Anda di halaman 1dari 11

Anita Nur Ramadhani / 1906452555

Metode – Metode Analisis

Ferrocene-Mediated Enzyme Electrode for


Amperometric
Determination of Glucose
Anthony E. G. Cass,’ Graham Davis, Graeme D. Francis, and H. Allen 0. Hill*
Inorganic Chemistry Laboratory, University of Oxford, Oxford OX1 3QR, United
Kingdom
William J. Aston, I. John Higgins, Elliot V. Plotkin, Lesley D. L. Scott, and Anthony
P. F. Turner
Biotechnology Centre, Cranfield Institute of Technology, Bedford MK43 OAL, United
Kingdom

Pemanfaatan dari metode amperometrik dapat berlangsung pada bidang kesehatan. Salah
satunya adalah aplikasinya dalam sensor glukosa. Dimana elektroda enzim dimediasi oleh
ferrosin sehingga terjadi reaksi elektrokimia dalam penentuan kadar glukosa. Dari serangkaian
prosedur dan uji yang dilakukan, menunjukkan ferosin dapat menjadi mediator yang efektif
diantara redoks dari glukosa serta eletrode grafit. Gambaran umum dari reaksi yang terjadi,
sebagai berikut :

Laju reaksi dari rekasi oksidasi ferosin dan reduksi enzim dapat tergambarkan dari voltamogram
siklik dibawah ini :

Dari kurva diatas, grafik 1(a) merupakan voltamogram glukosa bebas, dan gambar voltomgram
1(b) merupakan reaksi setalh ditmbahkan GOD kedalam larutan. Penambahan ini
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

menunujukkan adanya reaksi redoks yang terjadi, sehingga geolombang terbentuk seperti itu.
Perilaku ini berlaku dalam kondisi scan rate yang kecil dan mengindikasikan adanya regenerasi
dari ferosin dari ion ferisium. Dan transfer elektron yang heterogen terjadi cepat (dengan
kontrol difusi) jika dibandingkan dengan laju reaksi homogen.
Efek keasaman (pH) dalam larutan glukosa oksida pada reaksi elektrokimia akan mempengaruhi
konstanta laju orde kedua terhadap turunan ferosin yang dianalisa pada pH 6-9. Hasil dari
ploting korelasi pH dan laju reaksi menunujukkan bahwa adanya kebergantungan kepada pH
atas reaksi oksidasi yang dihasilkan oleh asam ferisilium monokarbonik. Ini mennjukkan adanya
perubahan perilaku dari ferosin, yang mana laju reaksi pada dasarnya tidak bergantung terhdap
pH. Hal ini penting untuk perlakuan kedepannya.
Selanjutnya adalah pengaruh tempratur dimana ini akan mempengaruhi energi aktifasi antara
ion ferisinium dengan oksidase glukosa tereduksi, dimana berdasrkan rumus perhitungan dan
plotting korelasi log K dan 1/T menunjukkan bahwa energi aktivasi 50 KJ/mol.

Dari beberapa faktor dan pemaparan diatas, ditambah lagi dengan properties atau sifat ferosin
lainnya seperti kelarutan ferosin yang rendah, sehingga dapat membentuk kurungan yang
efektif dari mediator ke permukaan elektroda. Dan tingginya kelarutan ion ferosinium
memungkinkan terjadi difusi antara enzim yang terimobilisasi dengan permukaan elektrode.
Fitur-fitur ini bergabung untuk memberikan elektroda yang memungkinkan analisis cepat
glukosa yang dapat direproduksi dalam larutan, baik plasma atau darah lengkap, meskipun
setelah itu harus ditreatment dengan agen antikoagulan. Sensitivitas minimal terhadap
konsentrasi oksigen yang relevan dan perubahan pH ini menunjukkan bahwa ada peluang untuk
menggabungkannya dalam suatu perangkat dengan berbagai aplikasi.
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

Pengembangan Sensor BOD menggunakan Elektroda Intan-terdoping Boron yang


Dimodifikasi dengan Emas
Tribidisari A. Ivandini, Endang Saepudin, Habibah Wardah, Harmesa, Netra Dewangga,
dan Yasuaki Einaga; Anal. Chem. 2012, 84, 9825-9832, dx.doi.org/10.1021/ac302090y

