Anda di halaman 1dari 21

PROSIDING

NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal
2 Ayat(1)
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut pera- turan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 72 Ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau d
enda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 72 Ayat (2)
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PROSIDING
NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4

Prajna Metta
Yanti Rusyanti
Amaliya
Nunung Rusminah
PROSIDING
NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4

Diterbitkan oleh Lembaga Studi Kesehatan Indonesia (LSKI) Untuk Panitia NAS- SIP 4
Bandung, Juni 2017

Penyunting Prajna Metta Yanti


Rusyanti Amaliya
Nunung Rusminah
Anindya Putri
Korektor Trima Yusi
Siti Mariam Agus
Setting Sono Sono
Production Offset
Printed @ 2017 NASSIP 4
Copyrigt
ISBN 978-602-60959-2-3

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Prosiding /Editor : Prajna Metta, dkk

-- Bandung : LSKI (Lembaga Studi Kesehatan Indonesia), 2017. x + 348 hlm; 25 cm

ISBN 978-602-60959-2-3
PRAKATA

National Scientific Seminar in Periodontics ke-4 (NASSIP 4) telah sukses dilaksanakan di Bandung,
Indonesia, pada tanggal 28-29 Oktober 2016 dengan tema “An Integrated Approach in Tissue Engineering
on Periodontal Treatment”. Acara dimulai dengan sambutan dari Ketua IPERI Pusat, Dr. Yuniarti Soeroso,
drg.,Sp. Perio (K) dan Ketua Panitia NASSIP 4, Aldilla Miranda, drg., Sp. Perio. Acara berlangsung selama 2
hari yang dihadiri oleh pembicara dari berbagai negara yaitu: Inggris, Belanda, Filipina, Singapura, dan
Amerika Serikat. Pembicara dalam negeri dari berbagai universitas juga turut berpartisipasi, antara lain dari
Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Sumatera Utara, Universitas
Hasanuddin, dan Universitas Gadjah Mada. Sebanyak lebih dari 300 peserta seminar dan 100 peserta
workshop berpartisipasi dalam acara ini. Empat puluh sembilan peserta poster telah mempresentasikan
karyanya dan 31 peserta sponsor turut bekerja sama dalam mensukseskan acara ini. Terimakasih kepadareviewer
dan co-editor atas bantuannya dalam menyusun buku ini, serta kepada tim Dentamedia sebagai editor produksi.

Juni 2017

Prajna Metta
PRAKATA I

DAFTAR ISI II

KEGAGALAN PERAWATAN PERIODONTAL 1-4


Gusriani

TATA LAKSANA JARINGAN PERIODONSIUM PADA PENDERITA PENYAKIT KARDIOVASKULAR 5-19


Sri Oktawati

LIP REPOSITIONING: ALTERNATIF PERAWATAN PADA KASUS GUMMY SMILE 20-30


Saidina Hamzah Daliemunthe

BAHAN DESENSITASI SEBAGAI SALAH SATU PERAWATAN GIGI SENSITIF 31-33


Nunung Rusminah

APLIKASI MEMBRAN PRF PADA PERAWATAN AUGMENTASI TULANG 34-38


Ira Komara

GINGIVECTOMY : AN ESTHETIC APPROACH TO TREAT GINGIVAL ENLARGEMENT 39-47


Ina Hendiani

PERAN PLATELET RICH FIBRIN DALAM REGENERASI JARINGAN PERIODONTAL 48-53


(ROLE OF PLATELET RICH FIBRIN IN PERIODONTAL REGENERATION)
Agus Susanto, Dyah Nindita Carolina

PERAWATANMOBILITAS GIGI PADA KASUS PERIODONTITIS 54-60


(TREATMENT OF TEETH MOBILITY IN PERIODONTITIS)
Ira Komara

DASAR IMPLANTOLOGI KLINIK UNTUK DOKTER GIGI 61-64


Yanti Rusyanti, Mirza Aquaries

PERSIAPAN DAERAH INSERSI IMPLAN MENGGUNAKAN TEKNIK FLAPLESS DENGAN 65-70


ROTARY TISSUE PUNCH PADA PERAWATAN IMPLAN DENTAL ENDOSEUS
Herrina Firmantini

PEMILIHAN IMPLANT GIGI UNTUK RUANG YANG SEMPIT 71-74


Desy Fidyawati

PENATALAKSANAAN PEMBESARAN GINGIVA INFLAMATORIK DENGAN TERAPI INISIAL 75-81


DAN GINGIVOPLASTI
Shula Zuleika Sumana, Robert Lessang, Antonius Irwan

TERAPI REGENERATIF PERIODONTAL PADA DEFEK TULANG TERKAIT PALATORADICULAR 82-88


GROOVE (PRG) GIGI INSISIF LATERAL
Rachel Yuanithea, Yuniarti Soeroso, Felix Hartono
PERAWATAN MULTIDISIPLIN UNTUK MENDAPATKAN REGENERASI OPTIMAL PADA GIGI 89-99
HOPELESS DENGAN KELAINAN PERIODONTAL
Nadhia Anindhita Harsas, Yuniarti Soeroso

PENANGANAN RESESI GINGIVA DENGAN CANGKOK JARINGAN IKAT PALATAL : TEKNIK 100-107
POUCH DAN TUNNEL
Rini Oktavia Nasution, Chandra Susanto

PERAWATAN FASE PRE ORTODONTI PADA GIGI EKTOPIK INSISIF SATU KANAN ATAS 108-113
DENGAN LASER Nd-YAG
Media Sukmalia Adibah, Hari Sunarto, Benso Sulijaya

GINGIVECTOMY POST FIXED ORTHODONTIC COMBINED WITH VENEER ON 11 AND 21 114-120


Sri Maryuni Adnyasari Ni Luh Putu

PAPILLA PRESERVATION FLAP DENGAN PLATELET-RICH FIBRIN PADA DEFEK PERIODONTAL 121-129
RAHANG ATAS ANTERIOR
Adam M, Kadir F, Misnova

