Kelompok :
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
A. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang
Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ........................................................ 6
2. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang Ditetapkan Oleh IAI ... 17
D. Penjelasan Tentang Kode Etik Berdasarkan Kasus yang Terjadi di Indonesia ................. 30
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 32
B. Saran .................................................................................................................................. 33
ii
BAB 1
LATAR BELAKANG
Nilai-nilai, tata cata dan aturan di setiap profesi berbeda-beda bergantung pada etika
profesi masing-masing individu, namun setiap individu anggota suatu profesi wajib mematuhi,
menjalankan dan menjujung tinggi etika profesi mereka dalam pelaksanaan tugasnya. Etika
sebagai unsur dalam profesi menjadi landasan seorang akuntan dalam menjalankan kegiatan
profesionalnya. Seorang akuntan dituntut memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan publik, namun dalam praktiknya muncul kasus pelanggaran etika profesi
dikarenakan rendahnya pemahaman dan pengetahuan akuntan dalam menerapkan etika secara
memadai. Oleh karenya Ikatan Akuntan Indonesia mengesahkan Kode Etik Akuntan Profesional
dengan revisi terakhir pada tahun 2016 sebagai landasan untuk mendorong profesionalisme
akuntan.
IAI berkoordinasi dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Institut Akuntan
Manajemen Indonesia (IAMI) sesuai Nota Kesepahaman antara IAI, IAPI dan IAMI dalam
proses penyusunan Kode Etik Akuntan Profesional tentang Kerjasama Pengembangan Profesi
Akuntan di Indonesia. Tujuannya agar terjadi sinergi antar organisasi profesi akuntan dan
Kode etik pada instasi pemerintahan salah satunya adalah mengatur mengenai kode etik
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kode Etik untuk BPK diatur dalam Peraturan Badan
Pemeriksa keuangan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 tentang Kode Etik Badan
1
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Kode Etik ini berisikan norma-norma yang harus
dipatuhi oleh setiap anggota BPK dan pemeriksa selama menjalankan tugas profesinya.
untuk mencapat tingkat kinerja tertinggi dengan berorientasi kepada kepentingan publik. Pada
pembahasan ini, kelompok kami akan membahas mengenai pelanggaran kode etika profesi
akuntansi di BPK yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kelompok kami membahas mengenai
kasus pelanggaran kode etik akuntansi di BPK yang terjadi pada kasus penyuapan motor Harley
2
BAB II
PERMASALAHAN
Permasalahan terkait etika profesi di BPK yang belum lama ini jadi sorotan adalah kasus
penyuapan motor Harley Davidson terhadap auditor BPK yaitu Bapak Sigit Yugoharto. Kasus
penyuapan motor Harley Davidson tersebut dilakukan oleh mantan General Manager PT Jasa
Marga Tbk Cabang Purbaleunyi, Bapak Setia Budi terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu
periode 2017. Kronologi kasus penyuapan yang terjadi dibacakan oleh jaksa pada siding di
Pada saat pembacaan dakwaan di Pengadilan Tripikor Jakarta Pusat, pada hari kamis 04
Januari 2018, jaksa menyatakan bahwa terdakwa yaitu mantan GM PT Jasa Marga telah
memberikan 1 unit motor Harley Davidson Sportster dan memberi beberapa kali fasilitas hiburan
Jaksa mengatakan tim pemeriksa BPK Sigit Yugoharto dengan jajaran direksi dan
manajemen PT Jasa Marga bertemu di Kantor Pusat PT Jasa Marga, TMII, Jakarta Timur pada 3
April 2017. Dalam pertemuan tersebut, penanggung jawab tim pemeriksa BPK Dadang Ahmad
Rifai menyampaikan metode, tujuan, jadwal dan periode pemeriksaan yang dilakukan BPK.
