Anda di halaman 1dari 65

2004

http://www.kalbe.co.id/cdk
ISSN : 0125-913X

145.
Ginekologi (1)
2004

http. www.kalbe.co.id/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

145. Ginekologi
Daftar isi :
2. Editorial
4; 57. English Summary

Artikel
5. Perbandingan Akurasi Diagnostik Lesi Pra Kanker Serviks antara Tes Pap
dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada Wanita dengan Lesi
Serviks – S.D. Iswara, I.K. Suwiyoga, I.G.P. Mayura M., I.G. Artha A.
9. Infeksi Chlamydia trachomatis pada Kanker Serviks Terinfeksi Human
Papilloma Virus tipe 16 dan 18: Studi Cross - Sectional – K. Tonika, K.
Suwiyoga
13. Risiko Lesi Intraepitel Skuamosa Serviks Derajat Tinggi pada Penderita
Terinfeksi Virus Human Papiloma 16 dan 18 – I.G.N. Darmaja, K.
Suwiyoga, I.G.A. Artha
17. Korioamnionitis Histopatologik sebagai Risiko Persalinan Preterm di RS
Sanglah Denpasar – K. Suardana, A.A.N. Jaya Kusuma, K. Suwiyoga,
A.A.A.N. Susraini
21. Risiko Ancaman Persalinan Preterm pada Infeksi Chlamydia trachomatis –
A.A.N.M.A Putra Wirawan, A.A.N. Jaya Kusuma, D.M. Sukrama, M.
Keterangan Gambar Sampul : Dharmadi
Siklus Menstruasi Normal 26. Risiko Partus Prematurus Iminen pada Kehamilan dengan Infeksi Saluran
Kemih – I Nyoman Nuada, Made Kornia Karkata, Ketut Suastika
Dikutip dari: Carola B, Harley JP, Noback CR.
Human Anatomy and Physiology. McGraw Hill 31. Pengelolaan Persalinan Prematur – Jefferson Rompas
Publ. Co. 1990. p.843 34. Diagnosis Laboratorium Infeksi Saluran Reproduksi dari Para Pekerja
Seksual Wanita di Banyuwangi Juni 2003 – Eko Rahardjo

38. Masalah Gender dan Kesehatan – Sunanti Zalbawi, Kartika Handayani


45. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Remaja terhadap Penyakit
Menular Seksual (PMS) serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Hubungan Seksual Pranikah (Studi Kasus di PT. Flower
Indonesia Pasuruan Jawa Timur) – Sarwanto, Suharti Ajik
51. Makanan Pendamping ASI – Husein Albar

56. Kapsul
59. Informatika Kedokteran
60. Kegiatan Ilmiah
62. Indeks Karangan Tahun 2004
64. RPPIK
EDITORIAL

Masalah ginekologi merupakan topik yang dibahas pada penerbitan


ini. Terima kasih kepada Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah bersedia
menyumbangkan naskah ilmiahnya untuk diterbitkan oleh majalah kami.
Kami tentu berharap agar pengalaman para Sejawat (terutama) di
Universitas Udayana tersebut dapat memperkaya pengalaman dan
pengetahuan Sejawat, tidak hanya di lingkungan kebidanan dan penyakit
kandungan saja, melainkan juga bernilai bagi Sejawat lain, terutama para
praktisi.
Di akhir tahun ini kembali redaksi mencantumkan daftar makalah
yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2004, semoga berguna untuk
penelusuran naskah yang (mungkin) diperlukan di kemudian hari.
Selamat membaca. Semoga kita bertemu lagi di tahun mendatang
dalam keadaan yang lebih sejahtera.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


2004

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr. Oen L.H. MSc

PEMIMPIN UMUM - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. Dr. R Budhi Darmojo
Dr. Erik Tapan Staf Ahli Menteri Kesehatan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Departemen Kesehatan RI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
KETUA PENYUNTING Jakarta Semarang
Dr. Budi Riyanto W.
- Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
PELAKSANA MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
Sriwidodo WS. Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta
TATA USAHA
- Dodi Sumarna
- Djuni Pristiyanto
ALAMAT REDAKSI - DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Bagian Farmakologi
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 Jakarta
E-mail : cdk@kalbe.co.id
http: //www.kalbe.co.id/cdk
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 DEWAN REDAKSI
Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT - Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto


Grup PT. Kalbe Farma Tbk.
Zahir MSc.
PENCETAK
PT. Temprint http://www.kalbe.co.id/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary
COMPARISON OF ACCURACY 1.01 (p=0.312) and false negative specimen. HPV infection is diag-
BETWEEN PAP TEST AND ACETIC value 2.06 (p=0.039). Significant nosed based on PCR technic at
ACID VISUAL INSPECTION FOR difference were found in sensitivity, Biomedical Lab Mataram Hospital
CERVICAL LESION DIAGNOSIS specificity and false negative and chlamydia trachomatis infec-
value. tion is diagnosed by serum anti-
S.D. Iswara*, I.K. Suwiyoga*, I.G.P. Conclusion : VIA method can be body level test at Lab Prodia
Mayura M.*, I.G. Artha A.** used as a substitute for Pap test as Denpasar. Data was analyzed by
screening instrument in cervical SPSS 10.0 for Windows.
*)Dept of Obstetrics and Gynecology lesion cases in Indonesia. Results: Fifty consecutive cases
and **) Anatomical Pathology Lab. ; were divided into three groups: (1)
Faculty of Medicine, Udayana Uni- Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 5-8 cevical cancer infected by HPV
versity/Sanglah Hospital, Denpasar, sdi, iks, pmm, iga
type 16 and 18, (2) cervical
Bali, Indonesia
cancer infected by HPV other
type, and (3) cervical cancer
Objective : To compare the CHLAMYDIA TRACHOMATIS IN- without HPV infection.
diagnostic accuracy between Pap FECTION IN CERVICAL CANCER The difference of C. trachomatis
test and VIA method. INFECTED BY HUMAN PAPILLOMA infection between group (1) and
Material and method : Sixty-one VIRUS TYPE 16 AND 18; CROSS group (2) is not significant (Fisher's
women with cervical lesions visiting SECTIONAL STUDY exact test: p = 0,576, RP = 0,667;
the gynecologic-oncologic clinic
CI 95% 0,273-1,631). The differ-
of Sanglah Hospital in Denpasar K. Tonika, K. Suwiyoga ence of C. trachomatis infection
from January 2002 to January
between group (1) and group (3) is
2003 and willing to participate, Dept. of Obstetrics and Gynecology,
significant but not conclusive
underwent Pap test, VIA exam- Faculty of Medicine, Udayana
University, Denpasar, Bali, Indonesia (Fisher's exact tes: p=0,039, RP =
ination and biopsy assisted by
3,824; CI 95% 0,649-22,510). The
colposcopic guidance for histopa-
Objective: To examine the role of difference of C. trachomatis infec-
thologic examination.
Chlamydia trachomatis infection tion between group (2) and group
The diagnostic accuracy bet-
on cervical cancer infected by (3) is not significant (Fisher's exact
ween Pap test and VIA method
human papilloma virus type 16 test: p = 0,464, RP = 3,353; CI
was compared based on Z test.
and 18. 95% 0,485-22,897).
Results : VIA sensitivity was 92.5%,
Material and method : The cross- Conclusion : Chlamydia tracho-
specificity was 42.9%, positive and
sectional study was performed at matis infection is not proved to be
negative predictive value were
Sanglah Hospital during year 2002- the risk for cervical cancer either in
75.5% and 75.0%, false positive
2003. The samples are the new HPV type 16 and 18 infections.
and false negative value were
24.5% and 25.0%. Z values and untreated cervical cancer.
Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 9-12
between VIA method and Pap test Sample size was determined by kto, ksu
for sensitivity 3.01 (p=0.003), Pocock rule and obtained by
specificity 3.32 (p=0.003), positive consecutive sampling. Diagnosis
predictive value 1.01 (p=0.312), of cervical cancer is based on
negative predictive value 2.06 histopathologic finding on cer-
(p=0.039), false positive value vical lesion guided biopsy
Bersambung ke halaman 57

Batter the gates heaven with storms of prayer.


(Tennyson)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Artikel
HASIL PENELITIAN

Perbandingan Akurasi Diagnostik Lesi


Pra Kanker Serviks antara Tes Pap
dengan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada Wanita dengan Lesi Serviks
S.D. Iswara*, I.K. Suwiyoga*, I.G.P. Mayura M. *, I.G. Artha A.**
*)Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
**)Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
Rumah Sakit Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui perbedaan akurasi diagnostik antara tes Pap dan metode IVA.
Bahan dan cara : Rancangan penelitian ini adalah uji diagnostik eksperimental
dengan metode IVA dan tes Pap sebagai faktor prediktor dan pemeriksaan
histopatologi sebagai baku emas. Populasi adalah wanita dengan lesi serviks dan
sampel adalah wanita dengan lesi serviks yang datang ke poliklinik Ginekologi-
Onkologi Perjan RS Sanglah Denpasar dari Januari 2002 sampai dengan Januari 2003
dan bersedia ikut serta sebagai subyek penelitian yang ditentukan secara acak.
Sebanyak 61 consecutive sample menjalani pemeriksaan tes Pap, pemeriksaan IVA
dan histopatologis dari bahan biopsi serviks dengan tuntunan kolposkopi. Data dicatat
dalam formulir khusus, ditabulasi dan dilakukan penghitungan sensitifitas, spesifisitas,
nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, nilai positif palsu, dan nilai negatif palsu.
Perbedaan akurasi diagnostik antara tes Pap dan metode IVA dihitung dengan uji Z.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil : Didapatkan sensitifitas IVA sebesar 92,5%, spesifisitas sebesar 42,9%, nilai
prediksi positif dan negatif masing-masing sebesar 75,5% dan 75,0%, nilai positif
palsu dan negatif palsu masing-masing sebesar 24,5% dan 25,0%. Didapatkan nilai Z
pada perbandingan antara metode IVA dengan tes Pap masing-masing untuk
sensitifitas 3,01 (p=0,003), spesifisitas 3,32 (p=0,003), nilai prediksi positif 1,01
(p=0,312), nilai prediksi negatif 2,06 (p=0,039), nilai positif palsu 1,01 (p=0,312) dan
nilai negatif palsu 2,06 (p=0,039). Sensitifitas, spesifisitas dan nilai negatif palsu tes
Pap dan metode IVA berbeda bermakna.
Simpulan : Metode IVA dapat dipakai sebagai pengganti tes Pap untuk alat skrining
lesi pra kanker/kanker serviks pada kasus-kasus lesi serviks di Indonesia.
Kata kunci : IVA – tes Pap – lesi serviks – lesi pra kanker serviks.

PENDAHULUAN akan tetapi diperkirakan terdapat 180.000 kasus kanker baru


Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak pertahunnya dengan kanker ginekologik di tempat teratas.
ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama kanker Kanker serviks merupakan lebih kurang ¾ dari kanker
pada wanita di negara-negara sedang berkembang termasuk ginekologik tersebut. 1,2 Angka kematian kanker serviks juga
Indonesia. Insiden kanker serviks di Indonesia belum diketahui, belum diketahui, diduga mencapai 75% dalam tahun pertama.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 5


Kematian ini terutama dihubungkan dengan bahwa sebagian 15 % dan tingkat kemaknaan yang dikehendaki sebesar 95%
besar stadium kanker serviks (70% kasus) adalah stadium (α=0,05), maka besar sampel adalah (n1 + n2) = 60,97;
invasif, lanjut dan bahkan stadium terminal pada saat diagnosis dibulatkan menjadi 61 orang. Data dicatat pada formulir
ditegakkan. 1,2,3,4 khusus untuk selanjutnya ditabulasi dan dilakukan
Di negara maju, diagnosis dini dengan tes Pap telah penghitungan sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi positif,
terbukti mampu menurunkan mortalitas serta morbiditas kanker nilai prediksi negatif, nilai positif palsu dan nilai negatif palsu.
serviks; tetapi di Indonesia tes Pap belum mampu mencapai Perbedaan akurasi diagnostik antara tes Pap dan metode IVA
tujuan tersebut karena berbagai kendala antara lain faktor dihitung dengan uji Z dengan mempergunakan rumus :
sumber daya manusia, dana, sarana/prasarana, organisasi
pelaksana, keadaan geografi dan wanita yang selayaknya P1 – P2
menjalankan skrining. 1,3,5 Dipandang dari metodenya, teknik √ {P1Q1/n1 + P2Q2/n2}
ini kurang praktis, prosedurnya panjang dan kompleks, Keterangan :
memerlukan tenaga terlatih, interpretasi hasil lama dan biaya P1 = Akurasi diagnostik tes Pap
yang relatif mahal. 5,6 Kelemahan lainnya, teknik ini memiliki P2 = Akurasi diagnostik metode IVA
Q1 = 1 – P1
sensitifitas yang bervariasi dan nilai negatif palsu yang cukup Q2 = 1 – P2
tinggi. Hal ini akibat saat pengambilan, cara pengambilan dan n1 = Jumlah subyek pada tes Pap
pengiriman sediaan tidak adekuat, kesalahan saat memproses n2 = Jumlah subyek pada metode IVA
bahan dan kesalahan interpretasi, serta adanya darah, eksudat
peradangan dan debris nekrotik. 7,8,9,10 Hasil uji analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Adanya hambatan dan kelemahan tes Pap ini
menimbulkan pemikiran untuk skrining alternatif sebagai Definisi Operasional Variabel.
upaya mendapatkan lebih banyak temuan kanker serviks 1. Akurasi diagnostik alat/metode adalah kemampuan suatu
stadium dini. Metode Inspeksi Visual Asam asetat (IVA), alat atau metode untuk mendeteksi suatu lesi pra kanker
mungkin mampu menjawab kendala tes Pap. Metode IVA serviks pada wanita dengan lesi serviks yang mencakup
menggunakan cairan asam asetat 3%-5% yang dioleskan pada sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi
serviks dan 20 detik setelah pulasan akan tampak bercak negatif, nilai positif palsu dan nilai negatif palsu.
berwarna putih yang disebut aceto white epithelium (WE). IVA 2. Lesi serviks adalah kelainan serviks yang ditemukan pada
positif jika terdapat WE dan negatif jika tidak terjadi perubahan saat pemeriksaan inspekulo yang berisiko menimbulkan
warna. kanker serviks. Lesi serviks meliputi salah satu/bersamaan
Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian untuk kelainan berupa leukoplakia, eritroplakia, ulkus/erosi,
mengetahui perbedaan sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi papiloma.
positif, nilai prediksi negatif, nilai positif palsu dan nilai negatif 3. Tes Pap adalah : pemeriksaan sitologi porsio dengan
palsu antara metode IVA dengan tes Pap sebagai metode menggunakan cytobrush dan interpretasinya berpedoman
skrining lesi pra kanker/kanker serviks. Diharapkan metode pada sistem Bethesda.
IVA dapat dipakai untuk substitusi atau alternatif skrining 4. Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) adalah : inspeksi porsio
kanker serviks di Indonesia. dengan mata telanjang dan dinyatakan positif apabila
setelah 20 detik pengolesan asam asetat 5% tampak daerah
BAHAN DAN CARA KERJA berwarna putih (White Epithelium).
Rancangan penelitian adalah uji diagnostik eksperimental. 5. Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) adalah : pemeriksaan
Sebagai prediktor adalah metode IVA dan tes Pap; sedangkan histopatologi sediaan dengan mikroskop ditemukan sel
baku emas adalah histopatologis. Populasi dalam penelitian ini koilosit, sel displastik/atipik dan/atau sel anaplastik pada
adalah wanita yang sudah menikah atau sudah pernah 1/3, 2/3 atau seluruh lapisan epitel dengan membrana
melakukan hubungan seksual. Sampel adalah wanita dengan basalis yang masih utuh.
lesi serviks yang datang ke poliklinik Ginekologi-Onkologi
Perjan RS Sanglah Denpasar dari bulan Januari 2002 sampai
dengan Januari 2003 yang memenuhi kriteria sampel dan HASIL DAN DISKUSI
bersedia ikut serta dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah Dari hasil pemeriksaan IVA, tes Pap dan pemeriksaan
sedang haid, menderita perdarahan abnormal, menderita infeksi histopatologi terhadap 61 sampel penelitian didapatkan hasil
organ genitalia, memakai obat/bahan antiseptik kurang dari 1 sebagai berikut (Lihat tabel).
minggu sebelum pemeriksaan, pasca bersalin, pasca operasi
Tabel 1. Analisis uji diagnostik metode IVA terhadap Histopatologi
rahim, pasca radiasi kurang dari 6 minggu sebelum
pemeriksaan, dan melakukan hubungan seksual kurang dari 24 Histopatologi
jam sebelum pemeriksaan. IVA Jumlah
Positif Negatif
Besar sampel dihitung dengan memakai rumus n= Zα2 Positif 37 12 49
(sensitifitas/spesifisitas X (1-sensitifitas/spesifisitas)/d2. Negatif 3 9 12
Sensitifitas dan spesifisitas masing-masing 77,9% dan 75,5%. Jumlah 40 21 61
(Seputra, 2001). Dengan menerima penyimpangan (d) sebesar

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Sensitifitas = 92,5% (IK 95% : 91.8 - 93,2) menyerupai laporan penelitian Universitas Zimbabwe-
Spesifisitas = 42,9% (IK 95% : 30,5 - 55,3)
Nilai prediksi positif = 75,5% (IK 95% : 64,7 - 86,3)
JHPIEGO(1999) dan laporan penelitian di Afrika Selatan
Nilai prediksi negatif = 75,0% (IK 95% : 64,0 - 86,0) (2000), masing-masing sebesar 73,3% dan 79,8%. Tetapi lebih
Nilai positif palsu = 24,5% (IK 95% : 13,7 - 35,3) rendah dari penelitian Hanafi (2000) sebesar 99,9%.9,12,13
Nilai negatif palsu = 25,0% (IK 95% : 14,1 - 35,9) Dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif pada
penelitian ini masing masing sebesar 75,5% dan 75,0%, berarti
Tabel 2. Analisis uji diagnostik tes Pap terhadap Histopatologi
pemeriksaan IVA mampu menyatakan benar-benar lesi pra
Histopatologi Jumlah kanker atau benar-benar normal lebih kurang sebesar 75%.Nilai
Tes Pap positif palsu IVA pada penelitian ini sebesar 24,5% (IK95%:
Positif Negatif
Positif 29 6 35 13,7-35,3). Hal ini disebabkan karena reaksi aceto white
Negatif 11 15 26 bersifat non spesifik, 80% lesi aceto white tidak berhubungan
Jumlah 40 21 61 dengan neoplasia intraepitelial serviks maupun kanker serviks,
bisa merupakan reaksi fisiologis regeneratif atau peradangan
Sensitifitas = 72,5% (IK 95% : 61,3 - 83,7) termasuk infeksi. 14 Nilai negatif palsu IVA pada penelitian ini
Spesifisitas = 71,4% (IK 95% : 60,1 - 82,7)
sebesar 25,0% (IK95%: 14,1-35,9). Negatif palsu ini dapat
Nilai prediksi positif = 82,9% (IK 95% : 73,4 - 92,3)
Nilai prediksi negatif = 57,7% (IK 95% : 45,3 - 70,1) disebabkan faktor keterbatasan kemampuan mata telanjang
Nilai positif palsu = 17,1% (IK 95% : 7,6 - 26,5) (pemeriksa) mendeteksi lesi aceto white yang minimal, lesi
Nilai negatif palsu = 42,3% (IK 95% : 29,9 - 54,7) berada di daerah endo serviks atau sumber cahaya yang kurang
terang. Selain itu ada faktor konsentrasi asam asetat yang
Tabel 3. Perbandingan hasil uji diagnostik antara metode IVA dan tes menurun akibat penyimpanan lama. 15,16
Pap.

Akurasi diagnostik Z P Tes Pap


Sensitifitas 3,01 0,003 Pada penelitian ini, sensitifitas tes Pap sebesar 72,5%
Spesifisitas 3,32 0,003 (IK95%: 61,3-83,7), spesifisitas 71,4% (IK95%: 60,1-82,7),
Nilai prediksi positif 1,01 0,312 nilai prediksi positif 82,9% (IK95%: 73,4-92,3), nilai prediksi
Nilai prediksi negatif 2,06 0,039
Nilai positif palsu 1,01 0,312 negatif 57,7% (IK95%: 45,3-70,1), nilai positif palsu 17,1%
Nilai negatif palsu 2,06 0,039 (IK95%: 7,6-26,5) dan nilai negatif palsu 42,3% (IK95%: 29,9-
54,7). Sensitifitas Tes Pap untuk mendeteksi lesi pra kanker
Inspeksi Visual Asam Asetat sangat bervariasi yaitu antara 44%-98%, dengan spesifisitas
Dari penelitian ini didapatkan sensitifitas IVA sebesar 90%, nilai prediksi positif 80,2%, nilai prediksi negatif 91,3%
92,5% (IK95%: 91,8-93,2) dan spesifisitas sebesar 42,9% dan angka positif palsu berkisar antara 3%-15%. 2,3,7,9 Selain
(IK95%: 30,5-55,3). Sensitifitas ini hampir serupa dengan memiliki sensitifitas yang amat bervariasi, Tes Pap juga
penelitian Hanafi (2000) di Jakarta yaitu sebesar 90,9%. memiliki angka negatif palsu yang cukup tinggi yaitu berkisar
Berbeda dengan laporan Universitas Zimbabwe-JHPIEGO antara 5%-50%, antara lain akibat pengambilan sediaan yang
(1999) dan Afrika Selatan (2000) yang masing-masing tidak adekuat (62%), kegagalan skrining (15%) dan kesalahan
mendapatkan sensitifitas IVA sebesar 76,7% dan 49,4%. interpretasi (23%).2 Negatif palsu dikatakan 5%-30% untuk
Spesifisitasnya lebih rendah daripada laporan Universitas lesi skuamosa, 40% untuk lesi adenomatosa dan 50% untuk lesi
Zimbabwe-JHPIEGO (1999) dan penelitian Hanafi (2000) yang invasif.3,7 Tingginya negatif palsu pada kanker invasif
masing-masing mendapatkan spesifisitas IVA sebesar 64,1% disebabkan adanya darah, eksudat peradangan dan debris
dan 99,8%. Akan tetapi, spesifisitas ini hampir serupa dengan nekrotik.7,8,9 Dari hasil evaluasi sitologi Tes Pap oleh Yayasan
laporan penelitian di Afrika Selatan (2000) yaitu 48,5%. 9,12,13 Kanker Indonesia (YKI) wilayah Bali, pada periode tahun
Dengan sensitifitas sebesar 92,5% dan spesifisitas sebesar 1992-1995 didapatkan sediaan inkonklusif sebesar 5,25%. 17
42,9% pada penelitian ini, berarti pemeriksaan IVA mampu dan pada periode tahun 1996-1999 jumlah sediaan inkonklusif
mendeteksi 92,5% kasus displasia dari seluruh penderita lesi meningkat sebesar 6,7%.10 Sediaan inkonklusif ini sebagian
prakanker yang diperiksa; tetapi hanya mampu menyingkirkan besar disebabkan karena kesalahan pengambilan bahan, yaitu
42,9% penderita sehat; sehingga metode IVA perlu ditunjang bahan tidak mengenai sambungan skuamo-kolumner, sediaan
dengan pemeriksaan lainnya seperti kolposkopi dan terlalu tipis atau terlalu tebal, banyak mengandung darah,
histopatologi. kotor, sediaan terlalu lambat dikirim, fiksasi terlambat atau
Nilai prediksi positif dan negatif IVA dari penelitian ini memakai alkohol yang kadarnya kurang dari 95% dan
masing-masing sebesar 75,5% (IK95%: 64,7-86,3) dan 75,0% kesalahan pada saat proses pengecatan10,17 Angka ini di atas
(IK95%: 64,0-86,0). Nilai prediksi positif penelitian ini lebih angka sediaan inkonklusif yang ditetapkan secara nasional
tinggi dari laporan penelitian yang dilakukan oleh universitas yaitu kurang dari 5%.
Zimbabwe-JHPIEGO (1999) dan penelitian yang dilakukan di
Afrika Selatan (2000) yang masing-masing mendapatkan nilai Perbandingan antara Metode IVA dengan Tes Pap
prediksi positif IVA sebesar 25,9% dan 18,9%. Tetapi lebih Dari penelitian ini didapatkan sensitifitas dan nilai
rendah dari laporan penelitian Hanafi (2000) yaitu sebesar prediksi negatif IVA untuk mendeteksi lesi pra kanker/kanker
83,3%. Nilai prediksi negatif dari penelitian ini hampir serviks lebih tinggi dari tes Pap yaitu masing masing sebesar

