Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persediaan  merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada
umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian
ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun persediaan menjadi
salah satu  perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan
perusahaan.
Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan
manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah
menjadi kegiatan utama dari perusahaan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.14, hal 14.1 s/d 14.9 – IAI,
2002), persediaan adalah aktiva :
a. Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan untuk digunakan dalam
proses atau pemberian jasa.
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalananyang tersedia untuk
dijual dalam kegiatan usaha normal
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual
kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali,
atau pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Persediaan
juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam
penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan dan termasuk bahan serta
perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi (Agoes,Sukrisno,
2008:205).

1.2 Rumusan Masalah


Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan
manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah
menjadi kegiatan utama dari perusahaan. Oleh karena itu, biasanya akun
persediaan menjadi salah satu  perhatian utama auditor dalam pemeriksaan
atas laporan keuangan perusahaan.

1
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini,
yaitu :
1. menjelaskan secara rinci mengenai prosedur dan langkah-langkah serta
hal-hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan audit persediaan.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah “Untuk menjelaskan secara rinci mengenai prosedur dan
langkah-langkah serta hal-hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan
audit persediaan”.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Persediaan

Menurut standar akuntansi keuangan (PSAK : No. 14, hal 14.2 s/d
14.2-IAI, 2015), persediaan adalah aset :

a. Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;


b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
atau pemberian jasa.

Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha
biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk membuat penjualan.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset
atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.

Persediaan diukur pada mana yang lebih rendah antara biaya


perolehan dan nilai realisasi neto. Biya persediaan terdiri dari seluruh biaya
perolehan, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.

Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

 Biasanya merupakan aset lancar (current assets) karena masa


perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu tahun.
 Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan
industri.
 Mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan posisi keuangan
(neraca) dan perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan

3
persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam
jumlah aset lancar dan total aset, beban pokok penjualan, laba kotor dan
laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi
ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode
berikutnya.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai


persediaan adalah :

 Bahan baku (raw materials).


 Barang dalam proses (work in process).
 Barang jadi (finished goods).
 Suku cadang (spare-parts).
 Bahan pembantu : oli, bensin, solar.
 Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah
dikirim oleh supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
 Barang konsinyasi : consignment out (barang perusahaan yang dititip
jual pada perusahaan lain). Sedangkan consigenment in (barang
perusahaan lain yang dititip jual di perusahaan) tidak boleh
dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009 : 56-57) :

Entitas harus menentukan biaya persediaan dengan menggunakan


rumus biaya masuk-pertama keluar-pertama (MPKP) atau rata-rata
tertimbang. Rumus biaya yang sama harus digunakan untuk seluruh
persediaan dengan sifat dan pemakaian yang serupa. Untuk persediaan
dengan sifat atau pemakaian yang berbeda, penggunaan rumus biaya yang
berbeda dapat dibenerkan. Metode masuk terakhir keluar pertama (MTKP)
tidak diperkenankan oleh SAK ETAP.

Entitas harus mengukur biaya persediaan untuk jenis persediaan


yang normalnya tidak dapat dipertukarkan, dan barang atau jasa yang

4
dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu dengan menggunakan
identifikasi khusus atas biayanya secara individual.

Entitas harus menguji pada setiap tanggal pelaporan apakah


persediaan menurun nilainya yaitu nilai tercatat tidak dapat dipulihkan
secara penuh (misalnya karena kerusakan, keusangan atau penurunan
harga jual). Jika suatu jenis (atau kelompok jenis) dari persediaan menurun
nilainya, maka persediaan harus diukur pada harga jual dikurangi biaya
untuk menyelasaikan dan menjual, serta mengakui kerugian penurunan
nilai. Paragraf tersebut juga mengatur pemulihan penurunan nilai
sebelumnya dalam beberapa kondisi.

5
Berikut ini dijelaskan flow of Inventory and Cost.

                   
  Raw Material Work in Process  
       
Saldo penggunaa Saldo
COGM
  Awal n Awal  
  Pembelian Raw    
Saldo
Material  
  Akhir  
Saldo
    Akhir  
   
  Direct Labor Finished Goods  
       
Saldo
Actual Applied COGS
  Awal COGS  
         
         
Saldo
    Akhir    
   
  Factory Overhead  
     
  Actual Applied  
     
     
     
   
  Sumber : Arens (2017 : 726)
                   
Gambar 1.1 (flow of Inventory and Cost)

1.1 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Persediaan


1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
persediaan.

6
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di laporan posisi
keuangan (neraca) betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada
tanggal neraca (existence dan ownership).
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
5. Untuk memeriksa apakah terdapat barang-barang yang rusak (defective),
bergerak lambat (slow moving) dan ketinggalan mode (absolescence)
sudah dibuatkan allowance yang cukup (valuation).
6. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan seluruhnya sudah dicatat (completeness).
7. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan seluruhnya sudah terjadi (occurance), tidak ada
transaksi fiktif.
8. Untuk memeriksa apakah pencatatan yang menyangkut persediaan sudah
dicatat secara akurat, begitu juga dengan perhitungan fisik persediaan
sudah dilakukan secara akurat, termasuk perhitungan matematis kompilasi
hasil perhitungan fisik persediaan (accurancy).
9. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan sudah dicatat dalam periode yang tepat (timing) dan
tidak terjadi pergeseran waktu pencatatan (cut-off).
10. Untuk memeriksa apakah saldo persediaan sudah diklasifikasikan dengan
tepat sperti bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang
jadi (calssification).
11. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
12. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai
pertanggungan yang cukup.
13. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan
(purchase/sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar
terhadap laporan keuangan.

7
14. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
(SAK/ETAP/IFRS).

Penjelasan atas Tujuan Pemeriksaan

1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
persediaan.
Jika akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas
perolehan, penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif,
maka luasnya pemeriksaan dalam melakukan substantive test atas
persediaan dapat dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah :
a. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab (segregation of
duties)antara bagian pembelian, penerimaan barang , gudang,
akuntansi,dan keuangan.
b. Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak
(prenumbered), seperti permintaan pembelian (purchase requisition), order
pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), laporan
penerimaan barang (receiving report), order penjualan (sales order), faktur
penjualan (sales invoice).
c. Untuk pembelian dalam jumlah besar dilakukan melalui tender.
d. Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan
kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.
e. Digunakannya anggaran (budget) untuk pembelian, produksi,
penjualan, dan penerimaan serta pengeluaran kas.
f. Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic
order quantity dan iron stock.
g. Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama
diperusahaan yang nilai persediaan per jenisnya cukup material.
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di laporan posisi
keuangan (neraca) betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada
tanggal neraca (existence dan ownership).

8
Dahulu di Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu adanya
perusahaan yang melaporkan saldo perusahaannya sangat besar, padahal
sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan
publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap persediaan
perusahaan per tanggal laporan posisi keuangan (neraca), untuk
meyakinkan keberadaan persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo
persediaan termasuk barang dalam perjalanan dan barang konsinyasi
(hanya consigenment out).
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan
(acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih metode first in first out
(FIFO), last in first out (LIFO), atau AVERAGE COST (moving average
atau weighted average).
Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau
cepat rusat (hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai
berdasarkan harga jual.
Untuk barang-barang yang usang, rusat atau bergerak lambat bisa
diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of
cost or market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga
pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan
beban pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan
LIFO akan menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE
COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO
tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO.
Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO
karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan
penggunaan FIFO dan AVERAGE COST.
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu
perpetual system dan physical(periodical) system. Dalam perpetual

9
system, setiap ada pemeblian, perkiraan persediaan akan di debet, setiap
ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit. Jika digunakan physical
system, perkiraan persediaan tidak pernah didebet waktu pembelian dan
tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan
ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus
dilakukan stock opname (perhitungan fisik persediaan).
Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir
bulan atau tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau
Gross Profit Method. Namun demikian pada akhir tahun tetap terus
dilakukan stock opname,agar bisa diketahui berapa saldo persediaan yang
betul-betul dimiliki perusahaan.
Perbedaan pencatatan antara perpetual dan physical inventory system :

  Perpetual Physical
Pembelian DR. Persediaan XX   DR. Pembeliaan XX  
    CR. Utang/Kas XX   CR. Utang/Kas XX
         
Penjualan DR. Piutang/Kas XX   DR. Piutang/Kas XX  
    CR. Penjualan XX   CR. Penjualan XX
DR. Beban Pokok
  XX      
Penjualan
    CR. Persediaan   XX        

Gambar 1.2 (perpetual dan physical inventory system)


Perpetual system biasa digunakan pada perusahaan yang jenis
persediaannya tidak banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar,
misalnya dealer mobil dan toko emas. Physical system biasa digunakan
pada perusahaan yang jenis persediaan per unitnya kecil, misalnya toko
bahan bangunan.
5. Untuk memeriksa apakah terdapat barang-barang yang rusak (defective),
bergerak lambat (slow moving) dan ketinggalan mode (absolescence)
sudah dibuatkan allowance yang cukup (valuation).
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga
normal, supaya bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya
lebih rendah dari harga perolehannya. Karen itu, harus dibuatkan

10
allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu kecil (karena
akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan
mengakibatkan laba terlalu kecil).
6. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan seluruhnya sudah dicatat (completeness).
7. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan seluruhnya sudah terjadi (occurance), tidak ada
transaksi fiktif.
8. Untuk memeriksa apakah pencatatan yang menyangkut persediaan sudah
dicatat secara akurat, begitu juga dengan perhitungan fisik persediaan
sudah dilakukan secara akurat, termasuk perhitungan matematis kompilasi
hasil perhitungan fisik persediaan (accurancy).
9. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan
penjualan persediaan sudah dicatat dalam periode yang tepat (timing) dan
tidak terjadi pergeseran waktu pencatatan (cut-off).
10. Untuk memeriksa apakah saldo persediaan sudah diklasifikasikan dengan
tepat sperti bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang
jadi (calssification).
11. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank
adalah persediaan. Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini
harus diungkapkan (didisclose) dalam catatan atas laporan keuangan
(notes to financial statement).
12. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai
pertanggungan yang cukup.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran,
biasa diperoleh ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa
terhindar dari kerugian karena kebakran tersebut. Nilai pertanggungan
asuransi harus cukup dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Yang harus diwaspadai adalah jika perusahaan mengasuransikan
persediaan dengan insurance coverpage yang terlalu besar, terutama dalam
keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar

11
persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan
asuransi.
13. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan
(purchase/sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar
terhadap laporan keuangan.
Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan. Misalnya, pada tanggal 24 November 2015, perusahaan
menandatangani kontrak penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk
menjual 10.000 unit barang X dengan harga jual Rp 100.000 per unit,
penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2016.
Ternyata di bulan Februari 2016 harga pasar barang X tersebut meningkat
menjadi Rp 130.000 per unit. Karena sudah ada sales commitment, maka
perusahaan mau tidak mau harus menjual barang tersebut ke pelanggan
sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu Rp 100.000 per
unit.
Dalam hal ini perusahaan rugi sebesar 10.000 X (Rp 130.000 – Rp
100.000) = Rp 300.000.000.
14. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan
sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
(SAK/ETAP/IFRS).
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang
digunakan perusahaan (perpetual atau physical system) dan metode
penilaian persediaan yang digunakan perusahaan (apakah berdasarkan
harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau average cost method),
apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009 ; 124) ;

Entitas harus menilai pada setiap tanggal pelaporan apakah persediaan


turun nilainya. Entitas harus membuat penilaian dengan membandingkan
jumlah tercatat setiap jenis persediaan (atau kelompok persediaan yang sama)
dengan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual. Jika
suatu jenis persediaan (atau kelompok jenis persediaan) turun nilainnya, maka

12
entitas harus mengakui kerugian dalam laporan laba rugi atau perbedaan
antara jumlah tercatat den harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan.

Jika tidak praktis untuk menentukan harga jual dikurangi biaya untuk
menyelesaikan dan menjual setiap jenis persediaan, maka entitas
diperkenankan mengelompokkan jenis persediaan dalam lini produk yang
sama tujuan dan pemakaiannya serta diproduksi dan dipasarkan dalam area
geografis yang sama untuk tujuan menguji penurunan nilai.

1.2 Prosedur Pemeriksaan (Yang Disarankan) Atas Persediaan


Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur compliance test,
analytical, dan substantive test.
Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas disini harus
disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang diaudit.
Prosedur pemeriksaan persediaan mencakup pembelian, penyimpanan,
pemakaian, dan penjualan persediaan, karena berkaitan dengan siklus
pembelian, utang, dan pengeluaran kas serta siklus penjualan, piutang, dan
penerimaan kas.

Prosedur pemeriksaan untuk compliance test.

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas persediaan.


a. Dalam hal ini auditor biasanya menggunakan internal control
questionnaires.
b. Lakukan tes transaksi (compliance test) atas pembelian dengan
menggunakan purchase order sebagai sampel. Untuk test transaksi atas
pemakaian persediaan (bahan baku) bisa digunakan material requistion
sebagai sampel. Untuk tes transaksi atas penjualan, bisa digunakan
faktur penjualan sebagai sampel.
2. Tarik kesimpulan mengenai internal control atas persediaan.
Jika dari tes transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti,
maka auditor bisa menyimpulkan bahwa internal control atas persediaan
berjalan efektif. Karena itu substantive test atas persediaan bisa
dipersempit.

13
Prosedur Pemeriksaan Subtantive atas Persediaan

1. Lakukan observasi atas perhitungan fisik (stock opname) yang dilakukan


perusahaan (klien).
2. Minta Final Inventory List (Inventory Compilation) dan lakukan prosedur
pemeriksaan berikut ini :
 Check mathematical accuracy (penjumlahan dan perkalian).
 Cocokan “quantity per book” dengan stock card.
 Cocokan ”quantity per count” dengan count sheet kita (auditor).
 Cocokan “total value” dengan buku besar persediaan.
3. Kiramkan konfirmasi untuk persediaan consignment out.
4. Periksa unit price dari bahan baku (raw material), barang dalam proses
(work in process), barang jadi (finished goods), dan bahan pembantu
(supplies).
5. Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu
sebelum atau sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
6. Periksa cukup tidaknya barang-barang yang bergerak lambat (allowance
for slow moving), barang-barang yang rusak dan barang-barang yang
ketinggalan mode.
7. Periksa kejadian sesudah tanggal laporan posisi keuangan (neraca).
8. Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembelian.
9. Periksa jawaban konfirmasi dari bank, perjanjian kredit (loan agreement)
notulen rapat.
10. Periksa apakah ada sales atau purchase commitment per tanggal laporan
posisi keuangan (neraca).
11. Seandainya ada barang dalam perjalanan (Goods in Transit) lakukan
prosedur ini :
 Minta rinciaan goods in transit per tanggal neraca.
 Periksa mathematical accuracy.
 Periksa subsequent clearance.
12. Lakukan annalytical procedures untuk persediaan.

14
13. Buat kesimpulan dari hasil persediaan dan buat usulan adjusment jika
diperlukan.
14. Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku umum di
indonesia/SAK/ETAP/IFRS.

Penjelasan Prosedur Audit

1. Lakukan observasi atas stock opname yang dilakukan klien.


Stock opname dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang
perusahaan. Untuk barang consignment out dan barang yang tersimpan di
public warchouse jika jumlahnya material harus dilakukan stock opname,
jika tidak material, cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa
dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/sesudah akhir
tahun.
Untuk perusahaan yang internal controlnya lemah, stock opname
sebaiknya dilakukan pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca). Untuk
perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname bisa dilakukan
beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca. Namun demikian,
sebaiknya tidak terlalu jauh dari tanngal neraca, untuk memudahkan
auditor pada waktu melakukan trace backword/trace forward (rekonsiliasi
saldo persediaan per tanggal stock opname dengan pertanggal neraca)
Contoh trace forward di perusahaan dagang :
Saldo persediaan per tanggal

Stock opname 30-11-15 Rp. 150.000.000

Pembeliaan 1-12-15 s/d 31-12-15 Rp. 350.000.000

Penjualan 1-12-15 s/d 31-12-15 (Rp. 430.000.000)

Saldo persediaan per 31-12-15 Rp. 70.000.000

15
Ada beberapa hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock
opname :
a. Dapatkan dan pelajari petunjuk pelaksanaan stock opname (physical
inventory instruction) yang di buat oleh perusahaan, di mana biasanya
telah mencakup :
 Pengaturan tim/petugas stock opname.
 Tanggal pelaksanaan stock opname.
 Lokasi dan denah gudang.
 Pembatasan seminimal mungkin ke luar masuknya barang pada
waktu pelaksanaan Istock opname.
 Prosedur cut-off yaitu, mencatat nomor dan tanggal terakhir dari
receiving report dan issuing report/shipping report.
 Penggunaan bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang
sebelumnya ditempatkan di setiap jenis barang.

Bin-tag tersebut mencantumkan : nama dan jenis barang, nomor kode


barang, satuan dan jumlah unit, dan diberi nomor urut tercetak
(prenumbered).

Contoh Bin-Card

Team pertama akan menghitung barang tersebut, misalkan H₃SO₄ lalu


mencantumkan hasil perhitungannya di bagian ❸ dan membubuhi
paraf atau tanda tangannya, lalu merobek bagian ❸ untuk diserahkan
ke petugas yang akan mencatat dalam final inventory list di kolom”first
count” (hitung pertama. Team kedua akan melakukan hal yang sama,
mengisi dibagian ❷ dan menyerahkan ke petugas final inventory list.
Dengan demikian setiap barang akan dihitung dua kali oleh tim yang
berbeda.

Contoh “physicall inventory instruction” dapat dilihat di Exhibit

16
Jika auditor menganggap physical inventory instruction tersebut
mengandung kelemahan atau kekurangan, ia harus menyarankan ke
klien untuk melengkapinya.

b. lakukan peninjauana gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk


mendapat gambaran mengenai lokasi gudang, dan apakah barang-
barang di gudang telah di susun rapi menurut jenis daan kelompoknya.
Jika ditemukan barang – barang tercampur antara jenis yang satu
dengan jenis yang lainnya, auditor bisa meminta klien untuk
merapihkan dulupenyusunan barang – barang tersebut dan
kemungkinan menunda pelaksanaan Stock opname, agar bisa diperoleh
hasil perhitungan yang akurat.

                   
   
  Team II  
   
   
   
  B     C  
         
  Gudang Bahan Gudang Barang  
Team
  Team I Pembantu Dalam Proses  
III
  A   D  
         
  Gudang Bahan Gudang Barang  
    Jadi    
Baku
   
   
   
  Team IV  
   
                   

c. siapkan team audit yang akan ditugaskan untuk melakukan observasi


atas pelaksanaan stock opname yang dilakukan klien, beserta

17
pelengkapan yang dibutuhkan. Misalnya lokasi gudang /persediaan
terletak di tengah hutan ( perusahaan kayu), tentunya harus menyiapkan
obat anti malaria ( pil kina), membawa sepatu karet dan lain – lain.

Beberapa hal yang harus di perhatikan sewaktu pelaksanaan ( observasi)


atas stock opname:

a. Dihari pertama harus diberikan penjelasan (briefing) kepada para


pelaksana stock opname mengenai cara – cara stock opname, dipimpin
oleh penanggung jawab stock opname dan dihadiri team auditor
b. Pada saat stock opname dilakukan, klien harus menghitung 100% ,
sedangkan auditor mengamati apakah perhitungan sudah dilakukan
sesuai dengan physical inventory instruction agar hasilnya betul – betul
akurat.
c. Untuk perusahaan minyak, teknik perhitungannya, disebut geiging
ujung meteran di gantungi canting ( untuk pemberat) sampai menyentuh
dasar tanki, kemudian meteran ditarik, dan dilihat batas meteran yang
terkena minyak untuk mengetahui tinggi permukaan minyak, lalu
dikalikan dengan diameter tanki untuk mengetahui volume minyak
tersebut.
d. Selesai pelaksanaan stock opname, auditor harus membuat
laporan/memo mengenai pelaksanaan stock opname dan hasil observasi
auditor. Memo tersebut harus mencakup kesimpulan auditor apakah
stock oname sudah dilakukan sesuai dengan physical inventory
instruction dan hasilnya akuratdan bisa dipercaya.
2. minta daftar hasil stock opname (final inventorylist/inventory
compilation),

Prosedur yang harus dilakukan terhadap final inventory list tersebut


adalah:

1. Check mathematical accuracy ( penjumlahan dan perkalian)


2. Cocokan jumlah kolom value dengan saldo menurut buku besar
persediaan

18
3. Cocokkan jumlah menurut kolom stock card dengan saldo menurut
stock card ( test basis)
4. Bandingkan quantity per count dengan jumlah menurut count sheet
auditor (hanya bisa untuk barang yang ikit dihitung oleh auditor).
3. kirimkan konfirmasi untuk persediaan consigment out ( persediaan
perusahaanyang di ttip jua ke perusahaan lain)

Biasanya baerang konsiyasi jumlahnya tidak terlalu besar sehingga


lebih praktis untuk mengirim konfirmasi dibandingkan jika auditor harus
menghitungnya, selain itu auditor juga memeriksa bukti pengiriman barang
konsinyasi tersebut. Periksa unit price dan raw material, work in process,
finished goods dan supplies. Untuk raw materials dan supplies : periksa faktur
pembelian (supplier invoice) yang terakhir dan perhatikan apakah perusahaan
menggunakan FIFO, LIFO atau Average cost.

standar – standar umum kedua

Selain itu, menurut SAK ETAP (IAI, 2009: 124 – 125)

Entitas harus menilai pada setiap tanggal pelaporan apakah persediaan


turun nilainya. Entitas harus membuat penilaian dengan membandingkan
jumlah tercatat setiap jenis persediaan (atau kelompok persediaan yang sama)
dengan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual. Jika
suatu jenis persediaan (atau kelompok jenis persediaan) turun nilainya, maka
entitas harus mengakui keuangan dalam laporan laba rugi atas perbedaan

19
jumlah tercatat dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan
menjual.

Jika tidak praktisi untuk menentukan harga jual dikurangi biaya untuk
menyelesaikan dan menjual setiap jenis persediaan, maka entitas
diperkenankan mengelompokkan jenis persediaan dalam lini produk yang
sama tujuan dan pemakaiannya serta diproduksi dan dipasarkan dalam area
geografis yang sama untuk tujuan menguji penurunan nilai.

Entitas harus membuat penilaian baru atas harga jual dikurangi biaya
untuk menyelesaikan dan menjual dalam periode berikutnya. Jika situasidi
periode sebelumnya yang menyebabkan persediaan turun nilainya tidak ada
lagi atau adanya bukti nyata kenaikan dari harga jual dikurangi biaya untuk
menyelesaikan dan menjual karena perubahan kondisi ekonomi, maka entitas
harus memulihkan jumlah penurunan nilai sebelumnya (pemulihan dibatasi
sebesar jumlah awal kerugian penurunan nilai) sehingga jumlah tercatat baru
adalah nilai yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga jual
dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual yang telah direvisi.

Menurut PSAK 14 (IAI 2015), laporan keuangan mengungkapkan :

1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan,


termasuk rumus biaya yang digunakan.
2. Total jumlah persediaan dan jumlah tercatat klasifkasi yang sesuai bagi
entitas.
3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual.
4. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan.
5. Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah
persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan sesuai
dengan paragraf 34.
6. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui
sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam
periode berjalan sesuai dengan paragraf 34.

20
7. Keadaan atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan
yang diturunkan sesuai dengan paragraf 34.
8. Jumlah tercatat persediaan yang diperuntukakan sebagai jaminan liabilitas.

Kecurangan dan kesalahan pencatatan dalam pembelian dan penjualan


persediaan serta saldo akhir persediaan yang bisa terjadi antara lain :

1. Pergeseran waktu pencatatan, persediaan pembelian, dan penjualan.


2. Mark up dalam pembelian persediaan.
3. Bribery dan extomtical dalam penjualan persediaan.
4. Pembelian dan penjualan fiktif atas persediaan.
5. Kesalahan dalam menghitung londed cost dan barang import.
6. Tidak atau terlalu kecilnya allowance untuk barang yang rusak, serta
lambat.
7. Ketidakakuratan dalam pembuatan Inventory Complication.
8. Persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang terlalu tinggi
dengan tujuan untuk dibahas agar mendapat klaim/ganti rugi yang besar
dari perusahaan asuransi.
9. Transaksi penjualan/pembelian tersedia dengan perusahaan afiliasi yang
tidak dilakukan aturan lanjut sehingga terjadi transfer pricing-nya

Contoh Internal Control Questionnaires (ICQ) – Persediaan

TR =
Y= T=
Tidak
klien Ya Tidak
Relevan
Y T TR
PENYIMPANAN DAN PENGAWASAN FISIK
1. Apakah persediaan :
a. Dipisahkan atas kelompok
1.) Bahan baku? √
2.) Barang dalam proses? √
3.) Barang jadi/dagang? √
4.) Bahan pembantu (supplies) dan sparepart? √
b. Diatur secara rapih dan tertib? √

21
c. Tercegah dari:
1.) Pencurian? √
2.) Kerusakan? √
3.) Kebakaran, banjir dam risiko lain? √
d. Secara berkala dicocokkan dengan kartu √
gudang?
2. Apakah persediaan di bawah pengawasan seorang √
penjaga gudang atau orang tertentu lainnya?
3. Apakah kecuali petugas gudang dilarang masuk ke √
gudang?
4. Apakah setiap pengeluaran bahan baku/pembantu √
spareparts berdasarkan bukti penjualan tertulis?
5. Apaah setiap pengeluaran barang jadi/barang √
dagang berdasarkan D.O, atau sejenisnya yang
diotorisasi pejabat perusahaan yang berwenang?
6. Apakah terdapat pos – pos penjagaan yang √
mengawasi arus keluar masuk barang dengan
efektif?
PEMBUKUAN PERSEDIAAN
7. Apabila klien menggunakan perpetual inventory
system:
a. Apakah dibuat kartu persediaan untuk :
1.) Bahan baku? √
2.) Barang dalam proses? √
3.) Barang jadi/dagang? √
4.) Bahan pembantu dan spareparts? √
b. Apakah kartu persediaan tersebut dikerjakan √
oleh petugas yang tidak menguasai persediaan
secara fisik?
c. Apakah total jumlah menurut kartu persediaan √
tersebut secara berkala dicocokkan dengan
perkiraan control (buku besar) persediaan?

22
d. Apakah saldo kartu persediaan dicocokkan √
dengan hasil stock opname paling sedikit
setahun sekali?
e. Apabila terdapat terdapat selisih, apakah √
diinvestigasi oleh orang tidak menguasi
persediaan secara fisik atau pemegang hartu
persediaan?
f. Apakah adjustment atas selisih diotorisasi oleh √
petugas berwenang?
8. Apabila digunakan periodic system, sebutkan √
prosedur dan pengawasan yang dilakukan
…………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
9. Apakah yang mengawasi atau yang melakukan
perhitungan atau menyusun ikhtisar hasil
perhitungan terlepas dari : √
a. Penguasaan secara fisik atas barang (penjaga
gudang dan sebagainya)? √
b. Pencatatan kartu persediaan? √
10. Apakah dibuat instruksi untuk pelaksaan stock
opname dan dijelaskan kepada pelaksana stok
opname? √
11. Apakah dilakukan cut-off atas penerimaan dan
pengeluaran barang selama stock opname? √
12. Apakah barang yang slow moving, usng, rusak,
dipisahkan? √
13. Apakah hasil stock opname dicocokkan dengan
perkiraan Buku Besar? √
14. Apakah persediaan akhir dinilai secara konsisten
dengan tahun sebelumnya?
COSTING SYSTEM

23
15. Apabila terdapat costing system, apakah: √
a. Sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia/SAK? √
b. Cocok dengan produk? √
c. Terancang untuk mencegah pemborosan? √
d. Dicocokkan dengan laporan keuangan? √
e. Menggunakan biaya standard/kalkulasi
dimuka untuk disesuaikan dengan biaya
sebenarnya? √
f. Variance yang timbul dibuat analisisnya?
16. Apakah hal – hal sebagai berikut dilaporakan
segera kepada manajemen (untuk
perbaikan/diambil keputusan): √
a. Rencana kebutuhan? √
b. Slow moving items? √
c. Barang yang using (obsolete)? √
d. Barang yang rusak? √
e. Kelebihan persediaan? √
f. Persediaan sisa (scrap)?
17. Apakah untuk persediaan berikut dikendalikan
dengan baik dan dibukukan sebagaimana
seharusnya? √
a. Barang konsinyasi keluar (milik klien)? √
b. Barang Konsinyasi yang diterima (milik
perusahaan lain untuk dijualkan)? √
c. Barang dalam customer bounded warehouse
atau broker’s warehouse? √
d. Barang pada kontraktor /sub kontraktor? √
e. Bahan baku yang disesuaikan oleh
langganan/pemesan (customer supplies
materials)? √
f. Barang kemasan perusahaan yang dapat

24
dikembalikan (returnable containers)? √
g. Barang kemasan? √
h. By – products? √
18. Apakah barang – barang tersebut pada butir 16
secara fisik dipisahkan (bila mungkin dilakuan)? √
19. Apakah jumlah rata – rata persediaan cukup dapat
diterima untuk jenis usaha dan besarnya
perusahaan?
20. Apakah produksi dilakukan berdasarkan : √
a. Pesanan (Job Order Costing)? √
b. Produksi massa (Process Costing)? √
21. Jika berdasarkan pesanan, apakah dibuat Job
Order Cost Sheet untuk setiap pesanan?
22. Apakah metode penilaian persediaan berdasarkan : √
a. Cast : - FIFO √
- LIFO √
- Moving Average, √
- Weighted Average √
b. Lower of cost or market √
c. Harga jual
A. Kelemahan – kelemahan lain yang tidak tercantum
pada pernyatan diatas:
……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………
B. Catatan lain :
……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………

25
……………………………………………………
C. Kesimpulan penilaian (Baik, Sedang, Buruk)?
D. Revisi kesimpulan penilaian (lampiran alasannya)
Diisi oleh :

TANGGAL : 18/12/15
Di-review oleh:

TANGGAL : 18/12/15

Contoh Physical Inventory Instructuion

A. Instruksi Umum
1. Perhitungan persediaan tahunan akan dilaksanakan sebagai berikut :
Tanggal : 30 dan 31 Desember 2015
Lokasi : semua cabang
Persediaan yang dihitung : barang dagangan
Perhitungan dimuli tepat jam 8.00 dan karyawan harus sudah hadir pada
jam 7.30 untuk diberikan briefing yang diperlukan agar inventory taking
berjalan sesuai jadwal.
2. Kegiatan perhitungan fisik dijalankan berdasarkan instruksi dari yang
berwenang yaitu bagian koordinasi persediaan untuk meyakinkan bahwa
inventory taking berjalan sesuai dengan jadwal.
3. Agar supaya perhitungan fisik berjalan rapih dan teratur, seluruh lokasi
persediaan dibagi atas barang jadi dan sampel. Setiap lokasi dari
perhitungan fisik diawasi oleh bagian koordinasi. Perhitungan fisik yang
sebenarnya dilaksanakan oleh team perhitungan. Setiap team terdiri atas 2
orang yaitu :
 1 orang dari bagian akuntansi
 1 orang dari bagian produksi

26
Wakil dari auditor juga hadir untuk mengamati pelaksanaan inventory
taking.
4. Supaya semua persediaan terhitung dan tidak ada yang terlupa maka
diperlukan kartu persediaan yang prenumbered. Kartu tersebut terdiri atas
3 lembar :
Yang putih : asli, untuk perusahaan
Yang merah : copy, untuk gudang
Yang biru : untuk auditor
Persediaan harus sudah dihitung oleh yang ditugaskan untuk menghitung
sebelum tanggal perhitungnan fisik. Auditor akan memeriksa kartu – kartu
apakah sudah diperiksa
5. Penerimaan dan pengeluaran persediaan akan dihentikan dahulu pada
tanggal 30 dan 31 Desember 2015 untuk menghindari kekacauan
perhitungan. Jika ada barang yang sudah dipesan tetapi belum dikirim
maka persediaan ini harus dipisahkan dari lokasi perhitungan sampai
perhitungan persediaan telah selesai.

B. Prosedur dari Inventory Taking :


1. Kerja sama yang baik harus sudah disiapkan antar departemen di
perusahaan agar kegiatan inventory taking ini berjalan dengan lancar.
2. Coordinator harus meyakinkan bahwa :
 Kartu – kartu yang diperlukan untuk persediaan tersedia dalam jumlah
yang cukup.
 Barang – barang yang tidak terpakai atau rusak harus dipisahkan
sebelum tanggal 30 Desembe 2015.
3. Sebelum tanggal 30 Desember 2015, pengawas bagian gudang harus sudah
memastikan bahwa :
 Persediaan sudah teratur agar mudah untuk dihitung.
 Barang – barang yang tidak termasuk persediaan yang akan dihitung
harus sudah disingkirkan.
 Setiap persediaan harus sudah dikumpulkan di satu tempat atas dasar
nomor kode dan jenis yang sama dan diberi kartu tanda pengenalnya.

27
 Persiapkan alat – alat yang akan digunakan untuk inventory taking
seperti timbangan, trolley dan lain – lain supaya perhitungan lebih
akurat.
 Semua persediaan harus sudah ditempelkan kartu tanda (blindcard)
oleh bagian gudang sebelum perhitungan fisik.
4. Disetiap bagian yang berhubungan dengan inventory taking seperti bagian
penerimaan, penyimpangan, penjualan harus sudah disiapkan barang –
barang yang diperlukan untuk perhitungan seperti kertas, pen, mesin hitun,
kalkulaotr, dan lain – lain.
Kegiatan yang sudah harus dilakukan sebelum pemeriksaan fisik :
 Bagian koordinasi persediaan dan seksi koordinasi harus memeriksa
seluruh lokasi persediaan dan yakin bahwa seluruh persediaan sudah
dicantumkan kartu.
 Staf bagian akuntansi dan staf dari auditor harus sudah disediakan
barang/alat yang diperlukan seperti yang sudah dijelaskan dalam poin 4
di atas.
5. Tim persediaan harus memperhatikan hal – hal di bawah ini sebagai
pedoman untuk menghitung :
 Tim persediaan dari bagian akuntansi bertindak sebagai penghitung dan
tim dari bagian produksi sebagai pengecek.
 Tim penghitung menghitung dan mengisi informasi yang diperlukan
bagi kartu persediaan untuk barang yang dihitung seperti nomor kode,
satuan, jumlah unit, dan lain – lain.
 Untuk barang yang slow moving atau rusak juga harus diberi tanda.
6. Setelah tim persediaan selesai menghitung di loasi persediaan, bagian
koordinasi akan melakukan tes perhitungan di lokasi tersebut untuk
meyakinkan bahwa persediaan sudah dihitung dan dicatat dengan benar.

Jakarta, 23 Desember 2015

28
Accounting Manager

29
30

Anda mungkin juga menyukai