pekerjaan yang dilaksanakan PT Jasa Marga pada tahun 2015-2016, serta meminta ditunjuk
person in charge dari pihak PT Jasa Marga dalam pelaksanaan audit yang pada akhirnya ditunjuk
Laviana Sri Hardini dan penyerahan dokumen maupun data kepada tim pemeriksa BPK
3
Setelah itu, jaksa mengatakan bahwa Sigit Yugoharto bertemu dengan Laviana Sri
Hardini serta tim pemeriksa BPK di Kantor Pusat PT Jasa Marga. Dalam pertemuan tersebut, tim
pemeriksa BPK menjelaskan adanya temuan kelebihan pembayaran yang tidak sesuai atau tidak
dapat diyakini kewajarannya dalam pelaksanaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan
pengecatan marka jalan yang dilaksanakan PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi tahun 2015-2016.
Oleh karena adanya temuan tersebut, tim pemeriksa BPK meminta PT Jasa Marga
pendukung. Kemudian, jaksa menyatakan Setia Budi melakukan pertemuan dengan karyawan PT
Jasa Marga yaitu Maju Mapan Suhendro yang dihadiri juga Deputy GM Maintenance Service
Management PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi Saga Hayyu Suyanto Putra, Manager Data
Program MSM PT Jasa Marga Amri Sanusi, dan Manager Execution Wilayah 1 MSM PT Jasa
Marga Cabang Purbaleunyi Toto Purwanto di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut, Setia
Budi memberikan arahan agar temuan tim pemeriksa BPK dikawal, sehingga tidak ada temuan.
Jaksa mengatakan pada tanggal 11 Agustus 2017 saat Saga Hayyu bertemu dengan Sigit
Yugoharto di Hotel Best Western Premier The Hive Jakarta Timur, Sigit Yugoharto meminta
Saga Hayyu mengecek 1 unit sepeda motor Harley Davidson seharga Rp 95 juta di Lapas
Sukamiskin Bandung sekaligus membayarkan uang mukanya. Atas pemintaan tersebut, jaksa
mengatakan Saga Hayyu melaporkannya kepada Setia Budi. Setelah itu, Setia Budi meminta
Pada saait itu, Saga Hayyu tidak menindaklanjuti permintaan Sigit Yugoharto dan Saga
Hayyu justru meminta agar Sigit Yugoharto menghubungi Setia Budi terkait motor Harley
Davidson. Terdakwa Setia Budi kemudian menyanggupi untuk membayar motor Harley
Davidson yang diminta oleh Sigit Yugoharto. Atas perbuatannya, Setia Budi didakwa Pasal 5
4
ayat (1) huruf b UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto
Selain ditahan KPK terkait kasus suap motor gede, nasib Auditor Madya pada Sub-
Auditorat VIIB2 Sigit Yugoharto sedang dipertimbangkan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
Hal ini masih dalam proses pemeriksaan internal oleh Majelis Kehormatan Kode Etik BPK, dan
sesuai dengan ketentuan, Majelis Kehormatan Kode Etik bisa menentukan sanksi paling berat
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pasal 1
Negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Anggota BPK adalah pejabat negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dengan
Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan,
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan
6
Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan sanksi.
Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan
Nilai Dasar BPK adalah kristalisasi moral yang melekat pada diri setiap Anggota
BPK dan Pemeriksa serta menjadi patokan dan cita–cita yang ideal dalam
profesionalisme.
Independensi adalah Nilai Dasar BPK yang berupa suatu sikap dan tindakan dalam
Integritas adalah Nilai Dasar BPK yang berupa mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta
Profesionalisme adalah Nilai Dasar BPK yang berupa kemampuan, keahlian, dan
Kode Etik BPK yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma-norma yang
sesuai dengan Nilai Dasar BPK yang berisi Kewajiban dan Larangan yang harus
dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya
Analisis :
Pada hakikatnya kasus penyuapan yang terjadi antara General Manager PT Jasa
Marga Tbk Cabang Purbaleunyi atas nama Bapak Setia Budi dengan Auditor BPK atas
7
nama Bapak Sigit Yugoharto, pihak auditor Bapak Sigit Yugoharto telah tidak
menjalankan Pasal 1 terkait ketentuan umum yang ada di peraturan BPK Nomor 4 Tahun
2018 tentang penjelasan-penjelasan terkait kode etik seperti pemahaman yang menekankan
pada pemeriksaan, hasil pemeriksaan, nilai dasar BPK dan kode etik BPK. Hal tersebut
juga dijelaskan pada Pasal 2 terkait tujuan kode etik itu sendiri.
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk mewujudkan Anggota BPK dan Pemeriksa yang independen,
Pasal 3
(1) Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK dan Pemeriksa.
c. pihak lainnya
Analisis :
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3, kode etik harus dijalankan serta ditanamkan bagi
Anggota BPK dan Pemeriksa. Karena menjadi nilai dasar dalam proses pemeriksaan
8
Pasal 4
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK dan
Pasal 5
a. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
jabatannya;
golongan;
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
9
b. memperlambat atau tidak melaporkan Hasil Pemeriksaan yang mengandung unsur
kecuali untuk kepentingan penyidikan yang terkait dengan dugaan adanya tindak
pidana;
d. secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik seluruh, sebagian, atau
penjamin badan usaha yang melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan laba
g. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
h. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
10
m. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan
organisasi nirlaba;
lembaga perwakilan;
o. terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek
sistem, jasa penyusunan dan/atau review laporan keuangan objek Pemeriksaan; dan
opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan yang tidak sesuai dengan
Pasal 6
a. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
11
f. mampu mengendalikan diri, bertingkah laku sopan, dan bekerja sama yang baik
j. melaksanakan tugas Pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan
Analisis :
Dengan menekankan Poin h Pasal 5 dan Pasal 6, sebaiknya Bapak Sigit Yugoharto lebih
meminta 1 unit motor Harley Davidson Sportster serta menerima fasilitas hiburan malam
di karaoke Las Vegas Plaza Semanggi dan bukan untuk kepentingan seseorang/organisasi
demi hasil pemeriksaan yang sehat. Selain itu, Sigit Yugoharto setelah menemukan
temuan, segera melaporkan sesuai dengan prosedur kepada anggota BPK yang memberi
tugas.
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan entitas yang
12
c. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
kelalaiannya;
dan/atau golongan;
anggaran negara;
j. terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek
k. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di
n. mengubah tujuan dan lingkup Pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program
13
o. mengungkapkan laporan Hasil Pemeriksaan atau substansi Hasil Pemeriksaan yang
belum diserahkan kepada DPR, DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta
Analisis :
- Sesuai dengan Pasal 5 Nomor 2 Poin b dan Pasal 6 Nomor 2 Poin p dan q Bapak Sigit
Yugoharto tidak melaporkan hasil pemeriksaan dengan jujur dan mengandung unsur
pidana, dimana beliau telah mengubah temuannya terkait pemeriksaan dengan tujuan
tertentu, lebih spesifiknya ia mengubah temuan keuangan Jasa Marga yang tadinya sekitar
Rp13 miliar menjadi Rp842,9 juta. Dengan rincian pengubahan temuan keuangan pada
- Sesuai dengan Pasal 5 Nomor 2 Poin g dan Pasal 6 Nomor 2 Poin c Bapak Sigit
Yugoharto telah terbukti meminta/menerima fasilitas kepada GM Bapak Setia Budi. Serta
- Sesuai dengan Pasal 5 Nomor 2 Poin p dan Pasal 6 Nomor 2 Poin p dan q pihak
pemeriksa telah diarahkan oleh GM terkait pemberian arahan agar temuan tim pemeriksa
14
Pasal 7
(1) Anggota BPK yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang berdampak negatif terhadap unit pelaksana
(2) Anggota BPK yang melakukan pelanggaran terhadap Kewajiban dan/atau Larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang berdampak negatif pada negara dan/atau
(3) Anggota BPK yang melakukan pelanggaran Kode Etik berikutnya dijatuhi sanksi
Pasal 8
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang berdampak negatif terhadap tim Pemeriksa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang berdampak negatif terhadap unit pelaksana
Pasal 9
(1) Jenis sanksi tingkat ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) untuk
Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf b berupa
15
larangan melakukan Pemeriksaan selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan
(2) Jenis sanksi tingkat sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) untuk
Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf b berupa
diberhentikan sebagai Pemeriksa paling sedikit 1 (satu) tahun atau paling lama 2 (dua)
tahun.
