Anda di halaman 1dari 4

KHALIFAH AL MA’MUN

NASAB

Al Ma’mun, atau lengkapnya Abdullah Al Ma’mun bin Hārūn al-Rasyid bin Al Mahdi
bin Abu Ja’far Al Mansur bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthallib merupakan seorang Khalifah Bani Abbas, beliau anak kedua Khalifah Harun al-
Rasyid  dari seorang ibu asal Persia. Ibunya bekas hamba sahaya bernama Marajil. Al
Ma”mun mempunyai saudara tiri beda ibu, bernama Al Amin. Al Amin lahir dari seorang ibu
bernama Zubaidah yang merupakan keturunan terhormat dari keluarga Abbasiyah.

LAHIR

Al Ma’mun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi'ul Awal 170 H atau 14 Sepetember 786 M.
al-Ma’mun di lahirkan enam bulan lebih dulu dari saudara sebapaknya al-Amin. al-Ma’mun
lahir pada malam jum’at bertepatan dengan kemangkatan pamannya khalifah al-Hadi dan
naik tahta ayahnya Harun Al-Rasyid.

SEBELUM MENJADI KHALIFAH

Khalifah Harun Al rasyid selain sebagi khalifah yang tangguh, juga sebagai ayah yang
baik. Beliau sangat memperhatikan masalah pendidikan putranya. Sebelum usia 5 tahun, Al
Ma’mun dididik agama dan membaca al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama
Kasai Nahvi dan Yazidi. Sejak kecil al-Ma’mun telah belajar banyak ilmu.Untuk untuk
mendalami belajar Hadits, Harun Al-Rasyid menyerahkan al-Ma’mun  kepada Imam Malik di
Madinah. al-Ma’mun telah menguasai Ilmu-ilmu kesastraan, tata Negara, hukum, hadits,
falsafah, astronomi, dan berbagai ilmu pengetahuaan lainnya.
Suatu ketika Harun berencana untuk menunjuk putranya untuk menjadi putra mahkota
yang akan menggantikannya sepeningglnya nanti. Harun sudah berencana untuk menunjuk
Al Ma’mun sebagai penggantinya karena Al ma’mun dinilai lebih dewasa, cerdas,dan
berakhlak dibanding saudaranya, Al Amin. Namun, karena bujukan istrinya, Zubaidah yang
merupakan ibu dari Al Amin, Harun pun akhirnya menunjuk Al Amin sebagai putra mahkota
pertama dan memberi kekuasaan penuh pada Al Ma’mun untuk memimpin daerah Timur,
meliputi Khurasan, dan sekitarnya.
Setelah ayah mereka meninggal (tahun 809), jabatan kekhalifahan sebagaimana wasiat
dari Harun al-Rasyid diserahkan kepada saudara al-Ma’mun yaitu al-Amin. Dan al-Ma’mun
mendapatkan jabatan sebagai gubernur di daerah Khurasan dan menggantikan al-Amin untuk
menjadi khalifah setelah al-Amin meninggal.
Akan tetapi wasiat dari ayahnya tersebut dilanggar oleh al-Amin dengan membatalkam
al-Ma’mun menjadi khalifah dan mengangkat puteranya Musa bin Muhammad sebagai
penggantinya nanti. Akhirnya, setelah peristiwa tersebut terjadilah perselisihan antara dua
orang bersaudara tersebut. Dan terjadilah peperangan antara kelompok al-Amin dengan
kelompok al-Ma’mun pada tahun 198 H/813 M.
Khalifah al-Amin mempersiapkan pasukan besar dan mengirimnya ke Khurasan di
bawah pimpinan Ali bin Isa, yang merupakan seorang komandan yang dibenci oleh orang-
orang Khurasan, padahal tentara yang paling banyak itu berasal dari Khurasan dengan jumlah
kira-kira 50.000 orang tentara. Sedangkan dipihak al-Ma’mun, beliau mempersiapkan
pasukan yang terdiri dari prajurit-pajurit yang pemberani dan perkasa. Dan menempatkannya
dibawah pimpinan panglima perang Thahir ibn al-Hasan dengan pasukan yang hanya
berjumlah 4.000 orang tentara.
  Kedua pasukan pun bertemu, Ali bin Isa sombong dan bangga dengan jumlah
pasukannya. Akan tetapi pertempuran berakhir dengan kekalahan dipihak al-Amin dibawah
pimpinan Ali bin Isa, karena para tentara al-Amin tersebut tidak suka berperang bersama Ali
bin Isa dan mereka tidak semangat bertempur.
Ketika itu, al-Ma’mun mengumpulan tentara yang besar dan berangkat untuk menuju
ke Baghdad dan melakukan pengepungan terhadap ibu kota tersebut yang berlansung selama
hampir 1 tahun. Dan akhirnya Khalifah al-Amin berhasil terbunuh pada tahun 198 H/813 M.
dan diangkatlah Al-Makmun menjadi khalifah. Beliau menjabat khalifah yang ketujuh Daulat
Bani Abasiyah dan menjabat selama 20  tahun (198 H/813M – 218 H/833 M)dan diangkat
pada usia 28 tahun.

KEBIJAKAN SAAT MENJADI KHALIFAH


Al-Ma’mun merupakan khalifah penyokong Ilmu pengetahuan dan menempatkan para
intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Dalam dua dasawarsa
kekuasaannya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai penguasa ilmu
pengetahuan dan peradaban di jagad raya.
Kebijakan Al Ma’mun selama menjadi khalifah :
1. Mengembangkan baitul hikmah menjadi pusat berbagai ilmu pengetahuan       
2. Menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat, serta karya orang-orang terdahulu
ke dalam bahasa Arab. 
3. Memuliakan ahli ahli ilmu diatas pejabat        
4. Karya- karya para ilmuwan dihargai tinggi        
5.    Mengembangkan tradisi halaqah-halaqah keilmuan dihadapan khalifah
6. Menjadikan kota Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan no 1 di dunia

POLITIK LUAR NEGERI


Ekspansi Islam terjadi pada masa al-Makmun, wilayah kekuasaan Islam terbentang
sangat luas, dimulai dari barat dari tepian pantai Samudra Atlantik sampai ke perbatasan
dataran tinggi China. Al-Makmun juga mengutus orang-orang  ke tempat-tempat yang jauh
seperti India, Syria, Mesir untuk mengumpulkan karya-karya yang jarang dan unik.

FITNAH KHALQ QURAN


Peristiwa yang paling berpengaruh dalam sejarah Al-Makmun adalah statemen
kontroversialnya bahwa Al-Quran adalah makhluk secara terang-terangan, peristiwa ini lebih
dikenal oleh para ulama ahli sejarah dengan sebutan Al-Mihnah atau fitnah Khalqul
Quran yang mulai menyeruak pada tahun 212 Hijriyah. Fitnah ini mengalami puncaknya
pada tahun 218 Hijriyah ketika  Al-Makmun menginstruksikan kepada Ishaq bin Ibrahim Al-
Khuza’I untuk mengumpulkan para ulama guna melakukan pengujian bagaimana sikap
mereka terhadap pernyataan Khalqul Quran. Al-Makmun juga menulis kepadanya untuk
memeriksa tujuh orang yaitu; Muhammad bin Sa’ad, Abu Muslim Al-Mustamli, Yazid bin
Harun, Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah Zuhari bin Harb, Ismail bin Abu Mas’ud, Ismail
bin Daud dan Ahmad  bin Ibrahim Al-Daruqi. Awalnya mereka tidak berkomentar tentang
kemakhlukan Al-Quran, setelah diancam akan dibunuh,mereka bertaqiyyah dengan
mengatakan sebagaimana yang dikatakan Al-Makmun. Dan parahnya, sikap taqiyah ulama
tersebut dijadikan sebagai bentuk dukungan yang selanjutnya digunakan untuk
mempengaruhi masyarakat atas doktrin tersebut. Akibatnya banyak dari mereka yang
terpengaruh dengan seruan bid’ah ini sehingga terjadilah fitnah yang amat besar.

Kemudian Al-Makmun memerintahkan kepada Ishaq bin Ibrahim untuk memanggil


ulama periode kedua, di antara mereka adalah Ahmad bin Hanbal, Qutaibah bin Sa’id, Bisyr
bin Al-Walid, Abu Hasan Al-Ziyadi, Ali bin Abu Muqatil,dll. Setelah mereka terkumpul
Ishaq bin Ibrahim membacakan surat dari khalifah Al-Makmun kepada mereka. Akhirnya di
bawah ancaman pedang khalifah mereka semua mengakui bahwa Al-Quran itu makhluk
secara terpaksa kecuali 4 orang saja yang tetap tegar tidak mengakui pernyataan tesebut,
keempatnya adalah Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Nuh, Al-Hasan bin Hammad Sajadah
dan Ubaidillah bin Amr Al-Qawariri, dan akhirnya mereka dibelenggu dengan rantai besi.
Hari selanjutnya, tersisalah Ahmad bin Hambal dan Muhammad bin Nuh yang tidak mau
mengakui statement tersebut.
Kemudian keduanya dipindahkan ke daerah Tharsus.Muhammad bin Nuh wafat.
Kemudian Imam Ahmad dibawa kembali ke Baghdad karena tersiar kabar tentang kematian
Al-Makmun. Imam Ahmad sendiri pernah berdoa agar tidak dipertemukan dengan Al-
Makmun dan Allah mengabulkan doa tersebut.

WAFAT
Al-Makmun meninggal setelah berusia 48 tahun, tepatnya pada tanggal 12 Rajab 218
Hijriyah di desa Badzandun setelah menjabat selama 20 tahun lebih 5 bulan dan jasadnya
dikuburkan di Tharsus.

Anda mungkin juga menyukai