DO (Dissolve Oxygen) serta BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) merupakan parameter kualitas perairan yang sangat penting untuk
dikuantifikasi. DO merupakan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air, sedangkan BOD dan
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik di dalam
perairan, masing-masing oleh mikroorganisme dan senyawa kimia. Secara konvensional,
penentuan nilai BOD perairan membutuhkan waktu yang lama karena mikroorganisme mula-
mula harus ditumbuhkan di dalam perairan (selama 5 hari), diikuti dengan penentuan angka
BOD. Penentuan angka BOD dengan metode alternative yang lebih modern kemudian dilakukan
menggunakan sensor BOD yang dilengkapi dengan elektroda mikroba yang terdiri dari bakteri
kolagen serta elektroda emas sebagai transduser, yang memungkinkan penentuan BOD perairan
menjadi lebih singkat. Di sisi lain, nanoteknologi menawarkan metode yang jauh lebih mudah,
dengan memanfaatkan elektroda nanologam seperti emas, sehingga sensor yang digunakan lebih
stabil, memiliki limit deteksi yang lebih kecil, dan lebih cepat
Pada penelitian ini, dilakukan sintesis material boron doped diamond (BDD) yang
dimodifikasi dengan nano-emas dan dikembangkan sebagai elektroda dalam penentuan BOD.
Adapun biosensing agent yang digunakan yaitu ragi (jamur) Rhodotorula mucilaginosa UICC Y-
181. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran BOD dengan
metode konvensional.
Sintesis elektroda BDD termodifikasi emas dilakukan dengan metode chemical vapor
deposition dengan batuan plasma microwave. Prekursor karbon dan boron yang digunakan
masing-masing adalah aseton dan B(OCH3). Adapun koloid nanopartikel emas disintesis melalui
reaksi antara HAuCl4 sebagai prekursor emas dengan NaBH4 sebagai agen pereduksi dan
penstabil. Modifikasi BDD dilakukan melalui proses iradiasi lapisan BDD dengan sinar UV,
diikuti dengan membenamkan lapisan ke dalam koloid nano-emas selama 20 menit, diikuti
dengan pemanasan.
Hasil menunjukkan bahwa sintesis nano-emas memberikan perubahan warna dari
kuning ke merah rubi yang mengindikasikan pembentukan nanopartikel emas, dan dikonfirmasi
oleh serapan UV-Vis pada panjang gelombang 518 nm. Ukuran partikel nano-emas yakni
sebesar 2-5 nm dengan rata-rata 3 nm, berdasarkan hasil analisis TEM. Lapisan BDD yang telah
disintesis kemudian dimodifikasi dengan nitrogen agar lebih mudah untuk terjadinya deposisi
nano-emas. Terminasi nitrogen dilakukan dengan reaksi fotokimia menggunakan sinar UV
dengan reagen alilamin. Hasil analisis XPS dari BDD yang terdeposisi menunjukkan intan
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

