamaan linier
dengan n peubah dinyatakan sebagai berikut:
a 11 x 1 +a12 x 2 +…+ a1 n x n=b1
a 21 x1 + a22 x 2+ …+a2 n x n=b2
. . . .
. . . .
. . . .
a m 1 x 1+ am2 x2 +…+ ann x n=bn
Dengan mengunakan perkalian matriks, kita dapat menulis
persamaan di atas sebagai persamaan matriks
Ax=b
Yang dalam hal ini,
A=[ai , j ] adalah matriks berukuran n x n
x=[x j] adalah matriks berukuran n x 1
b=[b j ] adalah matriks berukuran n x 1 (disebut juga vector
kolom)
Yaitu:

a11 a12 a13 … a1 n x1 b1

[ a21
a31

an 1
a22
a32

an 2
a23 …
a33 …
……
an 3 …
a2 n
a3 n

an n
][ ] [ ]
x2 b2
x 3 = b3

xn

bn

A. Metode Eliminasi Gauss :


Metode Eliminasi Gauss merupakan metode yang
dikembangkan dari metode eliminasi, yaitu menghilangkan
atau mengurangi jumlah variabel sehingga dapat diperoleh
nilai dari suatu variabel bebas. Cara eliminasi ini sudah
banyak dikenal.
Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-
nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih
sederhana. Caranya adalah dengan melakukan operasi baris
sehingga matriks tersebut menjadi matriks yang eselon-baris.
Ini dapat digunakan sebagai salah satu metode penyelesaian
persamaan linear dengan menggunakan matriks. Caranya
dengan mengubah persamaan linear tersebut ke dalam
matriks teraugmentasi dan mengoperasikannya. Setelah
menjadi matriks Eselon-baris, lakukan substitusi balik untuk
mendapatkan nilai dari variabel-variabel tersebut.
Metode ini berangkat dari kenyataan bahwa bila matriks
A berbentuk segitiga atas (menggunakan Operasi Baris
Elementer) seperti system persamaan berikut ini:

a11 a12 a 13 … a1 n x1 b1

[ 0 a22 a 23 … a2 n
0 0 a 33 … a3 n
… … …… …
0 0 0 … an n
][ ] [ ]
x2
x3 =

xn
b2
b3

bn

Maka solusinya dapat dihitung dengan teknik penyulingan


mundur (backward substitution):
bn
a nn x n=b n ⇒ x n=
a nn
( bn −1 −a n−1 , n x n )
a n−1, n−1 x n−1+ an−1 ,n x n=b n−1 ⇒ x n−1=
a n−1 ,n−1
………………………… ……………….
dst .
Sekali x n , x n−1 , x n−2 ,.. , x k+1 diketahui, maka nilai x k dapat dihitung
dengan:
n
bk − ∑ akj x j
j=k +1
x k= , k=n−1 , n−2 , … , 1dan a kk ≠ 0.
akk
Kondisi a kk ≠ 0 sangat penting. Sebab bila a kk ≠ 0 , persamaan
diatas menjerjakan pembagian dengan nol. Apabila kondisi
tersebut tidak dipenuhi, maka SPL tidak mempunyai jawaban.

Contoh:
x + y +2 z =9
2 x+ 4 y−3 z=1
3 x+ 6 y−5 z=0
1 1 2 9 …(i)

[ ]
2 4 −3 1 …( ii)
3 6 −5 0 …(iii )

1 1 2 9

[ 0 2 −7 −17
3 6 −5 0 ] kalikan baris (i) dengan (-2), lalu tambahkan ke

baris (ii)

1 1 2 9

[ 0 2 −7 −17
0 3 −11 −27 ] kalikan baris (i) dengan (-3), lalu tambahkan

ke baris (iii)

1 1 2 9

[ 0 1
−7 −17
2 2
0 3 −11 −27
] kalikan baris (ii) dengan (1/2)

1 1 2 9

[ ] 0 1

0 0
−7 −17
2 2
−1 −3
2 2

ke baris (iii)
kalikan baris (ii) dengan (-3), lalu tambahkan
1 1 2 9

[ 0 1
−7 −17
2 2
0 0 1 3
] kalikan baris (iii) dengan (-2)

Solusi system diperoleh dengan teknik penyulihan mundur


sebagai berikut:
x 3=3
7 −17
x 2− x = ⇒ x2 =2
2 3 2
x 1+ x2 +2 x 3=9 ⇒ x 1=1
Diperoleh penyelesaian x = 1, y = 2, z = 3.
 Tata ancang pivoting
Prinsip tata ancang pivoting adalah sebagai berikut:
jika a(pp−1)
, p = 0, cari baris k dengan a k , p ≠0 dan k > p, lalu

pertukaran baris p dan baris k. Metode eliminasi Gauss


dengan tata ancang pivoting disebut metode eliminasi
Gauss yang diperbaiki (modified Gauusian elimination)

Contoh:
Selesaikan sistem prsamaan lanjar berikut dengan
meetode eliminasi Gauss yang menerapkan tata ancang
pivoting.
x 1+ 2x 2+ x3 =2
3 x1 +6 x 2=9
2 x1 +8 x 2+ 4 x 3=6

1 2 1 2 R2−3 R1 1 2 1 2 R ⇔ R 1 2 1 2

[ 3 6 09
] [ 0 0 −3 3 1
2 8 4 6 R3−2 R1 0 4 2 2 (¿)
3

] [
0 4 2 2
0 0 −3 3 ]
Operasi baris 1 Operasi baris 2
Setelah operasi baris 1, elemen a 22 yang akan menjadi
pivot pada operasi baris 2 ternyata sama dengan nol.
Karena itu, pada operasi baris 2, elemen baris 2
dipertukarkan dengan elemen baris 3. Tanda (*)
menyatakan pertukaran baris terjadi akibat proses
pivoting. Sekarang elemen a 22=4 ≠ 0 sehingga operasi baris
elementer dapat diteruskan. Tetapi, karena matriks A
sudah membentuk matriks U, proses eliminasi selesai.
Solusinya diperoleh dengan teknik penyulihan mundur,
yaitu x 3=−1 , x2 =1, dan x 1=1.
Melakukan pertukaran baris untuk menghindari pivot
yang bernilai nol adalah cara pivoting yang sederhana
(simple pivoting). Masalah ini dapat juga timbul bila
elemen pivot sangat dekat ke nol, karena jika elemen pivot
sangat kecil dibandingkan terhadap elemen lainnya, maka
galat pembulatan dapat muncul.