(3) Jenis sanksi tingkat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) untuk
Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf b berupa
(4) Pemeriksa yang dijatuhi sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
Analisis :
Atas tindakan yang telah dilakukan oleh Sigit Yugoharto sebagai pemeriksa BPK atas
kasus penyuapan oleh GM PT Jasa Marga Tbk Cabang Purbaleunyi, Majelis Kehormatan
Kode Etik menentukan sanksi paling berat dari profesi yaitu tidak boleh lagi menjadi
auditor. Sesuai dengan pasal 7 Nomor 2 dan 3, Pasal 8 Nomor 3, dan Pasal 9 Nomor 3 dan
16
1. Pengantar
tujuan tertentu.
pemeriksa untuk melaporkan kesesuaian sesuatu program, kegiatan atau hal lain
yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa yang dibandingkan dengan suatu
kriteria.
Oleh IAI
b. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi
17
b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya (lihat paragraf 15 s.d.
18)
3. Komunikasi Pemeriksa
dan lingkup pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan
dilakukan pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang
meminta pemeriksaan”.
mengkomunikasikan kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
pemeriksaan tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup
dengan tingkat keyakinan untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan
hasil pemeriksaan.
18
08 Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menentukan bentuk, isi dan intensitas komunikasi. Bentuk komunikasi tertulis adalah
lebih besar, informasi ini dapat dikomunikasikan kepada pihak yang bertanggung
jawab atas pemeriksaan yang lebih besar tersebut. Sebagai contoh, hasil
pemeriksaan berdasarkan permintaan entitas yang diperiksa dan atau pihak ketiga,
pengawas.
c. Pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap hal yang
diperiksa.
tersebut dapat berupa pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek
19
pemeriksaan dan pengendalian intern entitas yang diperiksa.
harus menulis catatan yang berisi ringkasan hasil pelaksanaan pemeriksaan dan
entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan, dan pihak lain yang
14 Apabila akuntan publik atau pihak lainnya yang bekerja untuk dan atas
nama BPK ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan dan akuntan publik atau
pemeriksaan berakhir maka akuntan publik atau pihak lain tersebut wajib
dihentikan.
atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa”.
dengan tujuan tertentu, atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan yang
20
profesionalnya dalam menentukan: (1) periode yang harus diperhitungkan, (2) lingkup
pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan
yang mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan
temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada
efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas
menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau
sebelumnya.
5. Pengendalian Intern
21
intern yang berkaitan dengan hal yang diuji yang bersifat keuangan maupun non-
d. Pengamanan aktiva.
Ketidakpatutan (Abuse)
atau prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau
22
menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau
yang diperiksa.
merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk eksaminasi dengan cara:
(1) memperoleh suatu pemahaman mengenai dampak yang mungkin terjadi dari
yang diperiksa, dan (2) mengidentifikasi dan menilai risiko yang mungkin berdampak
a. Faktor-faktor risiko.
b. Penilaian pemeriksa atas faktor-faktor risiko tersebut, baik secara sendiri- sendiri
maupun keseluruhan.
risiko lain yang menyebabkan pemeriksa berpendapat bahwa perlu dilakukan tindakan
lebih lanjut maka faktor risiko dan setiap tindakan dimaksud harus didokumentasikan.
