Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KDK

PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA

Dosen Pembimbing : Rehana,S.Pd,S.Kep,M.Kes


Kelompok 2 :
Eria Julita Sari (PO.71.20.1.19.028)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
DAFTAR ISI

Daftar isi……………………………………………….………………………..…2
PEMBAHASAN………………………………………………………………….3
A. Sejarah Keperawatan di Indonesia…………………………………………......3
1. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan di Indonesia……………........3
2. Perkembangan Keperawatan di Indonesia……...………………...……..5
3. Perkembangan Keperawatan Terkini Terkait dengan Undang-Undang
Keperawatan No. 38 2014……………………………………………..13

B. sistem pendidikan Keperawatan di Indonesia…………….…………………..14


1. Pendidikan Tinggi Keperawatan dan Proses Profesionalisasi……..…….14
2. Perkembangan Pendidikan Keperawatan………………...………………17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................37

2
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN SEJARAH KEPERAWATAN DI INDONESIA

1. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan di Indonesia

Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia yang tidak terlepas dari


sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu ketika bangsa Indonesia
masih berada dalam penjaja bangsa belanda, inggris, dan jepang.Dalam
perkembangannya, keperawatan di Indonesia dibagi menjadi 2 periode.

Pertama , masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu, negeri Indonesia masih
dalam penjajahan belanda. Perawat berasal dari Indonesia disebut sebagai
verpleger dengan dibantu oleh zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit,
perawat tersebut pertama kali berkerja di rumah sakit Binnen Hospital yang
terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan
staf dan tentara belanda. Akhirnya, pada masa belanda terbentuklah dinas
kesehatan tentara dan dinas kesehatan rakyat. Mengingat tujuan pendirian rumah
sakit hanya untuk kepentingan belanda maka tidak diikuti perkembangan dalam
keperawtan. Kemudian pada masa penjajahan inggris, yaitu raffles, mereka
memerhatikan kesehatan rakyat dengan motto kesehatan adalah milik manusia dan
pada saat itu pula telah diadakan berbagai usaha dalam memelihara kesehatan,
diantaranya usaha pengadaan pencacaran secara umum, membenahi cara perawat
pasien dengan gangguan jiwa dan memerhatikan kesehtan para tawanan. Bebrapa
rumah sakit di bangun khususnya di Jakarta, yaitu tahun 1819, didirikan rumah
sakit stadsverband, kemudian pada tahun 1919, rumah sakit tersebut pindah ke
salemba dan sekarang di kenal dengan nama RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo), kemudian diikuti rumah sakit milik swasta. Pada tahun 1942
-1945, terjadi kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara jepang.
Perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.

3
1. Masa Penjajahan Belanda

Perkembangan keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi social


ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris, dan Jepang. Pada
masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi
yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang
sakit.

2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)

Gubernur Jendral Inggris saat VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan
kesehatan rakyat Indonesia. Berangkat dari semboyan “kesehatan adalah milik
manusia”, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain:

Gubernur Jendral Inggris saat VOC berkuasa yaitu Raffles sangat


memperhatikan kesehatan rakyat Indonesia. Berangkat dari semboyan “kesehatan
adalah milik manusia”, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat
kesehatan penduduk pribumi antara lain:

- Pencacaran Umum

- Cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa

- Kesehatan para tahanan Setelah pemerintah kembali ketangan pemerintah


Belanda, kesehatan masyarakat semakin maju dan bersamaan dari itu berdiri pula
sekolah-sekolah perawat.

3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 – 1945)

Pada masa itu perkembangan keperawatan mengalami kemunduran , dan


dunia keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan
dilakukan oleh orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh
jepang, akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.

4
4. Zaman Kemerdekaan

Tahun 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan, yaitu rumah


sakit dan balai pengobatan.Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan
sekolah perawat setingkat SMP.Pendidikan keperawatan profesional mulai
didirikan tahun 1962 yaitu Akper milik Departemen Kesehatan Jakarta untuk
menghasilkan perawat professional pemula.

2. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA

Perkembangan keperawatan di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi


sosial dan ekonomi. Penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggis dan Jepang
serta situasi pemerintah Indonesia setelah merdeka mewarnai perkembangan
keperawatan di indonesia. Perkembangan itu pada hakikatnya dapat dibedakan
atas dua masa yaitu masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan.

Perkembangan sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia tidak


terlepas dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu ketika
bangsa Indonesia masih berada dalam penjajahan bangsa asing serta bangsa
Inggris, Belandadan Jepang.Oleh karena itu sejarah perkembangan keperawatan di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebangsaan Indonesia, secara
umum sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia dapat dikelompokan
menjadi dua periode yaitu: Pertama, masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu
negara Indonesia masih di jajah oleh bangsa Inggris, Belanda dan Jepang. Pada
penjajahan oleh Belanda khususnya pada zaman VOC (1602- 1799) penjajahan
Belanda I, didirikan rumah sakit (Binnen Hospital) yang terletak di Jakarta pada
tahun 1799. Tenaga perawatnya diambil dari penduduk pribumi yang berperan
sebagai penjaga orang sakit. Perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit
yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda, sehingga
akhirnya pada masa Belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas
kesehatan rakyat.

5
1. MASA SEBELUM KEMERDEKAAN

Pada masa pemerintahan kolonial belanda, perawat berasal dari penduduk


pribumi yang disebut Verpleger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga
orang sakit. Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di jakarta yang
didirikan padda tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara belanda.
Usaha pemerintah belanda pada masa itu antara lain membentuk dinas kesehatan
tentara dan dinas kesehatan rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha
Deandeles mendirikan rumah sakit di semarang dan surabaya. Karena tujuannya
hanya untuk kepentingan belanda, maka tidak diikuti perkembangan keperawatan.

Sebaliknya, gubernur jendral inggis, Rafless, sangat memperhatikan


kesehatan rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah milik manusia, ia
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk
pribumi antara lain mengadakan pencacaran umum, membenahi cara perawatan
pasien gangguan jiwa serta memperhatikan kesehaatan dan perawatan para
tahanan. Setelah pemerintah kolonial kambali ke tangan belanda,usaha-usaha
peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di
jakarta didirikan beberapa rumah sakit, salah satu di antaranya adalah rumah sakit
stadverband berlokasi di glodok jakarta barat.

Pada tahun 1919 rumah sakit ini di pindahkan ke salemba yang sekarang
bernama Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (RSCM).Saat ini rscm menjadi
rumah sakit pusat rujukan nasional dan pendidikann nasional. Pada kurun waktu
1816 sampai 1942 berdiri beberapa rumah sakit swasta milik misionaris katolik
dan zending protestan antara lain rumah sakit PGI Cikini, rumah sakit St Carolus
Salemba, rumah sakit St.Goromeus Bandung dan rumah sakit Elisabeth semarang.

Bersamaan dengan berdirinya rumah sakit di atas,didirikan sekolah


perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat,
RSCM tahun 1912 ikut menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah sekolah
perawat pertama di indonesia meskipun baru pendidikan okupasional.

6
Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara jepang tahun 1942
sampai 1945 menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran
karena pekerja perawat pada masa belanda dan Inggris sudah di kerjakan oleh
perawat yang telah di didik, pada masa jepang tugas perawat di lakukan oleh
mereka yang tidak di didik untuk menjadi perawat.

2. MASA SETELAH KEMERDEKAAN

a. Periode tahun 1945 sampai 1962

Tahun 1945 sampai 1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan


merupakan masa transisi pemerintahan republik Indonesia sehingga dapan di
maklumi jika masa ini boleh di katakan tidak ada perkembangan. Demikian pula
tenaga perawat yang digunakan di unit-unit pelayanan keperawatan adalah tenaga
yang ada,pendidikan tenaga keperawtan masih meneruskan sistem pendidikan
yang telah ada (lulusan pendidikan “perawat” pemerintah belanda).

Pendidikan tenaga keperawatan berorientasi untuk memenuhi kebutuhan


lokal rumah sakit tersebut dan tidak berada pada sistem pendidikan
nasional.Pembangunan di bidang kesehatan di mulai pada tahun 1949. Rumah
sakit dan balai pengobatan mulai di bangun untuk memenuhi kebutuhan tenaga
keperawatan di rumah sakit dan balai pengobatan.