PERBAIKAN KONDISI CACAT TULANG INFRABONI DENGAN PERAWATAN INISIAL 130-135


Nurul Adha Marzuki , Krisnamurthy P

TERAPI REGENERATIF OPEN FLAP DEBRIDEMENT DENGAN KOMBINASI BONE GRAFT 136-141
UNTUK MENGATASI DEFEK TULANG PASKA PEMASANGAN CROWN
Faradina Putriyanti, Yuniarti Soeroso

PENATALAKSANAAN EPULIS FIBROMATOSA DENGAN CONNECTIVE TISSUE GRAFT (CTG) 142-150


(LAPORAN KASUS)
Syanti W.Astuty, Hari Sunarto, Felix Hartono K

OBESITAS DAN PENYAKIT PERIODONTAL 151-161


Martina Amalia

PERAWATANPEMBESARAN GINGIVA YANG DIINDUKSI OLEH PLAK PADA WANITA BERUSIA 162-167
21 TAHUN
(MANAGEMENT OF 21 YEARS OLD FEMALE WITH PLAQUE INDUCED GINGIVAL
OVERGROWTH)
Jevin F, Tandian, Andrew, Pitu Wulandari, Aini Hariyani Nasution

TEKNIK “SANDWICH BONE AUGMENTATION” UNTUK MENAMBAH KETEBALAN TULANG 168-178


BUKAL SEBELUM PEMASANGAN IMPLAN
Putri Lenggogeny, Nadhia A Harsas, Antonius Irwan, Yuniarti Soeroso

PROSEDUR CROWN LENGTHENING 179-183


Indah Kusuma Pertiwi

PENATALAKSANAAN HIPERPIGMENTASI GINGIVA 184-188


Nur Rahmah H, Arni Irawaty Djais, Hasanuddin Tahir
EPULIS GRAVIDARUM DAN PENATALAKSANAANNYA 189-194
Suwandi Trijani

PENGURANGAN KETEGANGAN JARINGAN PASKA FRENEKTOMI DAN FIBROTOMI DENGAN 195-200


TEHNIK Z - PLASTY
Nuryanni Dihin Utami, Ira Komara

SPLINTING KAWAT DENGAN GIGI ARTIFISIAL 201-206


Siti Sopiatin, Ira Komara

PENATALAKSANAAN PERIO-ESTETIK FRENULUM LABIALIS MAKSILARIS DENGAN 207-117


PERBANDINGAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN INCISION BELOW THE CLAMP
Shek Wendy, Hasanuddin Thahir, Arni Irawaty Djais

OPERASI REKONSTRUKSI PREPROSTETIK PADA KASUS KEHILANGAN TULANG PARAH 218-226


REGIO MANDIBULA AKIBATTRAUMA KECELAKAAN LALU LINTAS:LAPORAN KASUS
Britaria Theressy, Agung Krismariono

PERAWATAN RESESI GINGIVA KLAS I MILLER PADA ANTERIOR RAHANG BAWAH DENGAN 227-233
FLEP POSISI KORONAL DAN PRF
Caecilia S.W.N, Ina Hendiani

REKONSTRUKSI VESTIBULUM: PERAWATAN ALTERNATIF GUMMY SMILE 234-238


Tjokrodiardjo E, Subrata LH, Krismariono A

PERAWATAN GUMMY SMILE DENGAN VESTIBULOPLASTY 239-243


Adi PK, Krismariono A

HEREDITARY GINGIVAL FIBROMATOSIS: A RARE CASE REPORT 244-251


Djohan FFS, Metta P, Komara I

METODE BEDAH FLAP SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN CROWN LENGTHENING 252-258


Anitasari Winidiastuti, Wibisono PA

CROWN LENGTHENING, SUATU PERAWATAN PERIODONTAL ESTETIK UNTUK 259-266


MENINGKATKAN NILAI ESTETIKA PADA DELAYED PASSIVE ERUPTION
Davita Dona Saranga, Sri Oktawati

PERAWATAN DIASTEMA SENTRAL RAHANG ATAS: PENDEKATAN INTERDISIPLINER 267-274


PERIODONTI-ORTODONTI
Mutia Rochmawati, Indra Mustika

PERAWATAN DENTAL IMPLANT PADA PASIEN DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS 275-278
Asti Rosmala Dewi, Mellani Cindera Negara

PERAWATAN BEDAH FLEP DIKOMBINASIKAN DENGAN PLATELET RICH FIBRIN (PRF) PADA 279-287
PERIODONTITIS KRONIS
Lilies Anggarwati Astuti
PERAWATAN BEDAH PERIODONTAL REGENERATIF PADA KETERLIBATAN FURKASI LESI 288-296
ENDODONTIK-PERIODONTIK
Budhi Cahya Prasetyo, Indra Mustika

DAYA HAMBAT MINIMAL EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera Cordifolia) TERHADAP 297-303
PEMBENTUKAN BIOFILM PLAK
Yulia Rachma, Yufita Chatim, Utari Eka Widayanti

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DAN FAKTOR-FAKTOR PSIKOSOSIAL PADA ORANG 304-311


DEWASA YANG DATANG KE RUMAH SAKIT USM
Shirley Lee Sze Yee, Umi Najwa Basli, Erry Mochamad Arief, Basaruddin Ahmad, Fauziah
Asmail@Ismail

AKTIVITAS FAGOSITOSIS NETROFIL YANG DIPAPAR EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera 312-318
cordifolia (Ten.) Stennis)
Wahyukundari MA, Praharani D

OZONATED OLIVE OIL SETELAH SCALING ROOT PLANING TERHADAP ALKALINE 319-326
PHOSPHATASE PADA PERAWATAN INISIAL POKET INFRABONI
Erwin Wijaya, Dahlia Herawati, Ahmad Syaify

APLIKASI GEL COENZYM Q10 SETELAH KURETASE DAPAT MENURUNKAN KADAR PROTEIN 327-334
CARBONYL PADA POKET PERIODONTAL
Aini Moeljono, Dahlia Herawati, Al Sri Koes Soesilowati