berukuran bulky (C 1s). Hasil XPS menunjukkan bahwa permukaan BDD telah teroksidasi
sebagian pada udara bebas. Hasil juga menunjukkan terbentuknya puncak N 1s, yang
mengindikasikan bahwa terminasi-O pada BDD telah berubah menjadi terminasi-N. Setelah
dimodifikasi dengan koloid nano-emas, dilakukan analisis SEM terhadap lapisan BDD, namun
hasil tidak menunjukkan adanya nano-emas. Hal ini mungkin berkaitan dengan ukuran nano-
emas yang sangat kecil (2-5 nm). Namun, hasil XPS menunjukkan bahwa setelah deposisi
dengan nano-emas, puncak N1s menghilang sedangkan puncak Au 4f 7/2 dan 4f5/2 muncul yakni
pada energi ikatan 84 dan 88 eV. Hal ini mengindikasikan bahwa nano-emas telah berhasil
terdeposisi pada permukaan BDD. Berdasarkan studi literatur, self-assembly dari nanoemas ini
terbentuk pada permukaan BDD melalui interaksi elektrostatik antara nano-emas yang
bermuatan negatif dengan BDD terprotonasi yang bermuatan positif.
Sensor BOD dibuat dalam bentuk sel elektrokimia dengan penutup dan volume total 5
mL. BDD yang telah dimodikasi dengan nano-emas diletakkan di bagian bawah sel. Konter yang
digunakan adalah spiral platinum, sedangkan elektroda acuannya berupa Ag/AgCl (KCl jenuh).
Sel diisi dengan 5mL larutan buffer PBS 0,1 M dengan pH 6,8 dan dicuci dengan nitrogen.
Dilakukan uji cyclic voltammetry (CV), dan konsentrasi oksigen terlarut ditentukan
menggunakan DO meter. Hasil analisis CV menunjukkan adanya peningkatan linear dari 2
puncak reduksi- oksidasi nano-perak, diikuti dengan perubahan konsentrasi oksigen. Hal ini
mengindikasikan terjadinya reduksi oksigen pada permukaan nano-emas.
Untuk menggunakan Au-BDD sebagai sensor BOD, digunakan jamur R. mucilaginosa
UICC Y-181. Berdasarkan pengukuran optical density diketahui bahwa suspensi jamur yang
telah dikultur mengandung 2,56 x 108 sel jamur. Observasi terhadap pertumbuhan R.
mucilaginosa UICC Y-181 diamati dengan spektroskopi UV berdasarkan perubahan kekeruhan.
Berdasarkan hasil tersbut, tidak teramati adanya hambatan pertumbuhan sel, yang
mengindikasikan bahwa jamur tersebut tidak sulit dalam beradaptasi pada media (lingkungan
baru). Jamur mengalami pertumbuhan hingga waktu inkubasi 24 jam, sehingga wktu ini
dianggap sebagai waktu optimum untuk menumbuhan jamur.
Jamur R. mucilaginosa UICC Y-181 merupakan mikroorganisme aerobik, dimana
respirasi dan aktivitas metabolismenya ditunjukkan oleh penggunaan oksigen. Ketika substrat
organic ditambahkan ke dalam larutan, R. mucilaginosa UICC Y-181 akan berusah memasukkan
substrat ini ke dalam sel. Semakin banyak substrat yang ditranspor ke dalam sel, semakin banyak
oksigen yang dibutuhkan. Hasil menunjukkan adanya penurunan arus selama 20 menit, lalu
cenderung konstan setelahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa proses oksidasi mengalami
kejenuhan pada menit ke 20, dimana konsentrasi oksigen berada pada titik ekuilibrium. Selain
waktu tunggu untuk keseluruhan eksperimen, jumlah R. mucilaginosa UICC Y-181 yang
digunakan juga dilakukan optimalisasi. Hasil menunjuukan adnaya penurunan arus dengan
adanya peningkatan jumlah oksigen yang digunakan.
Hasil juga menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi glukosa yang berbeda
sebagai substrat memberikan hubungan linier terhadap perubahan konsentrasi oksigen dengan
nilai R2 0,98. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem Au-BDD dapat digunakan sebagai sensor
BOD. Berdasarkan kalkulasi, diperoleh nilai Limit of Detection (LOD) 0,04 mM glukosa atau
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

setara dengan 4 mg/L BOD. Selain itu, juga dilakukan analisis limit toleransi sensor BOD
terhadap logam berat yakni Cu dan diperoleh bahwa sensor dapat digunakan dengan kandungn
ion Cu kurang dari 0,08 M.
Sensor BOD diuji dengan sistem analisis real sample. Sampel yang diuji merupakan
sampel air yang diambil dari danau Universitas Indonesia. Hasil karakterisasi sampel
menunjukkan pH sampek sebesar 7,3 dengan padatan terlarut (TDS) sebesar 524-540 mg/L dan
nilai COD sebesar 45-54 mg/L. Berdasarkan pengukuran BOD ketiga sampel dengan metode
pengukuran BOD yang telah distandardisasi, diperoleh nilai BOD dengan perbedaan yang sangat
kecil dengan nilai BOD yang berdasarkan pengukuran dengan sensor BOD Au-BDD yang telah
dikembangkan. Hal ini mengindikasikan potensi dari sensor BOD Au-BDD yang telah disiapkan
untuk dikembangkan sebagai sensor BOD yang menjanjikan.
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

Cyclic Voltametry Experiment


James J. Van Benschoten. J a n e Y. Lewis, a n d William R. Heineman
University of Cincinnati. Cincinnati, OH 45221
Daryl A. Roston' and P e t e r T. Klsslnger
Purdue University. West Lafayene. IN 47907