23
24 Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk reviu atau
prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang
memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan yang diperlukan untuk: (1) menentukan
dalam hal ini, ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada di luar pikiran yang
masuk akal atau di luar praktik-praktik sehat yang lazim harus mempertimbangkan
indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan secara signifikan akan mempengaruhi
untuk: (1) menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan (2) apabila
hasil pemeriksaan.
24
26 Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum
Tertentu
kriteria, dan akibat, juga sebab dari masalah yang ditemukan. Akan tetapi, suatu temuan
tidak harus mengandung unsur akibat dan atau sebab sepanjang temuan tersebut
8. Dokumentasi Pemeriksaan
25
cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalama tetapi tidak mempunyai
pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan
pemeriksa”.
pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan
pertimbangan profesional.
d . Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan beserta alasan dan
akibatnya.
26
32 Penyusunan dokumentasi pemeriksaan harus cukup terinci untuk
memberikan pengertian yang jelas tentang tujuan, sumber dan simpulan yang dibuat oleh
pemeriksa, dan harus diatur sedemikian rupa sehingga jelas hubungannya dengan
pemeriksaan tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumentasi tertulis maupun
berlaku.
kebijakan dan kriteria yang jelas guna menghadapi situasi bila ada permintaan dari pihak
dengan situasi di mana pihak ekstern mencoba untuk mendapatkannya secara tidak
langsung kepada pemeriksa mengenai hal-hal yang tidak dapat mereka peroleh secara
27
C. Pernyataan Standar Pemeriksaan 06 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan
Tujuan Tertentu
pemeriksaan BPK terkait kasus penyuapan motor Harley Davidson terhadap auditor BPK
yaitu Bapak Sigit Yugoharto dengan tujuan mengetahui kejanggalan kelebihan biaya di PT Jasa
Marga.
Menurut PSP 06 point 2 BPK meminta tim pemeriksa untuk melaporkan kesesuaian
kelebihan pembayaran yang tidak sesuai atau tidak dapat diyakini kewajarannya dalam
pelaksanaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan pengecatan marka jalan yang
ditetapkan IAI berikut ini yaitu Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan bukti yang cukup harus diperoleh untuk
“Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan
lingkup pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan dilakukan
pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
pemeriksaan”.
mengkomunikasikan kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
28
pemeriksaan tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian
dan pelaporan, dan tingkat keyakinan yang diharapkan serta kemungkinan adanya
pembatasan atas laporan hasil pemeriksaan yang dikaitkan dengan tingkat keyakinan untuk
mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan. Sigit Yugoharto selaku
tim auditor madya BPK terhadap PT Jasa Marga menemukan kejanggalan terkait biaya
dalam pelaksanaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan pengecatan marka jalan
mengantisipasi temuan BPK tersebut dengan meminta BPK dikawal agar temuan BPK tidak
benar terjadi. Seharusnya, pihak BPK mengkomunikasikan kepada entitas yang diperiksa
tentang apa yang sudah di audit namun justru meminta Saga Hayyu untuk memberikan
harley davidson dan sejumlah uang. Serta, pihak Jasa Marga juga menyetujuinya sehingga
bentuk, isi dan intensitas komunikasi. Bentuk komunikasi tertulis adalah bentuk yang lebih
baik. Bukti dari pemeriksaan itu bahwa jaksa meminta Laviana Sri Hardini untuk penyerahan
dokumen maupun data kepada tim pemeriksa BPK dilakukan oleh satuan pengawas internal
(SPI) sebai bukti audit. Seharusnya pemeriksa BPK melakukan pemeriksaan sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, manajemen dapat memperoleh sanksi bila tidak melakukan
tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan sebagai hasil pemeriksaan sebelumnya. Merancang
undangan seperti kecurangan (fraud) atau ketidakpatutan (abuse). Seperti Sigit Yogaharto
yang melakukan pelanggaran karena memeriksa tidak sesuai standar pemeriksa sehingga
29
dapat dijatuhkan hukuman jaksa yaitu selain ditahan KPK terkait kasus suap motor gede,
nasib Auditor Madya pada Sub-Auditorat VII B2 Sigit Yugoharto sedang dipertimbangkan
Majelis Kehormatan Kode Etik BPK yang masih dalam proses pemeriksaan internal oleh
Majelis Kehormatan Kode Etik BPK, dan sesuai dengan ketentuan, Majelis Kehormatan
Kode Etik bisa menentukan sanksi paling berat dari profesi yaitu tidak boleh lagi menjadi
auditor.