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK KULIT MANGGIS 20%, 40% DAN 60% TERHADAP JUMLAH SEL 335-340
MAKROFAG PADA LUKA INSISI MENCIT
Putu Sulistiawati Dewi

TERAPI BEDAH PERIODONTAL REGENERATIF DENGAN BONE GRAFT DAN PRF 341-348
Ida Bagus Nyoman Dhedy Widyabawa, Nunung Rusminah
PERAWATAN MULTIDISIPLIN UNTUK MENDAPATKAN REGENERASI OPTIMAL PADA GIGI HOPELESS
DENGAN KELAINAN PERIODONTAL

Nadhia Anindhita Harsas1; Yuniarti Soeroso2

1,2
Staff Departemen Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia
Email Korespondensi: drgNadhia@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Menentukan rencana perawatan yang tepat bagi gigi yang memiliki prognosis buruk
mencapai hopeless merupakan tantangan tersendiri bagi seorang dokter gigi. Suatu dilema yang umum dialami
baik oleh pasien maupun dokter gigi untuk memutuskan apakah akan mencabut atau mempertahankan gigi tanpa
harapan, terutama jika tidak terdapat karies pada gigi tersebut. Tujuan: Untuk memaparkan prosedur dalam
merawat gigi tanpa harapan dengan pendekatan secara endodontik dan periodontik guna mendapatkan
regenerasi jaringan yang optimal. Laporan kasus: Laki-laki, 52 tahun dating dengan keluhan utama bengkang,
goyang, dan sakit di gigi bawah kiri, meskipun tidak terdapat lubang gigi. Secara klinis, tampak pada regio 37
kegoyangan 2 derajat dengan poket bukal 12 mm, resesi 1mm, dan prematur kontak dengan 28. Kehilangan
tulang berat tampak secara radiograf. Sebagai premedikasi diberikan antibiotik dan analgesik, lalu dilakukan
penyesuaian oklusi dengan pengasahan selektif pada 28, 37, dan 38, kemudian pasien dirujuk ke dokter
internis atau spesialis saraf terkait kondisi sistemiknya, dan juga ke departemen konservasi gigi, FKG UI untuk
mengevaluasi kondisi gigi 37 secara endodontik. Pasien kemudian diinformasikan mengenai prognosis gigi
tersebut dan pilihan rencana perawatan yang dapat diambil. Pada pertemuan awal tidak terdapat fluktuasi
pada abses, sehingga drainase dilakukan melalui margin gingiva setelah premedikasi. Splint intrakoronal
dilakukan dari 35 ke 38 sebelum dilakukan flep debridemen 37. Flep debridemen dilakukan bersamaan dengan
pemasangan graft tulang xenograft dan membran alloplastik. Terapi endodontik dilakukan setelah bedah flep
karena tidak adanya gejala nekrosis sebelumnya, namun terdapat resorbsi eksternal yang tampak saat flep.
Evaluasi setelah satu tahun paska perawatan periodontik dan endodontik menunjukkan regenerasi tulang
yang signifikan dan gambaran klinis yang baik. Diskusi: Semakin besar kehilangan jaringan yang terjadi,
maka perawatan yang harus dilakukan untuk mempertahankan gigi tersebut akan semakin kompleks. Terdapat
dua faktor utama yang umumnya terkait dengan strategi penanganan gigi tanpa harapan: dapat dilakukannya
restorasi dan dukungan periodontal. Kesimpulan: terapi periodontik dan endodontik dapat memberikan hasil
regenerasi jaringan yang signifikan melalui diagnosis dan rencana perawatan gigi tanpa harapan yang
tepat.

Kata Kunci: Gigi hopeless; Flap debridement; Terapi endodontik; Graft tulang; Membran barrier;
Regenerasi jaringan

PROSIDING NASSIP 4 89
MULTIDISCIPLINARY APPROACH TO ACHIEVE OPTIMAL TISSUE REGENERATION ON A
PERIODONTALLY HOPELESS TOOTH

ABSTRACT

Introduction: Determining a correct treatment plan for teeth with an apparently hopeless prognosis
is very challenging for dentists. It is still a common dilemma for both dentist and patient to decide whether to
replace or preserve a compromised tooth, especially on a non carious lesion tooth. Objective: To
present procedure on treating a hopeless teeth with endodontic and periodontics approach to achieve
optimal tissue regeneration. Case Report: Male, 52 years old with chief complain his lower left molar
abscess, mobile, and painful even there is no cavity on it. This patient has a history of a stroke. Clinically, at
region 37 there were 2 degree mobility with buccal pocket 12mm, 1mm recession, and premature contact on
28. Severe bone loss was detected radiographically. Antibiotic and analgetic was given, occlusal adjustment on
28, 37 and 38, and refered to internist regarding his systemic condition and also to Conservation department for
their evaluation on the 37. The patient then informed about the prognosis and treatment choices that he had.
Because at the first meeting there were no fluctuation on the abscess, drainage was conducted after
premedication through marginal gingiva. Prior to flap debridement 37 was splinted intracoronally to 35 and 38.
Flap debridement was performed simultaneously with xenograft and alloplast membrane grafting. Endodontic
therapy was done after surgery because external root resorption was spotted during the surgery and there
was no sign of necrotic tooth before. One year control showed significant bone regeneration and good clinical
signs. Discussion: The bigger tissue lost, the more complicated the treatment will be. There are two major
common factors relegate a strategic tooth to the hopeless status: restorability and periodontal support.
Conclusion: Periodontic and endodontic therapy could give significant tissue regeneration result following a
correct diagnosis and treatment plan on a hopeless tooth.