Ada dua macam tata-ancang pivoting, yaitu:


a. Pivoting sebagian (partial pivoting)
Pada tata-ancang pivoting sebagian, pivot dipilih dari
semua elemen pada kolom p yang mempunyai nilai
mutlak terbesar,
a k , p¿ max ¿ ¿a p , p,a p+1 , p ,…, a n−1, p,a n , p}
Lalu pertukarkan baris k dengan baris ke p. Misalkan
setelah operasi baris pertama diperoleh matriksnya
seperti yang digambarkan pada matriks di bawah ini.
Untuk operasi baris kedua, carilah elemen x pada baris
kedua, dimulai dari baris ke-2 sampai baris ke-4, yang
nilai mutlaknya terbesar, lalu pertukarkan barisnya
dengan baris ke-2. Elemen x yang nilai mutlaknya
terbesar itu sekarang menjadi pivot untuk operasi baris
selanjutnya.

x x xx x

[ 0
0
0
x
x
x
xx
xx
xx
x
x
x
]
Cari xterbesar, lalu
pertukarkan barisnya dengan
baris ke-2

perhatikanlah bahwa teknik pivoting sebagian juga


sekaligus menghindari pemilihan pivot = 0
(sebagaimana dalam simple pivoting) karena 0 tidak
akan pernah menjadi elemen dengan nilai mutlak
terbesar, kecuali jika seluruh elemen di kolom yang
diacu adalah 0. Apabila setelah melakukan pivoting
sebagian ternyata elemen pivot = 0, itu berarti system
persamaan linier tidak dapat diselesaikan (singular
system)

b. Pivoting Lengkap (complete pivoting)


Jika disamping baris, kolom juga dikutkan dalam
pencarian elemen terbesar dan kemudian
dipertukarkan, maka tata-ancang ini disebut pivoting
lengkap. Pivoting lengkap jarang dipakai dalam program
sederhana karena pertukaran kolom mengubah urutan
suku x dan akibatnya menambah kerumitan program
secara berarti.
Contoh:
Dengan menggunkan 4 angka bena, selesaikan system
berikut dengan metode eliminasi Gauss:
0.0003 x 1+1566 x 2=1569
0.3454 x 1−2436 x 2=1018
a. Tanpa tata-ancang pivoting sebagian (Gauss naif)
b. Dengan tata-ancang pivoting sebagian (Gauss yang
dimodifikasi)

Penyelesaian
a. Tanpa tata-ancang pivoting sebagian
0.0003 1.566 1.569
[ 0.3454 −2.436 1.018 ]
Operasi baris pertama (0.0003 sebagai pivot )
R2−0.3454 R 1
R2 ⟵ =R 2−1151 R1
0.0003
(Tanda “⟵” berarti “diisi” atau “diganti dengan”)
Jadi,
a 21 ≈ 0
a 22 ≈−2.436−( 1151 )( 1.566 )=−2.436−1802 ≈−1804
b 22 ≈ 1.018−( 1151 )( 1.569 ) ≈ 1.018−1806 ≈−1805

1.566 1.569 R 2−1151 R 1 0.0003 1.566 1.569


[ 0.0003
0.3454 −2.436 1.018 ] [ 0 −1804 −1805 ]
Solusinya diperoleh dengan teknik penyulihan
mundur:
−1805
x 2= =1.001
−1804
1.569−( 1.566 ) (1.001) 1.569−1.568 0.001
x 1= = = =3.333
0.0003 0.0003 0.0003
(jauh dari solusi sejati)
Jadi, x=(3.333, 1.001). solusi ini sangat jauh berbeda
dengan solusi sejatinya. Kegagalan ini terjadi karena
a 11sangat kecil bila dinbandingkan x 12, sehingga
galat pembulatan yang kecil pada x 2 menghasilkan
galat besar di x 1. Perhatikan juga bahwa 1.569−¿
1.568 adalah pengurangan dua buah bilangan yang
hamper sama, yang menimbulkan hilangnya angka
bena pada hasil pengurangannya.

b. Dengan tata-ancang pivoting sebagian


Baris pertama dipertukarkan dengan baris kedua
sehingga 0.3454 menjadi pivot
0.0003
0.3454 −2.436 1.018 R 2− R 0.3454 −2.436 1.018
[ 0.0003 1.566 1.569 ]
0.3454 1
0 [ 1.568 1.568 ]
Dengan teknik penyulihan mundur diperoleh:
1.568
x 2= =1.000
1.568
1.018−(−2.436 )( 1.000)
x 1= =10.02 (lebih baik daripada
0.3454
solusi a)
Jadi, solusinya adalah x = (10.02, 1.000), yang lebih
baik daripada solusi a. keberhasilan ini karena a 21
tidak sangat kecil dibandingkan dengan a 22,
sehingga galat pembulatan yang kecil pada x 2 tidak
akan menghasilkan galat yang besar pada x 1.

 Penskalaan Kemungkinan solusi SPL


Selain dengan pivoting sebagian, penskalaan (scaling)
juga dapat digunakan untuk mengurangi galat pembulatan
pada SPL yang mempunyai perbedaan koefisien yang
mencolok. Situasi demikian sering ditemui dalam praktek
rekayasa yang menggunakan ukuran satuan yang berbeda-
beda dalam menentukan persamaan simultan. Misalnya
pada persoalan rangkaian listrik, tegangan listrik dapat
dinyatakan dalam satuan yang berkisar dari microvolt
sampai kilovolt. Pemakaian satuan yang berbeda-beda
dapat menuju ke koefisien yang besarnya sangat
berlainan. Ini terdampak pada galat pembulatan, dank
arena itu mempengaruhi pivoting. Dengan penskalaan
berarti kita menormalkan persamaan. Cara menskala
adalah membagi tiap baris persamaan dengan nilai mutlak
koefisien terbesar di ruang kirinya. Akibat penskalaan,
koefisien maksimum dalam tiap baris adalah 1.
Cara menskala seperti ini dinamakan
denganmenormalkan SPL.

Contoh:
Selesaikan system persamaan lanjut berikut sampai 3
angka bena dengna menggunakan metode eliminasi Gauss
yang menerapkan perskalaan dan tanpa perskalaan:
2 x1 + 100000 x2=100000
x 1+ x2=2
(Solusi sejatinya dalam 3 angka bena adalah x 1=x 2=1,00 ¿

Penyelesaian:
(i) Tanpa perskalaan
2 100000 100000 R − 1 R 2 100000 100000
[ 1 1 2 2 ] [
2 1 0 −50000 −50000 ]
Solusinya adalah
x 2=1.00
x 1=0.00 (salah)
(ii) Dengan penskalaan
2 x 1+ 100000 x 2=100000 :100000
0.00002 x 1+ x2=1
x 1+ x2=2 :1
x 1+ x2=2

0.00002 1 1 R2 ⇔ R1 1 1 2 ∼ 1 1 2
[ 1 ] [
1 2 (¿) 0.00002 1 1 ][
0 1 1.00 ]
Solusinya,
x 2=1.00
x 1=1.00 (benar)
Yang sesuai dengan solusi sejati. Contoh di atas juga
memperlihatkan bahwa penskalaan dapat mengubah
pemilihan pivot.

 Kemungkinan solusi SPL


Tidak semua SPL mempunyai solusi. Ada 3
kemungkinan yang dapat terjadi pada SPL:
a) Mempunyai solusi yang unik
b) Mempunyai banyak solusi, atau
c) Tidak ada solusi sama sekali

Untuk SPL dengan tiga buah persamaan atau lebih (dengan


tiga peubah atau lebih)tidak terdapat tafsiran geometrinya
(tidak mungkin dibuat ilustrasi grafiknya) seperti pada SPL
dengan dua buah persamaan. Namun, kita masih dapat
memeriksa masing-masing kemungkinan solusi itu
berdasarkan pada bentuk matriks akhirnya. Agar lebih
jelas, tinjau contoh pada SPL yang disusun oleh tiga
persamaan

1) Solusi unik/tunggal

1 1 1 0 Eliminasi 1 1 1 0

[ ] [
2 3 4 1 Gauss 0 1 −1 1
3 1 21 → 0 0 −3 3 ]
Solusi: x 1=1 , x 2=0 , x 3=−1

2) Solusi banyak/tidak terhingga

1 1 2 4 Eliminasi 1 1 2 4

[ ] [
2 −1 1 2 Gauss 0 −3 −3 −6
1 2 36 → 0 0 0 0 ]
Perhatikan hasil eliminasi Gauss pada baris terakhir.
Persamaan yang bersesuaian dengan baris terakhir
tersebut adalah
0 x 1+ 0 x 2 +0 x 3=0
Yang dipenuhi oleh banyak nilai x. solusinya diberikan
dalam bentuk parameter:
Misalkan x 3=k ,
Maka x 2=−6+ 3 k dan x 1=10−5 k dengan k ∈ R .