Kasus Penyuapan Motor Harley Davidson oleh Mantan General Manager PT Jasa Marga
Tbk Cabang Purbaleunyi, Setia Budi kepada Auditor BPK, Sigit Yugoharto. Sigit Yugohato
selaku auditor BPK dan anggota BPK telah melanggar peraturan kode etik yang telah disahkan
oleh Negara yaitu Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Rrepublik Indonesia Nomor 4 Tahun
2018 Tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Sigit Yugoharto
telah melanggar kode etik pada pasal 5 ayat (2) dan pasal 7 ayat (2) yaitu : Pasal 5 ayat (2) yang
berisi : “Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK
dilarang meminta dan/atau menerima uang barang dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan” Pasal 6 ayat (2) yaitu
berisi : “Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa
dilarang:
a. meminta dan/atau menerima uang barang dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
30
Pada kasus ini, Sigit Yugoharto juga dapat dikenakan sanksi dari Majelis Kehormatan BPK
sesuai dengan keputusan yang dilakukan pada sidang Majelis Kehormatan. Putusan sidang
Sesuai dengan pasal 30 ayat (2) adalah Rekomendasi yang dimaksud dapat berupa :
a. sanksi
b. rehabilitasi
Etik.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada pasal 30 ayat (2) huruf a kepada Pemeriksa dapat
berupa :
b. larangan melakukan pemeriksaan keuangan negara untuk jangka waktu tertentu; atau
Putusan Sidang Majelis Kehormatan harus mendapat persetujuan dari BPK, lalu pihak BPK
31
BAB IV
A. Kesimpulan
lembaga yang independen dan professional, akan tetapi ada banyak sederet kasus yang
melibatkan BPK mengenai pelanggaran kode etik ini, salah satunya adalah kasus suap yang
diterima salah satu oknum BPK atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dari PT Jasa
Marga Salah satu oknum BPK bernama Sigit Yugoharto ditetapkan sebagai tersangka atas
kasus suap berupa satu unit motor Harley Davidson Sportster 883 dengan perkiraan harga Rp
115,000,000. Motor tersebut diberikan oleh Setia Budi selaku General Manager PT Jasa
Marga Cabang Purbaleunyi. Bentuk pelanggaran yang dilakukan: Terdapat temuan indikasi
pengecatan marka jalan yang tidak sesuai atau tidak dapat diyakini kewajarannya, temuan
tersebut merupakan hasil audit anggaaran 2015- 2016. Kasus tersebut menujukkan adanya
pelanggaran kode etik Pihak – pihak yang terlibat kasus ini. Sanksi terkait: Sigit melanggar
UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantaasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 huruf a
atau b. Sigit divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 250juta.dan Setiabudi selaku pemberi
suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiabudi divonis 1,5 tahun penjara dan denda
Rp50juta
32
B. Saran
1. Proses pengadilan dilakukan secara tegas, adil, obyektif, dan independen kepada
3. BPK segera menindak lanjuti hasil temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu
pekerjaan pemeliharaan periodik, rekonstruksi jalan, dan pengecatan marka jalan yang
negara diharapkan dapat melakukan kinerja yang optimal dan dapat membantu KPK
5. Memperketat proses rekruitment auditor BPK. Anggota BPK diharapkan memiliki uji
33