Keywords: Hopeless tooth; Flap debridement; Endodontic therapy; Bone graft; Membran graft; Tissue
regeneration

PENDAHULUAN

Menurunkan risiko gigi geligi dengan penyakit periodontitis lanjut merupakan tantangan tersendiri
baik bagi dokter gigi ataupun pasien. 1,2Dokter gigi sering menghadapi situasi untuk membuat keputusan
dengan keadaan klinis dan etis yang sulit saat merekomendasikan perawatan untuk gigi berprognosis buruk,
terutama gigi geligi yang dalam keadaan utuh tanpa karies.2,3 Bagi pasien menghadapi kenyataan adanya
perubahan dari gigi geligi alami bahkan dengan prognosis yang sangat buruk menjadi gigi tiruan adalah
perubahan besar pada kondisi rongga mulutnya. Hilangnya gigi geligi dapat memberikan tekanan psikologis
dan gangguan fungsional rongga mulut, selain itu penggunaan gigi tiruan memerlukan adaptasi sistem
pengunyahan baru, dan dapat terjadi perubahan pada indera pengecapan dan perasa suhu.1 Periodontitis
kronis merupakan penyakit

90 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS


infeksi yang menghasilkan inflamasi di jaringan pendukung gigi, kehilangan perlekatan progresif, dan
kehilangan tulang. 4 Salah satu faktor pemberat pada periodontitis kronis adalah trauma oklusi (TFO).5–7
Trauma oklusi (TFO) didefinisikan sebagai kerusakan pada perlekatan periodontal gigi geligi sebagai hasil
beban oklusi yang berlebihan, sehingga menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan.8
Saat jaringan periodontal dalam keadaan sehat, maka TFO tidak akan menyebabkan
pembentukan poket ataupun kehilangan perlekatan jaringan penghubung. 7 Kombinasi infeksi plak dengan
TFO dapat ditandai dengan kerusakan periodontal, sehingga TFO berperan sebagai faktor pendukung
proses kerusakan.5–7 Harn, dkk. dalam tulisannya memaparkan hasil penelitian Lindhe dkk., yang melaporkan
mengenai hubungan antara TFO dengan penyembuhan pada jaringan periodontal.6 Pada tahun 1996 World
workshop of periodontics melalui studi literatur yang komprehensif menyatakan bahwa masih belum ada
penelitian dengan kontrol mengenai peranan oklusi pada perkembangan penyakit periodontal yang tidak
dirawat.9
Jaringan periodontal dan pulpa diketahui memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya, baik
secara anatomis maupun fungsialis.10,11 Beberapa tahun belakangan, telah diketahui bahwa terdapat efek
berbalik dari jaringan periodontal ke pulpa dental, dan juga efek dari pulpa nekrotik terhadap inisiasi dan
perkembangan penyakit periodontal.3,10
Lesi yang meliputi jaringan periodontal dan pulpa akan mempersulit penegakan diagnosis, rencana
perawatan dan prognosis.11 Penting untuk diingat bahwa tujuan utama setiap perawatan dental adalah untuk
merestorasi dan menjaga gigi geligi dengan dukungan periodontal yang adekuat. 10,12 Prognosis untuk gigi
geligi dengan keadaan hopeless bergantung kepada rasio keberhasilan masing-masing elemen pada
rencana perawatan.12
Pemeliharaan gigi yang telah dirawat secara endodontik dalam jangka waktu panjang,
memerlukan prosedur yang yang panjang, dan pengeluaran biaya yang cukup besar. Sedangkan sebagai
perawatan alternatif adalah ekstraksi gigi dan restorasi dengan implan dental, dan memiliki rasio
keberlangsungan antara 97% dan 99%.12 American Academy of Periodontology juga menyatakan bahwa
implan tidak memiliki rasio keberlangsungan lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang dirawat dan dijaga
dengan baik.13 Pertimbangan-pertimbangan inilah yang menjadikan dilema terutama bagi seorang dokter gigi
dalam membuat keputusan untuk menggantikan atau menjaga gigi hopeless. Berdasarkan pengetahuan penulis, di
Indonesia terutama masih banyak kasus gigi tanpa harapan dengan keterlibatan lesi endodontik dan periodontik
yang ditangani dengan jalan ekstraksi dan digantikan dengan gigi tiruan, sedangkan sebagai seorang dokter gigi
harus mempertimbangkan untuk memelihara gigi geligi alami melalui prosedur bedah dan restoratif. Melalui
laporan kasus ini, penulis ingin memaparkan pertimbangan dan cara penanganan kasus gigi tanpa
harapan dengan lesi endodontik dan periodontik, terutama pada gigi yang tampak utuh tanpa karies.

TUJUAN

Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan prosedur dalam merawat gigi hopeless dengan
pendekatan secara endodontik dan periodontik guna mendapatkan regenerasi jaringan yang optimal.

PROSIDING NASSIP 4 91
LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki 52 tahun datang dengan keluhan gigi kiri bawah belakang sakit, goyang dan
mengeluarkan nanah, namun tidak berlubang. Pasien mengaku telah kehilangan beberapa gigi gerahamnya
karena goyang dan tidak berlubang. Pada pemeriksaan klinis tampak kebersihan mulut pasien baik dengan OHI-S
0,9, terdapat pembengkakan di daerah bukal gigi 37, dengan ukuran 2x3 mm, konsistensi lunak, berwarna
kemerahan, dengan supurasi positif.
Pada status periodontal diketahui bahwa terdapat poket 12 mm pada gigi 37 dengan kegoyangan 2 derajat.
Pemeriksaan oklusi dan artikulasi menunjukkan bahwa pasien memiliki gigitan anterior terbuka dan cusp to
cusp pada gigi-gigi molar lainnya (Gambar 1 A, B, dan C). Foto panoramik menunjukkan adanya kehilangan
tulang mencangkup daerah lateral mencapai ujung akar hingga bifurkasi pada gigi 37, dengan gambaran
gigi yang melayang (Gambar 1 F).