3) Tidak ada solusi

1 1 2 4 Eliminasi 0 1 2 4

[ ] [
2 −1 1 2 Gauss 0 −3 −3 −6
1 2 37 → 0 0 0 1 ]
Perhatikan hasil eliminasi Gauss pada baris terakhir.
Persamaan yang bersesuaian dengan baris terakhir
tersebut adalah
0 x 1+ 0 x 2 +0 x 3=1
Yang dalam hal ini, tidak nilai x i yang memenuhi,
i=1,2,3

B. Eliminasi Gauss-Jordan
Dalam aljabar linear, eliminasi Gauss-Jordan adalah versi
dari eliminasi Gauss. Pada metode eliminasi Gauss-Jordan kita
membuat nol elemen-elemen di bawah maupun di atas
diagonal utama suatu matriks. Hasilnya adalah matriks
tereduksi yang berupa matriks diagonal satuan (semua
elemen pada diagonal utama bernilai 1, elemen-elemen
lainnya nol).
Dalam bentuk matriks, eliminasi Gauss-Jordan ditulis
sebagai berikut.

,
a11 a12 a13 … a1 n b1 1 0 0 … 0 b1

[ ][ ]
,
a21 a22 a23 … a2 n b2 0 1 0 … 0 b2
C. a31 a32 a33 … a3 n b3 0 0 1 … 0 b,3
… … …… … … … … …… … …
an 1 an 2 an 3 … a nn bn 0 0 0 … 1 b,
n

Solusinya: x 1=b1,
x 2=b ,2
...............
x n=b ,n
Seperti pada metode eliminasi gauss, metode eliminasi
Gauss-Jordan tidak menerapkan tata-ancang pivoting dalam
proses eliminasinya.
Langkah-langkah operasi baris yang dikemukakan oleh
Gauss dan disempurnakan oleh Jordan sehingga dikenal
dengan Eliminasi Gauss-Jordan, sebagai berikut:
1. Jika suatu baris tidak seluruhnya dari nol, maka bilangan
tak nol pertama pada baris itu adalah 1. Bilangan ini
disebut 1 utama (leading 1).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka
baris-baris ini akan dikelompokkan bersama pada bagian
paling bawah dari matriks.
3. Jika terdapat dua baris berurutan yang tidak seluruhnya
dari nol, maka 1 utama pada baris yang lebih rendah
terdapat pada kolom yang lebih kanan dari 1 utama pada
baris yang lebih tinggi.
4. Setiap kolom memiliki 1 utama memiliki nol pada tempat
lain.
Algoritma Metode Eliminasi Gauss-Jordan adalah sebagai
berikut:
1. Masukkan matriks A dan vector B beserta ukurannya n
2. Buat augmented matriks [AB] namakan dengan A
3. Untuk baris ke-i dimana i=1 s/d n
a) Perhatikan apakah nilai a i, i sama dengan nol:
Bila ya:
Pertukarkan baris ke-i dan baris ke i+k≤n, dimana a i+k ,i
tidak sama dengan nol, bila tidak ada berarti
perhitungan tidak bisa dilanjutkan dan proses
dihentikan dengan tanpa penyelesaian.
Bila tidak: Lanjutkan
b) Jadikan nilai diagonalnya menjadi satu, dengan cara
untuk setiap kolom k dimana k=1 s/d n+1, hitung

ai , k
a i, k =
ai , i
4. Untuk baris ke j, dimana j=i+1 s/d n
Lakukan operasi baris elementer untuk kolom k dimana
k=1 s/d n
Hitung c=a j , i
Hitung a j ,k =a j ,k −c . ai , k
5. Penyelesaian, untuk i=n s/d 1 (bergerak dari baris ke n
sampai baris pertama)
x i=a i, n+1
Contoh:
x + y +2 z =9
2 x+ 4 y−3 z=1
3 x+ 6 y−5 z=0
Penyelesaian:
1 1 2 9 …(i)

[ 2 4 −3 1 …( ii)
3 6 −5 0 …(iii ) ]
1 1 2 9

[ 0 2 −7 −17
3 6 −5 0 ] kalikan baris (i) dengan (-2), lalu tambahkan ke

baris (ii)
1 1 2 9

[ 0 2 −7 −17
0 3 −11 −27 ] kalikan baris (i) dengan (-3), lalu tambahkan

ke baris (iii)
1 1 2 9

[ 0 1
−7 −17
2 2
0 3 −11 −27
] kalikan baris (ii) dengan (1/2)

1 1 2 9

[ ] 0 1

0 0
−7 −17
2 2
−1 −3
2 2

ke baris (iii)
kalikan baris (ii) dengan (-3), lalu tambahkan

1 1 2 9

[ 0 1
−7 −17
2 2
0 0 1 3
] kalikan baris (iii) dengan (-2)

11

[ ]
1 0 9
2
−17
−7 kalikan baris (ii) dengan (-1), lalu tambahkan
0 1 2
2
3
0 0 1

ke baris (i)

−1
( )
1 0 0 1 kalikanbaris ( iii ) dengan 12 ,lalu tambahkan ke baris ( i ) ,
[ 0 1 02
]
0 0 1 3 dan kalikanbaris ( iii ) dengan 7 , lalutambahkan ke baris(ii)
()2

Diperoleh penyelesaian x = 1, y = 2, z = 3.

Penyelesaian SPL dengan Operasi Baris Elementer


Menggunakan MATLAB
Misalkan diberikan SPL sebagai berikut:
x + y +2 z =9
2 x+ 4 y−3 z=1
3 x+ 6 y−5 z=0
Kita akan coba menyelesaikan SPL di atas dengan operasi baris
elementer dengan
Solusi dari persamaan: x + y + 2z = 9
MATLAB.
2x+4y - 3z = 1
3x+6y - 5z = 0
Menggunakan Metode Eliminasi Gauss
A=
clc;1 1 2 9
2 4 -3 1
clear;
3 6 -5 0
Baris 1 = Baris
disp('Solusi dari1 persamaan:
bagi baris 1 kolom
x + y + 12z = 9')
A=
1 1 2 9 2x+4y - 3z = 1')
disp('
1) Menggunakan
2 4 -3 1 Metode Eliminasi Gauss
disp('
3 6 -5 0 3x+6y - 5z = 0')
Baris 2 = - Baris 2 kolom 1 kali baris 1 + Baris 2
disp('Menggunakan Metode Eliminasi Gauss')
A=
A=[11 1 12 9;22 4 -3
9 1;3 6 -5 0]
0 2 -7 -17
disp('Baris
3 6 -5 1 = Baris
0 1 bagi baris 1 kolom 1')
Baris 3 = - Baris 3 kolom 1 kali baris 1 + Baris 3
Outputnya:
A(1,:)=A(1,:)/A(1,1)
A=
1 1 2 9
disp('Baris 2 = - Baris 2 kolom 1 kali baris 1 + Baris 2')
0 2 -7 -17
0 3 -11 -27
A(2,:)=-A(2,1)*A(1,:)+A(2,:)
Baris 2 = Baris 2 bagi baris 2 kolom 2
disp('Baris
A= 3 = - Baris 3 kolom 1 kali baris 1 + Baris 3')
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
A(3,:)=-A(3,1)*A(1,:)+A(3,:)
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
0 3.0000 -11.0000 -27.0000
disp('Baris 2 = Baris 2 bagi baris 2 kolom 2')
Baris 3 = - Baris 3 kolom 2 kali baris 2 + Baris 3
A =
A(2,:)=A(2,:)/A(2,2)
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
disp('Baris
0 31.0000
= - Baris-3.5000
3 kolom-8.5000
2 kali baris 2 + Baris 3')
0 0 -0.5000 -1.5000
A(3,:)=-A(3,2)*A(2,:)+A(3,:)
Baris 3 = Baris 3 bagi baris 3 kolom 3
A=
disp('Baris 3 = Baris 3 bagi baris 3 kolom 3')
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
A(3,:)=A(3,:)/A(3,3)
0 0 1.0000 3.0000
disp('Dengan
Dengan Menggunakan TeknikTeknik
Menggunakan Penyulihan
Penyulihan Mundur,
Mundur, diperoleh:')
diperoleh:
x3 =
x3=A(3,4)
3
x2 =
x2=A(2,4)-A(2,3)*x3
2
x1 =
x1=A(1,4)-A(1,2)*x2-A(1,3)*x3
1
2). Menggunakan Metode Eliminasi Gauss-Jordan