Dalam perkembangannya cyclic voltametry merupakan salah satu metode yang diandalkan
dalam analisa berbasis elektrokimia. Namun di sisi lain, ada beberpa hal yang masih menjadi
kelemahan dari metode ini terutama sebagai literatur untuk mahasiswa. Hal tersebut yang
mendasari pembahasan lebih lanjut. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas tiga kelompok
pembahasan yang penting untuk menjawab permasalahan ini.
1. Dasar dari Cyclic Voltametry
Contoh yang paling sering digunakan untuk pembahasan cyclic voltametry ini adalah pasangan
FeIII(CN)63-/FeII(CN)64- dalam air. Pasangan reaksi ini mewakili kedua reaksi yaitu reaksi kimiawi
dan elektrokimia. Dari hal tersebut, dapat dihgunakan untuk penentuan area elektroda serta
mendiagnosa permasalahan pada design cell elektrokimianya, namun dalam eksperimen tkali ini
akan dilakukan percobaan dengan lingkungan yang berbeda.

Experiment
a. Bahan yang digunakan :
- 100 ml larutan 10mM K3Fe(CN)6 dalam 1 M KNO3 untuk diencerkan menjadi 2, 4, 6, dan
8 mM larutan dalam 1 M KNO3
- 25 ml larutan 10mM K3Fe(CN)6 dalam 4mM dalam 1 M Na2SO4
- Larutan K3Fe(CN)6 yang tidak diketahui konsentrasinya (sebagai sample yang ingin
diketahui).
b. Alat :
- Set cyclic voltametry (potensiostat dengan kemampuan potensial scan, a voltameter,
recorder dan cell elektrokimia.
- Tiga elektrode (Pt dengan area 2.5mm2, elektrode terbantu Pt dan saturated calomel
electrode/SCE)
c. Prosedur :
a. Preteretment permukaan eletrode Pt dengan polish permukaan dengan serbuk alumina
dan bilas dengan akuades.
b. Celupkan elektrode dalam 1 M KNO3 lalu sistem di deoksigenasi dengan membersihkan
dengan N2 kurang lebih 10 menit untuk mencegah oksigen masuk kembali ke cell.
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

c. Mulai nyalakan elktrode untuk setiap larutan yang telah disediakan


d. Variasi CV’s rate pada 20,50,75,100,125,150,175 dab 200 mV/s.
e. Penentuan konsentrasi larutan sample menggunakan sweep rate 20mV/s sama seperti
pengukuran untuk sample 2,6,8,10 mM K3Fe(CN)6
f. Untuk pengaruh supporting elektrode akan terlihat pada voltamogram 4 mM ferrisianida
dalam 1 M KNO3 dan 4 mM ferisianida dalam 1 M Na2SO4
d. Pembahasan :
Dari data yang didapat, kalkulasi sederhana dapat dilakukan dengan memperhitungkan
informasi mengenai sistem ferri-ferrosianida. Nilai peak arus pada anoda (ipa), peak arus
katoda (ipc), Eo’, dan nilai n dapat ditentukan dari voltamogram 4 mM K 3FeIII(CN)6 dalam 1
M KNO3

Dari kurva diatas dan persamaan Randles-Sevcik hal yang bisa kita dapatkan antara lain :
1. ipa dan ipc meningkat sebagaimana v1/2
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

2. Slope yang terbentuk dari plot garis lurus dapat menentukan nilai koefisien difusi (D),
serta dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan sample
3. Pembuktian bahwa reaksi tersebut reversible terlihat dari peak potensial (∆Ep) tidak
bergantung pada v.
4. Nilai ipa dan ipc proporsional terhadap konsentrasi larutan
5. Semua potensial yang dilaporkan dalam literature sesungguhnya nilai kerja dari
lingkungan percobaan dan sangat bergantung dengan lingkungan ini (untuk percobaan ini
membandingkan antara KNO3 dan Na2SO4 untuk K3FeIII(CN)6

2. Efek dari pasangan reaksi kimia


Hal yang menarik dari pemanfaatan metode Cyclic Voltametry adalah dapat memprediksi
jalannya suatu reaksi berdasarkan gambaran voltamographnya. Tahapan reaksi dapat
diprediksi dikarenakan adanya proses elektrokimia di dalam reaksi tersebut dan menghasilkan
gambaran spesifik dalam setiap tahapannya pada voltamograph. Contoh yang dapat dilihat
adalah jalannya reaksi oksidasi yang terjadi pada Acetaminopen (APAP) dalam percobaan ini
dan gambaran dari voltamogramnya.

Experiment
a. Bahan :
- Larutan support elektrolit : 500 mL pH 2.2; 200 mL buffer pH 6 dengan kekuatan ionik
0.5 M, 200 ml larutan H2SO4 1,8 M.
- 0,070 M larutan APAP dalam 0,05 M asam perklorik (simpan dalam kulkas jika tidak
digunakan)
- 10-25 ml Larutan baku APAP dimasukkan dalam ketiga larutan supporting elektrolit
(menghasilkan APAP 3mM)
- Untuk kalibrasi, keempat larutan APAP disediakan dalam larutan buffer pH 2.2 dalam
range konsentrasi 0,1 – 5,0 mM (dibutuhkan sekitar 10-25 mL)
- Larutan tylenol 250 ml dalam buffer pH 2,2 (pengenceran 5 ml ke 50 ml)
b. Alat :
Sama seperti percobaan part 1, kecuali elektrode pasta karbon dengan area = 9,1 mm2
c. Prosedur :
- Eletrode pasta karbon dipreparasi seprti manualnya
- Larutan 3mM APAP dalam buffer pH 2,2 di scan dengan limit 1,0 V sampai -0,2 V (scan
dalam arah positif pada 0,0 V).
- Cyclic voltamogram untuk larutan 3 mM APAP dalam setiap larutan buffer discan dengan
rate 40 mV/s dan 250 mV/s sambil penadukan dilakukan.
- Untuk perhitungan kuantitatif, dibuatan kurva standartnya
d. Pembahasan :
Adapun reaksi oksidasi yang terjadi sebagai berikut :
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

APAP dapat teroksidasi bergantung pada pH, dimana step I menunjukkan adanya reaksi
pembentukan NAPQI dari interkasi 2 e-, 2 proton terdisisasi dari APAP. Dalam pH yang lebih
atau sama dengan 6, NAPQI dapat stabil dan tidak terprotonasi, dibuktikan dengan
gelombang anodik dan katodik dari voltamogram yang rapi (figur 3). Pemisahan yang cukup
besar antara peak anode dan katode menujukkan kinetika transfer elektron yang lemah.

Pada figur 4 volamogram menunjukkan dalam pH 2,2 (asiditas yang rendah) reaksi protonasi
berlanjut lagi, dimna NAPQI akan memutuskan protonnya dan tergambar bahwa gelombang
katode terlihat kecil pada scan rate 250 mV/s.
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

Figur 5 menggambarkan step keempat, dimana NAPQI (IV) berubah menjadi benzokuinon
dalam media yang sanhat asam (H2SO4 1,8M). Dalam voltamogramnya, dengan scan rate 250
mV/s gelombang katodik terlihat sangat buruk dan dengan 40 mV/s terlihat reuksi yang baik,
namun harus ditambahkan dengan waktu scanning agar mecapai potensial yang cukup negatif
agar akumulasi benzakuinon dapat terscan dengan baik. Pada scan yang kedua, dengan arah
scan positif, gelombang anode meggambarkan reaksi oksidasi hydrokuinon, dengan produk
reduksi benzokuinon.

3. DO, Potensial Limit, Efek permukaan

Dalam rangkaian percobaan yang menggunakan metode voltametri siklik ini, banyakhal yang
kemudian menjadi pertimbangan, terutama lingkungan serta alat yang digunakan.
Pembahasan kali ini akan lebih membahas masalah tersebut. Untuk bahan, alat dan prosedur
kurang lebih seperti pembahsan bagian 1 dan 2.
Anita Nur Ramadhani / 1906452555
Metode – Metode Analisis

Dalam pembahsan ketiga ini, terlihat bahwa adanya pengaruh oksigen terlarut dalam sistem
cell elektrokimia, sehingga prosedur deoksigenase menggunakan N2 menjadi sangat penting
agar tidak terjadi gambaran voltamogram yang buruk.

Pemilihan pelarut, supporting larutan elektorlit, dan elektrode kerja yang digunakan untuk
analisa siklik ini merupakan hal yang harus dipikirkan. Untuk pelarut, pemilihan berdasarkan
kelarutan dan kestabilannya. Untuk supporting larutan elektrolit harus memiliki kekuatan
ionik yang cukup besar (>0,01 M) dan seusai dengan kondisi sistem. Untuk elektrode yang
dipilih juga, dan sangat berpengaruh pada kondisi sistem (terutama pH) dan juga dari
gelombang terlihat bahwa pemilihan elektrode dapt berdasarkan juga pada luas permukaan
elektroda.

Anda mungkin juga menyukai