Gambar 1. A,B,C : Oklusi pasien menunjukkan gigitan open bite anterior dengan hubungan cusp to cusp di area posterior
kanan dan kiri. D: Oedem pada daerah bukal gigi 37. E: Terdapat fistula pada setelah premedikasi. F: Foto panoramic
menunjukkan adanya kehilangan tulang dengan daerah radiolusensi mengelilingi gigi 37.

Pasien memiliki riwayat terkena stroke pada bulan Oktober 2013, saat ini hanya minum neurobion.
Pasien terakhir dibersihkan karang giginya pada Mei 2014. Pasien sikat gigi 2 kali per hari pagi dan malam
sebelum tidur. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun parafungsional.
Pada pertemuan awal tidak tampak adanya fluktuasi pada daerah abses, dan tidak keluar supurasi
dari daerah marginal gingiva, sehingga dilakukan terapi kedaruratan dengan memberikan medikasi per oral
berupa antibiotik (Amoxicillin 500 mg 3x1 hari dan Metronidazole 500 mg 2x1 hari selama 5 hari), analgesik (asam
mefenamat 500 mg 3x1 hari), serta pengasahan selektif di gigi 28 untuk mengeliminasi adanya hambatan
artikulasi.

92 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS


Pasien kemudian dikonsulkan ke bagian Konservasi FKG UI untuk dilakukan pemeriksaan dari segi
endodontik dan setalah dilakukan pemeriksaan tidak terdapat tanda-tanda nekrosis sehingga dikembalikan ke
bagian Periodonsia. Pada saat pemeriksaan kembali, telah terdapat pendangkalan poket di daerah mid bukal 37
menjadi 9 mm, dengan supurasi positif dari daerah marginal gingiva, dan kegoyangan 2 derajat.
Drainase dilakukan melalui margin gingiva menggunakan probe periodontal, dengan irigasi H2O2 2,5 %
dan salin steril, serta dilakukan aplikasi oxyfresh gel. Gigi 35, 37 dan 38 kemudian
dilakukan splinting intrakorona, dan penyesuaian oklusi dengan pengasahan selektif pada 37 dan 38,
serta koronoplasti pada 37. Pasien kemudian dirujuk ke spesialis penyakit dalam atau ke spesialis sarafnya untuk
konsultasi berkaitan dengan rencana dilakukan flep periodontal.
Pada pertemuan berikut, setelah mendapat rekomendasi dan izin dari dokter spesialis saraf pasien,
maka dilakukan flep periodontal di area 35, 37 dan 38. Tekanan darah pada saat dilakukan flep adalah 130/80
mmHg. Flep periodontal dilakukan dibawah anestesi blok mandibular. Insisi sulkular dimulai dari daerah
midbukal 35 hingga distal 38 kemudian dilakukan elevasi flep (Gambar 2A.). Flep dicoba dikembalikan dan
dilakukan undermining flep agar tidak terdapat tarikan saat penutupan. Setelah pembukaan flep, kalkulus
subgingiva dan sementum nekrotik dibersihkan menggunakan skeler dan kuret Gracey hingga permukaan
akar terasa halus dan tampak bersih. Jaringan granulasi kemudian dibersihkan juga menggunakan kuret Gracey.
Setelah jaringan granulasi bersih, tampak bahwa terdapat resorbsi eksterna akar 37 di daerah bukal dan
keterlibatan furkasi kelas III (Gambar 2B). Tulang alveolar di daerah lingual masih tinggi dan adekuat. Irigasi
dilakukan dengan menggunakan saline steril dan betadine.

Gambar 2. A: Pembukaan flep dengan insisi sulkular di daerah bukal pada regio 35-38). B: Terdapat resorbsi akar
eksternal pada regio 37 yang tampak setelah pembersihan jaringan granulasi. C: Penutupan daerah defek tulang
menggunakan xenograft. D: Pengaplikasian membran barrier alloplastik untuk menghalangi pertumbuhan jaringan
lunak ke daerah defek yang ditutup xenograft. E: Penjahitan dengan nylon 5.0, jarum 3/8 reverse triangle dengan teknik
mattres vertikal eksternal dengan penjangkaran jahitan pada resin komposit untuk menjaga agar tidak terjadi resesi
terlalu jauh dari margin gingiva.

PROSIDING NASSIP 4 93
Daerah defek tulang ditutup dengan graft tulang berupa xenograft dan membran alloplastik (Gambar 2C
dan D). Flep dikembalikan dan dijahit menggunakan benang nylon 5.0, jarum 3/8, reverse triangle dengan
teknik mattress vertikal eksternal. (Gambar 2E). Lalu aplikasi dental gel di daerah operasi. Medikasi per oral
kembal diberikasi paska operasi berupa antibiotik (Amoxicillin 500 mg 3x1 hari), dan analgesik (asam
mefenamat 500 mg 3x1).
Kontrol 1 minggu paska flep tidak menunjukkan adanya keluhan subjektif, nyeri, supurasi dan bengkak
namun terdapat hiperemi di daerah marginal gingiva. Pelepasan jahitan dilakukan pada
kontrolduaminggupaskaflepsetelahtidakterdapatkeluhansubjektif,hiperemi,supurasidanoedema. Tiga bulan
setelah prosedur flep, pasien kembali dirujuk ke bagian Konservasi FKG UI untuk dilakukan perawatan
endodontik. Perawatan saluran akar dilakukan dengan pengisian menggunakan sealer Mineral Trioxide
Aggegate (MTA) dan guttap percha (Gambar 3A). Restorasi akhir dengan onlay resin komposit dilakukan
satu bulan paska pengisian saluran akar dengan kondisi pasien tidak
memiliki keluhan subjektif, perkusi dan oedema negatif (Gambar 3B).

Gambar 3. A: Pengisian Perawatan Saluran Akar (PSA) dengan menggunakan guttap percha dan sealer Mineral Trioxide
Aggegate (MTA). B: Onlay direk menggunakan resin komposit sebagai restorasi akhir.