clc;
clear;
disp('Solusi dari persamaan: x + y + 2z = 9')
disp('
Solusi dari persamaan: x + y2x+4y
+ 2z =-93z = 1')
disp(' 2x+4y - 3z = 13x+6y - 5z = 0')
disp('Menggunakan Metode
3x+6y Eliminasi
- 5z = 0 Gauss-Jordan')
A=[1 1 2 9;2 4 -3
Menggunakan 1;3 6 -5Eliminasi
Metode 0] Gauss-Jordan
A =disp('Baris 1 = Baris 1 bagi baris 1 kolom 1')
A(1,:)=A(1,:)/A(1,1)
1 1 2 9
disp('Baris
2 4 -3 2 = -1Baris 2 kolom 1 kali baris 1 + Baris 2')

Outputnya
3 6 -5 : 0
A(2,:)=-A(2,1)*A(1,:)+A(2,:)
disp('Baris 3 = -1Baris
Baris 1 = Baris 3 kolom
bagi baris 1 kali1baris 1 + Baris 3')
1 kolom
A(3,:)=-A(3,1)*A(1,:)+A(3,:)
A=
disp('Baris
1 1 22 = Baris
9 2 bagi baris 2 kolom 2')
A(2,:)=A(2,:)/A(2,2)
2 4 -3 1
disp('Baris
3 6 -5 3 = -0Baris 3 kolom 2 kali baris 2 + Baris 3')
A(3,:)=-A(3,2)*A(2,:)+A(3,:)
Baris 2 = - Baris 2 kolom 1 kali baris 1 + Baris 2
disp('Baris
A= 3 = Baris 3 bagi baris 3 kolom 3')
A(3,:)=A(3,:)/A(3,3)
1 1 2 9
disp('Baris
0 2 -7 1 =-17
- Baris 1 kolom 2 kali baris 2 + Baris 1')
A(1,:)=-A(1,2)*A(2,:)+A(1,:)
3 6 -5 0
disp('Baris 2 = - Baris
Baris 3 = - Baris 2 kolom
3 kolom 1 kali 3baris
kali 1
baris 3 + Baris
+ Baris 3 2')
A(2,:)=-A(2,3)*A(3,:)+A(2,:)
A=
disp('Baris
1 1 21 = -9Baris 1 kolom 3 kali baris 3 + Baris 1')
A(1,:)=-A(1,3)*A(3,:)+A(1,:)
0 2 -7 -17
disp('Dengan
0 3 -11 demikian,
-27 diperoleh:')
x1=A(1,4)
Baris 2 = Baris 2 bagi baris 2 kolom 2
x2=A(2,4)
A=
x3=A(3,4)
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
0 3.0000 -11.0000 -27.0000
Baris 3 = - Baris 3 kolom 2 kali baris 2 + Baris 3
A=
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
0 0 -0.5000 -1.5000
Baris 3 = Baris 3 bagi baris 3 kolom 3
A=
1.0000 1.0000 2.0000 9.0000
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
0 0 1.0000 3.0000
Baris 1 = - Baris 1 kolom 2 kali baris 2 + Baris 1
A=
1.0000 0 5.5000 17.5000
0 1.0000 -3.5000 -8.5000
0 0 1.0000 3.0000
Baris 2 = - Baris 2 kolom 3 kali baris 3 + Baris 2
A=
1.0000 0 5.5000 17.5000
0 1.0000 0 2.0000
0 0 1.0000 3.0000
Baris 1 = - Baris 1 kolom 3 kali baris 3 + Baris 1
A=
1 0 0 1
0 1 0 2
0 0 1 3
Dengan demikian, diperoleh:
x1 =
1
x2 =
2
x3 =
3
3). Cara singkat menggunakan invers matriks

clc;
clear;
disp('Penyelesaian SPL Menggunakan Invers Matriks')
disp('Menentukan Solusi dari Persamaan: x + y + 2z = 9')
disp(' 2x+4y - 3z = 1')
Penyelesaian
disp(' SPL Menggunakan Invers Matriks
3x+6y - 5z = 0')
Menentukan Solusi
A=[1 1 2;2 4 -3;3 dari Persamaan: x + y + 2z = 9
6 -5]
b=[9;1;0] 2x+4y - 3z = 1
x=inv(A)*b 3x+6y - 5z = 0
A=
1 1 2
2 4 -3
3 6 -5
Outputnya:
b=
9
1
0
x=
1.0000
2.0000
3.0000
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-
nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih
sederhana.
System persamaannya adalahsebagai berikut:

a11 a12 a 13 … a1 n x1 b1

[ 0 a22 a 23 … a2 n
0 0 a 33 … a3 n
… … …… …
0 0 0 … an n
][ ] [ ]
x2
x3 =

xn
b2
b3

bn

2. Dalam aljabar linear, eliminasi Gauss-Jordan adalah versi


dari eliminasi Gauss. Pada metode eliminasi Gauus-Jordan
kita membuat nol elemen-elemen di bawah maupun di atas
diagonal utama suatu matriks. Hasilnya adalah matriks
tereduksi yang berupa matriks diagonal satuan (semua
elemen pada diagonal utama bernilai 1, elemen-elemen
lainnya nol).
,
a11 a12 a13 … a1 n b1 1 0 0 … 0 b1

[ ][ ]
,
a21 a22 a23 … a2 n b2 0 1 0 … 0 b2
a31 a32 a33 … a3 n b3 0 0 1 … 0 b,3
… … …… … … … … …… … …
an 1 an 2 an 3 … a nn bn 0 0 0 … 1 b,
n

Penulis : Maulana Bimantara

Sumber :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Eliminasi_Gauss-Jordan
2. www.idomaths.com/id/gauss_jordan.php
3. ikhwan-perbaungan.blogspot.com › Pendidikan › Teknik
Informasi

BAB V

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN

5.1 Definisi :
Sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n x n misalkan A, dan sebuah vektor
n
kolom X. Vektor X adalah vektor dalam ruang Euklidian R yang dihubungkan
dengan sebuah persamaan:
AX =λX ........................................................ (5.1)

Dimana λ adalah suatu skalar dan X adalah vektor yang tidak nol Skalar λ
dinamakan nilai Eigen dari matriks A. Nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu
matriks bujur sangkar. Vektor X dalam persamaan (7.1) adalah suatu vektor yang tidak
nol yang memenuhi persamaan (7.1) untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut dengan
vektor eigen. Jadi vektor X mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen tertentu.

Contoh 1 .

X= 1
Misalkan Sebuah vektor
[]
2 dan sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2

A= 4 0
[ ]
4 2 , Apabila matriks A dikalikan dengan X maka:

4 0 1   4  0
AX =
[ ]
4 2 2  
  =  4  4 = [48 ]
Dimana:

4 41
[] 8 =
[]
2 = λX

Dengan konstanta λ=4 dan

4 0 1 
41
[ ]4 2  2
  = 2 []
Memenuhi persamaan (7.1). Konstanta λ=4 dikatakan nilai eigen dari matriks

A= 4 0
bujur sangkar
[ ]
4 2
Contoh 2 .

X= 2 A= 1 1
Sebuah vektor 1 [] dan sebuah matriks
[ ]
0 3 .

Apabila matriks A dikalikan X didapat:

1 4 2  2  4
AX =
[ ] []
0 3 1  0  3
=   = [63 ]
Dimana:

6   2
3 3 
  1
=   = λX

A= 1 4
dengan λ=3. Maka λ=3 adalah nilai eigen dari matriks [ ]
0 3 .

Contoh .3

X= 0 A= 4 0
Sebuah vektor
[]
1 dan mateiks
[ ]
8 2 bila matriks A dikalikan dengan
X maka:

AX =
[48 02 ] [01 ]
=
[ 0+0
0+2 ]

0
=
[]
2

Dimana:
0 20 λ0
[] 2 = 1[] [] = 1 dengan λ=2.

4 0 X= 0
λ=2 adalah nilai eigen dari matriks
[ ]
8 2 dan vektor
[]
1 adalah

vektor eigen dari matriks


[48 02 ] yang bersesuaian dengan nilai eigen λ=2.

Contoh .4

X= 3 A= 1 3
Sebuah vektor 2 [] dan matriks 2 0[ ] .

Perkalian matriks A dengan X adalah:

 1 3 3
 2 0 2
AX =    

=
[3+6
6+0 ]

=
[96 ]
9 33 λ3
Dimana
[] [] []
6 = 2 = 2 .

A= 1 3
Konstanta λ=3 adalah nilai eigen dari matriks bujur sangkar [ ]
2 0
Contoh .5

1 1 0 2

Sebuah vektor
X= 1
1[] dan matriks
[ ]
A= 2 1 0
3 0 0 .

Matriks A dikalikan X didapat:

1 0 2 1

AX
[ ] []
=
2 1 0
3 0 0
1
1

1+0+2 3

[ ] []
=
2+1+0
3+0+0 =
3
3

3 1 1

[] [] []
3
3 =3
1
1 =
λ1
1 = λX

1 0 2

dengan λ=3 adalah nilai eigen matriks


[ ]
A= 2 1 0
3 0 0

Contoh .6

1 2 0 0

Sebuah vektor
X= 2
3[] dan matriks A =
[ ]
2 1 0
0 0 2
Perkalian matriks A dan X adalah:

2 0 0 1

AX =
[ ] []
2 1 0
0 0 2
2
3

2+0+0

=
[ ]
2+2+0
0+0+6

=
[]
4
6

2 1

AX =
[] []
4
6 =2
2
3 = λX , dengan λ=2.

2 0 0

Maka λ=2 adalah nilai eigen dari A =


[ ]
2 1 0
0 0 2

5.1.1 Perhitungan nilai eigen :


Kita tinjau perkalian matriks A dan X dalam persamaan (5.1) apabila kedua sisi
dalam persamaan tersebut dikalikan dengan matriks identitas didapatkan:

IAX = IλX

AX = λ IX

[ λI−A ] X=0 ...................................................


(5.2)

Persamaan (7.2) terpenuhi jika dan hanya jika:


det [ λI−A ] ........................................................ (5.3)

Dengan menyelesaikan persamaan (5.3) dapat ditentukan nilai eigen ( λ ) dari sebuah
matriks bujur sangkar A tersebut .

Contoh .7

Dapatkan nilai eigen dari matriks A =


[32 12 ]
Jawab:

Dari persamaan (7.3) maka:

det
[ λ−23 1
λ−2 ] =0

( λ−2)( λ−2)−3=0

λ2 −4 λ+ 4−3=0

2
λ −4 λ+1=0

Dengan menggunakan rumus abc didapatkan:

4±√(−4 )2 −4 . 1 .1
λ1,2 = 2

4±√ 16−4
= 2

4±√ 12
= 2
42 3
= 2

=2 ±√ 3

Maka penyelesaian adalah: λ1 =2+ √ 3 dan λ2 =2− √ 3 .

Nilai eigen matriks A =


[32 12 ] adalah:

λ1 =2+ √ 3 dan
λ3 =2−√3

Contoh .8

Dapatkan nilai eigen dari matriks A =


[41 51 ]
Jawab:

Nilai eigen ditentukan dengan persamaan:

det
[ λ−41 1
λ−5 ] =0

maka:

( λ−4 )( λ−5)−1=0

λ2 −9 λ+ 20−1=0

2  9  19  0

Dengan rumus abc didapatkan:


9± √(−9 )2 −4 . 1 .19
λ1,2 =
2

9± √81−76
λ1,2 =
2

9± √5
λ1,2 =
2

1 1
λ1 =4,5+ √5 λ2 =4,5− √ 5
Didapatkan 2 dan 2 , jadi nilai eigen matriks

4 1
A=
[ ]1 5 adalah
λ=4,5±
1
2
√5

Contoh .9

0 3
Dapatkan nilai eigen dari A =
[ ]
2 1

Jawab:

Nilai eigen ditentukan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0

det
[2λ λ−13 ] =0

λ( λ−1)−6=0

λ2 −λ−6=0

( λ−3)( λ−2)=0

Penyelesaian persamaan tersebut adalah:


λ−3=0

λ=3

dan

λ−2=0

λ=2

0 3
Jadi nilai eigen matriks A =
[ ]
2 1 adalah λ=3 dan λ=2 .

Contoh 10.

4 0
Dapatkan nilai eigen dari A =
[ ]
3 5

Jawab:

Determinan dari [ λI−A ] =0

λ−4 0 =0
det
[ 3 λ−5 ]
( λ−4 )( λ−5)−0=0

Penyelesaian persamaan adalah:

 40

λ=4

dan

λ−5=0

λ=5
4 0
Jadi nilai eigen dari matriks A =
[ ]
3 5 adalah:
λ1 =4 dan λ2 =5 .

Contoh .11

2 1 0

Carilah nilai eigen dari A =


[ ]
3 4 0
0 0 2

Jawab:

det [ λI−A ] =0

λ−2 1 0

det
[ 3
0
λ−4 0 =0
0 λ−2 ]
( λ−2)( λ−4 )( λ−2)−{ 3( λ−2) } = 0

( λ−2) {( λ−4 )( λ−2 )−3 } =0

( λ−2) { λ2 −6 λ+ 8−3 }=0

( λ−2) { λ2 −6 λ+5 }=0

( λ−2)( λ−1)( λ−5)=0

Penyelesaian persamaan adalah:

λ−2=0
λ=2

λ−1=0

λ=1
dan λ−5=0

λ=5

2 1 0

Jadi nilai eigen yang bersesuai untuk matriks


[ ]
3 4 0
0 0 2 adalah:

λ1 =2 , λ2 =1 dan λ3 =5 .

Contoh .12

1 0 0

Dapatkan Nilai eigen dari matriks


[ ]
A= 3 6 7
0 8 −1

Jawab:

Nilai eigen A didapatkan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0

λ−1 0 0

det
[ 1 λ−6 7
0 8 λ+1 ] =0

( λ−1) [ ( λ−6)( λ +1)−56 ] =0

( λ−1) [ λ2 −5 λ−6−56 ] =0

( λ−1) [ λ2 −5 λ−62 ] =0

Maka nilai λ adalah:


λ−1=0

λ1 =1

λ2 −5 λ−62=0

Dengan rumus abc didapatkan:

5± √25+4 . 62
λ2,3 =
2

1
λ2 =2,5+ √ 273
2

1
λ3 =2,5− √273
2

1 0 0

Jadi nilai eigen dari matriks


[ ]
A= 3 6 7
0 8 −1 adalah:

1
λ1 =1 dan λ=2,5± 2 √ 273

Contoh .13

7 0 0

Dapatkan nilai eigen dari A =


[ ]
0 3 0
0 0 3

Jawab:

Nilai eigen didapatkan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0
λ−7 0 0

0 [
det 0 λ−3 0
0 λ−3 ] =0

( λ−7)( λ−3 )( λ−3 )=0

Maka nilai λ adalah:

λ−7=0

λ=7

λ−3=0

λ=3 (2 kali)

7 0 0

Jadi nilai eigen dari matriks A =


[ ]
0 3 0
0 0 3 adalah λ=3 dan λ=7

Contoh .14

2 0 0

Dapatkan nilai eigen dari A =


[ ]
0 2 5
0 5 4

Jawab:

Berdasarkan persamaan det [ λI−A ] =0 maka:

λ−2 0 0

det
[ 0 λ−2 5
0 5 λ−4 ] =0

( λ−2){( λ−2 )( λ−4 )−25}=0


2
( λ−2){λ −6 λ−17}=0

Maka nilai λ adalah:

λ−2=0

λ1 =2

λ2 −6 λ−17=0

Dengan rumus abc didapatkan:

6± √ 36+4 . 17
λ1,2 =
2

1
λ2,3 =3± √104
2

2 0 0

Jadi nilai eigen matriks A =


[ ]
0 2 5
0 5 4 adalah
λ1 =2 , λ2 =3+
1
2
√ 104
dan

1
λ3 =3− √104
2

Contoh .15

7 0 0

Dapatkan nilai eigen dari A =


[ ]
0 3 0
0 0 3

Jawab:

Dengan menggunakan persamaan det [ λI−A ] =0 maka:


λ−7 0 0
[
det 0 λ−3 0 =0
0 0 λ−3 ]
( λ−7)( λ−3 )( λ−3 )=0

Nilai λ adalah:

λ−7=0

λ=7

λ−3=0

λ=3

λ−3=0

 3

7 0 0

Jadi nilai eigen dari matriks A =


[ ]
0 3 0
0 0 3 adalah:
λ1 =7 dan λ2 =λ 3=3 .

Contoh .16

2 0 0

Dapatkan Nilai eigen dari A =


[ ]
3 3 6
3 2 4

Jawab:

Dengan menggunakan persamaan det [ λI−A ] =0 maka:

λ−2 0 0

[
det 3 λ−3 6 =0
3 2 λ−4 ]
( λ−2)[( λ−3)( λ−4 )−12 ]=0

2
( λ−2)[ λ −7 λ+12−12]=0

( λ−2)[ λ2 −7 λ ]=0

(   2)  (   7 )  0

Maka nilai-nilai λ adalah:

λ−2=0

λ=2

λ=0

λ−7=0

λ=7

2 0 0

Jadi nilai-nilai eigen dari matriks A =


[ ]
3 3 6
3 2 4 adalah:
λ1 =2 , λ2 =0 dan

λ3 =7 .

5.2 Perhitungan Vektor Eigen

Kita tinjau kembali persamaan AX =λX dimana A adalah matriks bujur


sangkar dan X adalah vektor bukan nol yang memenuhi persamaan tersebut. Dalam

subbab 7.1 telah dibahas tentang perhitungan nilai eigen dari matriks A( λ ), pada
subbab ini kita bahas vektor yang memenuhi persamaan tersebut yang disebut vektor
eigen(vektor karakteristik) yang sesuai untuk nilai eigennya.

Kita tinjau sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2 berikut:


a11 a12

A=
[ a21 a22 ]
Persamaan AX =λX dapat dituliskan:

a11 a12 x1 x
[ a21 a22 ] [] []x2
=λ 1
x2
(5.4)

Persamaan (5.4) dikalikan dengan identitas didapatkan:

1 0 a11 a12 x1 x1
λ1 0
[ ] [
0 1 a21 a22 ] [] x2
=
[ ] []
0 1 x2

a11 a12 x1 λ 0 x1
[ a21 a22 ] [] [ ] []
x2
= 0 λ x2

a11 −λ a12 x1
[ a 21 a 22−λ ] [] x2
=0 ....................................................
(5.5)

Persamaan (7.5) dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

(a11 −λ )x 1 +a12 x 2 =0
a21 x1 +(a 22−λ )x 2 =0 ................................................... (5.6)

Persamaan (7.6) adalah sistem persamaan linier homogen, vektor dalam ruang R n yang
tidak nol didapatkan jika dan hanya jika persamaan tersebut mempunyai solusi non
trivial untuk nilai eigen yang sesuai.
Contoh .17

0 3
Dapatkan vektor eigen dari matriks A =
[ ]
2 1

Jawab:

Pada contoh 7.9 nilai eigen didapatkan


λ1 =2 dan
λ2 =3 , vektor eigen

didapatkan dengan persamaan:

− λx1 +3 x 2 =0
2 x 1 +(1−λ ) x2 =0

Untuk λ=2 maka:

−2 x 1 +3 x 2 =0
2 x 1−x 2 =0

Solusi non trivial sistem persamaan ini adalah:

2 x 1 =x 2

Misalkan
x 1=r maka
x 2=2 r

Vektor eigen matriks A =


[02 31 ] untuk λ=2 adalah:

X= r
2r[ ] dimana r adalah bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=3 maka:


−3 x1 +3 x2 =0
2 x 1 −2 x 2 =0

Solusi non trivial sistem persamaan tersebut adalah:

x 1=x 2

Misalkan
x 1=s maka vektor eigen untuk λ=3 adalah:

X= s
s[] dimana s adalah senbarang bilangan yang tidak nol.

Contoh .18

4 0
Dapatkan vektor eigen dari matriks A =
[ ]
3 5

Jawab:

Pada contoh .10 nilai eigen matriks tersebut adalah λ=4 dan λ=5 maka vektor
eigen didapatkan dari persamaan:

(4−λ ) x1 +0=0
3 x1 +(5−λ) x 2 =0

Untuk λ=4 didapatkan sistem persamaan linier berbentuk:

0+0=0
3 x1 +x 2=0
x2
x 1=− x 2=r
Solusi non trivialnya adalah 3 , bila dimisalkan didapatkan vektor

eigen matriks A untuk λ=4 adalah:

−1
X= 3
[ ]
r
r

dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk   5 maka:

(4−5 )x 1 + 0=0
3 x1 +(5−5) x 2=0

Sistem persamaan linier menjadi:

−x 1 +0=0
3 x 1 +0=0

Tidak ada solusi non trivial dari sistem persamaan linier tersebut, jadi tidak terdapat

vektor eigen dari matriks A untuk λ=5.

Contoh .19

A= 1 3
Dapatkan vektor eigen dari
[ ]
2 0

Jawab:

Nilai eigen matriks A didapatkan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0

det λ−1 3 =0
[2 0−λ ]
−( λ−1) λ−6=0
−λ2 + λ−6=0

(− λ+2)( λ−3 )=0

Nilai eigen matriks A adalah:

−λ+2=0 , maka
λ1 =2

λ−3=0 , maka
λ2 =3

Vektor eigen didapatkan dengan persamaan:

(1−λ )x 1 +3 x 2 =0
2 x 1 −λx 2=0

Untuk λ=2 maka:

−x 1 +3 x 2=0
2 x 1 −2 x 2 =0

Solusi non trivial sistem persamaan linier tersebut adalah:

3 x2 =x 1

Misalkan
x 1=r maka
x 2=3 r .

Jadi vektor eigen matriks A untuk λ=2 adalah:

X= r
[ ]
3r dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=3

Vektor eigen didapatkan dari sistem persamaan linier:

−2 x 1 +3 x 2 =0
2 x 1−3 x 2 =0
Solusi non trivial adalah:

2
2 x 1 =3 x 2 , maka x 2= x
3 1

Misalkan
x 1=r vektor eigen matriks A yang sesuai dengan λ=3 adalah:

r
X= 2
3
r[ ] dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Contoh .20

Dapatkan vektor eigen dari A =


[−13 20 ]
Jawab:

Nilai eigen matriks A didapatkan dari persamaan det [ λI−A ] =0

det ( λ−3 ) 2 =0
[ −1 λ ]
 (  3)  2  0

λ2 −3 λ+2=0

( λ−1)( λ−2)=0

λ−1=0 maka λ1 =1

λ−2=0 maka λ2 =2

Vektor eigen didapatkan dari persamaan:


(3−λ ) x1 + 2 x 2 =0
−x 1 +(0−λ )x 2 =0

Untuk λ=1 maka:

2 x 1 + 2 x 2 =0
−x 1 −x2 =0

Solusi non trivial persamaan tersebut adalah:

x 1=−x 2 , jika x 1=r maka


x 2=−r

Vektor eigen yang sesuai dengan λ=1 adalah:

 r 
X  
 r  dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=2 maka:

x 1 +2 x 2=0
−x 1−2 x 2=0

Solusi non trivial sistem persamaan linier tersebut adalah;

x 1=−2 x 2

1
x 2=− r
Misalkan x1  r maka 2

Jadi vektor eigen yang sesuai dengan λ=2 adalah:

r
X=
[ ]

1
r

Contoh .21
2 0 0

Dapatkan vektor eigen dari A =


[ ]
3 3 6
3 2 4

Jawab:

Pada contoh 7.16 diketahui nilai eigen matriks A adalah: λ=2 , λ=0 dan λ=7 .

Vektor eigen ditentukan dari persamaan:

( 2−λ ) 0 0 x1 0

[ 3
3
(3−λ )
2
6 x2 = 0
(4− λ) x 3 0 ][ ] [ ]
Untuk λ=2 maka:

0 0 0 x1 0

[ ][ ] [ ]
3 1 6 x2 = 0
3 2 2 x3 0

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

0+0+0=0
3 x 1 +x 2 +6 x3 =0
3 x1 +2 x 2 +2 x 3 =0

Solusi non trivial didapatkan dari:

[ 3 x1 + x 2 +6 x 3 ] −[ 3 x 1 + 2 x 2 +2 x 3] =0
−x 2 +4 x3 =0

x 2  4x3

Maka

3 x1 +4 x 3 + 6 x3 =0
3 x1 +10 x 3 =0

3 x1 =−10 x 3

−10
x 1= x
3 3

2 0 0

Jadi vektor eigen matriks A =


[ ]
3 3 6
3 2 4 untuk λ=2 adalah:

−10
X=
[ ]
3 3
4 x3
x3
x

Misalkan
x 3=r maka:

−10
X=
[ ]
3
4r
r
r

dengan r adalah bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=0

Vektor eigen ditentukan dari persamaan:

2 0 0 x1 0

[ ][ ] [ ]
3 3 6 x2 = 0
3 2 4 x
3
0

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

2 x 1 +0+0=0
3 x1 +3 x 2 +6 x3 =0
3 x 1 +2 x 2 + 4 x3 =0
Solusi sistem persamaan linier adalah:

2 x 1 =0

x 1=0

0+3 x 2 +6 x 3 =0

x 2=−2 x 3

2 0 0

Vektor eigen dari matriks A =


[ ]
3 3 6
3 2 4 untuk λ=0 adalah:

[ ]
X = −2 x3
x3

Misalkan
x 3=r maka:

[ ]
X = −2 r
r dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=7

Vektor eigen didapatkan dari persamaan:

−5 0 0 x1 0

[ 3 −4 6 x 2 = 0
3 2 −3 x
3
0][ ] [ ]
Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:
−5 x 1 +0+0=0
3 x1 −4 x 2 +6 x 3=0
3 x 1 +2 x 2−3 x 3 =0

Solusi sistem persamaan linier adalah:

−5 x1 =0

x 1=0

−4 x 2 +6 x3 =0

3
x 2= x 3
2

2 0 0

Vektor eigen matriks A =


[ ]
3 3 6
3 2 4 untuk λ=7 adalah:

0
3

[ ]
X = x3
2
x3

Misalkan
x 3=r maka:

0
3
X= r
2
r
[] dengan r sembarang bilangan yang tidak nol.

Contoh .22

2 0 0

Dapatkan vektor eigen dari matriks A =


[ ]
0 2 5
0 5 4
Jawab:

Pada contoh 7. 14 diketahui nilai eigen matriks tersebut yang merupakan bilangan bulat

adalah λ=2 , vektor eigennya didapatkan dari persamaan:

0 0 x1 0

][ ] [ ]
(2−2 )

[ 0
0
(2−2 )
5
5 x2 = 0
( 4−2 ) x 3 0

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

0+0+0=0
0+0+5 x 3 =0
0+5 x 2 +2 x3 =0

Solusi non trivial sistem persamaan liniernya adalah:

5 x2 =−2 x 3

−2
x 2= x
5 3

x 1=0

2 0 0

Vektor eigen matriks A =


[ ]
0 2 5
0 5 4 yang sesuai dengan nilai eigen 2 adalah:

0
X=
−2
5 3
x3[ ]
x

Misalkan
x 3=s maka:
0
2
X= − s
5
s
[ ] dengan s adalah bilangan sembarang yang tidak nol.

Contoh .23

1 0 2

Dapatkan vektor eigen dari A =


[ ]
2 1 0
3 0 0

Jawab:

Nilai eigen didapatkan dengan persamaan:

( λ−1 ) 0 2

[
det 2
3
( λ−1) 0 =0
0 λ ]
( λ−1) [ ( λ−1) λ ] +2 [ 0−3( λ−1 ) ] =0

( λ−1) [ λ2 −λ−6 ] =0

Nilai eigen matriksnya adalah:

λ−1=0

λ=1

λ+2=0

λ=−2

λ−3=0

 3
Vektor eigen didapatkan berdasar persamaan:

( 1−λ ) 0 2 x1 0

[ 2
3 0
][ ] [ ]
(1−λ ) 0 x 2 = 0
− λ x3 0

Untuk λ=1

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

0+0+2 x 3 =0
2 x 1 +0+0=0
3 x1 +0−x 3 =0

Solusi sistem persamaan liniernya adalah:

3 x1 −x 3 =0

x 3=3 x 1

x 2=0

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1
X= 0
3 x1[]
x 1=t
Misalkan

Vektor eigennya adalah:


t
X= 0
[]
3t dengan t bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=−2

Sistem persamaan liniernya adalah:

3 x1 +0+2 x3 =0
2 x 1 +3 x 2 + 0=0
3 x 1 + 0+2 x 3 =0

Solusi non trivial sistem persamaan liniernya adalah:

3 x1 +2 x 3 =0

2
x 1=− x 3
3

2 x 1 +3 x 2 =0

2
x 2=− x 1
3

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1
2
X= 3
3[]
− x1

− x1
2
Misalkan
x 1= p maka vektor eigennya adalah:

p
2
− p
X= 3
3
− p
2
[] dengan p bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=3

Sistem persamaan liniernya adalah:

−2 x 1 +0+2 x 3 =0
2 x 1 −2 x 2 +0=0
3 x 1 +0−3 x3 =0

Solusi non trivial sistem persamaan liniernya adalah;

2 x 1 =2 x3

x1  x3

2 x 1 =2 x2

x 1=x 2

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1

[]
X = x1
x1

Misalkan
x 1=q maka vektor eigennya adalah;
q
X= q
q [] dengan q bilangan sembarang yang tidak nol.

Contoh .24

1 0 0

Dapatkan vektor eigen dari matriks A =


[ ]
3 6 7
0 8 −1

Jawab:

Dari penyelesaian contoh .12 nilai eigen yang merupakan bilangan bulat adalah 1, maka
vektor eigennya didapatkan dari persamaan:

0 0 x1 0

][ ] [ ]
(1−1 )

[ 3
0
(6−1)
8
7 x2 = 0
(−1−1 ) x 3 0

Dalam bentuk sistem persamaan linier adalah:

0+0+0=0
3 x1 +5 x 2 +7 x3 =0
0+8 x2 −2 x 3=0

Solusi non trivialnya adalah:

8 x 2=2 x 3

1
x 2= x 3
4

3 x1 + 5 x 2 + 28 x 2 =0

3 x1 =−33 x 2

x 1=11 x 2
Vektor eigen yang sesuai adalah:

11 x 2
X = x2
[ ]
4 x2

Misalkan
x 2=a maka vektor eigennya adalah:

11a
X= a
[]
4a

Contoh .25

2 0 0

Dapatkan vektor eigen dari A =


[ ]
2 1 0
0 0 2

Jawab:

Nilai eigen matriks tersebut didapatkan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0

( λ−2 ) 0 0

[
det 2
0
( λ−1)
0
0 =0
( λ−2 ) ]
( λ−1)( λ−2)2 =0

Nilai eigennya adalah:

λ−1=0
λ=1

λ−2=0 λ=2

Vektor eigen didapatkan dari persamaan:

0 0 x1 0

][ ] [ ]
(2−λ )

[ 2
0
(1−λ )
0
0 x2 = 0
(2−λ ) x3 0

Untuk λ=1

Sistem persamaan liniernya dituliskan:

x1 +0+0=0
2 x 1 +0+0=0
0+0+ x 3 =0

Tidak ada solusi non trivial dari sistem persamaan linier tersebut, maka vektor eigen
tidak terdefinisikan.

Untuk λ=2

Sitem persamaan liniernya adalah:

0+0+0=0
2 x 1 −x 2 +0=0
0+0+0=0

Solusi non trivial sistem persamaan liniernya adalah:

2 x 1 =x 2

x 3=0

Vektor eigen yang sesuai adalah:


x1

[]
X = 2 x1
0

Misalkan
x 1=t maka vektor eigennya menjadi:

t
X = 2t
0 [] dengan t bilangan sembarang yang tidak nol.

Contoh 7.25

3 −2 0

Dapatkan vektor eigen dari matriks A =


[ −2 3 0
0 0 5 ]
Jawab:

Nilai eigen matriks didapatkan dari persamaan:

det [ λI−A ] =0

( λ−3 ) −2 0

[
det −2 ( λ−3 )
0 0
0 =0
( λ−5) ]
( λ−3) [ ( λ−3)( λ−5 ) ] + 2 [ −2( λ−5 ) ] =0

( λ−5) [( λ−3 )2−4 ]=0

( λ−5) [ λ2 −6 λ+5 ] =0

2
( λ−5) ( λ−1 )=0

Nilai eigen matriks adalah:

 5  0
 5

λ−1=0

λ=1

Vektor eigen didapatkan dari persamaan:

(3− λ) 0 x1 0

][ ] [ ]
−2

[ −2
0
(3−λ )
0
0 x2 = 0
(5−λ ) x 3 0

Untuk λ=1

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

2 x 1 −2 x 2 +0=0
−2 x 1 +2 x 2 +0=0
0+0+4 x 3 =0

Solusi non trivialnya adalah:

2 x 1 =2 x2

x 1=x 2

x 3=0

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1
X = x1
0 []
Misalkan
x 1=t maka vektor eigennya adalah:
t
X= t
0 [] dengan t bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=5

Sistem persamaan liniernya adalah:

−2 x 1 −2 x2 +0=0
−2 x 1 −2 x2 +0=0
0+0+0=0

Solusi non trivialnya adalah:

2 x 1 =−2 x 2

x 1=−x 2

x 3=0

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1

[ ]
X = −x 1
0

Misalkan
x 1=r maka vektor eigenya adalah:

[]
X = −r
0 dengan r bilangan sembarang yang tidak nol.

Contoh .26
4 0 1

Dapatkan vektor eigen dari A =


[ ]
−2 1 0
−2 0 1

Jawab:

Nilai eigen dari matriks didapatkan dari persamaan

det [ λI−A ] =0

( λ−4 ) 0 1

[
det −2 ( λ−1)
−2 0
0 =0
( λ−1 ) ]
( λ−4 ) [( λ−1)2 ]+2( λ−1 )=0

( λ−1) [ ( λ−1)( λ−4 )+2 ] =0

( λ−1) [ λ2 −5 λ+6 ]=0

( λ−1)( λ−2)( λ−3 )=0

Nilai eigen matriks tersebut adalah:

λ−1=0

λ=1

 20

2

 3  0

λ=3

Vektor eigen didapatkan dari persamaan:


0 1 x1 0

][ ] [ ]
(4−λ )

[ −2
−2
(1−λ )
0
0 x2
(1−λ ) x 3
= 0
0

Untuk λ=1

Dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

3 x1 +0+x 3 =0
−2 x 1 +0+0=0
−2 x 1 +0+0=0

Solusi non trivialnya adalah:

3 x1 =−x 3

x 2=0

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1
X= 0
[ ]
−3 x 1

Misalkan
x 1= p maka vektor eigenya adalah:

p
X= 0
−3 p[ ] dengan p adalah bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=2

Sistem persamaan linier yang sesuai adalah:

2 x1 +0+x 3 =0
−2 x 1 −x 2 +0=0
−2 x 1 +0−x 3 =0
Solusi non trivialnya adalah:

2x 1 =−x 3

−2 x 1 =x 2

Vektor eigen yang sesuai adalah:

x1

[ ]
X = −2 x1
−2 x 1

Misalkan
x 1=s maka vektor eigennya adalah:

s
[ ]
X = −2 s
−2 s dengan s bilangan sembarang yang tidak nol.

Untuk λ=3

Sistem persamaan liniernya adalah:

x1 +0+x 3 =0
−2 x 1 −2 x2 +0=0
−2 x 1 +0−2 x3 =0

Solusi trivialnya adalah:

x 1 +x 3 =0

x 1=−x 3

−2 x 1 −2 x2 =0

x 2   x1

Vektor eigen yang sesuai adalah:


x1

[ ]
X = −x 1
−x 1

Misalkan
x 1=t maka

[]
X = −t
−t dengan t bilangan sembarang yang tidak nol.

Anda mungkin juga menyukai