Pendidikan keperawatan dari awal kemerdekaan sampai tahun 1953 masih


berpola padaa pendidikan yang di laksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sebagai contoh, sampai dengan tahun 1950 pendidikan tenaga keperawatan yang
ada adalah pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar pendidikan umum
mulo+3 tahun untuk mendapatkan ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk
perawat jiwa. Ada juga pendidikan perawat dengan dasar sekolah rakyat+4 tahun
pendidikan yang lulusannya disebut mantri juru rawat.

Baru pada tahun 1953 di buka sekolah pengatur rawat dengan tujuan untuk
menghasilkan tenaga keperawataan yang lebih berkualitas.Namun, pendidikan
dasar umum tetap SMP yang setara dengan mulo dengan lama pendidikan 3

7
tahun.Pendidikan ini di buka di 3 tempat (yaitu di Jakarta, di Bandung, dan di
Surabaya), kecuali pendidikan perawat di Bandung, keduanya berada dalam
institusi rumah sakit.

Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan


dasar umum sekolah rakyat di tambah pendidikan 1 tahun dan sekolah penganut
kesehatan itu sebagai pengembangan SDK di tambah pendidikan satu tahun. Di
tinjau dari aspek perkembangannya sampai dengan 1955 ini tampak
pengembangan keperawtaan tidak berpola ,baik tatanan pendidikannya maupun
pola ketenagaan yang di harapkan.

Tahun 1962 di buka akademi keperawatan yaitu tenaga keperawatan


dengan dasar pendidikaan umum SMA di Jakarta,di RSUP Cipto Mangunkusumo
yang sekarang berada di jalan kimia nomor 17 jakarta pusat. Sekalipun sudah ada
keinginan bahwa pendidikan tenaga perawat berada pada pendidikan tinggi,
namun konsep-konsep pendidikan tinggi belum kompak.

b. Periode tahun 1963 sampai 1982

Pada masa tahun 1963 hingga 1982 tidak terlalu banyak perkembangan di
bidang keperawatan, sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan, tempat
tenaga Lulusan Akademi Keperawatan banyak di minati oleh rumah sakit,
khususnya rumah sakit besar.

c. Periode 1983 sampai sekarang

Pada tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di


Indonesia, sebagai perwujudan loka karya di atas pada tahun 1984 di berlakukan
kurikulum nasional untuk diploma 3 Keperawatan. Dari sinilah perkembangan
profesi keperawaatan Indonesia, yang sampai saat ini masih perlu perjuangan,
karena keperawataan di Indonesia sudah diakui sebagai suatu profesi maka
pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan.

8
Hal ini sejalan dengan tuntutan UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan,terutama pada pasal 32 yang berbunyi:

Ø Ayat 3: Pengobatan dan atau perawatan dapat di lakukan berdasarkan


ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat di pertanggung
jawabkan.

Ø Ayat 4: pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu


kedokteran atau ilmu keperawatan yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Tenaga keperawatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk


melakukan keperawatan sebagaimana diharapkan tersebut harus dipersiapkan
pada tingkat pendidikan tinggi.

• Tahun 1985 dibuka program study ilmu keperwatan di fakultas


kedokteran universitas kedokteran indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga
keperawatan jenjang S1 juga di sahkan.

• Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan, karea


pada tahun ini secara hukum pemberadaaan tenaga keperawatan sebaga profesi
diakui dalam undang-undang yaitu yang kenal dengan undang-undang no 23
tahun 1992 tentang kesehatan dan peraturan pemerintah tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan sebagai penjabarannya.

• Tahun 1995 dibuka lagi program study ilmu keperawatan di indonesia,


yaitu di Universitas Padjajaran Bandung dan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia berubah jadi Vakultas perawatan.

• Tahun 1998 dibuka kembali program S1 keperawatan yang ketiga


yaitu program study ilmu keperawatan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

• Kurikilum Nurs disahkan, digunakannya kurikulum ini merupakan


hasil pembaruan kurikulum S1 keperawatan tahun 1985.

9
• Tahun 1999 Program S1 kembali dibuka,yaitu program study ilmu
keperawatan (PSI) di Universitas Airlangga Surabaya, PSIK di Universitas
Brawijaya Malang, PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIk
Universitas Sumatra Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa Tengah, PSIK
di Universitas Andalas, dan dengan SK Mendikbud no 129/D/0/1999 dibuka juga
sekolah tinggi ilmu keperawatan (STIK) di ST. Karolus Jakarta.

• Pada tahun ini juga (1999) kurikulum D3 keperawatan selesai


diperbahaui desiminasikan serta diberlakukan secara nasional.

• Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang registrasi praktik


perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum bagi
tenaga perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara profesional.

Pada masa penjajahan Belanda II (1816 – 1942), beberapa rumah sakit


dibangun khususnya di Jakarta yaitu pada tahun 1819, didirikan rumah sakit
Stadsverband, kemudian pada tahun 1919 rumah sakit tersebut pindah ke Salemba
dan sekarang dikenal dengan nama RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo),
kemudian diikuti rumah sakit milik swasta. Pada masa ini sebagian besar tenaga
keperawatan dilakukan oleh penduduk pribumi sedangkan tenaga pengobatan
dalam hal ini tenaga dokter masih didatangkan dari negara Belanda.Pada tahun
1942-1945 terjadi kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang.Sejarah
perkembangan kesehatan dan keperawatan tidak mengalami perkembangan justru
keperawatan mengalami kemunduran yang sangat dratis. Kedua, masa setelah
kemerdekaan, pada tahun 1949 telah banyak rumah sakit yang didirikan serta
balai pengobatan dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan pada
tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun 1962 telah dibuka
pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk pertama
kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan sarjana yang
dilaksanakan di Universitas Indonesia dengan nama Program Studi Ilmu
Keperawatan dan akhirnya dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan, maka
menjadi sebuah Fakultas Ilmu keperawatan dan beberapa tahun kemudian diikuti

10
berdirinya pendidikan keperawatan setingkat S1 diberbagai universitas di
Indonesia seperti di Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan lain-lain.

Beberapa sekolah tinggi kesehatan khususnya keperawatan juga telah


mengalami perkembangan yang sangat pesat baik yang diselenggarakan oleh
pemerintaha (perguruan tinggi negeri) maupun yang diselengarakan oleh swasta
telah menyebar ke seluruh pelosok nusantara. Dengan berdirinya pendidikan
keperawatan setingkat diploma, sarjana sampai setingkat doktoral profesi
keperawatan berkembang menjadi sebuah profesi yang mandiri tidak lagi
tergantung dengan profesi lain. Sejak tahun itu profesi keperawatan telah
mendapatkan pengakuan dari profesi lain. Sekarang anda telah selesai
mempelajari sejarah perkembangan keperawatan baik pada pada zaman sebelum
kemerdekaan sampai zaman setelah kemerdekaan.

Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia turut mewarnai


perkembangan sejarah keperawatan dan perubahan profil perawat Indonesia. Apa
yang terjadi di masa sekarang dipengaruhi oleh sejarah pada masa sebelumnya.
Kesuksesan yang diraih seseorang dalam hidupnya merupakan hasil atau buah
dari keuletan dan perjuangannya di masa lalu.Sistem hegemoni yang diterapkan
oleh bangsa Eropa selama menjajah Indonesia telah memberi dampak yang sangat
besar pada seluruh lini kehidupan, termasuk profesi perawat.Posisi Indonesia
sebagai negara yang terjajah (subaltern) menyebabkan kita selalu berada pada
kondisi yang tertekan, lemah, dan tidak berdaya. Kita cenderung menuruti apa
saja yang menjadi keinginan penjajah.

Situasi ini terus berlanjut dalam kurun waktu yang lama sehingga
terbentuk suatu formasi kultural.Kultur di dalamnya mencakup pola perilaku, pola
pikir, dan pola bertindak.Formasi kultural ini terus terpelihara dari generasi ke
generasi sehingga menjadi sesuatu yang superorganik. Sejarah keperawatan di
Indonesia pun tidak lepas dari pengaruh penjajahan bangsa asing. Mari kita coba
menganalisis mengapa masyarakat menganggap perawat sebagai pembantu
profesi kesehatan lain dalam hal ini profesi dokter. Ini ada kaitannya dengan

11
konsep hegemoni. Seperti dijelaskan di awal, perawat awalnya direkrut dari
Boemi Putera yang tidak lain adalah kaum terjajah, sedangkan dokter didatangkan
dari negara Belanda. Sebab pada saat itu di Indonesia belum ada sekolah
kedokteran. Sesuai dengan konsep hegemoni, posisi perawat di sini adalah sebagai
subaltern yang terus-menerus berada dalam

Cengkeraman kekuasaan dokter Belanda (penjajah). Kondisi ini


menyebabkan perawat berada pada posisi yang termarjinalkan.Keadaan ini
berlangsung selama berabad-abad sampai akhirnya terbentuk formasi kultural
pada tubuh perawat. Posisi perawat sebagai subaltern yang tunduk dan patuh
mengikuti apa keinginan penjajah lama-kelamaan menjadi bagian dari karakter
pribadi perawat. Akibatnya, muncul stigma di masyarakat yang menyebut perawat
sebagai pembantu dokter.Karena stigma tersebut, peran dan posisi perawat di
masyarakat semakin termarjinalkan.Kondisi semacam ini telah membentuk
karakter dalam diri perawat yang pada akhirnya berpengaruh pada profesi
keperawatan secara umum.

Perawat menjadi sosok tenaga kesehatan yang tidak mempunyai kejelasan


wewenang atau ruang lingkup.Orientasi tugas perawat dalam hal ini bukan untuk
membantu klien mencapai derajat kesehatan yang optimal, melainkan membantu
pekerjaan dokter.Perawat tidak diakui sebagai suatu profesi, melainkan pekerjaan
di bidang kesehatan yang aktivitasnya bukan didasarkan atas ilmu, tetapi atas
perintah/instruksi dokter, sebuah rutinitas belaka.Pada akhirnya, timbul sikap ma-
nut perawat terhadap dokter. Dampak lain yang tidak kalah penting adalah
berkembangnya perilaku profesional yang keliru dari diri perawat. Ada sebagian
perawat yang menjalankan praktik pengobatan yang sebenarnya merupakan
kewenangan dokter.Realitas seperti ini sering kita temui di masyarakat.Uniknya,
sebutan untuk perawat pun beragam.Perawat laki-laki biasa disebut mantri,
sedangkanperawat perempuan disebut suster.Ketimpanganini terjadi karena
perawat sering kali diposisikan sebagai pembantu dokter. Akibatnya, perawat
terbiasa bekerja layaknya seorang dokter, padahal lingkup kewenangan kedua
profesi ini berbeda.Tidak menutup kemungkinan, fenomena seperti ini masih terus

12
berlangsung hingga kini. Hal ini tentunya akan menghambat upaya
pengembangan keperawatan menjadi profesi kesehatan yang profesional. Seperti
kita ketahui, kultur yang sudah terinternalisasi akan sulit untuk diubah.
Dibutuhkan persamaan persepsi dan cita-cita antar-perawat serta kemauanprofesi
lain untuk menerima dan mengakui perawat sebagai sebuah profesi kesehatan
yang profesional. Tentunya kita berharap pengakuan ini bukan sekedar wacana,
tetapi harus terealisasikan dalam kehidupan profesional.Paradigma yang
kemudian terbentuk karena kondisi ini adalah pandangan bahwa perawat
merupakan bagian dari dokter. Dengan demikian, dokter berhak “mengendalikan”
aktivitas perawat terhadap klien.

Perawat menjadi perpanjangan tangan dokter dan berada pada posisi


submisif.Kondisi seperti ini sering kali temui dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit.Salah satu penyebabnya adalah masih belum berfungsinya sistem
kolaborasi antara dokter dan perawat dengan benar.Jika kita cermati lebih jauh,
hal yang berlaku justru sebaliknya. Dokter seharusnya merupakan bagian dari
perawatan klien.Seperti kita ketahui, perawat merupakan tenaga kesehatan yang
paling sering dan paling lama berinteraksi dengan klien.Asuhan keperawatan yang
diberikan pun sepanjang rentang sehat-sakit. Dengan demikian, perawat adalah
pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara
menyeluruh dan bertanggung jawab atas klien.

3. .PERKEMBANGAN KEPERAWATAN TERKINI TERKAIT


DENGAN UNDANG-UNDANG KEPERAWATAN NO 38 2014.

Usaha untuk mewujudkan Undang-Undang Keperawatan sudah dirintis


mulai dari tahun 90-an saat itu bekerjasama dengan Direktorat Jendral Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan dan Konsultan WHO sehingga terbentuk final draf
Undang-Undang Keperawatan. Pada tahun 1995 melalui Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Undang-Undang Keperawatan telah dimasukkan oleh
Prolegnas (Program Legislasi Nasional) kepada DPR RI dengan nomor urut 160
yang seharusnya dapat diundangkan periode 2004–2009 (PP PPNI, 2008).

13
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PP PPNI) melalui Gerakan
Nasional 12 Mei 2008 meminta pemerintah dan DPR agar mengundangkan RUU
Keperawatan paling lambat tahun 2009 melalui inisiatif DPR RI (PP PPNI, 2008).

Pada tanggal 1 Januari 2010 Mutual Recognition Arrange (MRA) perawat-


perawat asing sudah bebas masuk ke Indonesia, Sementara Indonesia sebagai tuan
rumah belum memiliki pengaturan hukum yang dapat melindungi masyarakat dan
perawat Indonesia (PP PPNI, 2008). Akhirnya pada hari Kamis Tanggal 25
September 2014 adalah hari yang bersejarah bagi perawat Indonesia.Pada hari
tersebut Sidang Paripurna DPR RI mengetukkan palu tanda pengesahan Undang-
Undang Keperawatan.Undang-Undang tersebut memuat 13 BAB 66 Pasal.
Dengan ditetapkan Undang-Undang Keperawatan No.38 Tahun 2014, akan
melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat.

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan keperawatan adalah


kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Perawat adalah seseorang
yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.Praktik keperawatan adalah
pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

B. Sistem Pendidikan Keperawatan Indonesia

1. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN DAN PROSES


PROFESIONALISASI

System pendidikan tinggi keperawatan yang dikembangkan pada saat ini,


ditunjukan untuk menjawab tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan kesehatan di masa depan, kususnya terwujudnya keperawatan

14
sebagai profesi dalam kesehatan dimasa depan dan terwujudnya keperawatan
sebagai profesi dalam segala aspeknya.

Pengembangan dan pembinaan pendidikan keperawatan pada jenjang


pendidikan tinggi diarahkan untuk dapat menghasilkan berbagai jenis ketenagaan
keperawatan professional dengan berbagai jenjang kemampuan, baik sebagai
ilmuan maupun sebagai professional atau tenaga profesi keperawatan. Untuk
menghasilkan tenaga profesi pada saat ini telah dikembangkan beberapa program
pendidikan, yaitu program pendidikan D-III keperawatan, program pendidikan
Ners, program Magister keperawatan dan program Spesialis bidang keperawatan.

Program pendidikan D-III keperawatan menghasilkan ahli madya


keperaawatan sebagai professional pemula atau tenaga profesi pemula, yang
memiliki sikap, tingkah laku, dan kemampuan melaksanakan praktik keperwatan
professional dasar sederhana (Basic Professional Nursing Practice) Program
pendidikan ners (semula program pendidikan sarjana ilmu keperawatan),
menghasilkan lulusan ners yang memiliki sikap dan kemampuan sikap dan
kemampuan professional (Professional competencies) melakukan praktik
keperawatan ilmiah dasar secara mandiri, dan berbagai kegiatan ilmiah
keperawatan.

Program pendidikan D-IV perawat pendidik dibangun berdasarkan


kebutuhan ketenagaan keperawatan pendidik yang sangat mendesak, dalam
rangka upaya meningkatkan mutu pendidikan pada program pendidikan D-III
keperawatan, yang pada saat ini pertumbuhannya terjadi dengan sangat pesat.

Program pasca sarjana bidang ilmu keperawatan, khususnya program


magister ilmu keperawatan, telah dikembangkan 1 program studi yaitu program
studi kepemimpinan dan menejemen keperawatan yang ditumbuhkan di fakultas
keperawan Universitas Indonesia. Secara bertahap dibangun dan dibina
kemampuan institusi pendidikan tinggi keperawatan, kususnya yang
melaksanakan program pendidikan ners dan pendidikan lanjut yang nantinya akan

15
meenjadi fakultas keperawatan, sikap dan kemampuan untuk melakuan berbagai
kegiatan ilmiah keperawatan, kususnya riset ilmiah.

Sehingga dimasa depan dapat diharapkan bahwa system pendidikan tinggi


keperawatan di Indonesia tidak hanya mampu menghasilkan lulusan, akan tetapi
juga berbagai hasil riset ilmiah keperawatan, baik yang bersifat riset dasar
maupun riset terapan. Dalam rangka upaya mengembangkan keperawatan sebagai
profesi di Indonesia, kususnya pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan, riset
ilmiah keperawatan yang berhubungan dengan aspek sosio budaya dan spiritual
sangat diperlukan agar pengembangannya benar-benar terarah pada tuntutan
kebutuhan dan penerimaan masyarakat Indonesia.

Oleh karena, itu sejak awal pengembangan system pendidikan tinggi


keperawatan selalu ditekankan palaksanaan tiga fungsi pokok secara terintegrasi,
kususnya perhatian pada pelaksaan fungsi riset ilmiah dan pengabdian kepada
masyarakat dalam bidang keperaawatan, dan bukan semata-mata pelaksanaan
fungsi pendidikan.

Program pendidikan baru dan pusat pendidikan baru dalam


pengenmbangan dan pembinaan system pendidikan tinggi keperawatan
dilaksanakan secara terarah, bertahap, berencana, dan terkendalikn sehingga tidak
timbul keguncangan yang dapat merugikan perkembangan keperawatan sendiri
yang selanjutnya dapat memperlambat proses profesionalisasi keperawatandi
Indonesia. Adanya keinginan-keinginan untuk tumbuh lebih cepat, hendaknya
sedikit diredam, dan memperhatikan kemampuan dalam pengadaan dan
pembinaan berbagai sumber daya pendidikan yang diperlukan.

Hal ini sangat perlu diperhatikan agar pertumbuhan dan perkembangan


keperawatan berjalan dengan baik, dan tujuan untuk mewujudkan keperawtan
sebagai profesi di Indonesia dapat tercapai dan bermakna bahwa proses
profesionalisasi keperawatan di Indonesia berlangsung secara baik dan terarah.

16
2. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN

Adanya perkembangan dalam teori keperawatan dan meodologi


keperawatan yang bersumber pada pergeseran pandangan dan keyakinan tentang
keperawatan, dan pergeseran dalah asuhan keperawatan, merupakan tekanan
utama terjadinya perubahan dalam pendidikan keperawatan.

Pendidikan keperaawatan yang tadinya lebih bersifat berada di rumah sakit


(hospital-Based), bergeser kepada bentuk pendidikan yang berada di perguruan
tinggi atau universitas (University-based). Pendidikan keperawatan yang tadinya
hanya bersifat magang (Apprenticeship), bergeser menjadi pendidikan yang
ditujukan kepada penguasaan ilmu pengetahuan keperawatan dan metode
keperawatan melalui pendidikan dan latihan yang lama.

1. Orientasi pendidikan keperawatan

Orientasi pada ilmu pengertahuan dan teknologi keperawatan dicirikan


oleh kurikulum pendidikan yang mengikuti pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kususnya IPTEK bidang keperawatan, Kurikulum pendidikan diartikan
tidak saja isi pendidikan akan tetapi juga berbagai bentuk pengalaman belajar
yang memungkinkan peserta didik menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
yang diperlukan, serta memungkinkan terjadinya proses penumbuhan dan
pembinaan sikap dan keterampilan professional.

Orientasi pendidikan kepada masyarakat dicirikan juga dengan


pengalaman belajar di masyarakat (Community-based education), yaitu berbagai
bentuk pengalaman belajar di masyarakat, seperti pengalaman belajar klinik
(PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL).Kedua bentuk pengalaman ini
adalah bentuk pengalaman belajar yang sangat berpengaruh pada penumbuhan
dan pembinaan sikap serta keterampilan professional pada peserta didik.

2. Kerangka Konsep

Berdasarkan pandangan tentang perawatan dan orientsipendidikan


perawatan seperti yang diuraikan di atas, pendidikan perawatan sebagai

17
pendidikan professional disusun berdasarkan kerangka konsep yang kokoh yang
mencirikannya sebagai pendidikan akademi-profesional.Isi pendidikan dan
sebagai pengalaman belajar yang dikembangkan ditunjukan untuk berbagai
pengalaman belajar yang dikembangkan serta sikap dan kemampuan professional
sesuai yang dituntut oleh profesi keperawatan.

3. Penguasaan ilmu pengetehuan dan teknologi keperawatan

Seluruh rangkaian proses pendidikan pada program pendidikan tinggi


keperawatan harus ditata dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan peserta didik memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan pelayanan/ asuhan
keperawatan sesuai tuntutan profesi keperawatan (standar professional), dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

4. Penyelesaian masalah secara ilmiah

Dalam seluruh rangkaian pengalaman belajar pada pendidikan tinggi


keperawatan, secara bertahap dan terintegrasikan sepenuhnya, ditumbuhkan dan
dibina kemampuan untuk memecahkan masalah secara ilmiah, termasuk penalaran
ilmian (scientific reasoning). Penumbuhan dan penalaran kemampuan ini juaga
dikaitkan dengan tercapainya penguasaan proses keperawatan (nursing process)
oleh peserta didik yang merupakan pendekatan dan penyelesaian masalah
keperawatan secara ilmiah, termasuk pengambilan keputusan klinis (cinical
decision).

5. Sikap dan tingkah laku professional

Sikap dan tingkah laku professional yang dituntut dari seorang perawat
dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan dan dalam kehidupan
keprofesiannya, harus ditumbuhkan dan dibina sejak awal proses pendidikan.
Penumbuhan dan pembinaan kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak
professional, merupakan suatu proses panjang dan berlanjut, terlaksana dalam
suatu lingkungan yang sarat dengan peran (role model).

18
6. Belajar aktif dan mandiri

Kemauan dan kemampuan belajar aktif, mandiri,dan mengarahkan belajar


sendiri harus ditumbuh kembangkan sejak awal proses pendidikan, menuju
terbinanya sikap dan kemauan belajar sepanjang hayat. Segala bentuk pengalaman
belajar dikembangkan dan dilaksanakan dengan berorientasi kepada peserta didik
(student oriented).

7. Pendidikan berada di masyarakat

Pendidikan atau pengalaman belajar yang dikembangkan di masyarakat


(community based learning) memungkinkan untuk menumbuhkan dam membina
sikap dan keterampilan profeional para peserta didik.

Melalui dua bentuk pengalaman yaitu pengalaman belajar klinik (PBK)


dan pengalaman belajar lapangan (PBL), ditumbuhkan dan dibina kemamauan
pengambilan keputusan klinik yang merupakan penerapan secara terintegrasi
kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etik dengan bertolak dari masalah-
masalah nyata di bidang keperawatan (nursing problem).

8. Kerangka Kurikulum Pendidikan Sarjana Keperawatan

Dengan bertolak dariorientasi pendidikan keperawatan, kerangka konsep


pendidikan dn sikap serta kemampuan perawat yang dituntut oleh masyarakat dan
pembangunan di masa datang, khususnya pembangunan kesehatan, disusun
kerangka kurikulum pendidikan sarjana keperawatan. Dalam kurikulum
pendidikan sarjana keperawatan di masa datang akan terdapat beberapa
sekelompok ilmu yang melandasi pendidikan keperawatan dan kelompok yang
melandasi ilmu yang memungkinkan terjadinya perunahan perilaku peserta didik
sesuai dengan yang diharapkan/direncanakan.

9. Berbagai Sumber Pendidikan yang Diperlukan

Pelaksanaan pendidikan keperawatan, kususnya program pendidikan


sarjana keperawatan seperti yang diuraikan sepintas di atas, memerlukan berbagai

19
sumber pendidikan (educational resources) dalam jumlah yang cukup dan kualitas
yang memadai.Staf akadeami yang merupakan komponen terpenting dalam
pengembangan dan pelaksanaan pendidikan tinggi keperawatan dari berbagai
disiplin ilmu harus tersedia dan dikembangkan secara terarah dan berlanjut.