Gambar 4. A: Gambaran radiograf sebelum dilakukan perawatan. B: Gambaran Radiograf 1 tahun paska perawatan
periodontal dan endodontik tampak adanya peningkatan tinggi dan densitas tulang di gigi 37. C: Kondisi Klinis 1 tahun
paska perawatan periodontal dan endodontik, terdapat resesi gingiva 1- 3 mm pada daerah bukal; Kel. subjektif,
hiperemi, oedema dan supurasi (-)

Kontrol periodik dilakukan dalam waktu 1 hingga 3 bulan sekali. Pada kontrol 1 tahun paska bedah flep
graft tulang dan membran, serta perawatan endodontik secara radiograf tampak adanya penambahan densitas
dan tinggi tulang yang signifikan dilihat secara radiografis pada daerah defek (Gambar 4 A dan B). Secara klinis
tidak ada keluhan subjektif dari pasien, hiperemi, oedema dan supurasi negatif, namun tampak adanya resesi
1-3 mm di daerah bukal gigi 37 (Gambar 4C).

94 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS


DISKUSI

Kasus ini menunjukan gigi dengan keadaan hopeless disebabkan oleh TFO yang mempengaruhi kelainan
di jaringan periodontal dan pulpa gigi. Pasien memiliki gigitan anterior yang terbuka dengan hubungan
molar cusp to cusp, sehingga diketahui bahwa periodontitis lokal yang terjadi juga dipengaruhi oleh TFO.
Trauma oklusi (TFO) diketahui dapat menyebabkan beberapa perubahan pada jaringan periodontal. Beban
karena tekanan oklusal dapat menurunkan perfusi ligamen periodontal (LPD), menghasilkan iskemi dan
nekrosis sel LPD saat telah melewati kemampuan adaptif LPD.5 Inflamasi bakteri pada periodonsium dapat
berkembang dengan lebih cepat karena rendahnya resistensi atau integritas jaringan.5
Efek penyakit periodontal terhadap pulpa dental telah menjadi bahan diskusi selama jangka waktu yang
panjang. Park, dkk., menyatakan bahwa pulpa gigi merupakan jaringan yang sensitif terhadap faktor eksternal
seperti infeksi mikrobial dari karies dental, serta iritasi kimia dan mekanis, termasuk TFO.14 Trauma oklusi
merupakan salah satu faktor yang dpat menginduksi inflamasi pada pulpa gigi dan daerah ujung akar.14 Inflamasi
pulpa karena pengaruh TFO dapat menyebabkan rasa sakit dan resorpsi akar melalui inflamasi neurogenik dan
remodeling jaringan keras.14 Saat pulpa menjadi nekrosis, terdapat respon inflamasi langsung pada jaringan
periodontal di daerah foramen apikal dan/atau pada pembukaan saluran akar tambahan.10l
Lesi yang ada pada kasus ini merupakan lesi kombinasi endodontik dan periodontik. Simon dkk.,
menjelaskan lesi perio-endo sebagai berikut: Lesi endodontik primer; Lesi periodontal primer; Lesi endodontik
primer dengan keterlibatan periodontal sekunder; Lesi periodontal primer dengan keterlibatan endodontik
sekunder; dan Lesi kombinasi sejati.2,10 Berdasarkan gambaran klinis, dan riwayat penyakit yang ada dapat
dikatakan bahwa kasus ini merupakan lesi periodontal primer dengan keterlibatan endodontik sekunder.
Diagnosis lesi periodontal primer dengan keterlibatan endodontik sekunder seperti yang
tampak pada pasien memiliki gambaran klinis periodontitis seperti kedalaman probing, dan kerusakan
tulang dan nekrosis parsial. Jalur komunikasi utama yang menyebabkan adanya perluasan penyakit dari
poket periodontal ke pulpa adalah melalui tubulus dentin, kanal lateral, dan foramen apikal.15 Parolia, dkk.
menyatakan bahwa 50% dari gigi yang mati dapat diakibatkan oleh kombinasi masalah pulpa dan
periodontal.16 Pada gigi berakar ganda sering terjadi nekrosis parsial, dengan menunjukkan tanda positif saat
dilakukan tes vitalitas. Vitalitas pulpa dapat terjaga jika mikrovaskularisasi di daerah foramen apikal masih
utuh.11 Lesi periodontal primer dengan keterlibatan endodontik sekunder memerlukan terapi periodontal
dan endodontik.10,17,18
Keputusan untuk melakukan perawatan pada kasus ini berdasarkan hasil diskusi dengan pasien.
Pasien telah diinformasikan bahwa meskipun tidak memiliki lubang sama sekali keadaan giginya memiliki
prognosis yang buruk cenderung hopeless. Tahapan perawatan dan perkiraan biaya yang harus dikeluarkan
baik jika pasien memilih untuk mempertahankan ataupun mencabut gigi tersebut telah dijelaskan sejak awal.
Melalui pemberian informasi dan diskusi yang baik, maka pasien memutuskan untuk mencoba
mempertahankan gigi tersebut, hal ini juga disebabkan oleh pasien telah kehilangan kedua gigi geraham
pertama di rahang atas.

PROSIDING NASSIP 4 95
Prognosis pada kasus lesi seperti ini bergantung pada tahapan penyakit periodontal dan rasio keberhasilan
masing-masing elemen pada rencana perawatan. Hall mendefinisikan gigi hopeless sebagai gigi yang tidak
dapat dirawat dengan ekspektasi untuk mengeliminasi ataupun mengontrol masalah pada gigi tersebut.19
Cortellini dkk. menyatakan bahwa terapi regeneratif pada gigi geligi hopeless yang disertai defek pada atau
lebih dari apeks, telah menjadi alternatif dari ekstraksi dan rehabilitasi prostetik.20 Struktur gigi sisa dan tipe
gigi merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi hasil perawatan pada endodontik prosedur,
sedangkan dukungan tulang merupakan penentu prognosis dari segi periodontologi.20 Gigi molar memilik
prognosis lebih baik, karena tidak semua akar memiliki kerusakan yang sama pada jaringan
periodontalnya.11,12
Iqbal dan Kim mendefinisikan perbedaan gigi terkompromi dengan gigi yang berada di tahap akhir
kerusakan. Mereka mengatakan bahwa gigi yang berada pada tahap akhir kerusakan memiliki minimal
kemungkinan untuk tetap bertahan karena keparahan perubahan patologis yang terjadi dan tidak ada prosedur
endodontik, bedah atau prostetik yang dapat membantu pemeliharaan gigi tersebut.21 Pada kasus ini meskipun
kemungkinan keberhasilan kecil, namun perawatan dari segi endo, perio, dan prosto masih dapat
dilakukan.
Terapi periodontal dilakukan dengan tujuan utama yaitu untuk memperoleh akses ke area dengan
kerusakan jaringan periodontal, memperoleh reduksi kedalaman poket, menghentikan perkembangan
penyakit dan di fase akhir mengembalikan kehilangan jaringan periodontal yang disebabkan proses
penyakit.22 Saat ini, telah banyak laporan kasus mengenai gigi yang awalnya didiagnosa sebagai gigi
hopeless dapat diselamatkan dengan prosedur GTR. Sewaktu dilakukan bedah flep tampak bahwa akar mesial
dan distal di bagian bukal telah mengalami resorbsi eksternal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Park, dkk. bahwa
TFO dapat menginisiasi terjadinya inflamasi, yang dapat menyebabkan sakit dan resorpsi akar melalui inflamasi
neurogenik dan remodeling jaringan keras.14
Prosedur Guided tissue regeneration (GTR) dipilih untuk memperoleh regenerasi struktur
periodontal yang hilang melalui repon jaringan yang beragam. Guided tissue regeneration
menghambat regenerasi epitel dan jaringan penghubung dan membentuk ruang agar sel ligamen periodontal
bertumbuh kembali di permukaan akar dan sel tulang tumbuh di area defek.23
Pada kasus ini dilakukan bedah flep disertai dengan pemberian material graft (xenograft) dan membran
alloplastik pada daerah defek. Graft tulang xenograft memiliki sifat osteokonduktif yang menyediakan jalur
scaffolds interkoneksi tiga dimensi tempat jaringan tulang lokal beregenerasi membentuk tulang baru.24
Salah satu xenograft yang umum digunakan adalah tulang bovine anorganik. Tulang bovine anorganik
memiliki komposisi ultrastruktural yang mirip tulang manusia, dan terbuat dari hidroksiapatit murni, dan secara
kimiawi membuang seluruh komponen organik sehingga dapat digunakan sebagai material graft tanpa
menyebabkan repon imun host.24
Penggunaan membran barrier pertama kali diperkenalkan oleh Dahlin, dkk.23,25,26 Tujuannya adalah
untuk menghambat pertumbuhan jaringan lunak yang tidak diinginkan seperti sel epitel di dalam defek
tulang, sehingga terbentuk area skeletal terisolasi, dan membiarkan populasi sel osteogenik yang diperlukan
untuk regenerasi.25,27 Terdapat lima kriteria yang diperlukan dalam desain membran, yaitu biokompatibilitas,
kemampuan oklusif terhadap sel, pembuatan ruang untuk regenerasi sel osteogenik, integrasi jaringan
dan mudah digunakan.27

96 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS


Perawatan endodontik dilakukan setelah prosedur flep bone graft karena pada awal
pemeriksaan, gigi tersebut memiliki tanda vitalitas yang masih positif. Debridement mekanis dengan irigasi
antibakteri dapat menguragi 40-60% bakteri pada gigi yang sedang dirawat berdasarkan pemeriksaan kultur
bakteri.10 Berdasarkan literatur, rasio keberlangsungan gigi yang dirawat endodontik dalam jangka waktu 2-
10 tahun adalah 92% pada gigi geligi tanpa kelainan apikal, dan 74% pada gigi geligi dengan kelainan
apikal.12
Pada kasus ini digunakan Mineral Trioxide Aggegate (MTA) sebagai bahan sealer pengisian.
Mineral Trioxide Aggegate (MTA) memiliki beberapa sifat yang menguntungkan dalam kasus adanya
resorpsi akar seperti kemampuan penutupan yang baik, biokompatibilitas, radiopasitas, dan tahan terhadap
keadaan lembab.28–30 Brun dkk., dalam laporan kasusnya menyatakan bahwa saat MTA berkontak dengan
cairan jaringan maka akan membentuk kalsium hidroksida dan merangsang terjadinya proses perbaikan pada
jaringan.30 Sebagai restorasi paska perawatan endodontik dipilih onlay direk menggunakan resin komposit untuk
menghindari adanya beban yang berat pada gigi tersebut.

KESIMPULAN

Terapi periodontik dan endodontik dapat memberikan hasil regenerasi jaringan yang signifikan melalui
diagnosis dan rencana perawatan gigi tanpa harapan yang tepat. Informasi yang berkaitan dengan lesi yang
dialami pasien beserta alternatif rencana perawatan yang ada dan prognosisnya harus didiskusikan dengan
jelas, sehingga dokter gigi dan pasien dapat mengambil keputusan bersama pada perawatan gigi
hopeless.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada drg. Citra Kusumasari, SpKG, drg. Marie Louisa, SpPerio, drg. Putri Lenggogeny, SpPerio,
dan drg. Putie Ambun Sari, SpKG atas bantuannya dalam penulisan laporan kasus ini.

REFERENSI

1. Kuljic B. Interdisciplinary Treatment Planning in Transitioning a Periodontally Hopeless Dentition:


A Clinical Case Review. Compendium. 2016;37(3):188-196.
2. Tenenbaum H, Szainwald K. Saving Hopeless Teeth. Ont Dent. 2012:23-26.
3. Zucchelli G. Long-Term Maintenance of an Apparently Hopeless Tooth :A Case Report. Eur J
Esthet Dent. 2007;2(4):390-404.
4. Report C. From Hopeless to Good Prognosis :Journey of a Failing Tooth. J Int Oral Heal.
2015;7(August 2014):1-5.
5. Branschofsky M, Dent M, Beikler T, et al. Secondary trauma from occlusion and periodontitis.
Quintessence Int. 2011;42(6):515-523.
6. Harn W, Chen M, Chen Y, Liu J, Chung C. Effect of occlusal trauma on healing of periapical
pathoses :report of two cases. Int Endod J. 2001;34:554-561.

