Anda di halaman 1dari 62

ISSN 0216-4981

JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN Volume 13, Nomor 1, Maret 2017

HUBUNGAN OKSIGENASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PASIEN SPINAL ANESTESI DI RSUD PROF.DR.
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Uji Sigit Prasetyo, Sugeng, Ana Ratnawati

PEMBERDAYAAN KADER DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELEGENSIA PADA


LANSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING I, SLEMAN
Wahyu Ratna, Ida Mardalena, Induniasih

SIFOEDT (SIMPLE FOOT ELEVATOR FOR DIABETIC ULCER TREATMENT)


Abdul Majid, Agus Sarwo Prayogi, Surantono, Sri Hendarsih

PENGARUH KEIKUTSERTAAN DALAM KELAS IBU HAMIL TERHADAP RENTANG WAKTU PENGGUNAAN
KONTRASEPSI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I, YOGYAKARTA TAHUN 2016
Riska Ismawati Hakim, Dyah Noviawati Setya Arum, Tri Maryani

MEDIA AGAR TEPUNG KACANG HIJAU, KACANG MERAH, KACANG TUNGGAK, KACANG KEDELAI
SEBAGAI MEDIA KULTUR JAMUR ASPERGILLUS FLAVUS
Anik Nuryati, Sujono

HUBUNGAN JENIS PERSALINAN DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM PADA IBU BERSALIN
KALA IV DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016
Almas Azifah Dina, Sumarah, Ana Kurniati

PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET MENURUNKAN KECEMASAN PADA PASIEN


PRE ANESTESI DENGAN TEKNIK SPINAL ANESTESI DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
Puji Rizky Affandi, Harmilah, Budhy Ernawan

PERBEDAAN KADAR KREATININ PADA SERUM LIPEMIK YANG DIOLAH DENGAN POLYETHYLENE GLYCOL
6000 8% DAN HIGH SPEED SENTRIFUGASI
Wheny Mufita Sari, Ni Ratih Hardisari, Sujono

TINJAUAN SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK, KADAR PROTEIN DAN KADAR KALSIUM PADA VARIASI
PENCAMPURAN GETUK KACANG TOLO (Vigna unguiculata)
Dwi Ratna Ningsih, Elza Ismail, Waluyo

PENGARUH STIMULASI MEDIA GAMBAR KARTUN INDONESIA TERHADAP KARAKTER BUILDING


KEDISIPLINAN MEMILAH SAMPAH PADA ANAK USIA DINI USIA 4-6 TAHUN DI PAUD KECAMATAN GAMPING
KABUPATEN SLEMAN
Yustiana Olfah, Ni Ketut Mendri, Bambang Suwerda

Jurnal Volume Nomor Halaman Yogyakarta ISSN


Teknologi Kesehatan 13 1 1-57 Maret, 2017 0216-4981

Diterbitkan oleh :
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
Jl. Tata Bumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293 Telp./Fax. (0274) 617601
ISSN 0216-4981

JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN Volume 13, Nomor 1, Maret 2017

HUBUNGAN OKSIGENASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PASIEN SPINAL ANESTESI DI RSUD 1-4
PROF.DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Uji Sigit Prasetyo, Sugeng, Ana Ratnawati

PEMBERDAYAAN KADER DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN INTELEGENSIA 5 - 11


PADA LANSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING I,
SLEMAN
Wahyu Ratna, Ida Mardalena, Induniasih

SIFOEDT (SIMPLE FOOT ELEVATOR FOR DIABETIC ULCER TREATMENT) 12 - 16


Abdul Majid, Agus Sarwo Prayogi, Surantono, Sri Hendarsih

PENGARUH KEIKUTSERTAAN DALAM KELAS IBU HAMIL TERHADAP RENTANG WAKTU 17 - 22


PENGGUNAAN KONTRASEPSI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I, YOGYAKARTA TAHUN 2016
Riska Ismawati Hakim, Dyah Noviawati Setya Arum, Tri Maryani

MEDIA AGAR TEPUNG KACANG HIJAU, KACANG MERAH, KACANG TUNGGAK, KACANG KEDELAI 23 - 32
SEBAGAI MEDIA KULTUR JAMUR ASPERGILLUS FLAVUS
Anik Nuryati, Sujono

HUBUNGAN JENIS PERSALINAN DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM PADA IBU 33 - 37


BERSALIN KALA IV DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016
Almas Azifah Dina, Sumarah, Ana Kurniati

PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET MENURUNKAN KECEMASAN PADA 38 - 44


PASIEN PRE ANESTESI DENGAN TEKNIK SPINAL ANESTESI DI RSUD PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO
Puji Rizky Affandi, Harmilah, Budhy Ernawan

PERBEDAAN KADAR KREATININ PADA SERUM LIPEMIK YANG DIOLAH DENGAN POLYETHYLENE 45 - 49
GLYCOL 6000 8% DAN HIGH SPEED SENTRIFUGASI
Wheny Mufita Sari, Ni Ratih Hardisari, Sujono

TINJAUAN SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK, KADAR PROTEIN DAN KADAR KALSIUM PADA VARIASI 50 - 54
PENCAMPURAN GETUK KACANG TOLO (Vigna unguiculata)
Dwi Ratna Ningsih, Elza Ismail, Waluyo

PENGARUH STIMULASI MEDIA GAMBAR KARTUN INDONESIA TERHADAP KARAKTER BUILDING 55 - 57


KEDISIPLINAN MEMILAH SAMPAH PADA ANAK USIA DINI USIA 4-6 TAHUNDI PAUD KECAMATAN
GAMPING KABUPATEN SLEMAN
Yustiana Olfah, Ni Ketut Mendri, Bambang Suwerda

Jurnal Volume Nomor Halaman Yogyakarta ISSN


Teknologi Kesehatan 13 1 1-57 Maret, 2017 0216-4981

Diterbitkan oleh :
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
Jl. Tata Bumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293 Telp./Fax. (0274) 617601
HUBUNGAN OKSIGENASI DENGAN KEJADIAN SHIVERING PASIEN SPINAL ANESTESI DI
RSUD PROF.DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Uji Sigit Prasetyo1, Sugeng2, Ana Ratnawati 2*


1
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
2
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*Email: anaratna@gmail.com

ABSTRACT

The incidence of shivering varies between 5% – 65 %. Shivering causes adverse physiological effects such as peripheral
vasoconstriction, compensation of increasing oxygen requirement up to 5 times will increase carbon dioxide production,
lowering arterial oxygen saturation, decreasing drug metabolism, disturbing blood coagulation factor, lowering immune
response, impairing wound healing, increasing protein breakdown, and ischemic of heart muscle. This study aims to
determine relationship between oxygenation with shivering incidence among spinal anaesthesia patients at Prof. Dr.
Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto. This research was an analytic observational research with cross sectional
approach. Population in this study was all patients with spinal anesthesia at Dr. Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto, with
the total of 50 patients. Sampling method using purposive sample, obtained 45 respondents. Data were analyzed using chi-
square test. Most of patients under spinal anesthesia at Dr. Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto were giving oxygenation
more than 2 lt/min
as many as 25 patients (55.6%). Most of patients under spinal anesthesia were not experience shivering incidence as many
as 33 patients (73.3%). There is a relationship between oxygenation and shivering incidence among patients under spinal
anaesthesia at Dr. Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto (p value = 0.000).

Keywords : Oxygenation, shivering, Spinal Anaesthesia

ABSTRAK

Angka kejadian shivering sangat bervariasi antara 5% sampai dengan 65%. Shivering menyebabkan efek fisiologi yang
sangat merugikan seperti vasokontriksi perifer, kompensasi kebutuhan oksigen yang meningkat sampai 5 kali
meningkatkan produksi karbon dioksida, menurunkan oksigen saturasi arteri, metabolisme obat menurun, mengganggu
terbentuknya faktor pembekuan, menurunnya respon imun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya pemecahan
protein dan iskemik otot jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian oksigen dengan kejadian
shivering pasien spinal anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah semua pasien dengan
spinal anestesi yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, berjumlah 50 pasien. Pengambilan sampel
dengan cara purposive sampling didapatkan 45 orang. Analisa data menggunakan uji chi square. Sebagian besar pada
pasien spinal anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto diberi oksigen lebih dari 2 L/menit yaitu 25 orang
(55,6%). Sebagian besar pada pasien spinal anestesi tidak mengalami kejadian shivering yaitu 33 orang (73,3%). Ada
hubungan antara pemberian oksigen dengan kejadian shivering di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto (p value =
0,000).

Kata kunci : Oksigenasi, shivering, spinal anestesi

PENDAHULUAN Keadaan shivering membuat tidak nyaman bagi


Shivering merupakan masalah yang sering pasien, karena tubuh akan berusaha beradaptasi
dijumpai sehubungan dengan tindakan anestesi, baik keadaan tersebut dengan cara meningkatkan
anestesi regional maupun anestesi umum. Setelah metabolisme sampai 200-500%, peningkatan
pemberian anestesi spinal, shivering biasanya terjadi konsumsi oksigen yang signifikan (sampai 400%),
pada periode intra operasi sampai dengan masa peningkatan produksi CO2, meningkatkan hipoksemia
pasca operasi. Angka kejadiannya sangat bervariasi arteri, asidosis laktat, meningkatkan tekanan intra
antara 5% sampai dengan 65%, pada shivering okuler, meningkatkan tekanan intrakranial,
menyebabkan efek fisiologi yang sangat merugikan menyebabkan artefak pada monitor dan
seperti vasokontriksi perifer, kompensasi kebutuhan meningkatnya nyeri pasca bedah akibat tarikan luka
oksigen yang meningkat sampai 5 kali meningkatkan operasi. Hipoksemia paska operasi terjadi karena
produksi karbon dioksida, menurunkan oksigen adanya penurunan tekanan oksigen arterial pada
saturasi arteri, metabolisme obat menurun, anestesi umum, hal ini terjadi setelah anestesi
mengganggu terbentuknya faktor pembekuan, berlangsung lebih dari 20 menit2.
menurunnya respon imun, gangguan penyembuhan Menurut laporan bulanan Instalasi Anestesi Terapi
luka, meningkatnya pemecahan protein dan iskemik Intensif (IATI) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada
otot jantung1. bulan Januari sampai dengan Juli 2016, insiden
2 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm.1-4

terjadinya shivering pasca anestesi umum dilaporkan Tabel 1. memperlihatkan sebagian besar
antara 5-35%, sedang pada spinal anestesi berkisar responden berumur 31-40 tahun yaitu 12 orang
30-40 %, sedang rata-rata kejadian shivering paska (26,7%), laki-laki yaitu 30 orang (66,7%), status
spinal anestesi terdapat 31 kasus, dari rata-rata 100 ASA II yaitu 44 orang (97,8%), belum pernah
pasien dengan regional anestesi perbulan. Kasus menjalani operasi yaitu 44 orang (97,8%), suku
shivering paska anestesi merupakan salah satu Jawa yaitu 44 orang (97,8%), tingkat pendidikan
kompensasi otonom untuk mempertahankan core SD dan SMA yaitu masing-masing 15 orang
temperatur normal. Dari data-data yang penulis (33,3%) bekerja sebagai tani yaitu 11 orang
dapatkan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo (24,4%).
Purwokerto mendorong penuli suntuk meneliti 2. Pemberian Oksigenasi pada pasien dengan spinal
“Apakah terdapat hubungan pemberian oksigenasi anestesi di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo
dengan kejadian shivering paska spinal anestesi?“. Purwokerto
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tabel 2.Distribusi Frekuensi Pemberian Oksigenasi
hubungan pemberian oksigenasi dengan kejadian
Pada Pasien dengan Spinal Anestesi di RSUD Prof.
shivering intra operasi dengan spinal anestesi di
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Pemberian
No. F %
Oksigenasi
METODE 1. < 2L/mnt 20 44.4
Penelitian ini merupakan penelitian observasional 2. >2L/mnt 25 55.6
analitik dengan pendekatan waktu cross sectional. Jumlah 45 100
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Sumber : Data Primer 2016

November 2016. Responden sebanyak 45 orang Tabel 2. memperlihatkan bahwa sebagian


diambil dengan teknik purposive sampling. Analisa besar responden diberikan oksigen lebih dari 2
data menggunakan uji statistik chi square. L/menit yaitu 25 orang (55,6%) dan 20 orang
(44,4%) diberi oksigen kurang atau sama dengan 2
HASIL DAN PEMBAHASAN L/menit.
1. Karaktertistik Responden Anestesi regional menurunkan produksi panas,
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Karakteristik sementara panas yang hilang sangat besar pada
Responden RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pasien yang menjalani operasi besar, lama dan
Purwokerto berada pada kamar operasi yang dingin. Menggigil
merupakan respon terhadap hipotermia selama
pembedahan antara suhu darah dan kulit dengan
suhu inti tubuh3.
Penurunan suhu tubuh saat operasi
menyebabkan efek fisiologi yang sangat
m e r u g i k a n s e p e r t i v a s o k o n t r i k s i p e r i f e r,
kompensasi kebutuhan oksigen yang meningkat
sampai 5 kali meningkatkan produksi karbon
dioksida, menurunkan oksigen saturasi arteri,
metabolisme obat menurun, mengganggu
terbentuknya faktor pembekuan, menurunnya
respon imun, gangguan penyembuhan luka,
meningkatnya pemecahan protein dan iskemik
otot jantung1.
Pemberian oksigen lebih dari 2 L/menit
menunjukkan bahwa pasien operasi mempunyai
risiko lebih besar mengalami penurunan suhu
tubuh selama menjalani operasi. Kondisi tersebut
didukung dengan kenyataan bahwa suhu ruang
operasi lebih rendah dibandingkan dengan suhu
ruang yang normal yaitu 25OC. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian pasien menjalani
operasi dengan suhu kamar 19oC sebagaimana
diperlihatkan tabel 4. yang menyebutkan 37 pasien
(82,2%) menjalani operasi dengan suhu kamar
19oC. Suhu kamar operasi yang lebih rendah dari
Sumber : Data Primer 2016 suhu ruang normal dapat menjadi faktor
Uji Sigit Prasetyo, dkk, Hubungan Oksigenasi Dengan Kejadian.... 3

pendukung terjadi penurunan suhu tubuh pasien Tabel 3. memperlihatkan bahwa sebagian
yang menjalani operasi. Kamar operasi dengan besar responden tidak mengalami kejadian
temperatur kurang dari 20ºC dapat menyebabkan shivering yaitu 33 orang (73,3%) dan responden
penurunan temperatur tubuh. Pada suhu 24-26ºC yang mengalami kejadian shivering ada 20 orang
akan lebih mempertahankan suhu inti tubuh, jika (26,7%).
lebih besar temperatur suhu tubuh maka radiasi Shivering adalah aktifitas otot yang bersifat
akan meningkatkan panas tubuh, begitu juga involunter atau berulang-ulanguntuk
sebaliknya jika temperatur ruangan kurang dari meningkatkan produksi metabolisme panas.
temperatur tubuh4. Responden yang tidak mengalami shivering dapat
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa disebabkan karena responden tidak mengalami
sebagian responden mendapatkan kurang atau hipotensi atau penurunan suhu tubuh setelah
sama dengan 2 L/menit. Pemberian oksigen mendapatkan anestesi spinal. Hipotensi
kurang atau sama dengan 2 L/menit dilakukan merupakan salah satu efek dari penggunaan obat
karena suhu tubuh responden sebelum dilakukan anestesi. Menggigil terjadi jika suhu di daerah
anestesi dalam keadaan normal sebagaimana preoptik hipotalamus lebih rendah dari suhu
disebutkan dalam tabel 4.4. yang menyebutkan permukaan tubuh. Peningkatan tonus otot yang
bahwa 13 orang (28,9%) responden suhu yang terjadi didaerah formasi reticular
tubuhnya 36,5oC. Suhu normal preoperasi pada mesenfalitik, dorsolateral pons dan formasi
pasien adalah 36,6-37,5ºC makin rendah suhu reticular medulla. Menggigil dapat terjadi akibat
preoperasi (<36,6ºC), maka makin meningkatkan hipotermi operatif, nyeri pasca operatif, pengaruh
perubahan suhu tubuh selama spinal analgesi. Hal langsung obat anestesi, hipercapni atau alkolosis
ini terjadi karena inhibisi simpatis yang disebabkan respiratori, adanya pirogen, hipoksia, pemulihan
peningkatan suhu regional. Pada efek puncak 30- awal dari aktivitas reflek spinal dan overaktivitas
60 menit pertama menyebabkan penurunan suhu simpatis1.
tubuh 1-2ºC tergantung dari luasnya blok sensorik. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa,
Sedangkan pada suhu lebih 37,5ºC akan memicu terdapat 20 orang (26,7%) yang mengalami
terjadinya hipertermi maligna yang dapat shivering. Penyebab terjadinya Shivering intra
mengganggu pusat pengatur panas operasi karena obat anestesi dapat menginhibisi
(hipotalamus)5. pusat termoregulasi sehingga terjadi perubahan
3. Kejadian Shivering pada Pasien dengan Spinal mekanisme termoregulasi tubuh terhadap
Anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo penurunan suhu inti tubuh berupa shivering1.
Purwokerto Faktor yang menyebabkan shivering sampai
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Shivering saat ini belum diketahui secara pasti, shivering
Pada Pasien dengan Spinal Anestesi di RSUD Prof. intra operasi diduga akan menurunkan ambang
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto menggigil sampai suhu inti yang mengakibatkan
hipotermi pada jam pertama atau setelah
dilakukan spinal analgesi makin tinggi blokade
dilakukan maka makin besar suhu inti tubuh
dipengaruhi ambang suhu inti tubuh ini menurun
0,15ºC untuk setiap dermatom yang berubah4.
Sumber : Data Primer 2016

4. Hubungan Oksigenasi dengan Kejadian Shivering di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hubungan oksigenasi dengan Kejadian shivering di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto bulan November 2016
Kejadian shivering Ya Tidak Chi square
No. Oksigenasi
f % F % X2 p
1. < 2L/mnt 11 24,4 9 20 14,778 0,000
2. >2L/mnt 1 2,2 24 53,3
Jumlah 12 26,7 33 73,3
Tabel 4. memperlihatkan bahwa sebagian signifikansi (p) 0,000 sehingga dapat disimpulkan
besar responden mendapatkan oksigenasi lebih bahwa ada hubungan antara oksigenasi dengan
dari 2 liter per menit dan tidak mengalami kejadian kejadian shivering di RSUD Prof. Dr. Margono
shivering yaitu 24 orang (53,3%) dan sebagian Soekarjo Purwokerto.
kecil responden mendapatkan oksigenasi lebih Hasil penelitian ini memberikan gambaran
dari 2 liter per menit dan mengalami kejadian bahwa responden yang mendapatkan oksigenasi
shivering yaitu 1 orang (2,2%). Hasil uji chi square lebih dari 2 liter per menit dan tidak mengalami
didapatkan nilai X 2 sebesar 14,778 dengan kejadian shivering. Shivering adalah aktifitas otot
4 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm.1-4

yang bersifat involunter atau berulang-ulang untuk intrakranial, menyebabkan artefak pada monitor
meningkatkan produksi metabolisme panas. dan meningkatnya nyeri pasca bedah akibat
Menggigil dapat terjadi akibat kekurangan oksigen tarikan luka operasi. Hipoksemia paska operasi
pada organ dan jaringan tubuh disertai suhu di terjadi karena adanya penurunan tekanan oksigen
daerah preoptik hipotalamus lebih rendah dari arterial pada anestesi umum, hal ini terjadi setelah
suhu permukaan tubuh. Peningkatan tonus otot anestesi berlangsung lebih dari 20 menit2.
yang terjadi di daerah formasi reticular
mesenfalitik, dorsolateral pons dan formasi KESIMPULAN
reticular medulla1. 1. Pemberian oksigen pada pasien spinal anestesi di
Responden yang tidak mengalami shivering RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
disebabkan karena responden mendapatkan sebagian besar lebih dari 2 L/menit yaitu 25 orang
suplay oksigen yang cukup selama menjalani (55,6%).
operasi. Menghirup oksigen 100% selama 5 menit 2. Kejadian shivering pada pasien spinal anestesi di
dapat mempertahankan saturasi oxyhemogloblin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
sebesar 90% selama sekitar 6 menit, atau dengan sebagian besar tidak mengalami yaitu 33 orang
cara lain untuk menghirup oksigen selama 5 menit, (73,3%).
pasien mungkin mengambil empat napas 3. Ada hubungan antara pemberian oksigen dengan
kapasitas vital oksigen lebih dari 30 detik (atau kejadian shivering di RSUD Prof Dr Margono
delapan napas kapasitas vital lebih dari 60 detik). Soekarjo Purwokerto (p value = 0,000).
Selama periode apnea karbon dioksida alveolar
meningkat hal ini tidak tergantung preoksigenasi6.
SARAN
Terapi oksigen diberikan untuk mempertahankan
penyediaan oksigen dalam darah, misal pada Bagi Rumah Sakit, Hasil penelitian ini diharapkan
tindakan bronkhoskopi, perlu tambahan oksigen menjadi bahan masukan untuk RSUD Prof. Dr.
pada inspirasinya, atau pada kondisi yang Margono Soekarjo Purwokerto untuk meningkatkan
menyebabkan peningkatkan konsumsi oksigen pelayanan, dan sebagai bahan acuan pembuatan
seperti pada infeksi berat, shivering7. SOP pencegahan terjadinya shivering.
Penelitian ini juga menunjukkan 2,2%
responden mendapatkan oksigenasi lebih dari 2 DAFTAR PUSTAKA
liter per menit dan mengalami kejadian shivering. 1. Alfonsi, P. 2009. Post Anaesthethic Shivering
Responden yang mengalami shivering meskipun Epidemiology Pathofisiologi and Approaches
telah mendapatkan oksigenasi lebih dari 2 Management in Drugs : Minerva Anestesiol 2009;
lite/menit dapat disebabkan karena responden 69 :438-441
menjalani operasi lebih dari 60 menit. Tabel 4.4. 2. Lunn JN. 2009. Farmakologi Terapan Anestesi
memperlihatkan bahwa sebanyak 15 orang Umum. Catatan Kuliah Anestesi. Edisi 4. Jakarta :
(33,3%) responden yang menjalani operasi lebih Penerbit Buku Kedokteran EGC.
dari 60 menit. Anestesi regional menurunkan 3. Putzu, M., Casati, A., Betty, M. 2007. Clinical
produksi panas, sementara panas yang hilang Complications, Monitoring and Management of
sangat besar pada pasien yang menjalani operasi Perioperative Mild Hypothermia: Anesthesiological
besar, lama dan berada pada kamar operasi yang features. Acta Biomed., 78 : 163-169.
dingin. Menggigil merupakan respon terhadap 4. Frank, S.M. 2008. Predictor of Hypothermia During
hipotermia selama pembedahan antara suhu Spinal Anesthesia. Anesthesiology, 92 (5) : 1330-
darah dan kulit dengan suhu inti tubuh3. 1334.
Keadaan shiveringmembuat tidak nyaman bagi 5. Majid, A., dkk., 2011. Keperawatan Perioperatif 1st
pasien, karena tubuh akan berusaha beradaptasi Ed. Yogyakarta : Gosyen.
keadaan tersebut dengan cara meningkatkan 6. Stoelting, R.K., 2009. Opioid Agonist and
metabolisme sampai 200-500%, peningkatan Antagonist. Pharmacology and Phisiology in
konsumsi oksigen yang signifikan (sampai 400%), Anesthetic Practice Third Ed. Lippincott. P : 259-
peningkatan produksi CO 2 , meningkatkan 279 Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J.
hipoksemia arteri, asidosis laktat, meningkatkan 2006. Clinical Anesthesiology, Fourth edition. USA.
tekanan intra okuler, meningkatkan tekanan
PEMBERDAYAAN KADER DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN
INTELEGENSIA PADA LANSIA AKIBAT GANGGUAN DEGENERATIF
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING I, SLEMAN

Wahyu Ratna, Ida Mardalena, Induniasih

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email: wahyuratna54@gmail.com

ABSTRACT

One of the most feared man when he began to ripen is becoming senile and difficulty remembering recent memory. Someone
who has dementia, there will be a decrease in intellectual function that causes the deterioration cognition and functional,
resulting in impaired function of thesocial, work and daily activities, therefore their social activities will also be affected.
Activities to increase the intelligence of the elderly can be done in Posyandu and at home. Posyandu kader are trained to
conduct simple screening and intervention for at Posyandu and can be continued at home. During these elderly who come to
Posyandu only get a health screening and supplementary feeding alone. This study aims to look at the role of Posyandu
kader in improving intelligence elderly. The study is a quasi experiment, pre- post with control design. Samples taken as
many as 32 elderly people from each of posyandu Gejawan Kulon as the intervention group and posyandu Gejawan Wetan
as the control group. The results showed that the characteristics of the most respondents are aged 60-69 as much as 38,7%
in intervention group and 71,9% in control group, female 100% in intervention group and 78,1% in control group, as
housewives 50% in intervention group and 59,4% in the control group. And has last education in elementary school 50% in
intervention group and 43,7% in control group, level of intelligence on the second assessment 62,5% normal-light in
intervention group and balanced between normal-light and moderate in control group. And the number of eldery who have
intelegensia reduction decreased by 0,3 from the current first assessment based on the T-Test as result 1,4 from 1,7. The
Conclusion is the influence in intelligence enhancement training kader to increased intelligence eldery evidenced by the
decline in the number of eldery who experience a decrease in intelligence in the control group.

Keywords : The Role of Kader, Posyandu, Intelligence Elderly

ABSTRAK

Salah satu yang paling di khawatirkan saat menjadi lansia adalah menjadi pikun dan sulit mengingat memori baru.
Seseorang yang menderita demensia, akan ada penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan kognisi dan fungsionalitas
memburuk, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, kerja dan aktivitas sehari-hari, oleh karena itu aktivitas sosial
mereka juga akan terpengaruh. Kegiatan untuk meningkatkan kecerdasan orang tua bisa dilakukan di Posyandu dan di
rumah. Kader Posyandu dilatih untuk melakukan skrining dan intervensi sederhana di Posyandu dan dapat dilanjutkan di
rumah. Selama ini lansia yang datang ke Posyandu hanya mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pemberian makanan
tambahan saja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kader Posyandu dalam mempertahankan intelegensia lansia.
Penelitian ini merupakan kuasi ekperimen, pre-post dengan kontrol desain. Sampel diambil sebanyak 32 lansia dari masing-
masing posyandu Gejawan Kulon sebagai kelompok intervensi dan posyandu Gejawan Wetan sebagai kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden terbanyak adalah usia 60-69 sebanyak 38,7% pada kelompok
intervensi dan 71,9% pada kelompok kontrol, kelompok intervensi 100% perempuan dan 78,1% pada kelompok kontrol, ibu
rumah tangga 50% pada kelompok intervensi dan 59,4% pada kelompok kontrol. Dan memiliki pendidikan terakhir di sekolah
dasar 50% pada kelompok intervensi dan 43,7% pada kelompok kontrol, Tingkat intelegensia pada penilaian kedua 62,5%
dalam status normal pada kelompok intervensi dan adanya seimbang antara kelompok kontrol normal dan ringan pada
kelompok kontrol. Dan jumlah lansia yang mengalami penurunan intelegensia turun sebesar 0,3 dari penilaian pertama saat
ini berdasarkan Uji-T sebagai hasil 1,4 dari 1,7. Kesimpulannya adalah pengaruh kader pelatihan peningkatan kecerdasan
terhadap peningkatan kecerdasan lansia yang dibuktikan dengan menurunnya jumlah lansia yang mengalami penurunan
kecerdasan pada kelompok kontrol.

Kata Kunci : Peran Kader, Posyandu, Intelegensia Lansia

PENDAHULUAN mengakibatkan peningkatan jumlah usia lanjut1).