Tersedianya dan dapat dimanfaatkannya berbagai labolatorium, khususnya


labolatorium ilmu-ilmu boimedik dan labolatorium keperawatan dasar merupakan
hal yang mutlak diperhatikan. Pengajaran ilmu-ilmu biomedik dengan penekanan
dan pemahaman teori dan konsep-konsep ilmu biomedik serta penalaran ilmiah
perlu dipotong dengan bentuk pengalamaan belajar praktik (PBP) di labolatorium
yang memadai. Demikian pula labolatorium keperawatan dasar, tempat ditumbuh
kembangkannya keterampilan dasar keperawatan harus ada dan memungkinkan
pengalaman belajar praktik dilaksanakan dan dikembangkan sesuai tujuan yang
hendak dicapai.

Berbagai lahan praktik tempat pengalaman belajar klinik dan pengalaman


belajar lapangan (serta berbagai pengalaman belajar lain) dilaksanakan, dibina dan
dikembangkan sedemukian rupa sehingga benar-benar memberi kesempatan pada
peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar nyata diperlukan .Lahan
praktik yang pada umumnya terdiri atas lebih dari satu fasilitas pelayanan
kesehatan/keperawatan, dekembangkan dalam satu kesatuan sebagai jaringan
lahan praktik.

Secara umum Pendidikan Keperawatan diIndonesia mengacu kepada


Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mencakup tiga tahap, yaitu:

1. Pendidikan Vokasional, yaitu jenis Pendidikan Diploma Tiga (D3)


Keperawatan yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi keperawatan untuk
menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai pelaksana asuhan
keperawatan;

20
2. Pendidikan Akademik, yaitu pendidikantinggi program sarjana dan
pasca sarjana yangdiarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan
tertentu.

3. Pendidikan Profesi, yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana


yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
keahlian khusus (program spesialis dan doktor keperawatan).

Pendidikan Keperawatan diselenggarakanberdasarkan kebutuhan akan


pelayanan keperawatan, seperti yang tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 1 Ayat (6), yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Adapun sebutan gelar untuk jenjang pendidikan tinggi keperawatan adalah:

1. Pendidikan jenjang D3 keperawatan lulusannya mendapat sebutan Ahli Madya


Keperawatan (AMD.Kep);

2. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (level Sarjana plus Profesi), lulusannya
mendapat sebutan Ners (Nurse),sebutan gelarnya (Ns);

3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan,lulusannya mendapat gelar (M.Kep);

4. Pendidikan jenjang spesialis keperawatan,terdiri dari:

a. Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB);

b. Spesialis Keperawatan Maternitas, lulusannya (Sp.Kep.Mat);

c. Spesialis Keperawatan Komunitas, lulusannya (Sp.Kep.Kom);

d. Spesialis Keperawatan Anak, lulusannya (Sp.Kep.Anak);

e. Spesialis Keperawatan Jiwa, lulusannya (Sp. Kep.Jiwa);

5. Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, lulusannya (Dr. Kep).

21
Pendidikan Keperawatan profesional minimal harus melalui dua tahapan, yaitu:
tahap pendidikan akademik yang lulusannya mendapat gelar. Sarjana
Keperawatan (S.Kep.) dan dilanjutkan dengan tahap pendidikan profesi yang
lulusannya mendapat gelar Ners (Ns).Kedua tahapan tersebut wajib diikuti, karena
merupakan tahap pendidikan yang terintegrasi, sehingga tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya. Program Pendidikan Ners merupakan program
pendidikan akademik profesi yang bertujuan menghasilkan Ners yang memiliki
kemampuan sebagai perawat professional jenjang pertama (first professional
degree).Program magister keperawatan, merupakanprogram pendidikan akademik
pasca sarjana yangbertujuan menghasilkan magister yang memilikikemampuan
sebagai berikut:

1) Mengembangkan dan memutakhirkan Iptek dengan menguasai dan memahami,


pendekatan, metode, kaidah ilmiah disertai keterampilan penerapannya.

2) Memecahkan permasalahan di bidang keperawatan melalui kegiatan penelitian


dan pengembangan berdasarkan kaidah ilmiah; dan

3) Mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan ketajaman


analisis permasalahan, ketercakupan tinjauan, kepaduan pemecahan masalah atau
profesi yang serupa.

Program spesialis keperawatan diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki


kemampuan sebagaiberikut:

1) Mengembangkan dan memutakhirkan Iptek dengan menguasai dan


memahami, pendekatan, metode, kaidah ilmiah disertai keterampilan
penerapannya.

2) Memecahkan permasalahan di bidang keperawatan melalui kegiatan penelitian


dan pengembangan berdasarkan kaidah ilmiah.

3) Mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan ketajaman


analisis permasalahan, ketercakupan tinjauan, kepaduan pemecahan masalah atau
profesi yang serupa.

22
Program doktor Keperawatan diarahkan pada hasil lulusan yang memiliki
kemampuan sebagai berikut:

1) Mengembangkan konsep ilmu, teknologi/atau kesenian baru di dalam bidang


keahliannya melalui penelitian.

2) Mengelola, memimpin dan mengembangkan program Penelitian.

3) Pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang keperawatan.

Penyelenggara pendidikan tersebut harus memenuhi standar


penyelenggaraan pendidikan yang mencakup tujuh standar yaitu:

1) Visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi pencapaian

2) Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu

3) Mahasiswa dan lulusan

4)Sumber daya manusia

5) Kurikulum, pembelajaran dan suasana akademik

6) Pembiayaan, sarana dan prasarana, sistem informasi

7) Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat dan kerjasama.

Standar tersebut juga mengacu pada perkembangan keilmuan


keperawatan, perkembangan dunia kerja yang selalu berubah. Seiring
perkembangan Iptek dan tuntutan masyarakat akan kualitas lulusan pendidikan
keperawatan yang berkualitas, dikembangkan suatu desain kurikulum yang
didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menggantikan
kurikulum berbasis isi atau materi. Pada KBK pelaksanaan penilaian dilakukan
secara berkelanjutan dan komprehensif yang meliputi aspek hasil belajar, proses
belajar dan mengajar, kompetensi mengajar dosen, relevansi kurikulumdan daya
dukung sarana dan fasilitas serta program melalui akreditasi. (Nurhidayah, 2011:
19). Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000

23
menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa menyebutkan bahwa struktur kurikulum yang disusun
mengacu pada pembelajaran dengan konsep:

1) Learning to know,

2) Learning to do

3) learning be, dan

4) Learning to live together.

Ini ditujukan agarkompetensi sifatnya terus berkembang sesuai tuntutan


dunia kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Nurhidayah,
2011:30-31). Perkembangan Pendidikan Keperawatan Perkembangan pendidikan
keperawatan sangat panjang dengan berbagai dinamika perkembangan pendidikan
di Indonesia. Sampai saat ini, secara kuantitas perkembangan Pendidikan
Keparawatan di Indonesia berkembang pesat, banyak Pendidikan Keperawatan
yang dibuka baik Akademi Keperawatan (Akper), Sekolah Tinggi Kesehatan
(Stikes), maupun Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK).

Pada tahun 1983, saat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)


menyelenggarakan deklarasi dan kongres nasional pendidikan keperawatan
Indonesia, telah disepakati bahwa pendidikan keperawatan Indonesia merupakan
pendidikan profesi dan harus berada pada pendidikan jenjang tinggi.Kegiatan
tersebut diikuti seluruh komponen keperawatan Indonesia dengan dukungan dari
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kementerian Kesehatan
(Kemenkes), serta difasilitasi oleh Konsorsium Pendidikan Ilmu Kesehatan. Sejak
saat itu mulai dikaji dan dirancang suatu bentuk Pendidikan Keperawatan
Indonesia, yang program pertamanya dibuka tahun 1985 di Universitas Indonesia
(UI)dengan nama Program Studi Ilmu Keperawatan(PSIK).Pendirian PSIK
merupakan momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia sekaligus
sebagai embrio dari Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK).Tujuan pendiriannya
adalah untuk menghasilkan sarjana keperawatan sebagai perawat profesional.

24
Sehingga perawat dapat bermitra dengan dokter dan perawat dapat bekerja secara
ilmiah, tidak hanya berdasarkan instruksi dokter saja. Secara konseptual pendirian
Program Studi Ilmu Keperawatan tersebut bertujuan untuk menghasilkan sarjana
keperawatan sebagai perawat profesional memantapkan peran dan fungsi perawat
sebagai pendidik, pelaksana, pengelola, peneliti di bidang keperawatan
profesional yang dapat mengimbangi kemajuan dan ilmu pengetahuan, terutama
Iptek di bidang kedokteran. PSIK tidak dapat dipisahkan dari peran Konsorsium
Ilmu Kesehatan.Melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Tahun 1995, PSIKFKUI telah berubah status sebagai fakultas mandiri
menjadi FIK-UI. Melengkapi FIK-UI, pada tahun 1994 di Universitas Padjadjaran
(Unpad) Bandung juga didirikan Program Studi Ilmu Keperawatan dan telah
berubah status menjadi FIK-Unpad. Pada tahun 1999, Direktorat Pendidikan
Tinggi mengeluarkan SK No.427/dikti/kep/1999, tentang landasan dibentuknya
pendidikan keperawatan di Indonesia berbasis S1 Keperawatan.SK ini didasarkan
karena keperawatan memiliki “body of knowladge” yang jelas dan dapat
dikembangkan setinggi-tingginya karena memiliki dasar pendidikan yang
kuat.Penerbitan SK tersebut direkomendasikan oleh Kemenkes dan PPNI. Dengan
demikian ada kolaborasi yang baik antar keduanya dalam memajukan dunia
keperawatan di Indonesia.

Kualitas atau mutu merupakan fokus sentral dari upaya pelayanan


kesehatan dan kebutuhan dasar yang diperlukan bagi setiap orang. Mutu
pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman,
dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Wijono, 2000). Di masa transisi
perkembangan profesi keperawatan menuju pada keperawatan yang profesional
seperti sekarang ini, Kemenkes masih memberlakukan kebijakan mengenai
dibentuknya Pendidikan Keperawatan Diploma Empat (D4) di beberapa
Politeknik Kesehatan (Poltekes), yang disetarakan dengan S1 Keperawatan, dan

25
bisa langsung melanjutkan ke pendidikan strata dua (S2). Meskipun sudah ada
beberapa Program Studi Ilmu Keperawatan seperti PSIK Univesitas Sumatera
Utara (USU) dan PSIK Universitas Diponegoro (Undip), yang sudah
membubarkan dan menutup pendidikan D4 Keperawatan karena menghambat
perkembangan profesi keperawatan.

Pemberlakuan kebijakan oleh Kemenkes dan masih beraktivitasnya


beberapa Poltekes di Indonesia merupakan suatu pelanggaran terhadap kebijakan
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang ada tentang pendirian Poltekes,
yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan. Dimana pendirian
Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Kemenkes bertujuan dalam
mendidik Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di bidang kesehatan, sehingga
setelah lulus Poltekes akan langsung diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Sedangkan saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan lembaga pendidikan
kedinasan, sehingga para lulusannya tidak lagi mendapat ikatan dinas untuk
menjadi PNS. Kemenkes telah membuat kebijakan yang menghentikan utilisasi
S1 Keperawatan.Kalaupun pendidikan keperawatan S1 masih ada, mereka lebih
difokuskan menjadi perawat-perawat S1 yang siap dikirim ke luar negeri. Hal ini
bertujuan untuk ”menggolkan” D4 Keperawatan. Padahal profesi perawat sedang
menata kategori jenjang perawatdari Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
menjadiD3 dan sarjana.Kebijakan tersebut menunjukkanketidakberpihakannya
kepada perawat.Kebijakanyang ada belum banyak berpihak pada keadilan, sosial,
ekonomi, dan hukum, bagi perawat.Saat ini, masih banyak tempat
penyelenggaraan pendidikan keperawatan yang menghasilkan kompetensi perserta
didik yang tidak seragam, dikarenakan standar pendidikan termasuk kurikulum
yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan berbeda satu sama
lainnya. Banyaknya pihak yang membuat kurikulum pendidikan perawat
membuat kualitas lulusan tidak seragam.

Banyaknya jenjang pendidikan dasar perawat seperti SPK, D3, D4, dan
S1, menyebabkan tidak adanya perbedaan antara tugas dan wewenang yang
dilakukan dalam memberikan pelayanan keperawatan.Dapat dikatakan bahwa

26
tidak ada pembedaan tugas pada tiap jenjang pendidikan perawat.Selain itu, masih
banyaknya juga sekolah menengah dengan kejuruan keperawatan, yang berpotensi
menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat bahwa perawat lulusan sekolah
menengah kejuruan dapat bekerja sebagaimana perawat.Padahal untuk menjadi
perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan harus mempunyai
kompetensi yang cukup yangdapat didapatkan dengan menempuh pendidikan
yang lebih tinggi.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu, dimana kualifikasi dosen
minimal satu tingkat di atasnya dan untuk memenuhi kebutuhan dosen khususnya
pada pendidikan D3 maka pada tahun 1998, telah dibuka Program Studi Perawat
Pendidik (jenjang D4) berdasarkan SK Dirjen Dikti No 395/Dikti/Kep/1997 di
lima Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Gajah Mada (UGM), Undip,
Universitas Airlangga (Unair), Universitas Hasanuddin (Unhas), dan USU.

Program tersebut merupakan crash program untuk memenuhi kebutuhan


tenaga dosen pada program pendidikan D3. Program studi D4 perawat pendidik di
limaPendidikan Tinggi Nasional (PTN) ini telah ditutup, karena adanya UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Pasal 46 Ayat (2), menyebutkan
kualifikasi akademik dosen untuk program diploma dan sarjana adalah minimal
magister. Namun demikian, Kemenkes justru menginstruksikan membuka
kembali pendidikan D4 di seluruh Poltekes di Indonesia, dengan konsep satu
tahun setelah D3 dan lulusan difungsikan sebagai mitra dokter spesialis.Hal ini
tidak sesuai dengan kaidah perkembangan profesi keperawatan.

Pada tahun 2010, untuk mengatasi kebijakan ganda yang ada pada
penyelenggaraan pendidikan, keperawatan, diterbitkanlah Surat Keputusan
Bersama (SKB) tiga menteri yaitu: No. 07/XII/SKB/2010; No.
1962/MENKES/PB/XII/2010; dan No. 420/1072/2010 tentang Pengelolaan
Institusi Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan Milik Pemerintah Daerah
(Pemda)”, dan SKB dua menteri: No. 14/VIII/KB/2011;

27
1673/Menkes/SKB/VIII/2011 tentang Penyelenggaraan Poltekes yang
diselenggarakan oleh Kemenkes.

Khusus terkait dengan akreditasi program studi, pada saat ini pelaksanaan
akreditasi baru sebatas pada penyelenggaraan program pada tahap akademik dan
belum termasuk pada penyelenggaraan program profesi. Selain itu pelaksanaan
akreditasi program studi juga masih bersifat umum untuk semua jenis program
studi sehingga kekhasan atau kekhususan program studi keperawatan belum dapat
dinilai. Hal tersebut belum sesuai dengan kaidah pendidikan profesi
keperawatan.Selain itu, standar kompetensi keperawatan di Indonesia juga masih
belum diakui oleh dunia internasional.Kemampuan bahasa Inggris masih lemah
(TOEFL dan IELTS) dan keterampilan keperawatan juga masih rendah. Hal ini
dilihat dari hasil skoring The National Council Licensure Examination (NCLEX)
yang sekitar 40, padahal yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50-70 dan
AS antara 70-80 (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan/Pusdiknakes, 2007).

Akibatnya terdapat 700 perawat Indonesia di Kuwait yang nasibnya


terkatung-katung dan terancam di deportasi karena terhalang akreditasi. Hal ini
karena masih simpang siurnya pengaturan sistem pendidikan tinggi keperawatan
dan belum adanya perlindungan hukum yang kuat bagi perawat yang akanbekerja
di luar negeri. Padahal AFTA 2010 yang merupakan aplikasi dari
ditandatanganinya Mutual Recognicion Arrangement (MRA) di Philipina pada
tahun 2006 sudah berlaku. Dibukanya pasar bebas bagi perawat Indonesia ini
tidak diimbangi dengan penataan sistem pendidikan keperawatan serta pemberian
jaminan perlindungan hukum yang kuat oleh pemerintah.Tidak adanya pengaturan
yang kuat untuk menjamin kompetensi dan kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan, serta perlindungan dalam melayani masyarakat, tentu berakibat pada
buruknya kompetensi dan citra pelayanan keperawatan.Terutama memberikan
imbas negatif pada pelayanan kesehatan secara umum. Hal tersebut sejalan
dengan hasil survey tahun 2010 yang dilansir oleh Kompas (2013)bahwa ada
kesenjangan antara harapan masyarakatdengan kompetensi perawat, yaitu 92,3%:
68,7%. Harapan ke Depan Pendidikan keperawatan sebagai proses untuk

28
menghasilkan profesi perawat yang berkualitas saat ini dan di masa mendatang,
dihadapkan padaberbagai tantangan, antara lain: berkembangnya Iptek kesehatan,
tuntutan kebutuhan masyarakat akan layanan yang berkualitas, pengembangan
profesi keperawatan, meningkatnya kompleksitas penyakit dan respons pasien
terhadap penyakit, serta pengobatan dan lingkungan. Disamping itu dampak dan
tuntutan globalisasi dengan adanya:

1) MRA yang sejak tahun 2006 ditandatangani oleh Menteri Perdagangan


yang memungkinkan adanya peluang bekerja di wilayah Asia Tenggara bagi para
perawat lulusan ners dan terdaftar.

2) ASEAN Community yang menekankan kesetaraan standar pendidikan


dan pelayanan bidang kesehatan, serta keterbukaan pasar kerja.

3) Peluang kerja yang tersedia sampai tahun 2020 sebesar 1,5 juta tenaga
perawat terutama di USA, Eropa, dan Australia, belum termasuk di Timur
Tengah.

Di Indonesia, kondisi di atas belum terwujud sehingga diharapkan perlu


adanya penataan dan pengembangan Pendidikan Keperawatan di Indonesia.
Penataan jenis dan jenjang Pendidikan Keperawatan yang baik dan terarah sangat
diperlukan, sehingga dapat dijadikan bahan rujukan dalam mengembangkan
profesi keperawatan di masa depan. Saat ini pengembangan jenjang Pendidikan
Keperawatan sudah dilakukan, termasuk jenjang akademik pendidikan tingkat
magister, yaitu: Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Selain itu
sejak tahun 1998 juga telah diselenggarakan jenis pendidikan profesi tingkat
spesialis di berbagai bidang layanan spesialisasi, antara lain: Keperawatan
Maternitasdan Keperawatan Komunitas, Keperawatan MedikalBedah,
Keperawatan Jiwa, dan KeperawatanAnak. Pengembangan pendidikan
keperawatanuntuk jenjang doktordi FIK-UI juga harus terus mengalami
peningkatan.

Perawat merupakan tenaga kesehatan terbesar dari seluruh tenaga


kesehatan yang ada, dimana 80% kegiatan pelayanan di rumah sakit adalah

29
pelayanan asuhan keperawatan (Gilles, 2000).Untuk itu dengankarakteristik
pelayanan yang kontinu, sangat dekat dan lama dengan pasien serta cakupan
praktik yang luas tidak terbatas pada kondisi geografis dan social ekonomi,
pelayanan keperawatan yang diberikan harus berkualitas dan melindungi pasien.
Hal ini perlu dilakukan karena akan berpengaruh langsung terhadap pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Perawat sebagai garda terdepan dari pelayanan kesehatan dan
sebagai mitra dokter dituntut untuk dapat bersikap profesional.Perawat sudah
seharusnya mampu memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal dengan di
dukung oleh ilmu pengetahuan kesehatan, terutama ilmu keperawatan.Terlebih
lagi dengan kondisi klien dan keluarganya yang semakin kritis terhadap upaya
pelayanan kesehatan terutama bidang keperawatan.Selain itu, perawat sebagai
tenaga kerja professional yang bekerja di luar negeri juga merupakan salah satu
aset bangsa, yang dapat mendatangkan sumber devisa yang cukup menjanjikan.
Sebagai suatu profesi mandiri dalam rumpun profesi kesehatan, perawat
mempunyai kewenangan khusus, yakni melakukan asuhan keperawatan.

Asuhan keperawatan (nursing services) adalah upaya membantu orang


sakit maupun sehat, sejak dari lahir sampai meninggal dunia, dalam bentuk
meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
secara optimal dapat melakukan aktivitas guna memenuhi kebutuhan dasar sehari-
hari secara mandiri tanpa memerlukan bantuan dan/ataupun tergantung pada orang
lain (Henderson, 1980). Pada saat menyelenggarakan asuhan keperawatan
tersebut, setiap perawat harus menerapkan kiat tersendiri yang berkaitan dengan
kebutuhan dasar manusia dan ditunjang oleh ilmu khusus yang disebut ilmu
keperawatan.Ilmu keperawatan (nursing science) adalah ilmu yang mempelajari
macam, serta sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui
pengkajian yang seksama tentang hal-hal yang melatarbelakanginya, serta
mempelajari berbagai bentuk upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut
melalui pemanfaatan berbagai sumber yang tersedia (Konsorsium Ilmu Kesehatan,
1991).Untuk itu, proses pendidikan perawat harus dapat mempersiapkan tenaga

30
perawat sebagai profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain.
Pendidikan keperawatan juga dituntut sebagai media bagi perawat agar kelak
dapat mengembangkan dirinya berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari
masyarakat.Dengan demikian, pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
klien bertanggung jawab, akuntabel, berkualitas, aman, dan dilakukan oleh
perawat yang telah tersertifikasi, terdaftar, serta terlisensi.

Kualitas pelayanan keperawatan merupakanhasil akhir dari interaksi dan


ketergantungan antaraberbagai aspek, komponen atau unsur organisasipelayanan
perawatan sebagai suatu sistem. MenurutWijono (1999), Sistem pelayanan
keperawatan sebagai sistem umum dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Interrelated dan interdependensi, banyak unsur-unsur pelayanan keperawatan


yang saling berhubungan dan saling tergantung.

2. Holistic, sistem pelayanan keperawatan menjadi permasalahan keperawatan


seutuhnya baik manusia secara fisik, mental, sosial, lingkungannya serta
pendekatan integrated, komprehensif, kegiatan preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
promotif.

3. Teleologic, sistem pelayanan keperawatan selalu mengarah ke satu tujuan yaitu


meningkatkan derajat kesehatan klien.

4. Entropi yang menggambarkan suatu system tertutup supaya tidak timbul


keparahan dan dapat tetap survive.

5. Memiliki regulasi.

6. Hirarki, berkaitan dengan sistemnya.

7. Diferensiasi yaitu terkait perbedaan-perbedaan tugas dan fungsi dalam


mencakup tujuan.

8. Ekufinalitas yaitu keadaan keseimbangan yang dinamis.

31
9. Fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan
lingkungan dan sumber daya yang ada.

10. Dinamis yaitu dapat senantiasa membaca dan memanfaatkan peluang yang
menguntungkan agar dapat survive.

Untuk itu keberadaan perawat yang profesional mutlak di dukung. Ciri-ciri


perawat profesional menurut Handoko (1995) ialah lulusan pendidikan tinggi
keperawatan minimal D3, mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan
pendekatan proses keperawatan, menaati kode etik, mampu berkomunikasi
dengan klien dalam penyuluhan kesehatan, mampu memanfaatkan sarana
kesehatan yang tersedia secara berdaya guna dan berhasil guna, berperan sebagai
agen pembaharu, serta mengembangkan ilmu dan teknologi keperawatan.
Tanggung jawab moral ini salah satunya bisa diwujudkan dalam kemandirian
mengatur kehidupan profesi melalui pengembangan profesionalisme keperawatan,
yang diawali dengan perbaikan sistem pendidikan keperawatan.Sebab tujuan akhir
dari penyelenggaraan system pendidikan keperawatan adalah terwujudnyaderajat
kesehatan masyarakat yang setinggitingginyasebagai perwujudan
kesejahteraanseluruh masyarakat.Untuk menghasilkan tenaga perawat
yangberkualitas diperlukan pendidikan keperawatan yang berkualitas. Sebagai
upaya penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan keperawatan tersebut, perlu
ditetapkan standar penyelenggaraan pendidikan keperawatan untuk setiap jenis
dan jenjang pendidikan, dengan mengacu pada berbagai ketentuan perundangan
yang berlaku khususnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan lainnya.

Upaya penjaminan mutu ini juga direpresentasikan melalui pengembangan


system akreditasi pendidikan keperawatan.Selain itu, untuk dapat meningkatkan
kualitas penyelenggara pendidikan, standar kompetensi minimal lulusan setiap
jenis dan jenjang Pendidikan Keperawatan perlu dikembangkan.Hal ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan kompetensi dan kewenangan
lulusan, dari setiap jenis dan jenjang yang kemudian dituangkan indikator

32
pengukurannya melalui sistem uji kompetensi.Untuk itu diperlukan system
akreditasi yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan kekhususan profesi
keperawatan.Ini hanya dimungkinkan untuk dikembangkan, dengan membentuk
lembaga akreditasi mandiri yang sesuai dengan UU Sisdiknas.Lulusan dari
berbagai jenjang Pendidikan Keperawatan juga perlu diatur pendayagunaannya
secara benar dan baik, berasaskan keadilan dan pemerataan keterjangkauan.
Dengan memperhatikan aspek efisiensi dan mutu pelayanan, serta lingkungan
kehidupan kerja yang baik bagi tenaga kesehatan, khususnya bagi perawat.Upaya
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas lulusan, antara lain:

a. Proses seleksi, dilakukan sesuai dengan standar pengelolaan;

b. Proses pembelajaran, dilakukan sesuai dengan standar isi, standar


proses, standar pendidik, standar kependidikan, standar sarana dan prasarana, dan
standar penilaian Evaluasi/ Ujian Akhir, dilakukan sesuai dengan standar
penilaian pendidikan, dan standar pengelolaan

c. Ijazah, diberikan sesuai dengan standar pengelolaan dan standar


kompetensi lulusan. Selain itu, para pendiri institusi pendidikan tinggi
keperawatan yang umumnya berasal dari pelaku bisnis murni dan profesi non
keperawatan, harus mempunyai pemahaman yang baik tentang hakikat profesi
keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan.Sehingga
penekanan pada pemahaman tentang keprofesian dari Pendidikan Keperawatan
dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan upaya untuk meningkatkan mutu
institusi penyelenggara pendidikan keperawatan, yaitu:

a. Perijinan pendirian institusi, dilakukan berdasarkan UU Sisdiknas,


Kepmendiknas No. 234 Tahun 2000 tentang Pendirian Perguruan Tinggi, dan
Lampiran PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang Pendidikan.

b. Sarana Prasarana, dilakukan berdasarkanstandar sarana dan prasarana;

33
c. Tenaga Pendidik dan Kependidikan, dilakukanberdasarkan standar
Pendidik dan TenagaKependidikan, UU No. 14 Tahun 2005 tentangGuru dan
Dosen, dan Permendiknas No. 42Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen

d. Pengelolaan, dilakukan berdasarkan standar pengelolaan

e. Akreditasi, dilakukan berdasarkan standarpengelolaan Akreditasi pada


UU Sisdiknas.

Institusi Pendidikan Keperawatan baik milikpemerintah maupun swasta,


selain sebagai tempatuntuk menyelenggarakan Pendidikan Keperawatanjuga harus
berfungsi sebagai penyelenggara penelitiandan pengembangan, serta penapisan
teknologibidang keperawatan.Namun demikian fungsipenyelenggaraan penelitian
dan pengembangan inipelaksanaannya harus memperhatikan etika disiplinilmu
keperawatan.Dengan demikian, pengawasandan pemantauan mulai dari perizinan
sampaipada pelaksanaan penyelenggaraan PendidikanKeperawatan oleh lembaga
yang independensangat diperlukan, guna menjaga kualitas institusipendidikan
keperawatan itu sendiri.Saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU)tentang
Keperawatan masih dibahas di DewanPerwakilan Rakyat (DRP) RI, dan untuk
menjawabtantangan yang dihadapi keperawatan di Indonesia,perlu ditetapkan
standar Pendidikan Keperawatandi Indonesia dalam suatu undang-
undang.Penentuan standar Pendidikan Keperawatan ini merupakan upaya untuk:

a. Menyesuaikan dengan perkembangan keperawatan.

b. Membenahi kualitas praktik keperawatan.

c. Membenahi aspek hukum yang melindungiperawat sebagai tenaga kesehatan


yangmemberikan pelayanan dan masyarakat yangmenerima layanan kesehatan.

d. Meningkatkan profesionalitas pelayanankeperawatan sesuai dengan hukum,


etika, danperan perawat.

Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia


kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi

34
tercapainya tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi
yang harus ditempuh adalah :

1. Pengembangan pendidikan keperawatan

Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam


pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan,
pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan.Akademi
Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga
perawatan professional dibidang keperawatan.Sampai saat ini jenjang ini masih
terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana
penunjang pendidikan.

Universitas Indonesia (UI) meluncurkan Program Doktor (S3)


Keperawatan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang dimaksudkan untuk
meningkatkan sumber daya manusia di bidang kesehatan.

"Ini sejalan tuntutan dan kebutuhan akan perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi dibidang kesehatan yang sangat pesat," kata Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan UI Dewi Irawaty dalam Peluncuran Program Doktor Keperawatan
UI di Jakarta, Menurut dia, program doktor keperawatan di Indonesia sudah
termasuk tertinggal karena Program Doktor Keperawatan pertama sudah dibuka di
University of Columbia sejak 1923. Indonesia, ujarnya, baru memulai sistem
pendidikan tinggi keperawatan pada 1985, dalam program studi Ilmu
Keperawatan di Fakultas Kedokteran (FK) UI yang baru berkembang menjadi
fakultas mandiri pada 1995 sebagai fakultas ke-12 di UI. Fakultas ini, ujarnya,
baru membuka program magister pada 1999 yang dengan semakin meningkatnya
jumlah perawat terdidik maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan
kesehatan kepada pasien dan masyarakat. Namun demikian ia mengingatkan,
bahwa program doktor keperawatan seharusnya dibedakan dengan keperawatan
sebagai profesi penunjang dalam praktek kedokteran. “Program S2 dan S3 itu
lebih bersifat akademik yang berbeda dengan praktek. Jalur akademik ini lebih
berkaitan dengan keilmuwan dan mengisi kebutuhan di level manajemen,

35
pendidikan, dan klinikal," kata Kepala RSCM Akmal Taher yang juga
hadir.Program ini, lanjut Dewi, diharapkan mampu menghasilkan lulusan
berkualitas unggul baik sebagai peneliti, ilmuwan, pendidik, dan pemimpin di
tengah masyarakat dengan kompetensi internasional dan mampu bersaing secara
global.

2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional

Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi,


lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan.Selain itu semua penerapan model
praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus
segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.

3. Penyempurnaan organisasi keperawatan

Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan


dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi
kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan
yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan
merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri
dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan
harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.

36
DAFTRA PUSTAKA

2006. Buku Panduan Organisasi Profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia.


Jawa Timur:PengurusPropinsiPPNI.

Samba, Suharyati.2009. Perjalanan Keperawatan Indonesia. Bandung: Yayasan


Nusantara
Bandung.
http://www.tugaskesehatan.com/2012/05/hakekat-keperawatan.html
Ali, Zaidin. 2001. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGG.

Budiono.2015.konsep dasar keperawatan jakarta: bumi medika

Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2.


Salemba Medika: Jakarta Alimul, A.H. (2002), Pengantar pendidikan
keperawatan.

Sagung Seto: Jakarta Effendy, N. (1995), Pengantar proses keperawatan. EGC:


Jakarta Gaffar, L.O.J. (1999), Pengantar praktik keperawatan professional. EGC:
Jakarta Stevens, P.J.M, et al. (1999) Ilmu keperawatan. Jilid I, Ed. 2. EGC:
Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai