Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN”

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 10

Ersa Yohana

Farah Farhanah S

Ricky Yakub

Riska Sri

DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah maternitas “ konsep asuhan keperawatan
pada ibu hamil”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sukabumi, Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................................................................
..i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar
Belakang...................................................................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19%
menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus
mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan
keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Hiperbilirubin?
2. Apa etiologi dari Hiperbilirubin?
3. Apa klasifiksi dari Hiperbilirubin?
4. Apa Manifestasi dari hiperbilirubin?
5. Apa patofisiologi dari Hiperbilirubin?
6. Apa saja komplikasi dari Hiperbilirubin?
7. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan dari Hiperbilirubin?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami
dan mengetahui tentang Hiperbilirubin dan Konsep Asuhan Keperawatan
Hiperbilirubin
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui defisi dari Hiperbilirubin
2. Untuk mengetahui etiologi dari Hiperbilirubin
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Hiperbilirubin
4. Untuk mengetahui manifestasi dari Hiperbilirubin
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari Hiperbilirubin
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Hiperbilirubin
7. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari Hiperbilirubin
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hiperbilirubin

Hiperbilirubin merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin serum total
lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang ditandai berwarna kekuningan pada bayyi atau di
sebut dengan ikterus. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir neonatarum yang bersifat fatologis.

Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan
ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan
alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 –
0,4 mg/dl.

Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna
kuning (Ngastiyah, 2000).

    2.2 Etiologi Hiperbilirubin


Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2.      Gangguan konjugasi bilirubin.
3.      Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4.      Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5.      Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6.      Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7.      Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut
juga icterus hemolitik.
8.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin
tau karena pengaruh obat-obatan.
9.      Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10.  Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah.
2.3 Klasifikasi Hiperbilirubin
1) Hiperbilirubin fisiologi
a. Timbul pada hari kedua, ketiga.
b. Kadar bilirubin identik (larut dalam air) tidak melewati 12mg/dl. Pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari.
d. Kadar bilirubinindirek (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dl.
e. Hiperbilirubin akan hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2) Hiperbilirubin patologis
Hiperbilirubin yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu:
a. Hiperbilirubin yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir apabila
kadar bilirubin meningkat melebihi 15 mg%.
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c. Hiperbilirubinklinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari atau 14
hari.
d. Hiperbilirubin yang disertai proses hemolisis.

2.4 Manifestasi Klinis Hiperbilirubin


Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan
ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).

Gambaran klinis ikterus fisiologis:


a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f) Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :


1.   Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.    Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
sekitar 40 µmol/l.
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
sekitar 40 μmol/l.
2.5 Patofisiologi Hiperbilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari
sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk
sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin
terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon
menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai
feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal,
tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Clohertyetal,2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada
semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
2.6 Komplikasi Hiperbilirubin
1. Terjadi ikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan blirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus,
nucleus merah di dasar ventrikel IV.
2. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktiff, bicara lambat,
tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
3. Retardasi mental-kerusakan neurologis
Efek hiperbilirubinema dapat menimbulkan kerusakan sel-sel sara, meskipun
kerusakan sel-sel tubuh lamanya juga dapat teradi. Bilirubin dapat menghambat
enzim-enzim-enzim mitikondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga
dapat menghambat sinyal neuroeksitaton dan konduksi saraf (terutama pada nervus
auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli dan saraf.
4. Gangguan pendengaran dan penglihatan.
5. Kematian.

2.6 Asuhan Keperwatan Hiperbilirubin


A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat pada bayi dengan hiperbilirubinemia.
1. Biodata bayi dan ibu, diantaranya nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit ini terjadi bisa dengan ibu dengan riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan atau
sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosiskistik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasiasi darah atau sfeosititas, dan defisiensi glukosa-6 fosfat dehidrogenase
(G-6P).
3. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu dengan diabetes melitus, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya salisilat,
sulfonamidoral, pada rubella, sitomegalovirus pada proses persalinan dengan ekstraksi vakum,
induksi, oksitoksin, dan perlambatan pengikatan tali pusat atau trauma kelahiran yang lain.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan kesadaran apatis, daya isap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia letargi,
tangis yang melengking, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskular.
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lesu, letargi, koma.
2) Tanda-tanda vital :
a) Pernapasan : 40 kali per menit.
b) Nadi : 120-140 kali per menit.
c) Suhu : 36,5-37 oC.
d) Kesadaran apatis sampai koma.
e) Daerah kepala dan leher
Kulit kepala ada atau tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
kaput, sklera ikterik, muka kuning, leher kaku.
f) Pernapasan
Riwayat asfiksia, mukus, bercak merah (edema pleural, hemoragi pulmonal).
g) Abdomen
Pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan hepar, turgor buruk, bising usus
hipoaktif.
h) Genitalia
Tidak terdapat kelainan.
i) Eliminasi
Buang air besar (BAB): proses eliminasi mungkin lambat, feses lunak cokelat atau
kehijauan, selama pengeluaran bilirubin.
Buang air kecil (BAK): urin berwarna gelap pekat, hitam kecokelatan (sindrom bayi
Gronze).
j) Ekstremitas
Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan epistotonus.
k) Sistem integumen
Terlihat joundice(ikterus) di seluruh permukaan kulit.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko injury (cidera) berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi
berkenaan dengan fototerapi.
2. Risiko terhadap kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan yang
tidak tampak kasat mata serta dehidrasi dan fototerapi.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia

C. Intervensi Keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi berkenaan
dengan fototerapi.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria hasil : kadar bilirubin indirek kurang dari 12 mg/dl pada bayi cukup bul
Intervensi keperawatan:
Intervensi Rasional
Perhatikan adanya perkembangan pada kondisi ini kontraindikasi karena foto
bilirubin dan obstruksi usus. isomer bilirubin yang diproduksi dalam kulit
dan jaringan subkutan dengan penajaman
terapi sinar tidak siap dieksresikan.
Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu intensitas sinar yang menembus kulit dari
fluoresen dengan menggunakan spektrum biru (sinar biru) menentukan
fotometer. seberapa dekat bayi ditempatkan.

Berikan penutup untuk menutup mata, mencegah kemungkina kerusakan retina dan
inspeksi mata tiap 24 jam bila penutup konjungtiva dari sinar intensitas tinggi.
mata dilepas untuk pemberian makanan,
dan sering pantau potensi penutup mata.

Ubah posisi bayi dengan sering, memungkinkan pemajanan seimbang dari


sedikitnya setiap 2 jam. permukaan kulit terhadap sinar fluoresensi
serta mencegah pemajanan berlebihan dari
bagian tubuh tertentu dan membatasi area
tekanan.

2. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak
tampak kasat mata serta dehidrasi dan fototerapi.
Tujuan : tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil : berat badan tetap atau bertambah.
Intervensi keperawatan:
Intervensi Rasional
Kaji membran mukosa, ubun-ubun, turgor Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi
kulit, mata
Timbang berat badan bayi setiap hari tanpa dengan menimbang BB bayi setiap hari
pakaian dan timbang juga sebelum memberi dapat diketahui apakah terjadi kekurangan
makanan. cairan tubuh atau tidak.

Pantau masukan dan pengeluaran cairan. peningkatan kehilangan cairan melalui feses
dan evaporasi dapat menyebabkan dehidrasi.
Kolaborasi pemberian cairan dengan pemberian cairan memperbaiki atau
parenteral sesuai dengan indikasi. mencegah dehidrasi berat.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi


Tujuan : Suhu tubuh bayi kembal normal dan stabil dalam waktu
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36˚C -37˚C, Membran mukosa lembab
Intervensi Rasional
Beri suhu lingkungan yang netral Suhu ruangan yang netral untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
pertahankan suhu tubuh antara 35-36˚C Peningkatan suhu tubuh akan
mengakibatkan kejang pada anak.
Kaji tanda-tanda vital tiap 2 jam Mengetahui peningkatan suhu tubuh pada
(mengukur suhu tuhuh) anak

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia


Tujuan : Keadaan kulit bayi membaik dalam waktu
Kriteria hasil : Kadar bilirubin dalam batas normal, Kulit tidak berwarna kuning
Intervensi Rasional
Kaji warna kulit tiap 8 jam Mengetahui efek dari terapi dan untuk
mengetahui kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler
pantau bilirubin direk dan indirek Untuk mengetahui jumlah bilirubin dalam
jaringan (bilirubin yang larut maupun yang
tidak larut dalam lemak)
Rubah posisi setiap 2 jam Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu
satu area yang menggangu aliran darah.
jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. Terlalu kering atau lembab merusak kulit
dan mempercepat kerusakan

D. Implementasi
1. Risiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi berkenaan
dengan fototerapi.
a) memperhatikan adanya perkembangan bilirubin dan obstruksi usus.
b) mengukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen dengan menggunakan fotometer
c) memberikan penutup untuk menutup mata, inspeksi mata tiap 24 jam bila penutup mata
dilepas untuk pemberian makanan, dan sering pantau potensi penutup mata.
d) mengubah posisi bayi dengan sering, sedikitnya setiap 2 jam.
2. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
tidak tampak kasat mata serta dehidrasi dan fototerapi.
a) mengkaji membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
b) menimbang berat badan bayi setiap hari tanpa pakaian dan timbang juga sebelum
memberi makanan.
c) memantau masukan dan pengeluaran cairan.
d) berkolaborasi pemberian cairan dengan parenteral sesuai dengan indikasi.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi.
a) memberi suhu lingkungan yang netral
b) mengkaji tanda-tanda vital tiap 2 jam.
c) mempertahankan suhu tubuh antara 35-36˚C
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia
a) mengkaji warna kulit tiap 8 jam
b) memantau bilirubin direk dan indirek
c) menjaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
d) merubah posisi setiap 2 jam

E. evaluasi
a) Tidak terjadi kernikterus pada neonatus
b) Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara
d) Integritas kulit baik/utuh
e) Bayi menunjukkan partisipasi atas rangsangan visual
f) Terjalin antara interaksi bayi dan orang tua.
Kesimpulan

Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari
10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak
akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat
pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).

Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain
itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Daftar Pusaka

American Academy of Familiy physician.https://www.aafp.org/afp/2002/0215/p599.html


University of Rochester Medical Center.
Repository. usu. ac. id/ bitstream /123456789/37957/4/Chapter II.pdf
Tarigan, M. 2003 Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan
Hiperbilirubinemia. FK Program Studi Ilmu Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal Bedah
USU. Medan. http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/04/05/nrs,20040405

Anda mungkin juga menyukai