World Health Organization (WHO) memperkirakan Umur harapan hidup di kabupaten Sleman untuk laki-
di tahun 2010 saja ada 20,7 juta lansia di Indonesia laki 73,80 dan perempuan 77,13.2) Berbagai dampak
dan diperkirakan di tahun 2050 nanti secara global dari peningkatan jumlah usia lanjut antara lain adalah
proporsi lansia akan lebih besar dari proporsi anak masalah penyakit degeneratif yang sering menyertai
usia di bawah 14 tahun. Usia Harapan Hidup (UHH) di para usia lanjut, pembuluh darah, penyakit gangguan
DIY tertinggi di Indonesia, yaitu 72 tahun laki-laki dan sendi dan gangguan yang berkaitan dengan masalah
76 tahun untuk perempuan. Hal ini pada akhirnya intelegensia akibat penurunan fungsi otak. Gangguan
6 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm.5-11

pada berbagai macam fungsi intelegensia HASIL DAN PEMBAHASAN


berpengaruh terhadap seluruh aktifitas individu dalam Tabel 1. Data Karakteristik berdasarkan Usia Kader
kehidupan bermasyarakat sehari-hari baik di Posyandu Gejawan Kulon dan Gejawan Wetan
keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lainnya.
Dampaknya dapat dipastikan akan menyebabkan
penurunan kualitas hidup pada lanjut usia. Public
Health Problem memberikan gambaran mengenai
terganggunya aktivitas kehidupan sosial
menyebabkan problem kesehatan masyarakat dan
tingginya biaya yang harus ditanggung oleh keluarga,
masyarakat, pemerintah untuk menanggulangi Dari tabel 1 diatas diketahui bahwa usia kader
masalah tersebut dalam jangka waktu yang panjang lansia di Posyandu Gejawan Wetan maupun
(economic health problem). Penurunan fungsi Gejawan Kulon sebagian besar antara usia 41
intelegensia pada umumnya berbentuk penurunan sampai dengan 50 tahun. Sedangkan usia yang
fungsi dengan gejala satu atau lebih ganggunan atau lebih dari 51 tahun lebih banyak di posyandu
penurunan persepsi, atensi, konsentrasi, gangguan Gejawan Wetan dibanding Posyandu Gejawan
bahasa, memori, dan emosi.Kader dapat Kulon. Kemudian data karakteristik kader posyandu
diberdayakan untuk ikut serta secara aktif lansia berdasarkan pendidikan adalah sebagai
menanggulangi gangguan intelegensia akibat berikut:
penyakit degeneratif. Melalui pelatihan yang Tabel 2. Data Karakteristik berdasarkan Tingkat
sederhana dan peran serta kader lansia melalui Pendidikan Kader Posyandu Gejawan Kulon dan
pemantauan yang sederhana diharapkan kader dapat Gejawan Wetan
membantu melatih memori lansia, dan memantau
kegiatan lansia bersama keluarga, sehingga dapat
mengurangi kepikunan serta dapat menekan angka
kesakitan dan kecelakaan karena kepikunan.
Sehingga kegiatan lansia yang dilakukan rutin
tersebut dapat bermanfaat untuk menstimulasi otak
dan memperlambat terjadinya kemunduran fungsi Berdasarkan tabel 2 diatas, diketahui bahwa
otak.3) Puskesmas Gamping I merupakan Puskesmas kedua posyandu baik Gejawan Wetan maupun
dengan layanan santun lansia yang telah dilengkapi Gejawan Kulon mempunyai karakteristik pendidikan
sarana maupun prasarana bagu pelayanan lansia. sama yaitu tingkat SMP 37,5% dan tingkat SMU
Puskesmas Gamping I juga telah memberikan 62,5%.
pelatihan kepada kader lanjut usia tentang penurunan Data Karakteristik lamanya menjadi kader di
fungsi intelegensia pada lanjut usia pada tahun 2014. posyandu Gejawan Kulon dan Gejawan Wetan adalah
Berdasarkan data kunjungan lansia dari tahun ke sebagai berikut:
tahun di Puskesmas Gamping I mengalami kenaikan, Tabel 3. Data Karakteristik berdasarkan Lamanya
yaitu th 2012 sebanyak 1815, tahun 2013 sebanyak menjadi Kader Posyandu di Gejawan Kulon dan
2432, dan tahun 2014 sebanyak 3050 kunjungan.4) Gejawan Wetan
Lamanya menjadi Kader Posyandu
Posyandu
METODE <5 th 5-10 th > 10th Jumlah
Gejawan
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen, 6(75%) 1(12,5%) 1(12,5%) 8(100%)
Kulon
dimana perlakuan yang diberikan adalah memberikan Gejawan
1(12,5%) 2(25%) 5(62,5%) 8(100%)
pemeriksaaan tingkat intelegensia lansia dengan Wetan

menggunakan test intelegensia, kemudian Berdasarkan tabel 3 diatas, pada posyandu


memberikan pelatihan stimulasi otak dengan Pre- Gejawan Kulon pengalaman menjadi kader lebih
Post Group with control design. Sebagai pelaku banyak yang masih baru atau kurang dari 5 tahun
penilaian dan intervensi adalah kader kesehatan yaitu sebanyak 75%, tetapi untk Gejawan Wetan
posyandu lansia yang sebelumnya sudah mendapat justru banyak yang pengalaman menjadi kadernya
pelatihan tentang deteksi tingkat intelegensia lansia lebih dari 10 tahun bahkan sampai 20 tahun lebih yaitu
serta memberikan intervensi pelatihan stimulasi sebanyak 5 orang atau 62,5%.
intelegensia kepada lansia. Sampel dari masing
Selanjutnya karakteristik kader berdasarkan keikut
masing posyandu adalah dengan menggunakan
sertaan pelatihan selama menjadi kader adalah
rumus Lemeshow 1990, didapat jumlahnya 29 orang
sebagai berikut.
ditambah 10% menjadi 32 orang lansi dangan kriteria
eklusi tidak dalam keadaan stroke, dan tidak dapat
berkomunikasi atau mengalami dimensia berat.
Wahyu Ratna, dkk, Pemberdayaan Kader Dalam Penanggulangan Masalah.... 7

Tabel 4. Data Karakteristik Kader berdasarkan Tabel 7 Karakteristik Responden berdasarkan


Keikutsertaan Pelatihan-Pelatihan di Posyandu Pendidikan Posyandu Gejawan Kulon dan
Gejawan Kulon dan Gejawan Wetan Posyandu Gejawan Wetan
Keikut Sertaan Pelathan Kader
1-2 3-5 >6
Posyandu Belum Jumlah
pelatih pelatih pelati
pernah
an an han
Gejawan 5 3 8
0 0
Kulon (75%) (37,5%) (100%)
Gejawan
3 1 1 3 8
Wetan
(37,5%) (12,5%) (12,5%) (37,5%) (100%)

Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa keikut


sertaan pelatihan kader lebih banyak pada kader di
Gejawan Wetan menunjukkan 5 orang atau 60%
kader telah mengikuti pelatihan pelatihan, sementara
kader di posyandu Gejawan Kulon ada 3 orang (37%), Berdasarkan tabel 7 diatas, baik Gejawan Kulon
sementara lainnya belum pernah mengikuti pelatihan maupun Gejawan Wetan tingkat pendidikan
pelatihan. responden paling banyak adalah SD yaitu 50,0% dan
Selanjutnya karakteristik responden baik dari 43,7% untuk Gejawan Wetan.
posyandu Gejawan Kulon maupun posyandu Tabel 8 Karakteristik Responden berdasarkan
Gejawan Wetan adalah sebagai berikut: Pekerjaan Posyandu Gejawan Kulon dan Posyandu
Tabel 5. Karakteristik Responden berdasarkan Umur Gejawan Wetan
Posyandu Gejawan Kulon dan Posyandu Gejawan Posyandu
Wetan Pekerjaan Gejawan Gejawan
Kulon Wetan
Posyandu
Kelompok IRT 16 (50,0%) 19 (59,4%)
Umur Gejawan Gejawan
Kulon Wetan Pedagang 2 (6,2%) 2 (6,2%)
8(25,8%) 1(3,4%) PNS/pensiun 1 (3,1%) 2 (6,2%)
<59
60-69 12(38,7%) 23(71,9%) Petani 2 (6,2%) 4 (12,5%)
>70 12(38,7%) 8(26,7%) Buruh 0 (0%) 1 (3,1%)
JUMLAH 32(100%) 32(100%) Swasta 0 (0%) 1 (3,1%)
Sopir 0 (0%) 1 (3,1%)
Berdasarkan tabel 5 diatas, baik Gejawan Kulon Tidak kerja 11 (34,3%) 2 (6,2%)
maupun Gejawan Wetan sebagian besar usia 32(100%) 32(100%)
Jumlah
responden berkisar pada usia 60-69 tahun yaitu
sekitar 35,48% dan 70% untuk Gejawan Wetan. Berdasarkan tabel 8 diatas, baik Gejawan Kulon
Meskipun di Gejawan Kulon ternyata terbanyak maupun Gejawan Wetan paling banyak adalah
adalah usia diatas 70 tahun yaitu 12 orang atau responden yang memiliki pekerjaan sebagai ibu
(38,7%). rumah tangga yaitu 50,0% untuk Gejawan Kulon dan
Tabel 6 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis 59,4% untuk Gejawan Wetan.
Kelamin Posyandu Gejawan Kulon dan Posyandu Berikut hasil pemeriksaan status intelegensia
Gejawan Wetan lansia sebelum dilakukan intervensi yang dilakukan
Jenis
Posyandu oleh kader posyandu Gejawan Kulon dan Gejawan
Kelamin Gejawan Gejawan Wetan.
Kulon Wetan
Perempuan 32(100%) 25(78,1) Tabel 9 Status Responden Sebelum dan Setelah
Laki-laki 0(0%) 7(22,9) Intervensi di Posyandu Gejawan Kulon dan
Jumlah 32(100%) 32(100%) Posyandu Gejawan Wetan

Berdasarkan tabel 6 diatas, baik Gejawan Kulon


maupun Gejawan Wetan sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu 32 orang (100,0%)
untuk Gejawan Kulon dan 25 orang (78,1%) untuk
Gejawan Wetan.
8 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm.5-11

Berdasarkan Tabel 9 diatas, bahwa status menunjukkan bahwa paling banyak responden
intelegensia lansia di Posyandu Gejawan Kulon memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
sebelum diberi perlakuan sebagian besar ada (IRT). Hal ini dikarenakan sebagian besar
pada status Sedang yaitu 65,6% dan kemudian responden berjenis kelamin perempuan, sehingga
pekerjaan yang dominan adalah IRT.
mengalami mengalami kenaikan setelah diberi
2. Tingkat intelegensia lansia
perlakuan pada status normal-ringan yaitu
Tingkat intelegensia pada lanjut usia ini
62,5%. Sedangkan untuk Posyandu Gejawan
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah
Wetan pada penialain pertama didominasi oleh jenis kelamin. Angka terjadinya demensia
lansia dengan status intelegensia normal-ringan cenderung lebih tinggi pada wanita daripada pria di
dengan 53,1% dan pada penilaian kedua semua kelompok umur.6 Kemungkinan prevalensi
mengalami penurunan pada status normal- wanita lebih berisiko mengalami demensia karena
ringan menjadi 50,0%. usia harapan hidup wanita lebih lama daripada
Berikut ini adalah tabel kegiatan setelah pria. 7 Sejatinya diagnostic gangguan mental
diberikan perlakuan berupa kegiatan fisik, sosial, adalah sama untuk semua jenis kelamin, namun
dan agama. perempuan lebih rentan terkena gangguan mental
karena disebabkan oleh perubahan hormonal dan
Tabel 10 Hasil Kegiatan Responden Setelah perbedaan karakteriristik antara laki-laki dan
Intervensi di Posyandu Gejawan Kulon dan perempuan, selain perubahan hormonal,
Posyandu Gejawan Wetan karakteristik perempuan yang lebih
Posyandu mengedepankan emosional daripada rasional juga
Kategori Gejawan Gejawan berperan. Ketika menghadapi masalah
Kulon Wetan perempuan cenderung menggunakan perasaan8.
Tidak 1 (3,1%) 3 (9,4%) Hal lain yang mempengaruhi tingkat
Ya 31 (96,9%) 29 (90,6%) intelegensia lansia adalah usia. Individu yang
Jumlah 32(100%) 32(100%) berusia lebih tua akan lebih cenderung mengalami
demensia.6 Usia yang paling banyak menderita
Berdasarkan Tabel 10 diatas, hasil kegiatan
depresi adalah lansia yang berumur lebih tua atau
responden setelah intervensi sebagian besar
≥70 tahun, dikarenakan semakin tua usia
melakukan kegiatan social dan keagamaan, baik di
seseorang maka akan semakin lemah, baik kondisi
Posyandu Gejawan Wetan maupun Gejawan Kulon.
fisik maupun mentalnya sehingga akan lebih
mudah terjadi gangguan mental emosional dan
PEMBAHASAN penyakit-penyakit lainnya.8
1. Karakteristik Responden Ditinjau dari tingkat pendidikannya, lebih banyak
Hasil penelitian terhadap 64 responden di responden yang tamat SD. Manusia memiliki
Posyandu Gejawan Wetan dan Gejawan Kulon kemampuan belajar seumur hidup (long study),
menunjukkan bahwa karakteristik responden sehingga lansia yang memiliki pengalaman belajar
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak berjenis lebih tinggi akan memiliki banyak pengetahuan
kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan tentang kesehatan.9 Seseorang yang memiliki
komposisi penduduk lansia di Indonesia yang tingkat pengetahuan tinggi memiliki factor
menunjukkan bahwa proporsi penduduk lansia pelindung dari demensia, tetapi hanya untuk
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.5 menunda onset manifestasi klinisnya saja. Hal ini
Karakterisik lansia berdasarkan kelompok disebabkan karena edukasi berhubungan erat
umur paling banyak adalah lansia dengan dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
kelompok umur lanjut usia yaitu usia 60-69 tahun. Dilihat dari pekerjaannya, pekerjaan yang
Penelitian ini sesuai dengan data BPS (2014) yang menekankan kemampuan berpikir memiliki
menunjukkan bahwa jumlah lansia paling banyak pengaruh yang besar terhadap neuropatologi
adalah lansia dengan rentang umur 60-69 tahun gangguan fungsi kognitif dibandingkan pekerjaan
yaitu 60,93%. yang menekankan kekuatan otot.10
Hasil peneltitian yang dilakukan, pendidikan 3. Pengaruh Pelatihan Peningkatan Intelegensia
lansia di Posyandu Gejawan Wetan dan Gejawan oleh Kader Terhadap Peningkatan Intelegensia
Kulon yang paling besar yaitu lansia yang tamat Lansia.
SD. Hal tersebut dikarenakan pada zaman dahulu Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
sewaktu para lansia muda mereka dilarang untuk yang digunakan merupakan dua posyandu yang
sekolah, sehingga para lansia terpaksa tidak berasal dari dua daerah yang berdekatan dan
sekolah. masih dalam satu naungan Puskesmas yang
Berdasarkan hasil penelitian di atas,
Wahyu Ratna, dkk, Pemberdayaan Kader Dalam Penanggulangan Masalah.... 9

sama, dan kegiatan yang dilakukan sudah sebagai kelompok Kontrol dan Posyandu Gejawan
mencakup sistim 5 meja, namun kader dari Kulon sebagai Kelompok Perlakuan.
kelompok kontrol (Posyandu Gejawan Wetan) a. Kelompok Kontrol (Posyandu Gejawan Wetan)
memiliki pengalaman menjadi kader yang lebih
Tabel 11 Paired Samples Statistics
lama dan memiliki pengalaman pelatihan yang
Std. Std.
lebih banyak dibandingkan kelompok perlakuan Mean N Deviation Error
(Posyandu Gejawan Kulon). Kader dalam Mean
posyandu lansia memiliki peranan yang sangat
Pair Pre 1.4688 32 .50701 .08963
penting dalam mengupayakan cakupan dalam 1 Post 1.5000 32 .50800 .08980
kegiatan promosi kesehatan bagi lansia dan
berpengaruh pada kesehatan biologis, psikologis, Dari tabel 11 diketahui bahwa ada perbedaan pada
social dan lingkungan.11 hasil penilaian pertama dan kedua, namun tidak
Distribusi hasil pelatihan peningkatan signifikan yaitu 1,4 menjadi 1,5 dengan kata lain
intelegensia oleh kader terhadap peningkatan mengalami kenaikan dengan index 0,1. Sama halnya
intelegensia lansia di Posyandu Gejawan Wetan dengan hasil T-Test berikut

Tabel 12 Paired Samples Test (T Test)


Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the t Df (2-
Mean Deviati Error Difference tailed)
on Mean
Lower Upper
Pair 1 pre –
post -.03125 .59484 .10515 -.24571 .18321 -.297 31 .768
wetan
Dari tabel 12 diketahui bahawa tidak ada perbedaan signifikan pada penilaian pertama dan kedua
dibuktikan dengan hasil 0,768.
b.Kelompok Perlakuan (Posyandu Gejawan Kulon)
Tabel 13 Paired Samples Statistics
Std. Std. Error
Mean N
Deviation Mean
pre kulon 1.7188 32 .52267 .09240
Pair 1
post kulon 1.4062 32 .55992 .09898

Dari tabel 13 diketahui terdapat perbedaan pada hasil penilaian pertama dan kedua yaitu dari 1,7
menjadi 1,4 dengan kata lain mengalami penurunan dengan index 0,3 hal ini juga dibuktikan dengan
hasil T-Test berikut :
Tabel 14 Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Std. Std. Sig. (2-
Interval of the t df
Mean Deviatio Error tailed)
Difference
n Mean
Lower Upper
pre
kulon
Pair 1 .31250 .47093 .08325 .14271 .48229 3.754 31 .001
- post
kulon

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada penilaian pertama dan kedua yaitu
dengan hasil 0,001
10 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm.5-11

Tabel 15 Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence
Mean Interval of the
Sig. (2- Std. Error
F Sig. T df Differenc Difference
tailed) Difference
e
Lower Upper
Equal
variances 1.158 .286 1.942 62 .057 .25000 .12872 -.00732 .50732
VAR assumed
00001 Equal
variances 1.942 61.943 .057 .25000 .12872 -.00732 .50732
not assumed

c. Perbedaan Varian antara kelompok Kontrol mampu beradaptasi dengan perubahan sosial akan
dan kelompok perlakuan menimbulkan reaksi setres dimulai dengan
Dari tabel 15 diketahui perbandingan varian antara meningkatnya produksi glukokortikoid dan ini
2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok berpengaruh terhadap hipotalamus dan secara
perlakuan 0,28 dimana varian dari kedua kelompok perlahan akan mempengaruhi fungsi kognitifnya.
dalam kondisi yang berbeda. Dalam hal ini responden melakukan kegiatan sosial di
Dari hasil uji T-Test (tabel 12 dan 14) dapat Desa bersama dengan kader, kader tersebut berasal
diketahui bahwa pada kelompok perlakuan dari warga sekitar yang merupakan teman dan
mengalami perbedaan antara sebelum dan sesudah, tetangga, sehingga interaksi sosial dapat berjalan
hal ini menunjukkan bahwa pelatihan peningkatan baik seperti bermain congklak bersama sama dengan
intelegensia oleh kader berpengaruh terhadap senang.13
peningkatan status intelegensia lansia. Hal tersebut
dikarenakan pelatihan dapat menstimulasi otak KESIMPULAN
lansia, Senam otak yang dilakukan seminggu tiga kali 1. Karakteristik lansia yaitu umur baik pada kelompok
dapat memperbaiki fungsi memori dan kemampuan posyandu Gejawan Kulon maupun Wetan
bahasa tetap bagus. Kegiatan atau pelatihan yang sebagian besar pada kelompok umur antara 60
dapat dilakukan pada lansia untuk menstimulasi otak sampai dengan 69 tahun. Paling banyak adalah
antara lain aktifitas fisik, social, spiritual, otak. perempuan pekerjaan IRT dan berpendidikan SD.
Aktifitas-aktifitas ini dapat menstimulasi fungsi kognitif 2. Tingkat intelegensia para lansia pada penilaian
dan memperlambat terjadinya kepikunan, kedua di kelompok perlakuan lebih banyak yang
menurunkan depresi dan stress. Hal ini didukung oleh normal-ringan sedangkan kelompok kontrol
hasil dari tabel 11 yang menunjukkan bahwa pada hasilnya sama antara normal-ringan dan sedang.
kelompok perlakuan memiliki presentase melakukan 3. Pengaruh pelatihan peningkatan intelegensia oleh
kegiatan social dan keagamaan yang di lingkungan kader terhadap peningkatan intelegensia lansia
lebih besar dibandingkan kelompok kontrol.3 mengalami penurunan pada jumlah lansia yang
Aktifitas fisik juga berpengaruh dalam peningkatan mengalami penurunan intelegensi di kelompok
intelegensi lansia Senam lansia atau aktifitas fisik perlakuan dan peningkatan jumlah lansia yang
mampu menghindari penurunan daya otot yang mengalami penurunan intlegensi pada kelompok
bermanfaat pada perbaikan fungsi organ tubuh serta kontrol.
dapat menstimulasi rasa senang dan bugar yang lebih
cepat.12 SARAN
Ada hubungan antara fungsi kognitif dengan 1. Bagi perawat Puskesmas
kemampuan interaksi sosial dia menunjukkan bahwa
Dapat memberikan pelayanan kepada lansia
responden yang mempunyai fungsi kognitif baik
dengan melatih kader kader lansia yang lebih
dengan kemampuan interaksi sosial baik cenderung
banyak lagi tentang peningkatan memori lansia
lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya.
secara sederhana.
Seseorang yang berpartisipasi secara aktif dalam
2. Bagi Kader
berinteraksi sosial dengan baik seperti kontak mata
dan mempunyai keterikatan emosional dengan teman Kader posyandu lansia dapat terus melakukan
dekat atau ikut serta dalam meberikan respon deteksi dini dan memberikan latihan sederhana
terhadap suatu situasi yang santai atau mempunyai kepada lansia agar mampu berlatih sendiri di
fungsi kognitif yang baik. Sedangkan seseorang yang rumah.
tidak mau berinteraksi sosial dengan baik dan tidak 3. Bagi Puskesmas
Wahyu Ratna, dkk, Pemberdayaan Kader Dalam Penanggulangan Masalah.... 11

Pimpinana Puskesmas dapat memberikan 7. J a p a r d i . 2 0 0 2 . P e n y a k i t A l z h e i m e r .


pelayanan yang lebih kepada lansia terutama http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
menangani masalah intelegensianya, misalnya iskandar%20japardi38.pdf.
melalui anggaran untuk membeli alat permainan 8. Marini. (2008). Faktor-faktor yang berpengaruh
sederhana . terhadap kejadian depresi pada usia lanjut di poli
4. Bagi Lansia geriatri RSU Ciptomangunkusumo tahun 2006-
Untuk lebih mandiri selalu melakukan pelatihan 2008. Tesis. lib.fkm.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-
memori di rumah. 65063.pdf
9. Rini, M. 2002. Pendekatan-Pendekatan dalam
DAFTAR PUSTAKA Kategori Lanjut Usia. http://e-
1. Dinas Kesehatan DIY. 2013. Profil Kesehatan DIY. psikologi.com/epsi/lanjutusia_detail.asp?id=179
Yogyakarta. 10.Mongisidi, Rachel. 2012. Profil Penurunan Fungsi
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2014, Profil Kognitif Pada Lansia Di Yayasan-Yayasan Manula
Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2014. Di Kecamatan Kawangkoan. Skripsi.
Sleman. http://ejournal.unsrat.ac.id./index.php/eclinic/articl
3. Turana.Y. 2013. Stimulasi Otak Pada Kelompok e/download/3297/2840
Lansia di Komunitas. Buletin Jendela Data & 11. Setyoadi, Ahsan, Abidin. 2013. Hubungan Peran
Informasi Kesehatan. Kemenkes RI. Semester I, Kader Kesehatan Dengan Tingkat Kualitas Hidup
Jakarta. Lanjut Usia .Skripsi. Malang: Universitas
4. Rimbawani A, 2014. Pemberdayaan Kader Dalam Brawijaya.
Penanggulangan Masalah Kesehatan 12.Aisah,Siti. 2014. Pengaruh Senam Lansia
Intelegensia pada Lansia akibat Gangguan Terhadap Aktifitas Sehari-hari pada Lansia di Desa
Degeneratif, Laporan Perawat Puskesmas Mijen Ungaran Kelurahan Gedanganak
Berprestasi Puskesmas Gamping I, Sleman 2014. Kecamatan Ungaran Timur. Skripsi. Ungaran :
5. BPS. (2014). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014 STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta : 13.Rosita, dwi. 2012 Hubungan Antara Fungsi
Badan Pusat Statistik. Kognitif dengan Kemampuan Interaksi Sosial pada
6. Rocca. 2004 dalam Adnan. 2010. Gambaran Lansia di Kelurahan Mandan Wilayah Kerja
Demensia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Puskesmas Sukoharjo. Skripsi. Surakarta:
Werdha Budi Luhur Kasongan Bantul. KTI. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
SIFOEDT (SIMPLE FOOT ELEVATOR FOR DIABETIC ULCER TREATMENT)

Abdul Majid*, Agus Sarwo Prayogi, Surantono, Sri Hendarsih

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email : habibiefajar@yahoo.co.id

ABSTRACK

In the world, the number of people with diabetes is estimated to 171 million people and is predicted to reach 366 million in
2025. The increase in DM patients, the diabetic ulcer complications have also increased, which is about 15% suffer from
ulcers in the legs, and 12-14% including foot ulcers require amputation. The results of field studies showed that treatment of
diabetic ulcers in hospitals prior to this innovation is to drape the foot side of the bed; stuck in bed with the coated; placed on
crooked, and there are propped up with plastic basin. This causes the treatment time becomes longer, discomfort, fatigue and
difficult during treatment of diabetic ulcers. Objective: Creating a tool that can be used for treatment of diabetic ulcers more
effectively and efficiently, that is SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer Treatment). Methods: Quasi-
experimental, with pre and post test without control group design, with a sample size of 30 respondents consisting of 15
respondents at Sleman District Hospital and 15 respondents at Panembahan Senopati Hospital, Bantul. Sampling Technique
used consecutive sampling. Results: Mean of ulcer treatment before using Sifoedt was 18.09 minutes, and after using Sifoedt
was 12.62 minutes. Before using Sifoedt, majority (80%) said less comfortable, while after using Sifoedt majority (90%) said
comfortable. The level of fatigue patients before using Sifoedt showed majority (86.7 %%) said fatigue, while after using
Sifoedt majority (93.3%) said no fatigue. Conclusions: There are significant differences of diabetic ulcer treatment time before
and after using Sifoedt (p = 0.000). There are significant differences in comfort of patients before and after using Sifoedt (p =
0.000). And there are significant differences in fatigue before and after using Sifoedt (p = 0.000).

Keywords : Sifoedt, Diabetic Ulcers, Care And Comfort

ABSTRAK

Di dunia, jumlah penderita DM diperkirakan 171 juta jiwa dan diprediksi akan tmeningkat mencapai 366 juta jiwa Tahun
2025. Peningkatan penderita DM, maka komplikasi ulkus diabetikum juga semakin meningkat, yaitu sekitar 15% menderita
ulkus di kaki, dan 12-14% ulkus di kaki diantaranya memerlukan amputasi. Hasil kajian lapangan menunjukan bahwa
perawatan ulkus diabetik di beberapa rumah sakit sebelum adanya inovasi ini adalah dengan menggantungkan kaki disisi
tempat tidur; menempel ditempat tidur dengan dilapisi pengalas; ditempatkan di atas bengkok, serta ada yang diganjal
dengan baskom plastik. Hal ini menyebabkan waktu perawatan menjadi lebih lama, tidak nyaman, kelelahan dan kesulitan
saat melakukan perawatan ulkus diabetik. Tujuan dari penelitian ini adalah Menciptakan alat yang dapat digunakan untuk
melakukan perawatan ulkus diabetik supaya lebih efektif dan efisien yang diberi nama SIFOEDT (Simple Foot Elevator for
Diabetic Ulcer Treatment). Metode penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan rancangan Pre and Post Test Without
Control Design, dengan besar sampel 30 responden yang terdiri dari 15 responden di RSUD Sleman dan 15 Responden di
RSUD Panembahan Senopati Bantul. Pengambilan sampel secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini diketahui rata-
rata perawatan ulkus sebelum menggunakan Sifoedt 18,09 menit, dan sesudah menggunakan Sifoedt menjadi 12,62 menit.
Kenyamanan pasien sebelum menggunakan Sifoedt sebagian besar (80%) mengatakan kurang nyaman, sedangkan
setelah menggunakan Sifoedt mayoritas (90%) mengatakan nyaman. Tingkat kelelahan pasien sebelum menggunakan
Sifoedt sebagian besar (86,7%%) mengatakan kelelahan, sedangkan sesudah menggunakan Sifoedt sebagian besar
(93,3%) mengatakan tidak kelelahan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan waktu
perawatan ulkus diabetik sebelum dan sesudah menggunakan Sifoedt (p=0,000). terdapat perbedaan yang signifikan
kenyamanan pasien sebelum dan sesudah menggunakan Sifoedt (p=0,000). Dan terdapat perbedaan yang signifikan tingkat
kelelahan pasien sebelum dan sesudah menggunakan Sifoedt (p=0,000).

Kata Kunci : Sifoedt, Ulkus Diabetik, Perawatan dan Kenyamanan.

PENDAHULUAN panjang, komplikasi ini menyebabkan meningkatnya


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas
klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hidup.2
hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi Menurut American Diabetes Association,
insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Di dunia, diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui
jumlah penderita DM diperkirakan sebanyak 171 juta menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko
jiwa dan keadaan ini diprediksi akan terus meningkat untuk menderita diabetes 2 . Dari keseluruhan
mencapai 366 juta jiwa pada tahun 20251. DM sering penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan
disertai berbagai komplikasi jangka pendek maupun 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan
Abdul Majid, dkk, SuraSifoedt (simple Foot Elevator For Diabetic Ulcer Treatment) 13

amputasi. Insiden ulkus diabetik 2-3% dan prevalensi kasus baru dimana pasien ulkus diabetik dengan
4-10%, pria lebih sering dari wanita. Distribusi usia infeksi baru pertama kali diperiksa, maka perawatan
jarang dijumpai pada usia 40-49 tahun dan terbanyak ulkus diabetik membutuhkan waktu antara 60 menit
pada usia di atas 60 tahun. sampai 90 menit. Alat yang digunakan untuk
Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, membantu perawatan ulkus diabetik sebagai ganjal
maka komplikasi yang terjadi juga semakin kaki menggunakan baskom yang dibalik.
meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang Salah satu tindakan yang dapat dilakukan perawat di
mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi lapangan adalah melakukan tindakan elevasi
dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya ekstremitas bawah pada pasien diabetes melitus
yang selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).3 dengan ulkus setiap kali pasien mobilsiasi >15 menit.
Kaki diabetik merupakan masalah yang kompleks Elevasi dapat dilakukan dengan alat khusus elevasi
dan menjadi alasan utama mengapa penderita DM ekstremitas bawah atau menggunaan sumber daya
menjalani perawatan di rumah sakit yang selama yang ada seperti tumpukan bantal atau selimut untuk
rawatan membutuhkan biaya sangat mahal dan menopang pangkal paha.6
sering tidak terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Tujuan dari penelitian ini adalah unutk membuat
umum.4 inovasi alat yang dapat digunakan untuk melakukan
Penderita DM akan mengalami ulkus pada kaki perawatan ulkus diabetik supaya lebih efektif dan
kurang lebih 15%. Kejadian diabetik dari berbagai efisien yang diberi nama SIFOEDT (Simple Foot
populasi berkisar 2-10%. Neuropati, kelainan bentuk Elevator for Diabetic Ulcer Treatment). Tujuan khusus
tekanan pada kaki yang terlalu tinggi, rendahnya dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa
kontrol glukosa darah, lama menderita DM SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer
merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya ulkus Treatment) dapat mempercepat waktu perawatan
diabetik.4 ulkus diabetik; kenyamanan kepada pasien saat
Polineuropati distal adalah salah satu prediktor dilakukan perawatan ulkus diabetik, mengurangi
yang paling penting terjadinya ulkus diabetik dan tingkat kelelahan pasien saat dilakukan perawatan
amputasi. Perkembangan neuropati dapat ditunda ulkus diabetik dan memberikan kemudahan kepada
secara signifikan dengan mempertahankan kadar perawat saat melakukan perawatan ulkus diabetik.
glikemik sampai mendekati normal, dan berhenti
merokok untuk mengurangi risiko komplikasi penyakit METODE
pembuluh darah.5 Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen,
Hasil kajian lapangan menunjukan bahwa dengan rancangan Pre and Post Test Without Control
perawatan ulkus diabetik yang dilakukan oleh perawat Design. Besar sampel sebanyak 30 responden
di beberapa rumah sakit sebelum adanya inovasi ini dengan kriteria inklusi yaitu pasien DM dengan
diantaranya adalah kaki yang mengalami ulkus komplikasi ulkus diabetik di area ekstremitas bawah
diupayakan menggantung disisi tempat tidur; atau yang dilakukan perawatan ulkus diabetik baik di
tetap menempel menempel ditempat tidur dengan Poliklinik bedah yang terdiri dari 15 responden di
dilapisi pengalas; atau ditempatkan di atas bengkok, RSUD Sleman dan 15 Responden di RSUD
serta ada yang diganjal dengan baskom plastik dan Panembahan Senopati Bantul. Teknik ngambilan
sebagainya. Hasil wawancara dengan perawat yang sampel dengan teknik consecutive sampling.
bekerja di unit perawatan ulkus diabetik RSUP DR. Analisis data menggunakan analisis uji t sampel
Sardjito, untuk perawatan ulkus diabetik terikat atau paired t-test untuk data numerik dan
menghabiskan waktu cukup lama yaitu antara 20 – 60 Wilcoxon untuk data kategorik, dengan tingkat
menit untuk setiap pasiennya, bahkan untuk kasus- kemaknaan (α=0,05) atau CI=95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pekerjaan dan Pendidikan (n=30)
14 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 12-16

Tabel 2. Rata-Rata Lama Waktu Perawatan Ulkus Diabetik Sebelum


dan Sesudah Menggunakan SIFOEDT

Tabel 3. Tingkat Kenyamanan Pasien dalam Perawatan Ulkus Diabetik Sebelum


dan Sesudah Menggunakan SIFOEDT

Tabel 4. Tingkat Kelelahan Pasien Saat Dilakukan Perawatan Ulkus Diabetik Sebelum
dan Sesudah Menggunakan SIFOEDT

Tabel 5. Tingkat Kemudahan Perawat dalam Perawatan Ulkus Diabetik Sebelum


dan Sesudah Menggunakan Sifoedt (N=6)

1. Tingkat kenyamanan Waktu perawatan ulkus yang lebih cepat dapat


Berdasarkan tabel 3, sebelum menggunakan mengurangi kelelahan pasien, sehingga pasien
sifoedt, sebagian besar mengatakan kurang merasa nyaman. Rasa kelelahan menyebabkan
nyaman yaitu sebanyak 80%. Sedangkan setelah sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
menggunakan sifoedt sebagian besar responden kemampuan koping sehingga meningkatkan
mengatakan nyaman yaitu 90%. Hasil uji statistik persepsi nyeri.8
diperoleh nilai p=0,000, yang artinya terdapat Tindakan lain yang dapat mendukung yaitu
pengaruh yang signifikan penggunaan sifoedt sebaiknya dilakukan elevasi ekstremitas bawah.
sebelum dan sesudah perawatan ulkus diabetik. Elevasi ektremitas bawah merupakan salah satu
Kenyamanan responden muncul oleh karena tindakan manajemen perawatan ulkus diabetik.
alat ini dibuat ergonomis dan permukaan halus, Elevasi ekstrimitas bawah bertujuan melancarkan
sehingga nyaman untuk digunakan. Disamping itu, aliran darah sehingga dapat menuju ke perifer
kenyamanan ini dipengaruhi juga oleh waktu pada daerah ulkus diabetik dan agar tidak terjadi
perawatan dimana rata-rata perawatan ulkus penumpukkan di daerah distal ulkus. Perfusi
diabetik sebelum menggunakan sifoedt adalah jaringan perifer yang maksimal akan mempercepat
18,07 menit dan sesudah menggunakan sifoedt penyembuhan ulkus. Hasil penelitian Sulistyowati,
cukup memerlukan waktu 12,63 menit. Hal ini menunjukkan elevasi ektremitas bawah lebih
sesuai dengan teori dari Seeley, bahwa efektif terhadap proses penyembuhan ulkus
meninggikan (elevasi) kaki sedikit lebih tinggi dari diabetik dibandingkan dengan yang tidak
jantung dapat meningkatkan dan melancarkan melakukan elevasi ekstrimitas bawah.8
aliran darah balik sehingga tidak terjadi edema6. Kenyamanan pasien saat dilakukan
Abdul Majid, dkk, SuraSifoedt (simple Foot Elevator For Diabetic Ulcer Treatment) 15

perawatan ulkus diabetik dapat disebabkan oleh mendatar.12


sifat ergonomi dari Sifoedt, dimana dapat Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata
mengurangi beban kerja dan kelelahan kerja. perawatan ulkus diabetik sebelum menggunakan
Dengan menggunakan prinsip ergonomi, dapat sifoedt adalah 18,07 menit dan sesudah
berperan dalam memaksimalkan kenyamanan, menggunakan sifoedt cukup memerlukan waktu
keamanan dan efisiensi dalam pekerjaan.10 12,63 menit, sehingga relatif lebih cepat dengan
Posisi ergonomis panjang kaki yang dimaksud menggunakan Sifoedt. Apalagi terdapat 40%
adalah dimana Sifoedt didesain atau dirancang responden berusia 60 tahun atau lebih. Menurut
menyesuaikan dengan posisi kaki dan tinggi Muchinsky, selain karena waktu yang lebih lama,
permukaan tubuh, sehingga kaki dapat terentang faktor penyebab kelelahan adalah faktor usia,
sedikit elevasi dengan ketinggian permukaan 10 dimana kebutuhan zat tenaga terus meningkat
cm meningkat sampai ketinggian permukaan sampai akhirnya menurun pada usia 40 tahun9.
bagian belakang 15 cm. Dengan demikian .dapat Berkurangnya kebutuhan zat tenaga tersebut
memberikan alas kaki yang berfungsi sebagai dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik
bantalan atau penahan. sehingga kegiatan yang bisa dilakukan biasanya
Ergonomi sebagai ilmu yang mempelajari juga berkurang dan lebih lamban.9
perilaku manusia dalam kaitannya dengan Kelelahan dapat disebabkan oleh banyak faktor
pekerjaan dan dapat dikatakan sebagai ergonomik salah satunya adalah faktor ergonomi. Dalam
yaitu penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi melakukan pekerjaan diperlukan posisi kerja yang
tubuh untuk menurunkan stress yang akan tepat untuk mengurangi kelelahan dan mencegah
dihadapi. Upayanya antara lain berupa terjadinya cedera di dalam bekerja. Salah satu
menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan kelelahan yang dapat muncul adalah kelelahan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan dan sesuai otot, dimana kelelahan otot merupakan kelelahan
dengan kebutuhan manusia. Ergonomi yang disebabkan akibat aktivitas fisik yang terlalu
merupakan praktek dalam mendesain peralatan lama dan banyak.10
dan rincian pekerjaan sesuai dengan kemampuan Dalam hal ini posisi kaki sebelum
pekerja yang bertujuan untuk mencegah cidera menggunakan Sifoedt, dimana posisi pasien
pada pekerja atau pasien.11 berbaring dengan posisi kaki lurus, ujungnya
Elevasi ekstremitas bawah bertujuan agar diganjal dengan bengkok atau waskom yang
sirkulasi perifer tidak menumpuk di area distal dibalik merupakan posisi perawatan ulkus yang
ulkus sirkulasi dapat dipertahankan.4 kurang tepat dan menambah resiko cedera.
Elevasi ekstremitas bawah dilakukan setelah Menurut Wijaya, sikap atau posisi kerja yang
pasien beraktivitas atau turun dari tempat tidur. kurang tepat, canggung dan diluar kebiasaan akan
Saat turun dari tempat tidur, walaupun kaki tidak menambah resiko cidera pada bagian muskulo
dijadikan sebagai tumpuan, namun akibat efek skeletal11. Sikap kerja yang sering dilakukan oleh
gravitasi menyebabkan aliran darah akan manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain
cenderung menuju perifer terutama kaki yang berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan
mengalami ulkus. Elevasi ekstremitas bawah dan lain-lain. Jika kondisi sistem kerjanya yang
dilakukan untuk mengatasi efek tersebut.4 tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja,
2. Tingkat kelelahan karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak
Tingkat kelelahan responden dipengaruhi oleh aman. Sikap kerja yang salah, canggung dan diluar
lamanya waktu. Lamanya waktu perawatan kebiasaan akan menambah resiko cidera pada
dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dan kondisi luka. bagian muskuloskeletal.12
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86,7% Oleh karena itu, dengan perawatan ulkus
responden mengalami kelelahan saat dilakukan diabetik dengan menggunakan Sifoedt sebagai
perawatan sebelum menggunakan Sifoedt upaya penerapan prinsip-prinsip ergonomi dalam
sedangkan sesudah menggunakan Sifoedt bekerja yang bertujuan dan manfaat dari
sebagian besar mengatakan tidak mengalami penerapan ergonomi adalah upaya untuk
kelelahan (93,3%). Kelelahan ini bersifat akut mencegah cedera akibat kerja, menurunkan
dengan tipe kelelahan mental yang terjadi pada beban kerja fisik dan mental, mengurangi
aktifitas tubuh terutama yang banyak kelelahan setelah bekerja.
menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena saat 3. Tingkat kemudahan dalam perawatan ulkus
pasien dilakukan perawatan ulkus, suatu organ diabetik
atau seluruh tubuh bekerja secara terus menerus Berdasarkan hasil penelitian pada perawat
dan berlebihan karena aktivitas yang monoton yang melakukan perawatan ulkus diabetik, dari 6
dengan tidur terlentang dengan posisi kaki orang perawat setelah melakukan perawatan
16 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 12-16

ulkus diabetik terhadap 26 pasien, mengatakan, DAFTAR PUSTAKA


sebelum menggunakan sifoedt sebanyak 6 orang 1. Smeltzer, S. & Bare, B, 2002. Buku Ajar
(100%), adalah tidak mudah, dan setelah Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi 8.
menggunakan sifoedt. sebanyak 6 orang (100%) Jakarta : EGC.
mengatakan mengatakan perawatan ulkus 2. American Diabetes Association, 2007. Diagnosis
diabetik menjadi mudah. Kemudahan ini timbul and classification of diabetes mellitus. Diabetes
karena, sifoedt didesain untuk menopang kaki, Care
sehingga kaki yang mengalami ulkus mudah untuk 3. Apelqvist J, Bakker K, van Houtum WH, Schaper
dilakukan perawatan khususnya ulkus yang NC, 2008. Practical guidelines on the management
mengenai bagian bawah kaki, yang sebelumnya and prevention of the diabetic foot: based upon the
menempel di bed, bengkok atau lainnya International Consensus on the Diabetic Foot.
menyebabkan kurang ulkus kurang terekspose. Prepared by the International Working Group on
Kondisi ini memerlukan memindahkan posisi ulkus the Diabetic Foot. Diabetes Metab Res Rev.
atau dengan istilah membolak-balikan kaki, 4. Frykberg RG, et al. 2006. Diabetic foot disorders: a
supaya lebih mudah dilakukan perawatan. clinical practice guideline. J Foot Ankle Surg
45(Suppl. 5):S1–S66, 2006 [PubMed]
KESIMPULAN 5. A m e r i c a n D i a b e t e s A s s o c i a t i o n . 2 0 0 3 .
1. Sifoedt dapat digunakan untuk melakukan Preventative foot care in people with diabetes.
perawatan pasien penderita Diabetes Mellitus Diabetes Care 26 (Suppl. 1):S78–S79.
dengan komplikasi ulkus diabetik secara efektif 6. Wulandari, I., Yetti, K, dan Hayati, T.S. 2010.
dan efisien. Pengaruh Elevasi Ekstremitas Bawah Terhadap
2. SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik. Jakarta.
Treatment) terbukti dapat mempercepat waktu 7. Seeley, T.D. D.R. Tarpy, S.R. Griffin, A. Carcione,
perawatan ulkus diabetik. and D.A. Delaney. 2015. A survivor population of
3. SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer wild colonies of European honeybees in the
Tr e a t m e n t ) t e r b u k t i d a p a t m e m b e r i k a n northeastern United States: investigating its
kenyamanan pasien saat dilakukan perawatan genetic structure. Apidologie 46:654-666.
ulkus diabetik. 8. P o t t e r, P. A , P e r r y, A . G . 2 0 0 5 . B u k u A j a r
4. SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Tr e a t m e n t ) d a p a t m e n g u r a n g i a t a u Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin
menghilangkan kelelahan pasien saat dilakukan Asih, dkk. Jakarta : EGC.
perawatan ulkus diabetik. 9. Sulistyowati, D. A. 2015. Efektivitas Elevasi
5. SIFOEDT (Simple Foot Elevator for Diabetic Ulcer Ektrimitas Bawah Terhadap Proses Penyembuhan
Treatment) dapat memberikan kemudahan saat Ulkus Diabetik di Ruang Melati RSUD Dr.
melakukan perawatan ulkus diabetik Moewardi Tahun 2014. Kosala, 3(1): 83-88
10.Muchinsky, 2000. Emotions in the workplace: the
SARAN neglect of organizational behavior. First published:
1. Bagi perawat atau tenaga medis diharapkan dapat 28 November 2000 Full publication history. DOI:
menggunakan sifoedt sebagai alat untuk 10.1002/1099-79 (200011) 21:7<801.
melengkapi pada saat melakukan perawatan 11. OSHA. 2002. Ergonomic : The Study of work. US
pasien diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus Departement of Labor Occupational Safety and
diabetik. Health Administration. OSHA 3125.
2. Penggunaan Sifoedt untuk perawatan ulkus 12.Wijaya, A. 2008. Analisa Postur Kerja dan
diabetik dapat digunakan di rumah sakit, Perancangan Alat Bantu Untuk Aktivitas Manual
puskesmas, dan pusat pelayanan kesehatan Material Handling Industri Kecil. Universitas
lainnya serta dapat digunakan pada saat Muhamadiyah Surakarta.
melakukan perawatan di rumah (home care). 13.Bridger, R.S. 1995. Introduction to The Ergonomic,
International Edition. McGraw-Hill. New York.
PENGARUH KEIKUTSERTAAN DALAM KELAS IBU HAMIL TERHADAP
RENTANG WAKTU PENGGUNAAN KONTRASEPSI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I,
YOGYAKARTA TAHUN 2016

Riska Ismawati Hakim, Dyah Noviawati Setya Arum, Tri Maryani*

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email : merrikiut.rk@gmail.com

ABSTRACT
Contraceptive use is a problem that may contributes to maternal mortality. The rate of unmeet-need according to the 2012
Demographic Health Survey of Indonesia is 8.5%. The high unmeet-need for family planning services will likely lead to the
incidence of unwanted pregnancy. Unwanted pregnancy in post-partum mothers will lead to a very short pregnancy spacing
and likely lead to abortion complications. Yogyakarta City is an area with the least new and active family planning participants
in the province of Yogyakarta Special Region, with the lowest percentage is in Umbulharjo I Primary Healthcare Centre by
1.63% and 72.49%. Meanwhile, antenatal class program in which one of the materials contains postpartum birth control has
been implemented in all public health centers in Yogyakarta city, one of which is in Umbulharjo I Primary Healthcare Centre, in
accordance with the guidelines for the implementation of the antenatal class. This research aims to identify the effects of
participation in antenatal class on the time range of contraceptive use. It belongs to an observational analytical research with
cross sectional design to 173 respondents taken using purposive sampling and analyzed using Chi-Square Test. Of the 173
respondents, it was found out that the majority of participation in pregnant women class did not meet the standard, numbering
109 mothers (63%) and the time range of contraceptive use was not according to the standard (> 42 days), numbering 96
mothers (55.5%). The results of analysis using Chi-Square test indicated p-value = 0.04 (p = <0.05). This research concludes
that there is an effect of participation in antenatal class on the time range of contraceptive use at Umbulharjo I Primary
Healthcare Centre of Yogyakarta in 2016.

Keywords: Antenatal Class, Contraceptive Users, Time Range of Contraceptive Use

ABSTRAK
Penggunaan kontrasepsi merupakan masalah yang berkontribusi dalam kematian ibu. Angka unmeet-need menurut SDKI
2012 sebesar 8,5%. Tingginya unmeet-need pelayanan KB berpotensi besar untuk terjadinya kehamilan tidak diinginkan
(KTD). KTD pada ibu pasca bersalin akan dihadapkan pada jarak kehamilan yang sangat dekat bila diteruskan dan
berpeluang terjadi komplikasi aborsi bila diakhiri. Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan peserta KB baru dan aktif
paling sedikit di Provinsi DIY dengan presentase terendah terdapat di Puskesmas Umbulharjo I, yaitu 1.63% dan 72.49%.
Sementara itu, program kelas ibu hamil yang salah satu materinya berisi tentang KB pasca persalinan sudah dilaksanakan di
seluruh puskesmas di Kota Yogyakarta sesuai dengan pedoman pelaksanaan kelas ibu hamil, termasuk salah satunya yaitu
di Puskesmas Umbulharjo I. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh keikutsertaan dalam Kelas Ibu Hamil (KIH) terhadap
rentang waktu penggunaan kontrasepsi. Jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional kepada 173
responden secara purposive sampling dan menggunakan Uji Chi-Square. Dari 173 responden diketahui bahwa mayoritas
keikutsertaan dalam kelas ibu hamil tidak sesuai dengan standar, yaitu sebanyak 109 ibu (63%) dan rentang waktu
penggunaan kontrasepsi yang tidak sesuai standar (>42 hari) yaitu sebanyak 96 ibu (55,5%). Hasil uji analisis Chi-Square
diperoleh nilai p = 0,04 (p = <0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh keikutsertaan dalam Kelas Ibu
Hamil (KIH) terhadap rentang waktu penggunaan kontrasepsi di Puskesmas Umbulharjo I, Yogyakarta tahun 2016.

Kata kunci : Kelas Ibu Hamil (KIH), Akseptor KB, Rentang Waktu Penggunaan Kontrasepsi

PENDAHULUAN sampai dengan SDKI 2007. Gambaran ini meningkat


Pembangunan kesehatan adalah penye- pada SDKI 2012 yaitu 359 per kelahiran hidup2.
lenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan penurunan AKI dan AKB adalah dengan penggunaan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Program Buku KIA. Buku KIA diharapkan dapat meningkatkan
pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Buku KIA
masih diprioritaskan pada upaya peningkatan derajat dapat pula dipakai sebagai alat pemantau kesehatan
kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok ibu dan anak, serta pendidikan dan penyuluhan
yang paling rentan kesehatan yaitu ibu hamil, bersalin kesehatan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu1.
dan bayi pada masa perinatal. Hal ini ditandai dengan Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka dengan umur kehamilan antara 4 minggu sampai
Kematian Bayi (AKB)1. Analisis tren rasio kematian dengan 36 minggu dengan jumlah peserta maksimal
maternal menunjukkan penurunan dari SDKI 1994 10 orang. Metode pembelajaran kelas ibu hamil
18 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 17-22

adalah pembahasan materi yang ada di dalam Buku hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dan
KIA. Kelas ibu hamil merupakan suatu program untuk variabel tergantung (efek) dengan melakukan
sarana belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu pengukuran sesaat. Faktor risiko serta efek tersebut
hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok diukur menurut keadaan atau statusnya pada waktu
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan dilakukan observasi7. Populasi dalam penelitian ini
keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan adalah seluruh ibu akseptor KB di Puskesmas
kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan Umbulharjo I, Yogyakarta tahun 2016. Sampel yang
bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte digunakan yaitu ibu akseptor KB di Puskesmas
kelahiran. Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan Umbulharjo I, Yogyakarta tahun 2016 yang memenuhi
minimal 3 kali pertemuan selama hamil dengam kriteria inklusi dan ekslusi sebesar 173 responden.
materi yang disampaikan materi pokok, salah satunya Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan
materi tentang Keluarga Berencana (KB) pasca salin1. purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi
Penggunaan kontrasepsi merupakan masalah lain dan eksklusi. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
yang berkontribusi dalam kematian ibu selain Umbulharjo I, Yogyakarta pada 14 – 30 November
penyebab langsung dan tidak langsung. Menurut data 2016. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
SDKI tahun 2012, angka unmet-need sebesar 8,5%3. keikutsertaan dalam kelas ibu hamil dan variabe
Masih jauhnya target kedua indikator program KB ini dependen adalah rentang waktu penggunaan
patut diduga berkontribusi terhadap landainya kontrasepsi.
penurunan AKI dimana program KB merupakan salah Data dalam penelitian ini meliputi data karakteristik
satu upaya penurunan AKI dibagian hulu2. responden (usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
Tingginya unmet need pelayanan KB akan penghasilan, paritas ibu), keikutsertaan dalam kelas
berpotensi besar untuk terjadinya kehamilan yang ibu hamil, rentang waktu penggunaan kontrasepsi dan
tidak diinginkan (KTD). KTD pada ibu pasca bersalin, jenis kontrasepsi yang digunakan setelah persalinan.
akan dihadapkan pada dua hal yang berisiko. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
Pertama, jika kehamilan diteruskan maka akan dengan wawancara di puskesmas, posyandu dan
berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya mendatangi rumah akseptor dan observasi data
dan kedua, jika kehamilan diakhiri maka berpeluang responden yang ada di puskemas.
untuk terjadinya komplikasi aborsi yang juga dapat Analisis data secara univariat menggunakan
berkontribusi terhadap kematian ibu. presentase dan penyajiannya dalam bentuk tabel dan
Penerapan KB pasca persalinan sangat penting distribusi frekuensi. Analisis bivariabel dengan Chi-
karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu Square dan Relative Risk (RR). Hubungan dua
setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat variabel bermakna apabila faktor peluang kurang dari
terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada 5% atau p-value < 0,056. Besar pengaruh diketahui
wanita menyusui. Kontrasepsi seharusnya sudah dengan mencari besaran Relative Risk (RR).
digunakan sebelum aktifitas seksual dimulai. Oleh
karena itu sangat strategis untuk memulai kontrasepsi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
seawal mungkin setelah persalinan4. Responden di Puskesmas Umbulharjo I,
Kota Yogyakarta merupakan wilayah di Provinsi Yogyakarta Tahun 2016
DIY dengan angka peserta KB baru dan aktif paling
sedikit, yaitu 4,2% dan 75,5%. Di Kota Yogyakarta,
presentase jumlah peserta KB baru dan KB aktif
paling rendah terdapat di Puskesmas Umbulharjo I5.
Sementara itu, program kelas ibu hamil yang salah
satu materinya berisi tentang KB pasca persalinan
sudah dilaksanakan di seluruh puskesmas di Kota
Yogyakarta sesuai dengan pedoman pelaksanaan
kelas ibu hamil, termasuk salah satunya yaitu di
Puskesmas Umbulharjo I. Penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh keikutsertaan dalam kelas ibu
hamil terhadap rentang waktu penggunaan
kontrasepsi di Puskesmas Umbulharjo I, Yogyakarta
tahun 2016.

METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
survei analitik6. Penelitian dilaksanakan dengan
pendekatan cross sectional yang mempelajari
Riska Ismawati Hakim, dkk, Pengaruh Keikutsertaan Dalam Kelas Ibu Hamil.... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN I ini dalam pemilihan jenis kontrasepsi, diantaranya


Berdasarakan tabel karakteristik responden, umur ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan atau
diketahui bahwa usia ibu mayoritas 20-35 tahun. Hal informasi dan paritas. Sesuai dengan penelitian yang
ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyebutkan bahwa umur istri, jumlah anak dan
dalam penelitian ini masih tergolong dalam usia tingkat pendidikan mempengaruhi pemilihan jenis
reproduksi sehat, mempunyai organ reproduksi yang kontrasepsi yang digunakan pada PUS11.
masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah Tabel 3. Distribusi Frekuensi Keikutsertaan dalam
untuk mendapatkan kehamilan. Kelas Ibu Hamil di Puskesmas
Karakteristik subjek dilihat dari tingkat pendidikan
Keikutsertaan KIH n %
yaitu sebagian besar kategori menengah. Semakin
Tidak sesuai standar 109 63
tinggi pendidikan akan semakin mudah untuk Sesuai standar 64 37
menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak Jumlah 173 100
pula pengetahuan yang dimiliki. Orang yang
berpendidikan tinggi akan lebih memahami tentang Kriteria keikutsertaan dalam kelas ibu hamil yang
kontrasepsi dan memiliki keinginan lebih untuk sesuai standar yaitu jika kehadiran minimal tiga kali
mengatur kesuburannya8. pertemuan. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
Pekerjaan ibu mayoritas adalah IRT/tidak bekerja. sebagian besar keikutsertaan dalam kelas ibu hamil
Wanita yang memiliki pekerjaan cenderung yang sesuai standar masih rendah. Karakteristik
mengalami unmet need lebih rendah dibandingkan responden yang mayoritas tergolong dalam usia
dengan wanita tidak bekerja. Wanita yang bekerja reproduksi sehat, tingkat pendidikan menengah, tidak
memiliki motivasi yang lebih untuk memenuhi bekerja, dan penghasilan dalam keluarga setiap bulan
kebutuhan KB mereka, sehinga kemungkinan mereka lebih dari UMK ini tidak berbanding lurus dengan
untuk mengalami unmet need akan lebih kecil9. keikutsertaan dalam kelas ibu hamil. Dalam penelitian
Karakteristik subjek penelitian pendapatan sebelumnya disebutkan bahwa ibu hamil yang tidak
keluarga responden yaitu lebih dari UMK Kota ikutserta dalam kelas ibu hamil cenderung berusia
Yogyakarta tahun 2016. Ekonomi seseorang dibawah 25 tahun, belum menyelesaikan pendidikan
mempengaruhi tersedianya fasilitas yang menunjang menengah dan berpenghasilan rendah12.
untuk mendapatkan informasi sehingga dapat Rendahnya cakupan keikutsertaan dalam kelas
mempengaruhi pengetahuan seseorang8. ibu hamil disebabkan oleh kesadaran dan upaya
Paritas responden dalam penelitian ini paling pemaksimalan dalam pelayanan kelas ibu hamil yang
banyak adalah ≤2, ini menunjukkan bahwa mayoritas belum terlaksana. Hal tersebut bisa dikarenakan
ibu akseptor KB yang ada di wilayah Puskesmas kendala pada klien atau konsumen dan kendala pada
Umbulharjo I termasuk dalam paritas yang tidak provider. Kendala pada klien yang kurang terpuaskan
beresiko tinggi. Terdapat hubungan yang bermakna terhadap harapan, kebutuhan yang tidak terpenuhi
antara jumlah anak dengan kebutuhan keluarga dan motivasi ibu dalam mengikuti kelas ibu hamil.
berencana yang tidak terpenuhi (unmet need). Wanita Untuk kendala pada provider atau penyelenggara
yang memiliki 3-4 anak berisiko 5,4 kali lebih besar menyangkut kekurangan staf, pembatasan anggaran,
untuk mengalami unmet need KB dibandingkan situasi dan kondisi mengajar, kesiapan provider dalam
dengan yang memiliki 1-2 anak10. penyampaian materi atau ilmu, dan kurangnya
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi pelatihan menjadi instruktur dalam kelas ibu hamil
Pasca Persalinan di Puskesmas Umbulharjo I, serta penempatan prioritas pendidikan untuk orang
Yogyakarta Tahun 2016 tua yang tidak diutamakan13.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pengetahuan
Jenis Kontrasepsi n %
Alamiah ibu hamil akan mempengaruhi motivasi ibu hamil
Kondom 15 8,7 tersebut untuk mengikuti kelas ibu hamil (p= 0,0001)14.
Metode Amenore Laktasi 52 30,1 Sejalan dengan penelitian oleh Historyati (2011) yang
Kalender 7 4,0 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
Hormonal
Pil 14 8,1 ditemukan antara variabel pengetahuan, sikap
Suntik 42 24,3 dengan partisipasi dalam kelas ibu hamil15.
Implan 12 6,9 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Rentang Waktu
Non Hormonal
IUD 30 17,3
Penggunaan Kontrasepsi di Puskesmas Umbulharjo
Kontrasepsi Mantap I, Yogyakarta Tahun 2016
MOW/MOP 1 0,6 Rentang Waktu
Jumlah 173 100,0 n %
Mulai KB
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai jenis Tidak sesuai 96 55,5
standar (>42 hari)
kontrasepsi pasca persalinan, mayoritas responden Sesuai standar (=42 77 44,5
memilih menggunakan MAL. Banyak faktor yang hari)
mempengaruhi ibu di wilayah Puskesmas Umbulharjo Jumlah 173 100,0
20 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 17-22

Tabel 5.Tabel Silang Keikutsertaan dalam Kelas Ibu Hamil dengan Rentang
Waktu Penggunaan Kontrasepsi di Puskesmas Umbulharjo I, Yogyakarta Tahun 2016

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa ibu hamil tidak sesuai dengan standar. Hasil penelitian ini
yang keikutsertaannya dalam kelas ibu hamil tidak sesuai dengan penelitian oleh Rutaremwa, et.al
sesuai standar mayoritas mulai menggunakan (2015) yang menyebutkan bahwa paparan media
kontrasepsi lebih lambat atau tidak sesuai dengan secara bermakna berkaitan dengan penggunaan KB
standar KB pasca persalinan (>42 hari), sementara itu pasca persalinan20.
ibu yang mengikuti kelas ibu hamil sesuai dengan Penelitian lain yang mendukung oleh Ali (2013)
standar mayoritas mulai menggunakan kontrasepsi menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan
sesuai standar KB pasca persalinan (≤42 hari). antara pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi
Berdasarkan uji bivariabel pada pengaruh pada pasangan usia subur21. Pengetahuan akseptor
keikutsertaan dalam kelas ibu hamil terhadap rentang menjadi lebih baik karena banyaknya informasi yang
waktu penggunaan kontrasepsi didapatkan hasil p- diperoleh baik dari petugas kesehatan maupun dari
value sebesar 0,04, angka ini menunjukkan adanya media. Penerimaan perilaku baru didasari oleh
pengaruh yang bermakna antara keikutsertaan dalam pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka
kelas ibu hamil terhadap rentang waktu penggunaan perilaku itu akan berlangsung lama, tetapi apabila
kontrasepsi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan
menyatakan bahwa pelayanan antenatal dan early kesadaran maka tidak akan langgeng.
postnatal dibutuhkan untuk mempertimbangkan Hasil ini memperkuat teori adanya pengaruh atau
penerimaan KB pasca persalinan17. Hal ini didukung hubungan pemberian edukasi dengan peningkatan
pula oleh penelitian Stoll dan Wendy (2012) yang pengetahuan dan sikap yang menjadi determinan
menyebutkan bahwa ibu yang mengikuti kelas sebuah perilaku. Pengetahuan atau kognitif
antental secara bermakna lebih mungkin untuk merupakan domain yang sangat penting dalam
menyusui setelah melahirkan hingga tiga bulan pasca membentuk tindakan seseorang (over behavior).
melahirkan18. Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor
Informasi merupakan sumber utama untuk predisposisi ( predisposing factor ). Faktor ini
memperoleh pengetahuan 8 . Tingkat pendidikan mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
responden di Puskesmas Umbulharjo I yang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
mayoritas menengah akan memudahkan responden tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
untuk menerima informasi, baik yang diperoleh dari sebagainya8.
orang lain maupun dari media massa. Semakin Hasil perhitungan Relative Risk dalam penelitian
banyak informasi yang diperoleh, maka semakin ini didapatkan hasil lebih dari satu, maka dapat
banyak juga pengetahuan tentang kesehatan karena disebutkan bahwa faktor yang diteliti tersebut
banyak informasi yang ditemukan serta banyak hal menyebabkan efek7. Faktor yang dimaksud dalam
yang telah dilakukan sehingga menambah pernyataan tersebut adalah keikutsertaan dalam
pengetahuannya tentang kontrasepsi pasca kelas ibu hamil, sehingga mengartikan bahwa ibu
persalinan. yang keikutsertaannya dalam kelas ibu hamil sesuai
Media dalam Theory of Planned Behavior dengan standar berpeluang 1,92 kali lebih besar untuk
merupakan salah satu faktor latar belakang yang mulai menggunakan kontrasepsi sesuai dengan
dapat mempengaruhi perilaku seseorang19. Kelas ibu standar KB pasca persalinan (≤42 hari) dibandingkan
hamil merupakan suatu media untuk meningkatkan dengan ibu yang keikutsertaannya dalam kelas ibu
pengetahuan ibu tentang kesehatan ibu dan anak, hamil tidak sesuai dengan standar.
dimana salah satu materi yang dibahas adalah KB
pasca persalinan. Berdasarkan hasil penelitian dapat KESIMPULAN
diketahui bahwa ibu yang mengikuti kelas ibu hamil Karakteristik responden dalam penelitian ini
sesuai dengan standar mayoritas mulai mayoritas adalah wanita dalam usia reproduksi sehat,
menggunakan kontrasepsi sesuai dengan standar KB tingkat pendidikan menengah, tidak bekerja,
pasca persalinan (≤42 hari) dibandingkan dengan penghasilan dalam keluarga setiap bulan lebih dari
responden yang keikutsertaannya dalam kelas ibu
Riska Ismawati Hakim, dkk, Pengaruh Keikutsertaan Dalam Kelas Ibu Hamil.... 21

UMK Kota Yogyakarta tahun 2016, dan tergolong 9. Juliaan, F. (2009). Analisis DKI : Unmet Need dan
paritas yang tidak berisiko tinggi. Keikutsertaan dalam Kebutuhan Pelayanan KB di Indonesia. Jakarta :
kelas ibu hamil mayoritas tidak sesuai dengan Penerbit KB dan Kespro BKKBN
standar. Rentang waktu penggunaan kontrasepsi 10.Katulistiwa, R. (2013). Determinan Unmet Need
sebagian besar tidak sesuai dengan standar KB KB pada Wanita Menikah di Kecamatan Klabang
pasca persalinan (>42 hari sejak persalinan terakhir). Kabupaten Bondowoso. Jember : Fakultas
Ada pengaruh keikutsertaan dalam kelas ibu hamil Kesmas Universitas Jember
terhadap rentang waktu penggunaan kontrasepsi di 11.Kusumaningrum, Radita. 2009. Faktor-faktor yang
Puskesmas Umbulharjo I, Yogyakarta. Ibu yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi yang
keikutsertaannya dalam kelas ibu hamil sesuai Digunakan Pada Pasangan Usia Subur. Semarang
dengan standar berpeluang hampir dua kali lebih : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
besar untuk mulai menggunakan kontrasepsi sesuai 12.Lumley, J dan Brown S. 1993. Attenders And
standar KB pasca persalinan (≤42 hari) dibandingkan Nonattenders At Childbirth Education Classes In
dengan ibu yang keikutsertaannya dalam kelas ibu Australia : How Do They And Their Birth Differ?
hamil tidak sesuai dengan standar. Diunduh pada 15 Desember 2016
darihttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/824061
SARAN 8
Bagi pengambil keputusan di Puskesmas 13.Schott, Judith dan Judy Priest. 2009. Kelas
Umbulharjo I, diharapkan untuk terus berupaya Antenatal Edisi 2. Jakarta : EGC
menggalakkan pelaksanaan kelas ibu hamil agar 14.Uswatun. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil
keikutsertaan dalam kelas ibu hamil yang sesuai Tentang Kelas Ibu Hamil dengan Motivasi
dengan standar meningkat dan rentang waktu Mengikuti Kelas Ibu Hamil di Puskesmas 2
penggunaan kontrasepsi pasca persalinan semakin Mandiraja Kabupaten Banjarnegara. Purwokerto :
cepat. Bagi bidan diharapkan untuk berperan aktif dan Prodi D3 Keperawatan Poltekkes Semarang
senantiasa memperbarui ilmu terkait 15.Historyati, Dyah. 2003. Tesis Hubungan
penyelenggaraan kelas ibu hamil agar keikutsertaan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Kelas
dalam kelas ibu hamil meningkat dan KB pasca Ibu Hamil dengan Partisipasi dalam Kelas Ibu
persalinan terlaksana sesuai pedoman. Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tembelang.
Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan Solo : UNS
pengembangan ilmu tentang pengaruh keikutsertaan 16.Sitopu, S.D. 2012. Hubungan Pengetahuan
dalam kelas ibu hamil terhadap rentang waktu Akseptor Keluarga Berencana dengan
penggunaan kontrasepsi dengan analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi di Puskesmas
multivariabel dan dengan desain penelitian prospektif. Helvetia Medan. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Darma Agung Medan. Medan
DAFTAR PUSTAKA 17.Eliason, et.al. 2013. Factors influencing the
1. Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Kelas intention of women in rural Ghana to adopt
Ibu Hamil. Jakarta : Kementerian Kesehatan postpartum family planning. Diunduh pada 30 Juni
Republik Indonesia 2016 dari http://reproductive-health-
2. Kemenkes RI. 2013. Buletin Jendela Data dan journal.biomedcentral.com/articles/10.1186/174
Informasi Kesehatan Semester II, 2013. Jakarta : 2-4755-10-34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 18.Stoll, Kathrin.H dan Wendy Hall. 2012. Childbirth
3. Kemenkes RI. 2012. Survei Demografi dan Education and Obstetric Interventions Among Low
Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta : Risk Canadian Women. Diunduh pada 22
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia D e s e m b e r 2 0 1 6 d a r i
4. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC34
Keluarga Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan. 89119/
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik 19.Glanz, Karen., Rimer Barbara K., dan Viswanath K.
Indonesia 2008. Health Behavior and Health Education. San
5. Dinas Kesehatan DIY. 2015. Profil Kesehatan Fransisko. Jossey Bass A Wiley Imprint. Diunduh
Provinsi DIY. Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY. p a d a 8 A g u s t u s 2 0 1 6 d a r i
6. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penenlitian http://www.sanjeshp.ir/phd/phd_91/Pages/Refren
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta ces/health%20education%20and%20promotion/
7. Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi %5BKaren_Glanz,_Barbara_K._Rimer,_K._Visw
Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto anath%5D_Heal%28BookFi.or.pdf
8. Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat 20.Rutaremwa, et.al.2015. Predictors of modern
Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta contraceptive use during the postpartum period
22 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 17-22

among women in Uganda. Diunduh pada 24 Juni dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi pada
2016 dari http://bmcpublichealth.biomedcentral. Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas
com/articles /10.1186/s12889-015-1611-y Bahu Kabupaten Gorontalo. Jember : Fakultas
21.Ali. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
MEDIA AGAR TEPUNG KACANG HIJAU, KACANG MERAH, KACANG TUNGGAK, KACANG
KEDELAI SEBAGAI MEDIA KULTUR JAMUR ASPERGILLUS FLAVUS

Anik Nuryati*, Sujono

Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email : nuryati.anik@gmail.com

ABSTRACT
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) is a medium for the growth of fungi, ready to use, packaged in 500 gr, expensive, hard to find
and takes a long time to obtain so it needs alternative media. SDA contains 4% glucose. The use of mung bean, red bean,
cowpea and soy bean flour as culture media has never been done. The material contains high protein and high vegetable oil,
allowing Aspergillusflavus to grow in it. The research aimed to know whether mung bean , red bean, cowpea, soy bean flour
agar media may be used as culture media on the growth of Aspergillus flavus, and to know the diameter and color of colonies.
Subjects were Aspergillusflavus fungus, inoculated in SDA media with incubation time 24 hours. Macroscopic shape:
filamentous colonies, clear. Microscopic: insulated hyphae, branching, there are vesicles with conidia arranged like a fan.
The object of the research are mung bean, red bean, cowpea, and soybean flour obtained from the manufacture of good
quality peanut flour, whole seeds, not rancid, not wormy. Method: This research is an experimental study. The treatment was
given to the independent variable and then measures the dependent variable. The result shows that mung bean, red bean,
cowpea, soy bean flour agar media can be used as culture media on the growth of Aspergillusflavus fungus. Diameter of
colony growth to five days on soybean flour agar medium was 7.1 cm, it was greater than red beans media 6.1 cm, mung
bean media 6.7 cm and SDA 6.5 cm. Colony color on all media are white, turns yellow and then green and dark green until the
end. It can be concluded that Aspergillus flavus fungus can grow on mung bean, red bean, cowpea, soy bean flour agar media
with various diameters.

Keywords : Nuts Media, Aspergillus flavus, Fungus Growth

ABSTRAK
Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan media untuk pertumbuhan jamur, siap pakai, dikemas dalam bentuk
paking 500 gram, mahal, sulit didapat, pengadaannya membutuhkan waktu lama sehingga diperlukan adanya media
pengganti. SDA mengandung 4% glukosa. Penggunaan Tepung kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak, dan kacang
kedelai sebagai media kultur belum pernah dilakukan. Tepung kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak, dan kacang
kedelai mengandung protein tinggi dan minyak nabati tinggi, dan dimungkinkan sebagai media pertumbuhan jamur
Aspergillus flavus.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media agar tepung kacang hijau, merah, tunggak,
kedelai dapat digunakan sebagai media pertumbuhan Aspergillus flavus. Subyek penelitian adalah jamur Aspergillus flavus
yang diinokulasi dalam media SDA dengan waktu inkubasi 24 Jam. Obyek penelitian adalah tepung kacang hijau, merah,
tonggak, kedelai yang diperoleh dari hasil pembuatan tepung kacang yang berkualitas baik, biji utuh, tidak tengik, tidak
berulat. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan memberi perlakuan terhadap variable bebas kemudian
mengukur akibat perlakuan tersebut pada variable terikat. Hasil Penelitian: Media agar tepung kacang hijau, merah,
tunggak dan kedelai dapat menjadi media pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Diameter koloni pertumbuhan hari ke lima
pada media agar dari tepung kacang kedelai 7.1 cm lebih besar dibanding media kacang merah 6.1 cm, kacang hijau 6.7 cm
dan SDA 6.5 cm. Koloni pada semua media berwarna putih, berubah kuning kemudian hijau muda dan hijau tua.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah jamur Aspergillus flavu dapat tumbuh pada media agar tepung kacang hijau, merah,
tunggak, dan kedelai dengan diameter bervariasi.

Kata Kunci : Media Kacang, Aspergillus flavus, Pertumbuhan Jamur

PENDAHULUAN jamur dapat tumbuh pada hasil pertanian sebelum


Fungi atau kapang adalah mikroorganisme yang dan setelah dipanen. Bahan makanan yang
sel-selnya berinti sejati (eukariotik), berbentuk mengalami kerusakan oleh jamur dapat
benang, bercabang-cabang, tidak berkhlorofil, menyebabkan bau busuk dan bernoda warna
dinding selnya mengandung kitin, selulosa atau tertentu3.
keduanya1. Keuntungan fungi bagi manusia adalah Jamur yang mengkontaminasi makanan biasa di
memperoleh aneka enzim, vitamin, senyawa asam temukan di udara antara lain Aspergillus flavus, yaitu
amino, antibiotik, alkohol, biomassa cendawan dan jamur multiseluler bersifat opportunisti. Jamur
khamir, makanan dan minuman fermentasi dalam penghasil aflatoksin yaitu suatu senyawa yang dapat
industri farmasi dan industri pangan2. Kerugiannya menyebabkan kanker pada manusia. Aflatoksin
24 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 23-32

berpotensi karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan kacang hijau, merah, tunggak, kedelai dapat menjadi
bersifat imunosupresif 4,5 . Jamur ini juga dapat media alternatif pada pertumbuhan jamur Aspergillus
mengkontaminasi media jamur. flavus.
Jamur Aspergillus flavus biasa di perbanyak pada
media mengandung 4% glukosa. Media yang biasa METODE
digunakan salah satunya adalah Sabouraud Dextrose Metode Penelitian yang digunakan eksperimen
Agar (SDA), pada media ini mengandung 4% glukosa dengan desain penelitian ini adalah post test with
sudah memberikan pertumbuhan fungi yang baik2. control group. Subyek penelitian jamur Aspergillus
SDA adalah media subkultur jamur, yang diperkaya flavus usia 24 Jam. Obyek penelitian tepung kacang
untuk meningkatkan sporulasi khas dan memberikan hijau, merah, tonggak, kedelai yang diperoleh dari
morfologi koloni lebih karakteristik6. Media SDA di pembuatan tepung kacang yang berkualitas baik, biji
produksi oleh pabrik atau perusahaan tertentu, utuh, tidak tengik, tidak berulat.
sehingga media tersebut dipasarkan dalam keadaan
siap pakai, tetapi karena harganya yang mahal dan HASIL DAN PEMBAHASAN
sulit didapat. Hasil survey pada karyawan Balai
Penelitian dengan judul “Agar Tepung Kacang
Laboratorium Kesehatan Provinsi Papua untuk
Hijau, Kacang Merah, Kacang Tunggak Sebagai
mendapatkan media SDA sangat sulit atau
Alternatif Media Kultur Pertumbuhan Jamur
membutuhkan waktu yang lama, sehingga
Aspergillus Flavus” yang dialakukan di laboratorium
memperlambat diagnosis jamur. Hal ini sering menjadi
Jurusan Analis Kesehatan, Politeknis Kesehatan
permasalahan, oleh karena itu perlu dibuat media
Yogyakarta. Penelitian ini memanfaatkan bahan dari
alternatif sebagai bahan pengganti untuk media
tepung kacang hijau, kacang merah, kacang tunggak
pertumbuhan jamur, diantaranya menggunakan
dan kacang kedelai sebagai media pertumbuhan
bahan kacang hijau, kacang tunggak, kacang merah,
jamur Aspergillus Flavus, didapatkan hasil sebagai
kacang kedelai sebagai media alternatif pertumbuhan
berikut:
jamur. Bahan kedelai banyak mengandung sumber
1. Pertumbuhan jamur Aspergillus flavus pada media
protein tinggi dan minyak nabati tinggi, yang
Sabouraud Dexstrose Agar (SDA). Hasil
memungkinkan jamur dapat tumbuh didalamnya.
pengukuran diameter koloni jamur Aspergillus
Karena jamur membutuhkan protein sebagai bahan
flavus pada 12 sampai 120 jam penanaman di SDA
makanan untuk tumbuh2,7,8.
pada tabel 1.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, penulis
meneliti apakah media dengan bahan baku utama biji

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Diameter Pertumbuhan Jamur


Aspergillus flavus Pengenceran 105 pada Media SDA
Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus pengenceran 105
Waktu Pengulangan
1 2 3 Rerata
12 Jam BT BT BT
24 Jam 1.7 + 2,1 + 1,9 + 1,9
36 Jam 3.3, +1 2.9 , +1 3.1, +1 3,1
48 Jam 4.0, +2 3.5, +2 3.8, +2 3,8
60 Jam 4.3, +2 4.0, .+2 4.2 +2 4,2
72 Jam 4.8, +2 4.9 , +2 4.8 +2 4,8
84 Jam 5.0, +2 5.5, +2 5.3 +2 5,3
96 Jam 5.2, +2 5.8, +2 5.5 +2 5,5
108 Jam 5.8, +2 6.6, +2 6.2 +2 6,2
120 Jam 6.3, +2 6.7, +2 6.5 +2 6,5
Keterangan :
BT: Belum Tumbuh
+ : Bening, belum ada warna
+1: Bagian pinggir koloni warna putih, Ditengah koloni warna hijau muda
+2: Bagian pinggir koloni putih, lalu warna hijau muda dan ditengah koloni warna hijau tua

Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan koloni jamur Pertumbuhan koloni pada 24 jam pertama berwarna
Aspergillus flavus pada SDA tumbuh setelah 24 jam bening, berubah menjadi hijau muda dengan bagian
penanaman dengan diameter koloni 1,9 cm, diameter tepi berwarna putih setelah 36 jam, dan menjadi
koloni menjadi 6,5 cm setelah 120 jam kemudian. warna hijau tua setelah 48 jam.
Anik Nuryati, dkk, Media Agar Tepung Kacang Hijau, Kacang Merah, Kacang... 25

2. Pertumbuhan Jamur Aspergillus flavuspada kacang hijau,tumbuh setelah 24 jam penanaman


Media Agar Tepung Kacang Hijau dengan diameter koloni 2,0 cm, diameter koloni
Hasil pengukuran diameter koloni jamur menjadi 6,7 cm setelah 120 jam kemudian.
Aspergillus flavus pada 12 sampai 120 jam Pertumbuhan koloni pada 24 jam pertama
penanaman di media dari tepung kacang hijau berwarna bening, berubah menjadi hijau muda
pada tabel 2. dengan bagian tepi berwarna putih setelah 36 jam,
Tabel 2 menunjukkan pertumbuhan koloni dan menjadi warna hijau tua setelah 48 jam.
jamur Aspergillus flavus pada media agar tepung
Tabel 2. Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus pengenceran 105 pada media Agar
Tepung Kacang Hijau
Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus Pengenceran 105
Waktu Pengulangan
1 2 3 4 Rerata
12 Jam BT BT BT BT
24 Jam 1,2 + 1,8 + 2,0 + 2,3 + 2,0
36 Jam 2,0 +1 3,0 +1 3,4 +1 3,2 +1 3,2
48 Jam 3,0 +2 3,6 +2 4,1 +2 3,7 +2 3,8
60 Jam 3,8 +2 4,0 +2 4,5 +2 4,5 +2 4,3
72 Jam 4,3 +2 4,4 +2 4,9 +2 4,7 +2 4.7
84 Jam 4,7 +2 4,7 +2 5,5 +2 5,2 +2 5,1
96 Jam 5,4 +2 5,5 +2 6,1 +2 6,0 +2 5,9
108 Jam 5,9 +2 6,0 +2 6,7 +2 6,4 +2 6,4
120 Jam 6,1 +2 6,3 +2 6,9 +2 6,8 +2 6,7
Keterangan :
BT : Belum Tumbuh
+ : Bening, belum ada warna
+1: Bagian pinggir koloni warna putih, Ditengah koloni warna hijau muda
+2 : Pinggir koloni putih, warna hijau muda dan ditengah koloni hijau tua

3. Pertumbuhan Jamur Aspergillus Flavus Pada berwarna bening, berubah menjadi hijau muda
Media Agar Tepung Kacang Merah dengan bagian tepi berwarna putih setelah 48 jam,
Hasil pengukuran diameter koloni jamur dan menjadi warna hijau tua setelah 60 jam.
Aspergillus flavus pada 12 sampai 120 jam 5. Pertumbuhan Jamur Pada Media Agar Tepung
penanaman di media dari kacang merah pada Kacang Kedelai
tabel 3. Hasil pengukuran diameter koloni jamur
Tabel 3. menunjukkan pertumbuhan koloni jamur Aspergillus flavus pada 12 sampai 120 jam
Aspergillus flavus pada media agar tepung kacang penanaman di media dari kacang tonggak pada
merah,tumbuh setelah 24 jam penanaman dengan tabel 5.
diameter koloni 2,4 cm, diameter coloni menjadi Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan koloni jamur
6,1 cm setelah 120 jam kemudian. Pertumbuhan Aspergillus flavus pada media agar tepung kacang
koloni pada 24 jam pertama berwarna bening, hijau,tumbuh setelah 24 jam penanaman dengan
berubah menjadi hijau muda dengan bagian tepi diameter koloni 2,2 cm, diameter coloni menjadi
berwarna putih setelah 36 jam, dan menjadi warna 7,1 cm setelah 120 jam kemudian. Pertumbuhan
hijau tua setelah 48 jam. koloni pada 24 jam pertama berwarna bening,
4. Pertumbuhan Jamur Pada Media Agar Tepung berubah menjadi hijau muda dengan bagian tepi
Kacang Tonggak berwarna putih setelah 48 jam, dan menjadi warna
Hasil pengukuran diameter koloni jamur hijau tua setelah 60 jam.
Aspergillus flavus pada 12 sampai 120 jam Berdasarkan diskriptip pertumbuhan jamur
penanaman di media dari kacang tonggak pada Aspergillus flavus pada media tersebut dapat
tabel 4. ditentukan media agar tepung yang baik untuk
Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan koloni jamur digunakan sebagai media pertumbuhan jamur.
Aspergillus flavus pada media agar tepung kacang Berikut grafik perbandingan pertumbuhan jamur
tonggak, tumbuh setelah 24 jam penanaman pada media SDA, media agar tepung kacang
dengan diameter koloni 1,8 cm, diameter coloni merah, kacang hijau, kacang tunggak dan kacang
menjadi 5,4 cm setelah 120 jam kemudian. kedelai pada gambar 1.
Pertumbuhan koloni pada 24 jam pertama
26 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 23-32

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Diameter Pertumbuhan Jamur Aspergillus flavus Pengenceran
105di Media Agar Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus Pengenceran 105
Waktu Pengulangan
1 2 3 4 Rerata
12 Jam BT BT BT BT
24 Jam 2,0 + 2,5 + 2,3 + 2,3 + 2,4
36 Jam 3,1 +1 3,5 +1 3,3 +1 3,0 +1 3,3
48 Jam 3,8 +2 4,0 +2 3,7 +2 3,5 +2 3.7
60 Jam 4,2 +2 4,7 +2 4,0 +2 4,1 +2 4.3
72 Jam 4,3 +2 5,1 +2 4,1 +2 4,3 +2 4.5
84 Jam 5,0 +2 5,5 +2 4,2 +2 5,0 +2 4.9
96 Jam 5,6 +2 6,2 +2 4,2 +2 5,7 +2 5.4
108 Jam 6,0 +2 7,1 +2 4,3 +2 6,2 +2 5.9
120 Jam 6,5 +2 7,2 +2 4,3 +2 6,9 +2 6.1
Keterangan :
BT : Belum Tumbuh
+ : Bening, belum ada warna
+1:Bagian pinggir koloni warna putih, Ditengah koloni warna hijau muda
+2: Bagian pinggir koloni putih, lalu warna hijau muda dan ditengah koloni warna hijau tua

Tabel 4. Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus Pengenceran 105 pada Media Agar
Tepung Kacang Tonggak

Keterangan :
BT : Belum Tumbuh
+ : Bening, belum ada warna
+1: Bagian pinggir koloni warna putih, Ditengah koloni warna hijau muda
+2: Bagian pinggir koloni putih, lalu warna hijau muda dan ditengah koloni warna hijau tua
Tabel 5. Diameter Koloni Jamur Aspergillus flavus Pengenceran 105 pada Media Agar Tepuing
Kacang Kedelai (Glycine max L. Merill)

Keterangan :
BT : Belum Tumbuh
+ : Bening, belum ada warna
+1: Bagian pinggir koloni warna putih, Ditengah koloni warna hijau muda
+2: Bagian pinggir koloni putih, lalu warna hijau muda dan ditengah koloni warna hijau tua
Anik Nuryati, dkk, Media Agar Tepung Kacang Hijau, Kacang Merah, Kacang... 27

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Koloni Jamur Aspergillus flavus Pada Berbagai Media
Gambar diatas secara diskriptip menunjukkan sederhana yang dapat diserap sel dan digunakan
jamur Aspergillus flavus tumbuh pada semua media, untuk sintesis sel dan energi2.
semakin lama penanaman semakin besar diameter Moore-Landecker menegaskan bahwa pada
koloni. Koloni yang terbesar mulai 24 jam penanaman fase lag dimana sel-sel menyesuaikan dengan
dari media kacang merah sampai 60 jam , semakin lingkungan dan pembentukan enzim-enzim untuk
lama beralih koloni yang terbesar dari media kacang mengurai subrat lebih lama9. Komposisi media
kedelai. SDA mengandung glukosa 4% dan pepton 1%,
kandungan tersebut sangat sederhana sehingga
PEMBAHASAN jamur lebih mudah mencerna nutrisi sehingga
1. Kacang Hijau pertumbuhannya lebih cepat.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kacang Hasil penelitian yang telah dilakukan media
hijau dapat digunakan sebagai media kultur kacang hijau memiliki pertumbuhan diameter
terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. koloni jamur Aspergillus flavus yang lebih besar
Penanaman jamur Aspergillus flavus pada media dari pada pertumbuhan diameter koloni pada
agar tepung kacang hijau yang diinkubasi pada media SDA. Selisih rerata diameter koloni jamur
temperatur kamar (250C) dalam waktu 24 jam Aspergillus flavus pada media kacang hijau dan
memperlihatkan adanya pertumbuhan dengan media SDA memiliki selisih yang fluktuatif karena
ditandai terbentuknya koloni. Semakin lama waktu adanya pertumbuhan diameter yang bervariasi
inkubasi maka diameter koloni akan semakin setiap 12 jam oleh pengaruh suhu dan kelembaban
bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan lingkungan. Suhu yang berubah-ubah dalam 12
Ganjar yang menyatakan bahwa salah satu jam menyebabkan pertumbuhan jamur yang
parameter pertumbuhan adalah pertambahan bervariasi.
volume sel, karena adanya pertambahan Jamur Aspergillus flavus dapat tumbuh baik pada
protoplasma dan senyawa asam nukleat yang media SDA karena media SDA merupakan media
melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis2. buatan pabrik yang selektif untuk isolasi jamur
Volume sel bertambah adalah irreversibel, sehingga dijadikan media pembanding pada
artinya tidak dapat kembali ke volume semula. penelitian ini. Kandungan SDA yang sudah
Pada umumnya koloni digunakan sebagai kriteria diformulasikan lebih sederhana memudahkan
terjadinya pertumbuhan, karena massa sel berasal jamur untuk cepat mencerna nutrisi. Komposisi
dari satu sel, berupa spora atau konidia jamur, Media SDA per liter adalah peptone 10,0 gr,
menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat. dextrose 40,0 gr dan agar 15,0 gr10.
Jika konidia atau spora jamur ditanam di atas agar Jamur Aspergillus flavus dapat tumbuh dan
dalam cawan petri, maka setelah satu atau dua berkembang baik pada media kacang hijau agak
hari akan terlihat struktur berupa benang-benang lama karena nutrisi kacang hijau memiliki
pada permukaan agar, pemeriksaan mikroskopis komposisi yang lengkap berdasarkan Persatuan
membuktikan bahwa yang tumbuh adalah koloni Gizi Indonesia dalam 100 gr kacang hijau
jamur. Ganjar, menyatakan bahwa kandungan mengandung karbohidrat 67,22 gr, protein 27,1 gr,
yang kompleks dalam media kacang hijau lemak 1,78 gr, serat 8,88 mg, kalsium 263,91 mg,
menyebabkan jamur Aspergillus flavus vitamin C 11,83 mg, kalori 345 kkal, dan air 15,5
membutuhkan waktu lebih lama untuk gr11.
menguraikannya menjadi komponen-komponen Pertumbuhan diameter koloni jamur
28 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 23-32

Aspergillus flavus lebih besar pada media tepung sebagai media alternatif terhadap pertumbuhan
kacang hijau daripada media SDA mulai jam 96 jamur Aspergillus fumigatus menunjukkan hasil
karena nutrisi pada kacang hijau lebih besar bahwa nutrisi pada ekstrak kacang hijau dengan
dibandingkan pada media SDA. Karbohidrat pada konsentrasi 10% dan diinkubasi selama 72 jam
media kacang hijau yaitu 67,22 gr sedangkan pada memperlihatkan diameter koloni jamur yang
media SDA adalah 40 gr. Protein pada media hampir sama dengan kontrol14. Penelitian yang
kacang hijau yaitu 27,1 gr sedangkan pada media sama dengan memanfaatkan kandungan nutrisi
SDA adalah 10 gr. kacang hijau sebagai pertumbuhan jamur dan
Pengamatan dilakukan selama 5 hari setiap 12 mengukur besar diameter, pada penelitian ini
jam dimana diameter koloni hampir memenuhi dengan media tepung kacang hijau dengan
cawan petri. Pengamatan makroskopis maupun berbagai konsentrasi menunjukkan hasil diameter
mikroskopis pada media kacang hijau koloni jamur Aspergillus flavus yang lebih besar
menunjukkan hasil yang sama dengan media daripada media SDA sebagai pembanding.
SDA. Pengamatan makroskopis terjadi 2. Kacang Merah
pertambahan diameter serta perubahan warna Hasil pertumbuhan koloni jamur Aspergillus
koloni Aspergillus flavus. Koloni berwarna putih flavus pada media agar dari tepung kacang merah
pada waktu inkubasi 24 jam kemudian berwarna lebih besar dari diameter koloni jamur pada media
kuning setelah diinkubasi selama 36 jam. Warna SDA pada usia 36 jam, selebihnya jam tersebut
hijau muda terbentuk setelah diinkubasi selama 48 besar koloni dari SDA. Pertumbuhan jamur
jam dan berwarna hijau tua menetap dari waktu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
inkubasi 60 jam sampai 120 jam12. adalah nutrisi. Nutrisi berperan penting dalam
Penelitian berlangsung sebanyak empat kali pertumbuhan jamur adalah karbohidrat dan
karena adanya kendala kurang steril lingkungan, protein, sesuai dengan pernyataan yang
media, serta peralatan penelitian. Sterilitas yang menyatakan, “Karbohidrat merupakan substrat
kurang baik dapat menyebabkan tumbuhnya jamur utama untuk metabolisme karbon, jamur diketahui
yang tidak diharapkan atau jamur kontaminan. memiliki kemampuan menguraikan protein
Kontaminasi jamur selain Aspergillus flavus akan dilingkungannya dan menggunakan sebagai
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jamur sumber nitrogen maupun karbon” 2 . Kadar
Aspergillus flavus karena nutrisi yang seharusnya karbohidrat dan protein yang cukup tinggi pada
digunakan oleh jamur Aspergillus flavus akan kacang merah sebesar 61,9 gram dan 23,1 gram
digunakan oleh jamur kontaminan. dalam 100 gram kacang menjadi faktor yang
Faktor lain yang menyebabkan tidak valid hasil menunjang pertumbuhan jamur. Karbohidrat
penelitian adalah suhu dan kelembaban inkubator. dalam kacang merah tersusun atas kumpulan
Aspergillus flavus dapat tumbuh optimal pada suhu polisakarida yang memiliki atom karbon yang
25 – 37 ºC dengan kelembaban 70 – 75 %. Suhu banyak sehingga energi yang terbentuk cukup
inkubasi yang terlalu tinggi dapat mencairkan banyak. Karbohidrat berperan sebagai sumber
media sehingga kandungan air pada media akan energi dalam pembentukan sel jamur. karbohidrat
berkurang dan dapat mempengaruhi pertumbuhan yang tersedia dioksidasi menjadi energi kimia dan
jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dipergunakan oleh sel dalam bentuk ATP. Protein
dan Chan, bahwa suhu dan kelembaban inkubasi pada kacang merah memiliki susunan asam amino
yang sesuai merupakan persyaratan yang harus yang cukup lengkap. Jamur Aspergillus flavus
dipenuhi untuk menciptakan keadaan lingkungan menguraikan protein tersebut menjadi asam-asam
yang tepat secara sintetis sebagai pengganti amino yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
keadaan alam, agar jamur dapat tumbuh dan karbon dan nitrogen untuk membangun sel-selnya.
berkembang dengan baik dalam media 1 3 . Kandungan nutrisi yang kompleks selain
Pencatatan suhu dan kelembaban setiap karbohidrat dan protein pada kacang merah
pengamatan diperlukan untuk mengetahui dimanfaatkan oleh jamur Aspergillus flavus untuk
pengaruhnya terhadap pertumbuhan jamur13. tumbuh dan berkembang2.
Penelitian ini telah menjawab pertanyaan Diameter pertumbuhan koloni jamur
peneliti bahwa tepung kacang hijau (Phaseolus Aspergillus flavus pada media agar tepung kacang
radiatus L.) dapat digunakan sebagai media kultur merah dapat dipengaruhi oleh suhu dan
terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus flavus kelembahan yang tidak stabil selama penelitian
dan dapat digunakan sebagai alternative berlangsung. Sehingga menunjukkan selisih yang
pengganti, jika media SDA tidak ada. bervariasi antara media SDA dan media agar
Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan tepung kacang merah pada setiap pengukuran 12
oleh Ningrum mengenai ekstrak kacang hijau jam.
Anik Nuryati, dkk, Media Agar Tepung Kacang Hijau, Kacang Merah, Kacang... 29

Morfologi koloni pada media agar tepung digunakan sebagai media kultur terhadap
kacang merah dan media SDA diketahui dengan pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Faktor
pengamatan secara makroskopis dan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur pada
mikroskopis. Hasil pengamatan koloni jamur media agar tepung kacang kedelai adalah
Aspergillus flavus secara makroskopis komposisi nutrisi yang terdapat dalam kacang.
memperlihatkan hasil yang sama dengan media Media agar tepung kacang kedelai memiliki rerata
SDA. Perubahan warna koloni yang terjadi dari diameter pertumbuhan koloni jamur yang lebih
warna putih berubah menjadi kuning kemudian tinggi daripada rerata diameter pertumbuhan
warna hijau muda dan menetap menjadi warna koloni jamur pada media SDA. Hal ini
hijau tua hingga akhir pengamatan. Morfologi menunjukkan komposisi nutrisi dalam kacang
jamur Aspergillus flavus tersebut berbentuk seperti kedelai dapat mencukupi kebutuhan nutrisi yang
pohon atau kipas, dengan hifa bersepta, bentuk digunakan oleh jamur Aspergillus flavus untuk
kepala konidia radial atau berbentuk bola. pertumbuhannya.
Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan Kacang kedelai memiliki kadar protein yang
penelitian bahwa media agar tepung kacang tinggi (lengkap) jika dibandingkan dengan kacang-
merah dapat digunakan sebagai media kultur kacang jenis lainnya yaitu sebesar 40,4 g / 100 gr
terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus flavus kacang. Protein yang terkandung dalam kacang
pengganti media SDA. Kendala yang ditemui kedelai memiliki susunan 8 asam amino yang
adalah sterilitas media maupun peralatan yang lengkap. Jamur Aspergillus flavus mampu
kurang baik. menguraikan protein tersebut menjadi asam-asam
Faktor kesesuaian suhu dan kelembaban amino dan memanfaatkannya sebagai sumber
ruang selama inkubasi merupakan faktor lain yang karbon dan nutrisi untuk membangun sel-sel nya13.
penting dalam memaksimalkan pertumbuhan dan Karbohidrat adalah molekul-molekul gula atau
perkembangan jamur. Sesuai dengan pernyataan gabungan dari molekul gula yang memiliki banyak
Pelczar dan Chan, “Suhu dan kelembaban jenis. Berdasarkan gula penyusunnya, karbohidrat
inkubasi yang sesuai merupakan persyaratan digolongkan menjadi monosakarida, disakarida,
yang harus dipenuhi untuk menciptakan keadaan oligosakarida dan polisakarida. Dekstrosa dalam
lingkungan yang tepat secara sintetis sebagai media SDA merupakan golongan monosakarida
pengganti keadaan alam supaya jamur dapat dengan rumus molekul C 6 H 12 O 6 yang berarti
tumbuh dan berkembang dengan baik dalam memiliki enam atom karbon sedangkan jenis
media”13. Jamur tidak dapat tumbuh maksimal karbohidrat dalam kacang kedelai adalah pati atau
pada suhu dan kelembahan yang tidak sesuai. amilum yang digolongkan sebagai polisakarida
Jamur Aspergillus flavus dapat tumbuh optimal dan umumnya merupakan materi cadangan pada
pada kisaran suhu 25 – 37 ºC dengan kelembaban tubuh tumbuhan. Polisakarida merupakan
70 – 75 %. Suhu inkubasi yang terlalu tinggi juga gabungan puluhan bahkan ribuan glukosa yang
dapat mempengaruhi media yang dipergunakan berikatan melalui ikatan glikosidik dengan rumus
untuk isolasi jamur. Suhu yang terlalu tinggi dapat molekul (C6H10O5)n yang berarti pati memiliki
mencairkan media agar sehingga kandungan air banyak atom karbon15. Kandungan karbon yang
pada media akan berkurang. Kondisi ini dapat banyak dalam kacang kedelai inilah yang
berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan Aspergillus flavus dapat tumbuh
pada jamur13. melebihi pertumbuhan pada media Sabouraud
Penelitian serupa ekstrak kacang hijau sebagai Dextrose Agar15.
media alternatif terhadap pertumbuhan jamur Hasil rerata diameter pertumbuhan koloni
Aspergillus fumigatus yang dilakukan oleh Aspergillus flavus pada media agar tepung kacang
Ningrum dengan hasil media ekstrak kacang hijau kedelai dan media SDA menunjukkan
konsentrasi 10% dengan inkubasi selama 72 jam penambahan diameter yang tidak sama pada
memperlihatkan diameter koloni jamur yang setiap pengukuran 12 jam. Hal tersebut dapat
hampir sama dengan kontrol14. Pada penelitian ini, dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor
media agar tepung kacang merah dengan yang dapat mempengaruhi perbedaan
konsentrasi protein yang sama dengan media SDA penambahan diameter koloni jamur Aspergillus
memperlihatkan diameter koloni jamur Aspergillus flavus adalah faktor suhu dan kelembahan yang
flavus yang lebih besar dari media SDA sebagai tidak stabil selama penelitian berlangsung.
pembanding yang mulai terlihat pada inkubasi 24 Pengamatan makroskopis dan mikroskopis
jam. untuk melihat morfologi jamur Aspergillus flavus
3. Kacang Kedelai yang tumbuh pada media agar tepung kacang
Hasil penelitian kacang kedelai dapat kedelai dengan jamur yang tumbuh pada media
30 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 23-32

SDA. Pada pengamatan secara makroskopis tidak flavus pada media agar tepung kacang tunggak
terjadi perbedaan antara koloni yang tumbuh pada dan media SDA. Berdasarkan penelitian media
media agar tepung kacang kedelai dengan media kacang tunggak memiliki pertumbuhan diameter
SDA, perubahan warna koloni Aspergillus flavus koloni jamur lebih kecil dari media SDA. Hal ini
yang terjadi yaitu dari warna putih lalu berubah menunjukkan bahwa komposisi nutrisi yang
menjadi kuning kemudian warna hijau muda dan terdapat dalam kacang tunggak belum dapat
menetap menjadi warna hijau tua hingga akhir mencukupi kebutuhan nutrisi yang digunakan oleh
pengamatan. Morfologi tersebut adalah jamur jamur Aspergillus flavus dalam pertumbuhan
Aspergillus flavus berbentuk seperti pohon atau dibanding media SDA.
kipas, dengan hifa bersepta, bentuk kepala konidia Kacang tunggak memiliki kadar karbohidrat
radial atau berbentuk bola. dan protein yang cukup tinggi yaitu 56,6 gram dan
Penelitian ini setara dengan penelitian Huwaina 24,4 gram dalam 100 gram kacang tunggak11.
tentang efektivitas berbagai konsentrasi kacang Karbohidrat dalam kacang tunggak tersusun atas
kedelai sebagai media alternatif terhadap kumpulan polisakarida yang memiliki atom karbon
pertumbuhan jamur Candida albicans16. Hasil dari yang banyak sehingga energi yang terbentuk
penelitian tersebut menyebutkan bahwa kacang cukup banyak. Protein pada tunggak memiliki
kedelai dengan konsentrasi 2% mampu dijadikan susunan asam amino yang cukup lengkap. Jamur
sebagai media alternatif terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus protein tersebut menjadi asam-
jamur Candida albicans, setara dengan penelitian asam amino yang dapat dimanfaatkan sebagai
ini yaitu kacang kedelai mampu dijadikan sebagai sumber karbon dan nitrogen untuk membangun
media alternatif terhadap pertumbuhan jamur sel-selnya2. Hasil retata diameter pertumbuhan
Aspergillus flavus. koloni pada media agar tepung kacang tunggak
Penelitian mengenai ekstrak kacang hijau menunjukkan penambahan diameter yang tidak
sebagai media alternatif terhadap pertumbuhan sama pada setiap pengukuran 12 jam. Hasil ini
jamur Aspergillus fumigatus yang dilakukan oleh dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor
Ningrum menunjukkan hasil bahwa media ekstrak yang dapat mempengaruhi perbedaan
kacang hijau pada konsentrasi 10% dengan penambahan diameter koloni jamur Aspergillus
inkubasi selama 72 jam memperlihatkan diameter flavus adalah faktor suhu dan kelembahan yang
koloni jamur yang hampir sama dengan kontrol14. tidak stabil selama penelitian berlangsung.
Sedangkan pada penelitian ini, media agar tepung Sehingga menunjukkan selisih yang bervariasi
kacang kedelai dengan konsentrasi protein yang antara media SDA dan media agar tepung pada
disamakan dengan media SDA memperlihatkan setiap pengukuran 12 jam.
diameter koloni jamur Aspergillus flavus yang lebih Hasil pengamatan koloni jamur Aspergillus
besar daripada media SDA sebagai pembanding. flavus secara makroskopis memperlihatkan hasil
4. Kacang Tunggak yang sama dengan media SDA. Perubahan warna
Berdasarkan penelitian media agar tepung koloni dari warna putih lalu berubah menjadi
kacang tunggak dapat digunakan sebagai media kuning kemudian warna hujau muda dan menetap
kultur terhadap jamur Aspergillus flavus . menjadi warna hijau tua hingga akhir pengamatan.
Pertumbuhan jamur pada media dipengaruhi oleh Hasil pengamatan secara mikroskopis
beberapa faktor. Karbohidrat merupakan nutrisi menggunakan selotip yang ditempelkan pada
utama yang dipergunakan dalam metabolisme koloni dan ditempelkan pada kaca obyek
karbon pada jamur. Pernyataan Gandjar, kemudian diamati dengan mikroskop
“Karbohidrat merupakan substrat utama untuk menunjukkan koloni Aspergillus flavus pada media
metabolisme karbon, jamur juga diketahui memiliki agar tepung kacang tunggak tidak menunjukkan
kemampuan menguraikan protein adanya perbedaan morfologi dengan jamur
dilingkungannya dan menggunakannya sebagai Aspergillus flavus yang diisolasi pada media SDA.
sumber nitrogen maupun karbon”2. Karbohidrat Morfologi jamur Aspergillus flavus tersebut
berperan sebagai sumber energi dalam berbentuk seperti pohon atau kipas, dengan hifa
pembentukan sel jamur. karbohidrat yang tersedia bersepta, bentuk kepala konidia radial atau
dioksidasi menjadi energi kimia dan dipergunakan berbentuk bola.
oleh sel dalam bentuk ATP. Kandungan nutrisi Penelitian ini mengalami kendala sterilitas
yang kompleks pada kacang tunggak ruangan, media maupun peralatan yang kurang
dimanfaatkan oleh jamur Aspergillus flavus untuk baik. Karena kendala ini maka penelitian harus
tumbuh dan berkembang. dilakukan sebanyak 4 kali. Faktor sterilitas
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui merupakan kunci keberhasilan penelitian ini. Oleh
perbandingan diameter koloni jamur Aspergillus karena itu, kondisi yang aseptis selama penelitian
Anik Nuryati, dkk, Media Agar Tepung Kacang Hijau, Kacang Merah, Kacang... 31

sangat diperlukan. Sterilitas yang kurang baik jamur Aspergillus flavus dalam pertumbuhannya.
dapat memicu pertumbuhan jamur lain yang tidak Penelitian mengenai ekstrak kacang hijau
diinginkan. Kontaminasi jamur lain mempengaruhi sebagai media alternative terhadap pertumbuhan
pertumbuhan Aspergillus flavus karena jamur Aspergillus fumigatus yang dilakukan oleh
berhubungan dengan penggunaan nutrisi yang Ningrum menunjukkan hasil bahwa media ekstrak
terdapat dalam media SDA maupun media agar kacang hijau pada konsentrasi 10% dengan
tepung kacang tunggak. Hal ini menjadi salah satu inkubasi selama 72 jam memperlihatkan diameter
pemicu ketidak valitan hasil penelitian. koloni jamur yang hampir sama dengan kontrol14.
Penelitian serupa dilakukan Huwaina mengenai Sedangkan pada penelitian ini, media agar tepung
kacang kedelai sebagai media alternatif terhadap kacang tunggak dengan konsentrasi yang sama
pertumbuhan jamur Candida albicans dengan dengan media SDA memperlihatkan diameter
perlakuan berbagai konsentrasi kacang kedelai koloni jamur Aspergillus flavus yang hampir sama
yaitu 2%, 4%, 6% dan 8% menunjukkan hasil dengan media SDA sebagai pembanding. Hal ini
bahwa 2 % cukup efektif menumbuhkan jamur dan menunjukkan bahwa kacang tunggak memiliki
4%, 6%, 8% sangat efektif 16 . Penelitian ini kandungan nutrisi yang hampir sama dengan
menggunakan media agar tepung kacang tunggak kacang hijau pada media alternatif untuk
tidak diberikan perlakuan hanya menyamakan pertumbuhan jamur yang sama yaitu jamur
konsentrasi seperti media SDA, karena kacang Aspergillus sp. Warna koloni Aspergillus flavus
kedelai dan kacang tunggak memiliki nutrisi yang pada media SDA dan berbagai media agar tepung
hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan dapat di rangkum pada tabel 6
komposisi nutrisi dalam kacang tunggak dapat berikut :
mencukupi kebutuhan nutrisi yang digunakan oleh
Tabel 6. Warna Koloni Aspergillus flavus pada Media SDA dan Berbagai Agar
Tepung dari 24 Sampai 120 Jam Penanaman
Waktu Penanaman (Jam)
Media Warna Media 24 Jam 48 Jam 72 Jam 96 Jam 120 Jam
SDA Coklat Putih A B B B
Kacang Merah Coklat Kemerahan Putih A B B D
Kacang Hijau Coklat Hijau Putih A B B D
Kacang Tunggak Coklat Muda Putih A B B B
Kacang Kedelai Coklat Muda Putih A C C E
Keterangan D= Tengah hijau tua pinggir putih burem
A= Tengah hijau kekuningan pinggir putih E= Tengah hijau muda pinggir putih tidak jelas
B= Tengah hijau tua pinggir putih
C= Tengah hijau muda pinggir putih

Warna koloni jamur pada prinsipnya hampir media kacang merah (6.1), kacang hijau (6.7),
sama di media SDA atau media kacang yang lain, kacang tonggak (5.4 Cm) dan SDA (6.5cm).
dimana yang membedakan karena pengaruh warna Warna koloni pada semua media adalah warna
dasar dari bahan baku tepung, misalnya kacang putih lalu berubah menjadi kuning kemudian warna
merah berwarna merah tua, setelah dibuat menjadi hijau muda dan menjadi warna hijau tua hingga
media agar warna media juga berwarna merah, akhir.
sehingga warna koloni agak dipengaruhi pendaran
warna media yang semula bening sampai hijau tua SARAN
dipengaruhi warna merah menjadi putih burem Saran yang disampaikan :
sampai hijau tua dan burem atau tidak jelas. 1. Bagi ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan
kacang merah, hijau, tunggak dan kedelai sebagai
KESIMPULAN media kultur terhadap pertumbuhan Aspergillus
Kesimpulan pada penelitian ini adalah : flavus untuk selanjutnya perlu diteliti lebih lanjut
1. Media agar dari tepung kacang hijau, kacang spesifik jamur tertentu.
merah, kacang tunggak dan kacang kedelai dapat 2. Bagi tenaga analis yang berada di daerah
digunakan sebagai media kultur terhadap pedalaman dapat pembuatan media kultur untuk
pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. mendiagnosa jamur Aspergillus flavus dengan
2. Diameter pertumbuhan koloni jamur Aspergillus menggunakan bahan baku seperti kacang merah,
flavus hari ke lima pada media agar dari tepung hijau,tunggak dan kedelai.
kacang kedelai (7.1 Cm) lebih besar dibanding
32 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 23-32

DAFTAR PUSTAKA edition. Prentice Hall International, Inc., New


1. Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri Jersey, pp 576.
dalam Pengendalian Penyakit Tanaman secara 10.Bridson. 2006. Oxoid Microbiology. England :
Hayati yang Ramah Lingkungan, Skripsi. Oxoid limited.
Sumatera Selatan : Jurusan Hama dan Penyakit 11.Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel
Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT. Elex
Sriwijaya Kampus Unsri, Media Komputindo
2. Gandjar, Indrawati., Wellyzar Sjamsuridzal., 12.Barton, R. C. 2013. Laboratory Diagnosis of
Ariyani Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Invasive Aspergillosis: From Diagnosis to
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Prediction of Outcome. Jurnal. Amerika :
3. Tournas, V., M.E. Stack, P.B. Mislivec, and H.A. Department of Microbiology.
Koch. 2001. Yeast, Molds, and Mycotoxins. 13.Pelczar, M.J., Chan, E.C.S. 2007. Dasar-dasar
Washington :D.C Press. mikrobiologi. Jilid ke-1. Hadioetomo, R. S. , Imas,
4. M a r y a m , R . 2 0 0 2 . M e w a s p a d a i B a h a y a T., Tjitrosomo, S. S., Angka, S. L., penerjemah.
Kontaminasi Mikotoksin Pada Makanan. Falsafah Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of
Sains. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Microbiology.
Pertanian Bogor. 14.Ningrum, N. R. 2013. Analisis Pertumbuhan Jamur
5. Handajani, N.S, dan R. Setyaningsih.2006. Aspergillus fumigatus dalam Media Kacang Hijau
Identifikasi Jamur dan Deteksi Aflatoksin B 1 (Phaseolus radiatus L.). Karya Tulis Ilmiah.
terhadap Petis Udang Komersial. Jakarta. Yogyakarta : Jurusan Analis Kesehatan Stikes
Biodiversitas. Jenderal Achmad Yani.
6. Koneman, E.W , Lippincott Williams , Wilkins.2006. 15.Panji. 2014. Jenis Karbohidrat Brdasarkan Jumlah
Koneman's Color Atlas and Textbook of Diagnostic Molekul Gulanya. Diunduh tanggal 26 Juni 2015
Microbiology. Washington : Val Oduenyi Press. dari http://edubio.info.
7. Gandahusada, Srisasi, H. Herry D.Ilahude, Gita 16.Huwaina, A. D. 2015. Efektivitas Berbagai
Pribadi. 2006.Parasitologi Kedokteran. Edisi 3. Konsentrasi Kacang Kedelai (Glycine max (L.)
Jakarta: BalaiPenerbit FKUI. Merill) Sebagai Media Alternatif Terhadap
8. Syarief, R., Ega, L., Nurwitri, C.,Mikotoksin Bahan Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Karya Tulis
Pangan,IPB Press, Bogor, 2003 Ilmiah. Yogyakarta : Jurusan Analis Kesehatan
9. Moore-Landecker, E. 1996. Fundamentals of the Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
fungi. , E. 1996. Fundamentals of the fungi. 4th
HUBUNGAN JENIS PERSALINAN DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM
PADA IBU BERSALIN KALA IV DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

Almas Azifah Dina*, Sumarah, Ana Kurniati

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email: Almasazifahdina@yahoo.com

ABSTRACT
Expressing colostrum is influenced by several factors, one of them is the type of maternal childbirth. Natural (vaginal) birth
and Caesarean Section (C-Section) lead to psychological changes in women, pain, and are associated with the provision of
drugs in the mother that can affect colostrum expression soon after birth. The percentage of deliveries by C-Section in
Yogyakarta city is 28.6%, the figure is the highest proportion of cesarean delivery in the province. Coverage of exclusive
breastfeeding in Yogyakarta city is the lowest in the province that is equal to 54.9%. The purpose of this research is knowing
the relation of childbirth types and colostrums expression time on 4th stage of childbirth mothers in Yogyakarta in 2016. This
research was an analytic observational study with a prospective cohort design. The study sample consisted of 35
respondents in the group without risk factors and 35 respondents with risk factors conducted from November, 1 to December
21, 2016. Data were collected by interview and observation. The data were analyzed using Chi-Square. Characteristics of
mothers in this study were age, parity, nutritional status, and maternal education. The results of the bivariate analysis showed
that SC increases the time for expressing colostrum > 120 minutes with the total number of 1.75 (p = 0.031; 95% CI; 1.028 to
2.981). it can be concluded that C-Section can increase the time of colostrum expression by > 120 min.

Keywords : Type of childbirth, Colostrum Expression Time

ABSTRAK
Pengeluaran kolostrum dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah jenis persalinan ibu. Persalinan normal
maupun Sectio Caesarea (SC) mengakibatkan perubahan psikologis ibu, nyeri, dan berhubungan dengan pemberian obat-
obatan pada ibu yang dapat mempengaruhi pengeluaran kolostrum segera setelah persalinan. Persentase persalinan
secara SC di Kota Yogyakarta sebanyak 28,6%, angka tersebut merupakan proporsi bedah sesar tertinggi di Provinsi DIY.
Sedangkan cakupan ASI eksklusif di Kota Yogyakarta merupakan yang terendah di Provinsi DIY yaitu sebesar 54,9%.
Tujuan dari penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan jenis persalinan dengan waktu peneluaran kolostrum pada ibu
bersalin kala IV di Kota Yogyakarta tahun 2016. Jenis penelitian observasional analitik dengan desain kohor prospektif.
Sampel penelitian terdiri dari 35 responden pada kelompok tanpa faktor risiko dan 35 responden dengan faktor risiko.
Penelitian ini dimulai pada bulan November hingga Desember 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
dan observasi. Analisis data menggunakan Chi-Square. Karakteristik ibu dalam penelitian ini adalah umur, paritas, status
gizi, dan pendidikan ibu. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis persalinan SC memperlambat pengeluaran
kolostrum hingga waktu > 120 menit sebanyak 1,75 (p=0,031; CI 95%; 1,028-2,981). Kesimpulan penelitian jenis persalinan
SC dapat memperlambat waktu pengeluaran kolostrum hingga > 120 menit.

Kata Kunci: Jenis Persalinan, Waktu Pengeluaran Kolostrum

PENDAHULUAN bayi.3
Kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan ASI dalam produksinya dipengaruhi oleh beberapa
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan faktor yaitu psikologis ibu yang akan berakibat pada
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian perubahan sistem hormonal setelah melahirkan, jenis
anak. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan persalinan, status perdarahan ibu setelah melahirkan,
penting dalam Sustainable Development Goals umur, paritas yang berpengaruh terhadap pemberian
(SDGs).1 AKN dan AKB dapat diturunkan dengan ASI, anastesi, dan isapan bayi segera setelah
berbagai cara, salah satunya adalah perbaikan dalam dilahirkan, sedangkan status nutrisi ibu akan
bidang gizi. Perbaikan gizi pada awal kehidupan tentu berpengaruh terhadap mutu ASI.4,5,6,7,8,9
sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup pada Pemberian kolostrum dalam 30 menit pertama
waktu yang akan datang.2 Renstra tahun 2015-2019 setelah melahirkan pada ibu pascasalin dengan
menyebutkan bahwa salah satu indikator pencapaian seksio sesarea sebesar 3,6%, angka ini jauh lebih
sasaran kegiatan pembinaan perbaikan gizi rendah dibandingkan dengan ibu bersalin secara
masyarakat adalah persentase bayi baru lahir pervaginam yaitu 43%.7 Sedangkan pada penelitian
mendapat kolostrum melaluiInisiasi Menyusui Dini yang dilakukan di China jumlah ibu post partum
(IMD). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan pertama dengan pengeluaran kolostrum lebih dari 2 hari
bayi dan merupakan merupakan makanan yang mencapai 49,3%. Angka tersebut menggambarkan
paling cocok dari semua susu yang tersedia untuk kurangnya pemberian kolostrum pada 30 menit
34 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 33-37

pertama kelahiran, dimana pemberian kolostrum kriteria. Data yang dikumpulkan adalah Jenis
tersebut memiliki manfaat untuk sistem kekebalan persalinan ibu, waktu pengeluaran kolostrum, umur,
tubuh bayi. Penelitian di RS St. Carolus pada 276 bayi paritas, status gizi, dan pendidikan ibu. Teknik
yang dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pengolahan data dilakukan dengan editing, coding,
didapatkan angka keberhasilannya adalah 75% (209 transferring dan tabulating. Analisis data
bayi). Angka keberhasilan IMD pada kelahiran menggunakan chi-square, Risk Ratio, regresi logistic
spontan sebesar 82% sedangkan dengan bantuan pada tingkat kepercayaan 95%.
alat (ekstraksi vakum) sebesar 44%. Keberhasilan
IMD pada operasi bedah sesar sebesar 59%.
Angka Inisiasi Menyusu Dini (IMD) nasional pada
tahun 2014 sebanyak 35%, angka ini masih jauh dari Tabel 1. Waktu Pengeluaran Kolostrum pada
target Renstra 2015 yaitu sebesar 50% pada tahun Ibu Bersalin Kala IV di Kota Yogyakarta
Tahun 2016
2019.3 Di Kota Yogyakarta sendiri cakupan ASI
Waktu
eksklusif merupakan yang terendah di Provinsi DIY pengeluaran n %
yaitu sebesar 54,9%.2 Pemberian Kolostrum pada 30 kolostrum
dan 120 menit setelah persalinan akan = 120 menit 33 47,1
>120 menit 37 52,9
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada 4 bulan
Total 70 100,0
dan 6 bulan pertama kehidupan.7
Prevalensi persalinan dengan seksio sesarea di Tabel 1 menunjukkan klasifikasi waktu
negara maju seperti Amerika Serikat saat ini telah pengeluaran kolostrum pada Ibu bersalin kala
berkurang (21%), mengingat banyaknya informasi, IV ≤ 120 menit yaitu sebesar 47,1%,
berita, laporan, penemuan, dan tinjauan ilmiah yang dan pengeluaran kolostrum pada Ibu bersalin
tersebar melalui internet tentang efek dari persalinan kala IV > 120 menit yaitu sebesar 52,9%.
sesar. Di Indonesia, angka persalinan sesar semakin Tabel 2. Karakteristik ibu bersalin di Kota
meningkat, saat ini dilaporkan prevalensi persalinan Yogyakarta tahun 2016
sesar antara 10-40% dari seluruh kelahiran. Data dari
rumah sakit swasta dari kota-kota besar di Indonesia
menunjukkan persentase kejadian bedah sesar
berkisar antara 30-80%.10 Hasil studi pendahuluan di
RSUD Yogyakarta menunjukkan, jumlah persalinan
pada tahun 2015 adalah 1.139 dengan jumlah
persalinan pervaginam sebanyak 758 persalinan, 345
diantaranya merupakan persalinan normal
sedangakan persalinan dengan sectio caesarea
sebanyak 381 persalinan.

METODE
Jenis penelitian observasional analitik, dengan
desain cohort Prospective. Penelitian ini dilakukan di
RSUD Kota Yogyakarta dan BPM Pipih Herianti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa responden dengan
1 November 2016-21 Desember 2016. Populasi umur >30 tahun sebanyak 47,1%, persentase
dalam penelitian ini adalah ibu bersalin. Teknik responden dengan umur ≤30 tahun lebih tinggi yaitu
pengambilan sampel menggunakan purposive sebesar 52,9%. Responden dengan paritas lebih dari
sampling. Subjek penelitian terdiri dari kelompok 1 (multipara) lebih banyak yaitu sebesar 71,4%,
dengan faktor risiko (ibu bersalin SC) dan kelompok sedangkan responden yang merupakan primipara
tanpa faktor risiko (ibu bersalin normal). Perhitungan sebesar 28,6%. Status gizi pada hamil diukur dengan
besar sampel menggunakan rumus Lameshow lingkar lengan atas (Lila). Ibu dengan Lila ≥23,5 cm
sehingga sampel minimal adalah 35. Kriteria inklusi sebesar 80% sedangkan Ibu dengan Lila <23,5 cm
adalah ibu dengan kehamilan tunggal, anak lahir sebesar 20%. Tingkat pendidikan dasar responden
hidup, usia kehamilan aterm. Kriteria eksklusi adalah sebesar 11,4%, tingkat pendidikan menengah
ibu yang memiliki penyakit penyerta selama sebesar 80% sedangkan tingkat pendidika tinggi
kehamilan, terjadi perdarahan post partum, riwayat sebesar 8,6%.
merokok, BBLR, penggunaan general anastesi saat
persalinan, ibu yang mengalami gangguan stres
Analisis Bivariat
berat. Pengumpulan data diambil wawancara dan
observasi pada ibu bersalin yang telah memenuhi Hubungan Jenis Persalinan dengan Waktu
Pengeluaran Kolostrum
Almas Azifah Dina, dkk, Hubungan Jenis Persalinan Dengan Waktu.... 35

Tabel 3. Tabel Hubungan Jenis Persalinan dengan Waktu


Pengeluaran Kolostrum di Kota Yogyakarta Tahun 2016

Telah dilakukan penelitian terhadap ibu bersalin saluran cerna agar kuman tidak bisa masuk ke dalam
sebanyak 35 ibu bersalin normal dan 35 ibu bersalin aliran darah dan akan melindungi bayi sampai sistem
secara sectio caesarea (SC). Ibu bersalin normal yang imunnya berfungsi dengan baik.11 Dalam sebuah
kolostrumnya telah keluar dalam waktu ≤ 120 menit penelitian oleh Nakao (2008), pemberian kolostrum
sebanyak 21 responden (60%) sedangkan ibu dalam waktu kurang dari 120 menit setelah persalinan
bersalin SC yang waktu pengeluaran kolostrum ≤ 120 berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada
menit sebanyak 12 responden (34,3%). Ibu bersalin 4 bulan pertama. Apabila keterlambatan pengeluaran
normal yang mengeluarkan kolostrum dalam waktu > ASI tidak diatasi dengan baik, maka pemberian laktasi
120 menit sebanyak 14 responden (40%) sedangkan yang tidak mencukupi akan berujung pada
ibu bersalin secara SC yang mengeluarkan kolostrum berkurangnya berat badan bayi, dehidrasi dan
dalam waktu >120 menit sebanyak 37 responden masalah-masalah serius yang lainnya termasuk
(52,9%). kematian.7
Waktu pengeluaran kolostrum ≤120 menit pada ibu Hormon yang paling banyak berperan dalam
bersalin normal sebanyak 60%, lebih besar jika pengeluaran air susu ibu (termasuk kolostrum) yaitu
dibandingkan dengan ibu bersalin secara SC yaitu hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Prolaktin
34,3%. Hasil uji statistik menggunakan chi square yang memicu pembentukan air susu dan oksitosin
dengan α = 0,05 didapatkan p = 0,031, dimana p value yang berperan dalam sekresi air susu.8 Prolaktin
< α maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada adalah hormon yang terdiri dari 198 asam amino yang
hubungan yang signifikan antara jenis persalinan disintesis dan disekresi dari laktotrof kelenjar hipofisis
dengan waktu pengeluaran koloatrum pada Ibu anterior. Prolaktin merangsang laktasi pada masa
bersalin. nifas. Selama kehamilan sekresi prolaktin meningkat
bersamaan dengan hormon lainnya (esterogen,
PEMBAHASAN progesteron, hPL, insulin, dan kortisol)
Hasil penelitian yang diperoleh dari RSUD Kota mempengaruhi pertumbuhan payudara untuk
Yogyakarta dan BPM Pipin Heriyanti Amd,Keb dari persiapan produksi ASI. Selama kehamilan,
tanggal 1 November sampai dengan 21 Desember esterogen meningkatkan pertumbuhan payudara
2016 diperoleh 35 kelompok Ibu dengan kelompok tetapi menghalangi kerja prolaktin pada laktasi.
tanpa faktor risiko dan 35 Ibu pada kelompok dengan Pengaturan hipotalamus terhadap sekresi prolaktin
faktor risiko. Analisis data dilakukan pada kedua terutama menghambat, dan dopamin merupakan
kelompok yang telah memenuhi kriteria inklusi dan faktor penghambat terpenting. Respon emosional
eksklusi. Karakteristik pada kedua kelompok tersebut seperti rasa tidak percaya diri, konsentrasi yang
yaitu sebesar 52,9% ibu dengan usia ≤30 tahun, terlalu tinggi serta rasa cemas akan meningkatkan
sedangkan usia ibu >30 tahun sebesar 47,1%, dan produksi dopamin.12
sebanyak 71,4% merupakan multipara sedangkan Produksi kolostrum pada ibu sudah dimulai saat
28,6% merupakan primipara. Pada status gizi ibu kehamilan, namun tidak disekresikan sampai saat
dinilai dengan mengukur Lila Ibu dengan hasil setelah persalinan, hal ini disebabkan karena masih
sebesar 80% responden dengan Lila ≥23,5 cm dan tingginya kadar hormon esterogen yang menghambat
Lila <23,5 cm sebesar 20%. Karakteristik tingkat proses pengeluaran kolostrum. Pengeluaran
pendidikan yaitu sebesar 11,4% dengan pendidikan kolostrum sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
dasar, 80% dengan pendidikan menengah, dan 8,6% jenis persalinan yang juga mempengaruhi
dengan pendidikan perguruan tinggi. pengeluaran darah post partum, paritas, isapan bayi
Kolostrum adalah cairan yang berwarna segera setelah lahir, status nutrisi ibu, pemberian
kekuningan yang keluar dari payudara pada beberapa anastesi saat persalinan. 4,5,6,7,8,9
jam pertama kehidupan seringkali dianggap sebagai Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
cairan yang tidak cocok untuk bayi, padahal jumlah responden yang mengalami pengeluaran
sesungguhnya kolostrum kaya akan sekretori kolostrum cepat (≤120 menit) yaitu sebanyak 33
imunnoglobulin A (sIg A) yang berfungsi melapisi responden (47,1%), 21 responden dengan
36 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 33-37

persalinan normal dan 12 dengan persalinan SC, Anastesi pada setiap keadaan membawa masalah
sebanyak 37 (52,9%) ibu yang melahirkan tersendiri sesuai dengan kondisi pasien sebab obat-
mengeluarkan kolostrum dengan waktu >120 menit. obatan anastesi bersifat mendepresan kerja organ-
Indikasi persalinan SC dalam kasus ini adalah riwayat organ vital. Aspek farmakologik anastesi yang dapat
SC pada persalinan sebelumnya, ketuban pecah dini mempengaruhi pengeluaran kolostrum yaitu narkotik
(KPD), disproporsi kepala pelvik (DKP), kala 1 dan analgesik, sedaptif hipotonik dan neuroleptik,
memanjang, letak lintang, letak sungsang, lilitan tali relaksasi otot-otot, vasokonstriktor dan vasopresor.
pusat, dan kehamilan lewat bulan. Anastesi epidural pada ibu bersalin secara SC
Pada persalinan normal umumnya terjadi menyebabkan bayi cenderung megantuk dan
penurunan kadar esterogen dan progesteron secara mengalami kesulitan dalam menyusui. Selain itu
drastis segera setelah plasenta lahir, hal ini memicu pemberian anastesi epidural dalam persalinan juga
pengeluaran kolostrum. Kontak ibu dengan bayi mengakibatkan penurunan kapasitas neurologis dan
segera setelah lahir (skin to skin contact) berpengaruh adaptasi pada ibu.14
terhadap psikologis ibu untuk menyusui bayinya, hal Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
ini umumnya tidak dilakukan pada persalinan secara menyatakan bahwa metode persalinan yang
bedah sesar.9 digunakan mempengaruhi pemberian kolostrum pada
Setelah pelahiran plasenta pada ibu bersalin bayi dalam 30 menit dan 120 menit setelah persalinan
normal, sejumlah perubahan maternal terjadi pada dengan Odd Ratio (OR) 1,29.7 Tordvaldsen dalam
saat stres fisik dan emosional akibat persalinan dan jurnal yang berjudul “Intrapartum epidural analgesia
kelahiran mereda dan ibu memasuki penyembuhan and breastfeeding: a prospective” pada tahun 2006
pasca partum dan bounding. Pada saat ini bayi dapat juga menjelaskan bahwa ibu dengan pemberian
disusukan pada ibu, isapan bayi pada puting susu ibu anastesi epidural pada persalinan SC mempengaruhi
akan merangsang produksi oksitosin yang berfungsi dalam menyusui dalam 24 jam post partum dengan
meningkatkan kontraksi uterus dan pengeluaran HR 2,07.14 Penelitian dalam thesis pada tahun 2015
kolostrum. 9 dengan judul “Onset Laktasi pada Persalinan Seksio
Pengeluaran kolostrum dipengaruhi oleh faktor Sesarea” juga menjelaskan adanya hubungan antara
sosial dan biologis. Mekanisme penghambat metode persalinan dengan onset laktasi pada ibu post
pengeluaran kolostrum terletak pada nyeri dan partum.13
kecemasan ibu, obat-obatan yang diberikan, baik Keterlambatan pengeluaran kolostrum pada ibu
induksi operasi maupun analgesia serta tidak hanya dipengaruhi oleh jenis persalinan,
keterlambatan pemberian ASI yang pertama karena beberapa faktor lain seperti umur, status gizi, paritas,
ibu memerlukan waktu lebih lama dalam pemulihan dan pendidikan. Usia Ibu yang >30 tahun secara
pasca melahirkan dibandingkan dengan persalinan signifikan dapat menyebabkan keterlambatan
normal. permulaan laktasi. Umur yang lebih tua memiliki faktor
Pada persalinan SC, stres pada ibu dapat risiko intolerans terhadap karbohidrat selama
disebabkan oleh rasa nyeri setelah efek anastesi kehamilan sehingga menyebabkan berat badan ibu
menghilang. Stress pada ibu post partum akan cenderung meningkat. Ibu dengan berat badan
disertai peningkatan sekresi Adrenokortikotropik berlebihan akan menyebabkan peningkatan kadar
Hormon (ACTH) oleh kelenjar hipofisis anterior yang progesteron yang juga akan menghambat
diikuti dengan peningkatan sekresi hormon pengeluaran ASI. Secara mekanis ibu dengan berat
adrenokortikal berupa kortisol dalam waktu beberapa badan berlebih sulit untuk menyusui dengan posisi
menit. Sekresi kortisol yang tinggi dapat menghambat laktasi yang baik, yang kemudian menyebabkan
transportasi hormon oksitosin dalam sekresinya, rendahnya rangsangan terhadap pengeluaran
sehingga dapat menghambat pengeluaran produk prolaktin. Secara fisiologis juga ditemukan adanya
ASI (kolostrum, ASI transisi, ASI matur).9 perkembangan abnormal dari kelenjar payudara
Pengaruh stres dalam persalinan SC juga akan akibat deposit lemak di sel-sel alveolar.13
menyebabkan terjadinya blokade terhadap refleks let Status gizi yang kurang juga memiliki dampak
down. Ini disebabkan adanya pelepasan epinefrin negatif terhadap pengeluaran kolostrum. Efisisensi
yang akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh metabolik meningkat pada wanita yang menyusui
darah alveoli, sehingga oksitosin mengalami sehingga mereka mampu menghemat energi dan
hambatan untuk mencapai organ target di menurunkan produksi kolostrum. Kinerja laktasi pada
mioepitelium. Apabila hal ini terjadi terus menerus wanita benar-benar terganggu jika mereka
dapat menurunkan produksi air susu melalui mengalami gizi buruk, tetapi hal ini terjadi hanya pada
penghambatan terhadap pengosongan payudara.13 wanita yang kelaparan atau hampir kelaparan.15
Pemberian anastesi pada saat persalinan SC juga Faktor paritas menjadi salah satu penyebab
memberikan efek negatif terhadap proses laktasi. keterlambatan laktasi. Faktor primipara berkaitan
Almas Azifah Dina, dkk, Hubungan Jenis Persalinan Dengan Waktu.... 37

dengan reseptor prolaktin yang masih sedikit dan dukungan psikologis pada ibu dalam memberikan ASI
mengakibatkan produksi susu lebih sedikit. Ibu pada anaknya.
primipara dengan sedikit pengalaman secara nyata
dapat meningkatkan stres dan rasa cemas. Rasa DAFTAR PUSTAKA
nyeri dan kelelahan setelah persalinan pada primipara 1. Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia
lebih kuat jika dibandingkan dengan multipara.16 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Status pendidikan yang tinggi juga meningkatkan 2. Dinkes DIY. 2015. Profil Kesehatan DIY Tahun
pemberian ASI pada jam pertama setelah persalinan. 2015.
Ibu dengan pengetahuan yang kurang cenderung 3. K e m e n k e s R I . 2 0 1 4 . R e n c a n a S t r a t e g i
membuang kolostrum pertama yang memiliki banyak Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kementerian
manfaat bagi bayi. Menyusui dini pada jam pertama Kesehatan RI
setelah persalinan saling berpengaruh dengan
4. Almatsier. S, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur
pengeluaran kolostrum.17
Kehidupan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
5. Dewi. P. 2015. Hubungan Tingkat Kecemasan
KESIMPULAN dengan Onset Laktasi pada Ibu Post Parum Di RS
Proporsi ibu bersalin secara SC yang mengalami PKU Muhamadiyah Yogyakarta.
pengeluaran kolostrum > 120 menit sebesar 52,9%. 6. Gomez. H, at al. 2015. Retrospective Study Of The
Proporsi bu bersalin secara SC yang mengalami Association Between Epidural Analgesia During
pengeluaran kolostrum ≤ 120 menit sebesar 34,3%. Labour And Complications For The Newborn.
Prporsi ibu bersalin secara normal yang mengalami
7. Nakao Y. At al. 2008. Initiation of breastfeeding
pengeluaran kolostrum >120 menit sebesar 40%.
within 120 minutes after birth is associated with
Proporsi ibu bersalin secara normal yang mengalami
breastfeeding at four months among Japanese
pengeluaran kolostrum ≤ 120 menit sebanyak 60%.
women: A self administered questionnaire survey.
Ada hubungan yang signifikan antara jenis persalinan
8. Nasihah. M dan Mahaijiran D. 2010. Hubungan
dengan waktu pengeluaran kolostrum pada ibu
Antara Paritas Dan Pemberian Kolostrum Pada Ibu
bersalin dengan p value 0,031. Relative Risk (RR)
Post Partum.
jenis persalinan dengan waktu pengeluaran
k`olostrum sebesar 1,75 ( CI 95% 1,028-2,981) yang 9. Varney. H, at.al. 2008. Buku Ajar Asuhan
berarti ibu dengan persalinan SC berpeluang 1,75 kali Kebidanan. Jakarta. EGC.
lebih besar mengalami pengeluaran kolostrum > 120 10.Dewi. K. 2007. Evaluasi Penggunaan Obat Pada
menit setelah persalinan dibandingkan dengan ibu Pasien Pasca bedah Sesar Di Bangsal Bakung
dengan persalinan normal. Timur Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode
Februari 2007.
SARAN 11.Suradi. S,dkk. 2010. Indonesia Menyusui. IDAI.
Bidan diharapkan dapat memberikan asuhan yang 12.Greenspan. F. 2000. Endokrinologi Dasar dan
lebih baik dengan memberikan informasi dan edukasi Klinik. Jakarta. EGC
kepada ibu, serta dapat memberikan asuhan yang 13.Baskara. L. 2015. Onset Laktasi pada Bedah
lebih baik terutama dalam memotivasi ibu post partum Sesar. Yogyakarta
agar dapat menyusui bayinya sesegera mungkin. 14.Tordvalsen S. 2006. Intrapartum epidural
Pemberian leaflet tentang ASI dan stimulasi produksi analgesia and breastfeeding: a prospective cohort
ASI sangat penting. Peneliti selanjutnya diharapkan study.
dapat melakukan pengembangan ilmu tentang 15.Fraser. D dan Cooper. M. 2011. Myles Buku Ajar
pengeluaran kolostrum dan mengatasi masalah yang Bidan. Jakarta. EGC.
menyebabkan keterlambatan dalam pengeluaran 16.Riordan. J and Wambach.K. 2011. Breastfeeding
kolostrum pada ibu bersalin maupun ibu post partum. and Human Lactation. LLC
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memprediksi 17.Archaya. P and Khanal.V. 2015. The Effesct Of
waktu penelitian sehingga waktu yang diperlukan Mother's Educational Status On Early Initiation Of
untuk memenuhi jumlah sampel dalam penelitian Breastfeeding: Further Analysis Of Three
sebading. Pemangku kebijakan sebaiknya Consecutive Nepal Demographic And Health
memberikan kebijakan tentang izin untuk Surveys.
mendampingi Ibu bersalin dan nifas. Adanya 18.Reeder.S, at.al. Keperawatan Maternitas .volume
pendamping ibu saat bersalin ataupun nifas, baik 2. Jakarta. EGC.
suami ataupun keluarga lainnya dapat memberikan 19.Mochtar.R. 2013. Sinopsis obstetri. Jakarta. EGC.
PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET
MENURUNKAN KECEMASAN PADA PASIEN PRE ANESTESI DENGAN TEKNIK SPINAL
ANESTESI DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Puji Rizky Affandi, Harmilah*, Budhy Ernawan

Jurusan Keperawatan Poltekkes KemenkesYogyakarta


*Email: harmilah2006@yahoo.com

ABSTRACT

Spinal anesthesia makes the patient remain conscious. 99% of people who will undergo anesthesia or surgery will
experience pre anesthesia and surgery anxiety. Anxiety emerges because of several reasons, one of which is less
information. By giving education through leaflet media, pateients are supposed to be more prepared to undergo the
anesthesia process and get optimum results. The purpose of this research is to know the influence of health education by
using leaflet media towards anxiety in pre anestesia patients with spinal anesthesia technique. This research method is using
experimental quasi with two groups of intervention (leaflet) and control (visit only). The results of the research showed that
pre-test anxiety in the intervention group was dominated by severe anxiety as many as 31 responden (86.11%), Medium
anxiety was only one respondent (2.75%) and panic anxiety were 4 responden (11.11%), while the results of post-test in the
intervention group experienced the decrease of anxiety on mild anxiety, namely 22 respondents (61.11%), Medium anxiety
were 14 respondens (38.89%). From Mann Whitney statistical test with computer programs, it is obtained the output value of
Asymp Sig. (2-tailed): 0,001 means that there is an influence on the use of leaflet media towards the decrease of anxiety in
patients with spinal anesthesia in Prof. dr. Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto.

Keywords : Spinal Anesthesia, Leaflet Media, Anxiety

ABSTRAK

Anestesi spinalmenjadikan pasien tetap sadar. Setiap orang dalam menghadapi anestesi atau pembedahan, terdapat 99%
berpotensi terjadinya kecemasan pre anestesi dan operasi. Kecemasan karena beberapa penyebab salah satu yaitu kurang
informasi, dengan diberikan pendidikan dengan media leaflet diharapkan pasien dapat berubah menjadi lebih siap dalam
menghadapi proses anestesi dan mendapatkan hasil optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahui Pendidikan
Kesehatan Menggunakan Media Leaflet dapat menurunkan Kecemasan Pada Pasien Pre anestesi dengan Teknik Spinal
Anestesi.Metode penelitian ini menggunakan quasi ekperimen dengan dua kelompok intervensi (leaflet)dan kontrol
(kunjungan saja).Hasil penelitian didapatkan kecemasan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan leaflet pada
kelompok intervensi sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 31 orang (86,11%),
kecemasan sedang sebanyak 1 orang (2,75%) dan kecemasan panik 4 orang (11,11%)sedangkan hasilnilaipada post tes
kelompok intervensi terjadi penurunan kecemasan pada kecemasan ringan yaitu 22 responden (61,11 %), kecemasan
sedangyaitu 14 orang (38,89%). Berdasarkan hasil uji Mann Whitney didapatkan secara signifikan ada penurunan
kecemasan pada pasien dengan spinal anestesi setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan media
leaflet. Kesimpulan : Ada penurunan kecemasan pada pasien dengan spinal anestesi setelah diberikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan media leaflet diRSUD Prof dr. Margono Soekarjo.

Kata kunci : Anestesi spinal, Media leaflet, Kecemasan

PENDAHULUAN sadar saat operasi. Dengan kondisi ini maka dokter


Fenomena yang ditemukan di tatanan klinis yaitu anestesi memberikan obat sedasi sehingga pasien
pasien sering bertanya kepada perawat kenapa tertidur dan ini sangat merugikan bagi pasien maupun
mereka masih tersadar padahal sudah di anestesi rumah sakit, jika pasien yag seharusnya selesai
saat menjalani tindakan operasi dengan pembiusan operasi bisa langsung makan minum harus
spinal anestesi. Dengan demikian pasien dapat menunggu sampai sadar juga secara keuangan maka
mengetahui jalannya operasi, meski tidak holistik. ada biaya tambahan jika harus memberi obat
Padahal Kurang pengetahuan /informasi tambahan karena pasien cemas. Pengertian spinal
menyebabkan pasien menjadi cemas karena tidak anestesi sendiri yaitu tindakan penyuntikan obat
ada informasi sebelumnya bahwa pasien akan anestesi lokal kedalam ruang subarahnoid. Anestesi
dilakukan teknik spinal anestesi dan spinal/subarahnoid disebut juga sebagai
kondisi/kesadaran pasien masih tetapdalam keadaan analgesik/blok spinal intradural atau blok intratekal1.
Puji Rizky Affandi, dkk, Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet.... 39

Pengertian operasi adalah semua tindakan karenanya manajemen jalan nafas dan ventilasi tidak
pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan diperlukan. Teknik ini juga memiliki lebih sedikit efek
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan samping sistemik, karenanya lebih aman digunakan
di tangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan pasien dengan komorbiditas. Indikasi tindakan untuk
dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan prosedur dibawah umbilikus catatan teknik ini tidak
ditangani ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan digunakan pada prosedur pembedahan diatas
yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan umbilikus karena kesulitan mempertahankan ventilasi
luka2. Kondisi pasien yang menghadapi prosedur spontan, sekaligus mencegah stimulasi nyeri dari
operasi dan anestesi ini mempunyai masalah traksi pada peritonium dan tekanan pada diafragma8.
kecemasan yang perlu penatalaksanaan yang Berdasarkan fenomena dan beberapa teori
optimal salah satunya pemberian informasi. kecemasan pada pasien yang akan melakukan
Menurut internasional Obstetric Anaesthesia operasi dan anestesi mengalami kecemasan karena
Guidelines merekomendasikan teknik anestesi spinal beberapa hal yaitu : lingkungan yang asing,
dibandingkan dengan anestesi umum untuk sebagian kehilangan kemandirian dapat mengalami
besar seksio sesarea. Di Amerika Serikat pada tahun ketergantungan dan memerlukan bantuan orang lain,
1992, anestesi spinal digunakan lebih dari 80% pada berpisah dengan pasangan dan keluarga, masalah
operasi secar3. Di Indonesia khususnya RSUD Prof. biaya, kurang informasi, ancaman akan penyakit yang
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto didapatkan data lebih parah dan masalah pengobatan9.
bahwa tindakan spinal anestesi pada bulan Januari- Pre anestesi merupakan langkah lanjut dari hasil
Agustus 2016 berjumlah rata - rata 78 pasien / bulan4. evaluasi pre operasi khususnya anestesi untuk
Anestesi spinal beberapa tahun terakhir telah mempersiapkan pasien, baik psikis maupun fisik
mendapat penerimaan luas dari dunia medis pasien agar pasien siap dan optimal untuk menjalani
dikarenakan efek fisiologisnya yang menjadi alasan prosedur anestesi dan diagnostik atau pembedahan
para petugas medis untuk mengharapkan keluaran yang akan direncanakan 10 . Fungsi utama dari
yang lebih baik dengan teknik anestesi ini. Anestesi informasi adalah menyampaikan pesan atau
spinal relatif mudah dan praktis dilakukan, dengan menyebarluaskan informasi kepada orang lain,
potensi toksisitas sistemik yang jauh lebih rendah artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu,
sehingga lebih aman, efek anestesi yang sangat baik. para penerima informasi akan mengetahui sesuatu
Disisi lain, beberapa alasan pemilihan blokade yang ingin diketahui. Berdasarkan fungsinya sebagai
regional diantaranya, pada anestesi umum terdapat penyalur pesan tersebut, media informasi dibagi
resiko gagalnya intubasi endotrakeal dan menjadi tiga yakni media cetak, elektronik dan
perpanjangan masa penyembuhan, mual dan muntah papan11.
yang dapat menyebabkan aspirasi isi lambung ke Pesan yang hanya menggunakan kata-kata saja
paru-paru pada pasien yang menjalani anestesi sangat kurang efektif atau rendah intensitasnya.
umum. Terdapat insidensi mortalitas akibat aspirasi Media / alat bantu cetak dapat digunakan dalam
sebesar 10% pada pasien yang menjalani anestesi membantu penyampaian informasi, sehingga dapat
umum5. meningkatkan persepsi penerima pesan. Tujuan
Setiap pasien yang akan menjalani perencanaan penggunaan alat bantu atau media cetak adalah
anestesi dan operasi akan mengalami perasaan menimbulkan perhatian terhadap masalah yang
cemas dan takut. Pada pasien dewasa dengan dijelaskan, untuk mengingatkan suatu pesan atau
operasi dan anestesi akan menyebabkan kecemasan informasi menjelaskan prosedur tindakan serta
yang meningkat, karena pada pasien dewasa membantu penyampaian materi lebih sistematis.
sebagian besar dari mereka memiliki tanggung jawab, Beberapa media cetak yang digunakan dalam
baik tanggung jawab keluarga, maupun pekerjaan. penyampaian informasi yaitu booklet, leaflet, flip
Masalah psikososial khususnya perasaan takut dan chart, flayer, rubrik, poster dan foto 12 . Peneliti
cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi menggunakan media leaflet karena media ini
anestesi atau pembedahan, dimana 99% akan menyajikan tulisan dan gambar yang mudah
berpotensi terjadinya kecemasan pre anestesi dan dimengerti oleh pasien dan secara biaya lebih murah
operasi6. dan bisa dibawa kemana-mana.
Kecemasan pada saat pasien dikirim kekamar Berdasarkan catatan dari rekam medis RSUD
operasi. Penyebabnya kecemasan dapat berbeda- Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto dari bulan
beda rasa takut keadaan penyakit, operasi, anestesi Januari - Agustus tahun 2016, jumlah pasien yang
dan nyeri. Hubungan yang baik dikembangkan antara menghadapi spinal anestesi sebanyak rata – rata 78
pasien dan ahli anestesi dapat menumbuhkan orang. Data kejadian kecemasan menghadapi Spinal
keyakinan untuk meniadakan berbagai rasa takut ini7. Anestesi tidak diketahui secara empiris, hal ini
Anestesi spinal membuat pasien tetap sadar, oleh dikarenakan belum pernah dilakukannya penelitian di
40 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 38-44

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. operasi13. Populasi penelitian, semua pasien yang
Tempat penelitian di RSUD Prof. Dr. Margono menjalani anestesi spinal yang memenuhi kriteria
Soekarjo Purwokerto diketahui telah lulus paripurna inklusi yaitu :Pasien dengan kriteria Asa I dan Asa II,
akreditasi. Berdasarkan wawancara dengan perawat Kecemasan dalam score APAIS lebih dari 7, Pasien
anestesi di rumah sakit RSUD Prof. Dr. Margono dengan operasi elektif, Teknik anestesi spinal posisi
Soekarjo Purwokerto membenarkan tidak adanya miring atau duduk, bisa diajak berkomunikasi,bisa
media dalam pendidikan kesehatan preoperasi oleh membaca dan menulis, bersedia menjadi responden,
perawat anestesi. Berdasarkan fenomena yang ada, Pemberian premedikasi yang sama.Kriteria eksklusi
peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh yaitu pasien yang diberikan obat narkotik dan
Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet sedative,pasien neonatus, anak atau dewasa dengan
Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre anestesi tuna netra dan tuna rungu.
dengan Teknik Spinal Anestesi di RSUD Prof. DR. Pengambilan sampel dengan cara concecutive
Margono Soekarjo Purwokerto. sampling20 dengan jumlah 72 responden dibagi
Berlandaskan fenomena tersebut, penulis merasa menjadi du kelompok 36 kelompok intervensi dan 36
tertarik untuk melakukan penelitian dengan rumusan kelompok kontrol. Kriteria sampel penelitian
masalah “Bagaimanakah Pengaruh Pendidikan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengukuran
kesehatan menggunakan media leaflet terhadap kecemasan menggunakanThe Amsterdam Pre
kecemasan pada pasien dengan spinal anestesi di Operative Anxiety And Information Scale (APAIS).
RSUD Prof Dr Margono Soekarjo”. Pada penelitian ini, Instrumen ini sudah tidak di uji validasi karena sudah
peneliti mencoba dengan melakukan observasipre dilakukan uji validasi sesuai penelitian 20 . Data
dan post tes pada dua kelompok yaitu kelompok responden untuk kelompok berpasangan kurang dari
intervensi dengan menggunakan leaflet dan 50 maka uji kenormalan data menggunakan Shapiro
kelompok kontrol dengan hanya kunjungan saja. Wolk dengan hasil p 0,157 dan 0,002 karena data
Adapun tujuan dilakukan penelitian. Diketahui tidak terdistribusi normal maka menggunakan uji
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Wilcoxon. Pada kelompok tak berpasangan karena
Media Leaflet Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre data lebih 50 maka uji normalitas menggunakan
anestesi dengan Teknik Spinal Anestesi. Manfaat Kolmogorov Smirnovdan hasil p 0,003 (p>0,005)
Penelitian yaitu secara teoritis dari hasil penelitian maka data tidak terdistribusi normal sehingga uji
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kemaknaan dengan uji Mann Whitney.
dibidang anestesi terutama pengaruh pendidikan
kesehatan menggunakan media leaflet dalam HASIL PENELITIAN
menurunkan kecemasan pasien dengan spinal 1. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan
anestesi. Secara praktis bagi RSUD Prof. Dr. Margono Media Leaflet terhadap Kecemasan Pasien
Soekarjo Purwokerto hasil penelitian ini dapat dengan Spinal Anestesi Tenaga medis di ruang
memberikan masukan kepada pihak rumah sakit Instalasi Anestesi Terapi Intensif (IATI) berjumlah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto 31 orang dengan rincian dokter spesialis anestesi
tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan 8 orang, perawat anestesi 21 orang dan tenaga
Menggunakan Media Leaflet Terhadap Kecemasan administrasi 2 orang. Jumlah kamar operasi di
Pasien Pre anestesi dengan Teknik Spinal Anestesi. ruang Instalasi Anestesi Terapi Intensif (IATI) ada
Bagi peneliti diharapkan dapat menambah 16 buah di ruang bedah sentral, 4 buah di kamar
pengetahuan yang lebih luas dalam bidang anestesi operasi emergensi dan 4 buah di paviliun VIP.
khususnya pengaruh Pendidikan Kesehatan Jumlah tindakan operasi setiap hari yang
Menggunakan Media Leaflet Terhadap Kecemasan dilakukan adalah 8 kasus untuk operasi emergensi
Pasien Pre anestesi denganTeknik Spinal Anestesi. dan 50 kasus untuk operasi elektif. Tindak
anoperasi di VIP berjumlah 6 kasus per hari.
METODE PENELITIAN 2. Karaktertistik Responden
Penelitian ini menggunakan metodequasi Total responden yang menjadi subjek penelitian
eksperiment dengan desain pre dan post tes pada adalah 72 responden, yang terbagi dari 36
kelompok intervensi dan kelompok kontroldengan responden untuk intervensi dan 36 responden
cara sebelumnya di pre tes kecemasanya jika nilai untuk kontrol.Hasil penelitian yang telah
lebih dari 7 maka masuk kriteria kemudian sehari dilaksanakan menghasilkan data karakteristik
sebelum operasi kelompok intervensi diberikan responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis
pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet kelamin, jenis pendidikan, biaya dan ASA.
sedangkan kelompok kontrol pendidikan kesehatan Gambaran karakteristik responden dapat
tanpa media diruang perawatan kemudian diperlihatkan pada tabel 1:
pengukuran post tes dilakukan diruang tunggu
Puji Rizky Affandi, dkk, Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet.... 41

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik diberikan pendidikan kesehatan dengan


Responden menggunakan media leaflet dengan kelompok
yang dilakukan kunjungan saja dilakukan uji
normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov
dengan hasil data tidak terdistribusi normal
sehingga uji signifikansi menggunakan Mann
Whitney.
3. Gambaran Kecemasan Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Pada Pasien Spinal Anestesi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Nilai kecemasan pre tes dan post tes pada
kelompok intervensi dan kontrol pada pasien
spinal anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto 2017 dapat dilihat pada tabel
2 berikut ini.
Tabel 2. Nilai Kecemasan Pre Tes dan Post Tes
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada
Pasien Spinal Anestesi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto 2017
Jenis Pre Post P
Kelompok % %
Cemas (f) (f) value
Ringan 0 0 22 61,1
Intervensi Sedang 1 2,8 14 38,9 0,000
Berdasarkan tabel 1 pada kelompok intervensi Berat 31 86,1 0 0
menunjukkan bahwa berdasarkan umur sebagian panik 4 11,1 0 0
besar responden berumur 46-65 tahun yaitu 14 Jenis P
Kelompok Pre % post %
responden (38,89%) sedangkan pada kelompok Cemas value
kontrol berumur 26-45 sebanyak 16 responden Kontrol Ringan 0 0 1 2,8
(44,44%). Berdasarkan jenis kelamin pada Sedang 7 19,4 34 94,4
kelompok intervensi sebagian besar responden Berat 27 75 1 2,8 0,000
adalah laki-laki yaitu 23 responden (63,89 %) panik 2 5,56 0 0
sedangkan pada kelompok kontrol responden juga
perempuan 21 responden (58,33%). Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kecemasan pre
kelompok intervensi biaya yang digunakan tes pada kelompok intervensi responden sebagian
responden sebagian besar menggunakan BPJS besar oleh kecemasan berat yaitu sebanyak 31
yaitu 35 responden (97,22 %) sedangkan pada responden (86,11%) dan padakecemasan post tes
kelompok kontrol juga BPJS yaitu 32 responden terjadi penurunan terbanyak pada kecemasan
(88,89). Pada kelompok intervensi berdasarkan ringan yaitu 22 responden (61,11 %). Pada uji
status ASA sebagian besar pasien status ASA II Wilcoxon dihasilkan nilai pada kelompok yang
yaitu sebanyak 33 responden (91,67 %) diberikan pendidikan kesehatan menggunakan
sedangkan pada kelompok kontrol juga ASA II media leaflet didapatkan yaitu nilai p 0,000
yaitu sebesar 21 responden (58,33%). Pada (p<0,005) artinya ada perbedaan kecemasan pada
kelompok intervensi berdasarkan jenis pendidikan kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan
sebagian besar responden berpendidikan SLTA menggunakan media leaflet dengan kelompok
yaitu 15 responden (41,67 %) sedangkan pada yang hanya kunjungan saja.
kelompok kontrol yaitu SLTA 18 responden (50%). Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kecemasan pre
Proses analisa data diawali dengan uji kenormalan tes pada kelompok kontrol responden sebagian
data pada kelompok berpasangan intervensi dan besar kecemasan berat yaitu sebanyak 27
kontrol karena data numerik dan kurang dari 50 responden (75%) dan setelah dilakukan
maka menggunakan menggunakan Shapiro Wilk. pendidikan kesehatan tanpa media atau
Hasil uji kenormalan data didapatkan data tak kunjungan saja nilai kecemasan mengalami
terdistribusi normal maka uji kemaknaan penurunan kecemasan pada kecemasan sedang
perbedaan kecemasan sebelum dan setelah pada sebanyak 94,44 %. Pada uji Wilcoxon dihasilkan
kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan nilai pada kelompok yang hanya kunjungan saja
menggunakan media leaflet dan kelompok yang didapatkan nilai yaitu p 0,000 ( p<0,005) ada
hanya kunjungan saja menggunakan Wilcoxon. perbedaan pendidikan kesehatan kunjungan saja
Sebelum dilakukan uji beda kelompok yang (tanpa media) dengan penurunan kecemasan
42 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 38-44

pasien yang akan dilakukan spinal anestesi. anestesi karena pasien dalam kondisi sadar dalam
4. Perbedaan Penurunan kecemasan pada proses operasi sehingga perlu informasi yang
kelompok intervensi dan kontrol optimal dari perawat khususnya perawat anestesi
Tabel 3. Perbedaan Penurunan Kecemasan pada sehingga individu dapat lebih rileks dan
Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Pasien Spinal kecemasan dapat berkurang. Sesuai dengan
Anestesi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo jurnal yang dikemukakan 14 mengatakan bahwa
Purwokerto 2017 Informasi yang baik tentang proses bedah
Kecemasan mengurangi tingkat kecemasan.
P
Variabel Berkurang Tetap Pemberian informasi dapat menurunkan
Value
F % F % kecemasan ada pasien yang akan melakukan
Intervensi 35 97,2 1 2,8 0,001 tindakan pembiusan khususnya pada pasien
Kontrol36 36 100 dengan spinal anestesi. Kondisi ini juga diperkuat
Berdasarkan tabel 3 diatas ada 1 responden oleh hasil penelitian 15 mengatakan bahwa ada
yang tetap/tidak mengalami perubahan perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan
kecemasan.Hasil uji statistik menggunakan Mann sesudah penyuluhan kesehatan pada pasien yang
Whitney sig/p 0,001 maka Ha diterima dan Ho akan dilakukan tindakan spinal anestesi.
ditolak artinya ada perbedaan penurunan 2. Kecemasan pada Pasien dengan Spinal Anestesi
kecemasan yang signifikan setelah pemberian Sesudah dilakukan Pendidikan Kesehatan pada
pendidikan kesehatan dengan menggunakan Kelompok Intervensi Maupun Kelompok Kontrol
media leaflet pada pasien dengan spinal anestesi Dari hasil pengolahan data didapatkan data
di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. bahwa nilai kecemasan post tes kelompok
intervensi sebanyak 22 responden (61,11%)
PEMBAHASAN mengalami kecemasan ringan dan ada 14
1. Kecemasan Pada Pasien dengan Teknik Spinal responden yang dengan kecemasan sedang dan
Anestesi Sebelum Pendidikan Kesehatan pada tidak ada yang mengalami cemas berat.
Kelompok Intervensi dan Kontrol Sedangkan pada nilai kecemasan post tes
Dari hasil pengolahan data didapatkan data kelompok kontrol responden mengalami
bahwa nilai kecemasan pre tes pada kelompok kecemasan sedang sebanyak 34 responden
intervensi sebanyak 31 responden (86,11%), (94,44%), masih ada 1 responden (2,78%)
kecemasan panik 4 responden (11,11%) dan ada 1 mengalami cemas berat dan 1 responden (2,78%)
responden (2,78%) sedangkan nilai kecemasan masih mengalami cemas ringan.
pre tes pada kelompok kontrol sebanyak 27 Pemberian informasi/pendidikan kesehatan
responden mengalami kecemasan berat sebanyak kepada pasien dapat meningkatkan pengetahuan
27 pasien (75%), ada 7 responden (19,44%) pasien yang akan menjadi lebih siap dalam
dengan kecemasan sedang dan ada 2 responden menghadapi proses anestesi dan mendapatkan
(5,56%) dengan kecemasan panik. hasil optimal16.Manusia adalah mahluk
Berdasarkan nilai kecemasan sebelum biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
diberikan pendidikan kesehatan menggunakan terbuka serta saling berinteraksi.Manusia selalu
media leaflet dapat dilihat bahwa responden berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
mengalami kecemasan sebelum anestesi. hidupnya kondisi ini disebut sehat dan jika gagal
Penyebab kecemasan pada pasien pre anestesi menyeimbangkan maka disebut sakit. Pasien
meliputi lingkungan yang asing, kehilangan masuk rumah sakit dan dirawat mengalami stress
kemandirian sehingga mengalami ketergantungan fisik dan mental baik dari diri sendiri, lingkungan
dan memerlukan bantuan orang lain, berpisah maupun keluarga. Perlunya informasi sehingga
dengan pasangan dan keluarga, masalah biaya, pasien bisa menyesuaikan dengan kondisi yang
kurang informasi, ancaman akan penyakit yang sedang dialami dengan memberikan pendidikan
lebih parah dan masalah pengobatan9. Kurang kesehatan.
informasi menjadi salah satu penyebab Penggunaan media leaflet sangat membantu
kecemasan seseorang khususnya pasien yang pasien dalam menerima informasi sesuai dengan
akan menjalani anestesi dengan spinal anestesi teori17 yang menyatakan leaflet merupakan bentuk
karena teknik ini pasien akan tetap sadar saat penyampaian informasi kesehatan melalui
dilakukan operasi sehingga informasi yang optimal lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan
akan mengurangi kecemasan. media ini antara lain : sasaran dapat
Anestesi regional membuat pasien tetap menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis
sadar8. Kurangnya informasi pada pasien tentang karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran
pelaksanaan pembiusan dengan teknik spinal dapat melihat isinya disaat santai dan sangat
Puji Rizky Affandi, dkk, Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet.... 43

ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau nilai mean -12,6111. Untuk mengetahui kelompok
dibaca. Leaflet memeiliki kelebihan yang membuat mana yang lebih signifikan maka dilakukan uji tes
pasien bisa membaca setiap saat dan mudah Mann Whitney didapatkan nilai p 0,001 maka p
dibawa kemana-mana. <0,005 ada pengaruh pendidikan kesehatan
Penggunaan media juga sangat membantu menggunakan media leaflet terhadap kecemasan
reponden dalam memahami suatu informasi pada pasien spinal. Berdasarkan hasil tersebut
sesuai teori12 menyatakan pesan yang hanya dapat dikatakan bahwa kecemasan setelah
menggunakan kata-kata saja sangat kurang efektif pemberian informasi terdapat perbedaan
atau rendah intensitasnya. Media/alat bantu cetak penurunan kecemasan dengan menggunakan
dapat digunakan dalam membantu penyampaian media leaflet lebih dapat menurunkan kecemasan
informasi, sehingga dapat meningkatkan persepsi dibanding tidak menggunakan media sesuai
penerima pesan. Tujuan penggunaan alat bantu dengan penelitian lain bahwa penggunaan leaflet
atau media cetak adalah menimbulkan perhatian sebagai media sangat efektif mempengaruhi
terhadap masalah yang dijelaskan, untuk pengetahuan dengan kemaknaan 5 % diketahui
mengingatkan suatu pesan atau informasi bahwa media leaflet dapat mempengaruhi
menjelaskan prosedur tindakan serta membantu perubahan pengetahuan dan lebih banyak
penyampaian materi lebih sistematis. Beberapa menurunkan kecemasan19.
media cetak yang digunakan dalam penyampaian Pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap
informasi yaitu booklet, leaflet, flip chart, flayer, penurunan kecemasan apalagi ditambah media
rubrik, poster dan foto. leiflet karena media ini memiliki berbagai kelebihan
Penggunaan media leaflet juga sangat seperti mudah dibawa, ekonomis, bisa dibaca
membantu pasien dalam menerima informasi sewaktu-waktu dan tulisan dan gambar yang
untuk meningkatkan pengetahuanya karena mudah dipahami yang akan menambah daya tarik
dengan adanya media pasien akan lebih mudah dan minat sehingga pasien mudah dalam
menerima informasi dan diperkuat oleh penyampaina informasi dan pasien akan lebih
teori17Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini mudah menerima informasi.
terjadi setelah responden melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan KESIMPULAN
tentang kesehatan akan berpengaruh kepada
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
perilaku selanjutnya perilaku kesehatan akan
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil uji
berpengaruh pada meningkatnya indikator
signifikansi data pada dua kelompok intervensi dan
kesehatan masyarakat sebagai keluaran
kontrol menggunakan Mann Whitney didapatkan jika
pendidikan kesehatan.
nilai p value 0,001 dapat disimpulkan ada signifikan
3. Penurunan Kecemasan pada Kelompok Intervensi pendidikan kesehatan menggunakan media leaflet
dan Kontrol dapatmenurunkan kecemasan pada pasien spinal di
Pada kelompok intervensi ada 35 responden RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
(97,2%) yang berkurang kecemasannya dan 1
responden yang tetap/tidak mengalami perubahan
SARAN
kecemasan dikarenakan responden berjenis
1. Bagi Rumah Sakit RSUD Prof. Dr. Margono
kelamin perempuan dan status ASA II sehingga
Soekarjo Purwokerto.
pasien tidak terjadi perubahan kecemasan sesuai
dengan teori yaitu beberapa faktor yang a. Pembuat kebijakan
mempengaruhi tingkat kecemasan pasien yang Supaya menjadi bahan pertimbangan pada
akan dilakukan tindakan operasi dan anestesi : pembuatan SOP pendidikan kesehatan
usia, jenis kelamin, kondisi medis (status ASA), menggunakan media leflet untuk menurunkan
tingkat pendidikan, jenis tindakan, tingkat sosial kecemasan terutama pasien dengan teknik
ekonomi, akses informasi17. Kecemasan juga spinal anestesi.
dipengaruhi faktor pendidikan sesuai dengan hasil b. Bagi Perawat anestesi di IBS
penelitian18 menyatakan fakto-faktor yang Supaya perawat anestesi dalam memberikan
mempengaruhi kecemasan pasien pre operasi pendidikan kesehatan menggunakan media
yaitu faktor pendidikan. Responden ini diketahui leaflet untuk menurunkan kecemasan pasien
berpendidikan sekolah dasar sehingga dengan teknik spinal anestesi.
mempengaruhi kecemasanya. 2. Bagi peneliti selanjutnya
Pada kelompok kontrol terdapat 36 responden Perlunya penelitian lanjutan pendidikan kesehatan
(100%) atau keseluruhan responden berkurang menggunakan leaflet untuk menurunkan
kecemasan . Penurunan pada kelompok intervensi kecemasan dengan menambahkan variabel
lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan.
44 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 38-44

DAFTAR PUSTAKA 13.Sugiyono. (2010).Metode Penelitian Kuantitatif


1. Manjoer,A. Suprohaita. Wardhani.W.I dan Kualitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta
Setiowulan.W. (2008). Kapita Selecta Kedokteran. 14.Romeo and Muniesa. (2014). Effects of using an
Jakarta : Media Aesculapius information leaflet in reducing perioperative
2. Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi anxiety and pain in patients undergoing urological
III. Jakarta : EGC surgery, jurnal, Dipublikasikan Epub 2014 Feb
3. Flora, L. (2014).Perbandingan Efek Anestesi 2014.
Spinal dengan Anestesi Umum terhadap Kejadian 15.Oktavia. R. (2014). Perbedaan tingkat kecemasan
Hipotensi dan Nilai APGAR Bayi pada Seksio sebelum dan setelah pemberian penyuluhan pada
Sesarea,UNDIP.Diunduh pada tanggal 23 pasien preoperasi sectio cesaria dengan spinal
september 2016. anestesi di RSUD Dr Sobirin Kabupaten Musi
4. Rekam medik RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Rawas. Skripsi. Dipublikasikan poltekkes
Purwokerto, (2016), yang diakses tanggal 29 kemenkes jogjakarta.
september 2016. 16.Yuningsih,Y dan Subekti, N.B. (2007), Praktik
5. Criatiana dan Bisri. (2015). Perbandingan antara Keperawatan ProfesionalEdisi 4, Jakarta : EGC.
Anestesi Umum dengan Anestesi Spinal untuk 17.Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan ilmu
Seksio Sesarea terhadap Skor APGAR. Rumah perilaku. Jakarta : rineka cipta.
Sakit Ibu dan Anak Melinda Bandung. 1 8 .Wa n d i n i , S. (2 0 11 ). Fa kto r-Fa kto r ya n g
Dipublikasikan Anesthesia & Critical Care Vol. 33 Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre
No. 2 Juni 2015. Operasi di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD
6. Stuart and Sundeens. (2007). Keperawatan Jiwa. Kraton Pekalongan. Skripsi. Universitas
Edisi 3. Jakarta: EGC. Muhammadiyah Semarang, Semarang.Di
7. Nileshwar, A. (2014). Instant Access Anestesiologi. pulikasikan Desember 2011.
Jakarta: Bina rupa Aksara. 19.Syamsiyah. N. (2013). Pengaruh Media L e a fl e t
8. Keat.S, Bate.s.t,Bown.A and Lanham. (2013). Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Intensi
Anaesthesia on the move. Jakarta : indeks. Pemberian ASI Eklsusif pada Ibu Hamil Diwilayah
9. Tarwoto dan Wartonah, (2006), Kebutuhan Dasar PUSKESMAS Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Manusia Dan Proses Keperawatan, Jakarta : Selatan. Skripsi. Dipublikasikan 27 Agustus 2013.
Salemba Medika. 20.Nursalam. (2010).Konsep dan Penerapan
10.Mangku, G dan Senapathi, T. (2010). Buku Ajar Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta :
Ilmu Anestesia Dan Reanimasi. Jakarta : PT Salemba Medika.
Indeks. 21.Perdana,A.Firdaus,M.F.Kapuangan,C dan
11.Notoatmodjo.(2010). Metodologi Penelitian Khamella. 2015.Uji Validasi Konstruksi dan
Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta. Reliabilitas Instrumen The Amsterdam
12.Notoatmodjo. (2007)Kesehatan masyarakat ilmu Preoperative Anxiety and Information Scale
dan seni. Jakarta: Rineka Cipta. (APAIS) Versi Indonesia, Jurnal,Anesthesia &
Critical Care Vol. 31 No. 1, Februari 2015.
PERBEDAAN KADAR KREATININ PADA SERUM LIPEMIK YANG DIOLAH DENGAN
POLYETHYLENE GLYCOL 6000 8% DAN HIGH SPEED SENTRIFUGASI

Wheny Mufita Sari, Ni Ratih Hardisari, Sujono

Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


Email : whenymufita@gmail.com

ABSTRACT

Lipemic serum is a turbid serum caused by enhancement of lipoprotein consentration mainly chylomicron and very low
density lipoprotein (VLDL). It can cause interference of physics and chemistry, spectrofotometri, not homogen sample and
volume displacement effect that make the result of the laboratory test inacurate, including creatinin test. The method that can
be used to clear up lipid on the lipemic serum is centrifugation, extraction with polar solvent, dilution, and precipitation with
Polyethylene Glycol 6000 8%. The aim of the study is to know creatinine level defference of lipemic serum using Polyethylene
Glycol 6000 8% in creatinine test. This research was a true experiment with Pretest Postest Control Group Design. This
research was conducted in October – November 2016 at Pathology Clinic of Panembahan Senopati Hospital, Bantul. The
result of creatinine scores before treatments was 0,98 mg/dL, after being added with Polyethylene Glycol 6000 8% it became
0,98 mg/dL, and after being processed using High Speed Centrifugation, it was 1,11 mg/dL. The result of statistic test using
Independent Sample T-Test obtained the Asymp sig value of 0,003 (p<0,05) which means there is no difference of creatinine
scores in lipemic serum processed by adding Polyethylene Glycol 6000 8% and High Speed Centrifugation.

Keywords : Lipemic Serum, Polyethylene Glycol, Creatinine

ABSTRAK

Serum lipemik adalah serum keruh yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi lipoprotein terutama kilomikron dan Very
Low Density Lipoprotein (VLDL). Kekeruhan ini dapat menyebabkan gangguan fisika dan kimia, spektrofotometri, sampel
menjadi tidak homogen dan memberi efek penggantian volume sehingga hasil pemeriksaan laboratorium menjadi tidak
akurat, tidak terkecuali pemeriksaan kreatinin. Metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan lemak pada serum
lipemik antara lain metode sentrifugasi, ekstrasi dengan pelarut polar, pengenceran, dan presipitasi dengan Polyethylene
Glycol 6000 8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin pada serum lipemik yang diolah
dengan Polyethylene Glycol 6000 8% dan High Speed Sentrifugasi. Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni dengan
menggunakan rancangan penelitian Pretest Postest Control Group Design. Waktu penelitian dilakukan bulan Oktober –
November 2016. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Panembahan Senopati Bantul. Hasil
pengukuran kadar kreatinin sebelum dilakukan perlakuan adalah 1,05 mg/dL, setelah diberi perlakuan dengan penambahan
Polyethylene Glycol 6000 8% adalah 0,98 mg/dL, dan setelah dilakukan High Speed Sentrifugasi adalah 1,11 mg/dL. Hasil uji
statistik dengan menggunakan Independent Sample T-Test didapat nilai Asym.sig sebesar 0,003 (p<0,050) yang artinya ada
perbedaan yang bermakna kadar kreatinin serum lipemik yang diolah dengan Polyethylene glycol 6000 8% dan dengan High
Speed Sentrifugasi.

Kata Kunci : Serum Lipemik, Polyethylene Glycol, Kreatinin

PENDAHULUAN deplesi volume, dimana konsentrasi analit menurun


Serum lipemik adalah serum yang mengalami karena lipoprotein menggantikan volume air yang
kekeruhan disebabkan oleh peningkatan konsentrasi seharusnya. Dengan kata lain, volume yang
lipoprotein dan dapat terlihat dengan mata 1 . tergantikan oleh lipoprotein terhitung sebagai
Kekeruhan serum ini disebabkan oleh akumulasi konsentrasi analit3.
partikel lipoprotein. Tidak semua jenis lipoprotein Metode yang dapat digunakan untuk menjernihkan
menyebabkan terjadinya kekeruhan. Partikel terbesar serum lipemik antara lain dengan cara sentrifugasi,
yaitu kilomikron dengan ukuran 70 – 1000 nm yang pengenceran, ekstraksi dan presipitasi1. Metode
merupakan penyebab utama kekeruhan serum. sentrifugasi dengan ultrasentrifugasi merupakan gold
Akumulasi partikel – partikel kecil, High Density standard untuk menghilangkan lipemik pada serum.
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL) Presipitasi untuk menjernihkan serum lipemik
tidak menghasilkan serum lipemik2. dapat dilakukan dengan menggunakan α-
Lipemik mengganggu hampir semua pengukuran siklodekstrin dan Polyethylene glycol yang dapat
spektrofotometri dengan menyerap dan mengikat lemak. Setelah lemak diikat dilakukan
menghamburkan cahaya. Lipoprotein tinggi sentrifugasi agar lemak mengendap dan serum
trigliserida dalam konsentrasi besar juga memiliki efek menjadi jernih. Penelitian telah mengungkapkan
46 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 45-49

bahwa hasil dari 20 unsur serum tidak dipengaruhi Penelitian dilakukan di Instalasi Laboratorium Klinik
dengan pengendapan lipoprotein menggunakan α- RSUD Panembahan Senopati Bantul pada bulan
siklodekstrin1. Polyethylene glycol (PEG) sebagai September – November 2016. Obyek penelitian ini
agen presipitasi fraksi tertentu merupakan zat kimia adalah serum lipemik sejumlah 30 serum yang
yang tidak berbahaya dan harganya relatif murah. berasal dari Laboratorium Klinik di Rumah Sakit
Penambahan Polyethylene glycol 6000 8% pada Panembahan Senopati Bantul dan Rumah Sakit Panti
serum lipemik dapat digunakan dalam penanganan Rapih Yogyakarta. Kriteria inklusi obyek penelitian
serum lipemik akan tetapi perlu dibuktikan terlebih adalah serum lipemik dengan 3 tingkatan kekeruhan
dahulu apakah agen pada pengukuran dengan yaitu rendah, sedang, dan tinggi yang dilihat secara
metode ini mengganggu pemeriksaan atau tidak1. visual; semua umur; laki – laki dan perempuan.
Kreatinin merupakan salah satu pemeriksaan Kriteria eksklusi obyek penelitian adalah serum
kimia darah yang bertujuan untuk mengetahui fungsi hemolisa, serum ikterik, serum dengan volume kurang
ginjal. Kreatinin serum dianggap lebih sensitif dan dari 1 ml, dan serum bergumpal – gumpal.
merupakan indikator khusus pada pemeriksaan Variabel bebas dari penelitian ini adalah
fungsi ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk pengolahan serum lipemik. Serum lipemik dilakukan
mengevaluasi fungsi glomerulus 4 . Nilai normal pengolah dengan dua macam cara yaitu dengan
pemeriksaan kreatinin adalah 0,6 smpai 1,3 mg/dL penambahan Polyethylene Glycol 6000 8% 1 : 1
untuk laki – laki dan 0,5 sampai 1,0 mg/dL untuk dengan serum (200 µl serum : 200 µl Polyethylene
perempuan5. Nilai yang sangat kecil tersebut sangat Glycol 6000 8%) kemudian diinkubasi selam 30 menit
berpotensi menimbulkan interpretasi yang salah pada suhu 4 0C, lalu dilakukan sentrifugasi selama 10
apabila cara yang dilakukan dalam pemeriksaan menit dengan kecepatan 3000 rpm dan dengan High
salah. Speed Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan atau setara dengan 10.195 x g selama 10 menit.
dua metode dalam penanganan serum lipemik yaitu Variabel terikat penelitian ini adalah kadar kreatinin.
dengan Polyethylene glycol 6000 8% dan High Speed Data dianalisis secara deskriptif kemudian
Sentrifugasi. Dengan demikian dapat ditentukan dilakukan uji statistik. Analisis statistik dilakukan
kebijakan penanganan serum lipemik dalam dengan uji normalitas data, kemudian dilakukan uji
pemeriksaan kreatinin. Paired Sampel Test untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan kadar kreatinin pada serum lipemik
METODE sebelum dan sesudah diberi perlakuan dan uji
Jenis penelitian ini merupakan rancangan Independent Sampel Test untuk mengetahui ada
eksperimen murni dengan rancangan penelitian tidaknya perbedaan kadar kreatinin pada serum
Pretest Posttest Control Group Design. Dalam desain lipemik setelah diberi penanganan dengan
ini terdapat dua kelompok yang masing – msing dipilih penambahan PEG 6000 8% dan dilakukukan High
secara acak, kemudian diberi pretest untuk Speed Sentrifugasi. Analisis statistik dilakukan
mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara dengan bantuan perangkat lunak pengolah data
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol [6] . SPSS 16 for Windows dengan taraf signifikansi 5%6.

HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Indeks Lipemik dan Kadar Trigliserida Sampel Penelitian

Tabel 2. Kadar Kreatinin dengan berbagai pengolahan


Wheny Mufita Sari, dkk, Perbedaan Kadar Kreatinin Pada Serum Lipemik Yang.... 47

Tabel 3. Perubahan Kadar Kreatinin Setelah Dilakukan Perlakuan

Tabel 4. Uji Normalitas Data Serum Lipemik Sebelum dan Sesudah Diolah

Tabel 5. Uji Statistik Serum Lipemik Sebelum dan Sesudah Diolah

Tabel 6. Uji Statistik Serum Lipemik Sebelum dan Sesudah Diolah


Uji Statistik p Signifikansi Kesimpulan
Paired Sample T-Test
Kadar Kreatinin Sebelum - <0,05 0,000 Ada perbedaan yang
Sesudah diberi bermakna kadar kreatinin
Penambahan Polyethylene sebelum dan sesudah
Glycol 6000 8% diolah dengan
Polyethylene Glycol 6000
8%
Kadar Kreatinin Sebelum - <0,05 0,006 Ada perbedaan yang
Sesudah dilakukan High bermakna kadar kreatinin
Speed Sentrifugasi sebelum dan sesudah
dilakukan High Speed
Sentrifugasi

PEMBAHASAN Serum lipemik ditangani dengan Polyethylene


Penelitian ini menggunakan sampel serum lipemik Glycol 6000 8% terlihat jernih karena lipoprotein yang
sejumlah 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi menyebabkan lipemik pada serum ini telah diikat oleh
dan eksklusi. Sebelum diberi perlakuan serum Polyetylene Glycol. Namun, perlu dilakukan
diperiksa kadar kreatininnya sebagai pretest. pengukuran kadar kreatinin untuk mengetahui apakah
Kemudian setiap serum lipemik dibagi menjadi dua penggunaan Polyethylene Glycol ini perpengaruh
bagian. Bagian pertama sebagai kelompok dengan kadar kreatinin dalam serum.
eksperimen yaitu serum ditambahkan dengan Kadar kreatinin pada serum yang ditangani
Polyethylene glycol 8% sebelum dilakukan dengan Polyethylene Glycol 6000 8% lebih rendah
pemeriksaan kadar kreatinin sedangkan bagian dari kadar kreatinin pada serum yang tidak diberi
kedua sebagai kelompok kontrol yaitu dilakukan High penanganan sebelum diukur kadar kreatininnya.
Speed Sentrifugasi sebelum dilakukan pemeriksaan Kadar kreatinin tersebut menenurun sebesar 22% dari
kadar kreatinin. Penelitian dilakukan di laboratorium sebelum dilakukan penanganan. Hal ini bertolak
yang telah menjalankan pemantapan mutu internal belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
dan eksternal sehingga variabel pengganggu dalam Saracevic dkk. yang menunjukkan bahwa kadar
pengukuran kadar kreatinin dapat dikendalikan. kreatinin serum lipemik setelah diproses dengan
48 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 45-49

reagen LipoClear® menunjukkan hasil yang lebih dilakukan dua kali sentrifugasi mengalami kenaikan
tinggi, yaitu dari 181 ± 2 µmol/L menjadi 190 ± 4 µmol/L dari 168 ± 95 µmol/L menjadi 193 ± 102 µmol/L.
untuk sampel yang dibubuhi dengan Intralipid® Sementara itu, kadar kreatinin serum lipemik yang
dengan konsentrasi 300 mg/dL dan dari 178 ± 0 ditangani dengan Ultrasentrifuge dengan alat
µmol/L menjadi 189 ± 1 µmol/L untuk sampel yang Beckman Coulter Airfuge dengan kecepatan 107.000
dibubuhi dengan Intralipid® dengan konsentrasi 500 x g selama 15 menit mengalami peningkatan dari 168
mg/dL. Pada penelitian tersebut tidak semua hasil ± 95 µmol/L menjadi 193 ± 102 µmol/L9. Pada
pemeriksaan pada serum yang ditangai dengan penelitian Saracevic, dkk. (2014)kadar kreatinin
LipoClear® mengalami kenaikan hasil, ada juga yang serum lipemik yang ditangai dengan high speed
mengalami penurunan kadar yaitu pada pemeriksaan sentrifugasi dengan kecepatan 12.100 x g dengan alat
kadar Total Protein, Albumin, dan CRP7. Eppendorf Mini Spin® mengalami kenaikan dari 181 ±
Hasil pengujian bahan kontrol dengan 2 µmol/L menjadi 189 ± 1 µmol/L7.
penambahan Polyethylene Glycol6000 8%yang Peningkatan kadar kreatinin ini disebabkan karena
diperlakukan seperti sampel penelitian diperoleh efek deplesi volume. Pada serum yang belum diberi
kadar kreatinin sebesar 0,70 mg/dL dan sebelum perlakuan volume yang diambil merupakan volume
diberi perlakuan sebesar 0,71 mg/dL. Hal ini keseluruhan yang diambil dari serum sedangkan pada
menunjukkan bahwa kadar kreatinin pada serum serum yang dilakuan sentrifugasi volume yang diambil
kontrol tidak berubah ketika dilakukan penambahan merupakan serum yang sudah kehilangan lemak
Polyethylene Glycol6000 8%. sehingga proporsi kreatinin menjadi lebih tinggi.
Hasil Uji Statistik dengan Paired Sample T-Test Lipemik menurunkan konsentrasi analit yang
diperoleh signifikansi sebesar 0,000 (p <0,05) yang sebenarnya dengan menurunkan konsentrasi analit
berarti ada perbedaan yang bermakna antara kadar karena volume yang ditempati oleh lipoprotein dalam
kreatinin sebelum diberi perlakuan dengan kadar serum dimasukkan dalam perhitungan konsentrasi
kreatinin yang sudah dilakukan penanganan dengan analit10.
penambahan Polyethylene Glycol 6000 8%. Menurut hasil uji statistik kadar kreatitin sebelum
Serum lipemik yang ditangani dengan High Speed dan sesudah dilakukan High Speed Sentrifugasi
Sentrifugasi dengan kecepatam 12.000 rpm selama d e n g a n m e n g g u n a k a n P a i r e d S a m p l e T-
10 menit menjadi lebih jernih dari sebelumnya. Testdiperoleh Asymp.sig sebesar 0,006 (p<0,05)
Lapisan lemak berada di bagian atas serum, yangmenunjukkan bahwa ada perbedaan yang
kemudian serum yang telah jernih dipipet secara hati – bermakna kadar kreatinin sebelum dan sesudah
hati untuk dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin. Hal dilakukan penanganan dengan High Speed
ini sesuai dengan WHO bahwa kekeruhan pada Sentrifugasi. Oleh karena itu memang perlu dilakukan
serum lipemik dapat dihilangkan dengan sentrifugasi penanganan serum lipemik terlebih dahulu sebelum
dengan kecepatan 10.000 g selama 10 menit1. dilakukan pemeriksaan kreatinin.
Rerata kadar kreatinin pada serum lipemik yang Selisih rerata kadar kreatinin pada serum lipemik
ditangani dengan High Speed Sentrifugasi dengan yang diolah dengan Polyethylene Glycol 6000 8% dan
alat Ependorf Mini Spin Plus® dengan kecepatan High Speed Sentrifugasi adalah 0,28 mg/dL Kadar
12.000 rpm selama 10 menit adalah 1,11 mg/dL. Nilai kreatinin yang dilakukan penanganan dengan High
rerata kadar kreatinin tersebut lebih tinggi Speed Sentrifugasi lebih tinggi dibandingkan dengan
dibandingkan dengan rerata kadar kreatinin sebelum kadar kreatinin pemeriksaan yang dilakukan
diberi perlakuan. Kadar kreatinin tersebut mengalami penanganan dengan Polyethylene Glycol 6000 8%.
kenaikan sebesar 6%. Hal ini sesuai dengan Kedua metode ini merupakan metode yang
penelitian yang dilakukan Calmarza,dkk (2011), direkomendasikan WHO (2002) untuk menghilangkan
Dimeski dan Jones (2010), serta Saracevic, dkk. lipemik pada serum lipemik akan tetapi untuk metode
(2014) yaitu kadar kreatinin mengalami kenaikan presipitasi dengan Polyethylene Glycol 6000 8% perlu
setelah dilakukan penanganan dengan diperhatikan apakah Polyethylene Glycol 6000 8%
ultrasentrifugasi dan high speedsentrifugasi8,9,7. mengganggu hasil pemeriksaan.
Penelitian Calmarza, dkk (2011) serum lipemik Menurut hasil uji statistik dengan menggunakan
ditangani dengan Ultrasentrifugasi dengan kecepatan Independent Sampel T-Test diperoleh signifikansi
4 0 . 0 0 0 x g d e n g a n a l a t C e n t r i k o n T- 1 0 8 0 sebesar 0,003 (p < 0,05) menunjukkan bahwa ada
Ultracentrifuge diperoleh kadar kreatinin pada serum perbedaan kadar kreatinin yang bermakna antara
lipemik mengalami peningkatan sebesar 4,25%8. penanganan serum lipemik dengan Polyethylene
Penelitian Dimeski dan Jones (2010) kadar kreatinin Glycol 6000 8% dan dengan High Speed Sentrifugasi.
serum lipemik ditangani dengan High Speed Metode High Speed Sentrifugasi lebih baik dari pada
Sentrifugasi dengan alat Biofuga Promo High Speed metode presipitasi dengan Polyethylene Glycol 6000
microcentrifuge dengan kecepatan 21.885 x g dan 8% karena lebih sesuai dengan banyak penelitian
Wheny Mufita Sari, dkk, Perbedaan Kadar Kreatinin Pada Serum Lipemik Yang.... 49

yang telah dilakukan sebelumnya dan sesuai dengan Polyethylene Glycol 6000 8% dan High Speed
rekomendasi WHO (2002)1. Penanganan dengan Sentrifugasi untuk parameter pemeriksaan
Polyethylene Glycol 6000 8% pada penelitian ini perlu laboratorium lainnya.
dilakukan penelitian lebih lanjut apakah inkubasi pada 2. Pengolahan serum lipemik dengan High Speed
suhu 40C perlu dilakukan atau tidak karena inkubasi Sentrifugasi dapat dilakukan untuk pemeriksaan
pada suhu tersebut dapat menyebabkan volume kreatinin.
serum bertambah sehingga hasilnya menjadi lebih
rendah dari yang seharusnya. DAFTAR PUSTAKA
Kelemahan penelitian ini adalah penelitian tidak 1. WHO. (2002). Use of Anticoagulants In Diagnostic
dapat menentukan penyebab dari lipemik yang terjadi Laboratory Invertigation.
sehingga tidak dapat menentukan cara pencegahan 2. Nikolac, N. (2013). Lipemia: Causes, Interference
agar serum tidak menjadi lipemik dan tidak dapat Mechanisms, Detection and Manajement.
menentukan secara pasti variabel pengganggu pada Biochemia Medica 2014;24(1):56-57. Kroasia :
pemeriksaan kreatininin pada serum lipemik. University Departement of Chemistry.
Penelitian ini menggunakan reagen Polyethylene
3. Contois, J.H dan Nguyen, R.A. (2013). Assay
Glycol 6000 teknis karena mudah diperoleh dan
Interference: A Need for Increased Understanding
harganya yang terjangkau. Oleh karena itu diperlukan
and Testing. Sun Diagnostic.
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
4. K e e , M . ( 2 0 1 3 ) . P e d o m a n P e m e r i k s a a n
Polyethylene Glycol 6000 pro analisa (pa) agar dapat
Laboratorium dan Diagnostik Edisi 6. Jakarta: ECG
diperoleh hasil yang lebih baik. Selain itu penentuan
Penerbit Buku Kedokteran.
indeks lipemik dilakukan setelah melakukan
pemeriksaan kreatinin sehingga menyebabkan 5. Sacher, R.A. dan McPherson (2004). Tinjauan
sampel yang digunakan tidak sesuai dengan tingkat Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :
lipemik yang seharusnya, selain itu metode yang EGC
digunakan tidak standar. 6. Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Edisi
2. Bandung : Alfabeta.
KESIMPULAN 7. Saracevic, A., Nikolac, N., Simundic, A.M.
(January, 2014). The Ealuation and Comparation
1. Ada perbedaan kadar kreatinin serum lipemik yang
of Consecutive High Spees Centrifugation and
diolah dengan Polyethylene Glycol 6000 8% dan
LipClear Reagent for Lipemia Removal. Clinical
High Speed Sentrifugasi.
Chemistry, Vol. 47, 309-314.
2. Kadar kreatinin rata – rata serum lipemik sebelum
8. Calmarza P. dan Cordero J. (2011, May 8). Lipemia
diberi perlakuan adalah 1,05 mg/dL.
Interferences in Routine Clinical Biochemiae Tests.
3. Kadar kreatinin rata – rata serum lipemik setelah
Biochemia Medica 2011;21(2):160-6.
diolah dengan Polyethylene Glycol 6000 8%
9. Dimeski , G., Jones, B.W. 2011. Lipaemic samples
adalah 0,83 mg/dL.
: Evvective Process for Lipid Reduction Using High
4. Kadar kreatinin rata – rata serum lipemik setelah
Speed Centrifugation Compared With
dilakukan High Speed Sentrifugasi adalah 1,11
Ultracentrifugation. Biochemia Medica 200;
mg/dL.
21(1):86-94.
10.Guder, W. G dan Sheshadri N. (2015). Pre-
SARAN Examination Procedures in Laboratory
1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut Diagnostics. Germany: De Gruyter.
mengenai pengolahan serum lipemik dengan
TINJAUAN SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK, KADAR PROTEIN DAN KADAR KALSIUM PADA
VARIASI PENCAMPURAN GETUK KACANG TOLO (Vigna unguiculata)

Dwi Ratna Ningsih*, Elza Ismail, Waluyo

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


*Email : ratnakendzi@yahoo.co.id,

ABSTRACT

Getuk is traditional food that familiar in all age group. However, nutrient content of getuk not widely avaible. Cowpea
containing protein and highcalcium have many beneficial for our body. This research aims to know the differences in physical
characteristic, organoleptic and Phytic acid levels of getuk kacang tolo with mixing variations of cowpea. The kind of research
is quasi experiment with simple random design using 4 treatment , 2 repiclates and 2 units of the experiment. The research
sample is getuk kacang tolo with varians of cowpea 0% as control and getuk with the mixing variations of cowpea 25%, 50%
and 75%. Physical characteristic were analyzed by descriptive. Organoleptic of data analysis using statistical tests Kruskal
Wallis continued Mann-Whitney if there is a difference whereas Phytic acid levels using statistical test Anova continued Tukey
if there is a difference. The results of this research is the addition of color produce more cowpea browned, the texture of
mixing variations of cowpea not chewy whereas aroma and flavor are same with the control. The color of getuk kacang tolo
with variations cowpea 50%, the texture of getuk kacang tolo with variations cowpea 75%, the aroma with variations cowpea
25% and the flavour getuk kacang tolo with variations cowpea 50% most preferred panelist. Protein levels in 100 g material
with the variatins of cowpea 0%, 25%, 50% and 75% respectively are 1.16 g; 2.96 g; 4.56 g; 6.13 g. Calsium levels in 100 g
material with the variations of cowpea 0%, 25%, 50% and 75% respectively are 237.2 mg; 388.1 mg; 596,27 mg; 736,57 mg.
Conclusion of this research is the variations of mixing of cowpea in making getuk kacang tolo impact on physical
characteristic, organoleptik, Protein levels and Calcium levels.

Keywords : Cowpea, Getuk, Physical Characteristic, Organoleptic, Protein and Calsium

ABSTRAK

Getuk merupakan makanan tradisional yang masih familiar di semua golongan usia. Akan tetapi, kandungan zat gizi pada
getuk singkong belum tersedia maksimal. Kacang tolo mengandung protein dan kalsium yang cukup tinggi yang bermanfaat
bagi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, organoleptik, kadar Protein dan kadar Kalsium
pada getuk kacang tolo dengan variasi pencampuran kacang tolo. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan
Rancangan Acak Sederhana (RAS) menggunakan 4 perlakuan, 2 kali ulangan dan 2 unit percobaan. Sampel penelitian
adalah getuk kacang tolo dengan pencampuran kacang tolo 0% sebagai kontrol, 25%, 50% dan 75%. Sifat fisik dianalisis
secara deskriptif. Analisis data sifat organoleptik menggunakan uji statistik Kruskal Wallis dilanjutkan Mann-Whitney jika ada
perbedaan sedangkan kadar Asam Fitat menggunakan uji Anova dilanjutkan uji Tukey jika ada perbedaan. Hasil penelitian
ini adalah pencampuran kacang tolo pada getuk kacang tolo menghasilkan warna semakin kecokelatan, tekstur semakin
tidak kenyal, aroma dan rasa sama dengan kontrol. Warna getuk kacang tolo dengan pencampuran kacang tolo 50%, tekstur
getuk kacang tolo dengan pencampuran kacang tolo 75%, aroma getuk kacang tolo dengan pencampuran kacang tolo 25%
dan rasa getuk kacang tolo dengan pencampuran kacang tolo 50% paling disukai panelis. Kadar protein dalam 100 g bahan
dengan pencampuran kacang tolo 0%, 25%, 50% dan 75% masing-masing adalah 1,16 g; 2,96 g; 4,56 g; 6,13 g. Kadar
Kalsium dalam 100 g bahan dengan pencampuran kacang tolo 0%, 25%, 50% dan 75% masing-masing adalah 237,2 mg;
388,1 mg; 596,27 mg; 736,57 mg. Kesimpulan penelitian ini adalah variasi pencampuran kacang tolo pada pembuatan getuk
kacang tolo berpengaruh terhadap sifat fisik, organoleptik dan kadar protein dan kadar kalsium.

Kata kunci : Kacang Tolo, Getuk, Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, Protein dan Kalsium.

PENDAHULUAN bahan2.
Indonesia memiliki hasil pertanian yang melimpah Tingkat konsumsi pangan sumber protein pada tahun
dan beranekaragam sehingga sangat potensial untuk 2011 sebesar 95,9 gram/kapita/hari dan didominasi
dikembangkan. Salah satu hasil pertanian yang dari kelompk pangan hewani, masih kurang
melimpah adalah kacang tolo. Ketersedian kacang dibandingkan standar konsumsi ideal sebesar 150
tolo dalam negeri cukup tinggi, yaitu 1,5-2,0 ton/ha1. gram/kapita/hari3. Sementara konsumsi kalsium pada
Kandungan gizi kacang tolo per 100 gram bahan kelompok remaja putri masih kurang dari AKG yaitu
terdiri dari energi 331 gram, protein 22,4 gram, lemak sebesar 51,7- 55,9% dari kebutuhan (Arisman, (2009)
1,9 gram, karbohidrat 56,6 gram. Disamping itu, dalam Fika, (2012)).
kacang tungggak memiliki kandungan kalsium yang Getuk merupakan makanan tradisional yang
cukup tinggi yaitu sebesar 481 mg per 100 gram familiar di kalangan masyarakat umum karena sudah
Dwi Ratna Ningsih, dkk, Waluyo Tinjauan Sifat Fisik, Organoleptik, Kadar Protein Dan.... 51

dikenal sejak dulu. Kandungan kalsium serta protein di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Jurusan Gizi
yang tinggi pada kacang tolo diharapkan dapat Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan pengujian kadar
meningkatkan kandungan gizi dari makanan protein serta kalsium pada getuk kacang tolo
tradisional ini. Berdasarkan uraian di atas, untuk dilakukan di Laboratorium Analisa Chem-Mix Pratama
meyakinkan kandungan protein dan kalsium pada Bantul Yogyakarta.
inovasi makanan tradisional ini maka diperlukan Pengujian sifat fisik meliputi warna, aroma, rasa
penelitian terhadap getuk kacang tolo berdasarkan dan tekstur. Pengujian sifat organoleptik meliputi
sifat fisik, organoleptik, kadar protein dan kalsium. warna, aroma, rasa dan tekstur dilakukan oleh panelis
Tjuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui agak terlatih sebanyak 25 orang panelis agak terlatih
variasi campuran kacang tolo pada getuk singkong dengan metode hedonic scale test. Pengujian kadar
terhadap sifat fisik, kadar protein, kalsium dan daya protein menggunakan metode kjeldahl. Pengujian
terima panelis berdasarkan sifat organoleptik. kadar kalsium menggunakan metode oksidimetri.
Hasil sifat fisik dianalisis dengan metode diskriptif.
METODE Hasil uji sifat organoleptik dianalisis dengan uji
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental statistik Kruskall-wallis, jika ada perbedaan
semu dengan rancangan acak sederhana (RAS) yaitu dilanjutkan uji statistik Mann-whitney. Hasil kadar
dengan 2 kontrol dan 4 macam perlakuan (k), 2 unit protein dan kalsium dianalisis dengan uji statistic
penelitian dengan masing - masing 2 kali Anova, jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji
pengulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Tukey Test.
Perlakuan variasi campuran singkong dan kacang tolo
adalah a) 100% : 0%, b) 75% : 25%, c) 50% : 50% dan HASIL DAN PEMBAHASAN
d) 25% : 75%. Produk dari penelitian ini kemudian Pengamatan sifat fisik getuk kacang tolo dilakukan
diamati dan diukur sifat fisik, organoleptik, kadar secara subyektif. Pengamatan yang dilakukan secara
protein dan kalsium. subyektif meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari Pengamatan ini dilakukan oleh peneliti senidiri. Variasi
2015. proses pembuatan getuk kacang tolo dilakukan getuk singkong dengan pencampuran kacang tolo
di rumah peneliti yaitu Jalan Kinanti Ganjuran 0%, 25%, 50% dan 75% memiliki perbedaan terhadap
Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta. Lokasi warna, aroma, rasa serta tekstur.
untuk pengujian sifat fisik dan organoleptik dilakukan

Tabel 1. Sifat Fisik Getuk Singkong Dengan Variasi


Pencampuran Kacang Tolo

Warna yang dihasilkan dari warna putih Maillard yang menyebabkan warna produk menjadi
kekuningan hingga coklat tua. Perbedaan warna pada coklat5. Menurut Joung Ha,dkk, (2009), kacang tolo
getuk kacang tolo ini disebabkan karena adanya kulit mengandung pigmen antosianin yang berwarna gelap
ari pada kacang yang tidak dihilangkan selama proses merah kecoklatan sehingga warna yang terdapat
pembuatan getuk. Warna kecoklatan pada getuk pada getuk kacang tolo dapat disebabkan karena
dihasilkan dari reaksi non enzimatik sebagai akibat adanya pigmen alami yang dimiliki kacang tolo6. Pada
dari adanya kandungan protein dan karbohidrat pada saat pencampuran ini pigmen dari kacang tolo
bahan makanan4. memberikan efek warna getuk. Semakin banyak
Kandungan protein dan karbohidrat dalam bahan campuran kacang tolo pada getuk maka kandungan
tersebut membentuk suatu reaksi khususnya gula antosianin semakin banyak dan warna yang
pereduksi dengan amina primer yang disebut reaksi dihasilkanpun semakin coklat.
52 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 50-54

Aroma pada pencampuran kacang tolo sebesar meningkatkan cita rasa getuk juga berperan sebagai
75% lebih kuat khas kacang tolo. Bahan makanan pengawet alami makanan.
yang termasuk dalam golongan kacang-kacangan Tekstur pada getuk dengan variasi pencampuran
memiliki aroma yang khas yaitu langu. Langu pada kacang tolo 25% dan 50% memiliki testur yang tidak
kacang kacangan disebabkan karena adanya enzim terlalu kenyal sedangkan pada getuk dengan
lipoksigenase yang terdapat pada biji kacang campuran 75% kacang tolo memiliki tekstur yang tidak
(Koswara dalam Nasyiin, 2011)7. Enzim lipoksidase ini kenyal. Semakin sedikit campuran kacang pada getuk
menghidrolisis lemak yang ada pada kacang tolo maka tekstur yang dihasilkan semakin kenyal dan
menjadi senyawa-senyawa penyebab bau langu yang sebaliknya.
tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Perubahan tingkat kekenyalan pada tekstur getuk
Variasi pencampuran kacang tolo sebesar 75% dipengaruhi karena adanya kulit ari yang masih
rasa getuk menjadi sangat khas kacang. Rasa kacang menempel pada biji kacang tolo sehingga tekstur
semakin dominan bila semakin banyak campuran getuk menjadi tidak sekenyal getuk tanpa
kacang yang ditambahakan. Pencampuran kacang pencampuran kacang tolo. Tekstur dan konsistensi
yang semakin banyak menimbulkan rasa langu juga suatu bahan makanan akan mempengaruhi cita asa
lebih dominan. Rasa langu ini disebut sebagai “off- yang ditimbulkan oleh bahan tersebut9.
flavor”. Rasa off-flavor disebabkan karena adanya Kadar air yang dimiliki bahan dasar untuk
senyawa glikosida dalam kacang tolo sehingga dapat pembuatan getuk menghasilkan tekstur yang berbeda
menimbulkan rasa pahit. dengan keempat variasi yang dilakukan sehingga
Menutut Santoso (2009), glikosida juga dengan peningkatan penambahan kacang tolo yang
menimbulkan rasa kapur pada kacang 8 . Pada dicampurkan pada getuk membuat tekstur dari getuk
umumnya getuk memiliki rasa yang manis serta gurih semakin tidak kompak disebabkan oleh kadar airnya
selain adanya rasa khas singkong. Rasa pada getuk yang rendah.
ini karena adanya tambahan gula pasir serta garam. Uji organoleptik yang dilakukan pada getuk kacang
Pencampuran kedua bahan ini selain untuk tolo meliputi warna, aroma, tektur dan rasa.
Tabel 2. Mean Rank Uji Organoleptik Variasi Pencampuran Kacang
tolo pada Getuk Kacang Tolo dengan Analisis Kruskal-Wallis.
Mean Rank
Perlakuan
Warna Aroma Rasa Tekstur
Singkong: Kacang Tolo 47,16 a,b 42,88 a 49,16a 34,90a
100% : 0%
Singkong: Kacang Tolo 36,24a 58,26a 43,76 a 59,08 b
75% : 25%
Singkong: Kacang Tolo 62,34b 55,34 a 55,14 a 46,42 a,b
50% :50%
Singkong: Kacang Tolo 56,26b 45,52 a 53,94 a 61,60 b
25% : 75%
p (probabilitas) 0,003 0,098 0,0394 0,001
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama
menyatakan ada perbedaan yang signifikan pada uji Mann- Whitney

Berdasarkan Tabel 2. Dapat diketahui bahwa menunjukkan nilai p >0,05 yaitu 0,394. Berdasarkan
warna getuk kacang tolo yang paling disukai pada tabel hasil mean rank aroma getuk kacang tolo yang
variasi pencampuran kacang tolo 50%, aroma pada paling tinggi adalah pencampuran kacang tolo
pencampuran kacang tolo 25%, rasa pencampuran sebanyak 50% yaitu 55,14. Sehingga rasa yang paling
kacang tolo 50% dan tekstur pencampuran kacang disukai adalah pencampuran kacang tolo sebanyak
tolo 75%. 50%.
Hasil analisis dengan uji statistik pada warna Hasil analisis dengan uji statistik pada tekstur
menunjukkan nilai p<0,05 yaitu 0,003 hal ini berarti menunjukkan nilai p <0,05 yaitu 0,035. Uji statistik
terdapat perbedaan yang bermakna pada keempat dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney karena terdapat
warna getuk. Warna getuk kacang tolo yang paling perbedaan pada tingkat kesukaan panelis yang
tinggi adalah pencampuran 50% kacang tolo yaitu bertujuan untuk mengetahui apakah dua buah sampel
62,34. bebas berasal dari populasi yang sama10.
Hasil analisis dengan uji statistik pada aroma Berdasarkan tabel hasil mean rank tekstur getuk
menunjukkan nilai p >0,05 yaitu 0,098. Aroma getuk kacang tolo yang paling tinggi adalah pencampuran
kacang tolo yang paling tinggi adalah pencampuran 75% yaitu 61,60.
25% yaitu 58,26. Kadar protein pada empat variasi pencampuran
Hasil analisis dengan uji statistik pada rasa kacang tolo pada getuk dapat dilihat pada gambar 1.
Dwi Ratna Ningsih, dkk, Waluyo Tinjauan Sifat Fisik, Organoleptik, Kadar Protein Dan.... 53

Kandungan kalsium pada getuk kacang tolo


dengan variasi pencampuran terbesar yaitu 75%
memiliki kandungan protein sebesar 763,57 gram/100
gram. Konsumsi getuk kacang tolo sebagai selingan
untuk porsi 100 gram/hari dengan 75% campuran
kacang tolo telah memenuhi asupan kalsium sebesar
63% dari kebutuhan kalsium sehari untuk umur 10-18
tahun sedangkan 73,9% untuk umur 19-64 tahun.

KESIMPULAN
Gambar 1. Grafik Kadar Protein Berdasarkan uji sifat fisik, organoleptik, kadar
Getuk Kacang Tolo protein dan kalsium getuk kacang tolo, maka dapat
Berdasarkan gambar 1 kadar protein tertinggi disimpulkan bahwa semakin banyak pencampuran
terdapat pada variasi pencampuran singkong dan kacang tolo maka warna semakin coklat tua, aroma
kacang tolo 25%:75% yaitu sebesar 6,13 gram, semakin khas kacang tolo, rasa semakin khas kacang
sedangkan kadar protein terendah terdapat pada tolo dan tekstur semakin tidak kenyal. Hasil uji
variasi pencampuran singkong dan kacang tolo organoleptik getuk kacang tolo menunjukkan bahwa
75%:25% yaitu sebesar 6,13 gram. Berdasarkan ada perbedaan nyata antara keempat variasi pada
penelitian yang dilakukan oleh Dewanti, peningkatan warna dan tekstur. Semakin banyak pencampuran
proporsi kacang tunggak menyebabkan peningkatan kacang tolo kadar protein semakin meningkat. Kadar
kadar protein pada tepung bubur sereal instan11. Hal protein pada getuk kacang tolo dengan variasi
ini sejalan dengan peningkatan variasi pencampuran pencampuran kacang tolo 0%, 25%, 50% dan 75%
kacang tolo pada getuk singkong semakin yaitu sebesar 1,16gram,2,96 gram, 4,56 gram dan
meningkatkan kandungan protein. 6,13 gram. Semakin banyak pencampuran kacang
Kandungan protein pada getuk kacang tolo tolo kadar kalsium semakin meningkat. Kadar kalsium
dengan variasi pencampuran yang disukai yaitu 50% pada getuk kacang tolo dengan variasi pencampuran
memiliki kandungan protein sebesar 4,56 gram/100 kacang tolo 0%, 25%, 50% dan 75% yaitu sebesar
gram. Konsumsi getuk kacang tolo sebagai selingan 237,2 mg, 388,1 mg, 596,27 mg dan 763,57 mg.
untuk porsi 100 gram/hari dengan 50% campuran
kacang tolo telah memenuhi asupan rata-rata protein SARAN
sebesar 8,21% dari konsumsi rata-rata protein 1. Berdasarkan sifat fisik, organoleptik, kadar protein
berdasarkan hasil Riskesdas (2007), sebesar 55,5 dan kadar kalsium yang dapat diterima oleh
garam/hari12. panelis adalah pada variasi pencampuran kacang
tolo dan singkong 50% : 50%, sehingga getuk
dengan variasi pencampuran tersebut dapat
dikembangkan.
2. Diharapkan penelitian lebih lanjut meneliti nilai gizi
selain protein dan kalsium yang terkandung dalam
getuk kacang tolo dan menjadikan getuk kacang
tolo sebagai makanan tradisional yang memiliki
nilai gizi tinggi serta dapat menjadi makanan
fungsional karena terjangkau dari harga mapun
ketersediaanya.
Gambar 2. Grafik Getuk
terhadap Kadar Kalsium DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan gambar 2 kadar kalsium tertinggi 1. Budhi, Gelar Satya, dan Mimin Aminah. (2010).
terdapat pada variasi pencampuran singkong dan Swasembada Kedelai : Antara Harapan Dan
kacang tolo 25%:75% yaitu sebesar 736,57 mg, Kenyatan. Jurnal: Forum Penelitian Agro Ekonomi.
sedangkan kadar kalsium terendah terdapat pada Volume 28 No.1, Juli 2010:55-68.
variasi pencampuran singkong dan kacang tolo 2. PERSAGI. 2009. Tabel Komposisi Pangan
75%:25% yaitu sebesar 237,2 mg. Indonesia. Jakarta : Persagi.
Nilai rata-rata berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 3. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
(2013), kebutuhan kalsium laki-laki maupun Republik Indonesia. (2012). Roadmap
perempuan berusia 10-18 tahun yaitu 1200 mg/hari Diversifikasi Pangan Tahun 2011 – 2015. Jakarta :
sedangkan berusia 19-64 tahun kebutuhan protein Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
rata-rata 1033 mg/hari13. 4. Sutanti, Asih. Sri Luwuhana D dan Bayu Kanetro.
54 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 50-54

2013. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Dan Pengeringan Daging Buah Kelapa Terhadap Asam
K o n s e n t r a s i Te p u n g K a c a n g Lemak Bebas Pada Pembuatan Tepung Kelapa.
Tunggak(Cowpea)Terhadap Sifat Fisik Dan Jurnal : Ilmu-Ilmu Pertanian Sekolah Tinggi
Tingkat Kesukaan Oyek. Fakultas Agroindustri Penyuluhan Pertanian Magelang. Jurusan
Universitas Mercu Buana Yogyakarta : Yogyakarta. Penyuluhan PertanianYogyakarta. Vol. 4, No. 2,
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 7., September 2013. Desembar 2008.
5. Winarno. (2008). Kimia pangan dan gizi. Bogor : M- 9. Winarno, FG. (1992). Kimia Pangan dan Gizi.
Brio Press. Gramedia. Jakarta.
6. Tae Joung Ha., Myoung-Hee Lee., Ya Na Jeong., 10.Aritonang, Irianton, Maria H.Bakri dan Bondan
Jin Hwan Lee., Sang-Ik Han., Chang-Hwan Park., P a l e s t i n . ( 2 0 11 ) . M e n g o l a h d a t a d a n
Suk-bok Pae., Chung-Dong Hwang., In-Yeol Menganalisisnya. Yogyakarta : Leutika.
Baek., Keum-Yong Park. (2010). Anthocyanins in 11. Dewanti, Tri.W. Harijono. Nurma, S. 2012. Tepung
Cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp. ssp Bubur Sereal Instan Metode Ekstruksi Dari
unguiculata). Jurnal Food Sci, Biotechnology Sorgum Dan Kecambah Kacang Tunggak (Kajian
Kosfot. 19 (13): 821-826 Proporsi Bahan Dan Penambahan Maltodekstrin).
7. Nasyiin, Mursyidatun. (2011). Variasi Campuran Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Pada Brawijaya. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 3 No.1:
Pembuatan Tempe Ditinjau Dari Sifat Fisik, Sifat 35 – 44.
Organoleptik Dan Kadar Protein. Laporan Hasil 12.Depkes. (2007). Survey Kesehatan Nasional.
Penelitian. 2011. Yogyakarta : Poltekkes Laporan.Depkes RI Jakarta.
Kemnenkes Yogyakarta. 13.Angka Kecukupan Gizi. (2013). Jakarta
8. Santoso, Hadi. (2008). Pengaruh Pemanasan Dan
PENGARUH STIMULASI MEDIA GAMBAR KARTUN INDONESIA TERHADAP KARAKTER
BUILDING KEDISIPLINAN MEMILAH SAMPAH PADA ANAK USIA DINI USIA 4-6 TAHUN DI
PAUD KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN

Yustiana Olfah1*,Ni Ketut Mendri1,Bambang Suwerda2


1
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
*Email : yustianajogja@gmail.com

ABSTRACT

Discipline attitude in maintaining the environment cleanliness, especially in sorting garbage should be introduced at an early
age1. The essence of early education is to provide some stimulation in order to optimize all children potential (body / physical
or spiritual / mental), including the sorting of garbage that has not been optimally done in early childhood. There are many
kinds of stimulation techniques for character education in early childhood, through sound, music, movement, touch, talking,
singing, reading, matching, comparing, classifying, solving problems, scribbling, drawing, and stringing. The aim of this
experiment is to determine the effect of stimulation of the picture media on character building discipline on sorting garbage at
an early age children (4-6 years old) at Playgroup in Gamping, Sleman, Yogyakarta. The type of this research is Quasi
Research with "Pre test Post test with Control Group Design". The research sample was taken by random sampling. The
observation of control Grup was done twice. The first observation was to see the behavior of garbage sorting discipline before
being given the stimulation and the second observation done after stimulation. Sampling was done by purposive sampling
with criteria of children aged 4-6 years. Data examination results were analyzed descriptively and analytically with SPSS for
windows version 16.0 using T-Test and Kendal Tau significance level of 0.05. The results showed that before treatment the
mean value of garbage sorting discipline was 84.23, and the mean value after treatment was 95.88. The mean difference
between the value of post and pre treatment groups was 11.65. Before being given stimulation using media poster, mean
value of the discipline of garbage sorting was 84.3, and the mean value after treatment was 84.76. The conclusion of the
study is the stimulation of Indonesian cartoons media has a significant effect (p = 0.000) on character building garbage
sorting at an early age children aged of 4-6 years in Play Group in Gamping, Sleman, Yogyakarta. There is no significant
relationship (p = 0.070, viewed from the frequency value at the level of discipline of the group post, the majority of
respondents are at high level of discipline, and no distribution of scores on all categories (high, medium, low). It is
recommended for teachers of early childhood education in Gamping, Sleman, Yogyakarta utilize Indonesian cartoons media
to improve discipline in sorting garbage for children, their students, and for the next researcher to conduct advanced research
on the use of Indonesian cartoon media rather than media cartoon abroad which has been a favorite of children in building
character to sort garbage in early childhood / kindergarten.

Keywords : Stimulation, Indonesian Cartoon Media, Garbage Sorting, Discipline

ABSTRAK

Perilaku disiplin dalam menjaga kebersihan lingkungan terutama dalam memilahsampah perlu diperkenalkan sejak usia
dini1. Esensi PAUD adalah memberikan stimulasi/ rangsangan, dalam rangka mengoptimalkan semua potensi anak (potensi
jasmaniah/ fisik maupun rohaniah/mental), termasuk dalam memilah sampah yang selama ini belum optimal dilakukan di
PAUD.Terdapat berbagai teknik stimulasi untuk pendidikan karakter pada anak usia dini, yaitu melalui suara, musik,
gerakan, perabaan, bicara, menyanyi,membaca, mencocokkan, membandingkan, mengelompokkan, memecahkan
masalah, mencoret, menggambar, merangkai. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh stimulasi media gambar
terhadap karakter building kedisiplinan memilah sampah pada anak usia dini usia 4-6 tahun di PAUD Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jenis penelitian Quasi eksperiment dengan rancangan
“Pre test Post test with Control Group Design “. Sampel penelitian dilakukan secara randomsampling. Rancangan ini ada
kelompok pembanding (kontrol), observasi dilakukan dua kali. Observasi pertama untuk mengetahui perilaku disiplin
memilah sampah sebelum diberikan stimulasi dan observasi kedua sesudah diberikan stimulasi. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria anak PAUD usia 4-6 tahun. Data hasil pemeriksaan dianalisis secara
diskriptif dan secara analitik dengan bantuan program SPSS for windows versi 16.0 menggunakan T-Test dan Kendal Tau
taraf signifikan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum perlakuan rerata nilai kedisiplinan memilah sampah
adalah 84,23, dan rerata nilai setelah perlakuan kedisiplinan memilah sampah adalah 95,88. Rerata selisih nilai post dan pre
kelompok perlakuan sebesar 11,65. Sebelum stimulasi media poster rerata nilai kedisiplinan memilah sampah adalah 84,3,
dan rerata nilai setelah perlakuan kedisiplinan memilah sampah adalah 84,76. Kesimpulan dari penelitian adalah stimulasi
media gambar kartun Indonesia berpengaruh secara signifikan (nilai p = 0,000) terhadap karakter building kedisiplinan
memilah sampah pada anak usia dini usia 4-6 tahun di PAUD Kecamatan Gamping Sleman Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Tidak ada hubungan yang signifikan (p = 0.070, dilihat dari nilai frekuensi pada tingkat disiplin kelompok
56 Jurnal Teknologi Kesehatan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 55-57

post, sebagian besar responden berada pada tingkat disiplin yang tinggi ,dan tidak ada sebaran nilai pada semua kategori
(tinggi, sedang, rendah). Disarankan bagi Guru PAUD di Kercamatan Gamping Sleman Yogyakarta memanfaatkan media
gambar kartun Indonesia untuk meningkatkan kedisiplinan memilah sampah bagi anak-anak didik mereka, dan bagi peneliti
selanjutnya melakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan media gambar kartun Indonesia dibandingkan media
kartun luar negeri yang selama ini disukai anak-anak dalam membangun karakter building memilah sampah di PAUD/TK.

Kata kunci : Stimulasi Media Gambar Kartun Indonesia, Disiplin Memilah Sampah

PENDAHULUAN Populasi dalam penelitian ini semua siswa siswi


Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat PAUD/TK di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman
tinggal, tempat bekerja dan tempat umum. Yogyakarta berjumlah 130. Sampel dalam penelitian
Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara ini adalah sebagian dari populasi siswa siswi
mengelap alat dan perabot rumah, menyapu dan PAUD/TK di Kecamatan Gamping Sleman yang
mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan diambil secara purposive sampling.
peralatan makan, membersihkan kamar mandi dan
jamban, serta mengelola sampah. Kebersihan HASIL DAN PEMBAHASAN
lingkungan dimulai dengan menjaga kebersihan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
halaman dan membersihkan jalan di depan rumah Responden Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenis
dari sampah1. Kelamin dan Usia
Anak usia 4-6 tahun mempunyai rasa ingin tahu
Frekuensi Persentase
bertambah besar dengan fokus interest pada kegiatan No Karakteristik
(f) (%)
sosial, science, akademik lainnya. Esensi PAUD 1. Jenis Kelamin
adalah stimulasi/rangsangan, dalam rangka TK Mekar
a. Laki-laki 4 36,4
melejitkan semua potensi anak (potensi jasmaniah/ b. Perempuan 7 63,6
fisik maupun rohaniah/mental). Karenanya, Jumlah 11 100
Pendidikan usia dini sangat penting karena TK ABA Patukan
perkembangan kapasitas intelektual mencapai 50% a. Laki-laki 9 39.1
b. Perempuan 14 60.9
ketika anak berusia 4 tahun, 80%setelah anakberusia
Jumlah 23 100
8 tahun, dan genap 100% setelah anak berusia 18 2. Umur
tahun2. TK Mekar
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik a. 4 Tahun 3 27.2
b. 5 Tahun 4 36.4
untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh c. 6 Tahun 4 36.4
stimulasi media gambar terhadap terhadap karakter Jumlah 11
building kedisiplinan memilah sampah pada anak usia TK ABA Patukan
dini usia 4-6 tahun di PAUD Kecamatan Gamping a. 4 Tahun 6 23.1
b. 5 Tahun 12 52.2
Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. c. 6 Tahun 5 21.7
Melalui penelitian ini diharapkan akan ada proses Jumlah 23 100
internalisas nilai kedisiplinan membuang sampah
Berdasarkan perbandingan selisih nilai kelompok
melalui stimulasi media gambar kartun Indonesia
perlakuan dengan kelompok kontrol, dapat dilihat
sehingga anak sejak usia dini, anak akan semakin
peningkatan nilai yang terjadi di kelompok perlakuan
mencintai kearifan local terutama kartun produk asli
jauh lebih besar dari kelompok kontrol. Berdasarka
Indonesia, dan mereka mau menjaga kebersihan
tabel 2 diketahui rerata peningkatan kelompok
lingkungan untuk memelihara kesehatan.
perlakuan 11,65, dan kelompok kontrol 0,46.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
METODE
diperoleh hasil bahwa kedisiplinan memilah sampah
Metode penelitian Quasi eksperiment dengan pada anak usia 4-6 tahun sudah menunjukkan hasil
desain penelitian “pre test-post test with control group yang baik baik kelompok perlakuan maupun
design”. Data yang diperoleh dianalisis secara kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena
diskriptif dan analitik. Rancangan penelitian sebagai pembiasaan yang dilakukan oleh guru di sekolah
berikut : seperti berbaris sebelum masuk ke kelas, berdoa
Pre test Perlakuan Post Test
O1 X1 O2
sebelum dan sesudah makan, menempatkan sepatu
O3 X2 O4
pada tempatnya, dan membuang sampah pada
tempatnya.
Yustiana Olfah, dkk, Pengaruh Stimulasi Media Gambar Kartun Indonesia Terhadap.... 57

Tabel. 2 Perbandingan Selisih Nilai Kedisiplinan sampah pada anak usia dini usia 4-6 tahun di
Memilah Sampah pada Anak Usia Dini Usia 4-6 Tahun PAUD Kecamatan Gamping Sleman Propinsi
Kelompok Perlakuan Media Gambar Kartun Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Indonesia dengan Kelompok Kontrol Media Poster 2. Tingkat kedisiplinan memilah sampah setelah
diberi stimulasi (post) didapatkan nilai p =
0,070sehingga tidak ada hubungan yang
signifikan, dilihat dari nilai frekuensi pada tingkat
disiplin kelompok post, sebagian besar responden
berada pada tingkat disiplin yang tinggi dan tidak
ada sebaran nilaip ada semua kategori tinggi,
sedang, maupun rendah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Machfoedz, I. (2006). Pendidikan Kesehatan
Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta:
Fitramaya.
2. Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi,
dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta:
Nuha Medika.
3. Maulana, H. D. J. 2009. Promosi Kesehatan.
Jakarta: EGC.
4. Notoatmodjo.(2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu
Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
5. Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta :RinekaCipta
6. Nelly, 2011. Penanganan Sampah. Kompas
Pebruari 2011, Yogyakarta.
7. Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek Edisi Refisi VI. Jakarta : PT.
Asdi Mahasatya.
8. Gutama (2004), Ditjen Paud Kemdikbud,
Pendidikan Karakter Pada Anak UsiaDini (PAUD)
9. Marmi&Kukuh, R. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: Pustaka
Peningkatan kedisiplinan responden pada Pelajar
kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan yang 10.Slamento.(2010). Belajardan Faktor-Faktor yang
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
yaitu sebesar 11.65 kelompok perlakuan, dan 0,46 11.Sugiyono.(2007). Statistik Untuk Penelitian
kelompok kontrol yang dapat dilihat pada tabel 4.5 Cetakan Ke 9. Bandung: Alfabeta
12.Suliha, dkk.(2002). Pendidikan Kesehatan Dalam
KESIMPULAN Keperawatan. Jakarta: EGC.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat 13.Suwerda, 2008. Bank Sampah.Werdapress,
disimpulkan bahwa: Yogyakarta.
1. Stimulasi media gambar kartun Indonesia 14.UU RI No. 18 Tahun 2008.Tentang Pengelolaan
berpengaruh secara signifikan (nilai p = 0,000) Sampah ,2008, Jakarta:
terhadap karakter building kedisiplinan memilah 15.Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
JURNAL Journal of Health Technology

TEKNOLOGI KESEHATAN FORMULIR BERLANGGANAN

Mohon dicatat sebagai Pelanggan Jurnal Teknologi Kesehatan


Nama : .............................................................................................................................................
Alamat : .............................................................................................................................................
................................................. Kode Pos ........................................ Telp ..........................

Mohon dikirimkan .... eksemplar Jurnal Teknologi Kesehatan mulai volume .... nomor ...... tahun ......

..................., ..........................

(..........................)

Harga berlangganan mulai 1 Januari 2016 (2 nomor)untuk satu tahun (termasuk ongkos kirim)
Rp 150.000,- (kilat khusus) wilayah Jawa
Rp 175.000,- (kilat khusus) wilayah luar Jawa

............gunting dan kirimkan ke alamat redaksi atau fax (0274) 617601............

BERITA PENGIRIMAN UANG LANGGANAN

Dengan ini saya kirimkan uang sebesar :


Rp 150.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor), mulai nomor .......... tahun ..........
Rp 175.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor), mulai nomor .......... tahun ..........
Uang ini saya kirim melalui :
Bank BNI No. Rek. 6176018899 a.n Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai