Anda di halaman 1dari 65

Cermin

Dunia Kedokteran
1997

117. Kusta
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Juni 1997
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Penelitian Kecacatan Pasien Kusta di RSK Sitanala, Tangerang
– Petrus Tarusaraya, Paulus Wahyudi Halim
10. Eliminasi Penyakit Kusta pada Tahun 2000 – Sarwo Handa-
yani
13. Kaitan Antara Kusta Kerbau (Lepra bubalorum) dengan Kusta
Manusia (Lepra humanus) di Sulawesi – Iwan T. Budiarso
17. HIV/AIDS Situation in Indonesia (1994) – Imran Lubis
22. Second Report on AIDS Related Attitudes and Sexual Prac-
tices among Jakarta’s Male Transvestites, 1995 – Imran Lubis,
John Master, A. Munif, Nancy Iskandar, Myrna Bambang,
Alex Papilaya, Runizar Roesin, S Manurung, R. Graham
25. Bakteri, Klamidia dan Mikoplasma pada Penyakit Hubungan
Seksual – Farmakologi dan Terapi Obat – Max Joseph Herman
Karya Sriwidodo WS 33. Vitiligo – Djunaedi Hidayat
37. Diagnosis Dermatitis Kontak Alergika – Reviana Christijani
40. Erisipelas dan Selulitis – Herry EJ Pandaleke
43. Evaluasi Hexachlorocyclohexane 0,5% EC terhadap
Rhipicephalus sanguineus – IG Seregeg, Supraptini, Edhie
Sulaksono
47. Masa Depan Bioteknologi Indonesia – Boenjamin Setiawan
52. Reaksi Imunologis dan Reaksi Samping Vaksin Polio Oral
Buatan Bio Farma – Gendrowahyuhono, Suharyono Wuryadi,
Mulyati Priyanto, Yulitasari, Shinta Purnamasari, Klino
56. Survai Serologi Polio di Daerah Tersangka KLB Polio di Desa
Bobojong, Cianjur, Jawa Barat – Djoko Yuwono, Shinta Pur-
namasari, Gendrowahyuhono, Ratu Tri Yulia
60. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Lepra–berapa orang di antara Sejawat yang masih menjumpai kasus lepra
atau kusta selepas dari kepaniteraan klinik di bagian Kulit ? Mungkin tidak
banyak, kecuali bagi mereka yang bekerja di daerah 'kantung lepra' tertentu.
Memang penyakit ini tidak terlalu sering dijumpai, dan proses infeksinyapun
berlangsung sangat lambat, tetapi karena komplikasinya yang menyebabkan
kecacatan, penyakit ini tetap menjadi perhatian dan bahkan diharapkan dapat
dibasmi sama sekali, seperti yang telah dicanangkan oleh WHO. Hal ini di-
mungkinkan dengan adanya pen gembangan kemoterapi yang lebih ampuh dan
pencarian kasus secara aktif seperti yang dibahas dalam salah satu artikel di
edisi ini.
Ditambah dengan beberapa artikel lain rnengenai kulit, juga mengenai AIDS
dan PHS; semoga dapat menambah dan menyegarkan kembali pengetahuan
para Sejawat sekalian.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Cermin
Dunia Kedokteran
1997

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – Prof. DR. B. Chandra
PELAKSANA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Sriwidodo WS Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Surabaya.
TATA USAHA – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno
Sigit Hardiantoro SKM, MScD, PhD. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Bagian Periodontologi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
ALAMAT REDAKSI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Gigi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Semarang.
Universitas Indonesia, Jakarta
Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka
Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. – DR. Arini Setiawati
Telp. 4208171 – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
Laboratorium Ortodonti Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
NOMOR IJIN Universitas Trisakti, Jakarta Jakarta,
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976
DEWAN REDAKSI
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta. Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) penga- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
rang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary
DEFORMITY AMONG LEPROSY Java. Since then the diagnosis Up to now there are no studies
PATIENTS IN SITANALA LEPROSY of leprosy has been established on the microbiological structure
HOSPITAL TANGERANG by histological examinations in of this bacterium in water buffa-
about 146 water buffaloes (Lobel, loes, their biological and immu-
Petrus Tarusaraya, Paulus Wah-
1934). It has also been found in nological characteristics.
yudi Halim
Sitanala Leprosy Hospital. Tangerang, Holstein-Freisen cow (Ressang Cermin Dunia Kedokt. 1997; 117: 13-6
Indonesia and Titus, 1960), one case in Itb
Ongole breed and another in
SECOND REPORT OF AIDS RELATED
During March 1996, 1153 an unidentified cow breed. For
ATTITUDES AND SEXUAL PRACTICES
leprosy patients attended the leprosy infection in bovine, Kra-
OF THE JAKARTA WARIA (MALE
OPD (Out Patient Department) neveld and Roza (1954) proposed
TRANSVESTITES) IN 1995
Sitanala Leprosy Hospital in to use the name Lepra bovina.
Tangerang. West Java. 113 pa- Label (1934) was the first scientist Imran Lubis, John Master, A.Munif,
tients were new cases and 84 of who brought the attention of this Nancy Iskandar, Myrna Bam-
them had deformities (74.34%). unusual disease to the interna- bang, Alex Papilaya, Runizar
The old cases with deformities tional scientific world. His exten- Roesmin*,S.Manurung**, R. Gra-
were 761 cases (73.17%) out of sive works gave us a clear ham***
1040 cases, The majority of the description of the clinical signs AIDS and STD Prevention Program ,Indo-
nesian Public Health Association, * WHO
cases with deformities were and symptoms,histopathological
Consultant on AIDS, Indonesia. Social
male - 618 out of 809 cases changes and the microbiologi- Dept. Jakarta Municipality, Virology
(76.39%); and in female 227 out of cal arrangement of the acid fast Program. NAMRU-2 Jakarta, Indonesia
344 cases (65.99%). Most of the baccili of the infectious agent in
deformities were found in the the affected tissues. The changes As the second part of a com-
productive age group 19-55 found in the cutaneous tissue of munity based educational cam-
years (7o.10%). these animals resembled to those paign to convey the risk of HIV/
Cermin Dunia Kedokt. 1997; 117: 5-9
found in the skin of lepromatous AIDS to commercial sex workers
Pt, Pwh lesions in humans. The rod-shape in Jakarta, from May-July 1995, a
bacteria which is acidfast, are total of 253 male transvestites
RELATIONSHIP BETWEEN WATER aiways present in the nodules of (Waria) were questioned on their
BUFFALO LEPROSY AND HUMAN the diseased animals. sexual behavior patterns and their
LEPROSY IN SULAWESI In Central Sulawesi (Celebes), knowledge and attitude toward
leprosy in humans was found as HIV/AIDS. In the previous report,
Iwan T. Budiarso the second most prevalent 1991-1993, there was one out of
Department of Pathology. Faculty of
Medicine, University of Tarumanagara chronic diseases after pulmonary 830 Waria found HIV positive in
Jakarta tuberculosis. It is interesting to November1993. In this study, 1995,
know that apparently human a total of two out of 253 Waria
Lepra bubalorum or leprosy leprosy was also found in great were confirmed of HIV infection
in water buffaloes, is an exotic numbers in the same area where in July 1995. Despite of the
disease in buffaloes. It is a very leprosy in water buffaloes was increase of HIV case, most of
interesting phenomenon in ve- found frequently. This phenome- them still have incorrect know-
terinary medicine because until non is an interesting subject to be ledge on HIV/AIDS transmission
to date it has been found only in investigated whether the genus mode, they are still practicing
Indonesia. Kok and Rusli (1926) of the bacteria found in humans high risk sexual attitudes such as
has published their first report in and that in water buffaloes have exchange partner rote of 5 man
1926 describing the disease in the anthropozoonotic properties. per three weeks, low condom
(Bersambung ke halaman 39)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Artikel
HASIL PENELITIAN

Penelitian Kecacatan Pasien Kusta


di RSK Sitanala,Tangerang
Petrus Tarusaraya, Paulus Wahyudi Halim
Rumah Sakit Kusta Sitanala, Tangerang, Indonesia

ABSTRAK
Hasil penelitian dari 1153 penderita kusta di Unit Rawat Jalan RSK Sitanala selama
bulan Maret 1996 adalah sebagai berikut: Pasien baru yang cacat adalah 84 dari 113 orang
(74,34%), sedangkan pasien lama yang cacat adalah 761 dari 1040 (73,17%); laki-laki
lebih banyak cacat yaitu 618 dari 809 orang (76,39%) dan wanita 227 dari 344 orang
(65,99%). Kecacatan banyak terjadi pada usia produktif 19–55 tahun (76,10%).

PENDAHULUAN Cacat Mata


Penyakit kusta adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Tingkat 0: Tidak ada problem mata akibat kusta, dan tidak
Mycobacterium leprae, menyerang pada bagian badan yang ada kelainan visus. Tingkat 1: Adanya problem mata akibat
dingin, terutama kulit, saluran napas atas, saraf tepi, testes dan kusta, tetapi visus tidak terlalu jelek > 6/60. Tingkat 2: Adanya
mata bagian anterior(1). Deformitas yang terjadi pada penderita problem mata akibat kusta, dan visus < 6/60, tidak dapat meng-
kusta adalah sebagai berikut(2) : hitung jari tangan pemeriksa dari jarak 6 meter.
1) Wajah: muka seperti topeng, fasies leonina. wrinkling face, Pada penelitian ini penulis ingin mendapatkan gambaran
lagopthalmos, madarosis, ulkus. kornea, kekeruhan kornea, kecacatan yang paling banyak terjadi pada penderita kusta, se-
perforated nose, depressed nose, nodul pada telinga dan lobule hingga dapat memberi input dan saran-saran pencegahan pada
yang membesar. bagian-bagian/divisi-divisi yang terkait, guna dilakukan pro-
2) Tangan: claw hand, wrist drop, ulkus, absorbsi jari-jari, gram penanggulangannya.
thumb web contracture, kosongnya interosseous space dan
edema tangan. MATERIAL DAN METODA
3) Kaki: ulkus plantar, drop foot, inversi kaki, claw toes,
absorbsi jari-jari, collaps foot, edema kaki dan callus. Material
4) Deformitas lain berupa: ginekomastia dan perforasi pa- 1) Penelitian ini dilakukan pada seluruh pasien kusta yang da-
latum. tang berobat selama bulan Maret 1996 di Unit Rawat Jalan RSK
Sitanala Tangerang.
2) Untuk pemeriksaan sensibilitas tangan dan kaki digunakan
KLASIFIKASI CACAT(3)
nylon.
Cacat Tangan dan Kaki 3) Untuk pemeriksaan sersibilitas kornea digunakan kapas.
Tingkat 0: Tidak ada anestesia, tidak nampak deformitas dan
kerusakan. Tingkat 1: Terdapat anestesia, tetapi tidak tampak Metode
deformitas dan kerusakan. Tingkat 2: Terdapat deformitas atau Pasien mula-mula diregistrasi nama, nomor Medical Record,
kerusakan (adanya ulkus, absorbsi, disorganisasi, kekakuan sendi umur, jenis kelamin, tipe kusta, pasien baru dan pasien lama di-
dan mutilasi). bagi aktif atau sudah RFT (Released from treatment)/COT

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 5


(Completion of treatment cure), dan tempat tinggal penderita. • Median claw hand : jari 2 dan 3 bengkok/kiting, masih bisa
Pasien baru adalah pasien kusta yang pertama kali berobat diluruskan secara pasif.
dan didiagnosis di RSK Sitanala Tangerang, sedangkan pasien • Claw thumb: ibu jan tidak dapat diluruskan.
lama adalah: • Atrophy web: otot-otot di dorsum manus antara jari 1 dan 2
1) Pasien penyakit kusta aktif (lama aktif) yang masih diberi kosong.
obat MDT (Multi Drug Treatment) secara teratur. • Drop hand: gerakan dorsofleksi pergelangan tangan tidak
2) Pasien lama inaktif, sudah selesai pemberian MDT (sudah di ada.
RFT/COT). • Anestesia palmar: dengan menekankan nylon 2 g pada
Untuk tes sensibilitas tangan dan kaki digunakan nylon yang telapak tangan sampai bengkok, penderita tidak berasa.
dipasang pada pegangan spuit atau jari-jari roda sepeda. (Benang • Kontraktur jari-jari: jari-jari kiting tidak dapat diluruskan.
nylon yang digunakan berbeda-beda diameternya). Untuk tela- • Mutilasi: Jari-jari tangan hilang.
pak kaki digunakan nylon menekuk di bawah kekuatan 10 gram
• Absorbsi: Jari-jari tangan memendek, masih tampak sisa
tekanan, sedangkan pada tangan digunakan benang nylon de-
kuku.
ngan kekuatan 2–5 gram tekanan(4). Nylon yang digunakan se-
• Ulkus tangan: bisa dilihat dengan mudah.
baiknya 1 g tekanan untuk tes sensibilitas tangan(5). Sedangkan
tes motoris dilakukan oleh fisioterapis dengan cara voluntary Kaki
muscle test (VMT), untuk meneliti kekuatan otot-otot yang • Anestesia kaki: dengan menekankan nylon 10 g sampai
diperiksa. bengkok pada telapak kaki penderita tidak merasa.
Kemudian pasien diperiksa untuk mencari tanda-tanda • Foot drop: kaki tidak dapat di dorsofleksikan.
berikut : • Claw toe: Tampakjari-jani kaki menekuk ke bawah.
Mata • Ulkus simpel: tampak ulkus tidak dalam, tidak ada tanda-
• Madarosis: alis penderita tidak ada. tanda radang, tidak keluar cairan jika tepi ulkus ditekan.
• Lagopthalmos: kelopak mata tidak dapat menutup rapat, • Ulkus komplikata: ulkus agak dalam, ada tanda-tanda radang
sehingga tampak konjungtiva dan kornea bila mata dipejamkan. jika tepi ulkus ditekan akan mengeluarkan cairan, kadang-ka-
• Anestesia kornea: kornea disentuh dengan kapas, penderita dang berbau.
tidak berkedip. • Deformitas kaki: Jika bentuk kaki tidak normal, contohnya
• Iridosiklitis: injeksi perikorneal, mata merah, silau dan visus kaki pendek dan sebagainya.
menurun. • Amputasi kaki: salah satu atau kedua kaki telah dipotong.
• Kelainan kornea: dengan melihat kornea sudah tidak bening • Static ulcer: ulkus di daerah tungkai bawah, terjadi akibat
lagi. vaskulanisasi yang jelek.
• Kelainan visus < 6/60: penderita disuruh menutup satu mata
dengan telapak tangan, mata yang satunya tidak dapat meng-
hitung jari tangan pemeriksa dari jarak 6 meter.
Wajah
• Megalobule: cuping telinga membesar.
• Saddle nose: pangkal hidung cekung.
• Wrinkling face/sagging face: kulit wajah berkeriput se-
hingga menyerupai orang tua.
Tangan HASIL DAN PEMBAHASAN
• Ulnar claw hand: jari 4 dan 5 bengkok/kiting bila penderita Pada penelitian kami, jumlah penderita kusta yang cacat 845
disuruh menggerakkan jari tangannya, tetapi masih bisa di- (73,29%), dari 1153 orang yang diperiksa. Pasien baru yang cacat
luruskan secara pasif. 84 orang (74,34%), dan pasien lama 761(73,17%) (Tabel 1).

Tabel 1. Menunjukkan distribusi jenis kelamin, jumlah kasus dan type MH.
Kasus Sex Type MH
Jumlah
Baru Lama Aktif RFT L P LL BL BB BT TT
Cacat 845 84 761 662 99 618 227 164 469 98 101 13
(74,34%) (73,17%) (73,56%) (70,71%) (76,40%) (65,99%) (89,62%) (73,74%) (63,64%) (65,58%) (50%)
Tddak cacat 308 29 279 238 4 191 117 19 167 56 53 13
Jumlah 1153 113 1040 900 140 809 344 183 636 154 154 26
penderita

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Laki-laki (76,40%) lebih banyak cacat dari wanita (65,99%) rambut. Mungkin untuk wanita tidak banyak pengaruhnya, ka-
dan kebanyakan terjadi pada tipe Borderline, hal ini sesuai rena dapat menggunakan pensil alis, sedang bagi laki-laki dilaku-
dengan pendapat Yawalkar S.J.(2). Banyak saraf yang terserang kan graft dari rambut temporal(2). Pada wajah kelainan mega-
pada tipe Lepromatous, tetapi kerusakan saraf lebih sedikit dari lobule yang paling sering ditemukan, terbanyak pada laki-laki
tipe Borderline(6); sehingga untuk mencegah terjadinya cacat tipe BL dan LL (Lampiran 1).
lebih berat perlu ditegakkan klasifikasi yang tepat, dan mereka Cacat tangan yang terbanyak adalah anestesia palmar kanan
yang tergolong Borderline (BT, BB, BL) perlu pengawasan yang 341 kasus (40,36%) dan palmar kiri 326 kasus (38,58%). Ter-
lebih seksama untuk mencegah terjadinya kecacatan. Menurut nyata cacat tingkat 2 lebih banyak terjadi pada pasien lama mau-
P. Fritschi pasien kusta mengalami kecacatan sebanyak 20–25%(7), pun pasien baru dan pada laki-laki lebih banyak dari wanita;
hal ini bertentangan dengan temuan kami; mungkin pasien da- sedangkan yang terbanyak cacat adalah tipe Borderline (Lam
tang ke RSK Sitanala untuk minta ditanggulangi cacatnya, ka- piran 1). Cacat kaki yang terbanyak adalah anestesia kaki
rena RSK Sitanala merupakan pusat rehabilitasi. kanan 465 kasus (55,03%) dan kaki kiri 446 kasus (55,15%)
Jumlah penderita yang cacat terbanyak adalah golongan (Lampiran 1).
produktif (19–55 tahun), sedangkan prosentase cacat yang ter- Kebanyakan pasien yang berobat di RSK Sitanala Tange-
banyak adalah di atas usia produktif>56 tahun (88,17%) (Tabel rang berasal dari Jawa Barat, terutama Tangerang, diikuti Kara-
2), hal ini disebabkan mereka yang sudah menderita penyakit wang dan Bekasi (Tabel 3). Sedangkan prosentase cacatnya
kusta lama dan kurang pengetahuan/tidak memperhatikan cacat- hampir sama. Pasien dan propinsi lain dilayani oleh rumah sakit
nya. Hal ini sesuai dengan pendapat Yawalkar S.J. yang paling kusta daerah mereka masing-masing.
banyak terserang kusta adalah 20–50 tahun meskipun dapat
menyerang semua umur(2). Prosentase penderita kusta yang ber-
kunjung ke Unit Rawat jalan RSK Sitanala cukup tinggi, tetapi
ini tidak mencerminkan prosentase cacat kusta di lapangan, Tabel 3. Distribusi cacat menurut propinsi.
karena RSK Sitanala memang merupakan pusat rehabilitasi.
Jabar DKI Jaya Jateng Jatim Lain
n % n % n % n % n %
Tabel 2. Tabel distribusi cacat menurut umur. Cacat 574 73,5 236 72 39 20 74,07 5 71 43 10 83,33

0-5 th 6-14 th 15-18 th 19-55 th > 56 th Tidak cacat 207 26,5 90 27,61 7 25,93 2 28,57 2 16,66

Cacat 1 (25%) 60 (52,17%) 97 (66,44%) 605 (76,10%) 82 (88,17%) Jumlah 781 100 326 100 27 100 7 100 12 100
Tidak 3 55 49 190 11
cacat KESIMPULAN
Jumlah 4 115 146 795 93 Cacat kusta yang banyak terdapat di RSK Sitanala Tange-
penderita rang, berupa cacat tingkat 1 pada kaki, sehingga untuk mencegah
terjadinya dan berlanjutnya cacat tersebut, perlu dilakukan pe-
nyuluhan yang intensif dan pemakaian alas kaki yang sesuai.

KEPUSTAKAAN
Pada mata tampak kelainan yang terbanyak adalah madaro-
sis kanan sebanyak 115 orang (13,61%) dan madarosis kiri 113 1. Binford CH, Meyer WM. Leprosy. Dalam: A Window on Leprosy. Gandhi
orang (13,37%). Karena madarosis tidak langsung mempenga- Memorial Leprosy Foundation. Silver Jubilee Commemorative Volume,
ruhi visus penderita, maka kelainan ini tidak dimasukkan dalam 1978 : 153–60.
2. Yawalkar SJ. Leprosy. Ciba Geigy Limited Basle. Switzerland, 1994
evaluasi tingkat cacat mata menurut WHO(3). Sedangkan visus 92–102;
< 6/60 kami temukan pada 43 pasien tanpa kelainan lain dari 3. WHO. A Guide to Leprosy Control. Second Ed. Geneva, 1988: 101–2.
matanya, sehingga kami anggap sebagai myopia biasa, dan di- 4. Brandsma JW. Prevenzione delle invalidataed interventi correttivi. Nozioni
masukkan dalam evaluasi cacat menurut WHO tingkat 0 (Lam Generali. Dalam Nunzi E, Leiker DL. Manuale Di Leprologia Ocsi
Bologna. 1990 : 229.
piran 1 dan 2). 5. De Rijk AJ, Byass P. Field comparison of log and 1 g filaments for
Cacat mata tingkat 2 hanya sedikit (1,12%) dan laki-laki sensory testing of hands in Ethiopia leprosy patients. Leprosy Review
lebih banyak cacat dibandingkan dengan wanita, dan kasus 1994: 333–40.
lama aktif ternyata lebih banyak dari kasus baru dan kasus lama 6. Brand PW. Deformity in Leprosy. Dalam Cochrane RG. Leprosy in
Theory and Practice. Bristol: John Wright Sons Ltd. 1964 : 447–96.
inaktif. Cacat mata tingkat 1 lebih banyak pada tipe borderline. 7. Fritschi EP. The scope of corrective surgery in leprosy. Dalam: A Window
Madarosis atau hilangnya alis mata terutama bagian lateral se- on Leprosy. Gandhi Memorial Foundation. Silver Jubilee Commemorative
ring terdapat pada tipe lepromatous karena kerusakan folikel Volume. 1978 : 270–91.
Lampiran 1. Hasil pemeriksaan cacat penderita kusta di Unit Rawat Jalan RSK Sitanala Maret 1996

Kasus Sex Type MH


Baru Lama L P LL BL BB BT TT Total
Aktif RFT
Jumlah penderita 113 1040 900- 140 809 344 183 636 154 154 26 1153
Cacat 84 761 662 99 618 227 164 469 98 101 13 845
Tidak cacat 29 279 238 41 191 117 19 167 56 53 13 308
Madarosis kanan 19 96 84 12 85 30 73 36 1 5 0 115
Madarosis kiri 19 94 80 131 82 31 73 34 1 5 0 113
Lagohpthalmos kanan 3 24 18 6 17 10 2 13 4 8 0 27
Lagohpthalmos kiri 3 22 15 7 17 8 2 15 2 6 0 25
Anastesi kornea kanan 1 4 4 0 3 2 0 2 1 1 1 5
Anastesi kornea kiri 1 3 1 2 4 0 0 3 0 1 0 4
Iridosiklitis kanan 3 15 13 2 11 7 4 12 1 1 0 18
Iridosiklitis kin 2 15 13 2 10 7 4 12 1 0 0 17
Kelainan kornea kanan 0 2 2 0 1 1 0 2 0 0 0 2
Kelainan komea kiri 1 3 2 1 3 1 0 3 0 I 0 4
Visus kanan 1 10 8 2 5 6 1 6 2 1 1 11
Visus kiri 3 6 5 1 5 4 0 5 1 2 1 9
Megalobule kanan 39 325 296 29 289 75 106 200 37 18 3 364
Megalobule kiri 40 325 296 29 290 75 106 200 38 18 3 365
Wrinkling kanan 2 38 33 5 27 13 20 15 4 1 0 40
Wrinkling kiri 2 38 33 5 27 13 20 15 4 1 0 40
Saddle nose 0 2 1 1 1 1 2 0 0 0 0 2
Ulnarclaw hand kanan 17 235 189 46 174 78 56 127 29 37 3 252
Ulnar claw hand kiri 1 18 212 171 41 174 56 43 122 24 37 4 230
Median claw hand kanan 8 76 54 22 64 20 20 40 7 16 1 84
Median claw hand kiri 9 75 53 22 67 17 19 40 8 17 0 84
Claw thumb kanan 6 54 37 17 41 19 17 26 3 14 0 60
Claw thumb kiri 5 55 36 19 45 15 14 29 4 13 0 60
Web atrophy kanan 10 109 82 27 93 26 28 54 10 24 3 119
Web atrophy kiri 10 112 83 29 96 26 26 60 13 23 0 122
Drop hand kanan 1 3 1 2 2 2 1 3 0 0 0 4
Drop hand kiri 1 4 3 1 3 2 2 0 2 1 0 5
Anastesi palm kanan 35 306 260 46 252 89 73 186 40 38 4 341
Anastesi palm kiri 35 291 242 49 243 83 59 189 40 36 2 326
Kontraktur jan kanan 5 53 39 14 45 13 21 22 3 12 0 58
Kontraktur jari kiri 7 47 31 16 42 12 14 25 4 11 0 54
Kontraktur thumb kanan 3 23 16 7 19 7 10 9 0 7 0 26
Kontraktur thumb kin 4 17 11 6 17 4 8 8 0 5 0 21
Kontraktur wrist kanan 0 2 2 0 2 0 0 2 0 0 0 2
Kontraktur wrist kiri 0 2 2 0 2 0 0 2 0 0 0 2
Mutilasi kanan 2 22 16 6 17 7 11 7 1 5 0 24
Mutilasi kiri 1 19 13 6 15 5 11 6 1 2 0 20
Absorpsi kanan 4 47 36 11 32 19 20 17 4 9 1 51
Absorpsi kiri 4 37 27 10 27 14 15 17 2 7 0 41
Ulkus tangan kanan 2 13 10 3 10 5 5 4 2 4 0 15
Ulkus tangan kiri 1 13 9 4 11 3 2 6 2 4 0 14
Anastesi plantar kanan 50 415 356 59 335 130 102 253 47 58 5 465
Anastesi plantar kiri 56 390 329 61 320 126 93 244 48 58 3 446
Foot drop kanan 1 26 17 9 21 6 2 16 1 6 2 27
Foot drop kin 3 13 12 1 13 3 3 7 2 4 0 16
Claw toe kanan 1 28 18 10 19 12 5 14 2 8 2 31
Claw toe kin 4 23 15 8 18 9 4 13 3 7 0 27
Ulkus simple kanan 7 68 50 18 52 23 17 33 5 18 2 75
Ulkus simple kiri 6 78 56 22 58 26 18 40 6 19 1 84
Ulkus compl. kanan 5 34 24 10 27 12 10 17 2 10 0 39
Ulkus compl. kin 4 40 29 11 27 17 9 17 5 12 1 44
Deformitas kaki kanan 4 20 12 8 13 11 9 8 I 5 I 24
Deformitas kaki kin 4 16 8 8 13 7 5 7 I 7 0 20
Amputasi kaki kanan 2 10 6 4 9 3 7 3 0 2 0 12
Amputasi kaki kin 1 6 5 I 4 3 3 1 I 2 0 7
Static ulcer kanan 4 12 9 3 13 3 9 5 1 1 0 16
Static ulcer kiri 3 18 12 6 16 5 9 7 2 3 0 21
Jumlah cacat 484 4046 3285 761 3328 1202 1193 2259 423 611 44

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Lampiran 2. Distribusi cacat menurut lokasi di tubuh penderita

Jumlah kasus Kasus Sex Type MH


Baru Lama L P LL BL BB BT TT
Jumlah
% Akti RF
Jml % Jml % % % Jml % Jml % JmI % JmI % JmI % JmI % JmI %
f T
Cacat Tk.0 1099 95.32 106 93 81 993 95 48 863 95 89 130
92 86 776 95 92 323 939 178 97 27 604 9497 149 96 75 143 92.86 25 96 15
mum Tk 1 41 3.56 4 3.54 17 3 56 29 3 22 8571 26 3.21 15 4.36 4 2 19 25 3.93 1 1 95 9 5 84 0 0
Tk 2 13 1 12 3 2 65 10 0 96 8 0.89 2
1.43 7 0.87 6 1.74 I 0.54 7 I I 2 13 2 1.3 I 1 85
Total 1153 100 113 100 104 100 900 100 140100 809 100 344 100 183 100 636 100 154 100 154 100 26 100
Cacat Tk.0 633 549 64 56.64 569 54 71 502 55 78 67
47.86 424 52 41 209 60.76 86 4699 351 55 19 88 57 14 90 58.44 18 69 23
tangan Tk 1 I45 12 58 17 15.04 128 12.31 118 13 1 1 10
7 143 110 136 35 10.17 25 13 66 93 14 62 19 12 34 8 5 195 0 0
Tk.2 375 32 53 32 28.32 343 32 98 280 31 11 63 45 275 33.99 100 29.07 72 39.34 192 30.19 47 30.52 56 36 36 8 30.77
Total 1153 100 113 100 104 100 900 100 140100 809 100 344 100 183 100 636 I00 154 100 154 100 26 100
Cacat Tk.0 588 5099 52 4602 536 51 54 475 52 78 61
43 57 407 50.31 181 52.62 70 38 25 330 51.89 91 5909 79 51 3 18 69 23
kaki Tk 1 350 30.36 40 35.4 309 29 71 280 31 11 29
2071 250 309 99 28.78 62 33 88 203 31 92 46 29.87 37 2403 I 3.846
Tk.2 215 18 65 21 18.58 195 18.75 145 16.11 50
35.71 152 18 79 64 186 51 27 87 103 16 45 17 1104 38 24.68 7 26 92
Total 1153 100 113 100 104 100 900 100 140100 809 100 344 100 183 100 636 100 154 100 154 100 26 100
0
Keterangan
Menurut WHO perhitungan cacat kusta pada mats, tangan dun kaki tidak ditentukan pasien tersebut cacat unilateral atau bilateral, cukup dinvatakan bahwa
pasien mempunyai kecacatan.

Kalender Peristiwa
September 10–13, 1997 - KURSUS PENYEGARAN III DAN LOKAKARYA
PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI PENYAKIT
KANKER BAGI DOKTER UMUM
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
JI. Salemba Raya 6, Jakarta, INDONESIA
Sekr.: Bagian Patologi Anatomik
FK Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 6
Jakarta, INDONESIA

Desember 17–20,1997 - KONGRES NASIONAL III PERHIMPUNAN ONKO-


LOGI INDONESIA
Medan, INDONESIA
Sekr.: Bagian Patologi Anatomik
FK Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. Mansur 5
Medan, INDONESIA
Tel. : (61)811746/816264
Fax : (61)816264
Email : fkusu@idola.ned.id

Agustus 4–7, 1998 - 4th ASIAN CLINICAL ONCOLOGY SOCIETY INTER-


NATIONAL CONFERENCE
Jakarta, INDONESIA
Secr. :

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 9


ULASAN

Eliminasi Penyakit Kusta


pada Tahun 2000
Sarwo Handayani
Pusat Penelitian Pen yakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan, khususnya di negara sedang ber-
kembang. Selain menimbulkan beban psikologis, juga beban sosial dan ekonomi.
Dalam upaya pemberantasan penyakit kusta, WHO mencanangkan target eliminasi kusta
kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk pada tahun 2000.
Di Indonesia, upaya eliminasi kusta dilakukan melalui: penemuan penderita secara
dini, pengobatan penderita, penyuluhan, peningkatan ketrampilan petugas dan rehabili-
tasi kusta. Diharapkan dengan partisipasi semua pihak dan kepatuhan berobat penderita
maka tujuan eliminasi penyakit kusta pada tahun 2000 dapat tercapai.

PENDAHULUAN biakkan kuman tersebut yaitu melalui: telapak kaki tikus, tikus
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit tropis yang yang diradiasi, armadillo, kultur jaringan syaraf manusia dan
masih menjadi masalah kesehatan di dunia, khususnya di negara- pada media buatan(1,2).
negara sedang berkembang. Selain menimbulkan dampak psikolo- Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan
gis penyakit inij uga mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi. melalui kerokan kulit penderita. Kuman yang berada di sekret
Upaya untuk memberantas penyakit ini telah dilakukan, namun hidung yang kering, dapat bertahan hidup sampai 9 hari di luar
hasilnya belum memuaskan. Melalui deklarasi Hanoi tahun tubuh, sedangkan di tanah yang lembab dan suhu kamar, kuman
1994, WHO mencanangkan target eliminasi global kusta, yaitu ini dapat bertahan sampai 46 hari(1).
menurunkan prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk pada
tahun 2000. PREVALENSI KASUS
Jumlah penderita kusta di dunia pada saat ini diperkirakan 12
BAKTERI PENYEBAB juta orang lebih, 80% di antaranya berasal dari daerah tropis. Di-
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae perkirakan 1,6 milyar penduduk dunia tinggal di daerah endemis
yang ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen. Kuman ini dengan prevalensi lebih dari 10 per 10.000 penduduk, sehingga
berbentuk batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan mereka dianggap berisiko tinggi untuk tertular kusta. Sebagian
berkelompok membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae besar penderita kusta terdapat di Afrika, Asia dan Amerika Latin,
hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan sedangkan Eropa Barat dan Utara, penderita ini tersebar secara
masa generasi 12–24 hari, dan termasuk kuman yang tidak ganas sporadis(1).
serta lambat berkembangnya(1). Penderita kusta di Indonesia nomor empat terbanyak di
Sampai saat ini kuman tersebut belum dapat dibiakkan dunia setelah India, Brazilia dan Nigeria. Penyakit ini tersebar di
dalam medium buatan, dan manusia merupakan satu-satunya berbagai daerah dengan prevalensi 0.5–49.6 per 10.000 pendu-
sumber penularan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mem- duk. Prevalensi kusta di Indonesia Bagian Timur lebih tinggi

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


dibanding Indonesia Bagian Barat kecuali Aceh. Jumlah pende- • Kusta dengan multibasil
rita yang tercatat pada akhir Desember 1992 sebanyak 70.961 – 600mg rifampisin dan 3000mg clofazimin setiap 4 minggu.
orang atau prevalensi 3.8 per 10.000 penduduk. Lebih setengah- – 5 mg clofazimin dan 100 kg dapsone setiap hari selama 24
nya tercatat berada di tiga propinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Barat bulan.
dan Sulawesi Selatan(4). • Kusta dengan paucibasil
– 600 mg rifampisin setiap 4 minggu
MENGAPA ELIMINASI PENYAKIT KUSTA – 100 mg dapsone setiap hari selama 6 bulan.
Upaya pemberantasan penyakit kusta mendapat perhatian Ternyata penggunaan MDT selama 10–15 tahun telah me-
utama di negara-negara sedang berkembang, khususnya di ne- nunjukkan efektivitas penyembuhan yang tinggi, dapat diterima
gara yang endemik kusta karena: pasien secara luas dengan sedikit efek samping. Dan pengamat-
1) Beban fisik dan sosial yang harus ditanggung oleh penderita, an selama lebih dari 9 tahun, diketahui bahwa angka kekambuh-
keluarga dan masyarakat. an pengobatan dengan MDT hanya 0.1% per tahun. Perubahan
Besarnya penyakit tidak hanya dinyatakan pada besarnya pengobatan dari dapson menjadi MDT telah mencegah kurang
prevalensi dan insiden saja, tetapi juga dampak psikologis. lebih 1/2 juta pasien dan kekambuhan selama 10–15 tahun.
2) Penyakit kusta termasuk penyakit dengan epidemiologi yang Jumlah kasus yang disembuhkan dengan MDT sejak tahun 1985
unik. mendekati 6.7 juta. Dan selama ini belum ada laporan adanya
• Distribusi penyakit tidak merata, sehingga memungkinkan resistensi terhadap multi obat tersebut(5).
penentuan daerah prioritas. Proyek pada tahun 2000 adalah menurunkan prevalensi
• Prevalensi yang tercatat merupakan hasil kumpulan kasus sebesar 83%, dan untuk kasus baru sebesar 50%. Penurunan ini
selama beberapa tahun bahkan beberapa dekade lalu. akan berupa kesembuhan lebih dari 10 juta kasus pada tahun
• Kasus baru yang tercatat hanya sedikit. 2000(5).
Upaya eliminasi dilakukan dengan 4 cara yaitu:
• Secara epidemiologi PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA
Di beberapa negara, penyakit kusta telah mendapat peng- Di Indonesia, tujuan program pemberantasan penyakit kuista
obatan kembali yang lebih baik. adalah menurunkan angka prevalensi penyakit kustra menjadi
• Secara teknologi 0,3 per 1000 penduduk pada tahun 2000.
Multi Drug Therapy (MDT) terbukti efektif dalam menyem- Upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta
buhkan penyakit kusta. Melalui(1) :
• Secara politik 1) Penemuan penderita secara dini.
Adanya dorongan kuat dan pemerintah dalam upaya elimi- 2) Pengobatan penderita.
nasi penyakit kusta, terutama di negara-negara endemik. 3) Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.
• Secara ekonomi 4) Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta.
Terdapat sejumlah agen donor dan organisasi non pemerin- 5) Rehabilitasi penderita kusta.
tah yang sanggup membiayai penggunaan MDT dalam upaya
eliminasi penyakit kusta.
DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN
PENGOBATAN Diagnosis penyakit kusta masih tergantung pada penemuan
Sampai tahun 1950 belum ditemukan obat yang efektif klinis dan bakterioiogis, yang sifatnya subyektif dan merupakan
untuk menyembuhkan penyakit kusta, satu-satunya cara untuk mata rantai yang lemah dalam pemberantasan kusta. Dalam suatu
menangani penderita kusta adalah dengan mengisolasi penderita penelitian ditemukan bahwa rata-rata penyakit kusta baru ter-
ketempat penawatan khusus. Kemudian ditemukan dapson, yaitu diagnosis setelah 2 tahun menderita dan terdiagnosis rata-rata
obat anti penyakit kustayang pertama. Namun dalam dua dekade dalam 4,5 kali kunjungan(3).
berikutnya, ternyata dapson menjadi kurang efektif karena bakteri Mycobacterium leprae masih belum dapat dibiakkan dalam
penyebab kusta yaitu Mycobacterium leprae menjadi resisten, medium buatan, sehingga diagnosis yang tepat dalam waktu
sehingga pengobatan gagal dan penyakit akan kambuh lagi. Di- pendek masih belum memungkinkan; teknik serologi untuk
samping itu pengobatan yang berlangsung lama sering meng- mengukur antibodi spesifik terhadap antigen M. leprae masih
akibatkan penderita menjadi putus asa dan malas berobat. belum memuaskan, karena hanya bermakna pada penderita ke-
Pada tahun 1981 WHO merekomendasikan penggunaan lompok multibasiler, hampir tidak berguna pada kelompok
Multi Drug Therapy (MDI), yaitu pengobatan baku terhadap paucibasiler, dan masih belum dapat meramalkan secara pasti
pasien dengan kusta multibasil dan pasien dengan kusta paucibasil. kemungkinan sakit-tidaknya orang-orang sehat yang seroposi-
Regimen ini diharapkan efektif, dapat digunakan secara luas dan tip(3).
diterima oleh semua pasien; sampai saat ini telah diterima se- Akhir-akhir ini telah dikembangkan teknik menggunakan
bagai pengobatan standar untuk penyakit kusta. enzim polimerase yang merupakan cara M. leprae yang
Untuk orang dewasa WHO merekomendasikan MDT se- sensitif, spesifik dan cepat. PCR dikembangkan pentama kali
bagai berikut: oleh Mullis et all (1991) merupakan cara invitro untuk mem-

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 11


perbanyak DNA suatu mikroorganisme dengan menggunakan tumbuhan Myco bacterium leprae adalah 50 mg/kg berat badan,
enzim polimerase(3). sedangkan untuk rifampisin dan rifabutin adalah 0.003% dan
Kelebihan penggunaan teknik PCR adalah sensitivitas dan 0.00l%(11).
spesifisitasnya yang tinggi sehingga mampu mendeteksi M. Penelitian saat ini ditekankan pada anggapan bahwa ofloxacin
leprae secara akurat dan dalam waktu yang cepat. Selain itu dapat lebih cepat membunuh baksil mutan yang resistan terhadap
dengan PCR dapat ditentukan penderita pausibasiler, orang sehat rifampisin. Akan tetapi karena kombinasi rifampisin dan ofloxacin
carrier dan sumber-sumber penularan lain seperti: alat-alat rumah lebih mahal daripada dapson dan clofazimine, pengobatan baru
tangga, lantai, pakaian dan sebagainya. Kelemahan utama teknik yang lamanya 4 minggu menjadi sama besar biayanya dengan
PCR adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan; kelemahan standar pengobatan yang 6 bulan atau 2 tahun. Namun dengan
lain adalah bahwa PCR tidak mampu membedakan M. leprae penggunaan yang lebih luas maka biaya pengobatan dengan
yang hidup dan yang mati(3). ofloxacin dapat ditekan sehingga tujuan untuk eliminasi lepra
Di samping perkembangan dalam bidang diagnosis, saat ini pada tahun 2000 dapat cepat tercapai.
sedang dilakukan penelitian pembuatan vaksin, yang dibuat
dengan teknik DNA rekombinan, sehingga dihasilkan sejumlah PENUTUP
antigen dalam skala besar. Evaluasi vaksin ini telah dilakukan Untuk mencapai tujuan eliminasi, kita harus mencapai pre-
oleh TDR (Tropical Diseases Research) di Malawi dan Vene- valensi pada tingkat kurang dari 300.000 kasus pada tahun 2000,
zuela, dan akan dilanjutkan di Asia Tenggara(6), Trial pemberian dan perkiraan 1,8 juta kasus. Dan upaya untuk menurunkan
vaksin bersama-sama dengan terapi MDT pada penderita kusta kasus menjadi kurang dan 1 per 10.000 hendaknya tidak hanya
telah dilakukan di Calcutta (India). Sejumlah 50 penderita kusta dicapai pada tingkat dunia, akan tetapi juga tingkat nasional dan
diberi pengobatan MDT selama 2 tahun, 30 di antaranya diberi- propinsi.
kan campuran vaksin anti lepra yang mengandung M. leprae dan Dengan perkembangan diagnosis baru yang lebih cepat dan
M. bovis (BCG), sedangkan 20 lainnya hanya diberikan M. bovis efektif dan dengan pengobatan MDT lebih yang intensif, di
(BCG), dan 20 pasien lainnya sebagai kontrol. Tergantung pada harapkan beban penyakit akan menurun, sehingga setelah tahun
berat penyakit, dilakukan penyuntikan 1–6 kali dengan interval 2000, sumber daya yang digunakan untuk menanggulangi pe-
waktu 3 bulan. Hasilnya pasien yang mendapat pengobatan nyakit lepra, dapat dialihkan untuk tujuan lain.
campuran MDT dan vaksin secara klinis lebih cepat sembuh
daripada pasien yang hanya mendapat pengobatan MDT saja
(kontrol)(7).
Penggunaan kombinasi obat baru yang lebih efektif juga
menjadi perhatian utama. Beberapa macam obat baru yang telah
berhasil diidentifikasi untuk pengobatan penyakit kusta adalah
derivat dan rifamisin, antibiotik beta-lactam, aminoglikosid,
kuinolon(8) (pefloxacin, ofloxacin dan sparfioxacin) minosiklin,
klarithromisin(9), serta kombinasi antara ofloxacin dan rifam- KEPUSTAKAAN
Pisin(10).
1. Hasibuan Y, Wan al Kadri. Epidemiologi Kustadan Program Pemberantas-
an Penyakit Kusta di Indonesia. Berita Epid El (Mei) 1990: 14.
OFLOXACIN DAN RIFAMPICIN 2. Duerden BI, Reis TMS, Jewsbury JM. Microbial and Parasitic Infection.
Pada tahun 1992 telah dilakukan percobaan obat dalam skala London. 1993: 106.
besar yang dilaksanakan di tujuh negara yaitu: Brazil, Kenya, 3. Wirohadidjojo YW. Polymerase Chain Reaction untuk Deteksi M. leprue.
Diklat Kursus PCR. PAU UGM, 199!.
Mali, Myanmar, Pakistan, Filipina dan Vietnam. Pengobatan ini 4. Alkadri W. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dalam Pemberantasan
diberikan secara oral, yang merupakan gabungan antibiotik baru Penyakit Kusta di Indonesia (bagian pertama). Berita Epid RI. Desember
yaitu ofloxacin dengan rifampisin. Dalam percobaan yang me- 1993: 12.
libatkan 4000 pasien tersebut, dibandingkan penggunaan regi- 5. Noorden SK. Eliminating leprosy as public health problem – is the Opti-
misim Justified?. World Health Forum 1996; 17: 109.
men baru dengan regimen MDT standar, hasilnya dapat dilihat 6. Leprosy. TDR/JCB (9). 1986; 3: 12.
setelah 4 sampai 5 tahun kemudian. Kombinasi dengan obat ini 7. Majumder V. Mukerjee A, Hajra SK, Saha B, Saha K. Immunotherapy of
ternyata dapat memperpendek waktu penyembuhan menjadi 1 far– advanced lepromatous leprosy patients with low – dose convit vaccine
bulan dibandingkan dengan standar pengobatan yang sudah ada along with multidrug therapy (Calcutta Trial, Abs). Int J Lepr Other
Mycobact Dis, 1996. (Mar); 64(1).
yaitu 6 bulan sampai 4 tahun(10). 8. Leprosy. TDR/JCB (10). 1985; 3: 12.
Cara kerja antibiotik ofloxacin ini adalah membunuh baksil 9. Gelber RH. Chemotherapy of lepromatous leprosy: Recent development
lepra dengan menghambat enzim yang mengontrol jalannya and prospects for the future (Abs) Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 1993.
DNA coils yang masuk ke dalam baksil. Ofloxacin menjadi (Nov); 13(11).
10. New Leprosy Treatment. TDR News. 992, (Feb); 38: 1.
alternatif kedua setelah rifampisin karena kecepatan dan efikasi- 11. Dhople AM, Ibanez MA. In Vivo Susceptibility of Mycobw.terium !eprae
nya dalam membunuh baksil lepra yang telah dilakukan pada to ofloxacin either singly or combination with rifampisin dan rifabutin.
percobaan dengan teknik foot pad pada mencit(10). Konsentrasi Anti Leprosy Activity ofoxloxacin and ansamycins in Mice (Abs). Arznei-.
minimum ofloxacin yang dibutuhkan untuk menghambat per- mittelforschung 1994 (Apr); 44(4).

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kaitan Antara Kusta Kerbau


(Lepra bubalorum) dengan
Kusta Manusia (Lepra humanus)
di Sulawesi
Iwan T. Budiarso
Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang bersifat me- Penyakit kusta kerbau dan kusta manusia, khususnya di
nahun dan disebabkan infeksi golongan kuman Mycobacterium. Sulawesi, masing-masing ditangani oleh dokter hewan dan dokter
Pada manusia akibat tertular Mycobacterium leprae, sedangkan manusia,padahal kedua penyakit ini berada di tempat-tempat di
pada hewan masing-masing oleh M. lepremurium pada mencit, daerah yang endemik baik bagi ternak kerbau maupun penduduk
M. leprabubalorum pada kerbau(1,2,3,4,5), M. leprabovina pada setempat. Penyakit kusta kerbau adalah penyakit eksotik pada
sapi(2,6). Gejala klinis dan manifestasi lesi kulit baik pada manusia hewan kerbau dan mempunyai ciri-ciri khas dalam segala aspek
maupun hewan sangat mirip satu sama lain dengan gambaran seperti tipe lepromatus pada manusia. Maka adalah wajar kalau
histopatologi didominasi oleh reaksi radang granulomatosa. kedua profesi tersebut dapat bersatu secara terpadu dalam me-
Pada manusia, penyakit kusta merupakan masalah yang nangani penelitian penyakit ini, karena tidaklah mustahil penya-
sangat pelik dan sensitif sekali, bukan karena belum ditemukan- kit kusta kerbau adalah akibat ketularan dan penderita manusia
nya obat-obat yang efektif, melainkan lebih dititik beratkan pada atau sebaliknya. Faktor lain yang mendukung dugaan ini ialah
akibat kecacatan tubuh dan dampak psikososial yang sangat cara hidup, kebiasaan dan perilaku para petani mempunyai
merugikan penderita serta keluarganya. Sebaliknya pada kusta hubungan yang sangat erat dengan ternaknya sehari-hari, baik
hewan tidak ada masalah, karena dapat dilakukan tindakan secara fisik maupun mental. Dugaan ini bukanlah tidak ada
stamping out yang tidak mungkin dilaksanakan pada manusia. alasannya, karena armadillo yang hidup liar secara bebas di
Apakah penyakit kusta ini suatu penyakit antropozoonoses? daerah endemik kusta manusia di Louisiana, sekarang sudah
Sampai sekarang belum ada laporan yang menyatakan ada manusia dibuktikan dapat tertular kuman kusta manusia(5).
yang tertular oleh kuman kusta golongan jenis hewan. Di labora- Penyakit kusta manusia prevalensinya sangat tinggi di Indo-
torium telah dibuktikan bahwa kuman kusta bila disuntikkan nesia bagian Timur, sedangkan di bagian Barat lebih rendah,
pada hewan percobaan umpamanya mencit, armadillo dan kera, kecuali di Aceh(7). Penyakit kusta merupakan penyakit kronis
maka dalam waktu relatif singkat akan timbul gejala klinis dan kedua setelah tuberkulosis di Sulawesi. Demikian juga kejadian
lesi kulit yang mirip seperti pada manusia. penyakit kusta pada hewan, menurut Lobel(4), prevalensinya
Tulisan ini dimaksud untuk menggugah dan mengingatkan sangat tinggi di Sulawesi dan rendah sekali di kepulauan lainnya.
para dokter dan dokter hewan agar dapat lebih meningkatkan Kesejajaran tingginya prevalensi penyakit kusta baik pada ma-
kerja sama lebih baik dan efisien, bukan saja dalam bidang nusia maupun hewan kerbau di Sulawesi sangat menarik dan
administrasi dan birokrasi, tetapi juga bisa bekerja sama secara merupakan suatu tantangan untuk diteliti apakah kusta pada
terpadu dalam menangani dan meneliti suatu penyakit, terutama manusia ada hubungannya dengan kejadian kusta pada kerbau di
yang bersifat antropozoonosis. Pengalaman membuktikan bahwa Indonesia, khususnya di Sulawesi.
kerjasama yang baik dan terpadu antara para pakar kedua profesi Kalau ini bisa terjawab, tentu akan sangat bermanfaat dan
ini, sering kali, bukan saja bisa membuahkan hasil yang lebih menguntungkan serta menambah kasanah baru dalam ilmu penge-
baik, akan tetapi juga dapat menghemat tenag biaya dan waktu. tahuan bidang kesehatan.

Disajikan pada Simposium “Kemajuan Dalam Penyakit Tropis dan Parasit” di


Fakultas Kedokte ran, Universitas Tarumanagara, Jakarta, 12 Desember 1992.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 13


I. PENYAKIT KUSTA PADA MANUSIA memuaskan. DDS merupakan pilihan obat yang lebih efektif
EPIDEMIOLOGI dibandingkan dengan Promin dan digunakan sebagai obat pro-
Penyakit kusta pada manusia ditemukan di seluruh dunia grain pemberantasan kusta oleh WHO/UNICEF selama lebih
dan menurut catatan dari 6 kantor WHO regional yang mem- dari 3 dasawarsa. Pada permulaan DDS sangat ampuh sekali
bawahi 154 negara dilaporkan berjumlah 1599.949 kasus de- untuk membunuh kuman M. lepra namun setelah secara terus
ngan prevalensi rata-rata 1,33 promil(7). menerus digunakan sebagai monoterapi selama 30 tahun, ter-
Sepuluh tahun kemudian, yakni pada sensus ulang tahun nyata menimbulkan resistensi. Untuk mengatasi hal tersebut
1985 ditemukan peningkatan sebesar 49,1% atau sama dengan maka sekarang digunakan cara pengobatan kombinasi (Multi
5.368.202 kasus. Menurut catatan WHO tahun 1985, data kasus Drug Therapy) yakni kombinasi antara DDS dan Rifampicin
penyakit kusta dari negara-negara yang sudah masuk terdaftar atau DDS, Rifampicin dan Clofazimine atau Clofazimine dan
adalah sebagai berikut : DDS atau dikombinasikan dengan obat antibiotik lain sesuai
* Afrika : 624.266 dengan kondisi, derajat, dan tipe penyakit.
* Amerika Utara : 335.232
* Asia Selatan : 3.782.532
* Mediterania Timur : 79.452
* Eropa dan Rusia : 12.242
* Pasifik Barat : 235.559
II. PENYAKIT KUSTA PADA KERBAU
EPIDEMIOLOGI
Jumlah : 5.069.283
Penyakit kusta pada kerbau nampaknya tidak pernah di-
Jumlah tersebut belum termasuk kasus yang terdapat di RRC.
temukan di belahan dunia manapun kecuali di Indonesia. Semua
WHO memperkirakan bahwa jumlah penderita kusta di seluruh
laporan mengenai penyakit ini yang pernah diterbitkan di ber-
dunia antara 10–12 juta orang
bagai majalah dan textbook sampai sekarang semuanya bersum-
Di Indonesia, menurut catatan dari Sub Direktorat Pem-
ber dari kasus yang terdapat di Indonesia. Sejak pertama kali
berantasan Penyakit Kusta, Direktorat Jendral Pencegahan Penya-
kasus kerbau kusta dilaporkan oleh Kok dan Rusli pada tahun
kit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPM-
1926 sampai sekarang jumlah total semua kejadian di seluruh
PLP) penderita kusta berjumlah 101.602 orang dengan tingkat
Indonesia belum mencapai angka 200 ekor. Dari jumlah ini 80%
prevalensi 0,6 promil(8). Data ini masih perlu dikoreksi dengan
kasus kusta kerbau ditemukan di Sulawesi(4).
faktor koreksi Bechelli, yang besarnya antara 150–300%(7). Angka
tertinggi terdapat di Indonesia bagian Timur sedangkan di bagian GEJALA KLINIS
Barat lebih rendah, kecuali Aceh. Bila angka ini dibandingkan Tanda-tanda klinis utama adalah ditemukannya lesi ber-
dengan angka-angka dan negara-negara lain maka Indonesia bentuk bungkul-bungkul di bagian kulit, terutama dimulai dari
menduduki urutan ke 5 setelah India. Penyakit kusta akan me- bagian ujung-ujung ekstremitas, bagian bawah perut dan pangkal
rupakan suatu masalah kesehatan yang muskil di daerah-daerah leher. Lalu lesi ini menyebar ke atas, bagian muka dan ke bagian
yang prevalensinya di atas 1 promil. tubuh lainnya. Besar bungkul bervariasi, dari mulai beberapa
milimeter sampai lebih dari 5 sentimeter diameternya. Pada
GEJALA KLINIS benjolan-benjolan yang agak besar ukurannya sering kali disertai
Tanda-tanda utama penyakit kusta adalah : luka atau ulkus. Konsistensi keras, bergranulasi dan kenyal.
1) Lesi kulit yang karakteristik Kelainan pada saraf tepi atau anestesi seperti yang terdapat pada
2) Anestesi manusia tidak dapat dipastikan.
3) Penebalan saraf-saraf tepi
DIAGNOSIS
Diagnosis
Seperti halnya cara mendiagnosis kusta pada manusia yakni
Diagnosis penyakit kusta biasanya berdasarkan pada gejala
dengan membuat sediaan apus dan kerokan dalam bagian kulit
klinis dan pemeriksaan sediaan apus dan kerokan dalam lapisan
dan diwarnai dengan Ziehl-Nelsen. Bila memang positif, maka
kulit yang diwarnai dengan Ziehl-Nelsen. Bila masih ada ke-
akan ditemukan kuman-kuman batang tahan asam di dalam sel
raguan, maka perlu dilakukan biopsi kulit atau saraf. Bila masih
makrofag.
juga meragukan, maka pasien perlu diobservasi dan pemeriksaan
diulang lagi setelah 3 bulan.
PENGOBATAN
Pengobatan Biasanya bila sudah didiagnosis positif kusta, maka tindakan-
Sebelum tahun 1941 belum ada bentuk obat khemotera- nya pada kerbau penderita adalah,stamping out dan di lapangan
puetik seperti DDS atau antibiotik. Dahulu hanya diobati dengan belum pernah ada yang mencoba mengobati seperti pada orang.
Chaulmoogra oil, namun efektifitasnya sangat rendah sekali. Secara eksperimental pernah dicoba dengan mengulaskan Chaul-
Pada tahun 1941 ditemukan obat-obat derivat sulfon. Yang moogral oil pada bagian kulit yang memperlihatkan lesi, namun
pertama yakni Promin, namun khasiatnya cepat menurun. Pada pengobatan hanya dilakukan tidak lebih dari 1 tahun dan hasilnya
tahun 1947 digunakan Dapson atau DDS dan hasilnya sangat nihil.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


DISKUSI diisolir dan hewan tersebut terbukti mempunyai sifat fenotip,
Lepra bubalorum atau kusta kerbau adalah suatu penyakit antigenik dan genetik identik dengan kuman kusta manusia(5).
eksotik dan merupakan suatu fenomena sangat menarik dalam Hewan liar lain yang pernah dilaporkan tertular secara alami
bidang ilmu kedokteran hewan. Sampai sekarang kusta kerbau iatah pada 2 ekor kera jenis Mangaby dan 2 ekor Chimpanzee
secara eksklusif hanya ditemukan di bumi Indonesia saja dan yang dipelihara di koloni-koloni peternakan kera di Amerika
paling tinggi prevalensinya terkonsentrasi di Sulawesi. Hal ini Serikat. Hewan-hewan ini hasil tangkapan dari hutan dan
sangat menarik, karena secara kebetulan atau tidak, daerah yang kemungkinan besar infeksinya terjadi sebelum hewan-hewan
sama juga merupakan daerah endemik kusta manusia. Menurut tersebut diimpor ke Amerika. Kasus kejadian infeksi alami yang
laporan Kanwil Kesehatan Sulawesi kusta manusia merupakan tinggi prosentasenya pada armadillo dan sifat-sifat hewan kera
penyakit kronis kedua yang tinggi prevalensinya setelah tuber- yang retatif mudah tertular secara alami memegang peranan
kulosis di Sulawesi. penting sebagai salah satu mata rantai penularan penyakit kusta
Ditinjau dari segi klinis dan patologi-anatomis, kedua penya- dan perlu mendapat perhatian khusus untuk disidik dan diteliti
kit ini mirip satu sama lain karena gambaran histologis bagian lebih lanjut(5).
kulit yang terkena berupa radang kronis granutomatosa dengan Penularan penyakit kusta manusia, menurut sebagian besar
sel-sel monosit dan histiosit bergerombol membentuk kumparan para ahli melalui droplet infection. Ada juga sebagian kecil yang
atau menyebar difus di dalam tapisan korium kulit. Di dalam berpendapat bahwa kusta dapat ditularkan dari tanah. Mereka
jaringan granutoma tampak sel-sel yang bundar besar dan bening telah dapat membuktikan bahwa dan contoh tanah yang diambil
seperti sel lemak, bila diwarnai dengan Ziehl-Nelsen maka di dari daerah endemik dapat diisolasi kuman batang tahan asam.
dalam sitoptasmanya mengandung kuman-kuman batang tahan Begitu juga banyak penduduk di Afrika dan India yang ke-
asam yang sudah mulai berdegenerasi dan retrogresif. Sekali- banyakan bertelanjang kaki, biasanya lesi pertama yang tampak
sekali ditemukan bercak-bercak jaringan nekrosis dan endapan adalah di bagian bawah kaki. Kaki yang telanjang selalu ber-
kapur. Kuman tidak tampak di dalam jaringan saraf. gesekan dengan tanah dan mengakibat luka trauma sehingga
Perubahan histotogis ini memberikan gambaran sangat mirip dapat sebagai port d'entree dari kuman yang sudah ada di tanah.
seperti kusta manusia bentuk tepromatus. Dari 15 jenis utama Pada kerbau, lesi pertama biasanya dimulai di ujung ekstre-
gambaran klinis dan perubahan patotogis yang tercantum dalam mitas, pangkal leher dan dasar bawah kulit perut. Kerbau biasa-
Tabel 1 sebagai perbandingan antara kusta kerbau dan ma- nya dipergunakan sebagai hewan tarik, khususnya untuk me-
nusia, ditemukan kesamaan bentuk dalam 9 jenis perubahan. narik bajak dan luku, sehingga ke-empat kaki dan kulit dasar
Hal ini sangat menarik perhatian dan mengesankan karena perut selalu bergesekan dengan tanah lumpur. Bila digunakan
penyakit itu ditemukan pada dua makhtuk yang sangat ber- teori infeksi tanah yang terdapat pada penduduk Afrika dan India
beda sifat-sifat biologisnya. Namun demikian hal ini bukanlah maka secara analogi teori yang sama dapat pula diterapkan pada
sesuatu yang mustahil, karena di Amerika Serikat, yakni di kerbau. Hal ini menjadi sangat menarik, apakah kuman pen-
negara bagian Louisiana, ada hewan liar yang dinamakan Arma- cemarnya pada mulanya memang jenis kerbau atau berasal dari
dillo bergaris sembilan (Nine-banded Armadillo) dapat tertular jenis manusia yang bermutasi menjadi jenis kerbau. Hal ini
secara alami oleh M. leprae. didukung dengan kenyataan bahwa kedua kusta itu sama-sama
Tabel 1. Perbandingan Gambaran Klinis dan Perubahan Patologis An-
merupakan penyakit yang endemik di Sulawesi. Meskipun Lobel(4)
tara Kusta Kerbau dan Kusta Manusia telah mempelajari secara mendalam segi klinis, patologi-anatomi,
sifat biokimiawi dan biologis kuman kusta kerbau, namun sam-
Jenis Kusta Kerbau Kusta Manusia pai sekarang belum ada satu penelitipun yang pernah mem-
Perjalanan penyakit Lambat dan benign Lambat dan cenderung pelajari bentuk ultramorfologinya dengan elektron mikroskop,
muskil apalagi dengan pembuktian cara sidik jari DNA dan dibanding-
Efek neurotropik Ringan/tak ada Muskil kan terhadap kuman jenis manusia. Kejadian penyakit spontan
Aitestesi topikal Tidak nampak Ada
Uji tuberkulin Ireguler lreguler kusta kerbau yang tinggi prevalensinya dan bersamaan ditemu-
Lesi membran nasal Ada Ada kan di daerah-daerah endemik kusta manusia merupakan suatu
Lesi organ interna Tidak ada Biasanya ada tantangan bagi para peneliti bidang kesehatan untuk meneliti
Kelenjar limfe Jarang terkena Biasanya terkena hubungan antara kusta manusia dan kusta kerbau. Hasil yang
Lokasi kuman Intraseluler Intraseluler
Pengelompokan kuman Globus prominan Globus prominan diperoleh akan memberikan implikasi yang luar biasa dalam
Degenerasi kuman Mencolok Mencolok bidang ilmu kedokteran baik manusia maupun hewan, khusus
Biakan kuman Gagal Gagal dalam segi studi perbandingan bidang biologi, biokimia, elektron
Percobaan infeksi Tak berhasil Tak berhasil mikroskopi dan immunologi antara dua jenis kuman penyakit
Histopatologi Sama lepromatus Sama lepromatus
Perkapuran Selalu ada Kadang ada ini; dan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dibuat vaksin
Zat lipoid dalam lesi Banyak sekali Banyak sekali untuk menanggulangi penyakit tersebut.

Sekarang sudah diketahui bahwa kira-kira 30% armadillo KESIMPULAN


dewasa yang hidup liar di bagian Utara dan Selatan Amerika 1) Penyakit-penyakit ini sangat menarik, karena keduanya
telah tertular penyakit ini secara alami. Kuman kusta yang ditemukan di suatu daerah yang endemik.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 15


2) Perlu diadakan penelitian terpadu antara dokter dan dokter
4. Lobel LWM. Lepra bubalorum. Thesis, University of Utrecht, Holland,
hewan. 1934.
3) Perlu dilakukan studi perbandingan mengenai fenotipe, 5. Truman RW. Laboratory Research Branch, GWL Hansens Disease Center
antigenik dan sifat genetik kedua jenis kuman ini dengan cara at Louisiana State University, Baton Rouge, Louisiana, USA. 1992. Per
histokimia mikroskop elektron, immunologik dan sidik jari communication. .
6. Ressang AA, Titus I. A case report of Lepra bovma in a Holstien-Friesian
DNA cow. Communic. Veterinariae 1960; 4: 47–501.
7. Harijanto H, Hartodibyo R, Halim PW, Teterissa MR Perkembangan
Pengetahuan Kusta Mutakhir. Naskah dibacakan pada Pertemuan Ilmiah
KEPUSTAKAAN IDI Cabang Tangerang, 7 September 1991.
8. Sub. Dit. P2 Kusta Dit. Jen. PPM dan PLP. Program Pemberantasan
1. Kok J, Roesli M. Huid-tuberculose (?)bij buffels. Ned. TBI. Diergeneesk. Penyakit Kusta di Indonesia, 1991.
1926; 8: 465–72. 9. Ressang AA. Leprabubalorum. Part 11. Communic. Veterinariae, 1961; 5:
2. Kraneveld FC, Roza M. Lepra bubalorum and Lepra bovina in Indonesia. 103–6.
Documenta de Medic. Georg. et Tropic. 1945; 6: 303–14. 10. Ressang AA, Sutarjo. Lepra bubalorum. Part 1. Communic. Veterinariac,
3. Kraneveld FC, Roza M. Enige aanvullende gegevens over de Lepra 1961; 5:61–88.
bubalorum. HemeraZoa 1953; 60: 291–315.

Kalender Peristiwa
September 13–17, 1997 - KONGRES NASIONAL VI DAN SIMPOSIUM INTERNA-
SIONAL PERKUMPULAN PERINATOLOGI INDONESIA
Hotel Manado Beach
Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
Sekr.: Perinasia
JI. Tebet Utara IA/22
Jakarta 12820
TeIp. : (021) 828 1243
Fax. : (021) 828 1243, 830 6130
Email : perinasi@centrin.net.id

Perinasia Cabang Sulawesi Utara


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Malalayang
Jl. lana Wangko Raya
P0 Box 66
Manado 96115
Telp. : (0431) 859 091
Fax. : (0431)351 260
Email : permasi@mdo.mega.net.id

A little body often harbours a great soul

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


ANALISIS

HIV/AIDS Situation
in Indonesia
(1994)
Imran Lubis
Health Research and Development Board Communicable Diseases Research Centre,
Department of Health of RI, Jakarta

INTRODUCTION Health took an immediate response by legislating a Decree No.


The Republic of Indonesia, situated between the Asian and 339/IV/1988 about the National AIDS Control Committee to
Australian continents, is an archipelago consisting of 13.000 control further spread. The objectives of this Committee during
islands., The unevenly distributed population lives in about the First Term Plan (FTP) were to establish infrastructural
6,000 islands, particularly in five big islands namely : Sumatra, facilities such as laboratories, training of workers in labora-
Java, Kalimantan, Sulawesi and Irian Jaya. The total population tory aspects and case management of AIDS. MTP (Mid Term
in 1993 is about 187 million, with more than 60% living in Java Plan in 1991-1996) objectives are : consolidation, extension
islands which is only 6% of the total land area. The proportion and expansion of AIDS control activities, screening of blood
of rural and urban population is 35/65, literacy rate is 84.1%, donors, development of surveillance system, improvement of
birth rate is 27.9, death rate 8.9 per 1,000 population, and per laboratory facilities and strengthening of STD control programs.
capita income is US $ 650. As the fourth biggest nation in the From 1988 to 1993, many government officials still did not
world, Indonesia consists of about 300 ethnic groups with their care much about the impending epidemic of HIV/AIDS in
own languages, but nationally the Indonesian language (which Indonesia. Sometimes argument arise in the ground that Indo-
is basically similar to Malayan language) is used. Adminis- nesia is unlike other countries. The Indonesian socioculture
tratively, the republic consists of 27 provinces, covering 302 and religious disciplines would be able to prevent the spread
Regencies/Districts and about 6,000 subdistricts (the lowest of the fatal disease. Other communicable diseases which is still
official/governmental level of administration), prominent especially among children and pregnant women is
The first AIDS case reported in Indonesia was a Dutch still considered in higher priority in health program rather than
tourist from Bali in April 5, 1987. ADB (Asian Development HIV/AIDS. HP//AIDS prevention campaign was not allowed
Bank) predicted that the number of HIV/AIDS in Indonesia in through mass media, street billboard, many leaflet designed
the year of 2000 would be 5.000 AIDS and 50.000 HIV(÷). The for limited target group were considered pornographic, condom
direct and indirect cost of those AIDS cases would be as high promotion is very limited.
as US $ 81.000.000. However, realizing that HP//AIDS is a disease of many
HWO predicted that by the year 2000, 30% of the total factors, exponentially increased overtime, and predicted to have
HIV/AIDS cases in the world (30-40 millions) will be from an impact on economic and nation development programs, in
ASEAN countries, including Indonesia. 1994 there was a strong political agreement on control of HIV/
AIDS. Presidential Decree No. 36, 1994 on the Commission on
RULESAND REGULATIONS REGARDING TO HIV/AIDS AIDS Control were declared which would involve many ini-
After AIDS was first reported in 1987, the Ministry of nistries and would work to control HIV/AIDS through multi-

Presented at the International Course on AIDS Control in Asia, Japanese


Foundation for AIDS Prevention, Tokyo, 12 February-25 March 1995.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 17


sectoral approach under the Ministry of Coordination on People Table 1. Prevalence of HIV in Various Groups in IndonesIa 1987 – 1994
(June) Reported by CDC
Prosperity.
The basic principles of this decree are as follows : HIV Positive Pre
a) AIDS Control Program should be based on the existent Year Target Population No. Specimen valence
laws and regulations and should follow the principles of AIDS Elisa W. Blot HIV +
Control Program by the United Nations. Low risk group
1987 Migrant Worker 46.682 41 1 0.0020
b) To increase AIDS Awareness in the community and to
1987-1991 Blood Donor 177.072 16 0 0
increase prevention and control of AIDS activities through 1992 Blood Donor 359.449 281 3 0.0008
multi sectoral, coordination, integrated and comprehensive 1993 Blood Donor 555.712 444 2 0.0004
approach. 1994 (Mar) Blood Donor 669.951 397 2 0.0003
Person with HIV or AIDS should be reported to the govern- 1.808.870 1.179 8
ment based on The Ministry of Health Instruction No. 72/1988 High risk
on AIDS Case Compulsory Report, which stated: 1988 Cross Sectional 7.912 1 1 0 013
1989 Cross Sectional 14.045 2 1 0.007
a) All health personnel who know and/or find someone with Sentinel 4.114 0 0 0
AIDS must report to the nearest health facilities as soon as 1990 Cross Sectional 3.296 0 0 0
possible with respect to individual confidentiality. Sentinel 2.105 0 0 0
b) Health facilities which found an AIDS case must report with 1991 Cross Sectional 22.377 5 3 0.013
confidentiality and according to the assigned procedures to the 1992 Cross Sectional 22.134 140 14 0.063
1993 Cross Sectional 20.741 200 20 0.096
Director General of CDC&EH, Ministry of Health. 1994 (Jun) Sentinel 8.056 8 8 0.099
Another regulation which is commonly broken, even by
medical professionals, and newspaper journalists, is the concern 104.880 356 47
on the privacy of a person with HIV and AIDS is Law no. 10 1987-1993 Referral 1.333 125 123
1966 on Medical Confidentiality. This law clarify that medical
confidentiality mean that anything learned by health personnel
1993 Thai Sailor 1.075 63 48 4.5
while performing their professional job should be kept confi-
dential. Health worker, medical students, student conducting Total 1.916.158 1.723 228
medical examination or treatment and other persons appointed
by the Ministry of Health are subject to this regulation. Source: Dir.Jen CDC & EH
Several times, newspapers exposed the initial name, iden-
tification of sex, place and name of village, etc. of a person
with HIV/AIDS that resulted on stigmatization and isolation. Figure 1. Number of HIV/AIDS cases in Indonesia each year, 1997 - 1994
(Dec)
HIV SEROSURVEY DATA
Serosurvey was started in 1987, on migrant workers before
they left for Arab Countries. Since then surveillance of various
groups in Indonesia has been conducted in provinces with high
incidence of HIV/AIDS (Table 1). The total amount of
specimen collected for serosurvey until June 1994 were
1.916.158, 228 out of them were HIV positives.
The highest positive rate was among referral cases - 1%
(123/1 .333) followed by high risk groups such as commercial
sex worker (CSW)-0.04% (47/104.880) and the lowest are from
low risk groups such as blood donors - 0.0004% (8/1.808.870).
Thai sailors working near West Irian has the prevalence of 4%
(48/1.075).

HIV/AIDS CASES IN INDONESIA


The first AIDS case reported in Indonesia was a Dutch
tourist from Bali in April 5, 1987. Until December 1994 the
Source : CDC&EH
number of HIV/AIDS cases reported to the Department of Health
has increased to 275; 67 of them were AIDS cases (Figure 1).
The number of HIV/AIDS cases in Indonesia has reached
the second phase of epidemic, the early exponential increase, infections in Indonesia in 1995 is estimated at 175,000 and a
which started in 1993. By using AIDS model, in the medium prevalence of 0,085%. Without adequate interventions, the
transmission scenario, the cumulative number of HIV/AIDS cumulative number in 2000 will reach 600,000 (prevalence

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


0,29%) and in 2005 will become 1,400,000 (prevalence 0,62%). Figure 3. Nationality of HIV and AIDS cases in Indonesia, 1987.1994 (Dec)
Distribution of HIV/AIDS cases according to sex in Indo-
nesia were shown in Figure 2. In 1987-1992 most HIV/AIDS
cases were male. But this picture has been changing since 1993
where female AIDS cases were found 7% among the total AIDS
cases and 28% female HIV cases were found among the total
HIV cases.

Figure 2. Sex distribution of HIV andAIDS cases in Indonesia, 1987.1994


(Dec)

Source: CDC & EH

Figure 4. HIV/AIDS risk factors distribution in Indonesia 1987.1994 (Dec)

Source: CDC & EH

Nationality of HIV/AIDS cases in Indonesia were shown in


Figure 3. In the beginning, HIV/AIDS cases were mostly among
foreigners visiting Indonesia as tourists or expatriates. The
cumulative number in 1994 shows that the percentage of AIDS
cases with Indonesian nationality were higher than in HIV cases
(70% compared to 57%). But the total number of HIV cases
with Indonesian nationality were still much higher. There has
been a transition of HIV/AIDS cases from foreigner to Indo-
nesian as more cases of Indonesian nationality reported each
year.
The mode of transmission are (Figure 4): for HIV cases :
69% heterosexual, 13% homosexual/bisexual; and for AIDS
cases : 18% heterosexual, 62% homosexual/bisexual, 5%
others and 15% unknown.
Heterosexual was the predominant transmission mode in
Indonesia for HIV (recent infection) and homosexual/bisexual
was the predominant transmission mode for AIDS (late infec-
tion). First AIDS cases were reported from Bali Province in
The AIDS cases are mostly in productive age group of 30- 1987, since then, spread to 15 provinces in the island of Java,
39 years old and for HIV are in 20-29 years old (Figure 5). The Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Bali, NTB and Maluku
youngest age group for HIV are 15-19 years old and the oldest (Figure 6). The increase of HIV/AIDS cases is mainly in Java.
are more than 60 years old. Apparently there is no children The number of AIDS cases and death by provinces is shown
detected as HIV positive. in Figure 7. DKI Jakarta (the capital city of Indonesia), Bali

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 19


Figure 5. Age group distribution of HIV/AIDS cases in Indonesia, 1987/ Figure 7. Number of AIDS cases and death and prov. in Indonesia, 1987/
1994 (Dec) 1994 (Dec)

Source: CDC&EH
Provinces

Source: CDC&EH

Figure 6. Number of HIV/AIDS cases by provinces in Indonesia, 1987/


1994 (Dec)
candidiasis, cytomegalovirus retinitis, cryptococcus meningitis,
cerebral toxoplasmosis, herpes zoster and bacterial sepsis.
Wasting syndrome, dementia, and neurological symptoms are
frequently encountered.

TUBERCULOSIS
According to World Bank Study in Indonesia, tuberculosis
infection and tuberculosis disease continue to be a widespread
problems. More than 50% of Indonesians are infected with TB.
The Annual Risk of Infection (ARI) of tuberculosis is at
2.5%. Knowing that there will be an increasing number of
adults who will become HIV(+), the situation might increase
the risk for premature death due to TB and for transmitting TB
to others.
The countrywide prevalence of smear positive pulmonary
Provinces
TB cases were as follows :
Source: CDC&EH

(the number one tourist resort) and Jabar and Surabaya (the No. of Smear Positive Pulmonary
Year
TB Cases
second largest city) have the highest number of AIDS and deaths.
21,549 1989
34,733 1990
60,933 1991
OPPORTUNISTIC INFECTIONS 52,331 1992
Opportunistic infections detected among hospitalized AIDS 73,655 1993
cases were tuberculosis, pneumocystis carinii pneumonia, 23,673 Sept.1994

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


REFERENCES 2. Lubis I. AIDS and Employment in Indonesia. ILO Study Report 1994.
3. HIV-Related Tuberculosis in Urban Indonesia, Estimates from World Bank,
1. Kosen S, Linnan M. Projection of HIV/AIDS in Indonesia (1990-2005). 1993.
Presented at the 7th Congress of the World Federation of Public Health 4. Abednego HM, Gunawan S. Ancaman AIDS dewasa mid Indonesia. Semi-
Association, Bali, December 4-8. 1994. nar Asian Business Responds to AIDS, Jakarta, 21 April 1994.

KOREKSI DAN TAMBAHAN


Dalam artikel Keefektifan Paduan Obat Ganda Bifasik Anti Tuberkulosis Di-
nilai Atas Dasar Kegiatan Anti Mikrobial dan Atas Dasar Kegiatan Pemulihan
Imunitas Protektif. 2. penilaian atas dasar kegiatan antimikrobial paduan obat oleh
RA Handojo, Sandi Agung, Anggraeni Inggrid Handojo, yang dimuat dalam Cermin
Dunia Kedokteran no. 115, 1997 terdapat beberapa kekurangan/kekeliruan, yang kami
perbaiki sebagai berikut:
1. hal. 17 baris 6 dari bawah:
obat yang digunakan asal kasus TB yang terkait tidak pernah memperoleh obat
anti TB sebelumnya. Perpanjangan kurun waktu….. dst.
2. hal. 18 kolom 1 alinea 4:
Dari segi kegiatan antimikrobial. khemoterapi anti TB bertujuan untuk mem-
peroleh dahak negatif (sputum negativity) dan yang lebih penting, memperoleh
konversi dahak (sputum conversion). Kenegatifan dahak adalah ... dst.
3. hal. 22:
Tabel 9. Kegiatan antimikrobial. Golongan keseluruhan
4. hal. 23 kolom 1, bab Diskusi, baris ke 14:
punyai NKB sebesar 2 karena INH maupun RMP mempunyai NKB sebesar 1
dan. . . dst.
5. hal. 23 kolom 1, bab Diskusi, baris ke 19:
mempunyai NKB sebesar 11/2
6. hal. 23 kolom 2, antara baris ke 7 dan ke 8:
Golongan A–B terdiri dari 3 subgolongan, yaitu:
7. hal. 24 kolom 1, alinea 3, baris ke 12:
bahwa pada penggunaan paduan obat HR/5-8H2R2 oleh kasus TB yang belum
pernah memperoleh obat anti TB, pemeriksaan . . . dst.
8. hal. 24 kolom 1, alinea 4, baRIs ke 6:
…..dan golongan keseluruhan kasus yang memperoleh paduan obat HS/11H2S2
9. hal. 24 kolom 1, alinea 5, baRIs ke 3:
bulan (HS/11H2S2) (Tabel 9). . . dst.
RALAT
Dalam artikel Peranan Kader dalam Menunjang Program ISPA di Jawa Barat
oleh Enny Muchlastriningsih yang dimuat dalam Cermin Dunia Kedokteran no. 115,
1997 halaman 52–55, terdapat tabel yang (mungkin) kurang jelas.
Untuk itu, kami terbitkan kembali tabel-tabel tersebut dalam bentuk sebagai
berikut:

Tabel 2. Persentase kader ISPA yang mengatakan apakah anak men- Tabel 2. Persentase kader ISPA yang mengatakan apakah anak men-
derita ISPA boleh diberi obat batuk (n = 20) derita ISPA boleh diberi obat batuk (n = 20)

Frekuensi Ringan Berat Frekuensi Ringan Berat


pemberian I II I II pemberian I II I II
Ya, selalu 80 100 30 100 Ya, selalu 80 100 30 100
Kadang-kadang 15 0 10 0 Kadang-kadang 15 0 10 0
Tidak boleh 5 0 60 0 Tidak boleh 5 0 60 0

Jumlah 100 100 100 100 Jumlah 100 100 100 100

Keterangan : I : sebelum pelatihan


II : sesudah pelatihan
Mohon maaf atas kekurangan-kekurangan tersebut.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 21


HASIL PENELITIAN

Second Report on AIDS Related


Attitudes and Sexual Practices among
Jakarta’s Male Transvestites, 1995
Imran Lubis*, John Master*, A. Munif*, Nancy lskandar*, Myrna Bambang*,
Alex Papilaya*, Runizar Roesmin**, S. Manurung***, A. Graham****
* AIDS and STD Prevention Program, Indonesian Public Health Association
** WHO Consultant on AIDS, indonesia
* * * Social Dept. Jakarta Municipality
**** Virology Program, NAMRU-2 Jakarta, Indonesia

INTRODUCTION we found one HIV positive Waria from South Jakarta by Elisa
Although the AIDS virus has been identified, neither a and confirmed by Western Blot test. This report covered a period
method for preventing infection nor an effective method of from May - July 1995 where among 253 Waria we found
treatment has yet been developed, and the disease is fatal. Only additional two HIV positives (one weak positive) from North
health education campaign to change high-risk sexual behavior Jakarta.
to a lower one can prevent the spread of HI V/AIDS.
The first AIDS case reported in Indonesia was a tourist MATERIAL AND METHOD
found in Bali in April 5, 1987. Until 31 July 1995 the number of Four Warias recognized as popular opinion leaders by their
HIV/AIDS cases reported to the Department of Health has peers, who have been working with this program since 1991,
increased to 316 where 77 among them were AIDS. HIV/AIDS were recruited as field HIV/AIDS educators. Before the program
has been reported from 15 out of 27 provinces in the islands of: started, they were trained again with the knowledge and skill to
Java, Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Bali, West Nusateng- conduct HIV/AIDS education campaign, condom usage demon
gara and Maluku. The mode of transmission were as follows: stration, capability to advocate the change of sexual practices
24.0% homosexual/bisexual, 58.9% heterosexual, 1.3% IVDU, from high to low risk, to conduct interview to fill up questioinnaire
0.6% blood transfusion, 0.6% factor VIl/hemophiliac, 14.6% on a study. One physician was appointed to explain the clinical
unknown. The most affected age group for AIDS were 30-39 signs and treatment of HIV/AIDS, to conduct physical diagnosis
years old and for HIV were 20-29 years old, and treatment on any Waria who is suffering from any suspected
In Jakarta, the number of male transvestites is estimated to STD. With informed consent, one medical technician was
be close to 5,000. They are referred to as Waria, a combination responsible in blood drawing, separation and storage. Namru-2
of the Indonesian words Wanita, meaning women, and pria, conduct ELISA test and Western Blot test for confirmation of
meaning man. Physically they are men but psychologically they HIV infection.
are women, and their sexual activities is similar to male homo- Printed information thatgraphically depicted high-risk sexual
sexual. Most of the Waria have day-time jobs but at night they behavior and the proper use of condoms were supplied. Pictures
become self-employed commercial sex workers (CSW). Contact on clinical signs of AIDS cases such as buccal lesion, various skin
with clients is usually established in places of entertainment, in lesion, etc. were shown to participants. They were coached the
parks or on the street; their careers as CSW are believed to span proper way to ask questions dealing with the sensitive issues of
several years longer than those of their female counterparts. sexual attitudes and behavior and the legal requirement of obtain-
Since 1991, the Indonesian Public Health Association (IPHA), ing informed consent. The importance of blood testing for HIV
Namru-2 and WHO has been conducting HIV/AIDS campaign, antibodies, including pre-test and post-test counseling, was
condom distribution, STD treatment and monitoring of the Ja- explained and procedures were described.
karta Waria for sexually transmitted disease including HIV. This Approximately 500 Waria were invited to lunch gathering,
is the second report on the attitude and sexual pra of Waria in at a beauty salon, South Jakarta Municipal Hall, training center
Jakarta. From the first 830 specimen collected in 1991-1993 etc, or at the house of one of the leaders. Members of the IPHA

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


team attended also. The leaders used visual aids to make short Jakarta are positive for HIV antibody, one is weakly positive in
presentation on the epidemiology, sociology, economic and Western Blot test suggesting an early HIV infection. An increase
clinical aspect of HIVIAIDS. They explained the importance of of confirmed HIV cases in Waria in Jakarta from 1993 to 1995
AIDS education and stressed why they thought that the Waria, means that the epidemiological situation of HIV/AIDS in Waria
including themselves and their friends, were at significant risk in Jakarta has already becoming more dangerous and prevention
for becoming infected with HIV. Emphasis was focused upon activities should become a priority.
reasons and methods for altering sexual behavior. Demonstration Perception on how to get HIV infection were not signifi-
for the proper use of condoms with water based lubricants were cantly changed (Table 1). There is a difference in the average age
presented and after obtaining informed consent, interviews on group; 39.0 year old and in 1993 is 31.1 years old in 1995.
sexual behavior patterns and attitudes towards AIDS were con- Younger Waria have higher proportion of ignorance; they
ducted in private, on a one to one basis. Any Waria who suffered perceived no risk for themselves (19.9% vs 6.4%) and for their
of any STh were treated with antibiotics. Finally, blood was friends (18.2% vs 5.8%).
collected voluntarily for HIV antibody testing and condoms were Table 1. Perceived Risk of IIIV Infection of Jakarta Waria in 1993 and
distributed, 100 condoms each. in 1995

For themselves For their friends


RESULTS Perceived risk of
A total of 253 out of 500 Waria agreed to participate this HIV infection 1993 1995 1993 1995
n = 330 n = 253 n = 227 n = 253
study, conducted from May-July 1995, mostly from East Jakarta
Yes 29.1% 29.1% 23.8% 27.6%
(48.3%); and from South Jakarta (19.3%), Central Jakarta (13.9%), No 6.4% 19.9% 5.8% 18.2%
West Jakarta (12.2%), North Jakarta (6.3%). Their mean age is Not known 64.5% 50.8% 70.4% 54.2%
31.1 years old with a minimum of 12 years old and maximum 65
years old; 76.8% of them are commercial sex workers. They has The turn-over rate of Waria is not known; however, in 1995
been living in Jakarta for an average of 11.9 years. there were a lot of younger Waria participating in the HIV/AIDS
During the last three weeks they have sex with men at an Campaign. This might suggest that a younger group of Waria
average of 5 persons, with bisexual man 0.2 persons. 65.6% has been replacing older one.
received payment for sexual contact, 15.2% never being paid, Multiple sex partner is one of the high risk behavior that
and 19.2% sometimes received money. promote HIV/AIDS transmission among Waria. In 1993, 83.2%
From the last 5 sexual contacts they use condom in only 1.2 of Waria has 2-4 male partner during the last 3 weeks period,
times, and their sexual behavior are: conducting anal sex only whereas in 1995, 76.8% of Waria have an average of 5.1 male
2.7 times, oral sex 3.5 times and masturbation 1.4 times. Among partner. Waria who had sex relationship with foreigner in 1993
them, 36.6% have had sexual contact with foreigners. were 53.6%, in 1995 decreasing to 36.6%; in 1987 there were
The reasons for not using condom are: forget to use 35.3%, 63.1% (Judonarso et al).
does not like to use 21.0%, their partner does not like to use Most of 1995 Waria series received payment for sex (65.6%),
condom 38.2% and does not know about condom 5.5%. and only 1.2 times out of the last 5 times sex contacts used
32.9% knows that there is a risk to get HIV/AIDS infection condoms. This failure were mostly because of forgetfulness
for themselves, 19.0% assumes no HIV infection risk and 48.1% (35.3%) or partner does not like condom (38.2%).
does not know. Whereas 27.6% know that there is risk HIV/AIDS As found in the previous study that the syphilis sero pre-
infection for their partner, no risk 18.2% and does not know valence (STS) in Waria were 39%. Health seeking behavior for
54.2%. STD treatment is shown in Table 2.
Table 2. The Frequency of Receiving STD Treatment Among Waria in
DISCUSSION Jakarta, 1995
Education campaign on methods of HIV/AIDS prevention
STD Treatment Percentage
and intervention remain the most effective means in informing
population on how their sexual behavior influences their risk for Never 84.2
Once 6.5
HIV infection. In the industrialized nations such campaigns are
Sometimes 9.3
carried out effectively through the media: television, radio, Often 2.4
newspaper and magazines. In developing countries, however,
the majority of people who need the HIV/AIDS information do During HIV/AIDS Campaign, it was advocated that when
not have access to those methods. Thus, educational campaigns they have any kind of sexually transmitted disease, Waria is not
must be conducted on the streets or in the local neighborhoods, allowed to have sex evçn iising condom. To increase STD
bath houses, massage parlors and entertainments. treatment coverage, we have to strengthen the network of STD
In the previous research (1993) we found one out of 830 Clinics, the capability and quality of diagnosis and treatment of
Waria from South Jakarta positive of HIV infection based on STD, and the distribution of information on the existing STD
Elisa and Western Blot test. In this study, (May to July 1995) we clinics. In Indonesia there is still debate on whether we use
collected 253 blood specimen, and two samples from North syndromic approach or etiological approach of STD treatment;

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 23


the latter is more difficult to be applied in a community setting. Table 4. Knowledge on HIV Mode of Transmission in Waria in Jakarta,
1995
Condoms can be a highly effective method on HIV/AIDS
prevention if they are used correctly and regularly. When properly HIV transmitted through Yes No Don't know
used, condoms also provide protection against a broad range of
1. Kissing 44.1% 24.8% 31.1%
sexually transmitted diseases. These include not only traditional
2. Toilet 15.5% 47.6% 36.9%
venereal diseases, such as gonorrhea and syphilis, but also other 3. Anal Sex 83.1% 4.6% 12.3%
infections such as herpes and chlamydia. 4. Oral Sex 67.5% 7.2% 25.3%
More information, better availability and better promotion 5. Masturbation 13.1% 48.0% 38.9%
6. Shake hand 13.5% 49.6% 36.9%
of condoms can increase condom use. Thus attention has turned
7. Blood transfusion 67.2% 10.6% 22.2%
to various ways of distributing condoms, including : commercial 8. Hair cut 39.6% 31.3% 29.1%
sales, distribution though family planning clinic, community- 9. Utensil 20.3% 46.0% 33.7%
based distribution by peer leaders, social marketing. In this
study, Waria access to condom is from their sexual partner Stigmatization, discrimination could be induced by incorrect
21.1%, from warung (small shop) 7.8%, from drugstore 12.4% knowledge of HIV transmission mode such as kissing (44.1%),
and from health facilities 58.7%. toilet (15.5%), shake hand (13.5%), hair cut (39.6%) and using
Unfortunately, there is inconsistent use and unwillingness utensil (20.3%).
to use condoms, so the method may not be as acceptable. Among Unlike the previous report in 1991-1993 in which no HIV
the most important reasons that people cite for not using condoms cases was found, three Waria in Jakarta have been confirmed of
are: decreased male sensitivity and the poor image of condoms having HIV infection in 1994-1995. This number might be still
due to their traditional association with venereal disease and under reported since the surveillance number of this study is still
prostitution. small. However this has already shown an increase of HIV cases.
Failure of condoms to protect transmission is usually caused Condoms promotion in Waria community should be launched
by condom break caused by different sexual behavior and sexual immediately in order to prevent further spread. Policy makers,
practices, lubricant that damage the condom and whether con- health administrators are encouraged to help IPHA to see the
doms were weakened by poor conditions in storage or shipment potential effectiveness and feasibility of condom program and
and whether the condom was made with weak spot, hole or other to set condom program as a high priority in HIV/AIDS control
defect. programs in Waria in Jakarta.
Experiences of Waria who use condom were in Table 3.
Table 3. Condom Use Experiences in Waria in Jakarta (1995)
ACKNOWLEDGEMENT
Condom use experiences Yes No This study was supported by WHO SEARO through Directorate CDC &
1. Never 26.0% 71.4% EH, Ministry of Health, The Republic of Indonesia
2. Broke 15.6% 75.3%
3. Size not fit 13.0% 76.2% REFERENCES
4. Reuse 25.2% 64.8%
5. With lubricant 21.2% 67.5%
1. Imran Lubis et al. AIDS related attitudes and sexual practices of the
6. Without lubricant 15.2% 76.2%
Jakarta Waria (Male Transvestites); Southeast Asian J. Trop Med Public
7. With cream 20.9% 70.1%
Health, 1994; 25(1): 102–06.
2. Update on Condoms, Product, Protection, Promotion; Population Reports,
More than 50% of the Waria who participated in this com- Series 14, No. 6, September-October 1982.
munity-based campaign already knew that HIV was transmitted 3. WHO. Guidelines for a standardized methodology for appraisal of HIV
infection in populations for national AIDS control programmes. Geneva,
sexually, (Table 4) but yet they continued to practiced high risk October 1988.
sexual behavior, receptive anal sex without condoms with 4. WHO. Report on the Informal Interregional Consultation on developing an
multiple partners each week. Although they were aware that such Epidemiologically Based Strategy for Control of HIV/AIDS in Asia, New
behavior frequently resulted in the sexual transmission of Delhi 6-8 June 1988.
5. Judanarso J, Daili SF., Basuki ZS. dkk. Prevalensi Anti-HIV pada perilaku
diseases, the majority did not understand that their activities were seksual resiko tinggi ‘WTS, Waria dan Homoseks di Jakarta. Lokakarya
also placing them at a high risk for acquiring an HIV infection. AIDS oleh IAKMI, 10- 11 Januari 1990.

A lie which is half a truth is the blackest of lies (Tennyson)

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bakteri, Klamidia dan Mikoplasma


pada Penyakit Hubungan Seksual
Farmakologi dan Terapi Obat
Max Joseph Herman
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pen gembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN virus, T. vaginalis dan M. tuberculosis; pada testes dan epididi-


Di samping virus, protozoa, artropoda dan jamur, Penyakit mis adalah C. trachomatis (usia muda), basilus Gram negatif
Hubungan Seksual (PHS), Sexually Transmitted Diseases/STD), (usia tua), N. gonorrhoeae, virus dan jamur; sedangkan pada
yaitu penyakit-penyakit yang dapat timbul atau ditularkan me- genital eksternal baik pria maupun wanita adalah S. aureus, C.
lalui hubungan seksua1 dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia albicans, virus H. simplex, T. pallidum, ektoparasit, H. ducreyi,
atau mikoplasma dan meliputi antara lain sifilis, gonore, ulkus C. granulomatis(4).
molle (chancroid), limfogranuloma venereum, granuloma Hubungan proses antara mikroorganisme dengan tuan rumah
inguinale, inflamasi pelvik dan uretritis non-gonore/non-spesi- dapat dihentikan pada suatu tahap tertentu dalam usaha pen-
sifik (NGU/NSU). Dalam berbagai kasus PHS, identifikasi orang cegahan atau pengobatan penyakit infeksi; spesimen yang
yang terinfeksi akan mengurangi komplikasi PHS dan meng- digunakan untuk diagnosis bakteriologis dan mikologis PHS
hindari penularan lebih jauh dalam masyarakat, sehingga ada adalah darah, urine, tinja dan usap pharynx.
kalanya aktivitas shining dan penemuan kasus merupakan lang-
kah feasible pertama dalam pengendalian PHS di masyarakat(2).
Secara umum pendekatan untuk mengukur sejauh mana
mikroorganisme tertentu menimbulkan penyakit(3) adalah bahwa
(a) mikroorganisme bersangkutan lebih sering dijumpai pada
penderita daripada orang sehat, (b) antimikroba yang aktif spesi-
fik terhadap mikroorganisme tersebut dapat menghapuskan tanda
dan gejala penyakit serta membasminya, (c) antibodi spesifik
terhadap mikroorganisme tersebut lebih sering dan dalam kadar
lebih tinggi ditemukan pada penderita daripada pada orang sehat,
(d) pemaparan eksperimental terhadap mikroorganisme menim-
bulkan penyakit yang sama dengan yang secara klinis teramati
serta (e) vaksin yang disiapkan dan mikroorganisme tersebut
seharusnya melindungi terhadap penyakit yang ditimbulkannya,
Mikroorganisme patogenik yang sering dijumpai pada va-
gina adalah T.vaginalis, C.albicans, G. vaginalis, N. gonorrhoeae, Gambar 1. Hubungan Proses antara Mikroorganisme dan Tuan Rumah(5)
T.pallidum, S.pyogenes, E. vermicularis, virus H. simplex; pada
uterus dan tuba adalah N. gonorrhoeae, C. trachomatis, basilus NEISSERIA GONORRHOEAE(6,9)
enterik Gram negatif, Bacteroides sp., Clostridium sp., S. aureus Manusia merupakan satu-satunya tuan rumah bagi gonokokus
dan M. tuberculosis; pada uretra adalah C. trachomatis, N. yang hanya bisa bertahan hidup sebentar saja di luar tubuh ma-
gonorrhoeae, T. vaginalis, basilus enterik Gram negatif dan virus nusia. Gonore sendiri merupakan contoh klasik infeksi yang
H. simplex; pada prostat adalah basilus enterik Gram negatif, ditularkan melalui kontak fisik langsung dengan permukaan
Bacteroides sp., N. gonorrhoeae, S. aureus, C. trachomatis, mukosa penderita, biasanya pasangan seksual. N. gonorrhoeae

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 25


merupakan diplokokus Gram negatif yang tidak menghasilkan penyakit radang pelvik (PID) dan komplikasi sistemik infeksi
spora dan secara alami sangat peka terhadap antimikroba diban- tersebar biasanya berupa sindrom akut artritis-dermatitis. Ma-
dingkan dengan bakteri Gram negatif lainnya, akan tetapi lambat nifestasi dalam kehamilan tidak berbeda banyakaan komplikasi
laun timbul mutan yang resisten terhadap antibiotika dalam meliputi abortus spontan, chorioamnionitis, infeksi mata dan
klinis, khususnya terhadap penisilin akibat mutasi kromosom pharynx pada bayi yang lahir.
independen yang mempenganthi struktur permukaan sel dan ter- Infeksi gonore pada rektum maupun pharynx biasanya
hadap tetrasiklin akibat efek aditif beberapa mutasi kromosom asimptomatik baik pada pria ataupun wanita dan prevalensi ko-
atau melalui plasmid. lonisasi ini tinggi pada homoseks karena tingginya prevalensi
Prevalensi gonore dalam suatu masyarakat cenderung ber- gonore dan hubungan orogenital serta rektal dalam kelompok ini.
sifat dinamis, berfluktuasi dengan waktu dan dipengaruhi oleh Selain aktivitas terhadap N. gonorrhoeae, pilihan antimikroba
sejumlah faktor interaktif seperti tuan rumah, lingkungan dan untuk terapi gonore dipengaruhi oleh berbagai faktor. Studi
bakteri penyebab(7). Faktor tuan rumah antara lain usia (remaja farmako kinetik menunjukkan bahwa ambang serum antimikroba
lebih tinggi), status imigran dan okupasi risiko tinggi seperti pe- yang sama dengan atau lebih besar dari 3 x MIC (minimum
laut, musisi, tentara, salesman yang semuanya memiliki mobili- inhibitory concentration) selama lebih dari 8 jam dibutuhkan
tas tinggi di samping seks oral dan khususnya homoseksualitas untuk menjamin kesembuhan gonore tanpa terkomplikasi. Pada
yang sering mempraktekkan fellatio, anilingus dan anogenital umumnya terapi dosis tunggal lebih disukai untuk mengatasi
baik aktif maupun pasif serta sadomasochism sedangkan faktor masalah ketaatan, lagi pula pilihan terapi harus mencerminkan
lingkungan antara lain sosial, urbanisasi, ekonomi, industriali- pola lokal resistensi antimikroba dan kemungkinan infeksi
sasi, pelacuran serta faktor penyebab yaitu peningkatan resistensi ganda, khususnya C. trachomatis atau T. vaginalis. Penggunaan
N. gonorrhoeae. kondom yang tepat memberikan proteksi tinggi terhadap PHS
Uretritis anterior akut merupakan manifestasi paling umum dan diafragma atau cap serviks juga menurunkan infeksi endo
dari infeksi gonokokus pada pria dengan masa inkubasi berva- serviks. Pencegahan dengan antibiotika segera setelah hubungan
riasi antara 1-14 hari dan gejala utama disuria serta keluarnya duh seks juga menurunkan risiko infeksi tetapi juga meningkatkan
uretra yang mulanya agak bening dan makin lama kuning serta transmisi strain N. gonorrhoeae yang resisten, selain mahal.
lebih kental, di samping udema dan eritema meatus yang ber- Pada tahun 1930-an pengobatan gonore dengan sulfonamid,
variasi. Tanpa pengobatan resolusi spontan bisa terjadi dalam kemudian karena timbulnya resistensi pada tahun 1946 diguna-
beberapa minggu dan menjadi infeksi asimptomatik dalam 6 kan penisilin. Resistensi terhadap penisilin yang mulai muncul
bulan. Komplikasi bisa terjadi karena perluasan infeksi akut baik tahun 1970-an mendorong peningkatan dosis dan kombinasi
lokal pada jaringan traktus urogenital maupun meluas melalui dengan probenesid. Kemudian tahun 1983 resistensi terhadap
aliran darah ke organ tubuh lain(8). Komplikasi mencakup epidi- penisilin dan tetrasiklin makin tinggi sehingga tahun 1989 pe-
dimitis, proktatitis akut dan kronik, uretritis posterior, vesikuli- nisilin dapat dikatakan sudah tidak efektif lagi dan dianjurkan
tits dan infeksi kelenjar Cowper dan Tyson. seftriakson per im dosis tunggal.
Pada keadaan keterbatasan fasilitas, maka pendekatan se-
derhana untuk kontrol PHS dapat dilakukan sebagai berikut(2) :
• Di daerah dengan duh uretra akibat gonore < 80%

Keterangan: DGI = infeksi gonore tersebar


Gambar 2. Spektrun k1inis infeksi gonore • Di daerah dengan duh uretra terutama akibat gonore (> 80%)
Pada wanita, saluran endoserviks merupakan tempat infeksi
utama; kecuali pada histerektomi, uretia merupakan tempat yang
umum dengan masa inkubasi yang lebih tidak menentu dan ber-
variasi. Biasanya tanpa gejala dan bila muncul dalam 10 hari
umumnya berupa peningkatan duh vagina, dysuria, perdarahan
uterin dan menoragi dengan intensitas bervariasi. Komplikasi
lokal gonore pada wanita yang umum adalah salpingitis akut atau

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Tabel 1. Perbandingan gejala klinis infeksi oleh N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis
Sindrom Minis
Tempat infeksi
N. gonorrhoeae C. trachomatis

– Pria
Uretra Uretritis NGU, PGU*
Epididymis Epididymitis Epididymitis
Rektum Proctitis Proctitis
Konyungtiva Konyungtivitis Konyungtivitis
Sistemik DGI Sindroma Reiter
– Wanita
Uretra Sindroma akut uretra Sindroma akut uretra
Kel. Bartholin Bartholinitis Bartholinitis
* perlu pertimbangan adanya PPNG (N. gonorrhoeae penghasil penisilinase) Serviks Servisitis Servisitis, metaplasia
di daerah tersebut, ambang kepekaan kromosam terhadap penisilin dan Tuba Fallopi Salpingitis Salpingitis
antibiotika lain. Konyungtiva Konyungtivitis Konyungtivitis
Kapsul hati Perihepatitis Perihepatitis
CHLAMYDIA TRACHOMAT1S(3,6,7) istemik DGI Arthritis reaktif
Merupakan penyebab kebutaan dan PHS yang penting pada
* PGU uretritis pasca gonore
manusia dengan dua cara penularan utama, yaitu bawaan/konge-
nital dan akibat hubungan seksual. Strain yang penting adalah Tabel 2. MIC antimikroba untuk C. trachomatis
yang menyebabkan lymphogranuloma venereum (LGV) dan
yang menyebabkan infeksi umum saluran kelamin (uretritis, Obat MIC (gg/ml, unit/ml)
servisitis, salpingitis) serta trakoma. Rifampisin 0,005– 0,25
Sejak awal tahun 1970-an C. trachomatis diketahui me- Rosaramisin 0,025– 0,25
rupakan patogen kelamin yang bertanggung jawab atas berbagai Tetrasiklin 0,03 – 1,0
sindroma klinis yang makin meningkat yang banyak kemiripan- Eritromisin 1 – 1,0
Ofloksasin 0,5 – 1,0
nya dengan infeksi gonore meskipun masa inkubasinya lebih Ampisilin 0,5 – 10,0
panjang (7–21 hari) dan gejalanya tidak senyata gonore. Insiden Penisilin 1,0 – 10,0
yang meningkat dan infeksi ini sebagian besar disebabkan oleh Sulfametoksazol 0,5 – 4,0
fasilitas laboratonum yang tidak mencukupi untuk deteksinya Klindamisin 2 – 16
Spektinomisin 32 –100
serta tanda dan gejala infeksi kiamidia yang non spesifik. Gentamisin 500
Lymphogranuloma venereum adalah salah satu PHS yang Vankomisin 1000
disebabkan oleh C. trachomatis yang bersifat kronis dengan
vaniasi manifestasi akut maupun lanjut dengan tiga tahap infeksi
yang mirip dengan sifiliis, yaitu lesi primer, sindrom inguinal dan silin, spektinomisin, turunan sefalosporin) diikuti rejimen yang
anogenitorektal. efektif untuk klamidia (doksisiklin 100 mg 2 dd atau tetrasiklin
LGV merupakan penyakit jaringan limfe dengan proses HCI 500 mg qdd selama 7 hari) dianjurkan.
patolôgis utama perilymphangitis dan thrombolymphangitis
dengan proses penyebaran inflamasi dan nodus limfe yang HAEMOPHILUS DUCREYI(6,7,8)
terinfeksi ke jaringan di sekitarnya. Pemakaian antibiotika pada Merupakan basilus fakultatif anaerob Gram negatif yang
tahap 2 dapat mencegah implikasi lanjut yang membutuhkan menyebabkan chancroid/ulkus mole, yaitu suatu ulserasi akut
tindakan bedah. (biasanya pada kelamin) yang sering kali berkaitan dengan bubo-
Sulfonamid per klinis efektif untuk trakoma dan LGV tetapi inguinal. Tempat infeksi yang umum pada pria adalah sulkus
tidak digunakan untuk penatalaksanaan infeksi saluran kelamin koronanius, meatus atau glans penis sedangkan pada wanita
oleh klamidia karena tidak aktif terhadap organisme lain yang adalah vulva, labia, uretra, paha, vagina atau serviks. Penularan
dapat menimbulkan penyakit yang sama. Obat yang paling aktif melalui hubungan seksual terutama pada kelompok sosial eko-
adalah rifampisin dan tetrasiklin diikuti oleh makrolida, sulfona- nomi rendah yang sering melacur dengan.insiden pada pria lebih
mid, beberapa florokinolon dan klindamisin. Pada umumnya tinggi dibandingkan dengan wanita.
penisilin, ampisilin, sefalosporin dan spektinomisin dalam dosis Masa inkubasi antara 4–7 hari dan mulai muncul sebagai
tunggal yang diberikan untuk gonore biasanya tidak menyem- papula dengan eritema yang dalam waktu 2–4 hari menjadi
buhkan infeksi klamidia yang bersamaan dan terapi selama 7 pustula, tererosi dan ulserasi (ulkus biasanya sangat nyeri pada
hari/lebih dengan tetrasiklin atau makrolida dibutuhkan. Karena pria).
infeksi bersamaan dengan klamidia terjadi pada 15–25% hetero- Chancroid merupakan faktor risiko untuk penyebaran hetero-
seksual dan 30–40% wanita dengan infeksi gonore, maka mor- seksual dan HIV- 1. Ulkus kelamin menyebabkan wanita lebih
biditas kiamidia pasca gonore dan penularannya dapat dicegah rentan tenhadap infeksi HIV- 1 setelah hubungan heteroseksual
dengan meningkatkan terapi gonore yang juga efektif terhadap dengan pria yang terinfeksi dan sebaliknya adanya ulkus pada
klamidia. Terapi kombinasi dosis tunggal untuk gonore (ampi- wanita dengan infeksi HIV-1 jauh lebih meningkatkan ke-

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 27


Tabel 3. Kepekaan antimikroba terhadap H. ducreyi dikenal dengan nama lain seperti granuloma inguinale dan gra-
nuloma venereum. Masa inkubasinya antara 8–80 hari dan mulai
Obat MIC50 (µg/ml) MIC90 (µg/ml)
sebagai nodul subkutan yang tererosi menjadi granuloma (biasa-
Sulfonamid* 64 128
nya tidak nyeri) yang segera berdarah bila tersenduh dan lambat
Ampisilin* 16 128
Vankomisin 8 64 laun membesar. Hampir 90% melibatkan alat kelamin dan pada
Tetrasiklin* 16 32 pria lesi umumnya pada prepuce atau glans penis dan pada wanita
Trimetoprim 4 16 pada labia. Donovanosis dan LGV merupakan PHS yang sangat
Kanamisin* 2 8
umum di daerah tropis(3).
Kloramfenikol* 0,25 8
Rifampisin 0,008 0,016 Kloramfenikol (500 mg tiap 8 jam) dan gentamisin (1 mg/
Eritromisin 0,008 0,030 kgbb 2dd) mungkin paling efektif dan menyembuhkan sebagian
Siprofloksasin 0,003 0,007 besar lesi dalam 3 minggu, tetapi karena alasan toksisitas biasa-
Seftriakson 0,002 0,002
nya dicanangkan untuk yang resisten terhadap tetrasiklin (500
* Resistensi H. ducreyi melalui plasmid mg tiap 6 jam). Semua medikasi harus dilanjutkan sampai se-
luruh lesi sembuh untuk mencegah kambuhan. Bila suatu anti-
mungkinan pasangannya tertular. biotika efektif maka akan memberikan respon klinis dalam
Sulfonamid diketahui efektif untuk chancroid pada tahun waktu 7 hari.
1938 dan sebelum timbulnya strain yang menghasilkan beta
laktamase, ampisilin juga efektif. Resistensi melalui plasmid MIKOPLASMA GENITAL(3,6,7)
terjadi pada ampisilin, sulfonamid, kloramfenikol, tetrasiklin, Tiga spesies mikoplasma, organisme Gram negatif paling
streptomisin dan kanamisin. kecil, yang umum menimbulkan penyakit pada manusia adalah
M. pneumoniae dan M hominis serta Ureaplasma urealyticum
TREPONEMA PALLIDUM(6,9) yang sering kali ditemukan dan saluran kelamin. Spesies lainnya,
Organisme anggota ordo Spirochaetales ini merupakan M.genitalium, kadang juga ditemukan pada uretritis non gono-
penyebab penyakit klasik pada manusia yaitu sifilis. Implantasi kokus seperti halnya C. trachomatis dan U. urealyticum, se-
treponem pada kulit dan membran mukosa yang berfungsi se- dangkan M. hominis mungkin menyebabkan radang pelvik dan
bagai pelindung awal mungkin terjadi pada tempat abrasi akibat demam setelah abortus. Perubahan-perubahan inflamasi mung-
hubungan seksual yang secara makroskopik tidak tampak dan kin terbatas pada endometrium atau tersebar ke tuba Fallopi
akhirnya menimbulkan penyakit sifilis yang bisa berlangsung (salpingitis) atau lebih jauh sampai ke ovarium dengan penyebab
dalam tahapan primer, sekunder, laten dan tersier. utama di samping mikoplasma adalah C. trachomatis dan N.
T. pallidum ditemukan pertama kali tahun 1905 oleh gonorrhoeae. Bentuk umum infeksi saluran urine bakterial be-
Schaudinn dan Hoffmann serta ditularkan umumnya melalui lum tentu akibat hubungan seksual seperti halnya NSU yang
kontak seksual kecuali sifilis bawaan/kongenital yang melalui sebagian besar disebabkan oleh klamidia, akan tetapi frekuensi
plasenta dan segera bersifat sistemik setelah insepsi. Sehu- kolonisasi mikoplasma baik pada pria maupun wanita bertambah
bungan dengan waktu infeksi sifilis memiliki tiga stadium yaitu dengan makin banyaknya jumlah pasangan seks yang berbeda
(a) sifilis primer selama minggu ke 2–4 pasca infeksi dengan khususnya pada ras kulit hitam. M. hominis cenderung terdapat
tanda ulkus keras pada tempat inokulasi (chancre) yang akan pada prepuce terutama pada pria tidak dikhitan, sedangkan U.
hilang dengan sendirinya selama 10–14 hari sebelum sembuh urealyticum pada uretra dan mikoplasma pada wanita terdapat
spontan tanpa meninggalkan parut, (b) sifilis sekunder dengan pada saluran kelamin bagian bawah, yaitu vagina di samping
penyebaran ke seluruh tubuh dengan tanda erupsi mukokutan organisme anaerob fakultatif lain yang sering dijumpai seperti
dalam waktu 3–6 minggu pasca inokulasi dan (c) sifilis tersier G. vaginalis dan Bacteroides sp. Pengobatan NGU dengan tetra-
yang secara klinis tidak jelas sampai bertahun-tahun setelah siklin sudah cukup, kecuali bila ureaplasma telah resisten bisa
stadium 2 dengan lesi khas yang disebut gumma. digunakan ofloksasin.
Sifilis laten adalah sifihis dengan uji serologis positif tetapi
tanpa gejala, laten awal bila gejala baru muncul kurang dari se- BAKTERI PATOGEN ENTERIK(6,9)
tahun dan laten lambat bila lebih dari setahun. Laten awal bersifat Dewasa ini spektrum PHS makin jauh melebar antara lain
infeksius dengan gejala sifilis sekunder, sedangkan laten lambat akibat organisme yang menyebabkan enteritis atau proktitis,
mempengaruhi imunitas dan resistensi. khususnya pada homoseks. Shigellosis yang ditularkan melalui
Penisilin per im masih merupakan antimikroba pilihan untuk hubungan homoseks pertama kali diketahui tahun 1974 dan
penatalaksanaan semua tahap sifilis untuk penderita yang tahan biasanya disebabkan oleh S. hexneri, sedangkan salmonellosis
penisilin di samping tetrasiklin. oleh S. enteritidis dan diare akibat Campylobacter sp. Ketiga
patogen tersebut dapat menimbulkan bakteremia berat secara
CALYMMATOBACTERIUM GRANULOMATIS(6,9) klinis atau infeksi enterik persisten pada sindroma AID.
Merupakan bakteri Gram negatif penyebab Donovanosis, Sejak tahun 1957-an sudah banyak muncul strain Shigella
suatu infeksi bakterial daerah kelamin kronis yang bersifat pro- sp. yang resisten terhadap sulfonamid, tetrasiklin, kioramfenikol
gresif destruktif dan ditemukan oleh Donovan tahun 1905 serta dan streptomisin; sedangkan kinolon dapat digunakan untuk

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Salmonella sp. serta eritromisin, klindamisin, gentamisin dan Tabel 4. Data farmakokinetik berbagai penisilin dan sefalosporin
furazolidin untuk Campylobacter sp. t½ , jam Kadar puncak
Eliminasi utama
Obat serum total
FARMAKOLOGI OBAT PHS AKIBAT BAKTERI, KLA- Gagal (tambahan)
Normal total
ginjal
MIDIA DAN MIKOPLASMA(6,10,13)
Penisilin
Penisilin Amoksisilin 09-2,3 5 -20 im 0,5 g : 8-10 Ginjal (hati)
Indikasi utama penisilin dalam penyakit kelamin adalah po 0,5 g : 7-10
infeksi yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae dan T. pallidum. po3g:23
Ampisilin I -5 7 -20 iv 0,5 g : 35 Ginjal (hati)
Penisilin terikat pada protein membran atau enzim yang men- im0,5g:8
sintesis murein seperti transpeptidase dan memutuskan per- po 0,5 g : 3-7
tumbuhan serta metabolisme organisme. Perbedaan struktur Kloksasilin 04-0,6 0,8 po 0,5 g : 7-14 Hati (ginjal)
berbagai penisilin menentukan afinitas relatifnya untuk suatu Dikloksasilin 05-09 1 - 1,6 po 0,5 g : 15-18 Ginjal (hati)
protein pengikat dan mengakibatkan efek yang berbeda pada Penisilin G 0,5 6 -20 iv 101 IU : 20 Ginjal (hati)
po 0,5 g : 1,5-2,7
bakteri. Pada bakteri tertentu inhibisi pertumbuhan sel menye- Sefalosporin
babkan lisis dan kematian, sedangkan pada yang lain mungkin Sefaklor 0,6-0,9 2,3- 2,8 po : 23-35 Ginjal (53-70%)
hanya menghambat dan tidak mematikan. Sefoperazon 1 8-2,0 2,5 iv : 100-125 Empedu (75%)
Resistensi timbul melalui dua mekanisme utama yaitu me- Sefotaksim 11 2,5 im : 10-15 Ginjal (75%)
iv: 40 Metabolisme(40%)
lalui mutasi kromosom spontan dan plasmid yang menyebabkan Sefotetan 3 4,6 12 -35 iv : 235 Ginjal (90%)
hidrolisis ikatan beta laktam atau perubahan target penisilin. Sefoksitin 07 13 -22 im : 22 Ginjal (90-99%)
Terapi penisilin jangka pendek seperti pada penatalaksana- iv: 56-110
an gonore tanpa komplikasi dapat menimbulkan reaksi tidak Seftriakson 62-80 iv : 151 Ginjal (60%)
diharapkan berupa reaksi lewat peka, gangguan pencernaan, Empedu (40%)
toksisitas prokain dan reaksi lokal pada tempat injeksi serta Sefuroksim 1,1-1,4 15 -22 im :32-40 Ginjal (91-96%)
iv: 90-144
reaksi Jarisch-Herxheimer pada sifihis.
Sefaleksin 0,9 5 -30 po : 31-40 Ginjal (85-99%)
Sefalosporin
Sefuroksim, sefotetan dan semua sefalosporin generasi 3 Tetrasiklin
sangat aktif terhadap N. gonorhoeae in vitro dan tidak seperti Merupakan antibiotika yang paling luas digunakan dalam
generasi 1, tidak dihancurkan oleh beta laktamase gonokokus. terapi PHS dan karena merupakan pilihan untuk infeksi C.
Baik sefoksitin maupun seftriakson sangat efektif untuk penata- trachomatis serta spesies mikoplasma banyak digunakan untuk
laksanaan gonore tanpa komplikasi termasuk strain yang mem- NGU, epididymitis, servisitis dan salpingitis. Juga berguna
produksi penisilinase dan waktu paruh yang panjang serta ke- untuk sifilis pada kasus alergi penisilin dan untuk ulkus molle,
pekaan yang tinggi menyebabkan seftriakson sangat bermanfaat tidak dianjurkan untuk gonore yang resisten penisilin karena
untuk terapi dosis tunggal gonore tanpa komplikasi selain se- resistensi silang tinggi serta mungkin digunakan untuk shigello-
bagai alternatif penisilin untuk T. pallidum. sis tertentu dan enteritis akibat C. jejuni.
Sefoksitin terutama digunakan untuk penatalaksanaan PID Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri dengan
karena spektrum aktivitas yang lebar di samping sefotetan, tetapi mengikat subunit ribosom 30S secara reversibel yang meng-
keduanya tidak aktif terhadap C. trachomatis sehingga harus ganggu pengikatan aminoasil t-RNA ke akseptornya di kom-
digunakan dalam kombinasi dengan doksisiklin. Seperti halnya pleks ribosom m-RNA. Pada umumnya in vitro tetrasiklin aktif
penisilin resistensi mungkin terjadi melalui mutasi kromoson terhadap N. gonorrhoeae, C. trachomatis, U. urea lyticum dan H.
atau dengan perantaraan plasmid. Meskipun sefaklor, sefaleksin, ducreyi. Resistensi terutama terjadi melalui pencegahan akumu-
sefadroksil dan sefradin diabsorpsi baik per oral (sefalosporin lasi antibiotika dalam sel baik karena gangguan sistem transpor
lain harus digunakan parenteral), hampir tidak pernah ada yang influks danlatau eliminasi antibiotika oleh sel meningkat serta
digunakan untuk terapi PHS. timbul akibat mutasi kromosom atau mediasi oleh plasmid.
Distribusi sefalosporin ke dalam ebagian besar jaringan tu- Doksisiklin biasanya lebih disukai karena dosisnya cukup
buh baik dan transfer plasenta bisa mencapai 50% untuk sefalo- bid, frekuensi timbulnya efek samping lebih kecil dan relatif
tin, sefasetril, sefazulin dan sefaloridin; sedangkan sefalosporin aman pada gagal ginjal. Absorpsi tetrasiklin bervariasi antara
generasi 3 kecuali sefoperazon umumnya dapat menembus 30–100% dalam keadaan puasa dan terutama terjadi dalam usus
meninge dan mencapai kadar cairan serebrospinal (CSF) bak- halus proksimal serta sering terganggu oleh makanan atau
terisid. Seftriakson dan sefotaksim bermanfaat pada infeksi susun- senyawa lain. Kadar puncak serum per oral biasanya dicapai
an saraf pusat (CNS) akibat N. gonorrhoeae yang memproduksi dalam 1–2 jam dan per im dalam 1 jam. Distribusi baik ke dalam
penisilinase. Rute eliminasi utama kebanyakan sefalosporin adalah semua cairan dan jaringan tubuh, kadar dalam prostat doksisiklin
ginjal sehingga perlu penyesuaian dosis pada gagal ginjal dan bisa mencapai 60% kadar serum. Ikatan protein bervariasi 30–95%
reaksi tidak diharapkan mirip dengan penisilin karena kemiripan dan eliminasi melalui ginjal kecuali klortetrasiklin dan mi-
strukturnya. noksiklin yang terutama dimetabolisme oleh hati dan doksisiklin

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 29


yang dikeluarkan melalui faeces. Karena pada umumnya terapi Tabel 6. Data farmakokinetik sebagai eritromisin
PHS dengan tetrasiklin membutuhkan dosis majemuk selama t½, jam Kadar puncak
1–2 minggu, maka efek samping sering dijumpai seperti misal- total Eliminasi utama
Eritromisin
nya alergi, gangguan pencernaan, hepatotoksis, nefrotoksis, Normal
Gagal serum ml (tambahan)
ginjal (µg/ml)
pigmentasi gigi, hambatan pertumbuhan tulang janin.
Eritromisin 0,8-3,0 4,8-6,0 po0,25 g : 0,3-1,0 Metabolisme
Spektinomisin (empedu, ginjal)
Digunakan pada gonore non pharynx tanpa komplikasi, Eritromisin idem idem po0,25 g : 1,4* idem
khususnya pada resistensi atau reaksi lewat peka terhadap pe- estolat
Eritromisin Aem idem po0,5 g : 1,5* Metabolisme
nisilin. etilsuksinat (ginjal)
Spektinomisin menghambat sintesis protein dengan berikat Eritromisin 1,5 5,0 iv 0,2 g : 3-7 idem
an pada subunit ribosom 30S dan mengubah morfologi per- gluseptat
mukaan gonokokus, yaitu protein membran sitoplasma sehingga Eritromisin 1,9-2,4 2,1-7,0 iv 0,2 g : 3,4 idem
laktobionat
terjadi lisis dan kematian sel. Resistensi melalui mutasi kromo- Eritromisin 1,7 5,5 po0,25 g : 0,4-0,8 idem
som satu langkah yang mengubah ribosom sehingga antibiotika stearat po0,5 g : 0,4-1,8
tidak bisa terikat padanya mulai timbul. Absorpsi dan saluran
pencernaan buruk sehingga digunakan per im di mana kadar * total obat (aktuf dan ester inaktif)
puncak serum dicapai dalam 1 jam (per im 2 g menghasilkan
kadar serum 100 µg/ml). Ekskresi terutama dalam bentuk utuh Absorpsi eritromisin bervariasi, distribusi ke seluruh tubuh
melalui ginjal dengan t eliminasi 1 jam, sedangkan efek sam- baik, dimetabolisme dalam hati menjadi inaktif melalui N-deme-
ping dosis tunggal sedikit sekali seperti pusing, demam, ganggu- tilasi dengan t eliminasi serum 1,4 jam. Makrolida merupakan
an pencernaan, insomnia dan nyeri tempat disuntik. antimikroba yang relatif paling aman meskipun masih memiliki
efek samping ringan seperti mual, muntah dan diane yang ber-
Tabel 5. Data farmakokinetik berbagai tetrasiklin
gantung dosis. Efek samping serius yang penting adalah hepato-
t½,jam Kadar puncak
toksisitas (khususnya derivat estolat) yang biasanya bersifat
Tetrasikhn serum total
Eliminasi utama idiosinkrasi atau lewat peka.
Gagal (tambahan)
Normal (µg/ml)
ginjal
Sulfonamid dan trimetoprim
Klortetrasiklin 5- 7 7- 11 po 0,5 g : 7 Hati
iv 0,5 g : 35 Sulfonamid tunggal atau kombinasi trimetoprim dengan
Demelosiklin 10-15 naik po 0,5 g : 2,5 Ginjal (hati) sulfametoksazol biasanya merupakan antibiotika deret 2 dan 3
iv 0,5 g : 22 dalam penatalaksanaan berbagai PHS termasuk gonore, uretritis
Doksisiklin 14-25 15- 36 po 0,2 g : 3-6,7 Faeces (hati) dan konyungitivitis akibat klamidia, servisitis, ulkus molle, LGV
iv 0,2 g : 4
dan Donovanosis (tidak aktifterhadap U. urealyticum). Sulfona-
Metasiklin 8-14 44 po 0,3 g : 1-2 Ginjal (hati)
Minoksiklin 12-17 12- 21 po 0,2 g : 0,7-4,5 Hati (ginjal) mid tunggal merupakan alternatif tetrasiklin atau eritromisin
iv 0,1 g : 8,8 (faeces) dalam infeksi oleh C. trachomatis.
Oksitetrasiklin 9-10 47- 66 po 0,5 g : 2,3-3 Ginjal (hati) Sulfonamid dan trimetoprim mengganggu sintesis DNA
iv o,5 g : 5 dengan mempengaruhi langkah konsekutif dalam pembentukan
Ttrasiklin 6-10 57-108 po 0,5 g : 3,8-5 Ginjal (hati)
HCI im 0,25g: 2
purin. Bakteri yang peka tidak dapat menggunakan asam folat
iv 0,5 g : 7,5 eksogen dan harus mensintesisnya dan PAB yang strukturnya
mirip dengan sulfonamid sehingga bersaing untuk enzim sintetase
asam dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduktase
Eritromisin dan makrolida lain
Eritromisin merupakan obat pilihan untuk ulkus molle dan Tabel 7. Data farmakokinetik sulfonamid dan trimetoprim
pilihan ke 2 dan 3 untuk berbagai PHS, khususnya dianjurkan t½, jam Kadar puncak
Eliminasi utama
untuk NGU yang alergi tetrasiklin, infeksi C. trachomatis pada Obat Gagal serum total
(tambahan)
Normal (µg/ml)
wanita hamil dan sifihis bila alergi penisilin. ginjal
Eritromisin dan makrolida lain terikat reversibel pada subunit Sulfadiazin 10-12 34 po 3-4 g : 40-60 Ginjal
(metabolisme)
ribosom 50S bakteri dan mengganggu pertumbuhannya dengan
Sulfadoksin 100-230 - po2 g : 50-75 Ginjal
menghambat sintesis protein. In vitro eritromisin aktif terhadap Sulfametoksol 9-12 20-28 po 1,2 g : 60 Ginjal
N. gonorrhoeae, C. trachomatis, Campylobactersp., T. pallidum (metabolisme)
dan U. urealyticum dengan kerja bakteriostatik atau bakterisid Sulfisoksasol 3-7 6- 12 po2 g : 110 Ginjal
bergantung pada kadar obat, spesies bakteri, fasa pertumbuhan po4 g : 250 (metabolisme)
po 4,8 g : 233,7
dan ukuran inokulum. Sifatnya sebagai basa lemah menyebab- Trimetoprim 8-15 24 po 0,16 g : 2 Ginjal
kan aktivitas berkurang dalam lingkungan pH rendah seperti po0,24 g : 3 (metabolisme)
dalam vagina. Resistensi biasanya akibat mutasi dalam struktur po0,96 g : 9,2 (empedu)
ribosom yang menyebabkan resistensi disosiasi. iv 0,1 g : 1,4

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


asam dihidrofolat sehingga kombinasinya bersifat sinergis dan Absorpsi dan saluran pencernaan baik dengan kadar puncak
berefek bakterisid. Resistensi biasanya karena mutasi atau melalui serum dicapai dalam 1–2jam dan absorpsi dihambat oleh makan-
plasmid. an/antasida kecuali ofloksasin. Distribusi ke dalam cairan tubuh
Absorpsi kebanyakan sulfonamid baik dan kadar puncak baik dan ikatan protein rendah, t1/2 serum 3–4 jam untuk
serum dicapai dalam 2–4 jam seperti halnya trimetoprim (kom- norfloksasin dan siprofloksasin, 6–7 jam untuk ofloksasin dan
binasi TMP:SMZ =1:5 menghasilkan perbandingan kadar serum enoksasin serta 10–11 jam untuk pefloksasin. Ekskresi terutama
1:20) dan distribusi juga baik serta dimetabolisme terutama da- melalui sekresi tubulus ginjal. Efek samping jarang dan biasanya
lam hati melalui N-asetilasi dan ekskresi bentuk aktif maupun berupa gangguan gastrointestinal (mual, muntah), neurologis
metabolitnya yang toksis terutama melalui filtrasi glomerulus (pusing, kepala ringan) dan dermatologis (ruam kulit).
dan sekresi tubulus ginjal. Reaksi yang tidak diharapkan ber-
variasi dan ringan sampai fatal dan yang umum adalah reaksi Probenesid
lewat peka serta ganguan darah. Dalam kombinasi dengan penisilin meningkatkan kadar
serum penisilin dan digunakan untuk penatalaksanaan gonore.
Kloramfenikol Probenesid bersifat urikosurik dan digunakan pada hiperurikemia
Kloramfenikol efektif pada infeksi berat Salmonella atau sertagout. Bekerja dengan menghambat sekresi tubulus penisilin
Shigella seperti septikemia, kadang digunakan pada salpingitis dan sefalosporin sehingga kadar puncak serum meningkat dan
dan aktif terhadap beberapa patogen PHS tetapi karena toksisi- t1/2 lebih panjang, juga dapat meningkatkan jumlah obat bebas
tasnya hanya merupakan pilihan ke 2 dan 3. dengan menggantikannya pada tempat berikatan dengan protein
Kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri melalui serta meningkatkan kadar obat dalam mata dan CSF.
ikatan dengan subunit 50S ribosom sehingga reaksi transpepti- Absorpsi oral baik, ikatan protein 90%, eliminasi terutama
dasi dihambat. Resistensi jarang dan mungkin terjadi melalui melalui metabolit yang dikeluarkan melalui ginjal dengan t1/2
penandaan plasmid untuk enzim inaktivasi yaitu asetiltrans- eliminasi 6–12 jam. Efek samping umumnya ringan seperti
ferase. gangguan gastrointestinal dan reaksi lewat peka.
Absorpsi dan saluran pencernaan cepat dan sempurna, dis- Tabel 8. Data farmakokinetik berbagai florokinolon
tribusi baik dengan ikatan protein plasma 30–60%, dapat me-
nembus plasenta dan CNS serta dimetabolisme terutama dalam t½, jam Kadar puncak
Eliminasi utama
hati melalui glukuronil transferase menjadi konyugat inaktif Obat
Normal
Gagal total
(tambahan)
serum (µg/ml)
yang dikeluarkan oleh ginjal. Reaksi yang paling toksis adalah ginjal
supresi sumsum tulang belakang berupa anemia aplastik tetap Norfloksasin 2-4 6-7 po 0,4 g: 1-2 Ginjal
Siprofloksasin 4-5 8- 12 po0,25 g : 1,3-1,4 Ginjal
dan idiopatik serta hepatotoksisitas yang bergantung dosis dan
po0,5 g :2,6-2,9
tidak permanen. poO,75 g : 3,4-4,2
Ofloksasin 6-7 20-50 po0,6 g : 10-12 Ginjal
Metronidazol dan imidazol lain Enoksasin 6-7 15 - 30 po 0,6 g :3-4 Ginjal
Memiliki struktur 5-nitroimidazol yang efektif pada penata- Pefloksasin 10- 12 - po0,4 g : Hati (ginjal)
laksanaan vaginitis akibat T. vaginalis, giardiasis dan amebiasis.
Imidazol bekerja dengan mengganggu sintesis asam nukleat da- PENATALAKSANAAN PHS AKIBAT BAKTERI, KLA-
lam lingkungan anaerob dan jarang terjadi resistensi. MHMA DAN MIKOPLASMA(1,4,10,12-15)
Absorpsi oral cepat dan hampir sempurna dengan kadar Pada umumnya infeksi oleh gonokokus bersamaan dengan
puncak serum dicapai dalam 1/2–1 jam (po 2 g menghasilkan klamidia sehingga terapi obat ditujukan untuk keduanya di
ambang serum 40 µg/ml) dan absorpsi dihambat oleh makanan. samping pertimbangan prevalensi PPNG, sedangkan penatala-
Distribusi ke seluruh tubuh dan dimetabolisme menjadi 5 meta- ksanaan sifilis bergantung pada stadiumnya. NGU/NSU bias-
bout hidroksi atau asam dalam hati serta dikeluarkan dalam anya disebabkan oleh klamidia, mikoplasma atau trikomonas
urine. Reaksi samping ringan berupa gangguan gastrointestinal, dan vaginitis non spesifik akibat G. vaginale.
rasa logam, ataksia, vertigo, pusing dan depresi. 2 masalah utama
dengan 5-nitroimidazol adalah mutagenisitas dan karsinogeni- KESIMPULAN
sitas (nitroimidazol meningkatkan kecepatan mutasi kromosom Pengendalian PHS harus mencakup pencegahan/pendidikan,
bakteri In vitro). yaitu pertama pada penderita dan ke dua informasi bila terkena
sehingga hubungan seksual dengan orang lain bisa dihindarkan,
Kinolon fasilitas untuk diagnosis dan penatalaksanaan, contact tracing
N. gonorrhoeae (termasuk PPNG), patogen enterik seperti dan penelitian.
Shigella sp., Salmonella sp. dan Campylobacter sp. serta Gard- Kiat untuk menurunkan risiko tertular PHS antara lain tidak
nerella vaginalis sangat rentan terhadap florokinolon. berhubungan seks, menghindari berganti-ganti pasangan, pela-
Kinolon bekerja menghambat gyrase DNA bakteri, suatu curan, kontak dengan orang yang menunjukkan gejala atau lesi,
enzim yang terdiri atas subunit A dan B yang mengendalikan kontak genital dengan luka mulut, penggunaan kondom atau
bentuk struktur DNA. Mekanisme resistensi yang mungkin ada- diafragma, menjalani pemeriksaan teratur bila memiliki risiko
lah mutasi gyrase DNA bakteri khususnya pada subunit A. tinggi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 31


Tabel 9. Ringkasan terapi obat PHS tertentu Penatalaksanaan bersama dengan pasangan seksual adalah
Infeksi Obat Dosis Keterangan*
esensial untuk pencegahan reinfeksi dan penelusuran kontak
membantu mencegah meluasnya penyebaran penyakit, khusus-
N. gonorrhoeae nya strain yang resisten dan N. gonorrhoeae. Infeksi oleh pato-
- PPNG < 1 % Penisilin G 3 jt IU im + probenesid 1 g po
Ampisilin 3,5 g po
gen enterik, biasanya Shigella sp., Salmonella sp. dan Campylo-
Amoksisilin 3,5 g po bacter sp., mungkin pula ditularkan melalui hubungan seksual
Tetrasiklin 0,5 g po khususnya anogenital dan oroanal.
Doksisiklin 0,1 g po idem Profilaksis dengan obat umumnya berhasil bila obat tunggal
Kanamisin A 2 g im idem
Spektinomisin 2 g im 4 dd selama 7 hari
efektif untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme tertentu
- PPNG > 11% Seftriakson 0,25 g im 4 dd selama 7 hari atau menghilangkan segerainfeksi setelahterjadi. Dalam venereo-
Siprofloksasin 0,25 g po logi penisilin G sering digunakan untuk pencegahan gonore atau
Thiamfenikol 2,5 g po sifilis pada orang sehat setelah kontak dengan orang yang ter-
Kotrimoksazol 0,48 g po 2 dd selama 3 hari infeksi.
- DGI Penisilin G 10 jt IU sehari + amoksisilin 0,5 g
4 dd selama 7 hari
+ amoksisilin 0,5 g
Amoksisilin + 3,5 g po 4 dd selama 7 hari
Probenesid 1 g po 4 dd selama 7 hari
Sefoksitin 1 g iv untuk infeksi PPNG
C. trachomatis Tetrasiklin. 0,5 g po 4 dd selama 2 minggu
Dosksisiklin 0,1 g po 2 dd selama 2 minggu KEPUSTAKAAN
Eritromisin 0,5 g po 4 dd selama 2 minggu
H. ducreyi Eritromisin 0,5 g po 4 dd selama 7 hari 1. Departemen Kesehatan RI. Penyakit Hubungan Seksual dalain Gambar,
Kotrimoksazol 0,96 g po 2 dd selama 5 hari Jakarta, (1986) 1–5, 48–54.
Amoksisilin + 0,25 g po 2. WHO. Control of Sexually Transmitted Diseases. Geneve, 1985.
Asam klavulenat 0,125 g po 3 dd selama 7 hari 3. Csonka GW, Oates JK. Sexually Transmitted Diseases. London: Bailliere
Siprofloksasin 1 g po Tindall, 1990: 15, 273, 317, 363–70, 525–29, 540–42.
Seftriakson 0,25 g im 4. Gardner P, Provine HT. Manual of Acute Bacterial Infections, 2nd ed.
T. pallidum Boston: Little, Brown and Company, 1984: 118–20, 128–31.
- Dini Prokain-penisilin G 0,6 jt IU im 1 dd selama 10 hari 5. Melmon KLetal. Clinical Pharmacology, 3rded. New York: McGraw Hill
benzatin-penisilin G 2,4 jt IU im Inc., 1992 : 645, 653.
Tetrasiklin 0,5 g po 4 dd selama 15 hari 6. Holmes KK et al. Sexually Transmitted Diseases, 2nd ed. New York:
Eritromisin 0,5 g po 4 dd selama 15 hari McGraw Hill Inc., 1990.
- Lanjut Prokain-penisilin G 0,6 jt IU im 1 dd selama 21 hari 7. Harris JRW. Recent Advances in Sexually Transmitted Diseases, no. 2.
Benzatin-penisilin New York: Churchill Livingstone Inc. 1981 : 36–9, 49–56, 151.
(laten) 2,4 jt IU im/ selama 3 minggu
8. Sutantri. Pedoman Diagnosis dan Pengobatan Penyakit Kelamin, ed. 2,
minggu
Tetrasiklin 4 dd selama 30 hari Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, l9S7 : 97, Ill, 145.
0,5 po
9. Wahab AS. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi, ed. 4. Yogyakarta:
Eritromisin 0,5 g po 4 dd selama 30 hari
Gajah Math University Press, 1994: 262–95.
Penisilin G 2,4 jt IU iv 1 dd selama 10 hari
10. American Medical Association, Drug Evaluations, 6th ed. Philadelphia:
(neurosifilis aktif)
WB. Saunders Co. 1986.
C granulomatis Tetrasiklin 0,5.g po 4 dd selama 14 hari
11. Duerden BI et al. Microbial and Parasitic Infection. Boston: Little, Brown
Kotrimoksazol 0,96 g po 2 dd selama 14 hari
and Company. 1993 : 286–89.
Mikoplasma Tetrasiklin 0,5 g po 4 dd selama 7 hari 12. Greenwood D. Antimicrobial Chemotherapy. London: Bailliere Tindall
Doksisiklin 0,1 g po 2 dd selama 7 hari 1983: 268–76.
Eritromisin 0,5 g po 4 dd selama 7 hari 13. Gilman AG et al. The Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th ed., vol.
G. vaginalis Metronidazol 2 g po Tunggal atau 0,5 g II. New York: Pergamon Press Inc. 1991 : 1025.
2 dd selama 7 hari 14. Pagliaro AM, Pagliaro LA. Pharmacologic Aspects of Nursing. St. Louis:
Ampisilin 0,5 g po 4 dd selama 7 hari CV Mosby Company, 1986 : 980, 985, 998–99, 1014, 1048.
* Tetrasiklin, kotrimoksazol, thiamfenikol dan metroidazol tidak dianjurkan 15. Lawrence DR, Bennett PN. Clinical Pharmacology, 7th ed.. Edinburgh:
pada kehamilan. Churchill Livingstone, 1992 : 88–9, 156–58.

A judge who cannot punish,


associates himself in the end with the criminal
(Goethe)

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Vitiligo

Djunaedi Hidayat
Rumah Sakit Kusta Sitanala, Tangerang

Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit, seringkali bersifat yang berat.


progresif dan familial yang ditandai oleh makula hipopigmentasi 4) Faktor hormonal
pada kulit yang asimtomatik(1,2,3). Selain kelainan pigmentasi, Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada
tidak dijumpai kelainan lain pada kulit tersebut(1,4,5). penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih
Kata vitiligo berasa dan bahasa lain vitellus yang berarti diragukan.
anak sapi, karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit
anak sapi yang berbercak putih(3). Istilah vitiligo mulai diperke- PATOGENESIS
nalkan oleh Celsus, seorang dokter Romawi pada abad ke-2 Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo,
Di seluruh dunia insidensnya rata-rata 1% (0,14–8,8%)(2,7). sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki
Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis klasik patofisiologi vitiligo
dengan perbedaan yang tidak bermakna(3). Sedangkan menurut yang dianut, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan ke-
Domonkos (1982), penyakit ini lebih sering diderita oleh orang lemahan yaitu(1-5) :
kulit berwarna dan biasanya dengan derajat yang lebih berat(5).
1) Hipotesis autositoksik
Penyakit dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan
Hipotesis ini berdasarkan biokimiawi melanin dan pre-
frekuensi tertinggi pada usia 10–30 tahun(1,2,3,5). Menurut statistik
kursornya. Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari
di Amerika Serikat 50% dan penderita vitiligo mulai timbul pada
biosintesis melanin yaitu monofenol atau polifenol. Sintesis
usia sebelum 20 tahun dan 25% pada usia di bawah 8 tahun(3).
produk antara yang berlebihan tersebut akan bersifat toksik ter-
Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu
hadap melanosit. Lerner (1959) mengemukakan bahwa me-
penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal domi-
lanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut,
nan(1,2,3,5). Dari penyelidikannya, Lerner (1959) melaporkan 38%
sedangkan pada penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil,
penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo,
sehingga bila ada gangguan, produk antara tersebut akan me-
sedangkan Eli -Mofty (1968) menyebut angka 35%(6).
rusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo(1,3). Hal ini secara
Beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain(2,3) :
klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang
1) Faktor mekanis
mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). Juga
Pada 10–70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma
hal ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja industri karet, plastik
fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas
dan bahan perekat karena banyak berkontak dengan bahan fenol
trauma fisik dan kimiawi.
dan katekol(3).
2) Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7–15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan 2) Hipotesis neurohumoral
sinar matahari atau UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi
timbul pada bagian kulit yang terpajan. seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan
3) Faktor emosi/psikis oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkem- yang dapat merusak melanosit ataupun menghambat produksi
bang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka sel

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 33


melanosit di dekatnya akan rusak. jari, lutut, siku), daerah tibia anterior, daerah sekitar puting susu
Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dan umbilikus(1,2,3,4). Daerah mukosa yang sering terkena ter-
dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan utama genital, bibir dan gusi(2).
gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita poli- Di samping itu dapatpula ditemukan bentuk-bentuk lain dari
neuritis berat(3). lesi vitiligo, antara lain(3) :
3) Hipotesis imunologik 1) Trichome vitiligo : vitiligo yang terdiri atas lesi berwarna
Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun; pada pen- coklat, coklat muda dan putih.
derita dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem 2) Vitiligo inflamatoar: lesi dengan tepi yang meninggi erite-
melanogenik, yaitu autoantibodi anti melanosit yang bersifat matosa dan gatal.
toksik terhadap melanosit. 3) Lesi linear.
Dari hasil-hasil penelitian terakhir, tampaknya hipotesis Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan
imunologik yang banyak dianut oleh banyak ahli(2,8). Hal ini di- pemeriksaan klinis, dan ditunjang oleh pemeriksaan histopa-
sokong dengan kenyataan bahwa insidens vitiligo meningkat tologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood(3).
pada penderita penyakit autoimun(2,3,6), yaitu antara lain : penya- Pemeriksaan histopatologi lesi vitiligo menunjukkan tidak
kit kelenjar tiroid, alopesia areata, anemia pernisiosa, anemia dijumpainya melanosit dan granul melanin di epidermis; pe-
hemolitik autoimun, skleroderma, artritis rheumatoid(1,2,4,5). warnaan perak atau reaksi dopa, memberi hasil negatif. Pada pe-
meriksaan dengan mikroskop elektron terlihat hilangnya mela-
KLASIFIKASI nosit(9), sedangkan pada tepi lesi sering dijumpai melanosit yang
Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa besar dengan prosesus dendritikus yang panjang; beberapa pe-
ahli. Koga (1977) membagi vitiligo dalam 2 golongan yaitu(3) : nulis menjumpai infiltrat limfositik di dermis(10). Pada lesi awal
1) Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom. atau tepi lesi masih dapat dijumpai beberapa melanosit dan
2) Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom. granul melanin(10).
Berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Mosher (1987) Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak
membagi menjadi(2,3) : putih berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmen-
1) Tipe lokalisata, yang terdiri atas: tasi lainnya(3).
a) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu
daerah dan tidak segmental. PENATALAKSANAAN
b) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalam Karena penyebab dan patogenesisnya masih banyak yang
satu atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral. belum diketahui, sampai sekarang pengobatan vitiligo masih
c) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir bersifat nonspesifik(8). Pernah pula dilaporkan regresi spontan,
(genital dan mulut). tetapi persentasinya sangat kecil(7,8).
2) Tipe generalisata, yang terdiri atas: Beberapa cana dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi-
a) Bentuk akrofasial : lesi terdàpat pada bagian distal ekstre- nya, yaitu(11) :
mitas dan muka. 1) Psoralen dan UVA
b) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus. Fotokemoterapi dengan psoralen dan radiasi ultraviolet
c) Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atau natural atau artifisial masih dianggap sebagai pengobatan
hampir seluruh tubuh. dengan hasil yang cukup baik(8). Psoralen untuk mengobati
Dapat pula terjadi bentuk-bentuk campuran atau bentuk- vitiligo sudah dipakai sejak zaman Mesir kuno dan India(12).
bentuk peralihan, misalnya dari bentuk lokalisata menjadi ben- Psoralen yang sering dipakai adalah 8-metoksipsoralen atau
tuk generalisata. trimetil psoralen; hasilnya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
oleh variasi absorpsi obat yang besar pada tiap individu(13).
MANIFESTASI/GAMBARAN KLINIS Psoralen dapat dipakai secara topikal atau sistemik. Bila lesi
Makula hipopigmentasi yang khas pada vitiligo berupa meliputi daerah yang luas (lebih dari 20–25% luas permukaan
bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa milimeter sam- kulit tubuh), psoralen sistemik dapat dipakai(7); metode ini di-
pai sentimeter, berbentuk bulat, lonjong, ataupun tak beraturan, anggap memberi harapan untuk timbulnya repigmentasi(14). Bila
dan berbatas tegas. Selain hipopigmentasi tidak dijumpai ke- 8-metoksipsoralen yang dipakai, dosisnya 0,3 mg per kilogram
lainan lain pada kulit(1-4). Kadang-kadang rambut pada kulit yang berat badan. Obat dimakan 2 jam sebelum dijemur sinar mata
terkena ikut menjadi putih. Pada lesi awal kehilangan pigmen hari. Pajanan sinar matahani dapat dimulai dengan lama 5 menit
tersebut hanya sebagian, tetapi makin lama seluruh pigmen dan dapat diperpanjang 5 menit tiap kali pengobatan. Sebaiknya
melanin hilang(1). jangan dijemur lebih dari 30 menit per tempat. Umumnya re-
Lesi vitiligo umumnya mempunyai distribusi yang khas. pigmentasi dimulai setelah 30 sampai 50 kali pengobatan.
Lesi terutama terdapat pada daerah terpajan (muka, dada, bagian Repigmentasi dimulai sebagai bintik-bintik sekitar folikel ram-
atas, punggung tangan), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), but dan meluas secara perlahan dan berkonfluensi(9).
daerah sekitar orifisium (sekitan mulut, hidung, mata dan anus), Pada pemakaian psoralen secara topikal, penderita harus di-
pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari- peringatkan untuk mencuci obat setelah pemakaian dan se-

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


lanjutnya melindungi kulit dan pajanan sinar matahari(6). hadap melanosit, perbaikan mikrosirkulasi, peningkatan respons
Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan imunitas dan efek regulasi fungsi organ(20).
Pasti(7). Menurut Ortonne (19769) psoralen dan sinar ultraviolet c) Monobenzil hidrokuinon adalah bahan pemutih yang mem-
A akan merangsang mitosis melanosit pada folikel rambut dan berikan efek samping vitiligo. Obat ini dapat menyebabkan ke-
melanosit tersebut akan bermigrasi ke daerah lesi. Sedangkan rusakan melanosit dan biasanya dipakai pada vitiligo yang sangat
Nordlund (1982) mengatakan bahwa psoralen tidak secara luas, sehingga sisa kulit yang normal diputihkan seluruhnya.
langsung merangsang pertumbuhan sel-sel melanosit, tetapi Biasanya dipakai dalam bentuk krim dengan konsentrasi 2-4%(21).
merusak beberapa bahan penghambat atau sel di epidermis yang Cara pengobatan di atas memang memerlukan waktu yang
bertanggung jawab terhadap pemusnahan sel-sel melanosit(15). lama, pengobatan biasanya memerlukan waktu 18 bulan sampai
Honigsmann (1987) mengatakan bahwa repigmentasi timbul ka- 2 tahun(7). Selain itu setiap penderita vitiligo perlu menggunakan
rena stimulasi peningkatan jumlah melanosit fungsional, hiper- tabir cahaya(22), karena dosis eritematosa minimal (MED) kulit
trofi melanosit, aktivitas tirosinase dan mempercepat migrasi penderita vitiligo lebih rendah dari orang normal(23). Biasanya
melanosit dan adneksa kulit(14). dipakai tabir cahaya dengan sun protective factor (SPF) 15(22).
Pengobatan tersebut digunakan secara terus menerus selama Efek psikososial vitiligo juga tidak boleh dilupakan. Tiap
memberi hasil yang cukup baik, yaitu timbulnya repigmentasi penderita memerlukan dukungan psikologis, lebih-lebih bila
yang dimulai dan folikel rambut yang makin lama makin me- terdapat hambatan sosial atau psikis(23,24).
lebar dan berkonfluensi. Pada pengobatan dengan PUVA, pen- Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan,
derita harus sanggup menjalani 100 sampai 300 kali pengobat- tetapi prognosisnya masih meragukan dan bergantung pula pada
an(2). Pengobatan sebaiknya dihentikan bila selama 3 bulan tidak kesabaran dan kepatuhan pen derita terhadap pengobatan yang
terjadi repigmentasi(7,9). diberikan.
2) Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid topikal pada vitiligo berdasarkan KEPUSTAKAAN
pada hipotesis autoimun. Kumani (1984) menggunakan klobe-
1. Lorincz AL. Disturbances of melanin pigmentation. In Moschella SL &
tasol propionat 0,05% dengan hasil yang cukup baik(16). Pernah Hurley Hi (eds.): Dermatology. Vol. II. 2nded. Philadelphia, WB. Saunders
pula dilaporkan penggunaan triamsionolon asetonid 0,1% intra- Co. 1985: 1292-6.
lesi atau betametason 17 valerat 0,1% secara topikal(9). Pada 2. Mosher DB, Fitzpatrick TB, Ortonne JP, Hon Y. Disorders of pigmenta-
kasus yang dini pemberian kortikosteroid intralesi efektif pada tion. In Fitzpatrick TB et al. (eds.): Dermatology in general medicine. 3rd
ed. New York, McGraw Hill Book Co. 1987: 810–21.
50% penderita dan penggunaan kortikosteroid topmkal dapat 3. Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalani Sugito
mencegah perkembangan lebih lanjut. Biasanya diperlukan ter- TL dick. (eds.) : Kelainan pigmentasi kulit dan penanggulangannya (Sim
api yang lama dan adanya efek samping akibat pemakaian steroid posium). Jakarta, PADVI Jaya. 1988 : 46-60.
yang lama menyebabkan pemakaiannya terbatas(2,11). 4. Mosher DB, Pathak MA, Fitzpatrick TB. Vitiligo : etiology pathogenesis,
diagnosis and treatment. In Fitzpatrick TB et al. (eds.): Update: Demiato
3) Fluorourasil logy in general medicine. New York, McGraw Hill Book Co. 1983
205–55.
Untuk menimbulkan pigmentasi pada lesi, dapat dipakai 5. Domonkos AN, Arnold HL, Odom RB. Andrews diseases of the skin. 7th
fluorourasil secana topikal. Pemakaian fluorourasil tersebut di- ed. Philadelphia, WB. Saunders Co. 1982: 1057–9.
lakukan secara tertutup di atas kulit yang telah diepidermabrasi. 6. McBurney El. Vitiligo. Clinical picture and pathogenesis. Arch Dermatol
Pada kulit yang erosif tersebut dioleskan krim fluorourasil 5% 1979; 139: 1295–7.
7. Symposium. Management of vitiligo in children. Ped Dermatol 1986; 3/6:
dan ditutup dengan bahan polietilen untuk jangka waktu 24 jam. 498–510.
Cara pengobatan ini dihentikan setelah aplikasi sebanyak 7–10 8. Ortonne JP. Vitiligo. In Orfanos CE et al. (eds.) : Dermatology in five
kali. Salah satu hipotesis mengatakan bahwa fluorourasil juga continents. Proceeding of the XVII World Congress of Dermatology.
mengakibatkan kolonisasi melanosit di epidermis yang kemudi- Berlin, Springer-Verlag. 1988 : 210–7.
9. Kukita A. On vitiligo vulgaris. In Tham SN etal. (eds.) : Proceedings of the
an bermigrasi ke daerah lesi sewaktu proses epitelisasi(3). Dermatological Society of Singapore. Singapore, Dermatological Society
4) Zat warna of Singapore. 1987: 16–9.
10. Lever WF, Schaumburg-Lever G. Histopathology of the skin. 6th ed
Karena vitiligo mengganggu penampilan seseorang maka Philadelphia, JB. Lippincott Co. 1983 : 441–2.
dapat dipakai zat wanna topikal sebagai kamuflase(11). Beberapa 11. Nasution D. Penanggulangan kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. DaIwa
kosmetik kamuflase dapat dipakai dan yang banyak terdapat di Sugito TL dick. (eds) : Masalah pigmentasi kulit dan penanggulangannya
Indonesia antara lain Dermablend Cover cream, Derma Color (Simposiuni). Jakarta, PAD VI Jaya. 1988 : 61-6.
12. Todes-Taylor N, Abel EA. Cox AJ. The occurence of vitiligo after psora
Cover Cream, Covermark Cover Cream dan lain-lain(17). lens and ultraviolet A therapy. J Am Acad Dermatol 1983; 9/4: 526–32.
13. Parrish JA, Fitzpatrick TB, Shea C, Pathak MA. Photochemotherapy of
5) Lain-lain vitiligo. Arch Dermatol 1976; 112: 1531–4.
a) Tehnik bedah: 14. Honigmann H, Wolff K Fitzpatrick TB, Pathak MA, Parrish JA. Oral
• tandur kulit/epidermis(18). photochemotherapy with psoralens and UVA (PYVA): principles and
• invitro cultured epidermal auto graft bearing melanocytes(19) practice. In Fitzpatrick TB. et al. (eds.): Dermatology in general medicine.
3rd ed. New York, McGraw Hill Book Co. 1987: 1533–58.
b) Akupunktur 15. Nordlund ii, Lerner AB. Vitiligo. It is important. Arch Dermatol 1982;
Diperkirakan akupunktur memberikan efek stimulasi ter- 118:5–8.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 35


16. Kumari J. Vitiligo treated with topical clobetasoJ propionate. Arch Dernia- 21. Handoko RP. Penanggulangan kelainan hiperpignientasi dan melasma.
to] 1984; 120: 631–5. Dalam Sugito TL dkk. (eds). Masalab pigmentasi kulit dan penanggulang
17. Kusumadewi. Kaniuflase estetik kelainan pigmentasi kulit. Dalam Sugito annya (Simposium). Jakarta, PADVI Jaya. 1988 : 40–5.
TL dkk. (eds.) : Masalah pigmentasi kulit dan penanggulangannya (Sim- 22. Widodo J. Tabirsurya dan aplikasi pada kelainanpigmentasi kulit. Dalam
posium). Jakarta, PAD VI Jaya. 1988 : 80–9. Sugito TL dkk. (eds.). Masalah pigmentasi kulit dan penanggulangannya
18. Falabella R. Repigmentation of segmental vitiligo by autologous minigraft- (Simposium). Jakarta, PADVI Jaya. 1988 : 98–107.
ing. I Am Acad Dennatol 1983; 9: 514–21. 23. Westerhof W. Recent advances of pigmentary disorders and their manage-
19. Falabella R, Escobar C, Borrero J. Treatment of refractory and stable ment. Dalam Sugito TL dkk. (eds.). Masalah pigmentasi kulit dan pe-
vitiligo by transplantation of In vitro cultured epidermal autografts bearing nanggulangannya (Simposium). Jakarta, PADVI Jaya. 1988: 108–19.
melanocytes. JAm Acad Dermatol 1992; 26: 230–6. 24. Mansjur S. Aspekpsikososial penderitakelainanpigmentasi. DalamSugito
20. Widya DK. Akupunktur pada kelainan pigmentasi kulit. Dalam Sugito TL TL dkk. (eds.). Masalah pigmentasi kulit dan penanggulangannya (Sim-
dkk. (eds.). Masalah pigmentasi kulit dan penanggulangannya (Simpo- posium). Jakarta, PADVI Jaya, 198 : 67–79.
sium). Jakarta, PADVI Java. 1988 : 90–7.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnosis Dermatitis
Kontak Alergika
dr. Reviana Christijani
Peneliti, Pusat Penelitian di Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Bogor

ABSTRAK
Tulisan ini menyajikan analisis tentang Dermatitis Kontak Alergika (DKA), kaitan-
nya dengan berbagai jenis produk industri, seperti bahan-bahan kosmetik, perhiasan/
kalung, kondom, shampo, cream, sabun, bedak, dan sebagainya.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis DKA, yakni: anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pembantu.
Dalam melakukan anamnesis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain pekerjaan
si penderita, riwayat kontak dengan bahan alergen, riwayat pengobatan.
Berkaitan dengan pemeriksaan fisik, antara lain dikemukakan beberapa bagian tubuh
yang potensial terkena DKA, seperti: kelopak mata, leher, genital, dan sebagainya.
Berkaitan dengan pemeriksaan pembantu, dijelaskan berbagai jenis test terhadap
DNA, seperti patch test (tes tempel) – yang biasanya dikenal sebagai patch test tertutup.
Di bagian ini juga dijelaskan hal-hal teknis mengenai teknik patch test tersebut, termasuk
bagaimana cara pembacaan patch test.
Di bagian akhir tulisan ini dibahas sub-topik mengenai diagnosis diferensial, yang
dikategorikan atas tiga bagian, yakni: Dermatitis Seboroik, Dermatitis Atopik, dan
Dermatotisosis.

PENDAHULUAN ETIOLOGI
Perkembangan aneka industri yang menggunakan berbagai Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah epidermoderma-
macam bahan kimia di Indonesia kini kian pesat. Hal ini sangat titis yang subyektif memberi keluhan pruritus dan obyektif mem-
berpotensi sebagai faktor penyebab meningkatnya insiden Der- punyai efloresensi polimorfik disebabkan kontak ulang dengan
matitis Kontak di tengah masyarakat. Dermatitis Kontak adalah bahan dan luar yang sebelumnya telah tersensitisasi(2).
dermatitis yang disebabkan oleh bahan-bahan dan luar tubuh Pengetahuan tentang penyebab umum DKA akan sangat
yang berkontak langsung dengan kulit yang bersifat toksik, alergi membantu dalam menegakkan diagnosis. Bahan-bahan yang
maupun immunologis(1). Banyak kepustakaan yang mencoba menyebabkan DKA adalah bahan kimia yang asing bagi tubuh.
menyajikan berbagai kriteria Dermatitis Kontak, baik yang ber- Bahan-bahan tersebut mempunyai berat molekul rendah (500–
sifat iritan maupun alergi, tetapi seringkali masih terdapat ber- 1000 dalton), dapat berdifusi melalui epidermis, berkaitan de-
bagai kerancuan.Tulisan ini akan menyajikan cara mendiagnosis ngan protein jaringan, dan membentuk molekul yang beratnya
Dermatitis Kontak Alergi, baik mengenai etiologi, tanda dan lebih dari 5.000 dalton. Bahan-bahan tersebut antara lain: plastik,
gejala serta pemeriksaan lain yang diperlukan. kosmetik, tanaman, krom, nikel, obat-obatan(3,4).

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 37


Alergen-alergen ini biasanya tidak menyebabkan perubah- Pemeriksaan Fisik
an kulit yang nyata pada kontak pertama, akan tetapi menyebab- Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ritema, udema,
kan perubahan-perubahan yang spesifik setelah lima sampai papula dan vesikula–yang jika pecah akan membentuk dermati-
tujuh hari atau lebih. Kontak yang lebih lama pada bagian tubuh tis yang basah. Lokasi lesi biasanya pada tempat kontak, tidak
yang sama atau pada bagian tubuh lainnya dengan alergen akan berbatas tegas, dan pada penderita yang sensitif dapat meluas.
menyebabkan dermatitis(5). Dalam membantu penegakan diagnosis dikenal istilah regional
diagnosis. Bagian-bagian tubuh tertentu sangat mudah tersen-
TANDA DAN GEJALA sitisasi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, misalnya:
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang kelopak mata, leher dan genital, sedangkan pada bagian tubuh
umumnya konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA yang kulitnya tebal agak sulit terjadi DKA, seperti telapak
biasanya ditandai dengan adanya lesi eksematosa berupa eritema, tangan, telapak kaki dan kulit kepala. Bila terjadi kontak pada
udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini daerah itu, maka daerah yang berbatasan yang kulitnya tipislah
menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul yang mengalami dermatitis(2).
karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan Kelopak mata sangat mudah bereaksi terhadap pemakaian
cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi kosmetik (maskara), obat (tetes mata), air borne alergen (hair
hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga spray, debu, serbuk sari) atau terhadap alergen yang terbawa oleh
corak dan distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya, jari tangan (cat kuku).
misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga Untuk leher, penyebab umum DKA adalah kosmetik, par-
dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang fum, perhiasan (kalung) yang mengandung nikel yang menye-
terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak dan babkan coin shape dermatitis. Dermatitis dan air borne alergen
berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus dan photo sensitizer akan berbatas tegas atau menggambarkan
yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh(1). segi tiga di fossa supra sternal.
Ciri khas DKA adalah radang yang secara perlahan meluas, Untuk daerah genital, baik pada laki-laki maupun perem-
batas peradangan tidak jelas (difus), rasa sakit dan panas tidak puan akan bereaksi terhadap alergen dengan tanda utama udem
sehebat pada DKI (Dermatitis Kontak Iritan). Perjalanan DKA dan gatal. Sensitizing-agent dapat dibawa ke genital ofeh tangan.
dapat akut, sub-akut, ataupun kronis(1). Benda-benda dari karet, seperti kondom, pesarium, pakaian serta
DKA akut ditandai dengan erupsi eksematosa dengan eritem, obat-obat topikal merupakan causative agent yang sering di-
udem, papula, vesikula dan biasanya bula, serta patch berbatas temukan.
tegas, single, ataupun multiple dengan berbagai bentuk dan Bagian-bagian tubuh lain yang juga sering merupakan tem-
ukuran, akan tetapi umumnya diskoid. Erupsi umumnya dapat pat terjadinya dermatitis, walaupun kurang sensitif (reaktif),
saling berpengaruh, sehingga daerah yang terkena dapat meluas. adalah, pertama, lengan dan tangan; hampir 2/3 kasus dermatitis
Intensitas dermatitis dapat memberat pada hari ke empat sampai melibatkan tangan. Pada kasus dermatitis karena pekerjaan
hari ke tujuh, jika tidak diberi pengobatan dan sudah tidak ada erupsi pertama muncul di tangan, kemudian menyebar ke lengan
kontak dengan alergen. Penyembuhan biasanya terjadi pada satu bawah. Cairan biasanya berefek di interdigital space; house
sampai dua minggu hingga satu bulan(1,4). wives contact dermatitis biasanya muncul di bawah cincin kawin.
Dermatitis sub-akut ditandai dengan eritem, udem yang Pada pekerja yang menggunakan karet pelindung, dermatitis
minimal, vesikula dan krusta(1). biasanya muncul pada sisi atas karet pelindung.
Dermatitis kronik tampak sebagai patch kering yang meng- Ke dua, muka; daerah yang paling sering terkena setelah
alami likhenifikasi dan berskuama serta fisura. Fase knonik lengan dan tangan. Biasanya dipengaruhi oleh pemakaian kos-
sangat sulit dibedakan dengan DKI, baik secara klinis maupun metik atau obat. Juga oleh respon terhadap suatu kontak dan
histopatologis, karena pada keduanya sama-sama ditemukan daerah sekitarnya, terutama dan kelopak mata.
eritema, penebalan, deskuamasi, fisura dan gatal(1). Ke tiga, bibir dan daerah perioral; biasanya disebabkan oleh
lipstick dan bermanifestasi bibir kering dan pecah.
DIAGNOSIS Ke empat, paha dan tungkai bawah; clothing dermatitis
dapat mempengaruhi bagian dalam dan bagian belakang paha,
Anamnesis
biasanya dimulai dan tepi bawah rok dan nyata pada fossa
Anamnesis berperan sangat penting dalam menegakkan
poplitea.
diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, karena
Ke lima kaki; kaus kaki merupakan penyebab paling
sangat menentukan terapi maupun follow-up-nya, yaitu untuk
banyak dermatitis pada kaki.
sedapat mungkin mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu
ditanyakan pekerjaan, hobi, riwayat kontak dengan kontaktan Pemeriksaan Pembantu
atau objek personal, misalnya tentang pemakaian kosmetik, Pemeriksaan pembantu yang dilakukan adalah pemeriksaan
pakaian baru, pemakaian jam tangan atau perhiasan. Selain itu, patch test (uji tempel) dan test DMG (dimetilglioksim). Patch
perlu ditanyakan juga perihal riwayat atopi serta pengobatan test bertujuan untuk mencani tahu dan membuktikan penyebab
yang pernah diberikan, baik oleh dokter maupun yang dilakukan DKA. Untuk itu perlu adanya hubungan antara riwayat penyakit
sendiri(2). dan hasil pemeriksaan. Ada tiga jenis patch test yang dilaksana-

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


kan, yaitu patch test tertutup, patch test terbuka, dan photo patch Dermatitis Atopik
test. Biasanya, yang dimaksud dengan patch test adalah patch Kelainan kulit mirip dengan kelainan eritema, tetapi berbeda
test tertutup(1). predileksi, dan riwayat anamnesis atopiknya(6).
Indikasi test ini adalah DKA yang penyebabnya belum jelas
Dermatofitosis
atau masih dicurigai. Kontra indikasi test ini adalah dermatitis
Dermatofitosis adalah suatu penyakit jamur dengan kelain-
yang masih aktif(1).
an kulit yang terdiri dari eritem, papel dan skuama. Kelainan di
Teknik patch test yang dilakukan adalah bahan yang ditest
pinggir lebih aktif dan pada di tengah, dan pada pemeriksaan
ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup selama dua
sediaan langsung dijumpai elemen dan jamur(6).
hari. Setelah dua hari, penutup dilepas dan dibiarkan selama 15
sampai 25 menit, lalu dibaca kelainan-kelainan yang ada. Pada
KESIMPULAN
tempat itu mungkin terjadi eritema, udema, papula, vesikula, dan
DKA adalah epidermodermatitis yang menimbulkan gejala
kadang-kadang bisa terjadi bula dan nekrosis(1).
umum adanya rasa gatal dan lesi yang eksematosa. Tempat tim-
Pembacaan patch test menurut Fisher adalah:
bulnya lesi biasanya merupakan tempat kontak dengan alergen,
0 : tidak ada reaksi
sehingga corak dan distribusinya seringkali dapat menunjukkan
+ : eritema
kausanya.
++ : eritema dan papula
Dalam melakukan diagnosis DKA, jika anamnesis dan
+++ : eritema, papula dan vesikula
pemeriksaan fisik yang dilakukan secara teliti belum dapat
++++ : udema yang jelas dan vesikula.
menemukan penyebab penyakit, maka patch test akan sangat
Test DMG (percobaan bercorak dimetilglioksim) di-
membantu. Namun patch test yang positif tidaklah mutlak dapat
temukan oleh Fleigl. Cara test ini adalah: beberapa tetes dan
menentukan bahwa timbulnya dermatitis adalah produksi dari
1% larutan alkohol dan DMG ditambah dengan beberapa tetes
bahan test. Test yang positif hanya memperkuat gambaran klinis.
larutan amonia. Larutan ini diteteskan pada logam dan kulit
akan menghasilkan warna strawberry red dan garam yang tidak
larut jika ada logam nikel. Test ini berguna khusus untuk menge-
tahui apakah penyebab dermatitis itu logam yang mengandung KEPUSTAKAAN
nikel(1).
1. Sukanto H. Test Tempel. Kumpulan Makalah Lokakarya Dermatitis Kon
DIAGNOSIS DIFERENSIAL tak. Yogyakarta, 1994.
2. Soekandar M, Hardyanta. Dermatitis Kontak Alergika. Simposium Penyakit
Dermatitis Seboroik Kulit Alergi. Yogyakarta, 1981.
Dermatitis seboroik lokasinya di tempat seboroik, yaitu kulit 3. Baer RL. The Mechanism of Allergic Contact Hypersensitivity. In: Fisher
AA(ed.),ContactDermatitis,3rded.Philadelphia: Lea&Febiger, 1986:2–4.
kepala berambut, alis mata, lipatan nasolabial, retroaurikularis, 4. Anonim. Contact Dermatitis. Schering Corp. USA. 1985.
interskapuler dan di atas sternum; selain itu, ketiak, di bawah 5. Andrew GC, Anthony N. Disease of Skin. 5th ed. Philadephia: WB Saunders
mamae, umbilikus, dan daerah anogenital. Co., 1964.
Kelainan yang khas yaitu eritema dengan skuama kekuning- 6. Cholis M. Dermatitis pada Pekerja Karoseri. Penyakit Kulit dan Kelamin di
Indonesia Akhir Abad 20, Kumpulan Makalah Lokakarya Dermatitis Kon
kuningan dan berminyak, sedangkan kelainan yang terjadi pada tak. Yogyakarta, 1994.
DKA adalah polimorfi dan bila akut lesi membasah(6).

English Summary
Sambungan hal 4

them. attention should be placed on


use 1.2 out of the last 5 sexual To prevent further spread of various ways in distributing
contacts; most of the reason for HIV/AIDS in Waria, condom condoms for Waria in Jakarta,
not using condoms were forget- should be used constantly and especiallycommunity-based dis-
fulness 35.3% and partner does properly. It has been shown from tribution by peer leaders, social
not like condom 38.2%. Most of another study, that more infor- marketing and commercial sales.
Waria know about condom mation, better availability and
Cermin Dunia Kedokt. 1997; 117: 22-4
(94.5%), but it is difficult to access better promotion of condom can
II, Jm, Ml, Ap, Rr, Sm, Rg
condom from small shop around increase condom use. Thus,

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 39


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Erisipelas dan Selulitis


Herry E.J. Pandaleke
Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado

ABSTRAK
Erisipelas adalah bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe, di-
sebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A.
Selulitis adalah peradangan akut jaringan subkutis dapat disebabkan oleh Strepto-
kokus betahemolitikus, Stafilokokus aureus dan pada anak oleh Hemophilus influensa.
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis.
Penanganannya perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.
Antibiotika yang tepat baik jenis, dosis, dan lama/cara pemberian perlu diperhatikan.

PENDAHULUAN isme dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ter-
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang ja- utama bila disertai higiene yang jelek; diabetes dan alkoholisme
ringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan sering diobservasi sebagai faktor predisposisi erisipelas(1). Faktor
penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilo- predisposisi yang bersifat lokal pada erisipelas umumnya edema
kokus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan baik yang berasal dari renal maupun sistim limfatik.
oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat, Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka/
sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara men-
diikuti bakteremi dan septikemi. dadak pada kulit yang normal terutama pada edema limfatik,
Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, Se- renal atau hipostatik.
dangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh
limfe yang disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup GAMBARAN KLINIS
A disebut erisipelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut a) Erisipelas
antara selulitis dan erisipelas yang disebabkan oleh Streptokokus. Masa inkubasi 2–5 hari diikuti dengan demam tinggi (pada
Dalam makalah ini akan dibicarakan faktor predisposisi, bayi sering diikuti konvulsi), sakit kepala, lesu, muntah-muntah.
gambaran klinis, diagnosis/diagnosis banding, komplikasi, peng- Pada daerah kulit yang terkena terlihat kemerahan, agak menon-
obatan/pencegahan erisipelas dan selulitis/flegmon. jol, batas jelas, nyeri tekan. Kadang-kadang dijumpai vesikel
esikel kecil pada tepinya. Dapat juga dijumpai bentuk bulosa.
FAKTOR PREDISPOSISI b) Selulitis
Faktor predisposisi erisipelas dan selulitis adalah : kakheksia, Gambaran kliniknya tergantung dan akut/tidaknya infeksi.
diabetes melitus, malnutrisi, disgammaglobulinemia, alkohol- mumnya pada semua bentuk ditandai dengan kemerahan yang

Dibawakan pada Simposium infeksi Bakteri pada Kulit: diagnosis dan penata -
laksanaan, Ujung Pandang, 13 Januari 1996.

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


batasnya tidakjelas, nyeri tekan dan pembengkakan. Penyebaran steroid, erisipelas dapat progresif bahkan bisa terjadi kematian
an perluasan kemerahan ini dapat timbul secara cepat di sekitar (mortalitas pada bayi bisa mencapai 50%).
uka/ulkus yang ada disertai demam, lesu. Pada keadaan akut, Ensipelas cenderungrekuren pada lokasi yang sama, mungkin
adang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati/ disebabkan oleh kelainan imunologis, tetapi faktor predisposisi
imfangitis. Tanpapengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi yang berperan pada serangan pertama harus dipertimbangkan
okal (flegmon, nekrosis atau gangren). sebagai penyebab misalnya obstruksi limfatik akibat mastektomi
Lokalisasi lesi erisipelas dan selulitis paling sering pada radikal (merupakan faktor predisposisi erisipelas rekuren).
nggota gerak bawah/atas, wajah, badan dan genitalia. b) Selulitis
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised,
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses
Diagnosis erisipelas dan selulitis ditegakkan berdasarkan dan sepsis yang berat.
pemeriksaan Minis dan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya
lainnya. bakteriemi stafilokokus betahemolitikus grup A; dapat berakibat
Pada pemeriksaan klinis erisipelas, didapatkan adanya fatal karena mengakibatkan trombosis sinus kavernosum yang
makula eritematous yang agak meninggi, berbatas jelas, teraba septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intra-
panas dan terasa nyeri. Di atas makulaeritematous dapat dijumpai kranial berupa meningitis.
vesikel. Penderita biasanya demam.
Pada pemenksaan klinis selulitis : adanya makula eritema- PENATALAKSANAAN
tous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan a) Erisipelas
teraba panas. Dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Pende- Penisilin merupakan obat pilihan untuk erisipelas. Biasanya
rita biasanya demam dan dapat menjadi septikemi. digunakan Procaine Penicilline G 600000–2000000 IU selama 6
Selulitis yang disebabkan oleh H. influenza, lesi kulit ber- hari untukpenderita erisipelas dewasa yang sedang sampai berat;
warna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah ke- pada kasus yang ringan digunakan Penicilline V 250–500 mg
unguan. Lesi kebiru-biruan atau keunguan dapat juga ditemukan perhari peroral selama 10–14 hari. Pada anak-anak, dosis penisi-
pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. lin G 50000–100000 IU/kgbb/hari IM. Perbaikan secara umum
Anak dengan selulitis yang disebabkan oleh H. influenza tampak terjadi dalam 24–48 jam tetapi penyembuhan lesi kulit memerlu-
sakit berat dan toksik dan sening disertai gej ala infeksi tnaktus kan beberapa hari. Pengobatan yang adekuat minimal selama 10
respiratonius bagian atas, bakteriemi dan septikemi. hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin diberikan
Pada pemeriksaan laboratonium danah tepi enisipelas di- eritomisin (dewasa 1–2 gram/hari; anak-anak: 30–50 mg/kgbb/
dapatkan leukositosis (15.000–20.000). Pada pemeriksaan trine hari) selama 7–14 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa
ditemukan proteinuria dan hematuria bila telah ada komplikasi 4 x 150–300 mg/hari; anak-anak 4 x 8–12 mg/kgbb/hari.
pada ginjal. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat Penderita dianjurkan istirahat (masuk rumah sakit). Bila
leukositosis (15.000–40.000) dengan hitung jenis bergeser ke lokasi lesi pada tungkai bawah dan kaki maka bagian yang ter-
kiri. Seringkali tidak mungkin membuat kultur dan lesi terhadap serang ini ditinggikan. Secara lokal, dapat diberikan kompres
Streptokokus kanena hanya positif untuk Streptokokus saat ge- terbuka yaitu kompres dingin untuk mengurangi rasa sakit. Bila
jala klinis erisipelas bdum timbul; tetapi kuman tersebut dapat terdapat vesikula atau bulla dapat dikompres dulu dengan rivanol
dijumpai pada tenggorokan, hidung atau mata. Titer ASTO me- 1%, setelah cairan mengering dilanjutkan dengan pemberian
ningkat pada minggu I. topikal antibiotikaseperti kombinasi basitrasin dan polimiksin B
Erisipelas didiagnosis banding dengan : Dermatitis venenata, atau framisetin sulfat.
edema angioneurotik, scarlet fever, lupus eritematosus diskoid b) Selulitis
pada wajah dan lepra tuberkuloid akut pada wajah. Pada selulitis karena H. influenza diberikan ampisilin 200
Perbedaan selulitis dan enisipelas adalah : Selulitis batas lesi mg/kgbb/hari selama 7–10 hari dan pada kasus berat dapat di-
tidak jelas, sedangkan pada enisipelas jelas. Juga pada selulitis kombinasi dengan kloramfenikol 100 mglkgbb/hari. Selulitis
terdapat infiltrat dijaningan subkutan. Sering pada kasus tertentu karena streptokokus diben penisilin prokain G (dosis = erisi-
sukar dibedakan sehingga didiagnosis sebagai Erisipeloselulitis. pelas).
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan Stafilokokus
KOMPLIKASI aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin.
a) Erisipelas Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan
Bila tidak diobati atau diobati tetapi dosis tidak adekuat, eritromisin atau klindamisin (dosis = erisipelas). Pada yang pe-
maka kuman penyebab erisipelas akan menyebar melalui aliran nyebabnya SAPP selain eritnomisin dan klindamisin, juga dapat
limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemi dan infeksi ke diberikan dikloksasilin 12,5–25 mglkgbb/hari secara oral selama
organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah 7–10 hari, atau sefalozelin IMIIV (dewasa 1 g/hari, kasus berat
terjadinya komplikasi supuratif dan non supuratif. ditingkatkan 3–5 gram/hari; bayi dan anak-anak 20–40 mg/kgbb/
Pada bayi dan penderita usia lanjut yang lemah, serta pen- hari, kasus berat sampai 100 mg/kgbb/hari; neonati 10–20 mg/
derita yang sementara mendapat pengobatan dengan kortiko- kgbb/hari diberikan 2 kali sehari).

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 41


PENCEGAHAN 3. Baker AB. Clinical Neurology revised ed. Philadelphia: Harper Row PubI.
1981 : 9-18.
Untuk mencegah terjadinya erisipelas dan selulitis/flegmon 4. Charter C. Grosshans E. Internat. J. Dermatol. 1985; 29(7): 459-66.
maka hal-hal di bawah ini perlu dilakukan: 5. DiNubile Mark J. Septic Thrombosis of the Cavernosus Sinuses. Arch
1) Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dan Neurol 1988; 45: 567–72.
menggunakan sabun atau shampo yang mengandung antiseptik, 6. Eaglestein WH, AndrophyE. Erisipelas. In Current Dermatology Therapy
Stuard Maddin (ed). Philadelphia: WB Saunders Co. 1982: 153–56.
agar kuman patogen secepatnya hilang dan kulit. 7. Falco OB, Plewig G, Wolff HH, Winkelman RK. Disease caused by Strep-
2) Mengatasi faktor predisposisi. tococci. Dennatology. Berlin Heidelberg, New York: Spnnger-Verlag,
3) Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila 1991 : 173–75.
telah terjadi kerusakan kulit berupa luka kecil maka segera 8. Gan VHS, SetiabudyR. Antimikroba. Pengantar. Dalam: Farmakologi dan
Terapi edisi ke 3, Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. 1987 : 514–26.
dirawat/diobati. 9. Harun ES, SUkanto H, Agusni 1, Soeparlan AG. Erisipelas. Dalam:
Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo. Surabaya: LabIUPF
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelanun FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, 1982:
KEPUSTAKAAN 29-31.
10. Hurwitz S. Clinical Pediatric Dennatology 2nd ed. WE Saunders Co. 1993:
1. Bernard P. Bonnetblanc JM, Denis F. Dermatology in Europe (ed) Emili- 284–86.
liano Panconesi. Blackweil Scien. Publ. 1991 : 102–104. 11. Hanger SB. Facial Cellulitis. Pediatrics 1981; 67: 376–77.
2. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Diseases of the Skin, Clinical 12. Moschella SL, Hurley HJ Dermatology, Vol. 1, 2nd ed. Philadelphia:
Dermatology 8th c Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co, Saunders Co, 1985 : 618–19.
1990 : 277–78.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


HASIL PENELITIAN

Evaluasi Hexachlorocyclohexane
0,5% EC terhadap Rhipicephalus
sanguineus
I G. Seregeg*’, Supraptini*., Edhie Sulaksono**
* Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan
** Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Rhipicephalus san guineus (Acarina: Ixodidae) umumnya merupakan parasit ternak/
hewan peliharaan pada anjing, kambing dan babi. Parasit ini kadang-kadang ditemukan
juga pada tikus-tikus luar. Informasi mengenai pengendalian parasit tersebut dengan
insektisida, di Indonesia belum begitu banyak. Suatu uji coba untuk mengevaluasi Pedi
Tox® (Hexachlorocyclohexane 0,5% EC) terhadap Rh. sanguineus telah dilakukan di
laboratorium pada bulan Maret, April dan Mei 1993 di Jakarta. Hasilnya menunjukkan
bahwa LC terjadi pada dosis 2,35 ppm dan LC terjadi pada dosis 12 ppm. Aplikasi Pedi
Tox® terhadap kutu rambut yang direkomendasi oleh perusahaan Combiphar (Bandung)
dengan waktu papar selama semalam pada rambut manusia dievaluasi sebagal dosis yang
berlebihan, sehingga perlu diteliti dampaknya pada manusia.

PENDAHULUAN Kekuatan racun BHC secara proporsional tergantung pada


Pedi Tox® (Hexachlorocyclohexane 0,5% EC) merupakan elemen beracunnya yaitu gamma isomer. Racun ini dapat sebagai
insektisida dengan senyawa hidrokarbon berkhlor (chlorinated racun kontak, racun perut dan fumigen. Kekuatan racunnya dapat
hydrocarbon) yang termasuk dalam kelompok pestisida organo- 50–10.000 kali dibandingkan dengan isomer lainnya (Metca1f)(1).
khlonn. Secara umum insektisida ini disebut benzene hexachlo- BHC mempunyai kemampuan penetrasi kutikula serangga se-
ride, disingkat dengan BHC, mempunyai rumus kimia C6H6Cl6 cara cepat sekali, mestimulir saraf pusat dan menimbulkan ke-
(1, 2, 3, 4, 5, 6, -hexachlorocyclohexane)(1). Insektisida ini per- bingungan. Insektisida ini juga beracun terhadap mamalia,
tamakali digunakan oleh Michael Faraday tahun 1825, yang dengan dosis akut oral : LD50 = 125 mg/kg (Sherman)(1).
pada waktu itu belum mengetahui rumus kimianya. Tahun 1912 Rhipicephalus sanguineus (Acarina: Ixodidae) adalah se-
Van der Linden menemukan 4 isomer dari senyawa ini. Selan- jenis caplak yang tersebar luas baik di daerah tropis maupun di
jutnya, penelitian-penelitian di Perancis berhasil menemukan daerah subtropis. Di Indonesia penduduk setempat menyebut-
rumus kimia secar lengkap tahun 1942. Penelitian-penelitian di nya kutu anjing atau kutu babi, sedangkan di luar negeri disebut
Inggris berhasil mengisolasi bagian yang beracun yaitu : gamma kutu anjing coklat (brown dog tick). Caplak ini berhasil dikoleksi
isomer dan untuk menghormati. Van der Linden, mereka mena- dari kambing di Lhokseumawe, dari babi di Padangsidempuan,
makan insektisida ini Lindane. Di Indonesia masyarakat ilmiah dari anjing di sebagian besar kota-kota di Jawa, dari sapi di
yang sering berkecimpung dengan insektisida menyebutnya Madura dan Menado, dari sapi dan anjing di Singaraja(2). Saim
dengan nama gamma BHC. (1992) mendapatkan caplak ini dari kambing, anjing dan sambar

Makalah ini disajikan pada Seminar Parasitologi Nasonal VII dan Kongres
P4.1., 23–25 Agustus 1993, di Denpasar, Bali.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 43


(Cervus unicolor equinus) di Lampung(3). dalam tabung rèaksi melainkan dalam kertas saring yang sudah
Secara umum memang caplak tersebut ditemukan pada dibasahi dengan cairan Pedi Tox® sesuai dosis yang diinginkan;
anjing tetapi sering juga terdapat pada mamalia lainnya Audy setelah waktu papar selesai (1 jam untuk tahap ke ciua dan tahap
dkk (1960) menemukan tidak saja dan anjing bahkan dari ma- ke tiga) semua caplak dimasukkan kembali ke dalam tabung
nusia(5); bahkan dan satwa yang lebih beraneka ragam yaitu dari reaksi semula. Untuk kontrol diambil jumlah caplak yang sama
sapi (Bosfavanicus) dari kerbau (Bubalus bubalis), dari sambar yaitu 15 ekor dan ditempatkan agak jauh dan perlakuan. Peng-
(C. unicolor equinus) dan dari ayam(6). amatan dilakukan 1 jam setelah penempatan kembali caplak ke
Selanjutnya disebutkan bahwa R. sanguineus adalah parasit tabung semula, dan setelah dibiarkan selama semalam. Kemu-
penghisap darah, merupakan ektoparasit yang kosmopolitan. dian dilakukan perhitungan mortalitas dalam persen. Hasil per-
Parasit ini dapat menularkan beberapa penyakit, di antaranya hitungan di plot dalam kertas logaritmis, dibuat garis regresinya
Boutonneus fever, tick typhus pada manusia, rickettsiosis dan dan dicari posisi LC dan LC sesuai dengan petunjuk dalam
anaplosmosis pada binatang. Peranannya sebagai parasit ternak brosur-brosur standar WHO.
menduduki peringkat kedua sesudah Boophilus microplus(2).
Penelitian mengenai upaya pengendalian R. sanguineus HASIL
dengan bermacam-macam insektisida, khususnya dengan Pedi Hasil penelitian menunjukkan bahwa LC terjadi pada dosis
Tox® belum ada. Yang sudah ada, informasi hasil penelitian 2,35 ppm dan LC terjadi pada dosis 12 ppm. Rincian hasil
Rhodiocide 60 EC (etion) terhadap Boophilus spp(7). percobaan yang menyangkut mortalitas dapat dilihat pada Tabel
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Pedi Tox® 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Garis regresi dalam skala logaritma dapat
(hexachiorocyclohexane 0,5% EC) terhadap R. sanguineus di dilihat pada Gambar 1.
laboratorium.

BAHAN DAN CARA KERJA Tabel 1. Hasil pemaparan R. sanguineus, dalam angka mortalitas ter-
hadap Pedi Tox® dalam dosis 0,5% (sesuai lebel).
Rhipicephalus sanguineus dikoleksi dan anjing peliharaan
yang ditempatkan di atas lantai porselin putih. Tempat koleksi Mortalitas
adalah di daerah Sunter Jaya, Jakarta Utara. Anjing disikat Waktu Jumlah
dengan sikat ijuk kasar, sehingga R. sanguineus berjatuhan di papar yang Pengamatan Pengamatan
setelah 1 jam setelah 24 jam Kontrol
lantai dan dapat dilihat dengan jelas. Kemudian disendok dengan dipapar
pemaparan pemaparan
kertas dan dimasukkan ke dalam botol air bekas, ukuran 0,5 liter,
yang sebelumnya dipotong di bagian bawah lehernya, dilengkapi 1 jam 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
0,5 jam 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
dengan kain kasa putih dan karet gelang yang berfungsi sebagai 15 menit 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
tutup. Tidak kurang dari 50 caplak berhasil dimasukkan ke dalam 8 menit 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
satu botol, kemudian ditutup dengan kain kasa dan karet gelang.
Dari 2 ekor anjing yang selalu bersama-sama, berhasil dikoleksi Tabel 2. Hasil pemaparan R sanguineus, dalam angka mortalitas, ter-
4 botol caplak, kemudian dibawa ke laboratorium Puslit Ekologi hadap Pedi Tox® dalam waktu papar i jam dengan keanekaan
dosis: 250 ppm, 125 ppm, 65 ppm dan 40 ppm.
Kesehatan, Jakarta. Di laboratorium caplak-caplak ini diberi ma-
kan darah tikus putih yang belum tumbuh bulu (suckling mice), Mortalitas
dengan jalan memasukkan 2 ekor suckling mice (ke dalam tiap Dosis Jumlah
botol. Caplak-caplak yang sudah makan darah (berwarna coklat papar yang Pengamatan Pengamatan
dipapar setelah 1 jam setelah 24 jam Kontrol
tua) kemudian digunakan untuk percobaan. Sebanyak 15 caplak pemaparan pemaparan
ditempatkan dalam 1 tabung reaksi dengan menggunakan kuas
250 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
kecil. Jumlah tabung reaksi yang diperlukan disesuaikan dengan
125 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
beban percobaan per hari. 65 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
Percobaan di laboratorium dilakukan dalam 3 tahap. Tahap 40 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
pertama, keanekaan dosis adalah sama untuk semua perlakuan
yaitu 0,5%. Keanekaan pemaparan, didasarkan pada waktu papar, Tabel 3. Hasil pemaparan K sanguineus, dalam angka mortalitas, ter-
hadap Pedi Tox® dalam waktu paper 1 jam dengan keanekaan
yaitu: 1 jam, 0,5 jam, 15 menit dan 8 menit. Tahap ke dua, waktu dosis: 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm.
papar disamakan untuk semua perlakuan, yaitu pengamatan
setelah 1 jam pemaparan dan setelah 24 jam pemaparan; tetapi Mortalitas
dosis pada tahap ini dibuat 4 macam, dosis diencerkan menjadi: Dosis
Jumlah
yang Pengamatan Pengamatan
250 ppm, 125 ppm, 65 ppm, 40 ppm. Tahap ke tiga, waktu papar
dipapar setelah I jam setelah 24 jam Kontrol
papar tetap seperti tahap ke dua, namun dosis lebih diencerkan lagi pemaparan pemaparan
menjadi 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm. Pada tahap ini
20 ppm 15 10(66,6%) 15000%) 0(0%)
sudah mungkin untuk menanik garis regresi sehingga tidak di-
10 ppm 15 7(46,6%) 15000%) 0(0%)
perlukan pengenceran selanjutnya. 5 ppm 15 5(33,3%) 11 (77,06%) ' 0(0%)
Untuk mencegah kontaminasi, pemaparan dilakukan tidak 2,5 ppm 15 0(0%) 8(53,3%) 00%)

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


ada yang hidup kondisinyapun sudah sangat lemah, sehingga
akan terhanyut bersama-sama dengan air yang digunakan untuk
memandikan induk-semangnya. Dengan demikian untuk pe-
ngendalian R. sanguineus pada hewan, Pedi Tox® jelas dapat
digunakan.
Pemakaian untuk kutu kepala manusia (Pediculus humanus
var capitis) kiranya perlu penelitian selanjutnya. Namun perlu
diingat untuk mendapatkan kutu manusia dewasa ini sudah
sangat sulit, mungkin akan memerlukan survai yang cukup lama
ke desa-desa atau daerah-daerah kumuh yang higiene perse
orangannya masih rendah. Bila penelitian ini berhasil dilaksana-
kan, selain studi kepekaan terhadap kutu manusia, perlu dikaji
pula dampak Pedi Tox® pada manusia.
Sementara ini, bilapolapikirdidasarkan padaprinsip analogi
bahwa baik kutu kepala manusia maupun kutu anjing sama-sama
adalah ektoparasit, maka perbedaan reaksinya terhadap suatu
jenis pestisida tentunya tidak akan menyolok. Namun bila di-
bandingkan aturan pakai Pedi Tox® terhadap kutu manusia dan
pengaruh Pedi Tox® terhadap R. sanguineus, terdapat perbeda-
an yang sangat menyolok baik waktu papar maupun dosisnya.
Waktu paparnya: semalam (± 10 jam) berbanding 1 jam dan do-
sisnya 500 ppm (0,5%) berbanding 12 ppm. Kekuatan racunnya
(gamma isomer) jauh Iebih kuat dibandingkan dengan isomer
lain, 50–10.000 kali (Metcalf dalam Matsumura, 1976), yang
Gambar 1. Garis regresi dalam skala logaritma untuk mendapatkan LC50
dan LC95. berarti risiko keracunannyapun akan jauh lebih tinggi diban-
dingkan dengan pemakaian pestisida lain. Dengan dasar inilah
Percobaan tahap 1 dan tahap 2 memberikan angka mortali- dievaluasi bahwa pemakaian Pedi Tox® untuk kutu manusia
tas 100% pada semuajenis pengamatan yang berarti dosis masih dengan dosis 0,5% dan waktu papar semalam, sebagai suatu
sangat pekat sehingga dosis lebih rendah pada percobaan tahap dosis yang berlebihan.
3. Dalam percobaan ini adaperbedaan mortalitas pada pengamat- Peluang resistensi memang ada, tetapi seandainya telah ter-
an setelah 1 jam dan pada pengamatan setelah 24jam; menunjuk- jadi tentunya R. sanguineus akan lebih resisten dibandingkan
kan bahwa proses kematian R. sanguineus memenlukan waktu dengan kutu manusia mengingat kehidupan R. sanguineus ku-
cukup panjang. Mortalitas 77,06% pada dosis 5 ppm dan mortali- rang higienis, lebih banyak terpapar insektisida rumah tangga
tas 53,3% pada dosis 2,5 ppm adalah dasar membuat garis karena anjing berada pada zonasi ruang yang lebih di bawah
regresi. (tempat mengendapnya/turunnya pancaran insektisida) diban-
dingkan dengan zonasi ruang kepala manusia.
PEMBAHASAN
Pedi Tox® yang digunakan dalam penelitian ini terjual KESIMPULAN
secara bebas di apotik dan di toko-toko obat. Pada labelnya ter- 1) Hasil percobaan membuktikan bahwa Pedi Tox® cukup
tulis untuk kutu manusia dengan aturan pakai: digosok-gosokkan efektif terhadap R. sanguineus (LC = 2,35 ppm, LC = 12 ppm).
di kepala dan dibiarkan selama semalam. Bila dikaitkan dengan 2) Hasil evaluasi memperkirakan bahwa dosis Pedi Tox®
informasi dan literatur, bahwa senyawa yang terkandung di 0,5% untuk kutu manusia dan waktu papar selama semalam
dalamnya adalah gamma BHC (hexachiorocyclohexane) yang dirasa berlebihan.
dapat bersifat racun kontak, fumigen dan racun perut, baik untuk
serangga maupun mamalia; jelas bahwa pemakaian insektisida SARAN
tersebut akan memberi risiko keracunan pada pemakainya. Risiko 1) Diperlukan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh Pedi
keracunan yang bersifat oral, tentunya akan mudah dihindarkan Tox® pada kutu manusia (Pediculus humanus var capitis).
kecuali ketidak sengajaan atau upaya bunuh diri, tetapi sifat 2) Disarankan pula melakukan penelitian mengenai dampak-
racun kontak dan fumigan kiranya risiko tidak mungkin dapat nya pada manusia berdasarkan dosis dan waktu papar dalam
dihindarkan. Besarnya risiko ini akan tergantung kepada lama- labelnya.
nya waktu papar dan tingkat pengenceran racun serangga ter-
sebut.
Bila dikaitkan dengan hasil penelitian tersebut di atas, kira-
nya waktu papar tidak perlu harus selama semalam dan dosis UCAPAN TERIMA KASIH
cukup 12 ppm dengan waktu papar 1 jam; diperkirakan semua Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Drh. Ima Nurisa M.Sc.
caplak akan terlepas dan induk semangnya. Seandainya masih yang telah banyak membantu dalam kepustakaan dan fasilitas lainnya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 45


KEPUSTAKAAN Distribution of Malayan Ticks (Ixodoidea) B.T. Fudge, Government Printer,
Federation of Malaya 1960. p. 237.
1. Matsumura F. Toxicology of Insecticides. Department of Entomology. 6. Munaf HB. Tick Fauna of Baluran. Wildlife Reserve, Indonesia. HemeraZoa
University of Wisconsin-Madison. Plenum Press. New York 1976. p. 57. 1978; 70(1).
2. Anastos G. The Scutate Ticks or Ixodidae of Indonesia. Entomologica 7. Anonymous. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Perlin-
Americana 1950; XXX/new series (1–4): 1–44. dungan Tanaman Pangan. Ditjen. Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta 1988.
3. Saim A. Caplak Stadia Parasitik (Acarina: Ixodidae) pada sambar, Cervus p.93.
unicolor di Indonesia. Buletin Peternakan 1992; 16: 129. 8. Munaf HB. Caplak Anjing, Rhipicephalus sanguineus. Buletin Kebun Raya
4. Wilson N. New Distributional Records of Ticks fmm Southeast Asia and 1977; 3(2): 43–46.
Pacific (Metastigmata: Argasidae, Txodidae). Oriental Insect, Vol 4(1). 9. Saim A. Hubungan antara Caplak (Acarina: Ixodidae) pada kambing dan
Department of Zoology University of Delhi, India. 1970. p. 37–46. hewan budidaya lainnya di beberapa daerah propinsi Lampung. Prosiding
5. Audy JR, Nadchatram M, Lim Boo Liat. Malaysian Parasites XLLX. Host Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong PJPT II.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


MAKALAH

Masa Depan Bioteknologi


Indonesia
dr. Boenjamin Setiawan Ph.D.
Presiden Komisaris P. T Kalbefarma, anggota Dewan Riset Nasional, anggota Dewan Pendidikan Tinggi PDK,
anggota Badan Akreditasi Nasional, Ketua Yavasan Pendidikan Kalbe, Bendahara Yayasan Keanekaragaman Hayati
dan Yayasan Pengembangan Kreativitas , Jakarta

PENDAHULUAN teori Maithus yang memprediksi bahwa umat manusia akan


Bioteknologi sebetulnya sudah dikenal oleh nenek moyang punah karena kelaparan sampai sekarang dapat ditepis. Dengan
kita beberapa ribu tahun yang lalu dengan pembuatan tempe, pertambahan jumlah manusia yang diperkirakan pada tahun
tape, kecap, taoco dan sebagainya. Di Barat juga sudah dikenal 2000 menjadi 6 milyar orang dan jumlah orang yang terus akan
4000 tahun yang lalu dengan pembuatan roti, anggur, bir dan bertambah, maka pada titik tertentu, secara teoritis carrying
keju.Dengan penjelasan struktur molekul DNA oleh Watson dan capacity dunia akan mencapai titik jenuhnya. Tetapi dengan
Crick(1) pada tahun 1953, dan pembuktian bahwa DNA secara kreativitas dan kemampuan inovasi para ilmuwan, saya optimis
universal menyimpan kode genetik dan semua mahluk hidup, bahwa umat manusia masih dapat survive, dapat mengatasi
dimulailah era bioteknologi modern. Pada 1973 Herbert Boyer masalah ini dan masih dapat bertahan beberapa ribu tahun lagi.
dan Stanley Cohen melaporkan teknik DNA rekombinan, yang Definisi Bioteknologi, adalah aplikasi ilmu pengetahuan
mampu menggunting dan memasukkan potongan DNA ke tem- (teknologi) untuk memanfaatkan organisme hidup (bio) biasa-
pat-tempat tertentu di rantai DNA(2). Dengan teknologi ini maka nya sel atau mikro-organisme (bakteria, fungi, ragi dan algae)
dimulailah era rekayasa genetik. Penemuan lain yang sangat untuk memproduksi zat kimia yang bermanfaat untuk umat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan industri biotekno- manusia. Melalui bioteknologi telah diproduksi vaksin, obat,
logi, ialah penemuan pembuatan antibodi monoklonal yang di- bahan kimia (alkohol, aseton, butanol, gliserol, berbagai asam
laporkan oleh Kohler dan Milstein pada tahun 1975(3). amino dan asam organik) dan dengan rekayasa genetik telah di-
Umat manusia hidup karena adanya energi matahari yang hasilkan tanaman dan hewan yang super produktif. Masa depan
menyinari dunia. Energi ini oleh tanaman melalui fotosintesa bioteknologi untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia
dapat diubah menjadi senyawa kimia (karbohidrat, lipid, protein, sangat besar. Tetapi seperti juga dengan semua ilmu pengetahu-
vitamin dan berbagai senyawa lain) yang dapat dikonsumsi oleh an lain, seperti ilmu fisika (yang menghasilkan bom atom dan
mahluk yang lebih tinggi seperti serangga, ikan, reptilia, amfibia, hidrogen), bioteknologi bila tidak dipergunakan dengan baik,
burung dan mamalia. Manusia kemudian memanfaatkan semua dapat menimbulkan malapetaka untuk umat manusia. Melalui
mahluk hidup untuk kebutuhan hidupnya. Tanpa ada rantai peng- pembuatan klon, para ilmuwan dapat menciptakan mahluk baru,
ubahan energi matahari menjadi senyawa kimia yang dapat di- dan seperti banyak diungkapkan dalam buku/film fiksi ilmiah,
manfaatkan oleh berbagai biota laut, darat maupun udara maka mahluk yang diciptakan para ilmuwan dapat menguasai umat
kehidupan dunia akan berhenti. manusia dan menghancurkan dunia.
Manusia melalui ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam
industri pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan telah INDUSTRI BIOTEKNOLOGI DUNIA
mampu meningkatkan produktivitasnya berlipat ganda sehingga Industri bioteknologi boleh dikatakan dikuasai oleh Amerika

Dibawakan pada lokakarya LINK-STAID II di Ruang Komisi Utama Gedung II


BPPT, tgl 25 Maret 1997

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 47


Serikat. Dengan sistem ekonomi yang sangat menunjang inovasi sebagai berikut :
dan keberanian mengambil risiko, melalui venture capital, telah (semua perusahaan/perusahaan publik)
tumbuh lebih dari 1311 perusahaan bioteknologi dengan penjual- Therapeutics 42% / 69%
an total USD 13 milyar. Dari jumlah ini 265 merupakan per- Diagnostics 26% / 15%
usahaan publik. Pada sekitar tahun 1980 setiap tahun dibentuk 80 Supplier 15% / 5%
perusahaan bioteknologi. Lebih dari 100.000 orang bekerja se- Ag-bio 8% / 8 %
cara langsung di perusahaan bioteknologi dengan gaji yang Chemical, Environmental
cukup tinggi. Bilamana industri lain yang memasok industri and service 9% / 3%
bioteknologi secara tidak langsung juga diperhitungkan maka Pengelompokan perusahaan menurut jumlah karyawan
jumlah orang yang diberi kerja oleh industri ini bertambah lagi (perusahaan publik):
dengan beberapa puluh ribu orang. Bersama dengan industri Kecil (150 karyawan) 37%
informatika, industni bioteknologi merupakan industri utama Sedang (51–135 karyawan) 33%
Amerika untuk penemuan (discovery) dan inovasi yang berdam- Besar (136–299 karyawan) 18%
pak luas terhadap kualitas hidup. Top tier (300 lebih karyawan) 12%
Dua puluh tahun yang lalu, pada tahun 1976, dua orang Jumlah paten yang didaftarkan oleh perusahaan biotekno-
Profesor (salah satu pemenang hadiah Nobel) dan seorang entre- logi adalah:
preneur, mendirikan Generitech di San Francisco. Sekarang Jumlah aplikasi ke PTO (Patent & Trade Office)
Genentech telah menjadi perusahaan bioteknologi terbesar dunia 1994: 13.500
dengan penjualan lebih dan USD 2 milyar, disusul oleh Amgen Perkiraan aplikasi pada tahun 1995 14.400
yang juga berdomisili di San Francisco. Walaupun industri Perkiraan waktu persetujuan paten biotek dalam
bioteknologi kelihatannya sangat menggiurkan dan menantang bulan 20,8
para investor dan ilmuwan, dan 1311 perusahaan bioteknologi Perkiraan waktu persetujuan paten lain dalam bulan 19,8
ini, hanya beberapa puluh saja yang sudah menguntungkan. Jumlah paten biotek yang sudah dikeluarkan: ± 4.000
Sisanya masih merugi dan terus mengharapkan kucuran dana (67% penemu U.S., 15% EC, 13% Jepang dan 5%
dan para investor. bangsa lain)
Menunut BIO online(6) sudah ada 60 juta orang yang telah ter- Menurut survai yang dilakukan oleh BlO-online rata-rata
tolong oleh 26 obat dan vaksin yang telah disetujui oleh FDA. biaya pengembangan obat biofarmasi adalah antara $200 sampai
Sekarang masih ada 270 obat dan vaksin bioteknologi dalam $350 juta, dan lamanya 6,9 tahun. Lebih murah dan lebih cepat
tarafpenelitian klinik fase II dan III, yang menunggu persetujuan dibandingkan dengan pengembangan obat melalui skrin farma-
FDA dan beberapa ribu lagi yang masih dalam taraf penelitian kologi senyawa sintesa kimiawi. Hal ini disebabkan karena pada
preklinik. Pada tahun 1994 dana penelitian yang dikeluarkan pengembangan obat melalui bioteknologi, senyawa kimia yang
oleh industri bioteknologi Amerika sebesar USD 7 milyar. Tujuh diteliti sebetulnya merupakan molekul alamiah, yang sudah ada
perusahaan dengan pengeluaran biaya R&D tertinggi di USA di dalam badan kita. Dengan demikian kemungkinan efek toksik-
adalah perusahaan bioteknologi. Dengan biaya R&D yang sangat nya pada dosis terapeutik sangat rendah. Mengingat bahwa pada
besar uini diperkirakan banyak perusahaan yang harus mengeluar- penelitian bioteknologipada umumnya yang dicari adalah molekul
kan dana terus menerus untuk membiayai R&D ini mulai jenuh. yang sebetulnya sudah ada dalam badan kita, yang mempunyai
Di Inggris jumlah perusahaan bioteknologi hanya berjumlah suatu fungsi faal atau biokimiawi tertentu, dan yang diinginkan
150. Keadaan ekonomi, peraturan pemerintah dan budaya kon- adalah memperkuat fungsi ihi maka kalau sudah diketahui target
servatif tidak begitu kondusif untuk perkembangat suatu industri molekulnya maka waktu penemuannya relatif cepat.
yang masih banyak meñthutuhkan investasi untuk penelitian,
dan banyak faktor ketidakpastian. Tetapi karena banyaknya ahli Tabel 1. Selayang pandang (overview) pengembangan obat bioteknologi
bioteknologi di Inggris yang cukup inovatif dan kreatif maka Waktu
Fase (tahun) Test Tujuan
sekarang mulai ada investor yang berani menanamkan modalnya (tahun)
di sana. Preklinik Penelitian binatang Menilai keamanan dan 1,8
dan laboratorium aktivitas biologis
Di Jerman keadaannya juga tidak begitu merangsang untuk
Klinik
industri bioteknologi. Terutama karena trauma perang dunia II, Fase I 20 sampai 80 Menilai keamanan 3.4
saat para ahli jaman Hitler pernah mau menciptakan ras unggul sukarelawan sehat dan dosis (seluruh fase)
Aryan. Peraturan sangat ketat dan baru lima tahun terakhir mulai Fase II 100-300 pasien Menilai keamanan
sukarelawan dan efektivitas
dibuat kelonggaran dalam berbagai peraturan untuk penelitian 1.000-3.000 pasien Verifikasi kemagjuran
Fase III
rekayasa genetik. Sekarang di Jerman diperkirakan ada sekitar 70 sukarelawan dan keamanan
perusahaan bioteknologi. Mereka pada umumnya perusahaan FDA review Menilai kembali semua data untuk kemanjuran dan keamanan
jasa(5). Hal lain yang kurang mendukung perkembangan industri
Total 6,9
bioteknologi di Eropa secara umum, ialah karena tidak berkem-
bangnya industri venture capital. INDUSTRI BIOTEKNOLOGI INDONESIA
Menurut segmen pasar, penjualan produk bioteknologi adalah Mendapatkan data di Indonesia sangat sulit, karena tersebar,

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Tabe1 2. Obat dan Vaksin Bioteknologi yang telah disetujui sampai 1994(6) 21 Recombinate Baxter blood clotting factor Dec. 1992
(rAHF) Healthcare VIII for the treatment
1 Humulin Eli Lilly Diabetes Oct. 1982
of hemophilia A
(recmbinant
22 Kogenate Miles idem Febr. 1993
human insulin)
(recombinant anti
2 Protropin Genentech growth hormone Oct. 1985
hemophilic factor)
(somatrem) inadequacy
23. Betaseron Berlex Lab/ relapsing, remitting August 1993
3 lntron A Schering- hairy cell leukemia June 1986
(recombinant inter Chiron
Plough genital warts June 1988
feron beta 1-B) multiple sclerosis
AIDS-related Kaposi's Nov. 1988
24 Pulmozyme Genentech Dec. 1993
sarcoma
(Dnase) cystic fibrosis
non-A, non-B hepatitis Feb. 1991
25 Oncaspar Enzon/Rhone acute lymphoblastic Feb. 1994
Hepatitis B July 1992
(pegasparagase) Poulenc Rorer leukemia
4 Orthoclone OKT3 Ortho Biotech reversal of acute June 1986
26 ReoProTM Centocor, Inc. reduce acute blood clot Dec. 1994
kidney transplant
(abciximab) related complications
rejection
for high risk
5 Roferon-A Hoffman-La hairy cell leukemia June 1986
angioplasty patients
(recombinant Roche AIDS-related Kaposi's Nov. 1988
alfa-interferon) sarcoma
6 Recombivax Merck hepatitis B vaccine July 1986
7 Engerix-B Smith Kline Sept. 1989 tidak dapat ditemukan sumbernya atau memangnya tidak ada.
(Hepatitis B Beecham
Vaccine
Angka-angka yang saya kemukakan pada kesempatan ini adalah
recombinant) kira-kira (guestimate) dan bilamana anda mengetahui angka
8 Humatrope Eli Lilly human growth March 1987 yang lebih tepat mohon dikoreksi.
hormone deficiency Indonesia sudah memiliki industri bioteknologi yang cukup
in children
9 Nutropin Genentech growth hormone Nov. 1993
lumayan. Teknologinya pada umumnya didapatkan dan pe-
failure due to chronic masok peralatan, atau didapatkan berdasarkan lisensi. Saya
renal insufficiency perkirakan sekarang ada beberapa ratus industri bioteknologi
prior to kidney tradisional yang membuat tempe, oncom, tape, anggur. keju.
transplantation
10 Activase Genentech acute myocardial Nov. 1987
yoghurt dan sebagainya. Tetapi industri bioteknologi modern,
(recombinant infarction seperti industri yang membuat mono-sodium glutamate, lysine.
alteplase) acute pulmonary June 1990 high-fructose syrup, asam sitrat, alkohol. vaksin hepatitis dan
embolism berbagai kit diagnostik, hanya dapat dihitung dengan jari. Dalam
11 Epogen Amgen treatment of anemia
associated with chronic
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan
renal failure and juga sudah banyak dilakukan manipulasi bioteknologi, seperti
anemia in Retrovir- kultur jaringan, pemakaian biopestisida, dan bacillus thuringen-
treated HIV infected sis. Kalau kita juga memasukkan perusahaan pemberi jasa impor
patients
12 Procrit Ortho Biotech chemotherapy Dec. 1990
dan penjualan berbagai produk dan alat laboratonium yang diper-
(epoetin alfa) associated anemia gunakan oleh industri bioteknologi, maka jumlahnya akan men-
13 Alferon N Interferon genital warts Oct. 1989 jadi lebih banyak. Penjualan industri bioteknologi Indonesia
(Interferon Alfa Sciences untuk tahun 1994 saya perkirakan sudah mencapai lebih dari 300
-N3, Human
Leucocyte
milyar rupiah, terutama oleh produksi asam sitrat, sodium gluta-
Derived) mat dan lysine.
14 Adagen Enzon treatment of infants March 1990 1) Bioteknologi kesehatan yang ada yaitu pembuatan vaksin
(adenosine and children with hepatitis B di Biofarma dan Mataram. Pembuatan obat secara
deaminase) severe immuno
deficiency
bioteknologi sampai sekarang sepengetahuan saya belum dilaku-
15 Actimune Genentech management of chronic Dec. 1990 kan di Indonesia. BPPT Serpong yang memiliki reaktor 2500 liter
(gamma granulomatous disease (?) telah membuat enithromisin, sefalosporin dan vitamin B 12
interferon) dalam skala laboratonium, tetapi belum diketahui kemampuan
16 Neupogen Amgen chemotherapy- Feb. 1991
(Filgastrim) induced neutropenia
untuk produksi secara komersial. Produksi kit diagnostik telah
bone marrow trans- June 1994 dimulai oleh divisi Diagnostik Kalbe, dengan produksi dipstik
plant accompanied Dengue IgG, hepatitis B dan tes kehamilan. Saya perkirakan
neutropenia obat, vaksin dan produk diagnostik dan industri bioteknologi
17 Leukine Immunex autologous bone March 1991
(yeast-derived marrow transplantation
penjualannya sebesar Rp. 20 milyar.
GM-CSF) 2) Bioteknologi industri pangan merupakan industri yang
18 Ceredase/ Genzyme Type 1 Gaucher's April 1991 sudah banyak dilakukan di Indonesia dan termasuk industri
disease pangan tradisional, seperti produksi tempe, tape, oncom, anggur
19 Cerezyme idem idem
(aglucigerase)
dan sebagainya. Pada umumnya dilakukan perusahaan perumah-
20 Proleukine, IL-2 Chiron treatment of renal May 1992 an. Industri bioteknologi pangan yang lebih besar ialah industri
(Aldesleukin) carcinoma kecap, roti, bir, cuka, yoghurt, keju, high-fructose syrup, asam

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 49


sitrat, vetsin, lysine dan sebagainya. Sekarang industri biotekno- rencana kerja tahunan bersama tolok ukur/parameter untuk terus
logi pangan yang paling banyak jumlahnya. Bahkan Indonesia dapat memonitor dan mengevaluasi derajat keberhasilan pen-
sekarang mungkin menipakan produsen asam sitrat dan mono- capaian tujuan.
sodium glutamat yang terbesar di dunia. Sebaiknya kita konsentrasi dalam 4 bidang industri bio-
Menurut laporan CIC(7), ada 11 perusahaan yang mempro- teknologi, yaitu;
duksi asam glutamat dan monosodiumglutamat, dengan proyeksi 1. Bioteknologi pangan/pertanian/peternakan/perikanan/hor-
produksi total pada 1999 sebesar 220,000 ton, konsumsi 98,000 tikultur
ton dan ekspor 122,000 ton. Ekspor pada 1994 adalah sebesar 2. Bioteknologi kesehatan, terutamaobat, vaksin dan diagnostik
69,915,325 kg. senilai USD 74,382,382. Ekspor lysine yang 3. Bioteknologi industri
diproduksi oleh Cheil Samsung Astra-Pasuruan pada tahun 1994 4. Bioteknologi lingkungan
adalah 13,598 MT seharga USD 33,291,227. Untuk dua produk Untuk keempat bidang dibuat rencana kerja, anggaran be-
ini, yang dibuat dengan fermentasi, ekspornya sudah mencapai lanja, dan kebutuhan sumber daya manusianya. Strategi dasar
USD 107,673,600. yang paling sederhana dan paling efisien ialah menentukan
Bioteknologi pertanian di Indonesia juga merupakan suatu produk yang sudah ada permintaannya dan mencari lisensi untuk
industri yang sudah cukup lumayan perkembangannya. Kultur memproduksinya. Dengan cara demikian kita bisa memotong
jaringan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan mem- kompas dan lebih cepat memupuk keahlian dan pengalaman
perbanyak tanaman secara masal telah diterapkan untuk pisang, untuk kemudian dengan cepat dapat mengembangkan industri
nenas, kentang, kelapa sawit, kelapa hibrida, dan sebagainya. bioteknologi yang mandiri. Untuk dapat melaksanakan hal ini
Dengan teknologi fusi sel dan rekayasa genetik telah dihasilkan perlu sekali pemerintah membuat peraturan-peraturan yang me-
berbagai tanaman pangan dengan produktivitas yang sangat rangsang investor untuk mau melakukan investasi dalam industri
meningkat, bahkan telah dihasilkan tanaman dengan sifat-sifat bioteknologi. Dasar peraturan untuk merangsang investasi pada
yang diinginkan oleh konsumen. Juga telah dihasilkan berbagai umumnya dapat digolongkan dalam 3 kelompok insentif:
biopestisida dan tanaman yang menjadi resisten terhadap ber- 1) Insentif fiskal, yaitu dana yang disediakan pemerintah dan
bagai penyakit. Perkiraan hasil penjualan dan produk biotekno- APBN untuk penelitian atau kegiatan lain yang merangsang
logi pertanian diperkirakan berjumlah Rp. 10 milyar. pengembangan industri.
3) Bioteknologi lingkungan juga telah dimanfaatkan oleh 2) Insentifmoneter, yaitu pinjaman bank dengan bunga rendah
beberapa industri di Indonesia. PAU bioteknologi di Bandung di atau peraturan yang mempermudah pinjaman dan bank.
bawah pimpinan Prof. Oei Ban Liang telah mampu menciptakan 3) Insentif perpajakan; semua biaya yang dikeluarkan untuk
berbagai sistem peralatan pengolahan limbah yang telah diper- penelitian dan investasi untuk alat penelitian dapat dibebaskan
gunakan oleh banyak industri. Sayang kurang dipromosi se- dan pajak, bahkan dapat ditambah dengan 100 sampai 200%,
hingga masih belum diketahui oleh banyak orang. seperti yang dilakukan di Singapura dan Malaysia. Di negara
maju seperti USA, Jepang, Jerman, Inggnis, Perancis, Australia
MASADEPAN INDUSTRI BIOTEKNOLOGI INDONESIA dan Kanada, berbagai peraturan pemerintah memberikan insen-
Bioteknologi di seluruh dunia sedang menjadi primadona tif untuk merangsang penelitian dan investasi dalam berbagai
untuk penelitian dan menjadi incaran para investor karena di- industri yang dipandang akan sangat berperan untuk pertum-
perkirakan akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi. buhan ekonomi di masa yang akan datang.
Terutama dengan berhasilnya dilakukan kioning oleh para
ilmuwan Inggris dan proyek genom manusia yang diperkirakan KESIMPULAN
akan selesai pada tahun 2003. Bioteknologi merupakan ilmu yang akan sangat besar dam-
Indonesia sebetulnya merupakan lahan yang sangat baik paknya terhadap kualitas hidup umat manusia:
untuk mengembangkan industri bioteknologi mengingat di- 1) Industri bioteknologi akan merupakan lokomotif yang akan
milikinya keanekaragaman hayati yang sangat besar, dan ter- mendorong ekonomi negara yang dapat menguasai ilmu dasar
sedianya sumber bio-energi yang relatif murah dan berlimpah biologi molekuler, rekayasa genetika, rekayasa biomolekuler
seperti molasses dan tapioka yang dapat dikonversi menjadi dan ilmu fermentasi.
glukosa. 2) Pendidikan dan penelitian bioteknologi harus dimulai di se-
Tetapi untuk dapat memanfaatkan keuntungan alamiah yang kolah menengah, untuk dapat merangsang minat dan para siswa
tersedia, diperlukan sumber daya manusia terdidik, terlatih dan sedini mungkin. Kita harus membuat rencana pengembangan
yang berpengalaman dalain bioteknologi. ini yang tidak kita sumber daya peneliti bioteknologi.
miliki. Beberapa gelintir ilmuwan bioteknologi yang ada, ke- 3) Pemerintah harus merangsang para pengusaha dan indus-
banyakan bukan melakukan penelitian tetapi terlalu disibukkan triawan untuk mau melakukan investasi dalam industri bio-
dengan pekerjaan administratif di universitas atau lembaga teknologi dengan memberikan berbagai insentif, sepenti insentif
pemerintah. fiskal, insentif moneter dan insentif perpajakan.
Untuk mengatasi hal ini diperlukan visi 2020 pengembang- 4) Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar
an industri bioteknologi Indonesia. Arah dan tujuan yang ingin dan dengan sumber bioenergi yang relatif murah, mempunyai ke
dicapai 25 tahun yang akan datang, strategi pencapaiannya dan sempatan untuk membangun industri bioteknologi yang tangguh.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


5) Industri bioteknologi yang memberikan nilai tambah ter- 4) Proyek akan diberikan insentif berupa: a). penyertaan modal
besar adalah biofarmasi. Pada tahun 2000 diperkirakan kontri- seed money sebesar minimal 50% dari jumlah modal yang di-
busi obat yang berasal bioteknologi akan sebesar USD 15 milyar butuhkan. b). bebas pajak keuntungan perusahaan selama 5 tahun
dan seluruh konsumsi obat dunia sebanyak USD 300 milyar. setelah perusahaan untung. c). biaya penelitian ditambah 100%
6) Kebutuhan obat yang dibuat dengan bioteknologi dan mem- diakui sebagai biaya perusahaan. d). Untuk investasi peralatan
punyai pasar besar ialah obat hipolipidemik (mevastatin, lova- penelitian dan modal kerja diberi pinjaman bank dengan bunga
statin, pravastatin, fluvastatin dan simvastatin), obat sefalosporin, 12% per tahun.
obat antikarsinogenik, obat yang mempengaruhi susunan saraf 5) Insentif demikian sebaiknya diberikan kepada industri yang
pusat dan berbagai zat yang mempengaruhi pertumbuhan. dinilai strategis untuk perkembangan ekonomi Indonesia dan
bila mereka melakukan R&D, seperti industri telekomunikasi,
USULAN transportasi darat, laut dan udara, industri hortikultur dan pe-
Mengingat industri bioteknologi merupakan salah satu in- muliaan tanaman, mikroelektronika, informatika, ilmu material
dustri yang akan sangat besar peranannya dalam meningkatkan (material sciences) dan sebagainya.
kualitas hidup manusia dan juga berperan sebagai lokomotif
pembangunan ekonomi maka sebaiknya diberikan perhatian dan
insentif khusus oleh pemerintah untuk merangsang dunia usaha KEPUSTAKAAN
swasta melakukan investasi dalam industri ini.
1. Watson JD, Crick FHC. A structure for DNA. Nature, 1953; 171(28):
1) Pemerintah menyediakan dana penyemaian (seed money) 736–738.
sebesar Rp. 50 milyar untuk merangsang swasta melakukan 2. Cohen S. Boyer H. Construction of biological functional bacterial plasmids
investasi dalam industri bioteknologi. In vitro. Proc. NatI. Acad. Sci. U.S.A. 1973; 70: 3240.
2) Fihak peneliti universitas atau swasta yang mempunyai 3. Kohler G. Milstein C. Continuous cultures of fused cells secreting antibody
of predefined specifity. Nature, 1975, 256, 495.
gagasan untuk membuat suatu produk/jasa dalam bidang bio- 4. BIO online, http:/www.bio.org.
teknologi dapat mengajukan usulannya kepada suatu badan 5. Bernstein K. Biotech in Germany. Against all odds, a sector emerges.
(DRN, BPPT) yang akan menilai feasibility proyek tersebut. Biocentury. March Ii. 1996.
3) Bilamana dinilai feasible, akan dicarikan mitra swasta yang 6. Biotechnology Drug Products. By the Biotechnology Industry Organization,
BIO Publications BIO Home page.
akan memasukkan dana penyertaan sebesar 50% atau lebih. 7. CIC. MSG industry and market in Indonesia, 8th July 1995. No. 177 pp 3–37

. HEALTH CARE MEDICAL SPECIALIST .


PT PUTRAMAS MULIASANTOSA is a company with a solid track record in the health care industry. We
have recently partnered with a reputable Australia Health Care firm to expand and bring the company to an
international standard in the industry.
In support of this growth, we are seeking highly qualified medical specialists to assume the following
appointments:

GYNECOLOGISTS NEUROLOGISTS
INTERNISTS ANAESTHESIOLOGISTS
OPTHALMOLOGISTS RADIOLOGISTS
CLINICAL PATHOLOGIST SURGEONS
PEDIATRICIANS CARDIOLOGIST
The successful candidates should have completed the WAJIB KERJA SARJANA and are willing to be
employed on a full-time basis. Highly motivated, dynamic and willingness to learn new ideas and practices
are qualities we are looking for.
We offer opportunities for growth and advancement plus exposure and training to international standards of
medical practice.
We welcome your CV with photo and certificates. Please address it to:
THE DIRECTOR
P0 BOX 4087
JKT 13040

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 51


HASIL PENELITIAN

Reaksi Imunologis dan Reaksi Samping


Vaksin Polio Oral Buatan Bio Farma
Gendrowahyuhono*, Suharyono Wuryadi*, Mulyati Priyanto*, Yulitasari**, Sinta Purnamasari*, Klino *
*) Badan Penelitian dan Pengetnbangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Ri, Jakarta
**) SubDit. Imunisasi, Ditjen PPM & PLP, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Penelitian reaksi imunologis dan reaksi samping vaksin polio oral buatan Bio Farma
telah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1994, dengan tujuan untuk mengetahui apakah
imunogenisitas dan reaktogenisitas vaksin tersebut pada anak-anak berumur 2–3 bulan
cukup baik, sehingga vaksin tersebut dapat dipasarkan di Indonesia.
Hasil pemeriksaan serologi menunjukkan bahwa seroconversion rate masing-masing
tipe 1, 2 dan 3 adalah 98%, 98% dan 94%, demikian juga seroconversion rate terhadap
ketiga tipe adalah 93%. Pada pengamatan selama 8 hari setelah vaksinasi pertama, kedua
dan ketiga, tidak dijumpai adanya reaksi samping. Hasil isolasi virus hanya menemukan
satu polio tipe-2 sebelum anak mendapat imunisasi, satu Coxsackie-B group dan satu
polio tipe 2 setelah anak mendapat imunisasi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa vaksin tersebut memberikan sero-
conversion rate yang cukup tinggi, baik terhadap masing-masing tipe maupun terhadap
ketiga tipe virus polio, dan tidak ada reaksi samping bila diberikan kepada anak-anak
yang berumur 2–3 bulan.
Disarankan, program imunisasi di Indonesia dapat menggunakan vaksin polio buatan
Bio Farma, karena ternyata kualitasnya tidak berbeda dengan vaksin yang sekarang di-
gunakan untuk program yaitu buatab dari SK&F atau Pasteur Merieux.

PENDAHULUAN vaksin terbesar di Jepang yaitu JPRI (Japan Poliomyelitis


Dalam usaha memenuhi kebutuhan vaksin polio yang cukup Research institute) di Tokyo.
banyak untuk program eradikasi polio di Indonesia, maka Perum Sebelum dapat dipasarkan di Indonesia, maka vaksin ter-
Bio Farma telah memproduksi vaksin polio oral menggunakan sebut perlu diuji coba pemberiannya pada anak-anak yang ber-
strain standar Sabin; strain vaksin tersebut sudah dipakai secara umur 2–3 bulan, dengan tujuan untuk mengetahui reaksi imu-
luas di dunia, termasuk Indonesia, dan telah terbukti mempunyai nologis dan reaksi samping vaksin. Dipakainya batasan umur
reaksi imunologis (imunogenisitas) yang baik dan reaksi sam- 2–3 bulan, adalah karena disesuaikan dengan batasan umur
ping (reaktogenisitas) yang rendah. Teknologi yang digunakan anak dalam program imunisasi yang selama ini dilaksanakan di
dalam pembuatan vaksin tersebut berasal dari salah satu pabrik Indonesia.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


BAHAN DAN CARA KERJA bagai mernpunyai antibodi terhadap virus yang dicampurkan.
Sebaliknya, serum yang tidak menetralisasi virus yang dicam-
1) Lokasi
purkan diartikan sebagai tidak mempunyai antibodi terhadap
Penelitian dilakukan di Yogyakarta, dengan pertimbangan
virus tersebut.
bahwa dengan Dinas Kesehatan Yogyakarta telah terjalin kerja-
Bersamaan dengan setiap uji netralisasi dan serum yang
sama yang baik dalam melaksanakan beberapa penelitian se-
akan diuji, disertakan juga uji titrasi ulang (back titration) dan
belumnya dan sudah tersedia tenaga yang terlatih untuk melaku-
virus yang digunakan, serta serum kontrol untuk melihat toksisi-
kan pengambilan spesimen darah bayi dan balita, selain itu juga
tasnya terhadap sel, dan reference homologous antisera yang
partisipasi masyarakatnya cukup baik.
sudah diketahui titer antibodinya.
2) Sampel
6) Pemeriksaan isolasi virus
Sejumlah 100 anak sehat yang berumur 2–3 bulan, belum
Isolasi virus entero dan tinja dilakukan pada biakan sel
pernah sakit polio, belum pernah mendapat vaksin polio dan
HEp-2 dan Vero. Isolasi yang menunjukkan CPE dilanjutkan
berat badan normal, digunakan sebagai sampel dalam penelitian
dengan identifikasi. Isolasi yang tidak menunjukkan CPE di-
ini
lakukan pasase selama 2 kali, dan apabila sampai 2 kali pasase
Anak-anak tersebut diberi OPV buatan Bio Farma sebanyak
tidak menunjukkan adanya CPE dinyatakan sebagai negatip
tiga kali dengan selang waktu 4–6 minggu di antara masing-
isolat.
masing pemberian.
Identifikasi terhadap isolat yang positip dilakukan dengan
3) Vaksin menggunakan pool antisera yang didapatkan dan WHO. Pool
Vaksin yang diberikan adalah No. Batch 270063, dengan antisera tersebut terdiri dari pool antisera polio, Echo dan
dosis 2 tetes, dimasukkan ke dalam mulut. Coxsackie virus group. Prosedur pemeriksaan identifikasi sesuai
Titer vaksin yang digunakan adalah Polio-1 = 106,0 TCD50; dengan standard WHO(1).
Polio-2 = 105,0 TCD50 dan Polio-3 = 105,5 TCD50/dosis.
7) Test potensi vaksin
4) Cara pengambilan darah dan tinja Potensi vaksin polio yang akan dipakai dan yang sudah
Darah diambil dari vena cubiti sebanyak 2 ml dengan meng- dipakai di lapangan diuji dengan pemeriksaan titrasi pada cell
gunakan syringe dan wing needle. Serum dipisahkan dengan cara HEp-2 yang ditumbuhkan dalam microplate dan tabung.
sentrifugasi, dimasukkan dalam vial, kemudian disimpan dalam Vaksin yang diuji potensinya diambil secara random, se-
freezer (suhu beku) sampai saat dilakukan pemeriksaan. banyak 1 vial, dan sejumlah vaksin yang akan dipakai untuk
Tinja diambil sebanyak 8 gram, dengan cara memasukkan setiap jadual vaksinasi dan 1 vial sisa dan sejumlah vaksin
sonde ke dalam rektum. Tinja yang menyemprot keluar ditam- tersebut.
pung dalam tabung khusus, kemudian disimpan sementara dalam
8) Pengamatan reaksi samping
lemari es atau langsung disimpan dalam freezer.
Setiap kali sehabis vaksinasi, bayi diamati selama 8 hari
Darah dan tinja diambil dua kali yaitu pada saat sebelum
oleh petugas kesehatan setempat dengan supervisi peneliti pusat,
vaksinasi dan 1 bulan setelah vaksinasi ke-3.
untuk melihat dan mencatat dalam formulir yang sudah disedia-
5) Pemeriksaan serologis kan adanya gejala reaksi samping yang mungkin terjadi. Gejala
Semua pemeriksaan, serologis dan isolasi virus dilakukan di yang diamati adalah : panas, batuk, tenggorokan merah, pilek,
Laboratorium Pusat Penelitian Penyakit Menular Jakarta. muntah, mencret, kaku kuduk, lumpuh satu kaki atau dua kaki
Uji netralisasi dengan teknik mikro, sesuai dengan cara dan apabila ada kelumpuhan apakah jika dicubit masih ada rasa
WHO menggunakan sel HEp-2 Cincinnati dan WHO. Antigen atau tidak.
yang digunakan adalah virus polio Sabin 1, 2 dan 3 yang berasal
9) Analisis data
dari Bio Farma.
Analisis data dan uji netralisasi meliputi:
Serum yang akan diujiu diencenkan 1:8 dengan medium
a) Serokonversi tenhadap ke-3 tipe virus polio.
MEM dan diinaktifkan pada suhu 56°C selama 30 menit. Dengan
b) Serokonversi terhadap masing-masing senotipe.
volume yang sama, serum yang sudah diinaktifkan tensebut di-
c) Tidak ada serokonversi.
campur dengan 100 TCID50 virus polio (tipe 1,2 dan 3), dikocok
Analisis data dan isolasi virus meliputi:
perlahan-lahan, kemudian diinkubasi pada 37°C selama 2 jam.
a) Tinja pertama: semua enterovirus.
Setelah inkubasi selesai, suspensi sel HEp-2 ditambahkan pada
b) Tinja kedua: semua enterovirus.
campuran serum-virus tersebut dan diinkubasi lagi pada 37°C
selama 5 hari. Pengamatan ditakukan setiap hari, untuk melihat
HASIL
adanya CPE (Cytopathogenic Effect).
Adanya netralisasi antara serum dan virus yang dicampur, 1) Pemeriksaan serologis
dapat diketahui dan pengamatan sel HEp-2 yang tidak menun- Pemeriksaan serologis dilakukan terhadap 100 sera dari
jukkan adanya CPE. Sebaliknya, sel HEp-2 yang menunjukkan bayi-bayi yang mengikuti penelitian dari awal sampai akhir.
CPE diartikan sebagai tidak ada reaksi netralisasi. Hasil uji netralisasi untuk mengetahui status antibodi anak
Serum yang mengadakan reaksi netralisasi, diartikan se- dari 100 anak sebelum mendapatkan OPV dan sesudah men-

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 53


dapatkan OPV III dapat dilihat pada Tabel 1. Lima puluh empat Tabel 3. Hasil pemeriksaan potensi vaksin polio oral Bio Farma, Batch
No. 270063
persen anak sebelum imunisasi adalah tripel negatip (tidak
mempunyai antibodi sama sekali), dan setelah anak diimunisasi Tgl. Pengambilan TgI. Pengiriman Titer
3 kali ternyata tidak ada lagi anak yang tripel negatip. Dari 100 sampel di sampel ke
Tgl. Pemeriksaan
Trivalent
sampel
anak sebelum imunisasi ternyata hanya 12% anak yang mem- lapangan Laboratorium OPV
punyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio, akan tetapi I I Januari 1994 25 Januari 1994 3 Februari 1994 10–6.4/ml
setelah anak mendapat imunisasi 3 kali, persentase anak yang 12 Januari 1994 25 Januari 1994 3 Februari 1994 10–6.4/ml
mempunyai antibodi terhadap ketigatipe virus meningkat menjadi 13 Januari 1994 25 Januari 1994 3 Februari 1994 10–6.4/ml
95%. Demikian juga, status antibodi anak terhadap masing- 25 Januari 1994 25 Januari 1994 3 Februari 1994 10–6.4/ml
I I Februari 1994 26 Februari 1994 4 Maret 1994 10–6.4/ml
masing tipe virus polio meningkat setelah anak mendapat imuni- 12 Februari 1994 26 Februari 1994 4 Maret 1994 10–6.4/ml
sasi 3 kali. 13 Februari 1994 26 Februari 1994 4 Maret 1994 10–6.4/ml
25 Februari 1994 26 Februari 1994 4 Maret 1994 10–6.4/ml
Tabel 1. Status antibodi polio pada 100 anak umur 2–3 bulan sebelum dan
I Maret 1994 25 April 1994 2 April 1994 10–6.4/ml
sesudah mendapat OPV buatan Rio Farma, di Yogyakarta, 1994
12 Maret 1994 25 April 1994 2 April 1994 10–6.4/ml
13 Maret 1994 25 April 1994 2 April 1994 10–6.4/ml
Neutralizing antibody polio positip Trppel 25 Maret 1994 25 April 1994 2 April 1994 10–6.4/ml
Status
Imunisasi Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 Tipe-1+2+3 negatip
n % n % n % n % n % gejala-gejala reaksi samping setelah pemberian vaksin oral polio
Sebelum mendapat 29 29 19 19 34 34 12 12 54 54 pada bayi-bayi kelompok studi, baik setelah pemberian yang
OPV pertama, ke dua maupun yang ke tiga. Demikian juga dengan
Sesudah mendapat 99 99 98 98 97 97 35 35 0 0 pengukuran suhu badan anak, ternyata tidak ada kenaikan tem-
OPV III peratur badan di atas normal ataupun penurunan di bawah normal
(Tabel 4).
Hasil uji netralisasi dan 54 anak yang seronegatip sebelum
mendapat imunisasi menunjukkan bahwa serocon version rate Tabel 4. Pengamatan reaksi samping pada penelitian vaksin polio oral
masing-masing tipe virus polio dan ketiga tipe virus polio, se- buatan Bio Farma, di Yogyakarta, 1994
telah anak mendapat imunisasi, cukup baik yaitu tipe- 1 98%,
tipe-2 98%, tipe-3 94% dan tipe-1+2+3 93% (Tabel 2). Gejala yang diamati Ya (%) Tidak (%) 36,9°C 37°C 37,1°C

Tabel 2. Serokonversi 54 bayi umur 2-3 bulan yang mendapat OPV III Suhu badan – – 1 98 1
buatan Bio Farma, terhadap masing-masing tipe polio, di Panas 0 100
Yogyakarta, 1994 Batuk 0 100
Tenggorokan merah 0 100
Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 Tipe-1+2+3 Pilek 0 100
Muntah 0 100
Jumlah sero negatip Mencret 0 100
sebelum diberi OPV 54 54 54 54 Kaku kuduk 0 100
Jumlah sero positip Lumpuh satu kaki 0 100
sesudah diberi OPV III 53 53 51 50 Lumpuh dua kaki 0 100
Conversion rate 98,1% 98,1% 94,4% 92,6%

4) Pemeriksaan isolasi virus PEMBAHASAN


Pemeriksaan isolasi virus dari 100 tinja anak sebelum imu- Dari pemeriksaan serum anak sebelum dan sesudah vaksi-
nisasi, hanya menemukan satu isolat positip, dan setelah diiden- nasi dengan vaksin polio oral buatan Bio Farma, ternyata hasil
tifikasi ternyata virus polio tipe-2. serokonversi terhadap masing-masing tipe dan ketiga tipe virus
Hasil isolasi dan 100 tinja anak sesudah mendapat imunisasi polio sangat baik. Bila hasil uji coba ini dibandingkan dengan
juga hanya menemukan 2 isolatpositip, dan setelah diidentifikasi hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di Lampung(2) dan
ternyata adalah virus polio tipe-2 dan Coxsackie-B group. Virus Bandung(3) yang menggunakan vaksin sejenis buatan SK&F
polio tipe-2 diekskresi oleh anak yang sama pada saat sebelum Smith Kline atau Pasteur Merieux yang biasa dipakai dalam
dan sesudah ia mendapat imunisasi. program imunisasi, ternyata tidak berbeda (Gambar 1).
Demikian juga bila dibandingkan dengan hasil-hasil pene-
5) Pemeriksaan potensi vaksin
Hasil pemeriksaan potensi vaksin menggunakan sel HEp-2 litian di beberapa negara di Asia (Tabel 5), maka hasil sero-
sesuai dengan anjuran WHO, yang diambil pada saat sebelum konversi penelitian ini lebih baik dari hasil penelitian di Oman,
dansesudah digunakan di lapangan, menunjukkan hasil potensi Pakistan, Saudi Arabia dan Uganda. Sedangkan dengan hasil
yang masih memenuhi syarat, yang berarti tidak terjadi penurun- penelitian di Cina, Korea, Zimbabwe dan Singapura hampir
an potensi selama penggunaan di lapangan (Tabel 3). sama meskipun lebih rendah sedikit. Dari hasil-hasil penelitian
tersebut di atas juga terlihat bahwa serokonversinya terhadap
6) Pengamatan reaksi samping tipe-2 lebih tinggi bila dibandingkan dengan tipe-1 dan 3. Me-
Pengamatan setelah pemberian OPV 3 kali dan wawancara nurut beberapa ahli, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
terhadap orang tua bayi yang ikut dalam penelitian, selama 8 hari interferensi dan tipe-2 dan virus entero lain terhadap tipe-1 dan
dan masing-masing tahap vaksinasi, menunjukkan tidak adanya tipe-3(6).

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Gambar 1. Seroconversion rate terhadap OPV III dan anak-anak di Gambar 2. Status antibodi polio anak setelah mendapat imunisasi lengkap
Bandung (1979) dan Lampung (1984) di Jakarta (1989) dan Palembang (1991)

vaksin oral polio buatan Bio Farma cukup tinggi dibandingkan


Tabel 5. Serokonversi terhadap OPV setelah pemberian 3–4 kali dosis dengan status antibodi anak setelah mendapat imunisasi rutin
pada anak-anak umur 2–7 tahun di beberapa negara Asia*) dan program (SK&F Smith Kline atau Pasteur Merieux).
Jadual Hasil isolasi virus polio tipe-2 dan satu anak sebelum diberi
Neutralizing antibody (%) Jumlah Enceran
Negara Imunisasi
bayi serum
vaksin tidak mempengaruhi pembentukan antibodi anak setelah
Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 (bulan) mendapat vaksinasi.
Cina 99 100 99 2/3/4 92 1:8 Berdasarkan hasil penelitian ini maka vaksin polio oral
Korea 100 100 100 2/4/6 26 1:8
Oman 97 97 74 3/5/7 35 1:8
buatan Bio Farma memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
Pakistan 89 92 94 0/3/5/7 36 1:8 program imunisasi, khususnya dalam rangka program eradikasi
S. Arabia 77 84 72 3/4/5 64 1:8 polio di Indonesia.
Singapura 100 100 100 3/4/5 30 1:8 –––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

Uganda 90 98 62 3/4/5 60 1:8 UCAPAN TERIMA KASIH


Zimbabwe 100 100 100 3/4/5 28 1:8 Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat
Direktur Umum Perum Bio Farma dan Direktur Pengembangan Perum Bio
*) Dikutip dan WHO(6) Farma, atas kepercayaan yang diberikan kepada Pusat Penelitian Penyakit
Menular untuk melakukan penelitian ini.
Status antibodi anak setelah mendapat imunisasi dengan Demikian juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala
vaksin Bio Farma, terhadap tipe-1+2+3 lebih tinggi dibandingkan Pusat Penelitian Penyakit Menular yang telah memberikan saran dan
petunjuknya dalam pelaksanaan penelitian ini kepada penulis.
dengan status antibodi anak setelah mendapat imunisasi dengan Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada:
vaksin yang digunakan dalam program imunisasi (SK&F) di 1 . Kepala Kan. Wil. Departemen Kesehatan Propinsi DI Yogyakarta,
Jakta dan Palembang (Gambar 2). 2. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DI Yogyakarta,
Isolasi virus polio dan anak sebelum divaksinasi, ternyata 3. Kepala Dinas Kesehatan Kodya Yogyakarta,
4. Kepala Puskesmas Kec. Wirobrajan, Mantrijeron, Tegalrejo dan Mergangsan.
hanya menemukan satu anak yang mengekskresi virus polio pada 5. Kepala RSU Kodya Yogyakarta,
saat sebelum dan sesudah imunisasi, tetapi tidak mengganggu 6. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini,
pembentukan antibodi anak setelah mendapat vaksinasi. De- atas segala bantuan yang berupa pemberian izin penelitian, penyediaan tempat
mikian juga ditemukan ekskresi virus Coxsackie-B group dari dan fasilitas lainnya, serta bantuan dalam pengambilan spesimen, sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
anak yang sudah mendapat imunisasi, tetapi tidak mengganggu
pembentukan antibodinya. Mungkin infeksi virus Coxsackie-B KEPUSTAKAAN
tersebut terjadi sesudah imunisasi, sehingga tidak menghambat 1. WHO. Manual for the Virological Investigation of Poliomyelitis. Global
pembentukan antibodi terhadap vaksin polio yang diberikan. Poliomyelitis Eradication By the Year 2000. EPIJPoIio/90. 1: 63–71.
Seperti halnya dengan vaksin yang selama ini dipergunakan 2. Gendrowahyuhono dkk. Tanggap kebal anakterhadap vaksinasi polio
dalam program imunisasi di Indonesia, dan strain Sabin,maka dengan dua kali dosis dan tiga kali dosis. Medika 1987; 4: 369–88.
3. DepKes RI. Hasil trial imunisasi polio di lima kecamatan di Kodya Bandung
ternyata tidak dijumpai adanya reaksi samping yang memba- (survei sero-virologik) pada bayi sehat golongan umur 3–14 bulan, pada
hayakan bagi kesehatan anak penerima vaksin. tahun 1978–1979. Suatu kerjasama antara Dit. Jen. P3M. Dinas Kesehatan
Prop. Jawa Barat dan PN Bio Farma, 1981.
KESIMPULAN DAN SARAN 4. Gendrowahyuhono. Serokonversi terhadap vaksin polio oral di kalangan
anak-anak di daerah kumuk di Jakarta. Cermin Dunia Kedokt 1993; 83:
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa vaksin 49–51.
polio oral buatan Bio Farma, yang diberikan pada bayi-bayi yang 5. Bambang Heryanto, Gendrowahyuhono. Tanggap kebal terhadap vaksin
berumur 2–3 bulan, tidak menimbulkan reaksi samping. oral pada anak-anak di daerah kumuh di Palembang. Maj Kes Mas Indon
Hasil serokonversinya terhadap masing-masing tipe dan 1994; XXII (10): 635–42.
6. Robertson SE. Poliomyelitis. The Immunological Ba for Immunication.
ketiga tipe virus polio, sangat baik. Expanded Programme on Immunization, World Health Organization, Geneva,
Status antibodi anak setelah mendapat imunisasi dengan 1993.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 55


HASIL PENELITIAN

Survai Serologi Polio


di Daerah Tersangka KLB Polio
Desa Bobojong, Cianjur,
Jawa Barat
Djoko Yuwono*, Shinta Purnamawati*, Gendro Wahyuhono*, Ratu Tri Yulia**
*) Pusat Penelitian Penyakit Menular; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
**) Kepala Seksi P2M. Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Jawa Barat

ABSTRAK

Telah dilakukan suatu survei enterovirus di daerah tersangka KLB polio di Kecamatan
Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status polio
pada anak balita dan transmisi enterovirus lainnya di daerah tersebut. Sebanyak 91 anak
telah diamati dan sebanyak 59 serum dan 65 tinja balita telah diperiksa. Pemeriksaan
antibodi polio dilakukan dengan uji netralisasi terhadap antigen polio (tipe Sabin) pada
sel HEp-2, sedangkan isolasi dan identifikasi enterovirus dilakukan terhadap antisera
ECHO, Coxsackie dan polio pada sel HEp-2 dan sel RD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada cakupan imunisasi 95,5% (data pus-
kesmas) atau 72,5% (hasil survei ini) masih ditemukan 10,9% anak yang tidak memiliki
antibodi polio; pada kelompok umur 3-11 bulan dengan cakupan imunisasi 50,0% hanya
ditemukan 8,3% anak yang memiliki antibodi polio-1. Tidak satupun anak yang me-
miliki antibodi polio dobel tipe. Persentase antibodi polio tripel akan meningkat dengan
makin bertambahnya umur anak; setelah umur 36 bulan tidak ditemukan lagi anak-anak
yang seronegatif polio. Hasil isolasi virus menunjukkan bahwa 24/65 (36,9%) positif;
12/65 (18,5%) adalah enterovirus, antara lain: virus ECHO- 13, ECHO-7 dan ECHO-9
(13,8%) lebih dominan dibanding virus Coxsackie B (4,6%).

PENDAHULUAN Pada tanggal 17 Oktober 1994 telah dilaporkan adanya


Batas waktu Bebas Polio di Indonesia sudah semakin dekat, tersangka ‘KLB polio’ di desa Bobojong, Kecamatan Mande,
beberapa propinsi sudah ditargetkan akan dinyatakan sebagai Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, dengan 1 kasus indeks
daerah bebas polio antara lain : di Jawa, Sumatera dan Bali(1,2,5,6). paralisis, tersangka poliomielitis. Dalam rangka eradikasi polio
Upaya untuk mencapai target tersebut sudah dilaksanakan de- telah disepakati untuk melakukan surveilans polio secara aktif,
ngan meningkatkan cakupan imunisasi polio dalam program EPI, sehingga walaupun hanya satu kasus paralitik tetap dianggap
beberapa daerah telah melaporkan cakupan imunisasi polio merupakan suatu KLB. Pada bulan Maret 1995 telah dilakukan
melebihi 90%(1-4). Untuk meyakinkan apakah daerah tersebut peninjauan ke daerah KLB oleh DinKes. Propinsi Jawa Barat.
sudah layak dinyatakan bebas polio, perlu dilakukan pengamat- Telah dilakukan pengambilan tinja terhadap kasus indeks dan
an adanya strain ganas (wild strain) poliovirus yang terdapat di anak balita di sekitarnya. Pemeriksaan virologi dilakukan oleh
daerah tersebut, selain itujuga harus melakukan perburuan kasus laboratorium virologi Perum Bio Farma, hasil pemeriksaan
poliomyelitis secara aktif(1,5,6). isolasi virus dinyatakan negatif. Pada bulan Juni 1995 telah di-

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


lakukan pengamatan lapangan oleh suatu tim peneliti Puslit Tabel 1. Riwayat hnunisasl polio menurut umur anak di desa Bobojong,
Kecamatan Mande, Kabupaten Clanjur, Propinsi Jawa Barat
Penyakit Menular Badan Litbang Kesehatan, Jakarta dan tim
tahun 1995
DinKes. Kabupaten Cianjur. Penelitian ini merupakan hasil survei
lapangan yang telah dilakukan oleh tim penelitian Puslit Penyakit Jenis kelamin Vaksinasi OVP Sampel
Menular. Umur
Laki-laki Wanita Ya Tidak
Adapun yang menjadi tujuan dan survei ini antara lain: (bulan) n
1) Apakah terdapat hubungan antara kejadian KLB dengan % n % n % n % n
tipe virus yang beredar di daerah tersebut dan kaitannya dengan 3–11 70,0 14 30,0 6 50,0 10. 500 10 20
antibodi anak yang telah mendapatkan imunisasi polio. 12–23 75,0 12 25,0 4 75,0 12 250 4 15
2) Untuk mengetahui dampak imunisasi polio selama ini di 24–35 62,5 15 37,5 9 75,0 18 25,0 4 24
36–47 31,2 5 68,8 11 75,0 12 25,0 4 16
daerah tersebut. 48–60 33,3 8 66,7 7 93,3 14 6,7 1 15
3) Identifikasi virus kelompok Enterovirus pada masyarakat
di daerah yang tersangka KLB polio tersebut.
Hasil penelitian ini merupakan masukan yang berguna bagi masih belum memiliki antibodi polio, hanya 30,9% saja anak
penentuan kebijakan tindak lanjut terutama bagi program balita yang telah memiliki antibodi terhadap ke tiga tipe virus.
eradikasi polio dan pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional. Sedangkan antibodi terhadap satu tipe virus tertinggi terhadap
virus polio 1 yaitu sebesar 14,5% dan antibodi bitipik tertinggi
BAHAN DAN CARA KERJA terhadap virus polio 2 + polio 3 yaitu sebesar 2 1,8%.
1) Studi populasi:
Tabel 2. Persentase status kekebalan polio pada anak balita sehat menurut
Anak sehat umur balita di kecamatan di daerah yang di- kelompok umur di desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten
nyatakan terjadi KLB polio yaitu di desa Bobojong, Kecamatan Cianjur, Propinsi Jawa Barat tahun 1995
Mande, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat.
Wawancara dengan orangtua anak mengenai sanitasi
lingkungan dan riwayat imunisasi polio menurut KMS.
2) Spesimen:
Serum: dan darah vena anak balita sehat (100 anak); 2 ml
darah vena diambil dari tiap anak. Serum dipisahkan dengan
sentrifugasi 2000 rpm selama 10 menit.
Tinja: untuk isolasi virus, sebanyak 100 sampel tinja dari
penderita dan anak sehat akan diteliti adanya Enterovirus.
3) Uji serologi: pemeriksaan antibodi polio pada anak balita
sehat terhadap antigen polio. (Sabin type) dengan uji netralisasi
pada medium sel HEp-2 (human epitel). Gambar 1. Antibodi polio tripel seropositif dan seronegatif pada anak
4) Isolasi dan identifikasi virus: Isolasi virus dilakukan dengan balita di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tahun 1995
menginokulasi suspensi tinja pada sel HEp-2 dan RD sel.
Identitikasi isolat dilakukan dengan uji netralisasi terhadap
antiserum enteroVirus.
5) Analisis data
Penelitian ini merupakan studi deskriptif, hasil ditabulasi-
kan dalam suatu tabel yang menggambarkan hubungan antara
variabel yang diamati.

HASIL
1) Survei populasi anak balita sehat
Dalam penelitian ini telah disensus sebanyak 91 anak ba-
lita; dan jumlah tersebut hanya dapat dikumpulkan 59 sampel
serum dan hanya dapat diperiksa sebanyak 55 serum. Sedang-
kan dari 65 sampel tinja yang dapat dikumpulkan dapat diiso-
lasi sebanyak 24 (36,9%) isolat virus.
Pada Tabel 1 dapat diketahui riwayat imunisasi anak me-
nurut data pada KMS, ternyata terdapat 72,5% anak yang telah
mendapat imunisasi polio.
3) Hasil isolasi dan identifikasi virus
2) Hasil pemeriksaan antibodi polio Dari 24 isolat yang memberikan efek sitopatik pada sel
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa 10,9% anak balita HEp-2 dan sel RD dapat diidentifikasi sebagai ECHO virus-13,

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 57


Gambar 2. Hubungan antara riwayat imunisasi polio dan antibodi polio OPV Sabin mungkin adalah virus polio-i, sedangkan virus
monotipik dan tripel
polio-2 dan polio-3 dalam vaksin akan lebih lambat menimbul-
kan antibodi. Penemuan ini penting karena dengan cakupan
imunisasi yang tinggi (100%), mungkin hanya dihasilkan seki-
tar 20% anak yang akan memiliki antibodi polio tripel tipik dan
100% akan memiliki antibodi terhadap polio-1. Lebih lanjut
dapat diketahui bahwa antibodi terhadap virus polio-2 dan
polio-3 akan terbentuk dengan makin meningkatnya umur.
Hasil isolasi dan identifikasi virus menunjukkan bahwa
kelompok virus ECHO masih merupakan virus yang dominan
di antara kelompok Enterovirus lainnya.Adanya enterovirus ini
mungkin juga merupakan suatu indikasi mengapa kekebalan
yang terbentuk karena imunisasi pada anak umur 3-11 bulan
hanya terhadap virus polio-i, sebab berdasarkan teori memang
virus polio-1 merupakan virus yang stabil dibandingkan dengan
kedua virus polio lainnya. Dengan demikian pemantauan entero
virus lain perlu terus dilakukan oleh karena tipe ECHO virus
yang terdiri dari 33 tipe virus, yang potensial dapat menimbulkan
ECHO-7 dan ECHO-9 dan sebagai virus Coxcackie B 6,2%, polio-like disease juga merupakan virus yang dominan di daerah
18,8% masih belum teridentifikasi, 63% negatif. tersebut (13,8%), jika dibandingkan dengan Coxsackie B yang
besarnya sekitar 4,6%. Hal ini penting jika dikaitkan dengan
Tabel 3. Hasil isolasi dan identifikasi enterovirus dan tinja anak balita pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
sehat dl Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat,
tahun 1995
KESIMPULAN
Umur 1) Dengan cakupan imunisasi polio sebesar 85,5% (data ka-
Polio ECHO-7 ECHO-9 ECHO-13 Cox. B Unident.
(bulan) bupaten) atau sebesar 72,5% (hasil survai lapangan) ternyata
3–11 0 2 1 1 1 3 masih ditemukan 10,9% anak yang seronegatif terhadap ketiga
12–23 0 0 0 1 1 2 jenis tipe poliovirus.
24 – 35 0 1 0 0 1 4 2) Sejak umur 36 bulan sudah tidak ditemukan lagi anak-anak
36–47 0 1 0 0 0 1
yang seronegatif terhadap ketiga tipe poliovirus.
48–60 0 1 0 1 0 2
3) Presentase antibodi anak balita sehat terhadap polio di
3–60 0 5 1 3 3 12 Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur adalah 30,9% telah
memiliki antibodi polio terhadap ketiga tige virus, 25,3% telah
PEMBAHASAN memiliki antibodi terhadap salah satu virus polio, yang tertinggi
Berdasarkan data DinKes Dati II, Cianjur dan data desa terhadap virus polio-1. Sedangkan 32,7% telah memiliki anti-
Bobojong dinyatakan bahwa cakupan imunisasi tingkat desa bodi terhadap dua tipe virus polio yang tertinggi terhadap virus
sebesar 95,5%, sedangkan pada tingkat kabupaten dinyatakan polio-2 dan polio-3.
sebesar 85,5%. Akan tetapi hasil survei penelitian ini men- 4) Pada anak kelompok umur 3-11 bulan ternyata dengan
dapatkan hanya 50,0% anak umur 3-li bulan yang telah persentase anak yang divaksin polio sebesar 50% hanya
mendapat imunisasi polio, menurut data KMS. Hasil ini penting ditemukan 8,3% anak yang seropositif terhadap polio tripel.
sebab akan dapat menentukan berhasil tidaknya program Akan tetapi semuanya memiliki antibodi polio- 1.
eradikasi polio di satu tempat. 5) Hasil isolasi virus menunjukkan dan 24 isolat hanya satu
Dari hasil pemeriksaan serologi terhadap antigen polio ter- isolat yang dapat diidentifikasi sebagai poliovirus tipe- 1; 10,8%
nyata diketahui bahwa persentase antibodi polio tripel akan me- adalah kelompok ECHO virus dan 6,2% kelompok Coxsackie
ningkat dengan makin bertambahnya umur anak, (Gambar 2), B, 18,3% belum teridentifikasi dan sisanya 63,1% negatif.
sedangkan pada umur 36 bulan sudah tidak ditemukan lagi anak Hal ini membuktikan bahwa virus polio-1 merupakan virus
yang seronegatif polio. Dalam rangka eradikasi polio tampak- yang dominan di antara virus polio lainnya dan virus ECHO
nya yang menentukan adalah antibodi pada kelompok anak umur yang merupakan kelompok virus yang dapat menyebabkan polio-
3-11 bulan, oleh karena kekebalan pada kelompok anak umur like disease merupakan virus yang dominan di daerah tersebut.
ini sangatlah penting. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa dengan persentase antibodi polio sebesar 50,0% pada SARAN
kelompok umur ini (3-11 bulan) ternyata hanya dihasilkan 8,3% 1) Peningkatan terus cakupan imunisasi polio terutama pada
anak yang memiliki antibodi polio tripel tipik, sedangkan semua- anak umur 3-11 bulan, agar keberadaan virus vaksin dapat mem-
nya memiliki antibodi terhadap polio tipe-1. Hal ini menimbul- berikan kekebalan secara kontak dengan anak yang mendapat
kan dugaan bahwa yang paling imunogenik dalam vaksin polio vaksinasi.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


2) Pemantauan transmisi enterovirus di alam perlu terus dilaku- 5) Kepada semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.atas
segala bantuan dan kerjasama yang baik kami hanya dapat mengucapkan
kan untuk mengetahui tipe virus yang dominan di satu daerah terima kasih.
terutama di daerah yang dinyatakan siap bebas polio.
3) Pemantauan serologi hasil Pekan Imunisasi Nasional perlu KEPUSTAKAAN
dilakukan untuk meyakinkan apakah dengan program tersebut
1. Gendrowahyuhono, Suharyono W. Evaluasi serologis vaksinasi polio di
anak-anak memang akan terlindung terhadap infeksi polio. Jambi. Cermin Dunia Kcdokt. 1995; 100: 5-8.
2. Heriyanto B, Gendrowahyuhono. Tanggap kebal terhadap virus polio oral
UCAPAN TERIMA KASIH pada anak di daerah kumuh di Palembang. Cermin Dunia Kedokt. 1995;
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 100 9-12.
1) Dr. Sumaryati Aryoso SKM. Kepala Puslit Penyakit Menular yang telah 3. Gendrowahiuhono. Survei serologis poliomielitis di Bali. Cermin Dunia
memberikan petunjuk dan saran hingga terlalcsananya penelitian ini. Kedokt. 1995; 100: 13-5.
2) Dr. Suriadi Gunawan, DPH. mantan Kepala Puslit Penyakit Menular yang 4. Eko Rahardjo dkk. Survei ulang wabah poliomielitis di lokasi transmigrasi
telah memberikan ijin dan pembinaan sehingga terlaksananya penelitian ini. Kecamatan Nimbora, Kabupaten Jayapura, Irian Jaya (1985). Cermin Dunia
3) Dr. Ratu Tri Yulia MSc. Kepala Sic. P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Kedokt. 1995; 100: 25-7.
Cianjur, Jawa Barat yang. telah membenikan ijin untuk pelaksanaan penelitian 5. Djoko Yuwono dkk. Penyebaran virus polio di daerah kumuh DKI Jakarta.
ini di daerah wewenang beliau. Laporan Penelitian (DIK) Puslit Penyakit Menular, Badan Litbang
4) Kepada seluruh staf kultur jaringan yang telah memberikan bantuan Kesehatan tahun 1990-1991.
sehingga pemenksaan laboratorium penelitian ini dapat dilaksanakan dengan 6. Djoko Yuwono. Upaya menuju bebas polio tahun 2000 di Indonesia. Cermin
baik. Dunia Kedokt. 1992.

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 59


Pengalaman Praktek

Selamat Jalan Seorang Ibu Muda


Pagi itu, belum selesai saya meletakkan tas di meja kantor,seorang staf senior memberi
laporan bahwa pagi itu ada lagi seorang ibu melahirkan yang meninggal dunia.Saya terdiam
sejenak, kemudian saya kumpulkan beberapa orang staf puskesmas.Ibu bidan yang belum
sempat mandi dengan pakaian lusuh dan wajah kusut, bidan desa muda tampak stress,
seorang perawat yang tak kalah resahnya. Semua tampak berantakan, karena mereka
semalaman begadang di rumah si ibu yang meninggal untuk menolong, membujuk ke
rumah sakit dan memberi semua yang mereka miliki pada si korban. Sayang mereka tidak
berhasil. Wajah stress, gundah, marah dan sedih bercampur aduk. "Coba ceritakan,
bagaimana si ibu yang selesai melahirkan tersebut meninggal dunia".
Kemudian ibu bidan bercerita dengan nada emosi , "dokter, saya dipanggil pukul
03.00 dini hari oleh seorang bapak dan diberitahu bahwa istrinya sakit perut setelah
melahirkan. Saya tidak percaya begitu saja, karena orang sini sering tidak berterus terang
tentang sakit keluarganya. Akhirnya saya bersama bidan desa berangkat berjalan kaki
kerumahnya di kaki bukit, di tengah kebun dan saya dapatkan seorang ibu yang habis
melahirkan dalam keadaan shock, demam, kulit belakang melepuh kehitaman dan
perdarahan. Keluarga si ibu duduk disekitarnya dengan memamah sirih pinang dengan
wajah-wajah tanpa salah. Mengapa sekarang baru saya dipanggil ? tanya saya. Tak
seorangpun menyahut. Siapa yang menolong persalinan ini ? merekapun juga tidak
menyahut. Mereka takut mengakui menolong persalinan karena takut dilaporkan ke pihak
berwajib.Saya lakukan tindakan emergensi,pemasangan infus di dua tempat,kami lakukan
test PPC. Saya bujuk keluarganya untuk membawa ibu yang sakit ini ke puskesmas atau
rumah sakit.Tetapi semua menggelengkan kepala.Saya paksa lagi dengan memberi banyak
alasan, penyuluhan sesuai buku panduan dan berbagai cara lainnya,mereka tetap menolak.
Akhirnya saya suruh membawa orang sakit ini pindah rumah yang di tepi jalan raya
agar mudah mencari alat transportasi. Keluarganya tidak menyahut. Suaminya sudah
menghlang entah ke mana, pergi diam-diam saat saya katakan bahwa ibu ini perlu di
bawa ke rumah sakit. Akhirnya para tetangga, hanya para ibu, yang memikul ibu sakit ke
rumah di tepi jalan raya. Hanya para ibu yang susah payah, ditengah laang, di kaki bukit,
yang bersedia susah payah memikul ibu sakit pindah ke rumah tepi jalan.Mereka terdengar
bergumam sendiri-sendiri, tak jelas nada dan isinya. Rombongan sampai di rumah tepi
jalan raya pukul lima pagi. Saya bujuk lagi ibu dari si sakit agar membawa anaknya yang
sekarat ini ke rumah sakit. Si ibu tua diam seribu bahasa, dan akhirnya dia berucap "dia
bukan anak kandung saya, dia anak pungut. Saya tidak punya uang untuk membayar bila
harus ke rumah sakit. Suaminya saja sudah lari ke kampung nun jauh di sana. Kalau dia
mati biar saja, biar saya yang pelihara anaknya. Ke rumah sakit membuat kami repot"
kata ibu si korban dengan nada tak berdosa. Saya marah sekali dokter, hampir saja saya
tempeleng. Kalau tidak punya uang, pakai dulu uang saya, dan kambing ini saya bawa
sebagai jaminan, nanti ibu kembalikan uang saya dan kambing saya kembalikan ke ibu
lagi. "Jangaaan" ibu tua itu berteriak," itu milik saya satu-satunya". Akhirnya saya sudah
putus asa, saya suruh seorang perawat memanggil Pastor agar dapat mendoakan si ibu
muda ini bila memang sudah saatnya meninggal dunia. Setelah Pastor datang, Pastor
memberi nasehat agar membawa si sakit ke puskesmas atau rumah sakit, tetapi tetap
mendapatkan jawaban yang sama. Pastor dengan disertai ibu bidan, bidan desa, perawat
dan frater berdoa bersama-sama dan selesai berdoa, selesai sudah riwayat si ibu muda".
Ibu bidan mengakhiri ceritanya dengan nada pilu.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


Saya tidak ada kata lagi untuk dikomentarkan. Semuanya sudah jelas. Dan memang
begitu adanya kebanyakan daerah NTT, apalagi yang di daerah di pelosok nun jauh dari
kota. Memang bisa dibilang bahwa hidup, mati itu tidak lebih dari kenyataan biologis
semata seperti halnya makan dan minum. Tetapi tatkala seorang harus meninggal, seperti
ibu muda 24 tahun ini, tentu meninggalkan guratan pedih di hati kita semua, terutama
insan kesehatan. Dia si ibu muda, yang tentunya punya harapan hidup lebih lama, sayang
harus meninggal di tengah-tengah orang yang tidak mencintainya lagi. Ibu angkat yang
menjadi tumpuan harapan, karena kedua orang tua kandungnya sudah tiada entah ke
mengapa, suami yang menjadi tambatan hati satu-satunya, ternyata melarikan diri dari
tanggung jawab saat dia dalam kesengsaraan yang tiada tara. Maka seandainya dia bisa
berkata, hanya kepada Tuha Yang Maha Esa sajalah dia bisa mendapatkan kasih sayang
yang dia rindukan. Maka saat dalam kondisi yang tak tertanggungkan lagi, Tuhan
memanggilnya, dan semoga si ibu muda damai dalam kasih sayang Tuhan Yang Maha
Esa, seirama doa yang dilantunkan bapak Pastor, frater, bidan puskesmas, bidan desa
dan perawat. Maka jelas, bahwa hidup dan mati bukan hanya kenyataan biologi semata,
meainkan suatu rangkaian realitas yang penuh filosofi dan makna, sesuai dengan kodrat
Tuhan Yang Maha Esa.
NTT memang unik. Semakin kita mengerti permasalahan kesehatan, semakin kita
menyadari bahwan kita terbelit dalam tali permasalahan yang tak jelas ujung pangkalnya.
Di saat propinsi lain angka MMRnya sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup, di NTT
MMR nya masih sekitar 1150 per 100.000 kelahiran hidup, di NTT MMR nya masih
sekitar 1150 per 100.000 kelahiran hidup. Di saat propinsi lain mengalami penurunan
MMR secara tajam,perbaikan derajat kesehatan secara menyolok, NTT terjadi sebaliknya.
Semua berjalan secara lamban. Deteksi dini resiko tinggi hanya 2%, sementara angka
komplikasi obstetri sekitar 24% yang berupa pendarahan, prematur, BBLR, cacat
kongenital, retensio plasenta, infeksi dan lain-lainnya. Dan di saat mengawali tahun
baru 1997 ini, bulan Januari di kecamatan kami telah dua ibu meninggal dunia saat
melahirkanSungguh kenyataan yang tragis dan menyedihkan. Keluarga panggil petugas
kesehatan bila ibu sudah sekarat. Mereka lebih senang ke dukun wlaupun 50 meter dari
rumahnya ada polindes yang siap dengan bidan desanya.Hampir semua kejadian kematian
maternal, ibu bidan dan perawat dipanggil datang hanya untuk ikut berdoa saja, karena si
sakit sudah dalam keadaan yang tidak mungkin di tolong lagi dengan fasilitas yang mini-
mal. Maka akhirnya permasalahan kesehatan ibu dan anak di NTT tidak ada habis-
habisnya, entah sampai kapan.
Ibu hamil kebanyakan sudah periksa ke petugas kesehatan. Hampir semua desa ada
bidan desanya. Deteksi resiko tinggi ibu hamil rendah sekali. Namun saat melahirkan
mereka justru pergi ke dukun atau minta pertolongan keluarga sendiri. Mereka datang
lagi ke ibu bidan bila kondisi sudah demikian kritis, maka tentu hasilnya tidak optimal.
Angka kematian maternal, angka kematian bayi tetap tinggi. Sebaliknya para bidan desa
banyak yang frustasi. Maka kejadian akan semakin tidak jelas ujung pangkalnya bak
lingkaran setan. Entah sampai kapan.
Maka tentu ada yang kurang benar. Tetapi siapa dan dimana, ini yang tidak jelas.
Maka barangkali perhatian yang besar beruppa dana, tenaga dan fasilitas merupakan
salah satu kuncinya. Sayangnya NTT bukab tempat yang menarik bagi para profesional
kesehatan, karena NTT jelas-jelas tidak menjanjikan masa depan. Kunci yang lain adalah
pengawasan yang intensif justru titik awal kerawanan. Komitmen yang tinggi dari jajaran
kesehatan, pemerintah daerah dan masyarakat mutlak diperlukan bila kita ingin
membangunkan propinsi kita tercinta ini. Komitmen untuk tidak mentolerir sikap mental
masyarakat yang begitu mudahnya melepas anggota keluarganya untuk pergi tak kembali
menghadap Sang Pencipta.
Sayang, mungkin komitmen ini sering berubah-ubah, naik turun seirama terbit dan
tenggelamnya sang mentari.
Dr.Sutrisno
Puskesmas-Maubesi, Insana

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 61


ABSTRAK
PENATALAKSANAAN NYERI menetap setelah 3 hari. Setelah 3 hari, VAKSIN CHOLERA
PINGGANG BAWAH pasien yang mengalami perbaikan Percobaan vaksin cholera strain
Baru-baru ini Royal College of adalah masing-masing sebesar 37% di CVD 103-HgR dilaksanakan di Hue,
General Practitioners di Inggris telah grup 1, 35% di grup 2 dan 30% di grup Vietnam; resipiennya adalah penduduk
mengeluarkan rekomendasi penatalak- 3 (p = 0,28), rata-rata lamanya mende- berusia lebih dari I tahun (n = 67.395)
sanaan nyeri pinggang bawah akut rita penyakit ialah masing-masing 4 hari, dibandingkan dengan kontrol serupa
‘sederhana’. 5 hari dan 5 hari (p = 0,39). Rata-rata (n = 67.058).
Yang termasuk dalam klasifikasi ini tidak bekerja/bersekolah masing-masing Pada waktu terjadi wabah cholera 8
ialah nyeri pinggang tanpa penjalaran 2 hari, 2 hari dan 1 hari (p = 0,13). bulan kemudian, orang-orang yang te-
sampai dibawah lutut bersifat 'mekanis' Rata-rata pasien yang puas dengan lah menerima dua dosis dengan selang
dan diderita oleh pasien berusia 20–55 pengobatan sebesar 96%, 90% dan 93% waktu 2 minggu mendenita cholera yang
tahun yang ‘sehat’. (p = 0,01) meskipun grup 1 menderita memerlukan perawatan rumah sakit
Pada golongan pasien tersebut: demam lebih singkat (median I hari, 2 35% lebih sedikit dibandingkan dengan
– Pemeriksaan radiologik atau pen- hari dan 2 hari, p = 0,04). Pasien di grup kontrol (25/51.975 vs. 92/67.058).
citraan lain tidak perlu, begitu pula 1 lebih banyak yang percaya bahwa Vaksin ini relatif murah, hanya 10 sen
rujukan ke spesialis; faktor psikososial antibiotik efektif (87%) dibandingkan Dollar perdosis dan tidak perlu disimpan
harus dipertimbangkan. dengan di grup 2 (55%) dan grup 3 dalam suhu tertentu, sedangkan dosis-
– Istirahat baring tidak dianjurkan; pa- (60%) (p = 0,010 1), dan juga lebih ba- nya sama untuk semua umur.
sien dianjurkan untuk tetap aktif se- nyak yang akan ke dokter bila terserang Inpharma 1997; 1072: 12
bisanya dan melanjutkan aktivitasrutin- penyakit yang sama (79% vs. 54% vs. Brw
nya. 57%, p ≤ 0,001). Alasan ke dokter ialah
– Penggunaan obat secara teratur, bu- agar mendapat keterangan untuk tempat TERAPI SINDROM GUILLAIN-
kan hanya bila perlu; dimulai dan para- kerja/sekolah (60%) atau untuk ‘pem- BARRE
setamol atau antiinflamasi nonsteroid; buktian’terhadap teman/keluarga (37%), Pengobatan sindrom Guillain-Barre
hindari narkotik sedapat mungkin. Pasien yang merasa puas terhadap sampai saat ini masih bermasalah; para
– Manipulasi tulang belakang dapat di- pengobatan lebih cepat sembuh, dan peneliti dan berbagai negara yang ter-
pertimbangkan untuk menghilangkan/ rasa puas tersebut berkaitan dengan gabung dalam Plasma Exchange/Sando
mengurangi gejala dalam 6 minggu per- penanganan dokter terhadap rasa kuatir globulin Guillain-Barre Syndrome Trial
tama. pasien. Group membandingkan tiga cara: lima
– Pasien yang tidak mampu kembali BMJ 1997, 314: 722–7 kali plasma exchange 50 ml/kg dalam
bekerja atau aktif seperti biasa dalam 6 Hk 8–13 hari (n = 121), gammaglobulin 0,4
minggu dirujuk ke program fisioterapi/ g/kg/hari selama 5 hari (n = 130) dan
exercise. cara 5 kali plasma exchange diteruskan
BMJ 1996; 313: l343–4 dengan gammaglobulin selama 5 hari
Hk (n=128).
Setelah 4 minggu, tidak ada per-
PENGOBATAN NYERI TENG- ESTRADIOL PATCH bedaan bermakna dalam hal kemajuan
GOROKAN Estradiol patch (koyo) yang diguna- klinik–kemampuan berjalan tanpa ban-
Tiga cara pengobatan nyeri teng- kan untuk mengatasi gejala vasomotor tuan, ataupun saat penghentian bantuan
gorokan (sore throat) dilakukan atas menopause sebaiknya ditempel di daerah ventilasi. Gammaglobulin unggul da-
716 pasien berusia 4 tahun ke atas di bokong; studi atas 18 wanita secara si- lam hal kenyamanan dan biaya yang
Inggris, 84% di antaranya menderita lang selama 7 hari menunjukkan bahwa lebih rendah.
tonsilitis atau faringitis. penempelan di daerah bokong meng- Lancet 1997; 349: 225–30
Grup 1–1246 pasien mendapat anti- hasilkan kadar serum 20% lebih tinggi Hk
biotika Penisilin V atau enitromisin se- dibandingkan dengan penempelan di
lama 10 hari, grup 2–2230 pasien tidak perut. ANTIPSIKOTIK DI KALANGAN
mendapat obat, sedangkan grup 3–238 Inpharma 1997; 1071: 19 DEMENSIA
pasien mendapat antibiotika bila gejala Brw Penggunaan obat-obat antipsikotik di

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997


ABSTRAK
kalangan pasien demensia untuk meng- pylori yang dikeluarkan oleh European 325 mg/hari ialah masing-masing se-
atasi problem tingkah laku dapat mem- Study Group tidakjauh berbeda dengan besar 2,8 (1,7–4), 2,7 (1,4–5,3) dan 3,1
percepat penurunan fungsi kognitif. yang telah diberlakukan di AS. (1,3–7,6) masing-masing untuk aspirin
Studi prospektif selama 2 tahun Dalam pedoman tersebut, eradikasi biasa, aspirin salut enterik dan buffered
mengamati 71 pasien demensia menun- dilakukan selama 1 minggu, meng- aspirin; sedangkan pada dosis lebih dari
jukkan bahwa nilai Expanded MMSE gunakan proton pump inhibitor seperti 325 mg/hari risiko untuk aspirin biasa
merekayang menggunakan anti psikotik omeprasol, ditambah dengan salah satu adalah 5,8 (3,9–8,6) dan untuk buffered
(yang terbanyak di antaranya ialah kombinasi antibakteri sebagai berikut: aspirin adalah 7,0 (3,0–16).
thionidazin, promazin, haloperidol dan * Metronidazol 2 dd 400 mg. atau ti- Inpharma 1996; 1065: 21
khlorpromazin) turun rata-rata 20,7 di- nidazol 2 dd 500 mg. + klaritromisin 2 Brw
bandingkan dengan hanya 9,3 di antara dd 250 mg.
yang tidak menggunakan obat-obat ter- * Amoksisilin 2 dd l g. + klaritromisin RISIKO ANTIKOAGULAN
sebut. 2 dd 500 mg. Pasien dengan fibrilasi atrium (AF)
Meskipun demikian, tidak ditemukan * Amoksisilin 3 dd 500 mg. + yang mendapat pengobatan antikoagulan
korelasi antara besarnya dosis dengan metronidazol 3 dd 400 mg. harus dipantau agar INR (international
derajat penurunan fungsi kognitif ter- Cara pengobatan ini dianjurkan untuk normalized ratio)nya berkisar antara 2–3
sebut. semua pasien ulkus peptikum dengan untuk mengurangi kemungkinan kom-
BMJ 1997; 314: 266–70 infeksi H. pylori, termasuk yang dalam plikasi stroke.
Hk masa remisi, mendapat terapi antisekre- Penelitian yang melibatkan 74 pasien
torik dan yang disertai perdarahan. Se- AF nonrheuma di AS menunjukkan
lain itu juga dianjurkan untuk pasien bahwa bila INRnya 1,5 risiko stroke
KASUS INFEKSI DI AS MALT (mucosa-associated lymphoid menjadi tiga kali lipat dibandingkan
CDC melaporkan bahwa pada tahun tissue) limfoma, pasien gastritis dengan bila INRnya 2, sedangkan bila INRnya
1995, kasus infeksi di AS terbanyak kelainan mikroskopik/makroskopik 1,3, risikonya menjadi 8 kali lipat. Se-
disebabkan oleh Chlamydia, yaitu nyata dan mereka yang menjalani re- lain itu diamati pula bahwa INR lebih
sebanyak 477.638 kasus, sedangkan seksi gaster akibat kanker gaster. Untuk dari 4 berkaitan dengan peningkatan
infeksi gonore – yang pada tahun 1994 pasien dengan riwayat keluarga kanker risiko stroke hemoragik.
menduduki peringkat pertama – hanya gaster dan yang menggunakan NSAID,
sebanyak 392.848 kasus. Kasus infeksi pengobatan cara ini juga dapat diper-
Inpharma 1996: 1052. 16–7
Brw
ketiga terbanyak ialah AIDS yang turun timbangkan.
dan 78.279 kasus di tahun 1994 menjadi
7 1.547 kasus di tahun 1995. D & TP 1996; 8(12): 5
Chlamydia terutama mengenai kaum
Brw OBAT ANTI KHOLESTEROL
wanita – sebanyak 383.965 kasus di ta-
EFEK SAMPING ASPIRIN Kombinasi statin dan fibrat dapat
Studi di AS menunjukkan bahwa lebih efektif menurunkan kadar LDL
hun 1995, sedangkan gonore dan AIDS
aspirin salut enterik maupun yang serum karena masing-masing mem-
terutama di kalangan pria, masing-ma-
buffered tidak mengurangi risiko per- punyai mekanisme yang berbeda; feno-
sing sebanyak 203.563 kasus dan 58.007
darahan gastrointestinal di kalangan fobrat menurunkan kadar trigliserid dan
kasus.
penggunanya. Studi ini membanding- menggeser distribusi LDL ke arah parti-
Di kalangan usia 5 tahun ke bawah,
kan penggunaan aspirin pada 550 pasien kel yang kurang padat, sedangkan statin
infeksi Salmonella dan Shigella me-
yang dirawat karena perdarahan gastro- melalui rangsang aktivitas reseptor
rupakan yang paling sering ditemukan,
intestinal dengan 1202 kontrol. LDL, terutama efektif terhadap fraksi
sedangkan pada usia lanjut–65 tahun ke
Risiko perdarahan di kalangan peng- yang lebih ringan atau kurang padat.
atas – tuberkulosis menduduki tempat
guna aspirin biasa ialah sebesar 4,1 Pendapat ini dikemukakan pada
teratas.
(95%CI: 3–5,5), di kalangan pengguna kongres European Society of Cardio-
MarketLetter 1996; 23(44): 13 aspirin salut enterik sebesar 2,3 (1,3– logy di Birmingham.
Brw 4,3) dan di kalangan pengguna buffered Pharm. Bus. News 1996; 12(275): 25
ERADIKASI H. PYLORI aspirin sebesar 4,9 (2,6–9.0). Hk
Pedoman pengobatan/eradikasi H. Risiko relatif untuk dosis kurang dari

Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Kelainan wajah yang tidak disebabkan oleh lepra : 6. Tempat infeksi gonore utama pada wanita :
a) Facies leonina a) Vagina
b) Lagophthalmos b) Serviks
c) Wrinkling c) Uterus
d) Ptosis d) Tuba Falopii
e) Madarosis e) Ovarium
2. Kelainan ekstremitas yang tidak disebabkan oleh lepra : 7. Limfogranuloma venereum disebabkan oleh infeksi kuman :
a) Kontraktur a) Neisseria gonorrhoe
b) Wrist drop b) candida albi cans
c) Fraktur c) Chlamydia trachomatis
d) Claw hand d) Haemophilus ducreyi
e) Edema e) Treponema pallidum
3. Penyakit lepra di Indonesia terutama ditemukan di : 8. Ulkus molle disebabkan oleh infeksi kuman :
a) Sumatera a) Neisseria gonorrhoe
b) Jawa b) Candida albicans
c) Kalimantan c) Chiamydia trachomatis
d) Sulawesi d) Haemophilius ducreyi
e) Bali e) Treponema pallidum
4. Pembiakan kuman lepra di laboratorium menggunakan 9. Erisipleas disebabkan oleh infeksi kuman :
binatang : a) Staphylococcus aureus
a) Armadillo b) Streptococcus beta haemolyticus
b) Tikus c) Streptococcus viridans
c) Kelinci d) Pneumococcus
d) Hamster e) Bukan penyakit infeksi
e) Belum dapat dibiakkan 10. Vitiligo umumnya mulai diderita pada usia :
5. Tempat infeksi gonore utama pada pria : a) 0–10 tahun
a) Uretra b) 10–30 tahun
b) Prostat c) 30–50 tahun
c) Kandungkencing d) 50–70 tahun
d) Epididimis e) Semua usia
e) Testis

10. B 5. A
9. B 4. A
8. D 3. D
7. C 2. A
6. B 1. D JAWABAN :

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

Anda mungkin juga menyukai