PROSIDING NASSIP 4 97
7. Carranza FA. Periodontal Response to External Forces. In: Carranza‟s: Clinical Periodontology.
11th ed. St. Louis, Missouri: Elsevier, Saunders; 2012:151-159.
8. Liu H, Jiang H, Wang Y.The biological effects of occlusal trauma on the stomatognathic system
– a focus on animal studies. J Oral Rehabil. 2013;40(1):130-139. doi:10.1111/joor.12017.
9. Geramy A, Faghihi S. Secondary trauma from occlusion: Three-dimensional analysis using the finite
element method. Quintessence Int. 2004;35(10):835-844.
10. Alzahrani A, Omari T Al. International Journal of Dentistry and Oral Science ( IJDOS ) ISSN :2377- 8075
Healing of an Advanced Endo-Perio Lesion after Sole Endodontic Therapy. 2015;2:163- 167.
11. Varughese V, Mahendra J, Thomas AR, Ambalavanan N. Resection and Regeneration – A Novel
Approach in Treating a Perio-endo Lesion. J Clin Diagnostic Res. 2015;9(3):9-11. doi:10.7860/
JCDR/2015/11096.5643.
12. Moghaddam AS, Radafshar G, Taramsari M, Darabi F. Oral Rehabilitation Long-term survival rate of teeth
receiving multidisciplinary endodontic , periodontal and prosthodontic treatments. J Oral Rehabil.
2014;41(2):236-243. doi:10.1111/joor.12136.
13. Tirone F, Salzano DDSS. Clinical attachment level gain and three-year maintenance of a maxillary incisor with
100 % bone loss :A case report. 2016;47(6):483-491. doi:10.3290/j.qi.a35703.
14. Park SH, Ye L, Love RM, Farges J-C, Yumoto H. Inflammation of the Dental Pulp. Mediators
Inflamm. 2015:1-2.
15. Chandrashekar K, Saxena C. HOPELESS TO HOPEFUL : a clinical study on management of
periodontal abscess with grade II furcation involvement – endodontic and periodontal
interdisciplinary approach :case report TÍTULO Da condenação à esperança :estudo clínico sobre o
manejo do absce. Rev Clin Pesq Odontol. 2010;6(1):107-112.
16. Parolia A, Porto ICC., Mala K. Endo - perio lesion :A dilemma from 19th until 21st century. Res Gate.
2013;3(1):2-11.
17. Article R, Singh P. Endo-Perio Dilemma :a Brief Review. Dent Res J. 2011;8(1):39-48.
18. PeeranSW,Thiruneervannan M,Abdalla KA,Mugrabi MH. Endo-Perio Lesions. Int J Sci Tech Res.
2013;2(5):268-274.
19. Hall WB. Hopeless Teeth. In: Hall‟s Critical Decisions in Periodontology. 5th ed. Ontario: B.C.
Decker Inc; 2003:74-76.
20. Cortellini P, Stalpers G, Mollo A, Ms T. Periodontal regeneration versus extraction and prosthetic
replacement of teeth severely compromised by attachment loss to the apex :5-year results of an ongoing
randomized clinical trial. J Clin Periodontol. 2011;38:915-924. doi:10.1111/j.1600- 051X.2011.01768.x.
21. Iqbal MK, Kim S. A Review of Factors Influencing Treatment Planning Decisions of Single-tooth Implants
versus Preserving Natural Teeth with Nonsurgical Endodontic Therapy. J Endod. 2008;34(5):519-
529. doi:10.1016/j.joen.2008.01.002.
22. Shirmohammadi A, Chitsazi MT. A clinical comparison of autogenous bone graft with and without
autogenous periodontal ligament graft in the treatment of periodontal intrabony defects. Clin Oral
Invest. 2009:279-286. doi:10.1007/s00784-008-0235-3.
23. Sakshi G, Kamalpreet C, Harkirat S. Guided Bone Regeneration. Indian J Dent. 2012.

98 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS


24. Torres J, Tamimi F,Alkhraisat M, Prados-frutos JC, Lopez-cabarcos E, Carlos RJ. Bone Substitutes.
In: Implant Dentistry - The Most Promising Discipline of Dentistry. ; 2000:91-108.
25. Buser D, Dahlin C, Schenk RK. Guided Bone Regeneration in Implant Dentistry. Hong Kong:
Quintessence Publishing Co, Inc; 1994.
26. Donos N, Retzepi M. Guided Bone Regeneration : biological principle and therapeutic
applications. Clin Oral Implant Res. 2010;21:567-577. doi:10.1111/j.1600-0501.2010.01922.x.
27. Hitti RA, Kerns DG. Guided Bone Regeneration in the Oral Cavity :A Review. Open Pathol J.
2011;5:33-45.
28. Jafari F, Kafil HS, Jafari S, Aghazadeh M, Momeni T. Antibacterial Activity of MTA Fillapex and AH 26
Root Canal Sealers at Different Time Intervals. Iran Endodntic J. 2016;11(3):192-197.
doi:10.7508/iej.2016.03.008.
29. Haapasalo M, Parhar M, Huang X, Wei XI, Lin J, Shen YA. Clinical use of bioceramic materials.
Endod Top. 2015;32:97-117.
30. Brun DF, Scarparo RK, Kopper PMP, Grecca FS. Apical internal inflammatory root resorption and open
apex treated with MTA :a case report Reabsorção apical inflamatória interna e ápice aberto tratado. Rev
Odonto Cienc. 2010;25(2):213-215.

PROSIDING NASSIP 4 99

Anda mungkin juga menyukai