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 7


92,5% vs 72,5% dan 75,0% vs 57,7%. Perbedaan sensitifitas Mengingat kelebihan metode IVA seperti murah,
dan nilai prediksi negatif ini secara statistik bermakna (p = mudah/sederhana, praktis dan interpretasi hasil yang cepat serta
0,003 dan p = 0,039). Sebaliknya spesifisitas dan nilai prediksi hanya memerlukan sumber daya bidan terlatih saja
positif IVA lebih rendah dari tes Pap yaitu masing-masing dibandingkan dengan tes Pap, maka metode IVA sebaiknya
sebesar 42,9% vs 71,4% dan 75,5% vs 82,9%. Perbedaan disosialisasikan ke semua tenaga medis dan paramedis
spesifisitas ini secara statistik bermakna (p = 0,003), sedangkan terutama bidan yang merupakan ujung tombak kesehatan
perbedaan nilai prediksi positif ini secara statistik tidak perempuan di Indonesia.
bermakna ( p = 0,312). Nilai positif palsu IVA pada penelitian
ini lebih tinggi dari tes Pap yaitu masing-masing sebesar 24,5%
dan 17,1%, sedangkan nilai negatif palsu IVA lebih rendah dari
tes Pap yaitu masing-masing sebesar 25,0% dan 42,3%; KEPUSTAKAAN
perbedaan nilai positif palsu ini tidak bermakna ( p = 0,312) 1. Sjamsuddin S. Inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat (IVA), suatu
sedangkan perbedaan nilai negatif palsu ini bermakna (p = metode alternatif skrining kanker serviks. Jakarta : Bag Obstetri dan
0,039). Tingginya angka negatif palsu pada tes Pap ini dapat Ginekologi FK UI/RSCM, 2000: 1-4.
disebabkan adanya darah, eksudat peradangan dan debris 2. Muharam R, Indarti J, Soepardiman HM. Laporan penelitian : Akurasi
diagnostik sitologi pada lesi prakanker serviks di Bagian Obstetri dan
nekrotik.7,8,9 Selain itu dapat disebabkan oleh kesalahan Ginekologi FK UI/RSCM. Jakarta : Bag Obstetri dan Ginekologi FK
pengambilan bahan, yaitu bahan tidak mengenai sambungan UI/RSCM, 2000.
skuamo-kolumner, sediaan terlalu tipis atau terlalu tebal, 3. Nuranna L. Skrining kanker serviks, upaya downstaging dan metode
banyak mengandung darah, kotoran, sediaan terlalu lama skrining alternatif. Jakarta: Bag Obstetri dan Ginekologi FK UI/RSCM,
1999: 1-8.
dikirim, fiksasi terlambat atau memakai alkohol yang kadarnya 4. Darma Putra IGN. Kanker serviks uterus di RSUP Denpasar. Bali :
kurang dari 95% dan kesalahan saat proses pengecatan. 10,17 Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar, 2000: 1-
Dengan hasil akurasi diagnostik IVA tersebut dan 30.
membandingkannya dengan tes Pap, maka pemeriksaan IVA 5. Wijaya I. Tindak lanjut Pap`s smear yang abnormal. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 1993: 1-59.
memenuhi syarat sebagai alat penapis lesi pra kanker /kanker 6. Halimun WA. Pap smear dan masalahnya. Bagian Patologi Anatomi.
serviks selain tes Pap. Di samping itu, metode IVA memiliki Jakarta, 2000: 13-21.
kelebihan dibandingkan tes Pap seperti murah, mudah 7. Kim SJ. Screening and epidemiological trends in cancer of cervix. In :
dilaksanakan, praktis, sederhana, interpretasi hasil cepat serta Saifuddin AB, Affandi B, Wiknjosastro GH eds. Women`s health. Recent
advances in the Asia-Oceania region. Proc. XVth Asian and Oceanian
hanya memerlukan sumber daya berkualitas bidan terlatih saja; Congress of Obstetric and Gynecology. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
mengingat di Indonesia pada tahun 1977, terdapat 55.000 bidan Sarwono Prawiroharjo (ed.) 1995: 317-20.
desa dan 16.000 bidan praktek swasta maka pemberdayaan 8. Sherman ME. Cytopathology. In : Kurman RJ ed. Blaustein`s pathology
tenaga paramedis ini dapat menjanjikan kelancaran of the female genital tract 4 th ed. New-York: Springer-Verlag, 1995:
1097-1125
pelaksanaan metode IVA. Di lain pihak jumlah ahli patologi 9. Nazeer S. Visual inspection with acetic acid for cervical cancer screening
anatomi yang berhak membaca tes Pap hanya 178 orang dan : tes qualities in a primary- care setting. Lancet 1999; 353: 869-73.
teknisi sitologi/skriner masih kurang dari 100 orang pada 10. Mulyadi. Evaluasi sitologik tes Pap konvensional menurut sistem
periode yang sama. Di tambah pula oleh kendala tes Pap Bethesda di YKI wilayah Bali periode tahun 1996-1999. Bali: YKI
wilayah, 2000: 1-13.
lainnya seperti kuantitas dan kualitas sumber daya manusia 11. Seputra A. Tesis : Evaluasi pemeriksaan gineskopi pada pap smear
yang rendah, prosedur tes Pap yang panjang dan kompleks, abnormal untuk deteksi dini pra kanker serviks di RSUP Denpasar. Bali:
akurasi diagnostik yang sangat bervariasi dengan negatif palsu Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Denpasar, 2000.
yang tinggi serta sistem pelaporan dan terminologi yang 12. CronjeHS, CooremanBF, Beyer E, et al. Screening for cervical neoplasia
in a developing country utilizing cytology, cervicography and the acetic
berbeda-beda. Selain itu, teknik pengambilan dan pemeriksaan acid test. Internat. J. Gynecol &Obstet 2000; 72: 151- 57.
yang kurang praktis, wilayah Indonesia sangat luas yang terkait 13. Hanafi, Ocviyanti D., Prihartono J. dkk. Laporan penelitian : Efektivitas
dengan kesulitan transportasi dan komunikasi, dan para wanita pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat oleh bidan sebagai upaya
yang selayaknya menjalankan skrining enggan untuk diperiksa mendeteksi lesi pra kanker serviks. Jakarta: Bag/SMF Obstetri dan
Ginekologi FKUI/RSCM, 2002.
karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut dan faktor biaya; 14. Coppleson M, Pixley EC. Gynecologic oncology - Colposcopy of the
ditambah dengan masih rendahnya tingkat pendidikan cervix. 2 nd ed., vol.1. Edinburgh: Churchill Livingstone, 1992: 55-69.
penduduk di Indonesia juga merupakan kendala bagi tes Pap. 15. Suhartini. Tesis : Inspeksi visual dengan hapusan asam asetat (IVA)
dibandingkan dengan pap smear sebagai salah satu cara penapisan kanker
serviks dini. Surabaya: Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
SIMPULAN DAN SARAN Unair/RSUD Dr. Soetomo, 2001.
Sensitifitas IVA untuk mendeteksi lesi pra kanker/kanker 16. Yulpetropala, Alfian, Hasan M. Laporan penelitian : Skrining neoplasia
serviks lebih tinggi dari tes Pap (92,5% vs 72,5%) dan nilai intraepitel serviks (NIS) dengan metode inspeksi visual dengan asam
negatif palsu IVA lebih rendah dari tes Pap (25,0% vs 42,3%). asetat. Padang: Bag Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. M. Djamil/FK
Universitas Andalas, 2002.
Perbandingan sensitifitas : spesifisitas : nilai negatif palsu 17. Mulyadi. Evaluasi hasil Pap tes di laboratorium sitologi YKI wilayah Bali
antara Metode IVA dengan tes Pap adalah 3,01 : 3,32 : 2,06 tahun 1992-1995. Bali: YKI wilayah, 1996: 1-8.
(p<0,05).

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


HASIL PENELITIAN

Infeksi Chlamydia trachomatis pada


Kanker Serviks Terinfeksi Human
Papilloma Virus tipe 16 dan 18 :
Studi Cross – Sectional
K. Tonika, K. Suwiyoga
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

ABSTRAK

Tujuan: Mengetahui peran infeksi Chlamydia trachomatis pada kanker serviks yang
terinfeksi HPV tipe 16 dan 18.
Bahan dan cara: Studi cross-sectional dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi
FK UNUD/RS Sanglah Denpasar selama tahun 2002-2003. Sampel adalah kanker
serviks baru dan belum pernah diterapi serta bersedia ikut serta sebagai subyek
penelitian. Penentuan sampel secara berturut-turut dan besarnya dihitung dengan
memakai rumus Pocock. Diagnosis kanker serviks berdasarkan hasil histopatologi
biopsi lesi serviks dengan tuntunan kolposkopi. Infeksi HPV berdasarkan isolasi DNA
memakai teknik PCR di unit riset Biomedik RSUD Mataram, dan pemeriksaan
serologi di Laboratorium Prodia Denpasar. Data dicatat pada formulir penelitian,
kemudian diolah memakai program SPSS 10.0 for Windows. Dilakukan uji X2 dan
hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil: Sejumlah 50 sampel dibagi atas tiga kelompok yaitu (1) kanker serviks
terinfeksi HPV tipe 16 dan 18, (2) kanker serviks terinfeksi HPV tipe lain, dan (3)
kanker serviks tidak terinfeksi HPV. Didapatkan perbedaan infeksi Chlamydia
trachomatis pada kelompok 1 dengan kelompok 2 adalah tidak bermakna (Fisher's
exact test: p = 0,576, RP = 0,667; CI 95% 0,273-1,631). Infeksi C.trachomatis pada
kelompok 1 dengan kelompok 3 berbeda tidak bermakna (Fisher's exact test: p=0,039,
RP = 3,824; CI 95% 0,649-22,510). Infeksi C.trachomatis pada kelompok 2 dengan
kelompok 3 berbeda tidak bermakna (Fisher's exact test: p = 0,464, RP = 3,353; CI
95% 0,485-22,897).
Kesimpulan: Infeksi C. trachomatis tidak terbukti sebagai faktor risiko minor kanker
serviks terinfeksi HPV tipe 16 dan 18, infeksi HPV selain tipe 16 dan 18, dan tidak
terinfeksi HPV.
Kata kunci: Chlamydia trachomatis, infeksi HPV tipe 16 dan 18, kanker serviks.

PENDAHULUAN 96.100 di negara maju dan 369500 di negara sedang


Kanker serviks masih merupakan masalah yang cukup berkembang dengan 300.000 kematian tiap tahun akibat kanker
besar di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia serviks.1 Insiden penderita kanker serviks di Indonesia sampai
karena insiden dan kematiannya yang tinggi. Di dunia (1980), saat ini tidak diketahui pasti karena lemahnya sistem registrasi.
diperkirakan 450.000 kasus baru kanker serviks tiap tahun : Dari 13 Pusat Lab. Patologi Anatomi (1998), prevalensi kanker

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 9


serviks menempati urutan pertama yaitu 28,66% dari 9.043 Keterangan :
n =jumlah sampel yang dibutuhkan untuk setiap kelompok.
kanker pada wanita.1,2 Laporan beberapa rumah sakit f =proporsi drop out
pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa proporsi kanker Zα = nilai Z untuk alfa
serviks antara 62-70% dari kanker ginekologi.2,3,4 P = perkiraan proporsi kejadian dipopulasi.
Penyebab kanker serviks adalah multifaktorial. Faktor d = deviasi sampel terhadap populasinya
risiko mayor adalah infeksi human papilloma virus (HPV).
Infeksi Chlamydia trachomatis diduga sebagai ko-faktor yang Zα =1,96 pada confidence level 95%
bekerja sinergis dengan HPV melalui mekanisme radikal bebas P : perkiraan yang menderita Chlamydia trachomatis =
50% (0,5)
dan sistim imun. Sejak tahun 1990-an, infeksi Chlamydia d : deviasi yang diinginkan = 20% (0.2)
trachomatis yang merupakan penyakit hubungan seksual (PHS) f : 0%
tersering, menggantikan posisi N.gonorrhe.5,6,7 Suatu studi
kasus kontrol (Santosa et al, 1994), mendapatkan hubungan Dari perhitungan di atas didapatkan besar sampel adalah
antara kanker serviks dengan 4 penyebab utama PHS yaitu 49,61, dibulatkan menjadi 50. Data hasil penelitian dicatat
HPV, CMV, HSV-2 dan C. trachomatis. Risiko cervical dalam formulir khusus kemudian ditabulasi dan diolah dengan
intraepithelial lesion (CIN) III meningkat dengan komputer program SPSS 10.0 for Windows. Dilakukan T test
meningkatnya titer antibodi C. trachomatis.5 Hal ini didukung terhadap variabel umur,paritas, dan jumlah pasangan seksual
oleh studi lain yang mendapatkan bahwa risiko kanker serviks untuk mengetahui homogenitas. Uji X2 untuk mengetahui
menjadi bermakna jika pada infeksi HPV juga ditemukan perbedaan infeksi C.trachomatis di antara ketiga kelompok.
peningkatan titer antibodi HSV-2 dan C. trachomatis.
Didapatkan pula, hanya infeksi C. trachomatis yang DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
dihubungkan dengan peningkatan risiko perkembangan kanker 1. Kanker serviks yang dimaksud adalah kanker serviks uteri
serviks.8-13 Di sisi lain, seroepidemiologis menunjukkan jenis epitelial berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
hubungan yang tidak bermakna antara infeksi C. trachomatis 2. Umur adalah usia kasus berdasarkan tanggal lahir atau
dengan kanker serviks dan sebagai faktor risiko yang tidak seperti yang tertera pada kartu tanda penduduk.
tergantung untuk terjadinya CIN. Sedangkan hubungan antara 3. Jumlah pasangan seksual adalah jumlah pria yang pernah
kanker serviks dengan PHS yang lain seperti gonorhea, melakukan kontak seks dengan pasien.
vaginosis bakterial, sitomegalovirus dan virus Epstein Barr 4. Paritas adalah jumlah janin viabel yang pernah dilahirkan.
adalah tidak konsisten. (6,13,14) 5. Terinfeksi C.trachomatis, bila kadar antibodi klamidia >
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya 1,10 : (+) dengan tes Elisa.
perbedaan frekuensi infeksi C. trachomatis pada kanker serviks 6. Terinfeksi HPV, apabila protein L1 positif dan dinyatakan
terinfeksi HPV tipe 16 dan 18. Hasil penelitian ini diharapkan HPV 16 (+), 18 (+); apabila pada pemeriksaan DNA dengan
dapat sebagai masukan terhadap kontroversi peran infeksi PCR primer khusus terdapat hasil positif.
C.trachomatis pada karsinogenesis kanker serviks oleh infeksi
HPV tipe 16 dan 18. HASIL DAN DISKUSI
Penelitian ini hanya mengambil HPV tipe 16 dan 18
dengan pertimbangan kedua tipe HPV tersebut termasuk
BAHAN DAN CARA kelompok onkogenik tinggi, prevalensinya 84,5%, penelitian di
Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional. Populasi Indonesia masih sangat terbatas, dan juga karena keterbatasan
adalah pasien kanker serviks dan sampel adalah kanker serviks biaya. Sedangkan C. trachomatis dipilih sebagai variabel
dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini (informed consent). karena agen penyebab PHS ini menempati urutan pertama baik
Penelitian dilakukan di poliklinik Onkologi Ginekologi RS di Bali maupun di Indonesia (SKRT dan PHS, 2001).
Sanglah Denpasar November 2002 - Juli 2003. Sampel Uji Levent T terhadap usia, paritas dan jumlah pasangan
ditentukan secara consecutive, dibagi atas tiga kelompok yaitu seksual menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut
kelompok 1 adalah kanker serviks terinfeksi HPV tipe 16 dan homogen (p>0,05) (Tabel 1).
18, kelompok 2 adalah kanker seviks terinfeksi HPV tipe lain,
dan kelompok 3 adalah kanker serviks tidak terinfeksi HPV. Tabel 1. Homogenitas usia, paritas, dan pasangan seksual
Biopsi serviks dan aspirasi darah vena kubiti dilakukan untuk
pemeriksaan histopatologi, polymerase chain reaction (PCR), Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 P1 P2

dan ELISA. Pemeriksaan histopatologi dilakukan di Lab. Rer


ata
SD Rera-
ta
SD Rera-
ta
SD

Patologi Anatomi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar, serologi


Umur 42, 3,66 41,4 3,86 43,8 4,18 0,486 0,457
ELISA di Lab Prodia Denpasar, and PCR di Lab Biomedika (tahun) 7
0,62 3,2 0,55 3,6 0,58 0,197 0,175
RSUD Mataram. Besar sampel dapat dihitung dengan rumus : Paritas 3,5
0,50 2,7 0,52 3,1 0,56 0,115 0,102
Pas. 2,3
Seksual

1 ( Zα ) 2 P(1 − P)
n= x Selanjutnya, perbedaan prevalensi infeksi C.trachomatis
1− f (d ) 2 pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Tabel 2. Perbedaan infeksi C.trachomatis pada kanker serviks terinfeksi masalah pokok seperti: 1) prevalensi seropositif yang tinggi
HPV tipe 16 dan 18, kanker serviks terinfeksi HPV tipe lain,
dapat menggambarkan infeksi sebelumnya atau infeksi yang
dan kanker serviks tidak terinfeksi HPV.
menetap. 2) tidak ada awal gejala yang dapat dideteksi,
Chlamydia Total p
sehingga sering ditemukan dalam periode titer antibodi Ig M
trachomatis atau titer antibodi Ig G baik tinggi maupun rendah.12,17
Positif Negatif
Studi hubungan seropositif C. trachomatis dan risiko
karsinoma sel skuamosa serviks adalah berdasarkan penelitian
HPV tipe 16 dan 18 (+) 26 8 34 0,576 Anttila et al (1998) di Finlandia, Norwegia dan Swedia yang
HPV tipe lain (+) 4 2 6 0,039 mendapatkan hubungan sangat kuat antara seropositif C.
HPV (-) 2 8 10 0,464 trachomatis tipe G dengan karsinoma sel skuamosa; makin
banyak jumlah serotipe Chlamydia yang menginfeksi, makin
Jumlah 32 18 50
besar risiko karsinoma sel skuamosa. Fischer N (2002), meng-
Kelompok (1) dengan (2) Fisher’s Exact Test: p: 0,576, RP: 0,667; IK 95%: analisis 81 kasus NIS dan karsinoma serviks invasif dan 68
0,273-1,631 pasien kelompok kontrol, dilakukan pemeriksaan pengaruh
Kelompok (1) dengan (3) Fisher’s Exact Test: p: 0,039, RP: 3,824; IK 95%: infeksi C. trachomatis terhadap adanya EGFR, TGF alpha, Ki
0,649-22,510 67, HPV 16 dan 18.16 Kadar antibodi serum diukur dengan
Kelompok (2) dengan (3) Fisher’s Exact Test: p: 0,464, RP: 3,353; IK 95%:
0,485-22,897 teknik PCR untuk menilai adanya infeksi sebagai penyebab
hipertrofi serviks pada wanita dengan dan tanpa NIS dan
Perbedaan infeksi C. trachomatis antar ketiga kelompok karsinoma invasif. Infeksi Chlamydia, juga HPV berkaitan
tersebut tidak bermakna (Tabel 2). dengan tingginya Ki 67 pada epitelium. Infeksi C.trachomatis
Dari 50 kasus kanker serviks yang menjalani pemeriksaan juga meningkatkan adanya HPV 16 pada NIS I. Hasil tersebut
antibodi C. trachomatis dari serum darah ditemukan 32 kasus mendukung dugaan bahwa infeksi C.trachomatis mem-
(64,0%) positif, sedangkan dari pemeriksaan PCR terhadap pengaruhi aktivitas virus. Garland et al (2001), dengan teknik
biopsi porsio didapatkan infeksi HPV tipe 16 pada 22 kasus PCR mendapatkan prevalensi infeksi multipatogen pada 58
(44,0%), HPV tipe 18 sebanyak 2 kasus (16,0%) dan HPV tipe kasus (53%), infeksi patogen tunggal sebanyak 43 kasus (39%),
16 dan 18 pada 4 kasus (8,0%), serta HPV tipe lain sebanyak 6 15 kasus (14%) terinfeksi patogen campuran. Didapatkan pula
kasus (12,0%). C. trachomatis pada 15 kasus (14%), N. gonorrhoe pada 12
Pada penelitian sebelumnya di RS Sanglah Denpasar kasus (11%), T. vaginalis pada 9 kasus (8%), dan HPV pada 39
didapatkan 84,8% infeksi HPV tipe 16, 18, infeksi HPV tipe 16 kasus (36%).14 Melalui penelitian prospektif seroepidemiologi,
sebesar 65,6% dan infeksi HPV tipe 18 sebesar 68,8%.15 Koskela et al (2000) mencari hubungan antara antibodi
Teknik PCR merupakan teknik biomolekuler yang terbaik C.trachomatis serum dengan risiko karsinoma sel skuamosa
dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. PCR dapat serviks (HPV dan merokok, OR: 2.2; IK 95%: 1,3 – 3,5).
meningkatkan secara bermakna skrining DNA dan dapat Didapatkan pula. hubungan yang menetap antara merokok
menunjukkan prevalensi infeksi HPV pada serviks lebih dari dengan seronegatif dan seropositif HPV 16 (OR: 3.0, IK 95%:
70% wanita dengan sitologi normal dan 100% pada sitologi 1,8 – 5,1; OR: 2.3; IK 95%: 0,8 – 7,0). Pada penelitian tersebut
yang abnormal. PCR dapat mendeteksi DNA HPV pada lebih disimpulkan bahwa infeksi C. trachomatis meningkatkan risiko
dari 90% kanker serviks.16,17,18,19,20 perkembangan lanjut karsinoma sel skuamosa serviks invasif.21
Hasil penelitian ini tidak banyak dapat dikomparasi dengan Hasil penelitian di atas, mirip dengan penelitian kasus kontrol
studi lain kerena keterbatasan studi tentang prevalensi C. oleh Dillner et al. (1997), bahwa pada populasi dengan
trachomatis pada HPV tipe 16 dan atau 18, terutama di prevalensi antibodi C. trachomatis yang rendah terdapat
Indonesia. hubungan dengan risiko HPV 16 yang tinggi (RR: 11,8; 95%
Berbagai penelitian akhir-akhir ini, melaporkan bahwa CI: 3,7 – 37,0). Penelitian lain, mendapatkan hubungan antara
secara klinikopatologi terdapat hubungan bermakna antara seropositif HPV tipe 11, 16, 18, 33 dengan kebiasaan seksual.
HPV dengan lesi intraepitel skuamosa.12,20 Demikan juga, Pada penelitian tersebut ditemukan proporsi seropositif HPV
secara klinikoserologi terdapat hubungan bermakna antara 16 meningkat secara linear sekitar 4% per partner (p<0.001),
infeksi C. trachomatis dengan karsinoma sel skuamosa dari 4% jika hanya partner tunggal selama hidupnya, sampai
serviks.13 Dengan pemeriksaan PCR, ditemukan 12 kasus 35% jika lebih dari 5 partner. Demikian juga, seroprevalensi
(48,0%) terinfeksi HPV, dengan pemeriksaan serologi antibodi HPV 33 dan 18 secara linear tergantung dari jumlah partner (p
C. trachomatis ditemukan 16 kasus (64%) positif. 17,18 < 0.001). Sebaliknya pada populasi dengan prevalensi antibodi
Sebagai organisme patogen intraseluler, C.trachomatis C. trachomatis yang tinggi, tidak ditemukan peningkatan risiko
memerlukan satu sistem kultur sel untuk perkembangbiakan di terhadap kejadian kanker serviks.12
laboratorium, yang selama bertahun- tahun merupakan standar Epitel serviks pada zona transformasi sangat sensitif
emas untuk deteksi C. trachomatis. Akan tetapi, karena alasan terhadap respon eksternal sehingga mudah terjadi metaplasia.
tidak adekuat, biaya dan kesulitan teknik kultur sel, maka Metaplasia ini dapat berpotensi ganas bila kontak dengan agen
pengembangan tes – tes non kultur merupakan prioritas utama seperti C. trachomatis, virus Papova termasuk bahan lain
penelitian selama 15 tahun terakhir ini. Tes serologik belum terjadi pada fase aktif atau pada fase awal metaplasia. Juga oleh
dipergunakan secara luas untuk diagnosis karena beberapa infeksi HPV terutama HPV tipe 16 dan 18 yang ditularkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 11


lewat kontak seksual pada zona transformasi. Selain itu, 5. De Sanjose S, Munoz N, Bosch FX, Remainn K, Pedersen NS, Orfila J et
al. Sexually transmitted agents and cervical neoplasia in Colombia and
merokok, aktivitas seksual, keradangan serviks ataupun trauma, Spain. Am J Obstet Gynecol 2002; 136 (35): 1345-9.
status imunitas dan umur dapat membentuk lesi intraepitel 6. Zenilman JM. Chlamydia and cervical cancer a real association ? JAMA
skuamosa, yang selanjutnya dapat menimbulkan kanker 2002; 285 (1): 34-9.
skuamosa yang invasif.6,13 7. Cotran RS, Kumar V, Collins T. The female genital tract. in: Robbins
Pathologic Basis of Disease. Sixth ed. WB Saunders Co. 1999; 345-67.
8. Nazeer S. Protocol model for cervical cancer screening/ early detection
SIMPULAN programme in developing countries 2000.
Penelitian cross-sectional terhadap 50 kasus kanker serviks Http://matweb.hcuge,ch/matweb/endo/internationalNetwork
invasif di RS Sanglah Denpasar selama tahun 2002-2003, protoCerviCa.html.
9. Runowics SD, Lymberis S, Tobias D (03/07/1997). Cervical neoplasia and
mendapatkan: cigarette smoking: are they linked ?. Medscape General Medicine,
Pada kanker serviks, prevalensi infeksi C.trachomatis adalah http://www.medscape.com/medscape/womenHealth/journal/v02.n03/w141
64,0%, infeksi HPV tipe 16 adalah 44,0%, tipe 18 adalah .runowicsz141.runowicz.html, 13 Agustus 2003
16,0%, sedangkan infeksi HPV tipe lain adalah 12,0%. 10. Sianturi MHR, Indarti J, Irmansyah F. Pemeriksaan DNA HPV pada
infeksi HPV, neoplasia intraepitel serviks dan karsinoma invasif. Dalam:
1. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal infeksi C. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan XI POGI Semarang 1999; 3:
trachomatis pada kanker serviks antara yang terinfeksi HPV 23-8.
tipe 16 dan 18 dengan yang terinfeksi HPV tipe lain (Fisher 11. Stephen J, Lurie, Zylke JW. Chlamydia trachomatis and cervical squamous
exact test p= 0,576, RP= 0,667; IK 95%: 0,273-1,631). cell carcinoma . JAMA 2001; 285 (13): 267-9.
12. Dillner J et al. Prospective seroepidemiologic study of human papil-
2. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal infeksi lomavirus infection as a risk factor for invasive cervical cancer. J Natl
C.trachomatis pada kanker serviks antara yang terinfeksi Cancer Inst 1997, Sept 3 ; 89 (17); 1293-9.
HPV tipe 16 dan 18 dengan yang tidak terinfeksi HPV 13. Anttila T, Saikku P, Koskela P, Bloigu A, Dillner J, Ikaheimo I, et al.
(Fisher exact test: p: 0,039, RP: 3,824; IK 95%: 0,649- Serotype of chlamydia trachomatis and risk for development of cervical
squamous cell carcinoma. JAMA 2001; 285 (1):47-51.
22,510). 14. Garland SM, Tabrizi SN, Chen S, Byambaa C, Davaajav K. Prevalence of
3. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal infeksi sexually transmitted infection (Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
C.trachomatis pada kanker serviks antara yang terinfeksi trachomatis, Trichomonas vaginalis and human papillomavirus) in female
HPV tipe lain dengan yang tidak terinfeksi HPV (Fisher attendees of a sexually transmitted diseases clinic in Ulaanbaatar,
Mongolia. Infect Dis Obstet Gynaecol 2001; 9 (3) : 143-6.
exact test: p: 0,464, RP: 3,353; IK 95%: 0,485-22,897). 15. Surya N, Suwiyoga K. Kajian infeksi human papilloma virus tipe 16 dan
18 sebagai faktor risiko kanker serviks dan penyakit menular seksual.
Tesis, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar
2002.
KEPUSTAKAAN 16. Fischer N. Chlamydia trachomatis infection in cervical intraepithelial
neoplasia and invasive carcinoma. Eur J Gynaecol Oncol 2002; 23 (3) :
1. Herman S, Wartiman M, Haryanto Y, Tinjauan epidemiologi atas 247-50.
penderita kanker serviks di enam belas rumah sakit pemerintah di Jawa 17. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Chlamydia. In: Review of Medical
Barat periode Januari – Desember 1998. Dalam: Naskah lengkap Microbiology 1995; 134 (34): 234-39.
Pertemuan Ilmiah Tahunan XI Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi FK 18. Jones RB, Chlamydia disease in: Principle and Practice of Infectious
Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 1998: 164-75. Disease, 14th ed, Churchill Livingstone 1995; 1451-59.
2. Azis MF. Pilihan terapi kanker ginekologi stadium awal. Naskah Lengkap 19. Grayston JT. Chlamydia. In : Tropical and geographical medical, 2 nd ed.
Pertemuan Ilmiah Tahunan XI. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Mc Graw-Hill information service company, 1995, 644-53.
Indonesia, Semarang 1999; 111-2. 20. Holmes KK. Lower genital infection in woman: vaginal infection, in:
3. Darma Putra, Suwiyoga K. Kanker serviks uterus di RSUP Denpasar 2000: Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, (eds.). Sexually transmitted disease,
12-7. New York: Mc Graw-Hill Book Co., 1997; 244-65.
4. Dillner J et al.. Seropositive to human papillomavirus type 16,18, or 33 21. Koskela P, Anttila T, Bjorge T, Brunsvig A, Dillner J, Hakama M et al.
capsid and to chlamydia trachomatis are marker of sexual behavior. Am J Chlamydia trachomatis infection as a risk factor for invasive cervical
Obstet Gynecol 1996; 173 (6); 1394-8. cancer. Internat. J Cancer 2001; 85 (1) : 35-9.

RALAT

Artikel : Toksoplasmosis Ibu Hamil di Indonesia (Studi Tindak Lanjut Survai Kesehatan Rumah Tangga 1995)
Oleh : Salma Ma’roef, Soeharsono Soemantri
Di : Cermin Dunia Kedokteran No. 139, 2003, hal. 42

Sebelum alinea : Data didapatkan dari …………….


seharusnya ada Subjudul : METODOLOGI

Redaksi mohon maaf atas kekeliruan tersebut, dengan ini kekeliruan tersebut telah diperbaiki.

Redaksi Cermin Dunia Kedokteran

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


HASIL PENELITIAN

Risiko Lesi Intraepitel Skuamosa


Serviks Derajat Tinggi pada
Penderita Terinfeksi Virus Human
Papiloma 16 dan 18
I.G.N. Darmaja*, K. Suwiyoga*, I.G.A. Artha**
*
Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
**
Bagian / SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui peranan infeksi Virus Human Papilloma (VHP) 16 dan 18


sebagai faktor risiko terjadinya lesi intraepitel (LIS) derajat tinggi.
Subyek dan cara kerja : Penelitian kasus-kontrol, 31 sampel LIS derajat tinggi dan
31 sampel kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Dilakukan scraping dengan cytobrush di
daerah endo dan ektoserviks; selanjutnya dilakukan pemeriksaan PCR di unit Riset
Biomedik RSU Mataram.
Hasil : Kejadian infeksi VHP tipe 16,18 pada LIS derajat tinggi adalah 22 kasus
(71%), pada kontrol 10 kasus (32,3%). infeksi VHP tipe 16 pada LIS derajat tinggi
adalah 16 kasus (51,6%), pada kontrol 7 kasus (22,6%). infeksi VHP tipe 18 pada LIS
derajat tinggi adalah 17 kasus (54,8%), dan pada kontrol 6 kasus (19,4%). Infeksi
VHP tipe 16,18 meningkatkan risiko LIS derajat tinggi 7 kali dibanding yang tidak
terinfeksi RO 7 (IK 95%: 1,16-42,15), x2=7,5 , p=0,04. Infeksi VHP tipe 16
meningkatkan risiko LIS derajat tinggi 5,5 kali dibanding tidak terinfeksi RO 5,5 (IK
95%: 1,003-30,15), x2=4,9 , p=0,02. Infeksi VHP tipe 18 meningkatkan risiko LIS
derajat tinggi 6,5 kali dibanding yang tidak terinfeksi RO 6,5 (IK 95%: 1,09-38,68),
x2=6,7 , p=0,007. Sekitar 63% dan 67% LIS derajat tinggi dapat dicegah bila infeksi
VHP tipe 16, VHP tipe 18 dapat dihilangkan.
Kesimpulan : Risiko terjadinya LIS derajat tinggi pada penderita dengan infeksi VHP
tipe 16,18 sebesar 7 kali, pada infeksi VHP tipe 16 adalah 5,5 kali, sedang pada
infeksi VHP tipe 18 adalah 6,5 kali dibandingkan yang tidak terinfeksi. Penelitian ini
memperlihatkan proporsi infeksi VHP 18 yang tinggi.
Kata kunci : VHP tipe 16 dan 18, faktor risiko, LIS derajat tinggi.

PENDAHULUAN derajat tinggi.(1) Karsinoma serviks yang merupakan tingkat


Lesi intraepitel skuamosa (LIS) serviks merupakan perkembangan lanjut dari LIS insidennya cukup tinggi, baik di
gangguan diferensiasi sel pada lapisan skuamosa serviks. negara sedang berkembang maupun negara maju. Sekitar
Kriteria diagnostik LIS berdasarkan imaturitas seluler, 500.000 kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh dunia
disorganisasi seluler, abnormalitas inti sel, dan peningkatan dan hampir 77% di antaranya terjadi di negara sedang
aktifitas mitosis sel. Jika mitosis dan sel-sel imatur hanya pada berkembang.(2) Data WHO menyebutkan kira-kira 230.000
sepertiga bawah lapisan epitel dikenal sebagai LIS derajat wanita meninggal karena karsinoma serviks setiap tahunnya,
rendah, jika meliputi seluruh lapisan epitel disebut dengan LIS 190.000 di antaranya terjadi di negara sedang berkembang.(3)

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 13


Studi epidemiologi menunjukkan beberapa faktor risiko Tabel 1. Perbandingan beberapa variabel pengganggu antara kasus dan
kontrol
LIS, seperti usia saat hubungan seksual pertama kali, usia saat
kehamilan pertama, jumlah pasangan seksual, merokok, Variabel Kasus Kontrol P
kontrasepsi oral, paritas, sosial ekonomi, infeksi virus herpes Umur:
< 35 tahun 6 (19,4%) 5 (16,1%)
simpleks tipe 2 dan infeksi virus human papiloma (VHP).
≥ 35 tahun 25 (80,6%) 26 (83,9%) 0,740
VHP tipe risiko onkogenik tinggi dideteksi pada 90-95% lesi Paritas:
prakanker dan karsinoma serviks.(4) Di seluruh dunia VHP 16 <5 29 (93,5%) 30 (96,8%)
merupakan tipe yang paling sering ditemukan yaitu 51,5%(5), ≥5 2 (6,5%) 1 (3,2%) 0,554
Umur kawin:
sedangkan Kjellberg L mendapatkan VHP 16 pada NIS 2 dan 3
< 20 tahun 4 (12,9%) 4 (12,9%)
sebanyak 44 %, VHP 18 sebanyak 9%.(6) Marrazzo ≥ 20 tahun 27 (87,1%) 27 (87,1%) 1,000
mendapatkan 41% VHP 16 atau 18 pada NIS 2 dan 3.(7) Di
Indonesia yang terbanyak adalah VHP 18 yaitu 50%.(5,8,9)
Proporsi VHP tipe 16 dan 18, tipe 16, tipe 18 dan
BAHAN DAN CARA KERJA Population Attributable Risk (PAR)
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus kontrol. Pemeriksaan PCR terhadap 31 kasus LIS derajat tinggi dan
Sebagai kasus adalah 31 penderita LIS derajat tinggi yang 31 kontrol atas bahan yang diambil dari ekto dan endoserviks
dibuktikan dengan pemeriksaan sitologi dan kontrol adalah 31 dengan menggunakan cytobrush mendapatkan hasil sebagai
orang normal yang juga dibuktikan dengan pemeriksaan berikut (Tabel 2).
sitologi; parameter lain disamakan sehingga hanya faktor risiko
VHP yang belum diketahui. Pada penderita yang memenuhi Tabel 2. Proporsi infeksi VHP 16 dan 18 pada kasus, kontrol dan PAR
kriteria kasus dan kontrol kemudian diambil sediaan dari ekto f (%)
dan endoserviks dengan cytobrush, dimasukkan ke tabung VHP Kasus Kontrol PAR
microcentifuge yang telah diisi NaCl 0,9% untuk pemeriksaan 16,18 22 (71,0%) 10 (32,3%) 0,76
PCR. Selanjutnya bahan untuk pemeriksaan PCR dikirim ke 16 16 (51,6%) 7 (22,6%) 0,63
lab/unit riset Biomedik RSU Mataram untuk pemeriksaan VHP 18 17 (54,8%) 6 (19,4%) 0,67
16 dan 18. Pasien diwawancarai mengenai umur, umur kontak
seks pertama kali, jumlah pasangan seks, paritas, perokok, Dari pemeriksaan PCR atas 31 LIS derajat tinggi,
suami perokok, pernah memakai kontrasepsi oral lebih dari 6 didapatkan VHP tipe 16,18 pada 22 kasus (71,0%), VHP tipe
tahun. Data dicatat dalam formulir khusus kemudian ditabulasi 16 pada 16 kasus (51%), VHP tipe 18 pada 17 kasus (54,8%).
dan diolah dengan komputer SPSS 10.0, dengan menghitung Sedangkan dari 31 kontrol ditemukan VHP tipe 16,18 pada 10
proporsi infeksi VHP tipe 16 dan 18 pada penderita LIS derajat kasus (32,3%), VHP tipe 16 pada 7 kasus (22,6%), VHP tipe
tinggi, menghitung rasio odds (RO) dan menghitung population 18 pada 6 kasus (19,4%).
attributable risk (PAR) dan juga dilakukan uji x2 McNemar Irmansyah F. melakukan pemeriksaan VHP dengan teknik
untuk sampel yang berpasangan. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) terhadap 49 kasus
- 26 kasus dengan sitologi normal dan 23 kasus dengan sitologi
HASIL DAN DISKUSI abnormal; didapatkan 19,23% sitologi normal mengandung
Telah dilakukan pemeriksaan DNA VHP dengan teknik DNA VHP sedangkan yang dengan sitologi abnormal 52%
PCR dari bulan Februari 2002 hingga bulan Desember 2003 mengandung DNA VHP. Kasus dengan LIS derajat rendah
pada 62 sampel dengan rincian 31 kasus LIS derajat tinggi dan 45% mengandung VHP risiko tinggi 11% dengan VHP risiko
31 kontrol normal. rendah sedangkan LIS derajat tinggi 50% mengandung VHP
risiko tinggi.(10) Adam E. dengan teknik PCR melaporkan dari
Karakteristik dan komparabilitas sampel 261 kasus CIN 2 dan CIN 3, 131 kasus (50,2%) mengandung
Dari 31 kasus umur termuda 27 tahun dan tertua 60 tahun, VHP 16 dan 10 kasus (3,8%) mengandung VHP 18. Pada
sedangkan dari 31 kontrol umur termuda 28 tahun dan tertua kontrol 24,5% mengandung VHP 16 dan 4,5% mengandung
berumur 59 tahun. Paritas pada penelitian ini bervariasi dari VHP 18 dengan p < 0.001.(11) Kjellberg et al. mendapatkan dari
nullipara hingga paritas 6 dengan paritas 2 paling banyak yaitu 57 kasus dengan sitologi CIN 2 dan CIN 3 kemudian dengan
10 (32,1%) pada kasus dan 11 (35,5%) pada kontrol. Umur Cytobrush diambil bahan dari endoserviks untuk pemeriksaan
termuda saat kawin pertama baik pada kasus dan kontrol adalah PCR mendapatkan 55 kasus (96%) mengandung VHP, 24
15 tahun. kasus (44%) VHP tipe 16, 5 kasus (9%) dengan VHP tipe 18, 2
Sudah diketahui bahwa faktor penyebab LIS dan kasus (4%) dengan VHP tipe 33. Pada 12 kasus dengan sitologi
karsinoma serviks bersifat multifaktorial, oleh karena itu normal 25% dengan VHP tipe 16 dan tidak ditemukan VHP
pengaruh beberapa variabel pengganggu harus dihilangkan, tipe 18 dan VHP tipe 33.(6) Koutsky et al. dengan studi kohort
jadi dikontrol by design. Di samping upaya eksklusi dan dari 110 wanita dengan CIN 2 dan CIN 3 kemudian dibiopsi
matching beberapa variabel juga dilakukan kontrol saat analisis dan dilakukan pemeriksaan dengan Southern blot hybridization
uji statistik. Uji Chi square pada p < 0,05, tidak mendapatkan mendapatkan 49% dengan VHP 16 atau 18 dan melaporkan
perbedaan bermakna antara kasus dan kontrol dalam hal umur risiko menderita CIN 2 dan CIN 3, 11 kali (95% IK : 3,7 – 31)
(p= 0,740), paritas (p=0,554), umur saat kawin (p=1,000). dibandingkan yang tidak terpapar VHP 16,18.(12) Becker
melaporkan prevalensi VHP 93,8% dengan VHP tipe 16

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


sebesar 52,4% dengan RO 9,8 pada penderita dengan CIN 2 natural history virus papiloma pada binatang menyerupai VHP.
dan CIN 3.(8) Pada beberapa kepustakaan disebutkan di Dr Crum menyatakan suatu vaksin yang efektif terhadap lima
Indonesia lebih banyak didapatkan VHP 18 yaitu 50% dari VHP risiko tinggi akan mencegah sampai 85% karsinoma
VHP yang dapat diidentifikasi.(5,8,9) DNA VHP dapat dideteksi serviks.(16)
pada 10%-15% dari Pap smear yang normal.(13) Juga pada
penelitian lain didapatkan 5%-40% DNA VHP pada wanita Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 16,18
usia reproduksi.(14) Marrazzo JM melaporkan DNA VHP Pada studi ini dari 31 pasang sampel, 8 pasang positif DNA
sebanyak 20% pada wanita dengan Pap smear normal.(7) Cox VHP 16,18 (kasus positif, kontrol positif), 7 pasang negatif
JT dengan teknik PCR melaporkan adanya DNA VHP pada DNA VHP 16,18 (kasus negatif, kontrol negatif), 2 pasang
20% wanita normal.(15) Schneider et al. mendapatkan prevalensi dengan kasus negatif DNA VHP 16,18 sedangkan pada
DNA VHP tipe 16 pada wanita dengan sitologi normal 14%.(15) kontrolnya positif, yang lainnya 14 pasang dengan kasus positif
Dari uraian di atas tampak bahwa angka yang didapat pada DNA VHP 16,18 sedangkan kontrolnya negatif. (tabel 3)
penelitian ini tidak jauh berbeda. Secara teoritis sangat wajar
bila VHP tipe onkogenik tipe 16 dan tipe 18 (khususnya di Tabel 3. Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 16,18 pada kasus
dan kontrol
Indonesia) mempunyai risiko tinggi, apalagi bila kontak dengan
VHP tipe 16 dan 18 terjadi pada masa di sekitar menars, saat Kontrol
maturasi sel belum sempurna. Zone transformasi (antara epitel Kasus VHP 16,18 (+) VHP 16,18 (-) To
tal
skuamo-kolumner dengan skuamo-skuamosa) sangat sensitif
VHP 16,18(+) 8 14 22
terhadap rangsangan eksternal; sel-sel metaplasia ini dapat VHP 16,18 (-) 2 7 9
menjadi sel yang berpotensi ganas bila kontak dengan mutan Total 10 21 31
seperti sperma, virus Herpes Simplex tipe-2, klamidia, virus
Papova (termasuk di dalamnya semua VHP tipe onkogenik) Keterangan:
RO = 7 x2 = 7,5 (p = 0,04)
dan bahan lain yang mengandung DNA pada saat fase aktif
atau pada fase awal dari metaplasia. Kejadian tersebut disebut
Digunakan uji x2 untuk 2 kelompok yang berpasangan
displasia. Paparan atau infeksi DNA-VHP terutama yang
(matched individuals) yaitu uji McNemar untuk menguji
ditularkan lewat kontak seksual akan bermasalah bila mengenai
kemaknaan perbedaan risiko LIS derajat tinggi antara
zone transformasi serviks uteri. Infeksi VHP tipe 16 dan 18
kelompok yang terpapar dan tidak terpapar VHP. Pada
dengan beberapa kofaktor seperti merokok, aktivitas seksual,
perhitungan data di atas didapatkan rasio odds sebesar 7 (IK
keradangan serviks atau trauma, status imunitas dan umur
95% : 1,16 – 42,15) dengan x2 = 7,5 dan p = 0,04. Jadi bila
dapat menyebabkan perubahan-perubahan proses maturasi sel
hipotesis 0 benar, kemungkinan untuk mendapatkan RO 7
dan dapat berkembang menjadi lesi intraepitel skuamosa
adalah 4% dan kita percaya 95% bahwa besarnya risiko
serviks yang selanjutnya akan menjadi karsinoma serviks bila
terjadinya LIS derajat tinggi pada populasi terletak antara 1,16
imunitas tubuh tidak mampu mengatasinya.
sampai 42,15 kali. Berarti penderita yang terinfeksi VHP 16,18
Population Attributable Risk (PAR) pada infeksi VHP
mempunyai risiko menderita LIS derajat tinggi 7 kali
16,18 adalah 0,76 ini berarti 76% penderita LIS derajat tinggi
dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi VHP 16,18 dan
dapat dicegah bila faktor risiko infeksi VHP 16,18 dapat
pada uji statistik bermakna.
dihilangkan. PAR pada VHP 16 adalah 0,63 jadi proporsi LIS
derajat tinggi dapat dicegah sebanyak 63% bila faktor risiko
VHP 16 dapat dihilangkan. Dengan kata lain, dengan
Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 16.
menghilangkan faktor risiko VHP 16 kita dapat mencegah
Dari 31 pasang sampel, didapatkan 5 pasang positif DNA
proporsi LIS derajat tinggi sebanyak 63%.
VHP tipe 16 (kasus dan kontrol positif), 11 pasang dengan
Untuk VHP 18 PARnya adalah 0,67 jadi bila infeksi VHP
DNA VHP 16 positif pada kasus sedangkan kontrolnya negatif.
18 dapat dihilangkan maka proporsi LIS derajat tinggi dapat
DNA VHP tipe 16 negatif pada kasus dan positif pada kontrol
dicegah sebanyak 67%. Dengan menghitung population
didapatkan sebanyak 2 pasang, sedangkan 13 pasang yang lain
attributable risk dapat diketahui berapa persen proporsi LIS
didapatkan DNA VHP tipe 16 negatif baik pada kasus dan
derajat tinggi dapat dicegah dengan menghilangkan faktor
kontrol. (Tabel 4).
risiko infeksi VHP tipe 16 dan 18. Dengan mengetahui
besarnya PAR dapat membantu menentukan kebijakan, karena Tabel 4. Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 16 pada kasus
dengan menekan faktor risiko proporsi kasus dalam masyarakat dan kontrol
dapat diturunkan.
Upaya menurunkan insiden LIS dan karsinoma serviks Kontrol
Kasus VHP 16 (+) VHP 16 (-) Total
telah dilakukan dengan membuat vaksin terhadap VHP. Upaya
VHP 16 (+) 5 11 16
ini telah dilakukan sejak tahun 1997 dan saat ini telah VHP 16 (-) 2 13 15
memasuki fase ke-3. Harapan keberhasilannya didukung oleh Total 7 24 31
beberapa hal yaitu; pertama, tidak diragukan lagi peran reaksi
imun dalam mengontrol infeksi VHP. Kedua, ada bukti-bukti Keterangan:
RO = 5,5 x2 = 4,9 (p= 0,02)
efektivitas vaksin pada uji coba dengan binatang ; patologi dan

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 15


Pada VHP tipe 16 didapatkan rasio odds sebesar 5,5 (IK Saran
95% : 1,003 – 30,15) x2 = 4,9, p = 0,02. Jadi bila hipotesis 0 Mengingat pengobatan lebih mahal dan lebih sulit, dan
benar, kemungkinan untuk mendapatkan RO 5,5 adalah 2% dan karena mencegah lebih baik daripada mengobati, maka yang
kita percaya 95% bahwa besarnya risiko terjadinya LIS derajat terutama untuk menurunkan kejadian LIS derajat tinggi dan
tinggi pada populasi terletak antara 1,003 sampai 30,15 kali juga karsinoma serviks uteri adalah melakukan skrining teratur
Jadi penderita dengan infeksi VHP tipe 16 mempunyai risiko dalam jangka waktu tertentu. Yaitu dengan pemeriksaan Pap
5,5 kali untuk menderita LIS derajat tinggi dibandingkan smear dan memeriksa VHP tipe 16 dan 18 dan jika mungkin
dengan yang tidak terinfeksi VHP tipe 16, dan bermakna pada pemeriksaan terhadap VHP tipe onkogenik lain. Juga perlu
uji statistik. dilakukan komunikasi, informasi dan edukasi tentang faktor-
faktor risiko. Cara ini diharapkan mampu menekan kejadian
Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 18 LIS derajat tinggi yang pada akhirnya juga kejadian karsinoma
Pada Tabel 5 dapat dilihat dari 31 pasang sampel yang serviks.
diperiksa DNA VHP 18nya, didapatkan 4 pasang positif DNA Perlu dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar
VHP 18 (kasus dan kontrol positif), 13 pasang positif DNA dan juga menentukan proporsi infeksi VHP pada LIS yang
VHP 18 pada kasus sedang kontrolnya negatif, 2 pasang didiagnosis secara histopatologi untuk mendapatkan angka
sampel dengan kasus negatif DNA VHP 18 sedang pada yang lebih representatif.
kontrol positif, 12 pasang sampel dengan DNA VHP negatif
baik pada kasus maupun pada kontrol.

Tabel 5. Risiko LIS derajat tinggi pada infeksi VHP tipe 18 pada kasus
dan kontrol KEPUSTAKAAN

Kontrol 1. Hatch KD, Hacker NF. Intraepithelial disease of cervix, vagina, and vulva.
Kasus VHP 18 (+) VHP 18 (-) Total
In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA, eds. Novak’s Textbook of
VHP 18 (+) 4 13 17 Gynecology. 12th ed. Baltimore : Williams and Wilkins, 1996; pp. 447-86.
VHP 18 (-) 2 12 14 2. Sjamsuddin S. Inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat (IVA). Suatu
Total 6 25 31 metode alternatif skrining kanker serviks. KOGI Xl, Denpasar, 2000.
3. Wells M, Oslor AG, Crum CP, et al. Pathology and genetics of tumours of
Keterangan: the breast and female genital organs, 2003; pp. 261-79.
RO = 6,5 x2 = 6,7 (p = 0,007) 4. Wright TC, Kurman RJ, Ferenczy A. Precancerous lesions of the servix. In
: Kurman RJ, ed. Blaustein,s pathology of the female genital tract, 4th ed.
Didapatkan rasio odds sebesar 6,5 (95% IK : 1,09 – 38,68) Berlin : Springer- Verlag, 1995; pp. 229-61.
5. Blomfield PI, Garland S. Viral infections and cervical neoplasia. In :
dengan x2 = 6,7, p = 0,007. Jadi bila hipotesis 0 benar, Luesley DM, Barrasso R, (eds.). Cancer and pre-cancer of the cervix, 1st
kemungkinan untuk mendapatkan RO 6,5 adalah 0,7% dan kita ed. London : Chapman & Hall, 1998; pp. 133-52.
percaya 95% bahwa besarnya risiko terjadinya LIS derajat 6. Kjellberg L, Wiklund F, Sjoberg I. A population-based study of human
tinggi pada populasi terletak antara 1,09 sampai 38,68 kali. Ini papillomavirus deoxyribonucleic acid testing for predicting cervical
intraepithelial neoplasia. Am J Obstet Gynecol.1998; 179 : 1497-502.
berarti risiko LIS derajat tinggi pada penderita yang terinfeksi 7. Marrazzo JM, Stine K, Koutsky LA. Genital human papillomavirus
VHP tipe 18 6,5 kali dibandingkan yang tidak terinfeksi VHP infection in women who have sex with women. Am J Obstet Gynecol,
tipe 18, dan bermakna pada uji statistik. 2000; 183 : 770-4.
Becker mendapatkan RO VHP 20,8 (95% IK : 10,8 – 40,2) 8. Bosch FX, Munoz N, Castellsague X. Epidemiology of cervical dysplasia
and neoplasia. In : Luesley DM, Barrasso R, (eds.). Cancer and pre-cancer
sedangkan RO VHP tipe 16 sebesar 9,8 (95% IK : 5,4 –
of the cervix, 1st ed. London : Chapman & Hall, 1998; pp. 51-76.
18,3).(8) Adam E. mendapatkan RO untuk VHP risiko tinggi 9. Kaufman RH, Adam E, Vonka V. Human papillomavirus infection and
3,35 (95% IK : 2,28 – 4,93) dengan p < 0 001.(11) cervical carcinoma. In : Pitkin RM, Scott JR, (eds.). Clinical Obstetrics and
Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 43(2) :
SIMPULAN DAN SARAN 368-93.
10. Irmansyah F, Indarti J, Sianturi MHR. Hubungan antara infeksi HPV
Simpulan dengan kejadian LIS serviks dan karsinoma. Maj Obstet Ginekol Indones,
Proporsi infeksi virus human papiloma (VHP) tipe 16 dan 1998; 22 : 92-6.
18 pada pasien LIS derajat tinggi di Poliklinik Kebidanan dan 11. Adam E, Berkova Z, Daxnerova Z, et al. Papilloma virus: Demographic
Penyakit Kandungan RSUP Denpasar adalah sebesar 71,0%, and behavioral chracteristics influencing the identification of cervical
disease. Am J Obstet Gynecol, 2000; 182(2) : 257-64.
infeksi VHP tipe 16 pada LIS derajat tinggi sebesar 51,6%, dan 12. Koutsky LA, Holmes KK, Critchlow CW, et al. A cohort study of risk of
infeksi VHP tipe 18 sebesar 54,8%. Risiko terjadinya LIS cervical intraepithepial neoplasia grade 2 or 3 in relation to papillomavirus
derajat tinggi pada infeksi VHP 16,18 adalah 7 kali (RO 7, IK infection. N Engl J Med, 1992; 327 : 1272-8.
95%: 1,16 – 42,15, p = 0,04), pada infeksi VHP tipe 16 sebesar 13. Reid R, Campion MJ. HPV-associated lesions of the cervix: biology and
colposcopic features. In : Clinical Obstetrics and Gynecology, 1989; 32(1)
5,5 kali (RO 5,5, IK 95%: 1.003 – 30,15, p = 0,02) , pada : 157-79.
infeksi VHP tipe 18 sebesar 6,5 kali (RO 6,5, IK 95%: 1,09 – 14. Unger ER, Franco ED. Human papillomavirus. Obstetrics and Gynecology
38,69, p = 0,007) ; secara statistik bermakna dibandingkan Clinics. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 2001; 28(4) : 653-66.
dengan yang tidak terinfeksi VHP 16 dan 18. Bila infeksi ini 15. Cox JT. Epidemilogy of cervical intraepithelial neoplasia: the role of
human papillomavirus. Bailliere’s Clin Obstet Gynaecol, 1995; 9: pp.1-37.
dapat dihilangkan maka 76% LIS derajat tinggi pada penderita 16. Koutsky LA, Ault KA, Wheeler CM, et al. A controlled trial of a human
yang terinfeksi VHP tipe 16,18 dapat dicegah; 63% pada papillomavirus type 16 vaccine. N Engl J Med, 2002; 347 : 1645-51.
infeksi VHP tipe 16 dan 67% pada infeksi VHP tipe 18.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


HASIL PENELITIAN

Korioamnionitis Histopatologik
sebagai Risiko Persalinan Preterm
di RS Sanglah Denpasar
K. Suardana*, A.A.N. Jaya Kusuma*, K. Suwiyoga*, A.A.A.N. Susraini**
*Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
**Bagian / SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui peranan korioamnionitis histopatologik sebagai faktor risiko


terjadinya persalinan preterm.
Subyek dan cara kerja : Penelitian ini merupakan suatu studi kohort retrospektif, 27
sampel dengan paparan korioamnionitis dan 27 sampel lainnya tanpa paparan
korioamnionitis. Penelitian dilakukan di kamar bersalin RS Sanglah Denpasar.
Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik.
Hasil : Persalinan preterm terjadi pada 62,96 % kelompok dengan paparan
korioamnionitis dan pada 22,22 % kelompok tanpa paparan korioamnionitis. Kejadian
persalinan preterm pada kelompok dengan paparan korioamnionitis 2,83 kali lebih
tinggi (RR 2,83, CI 95 %:2,33 – 4,96, χ2=9,16, p = 0,002).
Sebanyak 47,78 % kejadian persalinan preterm dapat dicegah jika korioamnionitis
dihilangkan.
Kesimpulan : Risiko persalinan preterm pada wanita dengan korioamnionitis 2,83
kali lebih besar dibandingkan dengan wanita tanpa korioamnionitis.
Kata kunci : Korioamnionitis histopatologik, persalinan preterm.

PENDAHULUAN (1996), meningkat menjadi 8,65% antara Oktober 1997 sampai


Pada tahun-tahun belakangan ini, persalinan preterm Januari 1999. (3).
menjadi perhatian utama dalam bidang obstetri; karena erat Persalinan preterm merupakan penyebab utama yaitu 60-
kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas perinatal. Di 80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat angka kejadian persalinan preterm berkisar 6 RSUP Ciptomangunkusumo (1986) angka kematian perinatal
– 10 % (1). Di Asia Tenggara sekitar 3 juta kasus setiap adalah 70 per 1000 kelahiran hidup dan 73% dari seluruh
tahunnya sedangkan di Indonesia masih di atas 10%. (2). Di kematian tersebut disebabkan oleh prematuritas. Di RS Kariadi
RSUP Denpasar angka kejadian persalinan preterm 7,44% (1995) angka kematian perinatal 44,7 per 1000 kelahiran

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 17


dengan penyebab utama prematuritas sebesar 40%. (3). -) yang selanjutnya dijadikan kelompok tanpa faktor risiko.
Penyebab pasti persalinan preterm sampai saat ini belum
diketahui. Beberapa keadaan yang dianggap sebagai faktor Uji Komparabilitas Sampel
risiko persalinan preterm adalah ketuban pecah dini, infeksi Sebelum melakukan analisis statistik terhadap variabel
cairan amnion, anomali hasil pembuahan, riwayat persalinan bebas yang dalam hal ini adalah paparan keradangan (
preterm sebelumnya atau abortus, overdistensi uterus, kematian korioamnionitis ) yang diperkirakan mempengaruhi kejadian
janin, inkompetensi serviks, kelainan uterus, plasentasi yang persalinan preterm ( variabel tergantung ), terlebih dahulu
salah, retensi IUD, kelainan medis pada ibu, induksi persalinan dilakukan uji komparabilitas terhadap berbagai variabel yang
elektif, dan sebab-sebab yang tidak diketahui. (4,5) juga diperkirakan dapat mempengaruhi hasil penelitian ini
Beberapa tahun terakhir diduga ada hubungan antara antara lain adalah umur ibu, paritas, kadar hemoglobin dan
persalinan preterm dengan korioamnionitis yaitu terjadinya jumlah leukosit dalam darah ibu.
invasi bakteri atau mikoplasma di selaput ketuban dan cairan
Tabel 1. Uji t beberapa variabel pada kelompok dengan dan tanpa
amnion. Meskipun insidennya tidak diketahui namun makin
paparan korioamnionitis
banyak bukti menunjukkan bahwa mungkin sepertiga dari
persalinan preterm berkaitan dengan korioamnionitis. (4,5,6). Korioamnionitis Korioamnionitis
Masalahnya adalah tidak semua korioamnionitis manifes secara Variabel (+) (-) T p
klinis, tetapi meskipun secara klinis belum muncul, hal ini Rerata SD Rerata SD
sudah cukup untuk merangsang timbulnya prostaglandin yang Umur 24,00 3,94 25,63 4,17 -1,48 0,15*
menentukan terjadinya persalinan. Bobitt et al.(1981) Paritas 0,33 0,48 0,56 0,58 -1,54 0,13 *
mengaspirasi cairan amnion pada wanita yang mengalami
Hemoglobin 11,93 1,10 11,88 1,16 0,17 0,87 *
persalinan preterm untuk dikultur; ternyata ditemukan
mikroorganisme dan disebut sebagai korioamnionitis Leukosit 13,75 4,43 12,43 3,09 1,27 0,21 *
histopatologis pada 25% kasus; 75% wanita yang kulturnya
positif tidak demam. (7). Keterangan : * = tidak signifikan ; p > 0,05
Penelitian Salafia et al. (1989) menunjukkan berbagai
derajat korioamnionitis terjadi pada 4% persalinan aterm tanpa Pada Tabel 1 tampak bahwa keempat variabel dari kedua
komplikasi ; 1,2% di antaranya korioamnionitis tanpa gejala kelompok tidak berbeda bermakna, sehingga pengaruh keempat
klinis. Peneliti lain mendapatkan kejadian persalinan preterm variabel tersebut pada penelitian ini dapat diabaikan.
pada korioamnionitis histopatologis 69,7%, dibandingkan pada Rerata kadar hemoglobin pada kelompok dengan paparan
non korioamnionitis histopatologis sebesar 22,6%.(8) korioamnionitis adalah 11,93 + 1,10 g % dan pada kelompok
tanpa paparan korioamnionitis adalah 11,88 + 1,16 g %.
Dengan uji t, kadar rata – rata pada kelompok preterm (10,8 +
BAHAN DAN CARA KERJA 1,0 g % ) dan aterm (10,6 + 1,3 g %) tidak berbeda bermakna
Rancangan penelitian ini adalah suatu studi kohort (t: 0,69 p: 0,50). Penelitian Abadi A (1999) yang mengaitkan
retrospektif. Sampelnya adalah ibu hamil dengan umur kadar hemoglobin dengan persalinan preterm hasilnya secara
kehamilan 28 - 42 minggu yang datang bersalin ke RS Sanglah, statistik ( Chi Square ) juga tidak berbeda bermakna (X2.: 0,13
yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju diikutkan dalam p: 0,72).
penelitian. Korioamnionitis ditentukan melalui pemeriksaan Terdapat perbedaan rerata jumlah leukosit: di kelompok
histopatologik. Diambil masing - masing 27 sampel untuk dengan paparan korioamnionitis adalah 13,75 + 4,43 k/uL
kelompok dengan faktor risiko dan tanpa faktor risiko, sedangkan di kelompok tanpa paparan korioamnionitis adalah
selanjutnya ditelusuri seolah - olah secara prospektif apakah 12,43 + 3,09 k/uL; sedangkan jumlah leukosit normal pada ibu
terjadi efek atau tidak. Data dikumpulkan kemudian ditabulasi hamil berkisar antara 5 – 12 k/uL. (Cunningham et al., 1993).
dan diolah dengan komputer SPSS 10,0 dan dianalisis dengan Namun perbedaan tersebut tidak bermakna (uji t: t: 1,29
menggunakan Chi Square ( χ2 ). p:0,21), sehingga jumlah leukosit tidak bisa dipakai sebagai
petanda laboratorik adanya korioamnionitis. Nilai batas untuk
ibu hamil dengan infeksi dalam rahim (intrauterin) yang sudah
HASIL DAN DISKUSI menunjukkan gejala klinis adalah 15 k/uL (Gibbs, 1993).
Penelitian dikerjakan di Kamar Bersalin Rumah Sakit Abadi A (1999) menemukan perbedaan bermakna (p: 0,01)
Sanglah Denpasar mulai 18 Januari 2003 sampai dengan 29 dari rerata jumlah leukosit kelompok persalinan preterm
Januari 2004. Selama kurun waktu tersebut berhasil (13.671,0 + 5009,14 /ml) dan kelompok persalinan aterm
dikumpulkan 61 sampel yang memenuhi kriteria dan setuju ikut (10.805,5 + 2694,00 /ml). Dengan menggunakan kurva ROC
dalam penelitian ini. Dari 61 sampel tersebut, setelah ditemukan nilai batas jumlah leukosit 11500 /ml yang bisa
pemeriksaan histopatologik selaput ketuban dan plasenta dipakai untuk meramalkan kejadian persalinan preterm {RR
didapatkan 34 sampel dengan tanda keradangan 2,16 ( CI 95 % 1,14 – 4,08, sensitivitas 70 %,spesifisitas 65
(korioamnionitis +) tetapi hanya 27 sampel pertama yang %, nilai prediktif positif 75 %}. Begitu juga halnya dengan
diambil, yang selanjutnya dijadikan kelompok dengan faktor penemuan Yoon dkk.: untuk lebih meyakinkan apakah jumlah
risiko; dan 27 sampel tanpa tanda keradangan (korioamnionitis leukosit memang mempunyai hubungan dengan paparan
keradangan selaput ketuban dan plasenta dilakukan analisis

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


dengan uji korelasi Pearson, hasilnya ditemukan hubungan menemukan bahwa 81,3 % kasus yang menunjukkan tanda
yang bermakna ( p < 0,05 ). Temuan ini mempunyai nilai yang keradangan selaput ketuban secara histopatologi (tingkat I atau
sangat berarti karena jumlah sel leukosit ibu dengan nilai batas lebih menurut kriteria Salafia) mengalami persalinan preterm
11.500 sel/ml sebagai petanda laboratorik bisa segera dan sedangkan 76,9 % kasus dengan tanda keradangan plasenta
mudah diperiksa, serta dengan biaya yang relatif murah. berakhir dengan persalinan preterm. Dari hasil tersebut bisa
disimpulkan bahwa kejadian proses keradangan selaput
Kejadian Persalinan Preterm pada Korioamnionitis ketuban dan plasenta pada persalinan preterm dan pada
Histopatologik. persalinan aterm berbeda bermakna. Apabila ditinjau dari
Pada penelitian ini kejadian persalinan preterm pada tingkat keradangan selaput ketuban dan plasenta yakni negatif
kelompok terpapar korioamnionitis sebanyak 17 dari 27 sampel (tidak ada tanda keradangan), ringan (tingkat I) dan berat
(62,96 %) sedangkan pada kelompok tidak terpapar (tingkat 2-4) dihubungkan dengan hasil persalinan (analisis Chi
korioamnionitis sebanyak 6 dari 27 sampel (22,22 %). square dengan CI 95 %), radang ringan tidak mempunyai
Peneliti lain menemukan angka kejadian korioamnionitis pengaruh yang bermakna terhadap proses persalinan preterm (p
(histopatologik ) pada persalinan preterm bervariasi mulai dari > 0,05); hanya radang berat yang berpengaruh secara bermakna
66 % hingga 88 % (Tabel 2) . (9) terhadap terjadinya persalinan preterm (p < 0,05). Sehingga
dapat dikatakan makin tinggi tingkat keradangan selaput
Tabel 2. Angka kejadian korioamnionitis (histopatologik) pada persalinan ketuban dan plasenta akan makin besar risiko persalinan
preterm.
preterm. Dengan analisis lebih lanjut bisa disimpulkan bahwa
Penulis Tahun Angka kejadian pada keradangan selaput ketuban risiko persalinan preterm 4
Cherouny et al 1992 82 % kali (RR: 3,66 CI 95 % 1,52 – 8,82), sedangkan pada
Greig et al 1993 88 % keradangan plasenta risikonya 2 kali lebih tinggi (RR: 1,85 CI
Yoon et al 1995 66 % 95 % 1,10 – 3,10) dibanding dengan tanpa keradangan. (9)
Abadi dkk 1998a 71,4 %
Guzick, et al. (1985) dalam penelitian prospektif terhadap
2774 wanita, mendapatkan korioamnionitis secara histologis
Angka kejadian korioamnionitis (histopatologik ) pada
lebih sering ditemukan pada persalinan preterm (32, 8 %)
persalinan aterm dapat dilihat pada tabel 3. (9)
dibandingkan dengan persalinan aterm (10 %). (1)
Tabel 3. Angka kejadian korioamnionitis (histopatologik) pada persalinan
Di Medan Candra S, dkk (1998) dalam penelitiannya
aterm. mendapatkan kejadian persalinan preterm pada korioamnionitis
histopatologis (69,7 %) dibandingkan pada non korioamnionitis
Penulis Tahun Angka kejadian histopatologis (22,6 %).(8)
Patkul et al 1985 22 %
Greig PC, et al. (1993) melaporkan korioamnionitis
Hillier et al 1988 21 %
Greig et al 1993 23,66 % histologik pada 21 dari 24 (88 %) kasus persalinan preterm
Abadi dkk 1998a 39,34 % gagal tokolitik dan pada 28 dari 120 (23 %) kontrol yang
mengalami persalinan aterm. Juga 10 dari 57 (18 %) pada
Untuk mengetahui pengaruh korioamnionitis kelompok persalinan preterm kultur cairan amnionnya positif ,
histopatologik terhadap kejadian persalinan preterm, dilakukan sedangkan pada 201 kontrol semuanya negatif.(10)
uji statistik Chi square (Tabel 4). Untuk menghitung besarnya kejadian persalinan preterm
yang dapat dicegah dengan menghilangkan faktor risiko
Tabel 4. Hasil uji χ2 persalinan preterm dan korioamnionitis paparan korioamnionitis, digunakan PAR. Pada penelitian ini
histopatologik. proporsi korioamnionitis sebesar : 50 % dan relative risk
Faktor Risiko Preterm Aterm
sebesar 2,83; dari angka – angka tersebut PAR dapat dihitung
n % n % dan hasilnya adalah 47,78 %. Dengan demikian jika
Korioamnionitis ( + ) 17 62,96 10 37,04 korioamnionitis histopatologik dapat dihilangkan, 47,78 %
Korioamnionitis ( - ) 6 22,22 21 77,78 persalinan preterm akan dapat dicegah.
Keterangan : * = berarti signifikan (p < 0,05)
RR : Relative Risk.
χ2 = 9,16 RR = 2,83 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tabel 4 menunjukkan bahwa ada atau tidaknya tanda Risiko kejadian persalinan preterm pada korioamnionitis
keradangan selaput ketuban dan plasenta menyebabkan histopatologik adalah 2,83 kali lebih tinggi dibandingkan
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok yang diteliti dengan jika tanpa korioamnionitis histopatologik.
( X2 : 9,16 p : 0,002 ) dengan relative risk 2.83; (CI 95%: 2,33 Risiko persalinan preterm dapat diturunkan 47,78 % jika faktor
– 4,96 ). Artinya di kelompok yang terpapar faktor risiko risiko korioamnionitis dihilangkan.
(korioamnionitis +), risiko persalinan preterm 2,83 kali
dibandingkan dengan kelompok tanpa faktor risiko Saran
(korioamnionitis -). Untuk mengurangi kejadian, morbiditas ataupun
Abadi A. (1999) pada penelitian kohort terhadap 50 kasus mortalitas akibat persalinan preterm dapat dipertimbangkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 19


pemberian antibiotika yang adekuat pada ibu hamil yang Connecticutt: Appleton and Lange, 1997:797 – 821.
5. Goodwin TM. Preterm Labor : Background and prevention. In : Mishell
mengalami ancaman persalinan preterm. DR , Brenner PF. (eds). Management of common problems in obstetrics
and gynecology. 3rd eds. Boston: Blackwell Scient. Publ.1994; pp. 97 – 9.
6. Shaver DC. Premature Labor and Delivery. In : Shaver DC, Phellan ST,
Beckmenn CRB, Ling FW, (eds). Clinical Manual of Obstetrics. 2nd ed,
Singapore : McGraw-Hill, 1993; pp.281 – 92.
KEPUSTAKAAN 7. Benirschke K. Pathology of human placenta. 3rd. ed. New York: Springer-
Verlag, 1995; pp.14 – 55.
1. Kipikasa J, Bolognece RJ. Obstetrics management of prematurity. In : 8. Candra Syafei dkk. Hubungan Khorioamnionitis dengan Persalinan
Funaroff A, Amartin RS. (eds). Neonatal perinatal medicine. 6th ed. St Preterm, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK USU RSHAM-RSP
Louis : Mosby Year book, 1997. 264 – 9. Medan. 1998.
2. Abadi A. Kontroversi dalam pengelolaan persalinan kurang bulan. Divisi 9. Abadi A. Radang selaput ketuban dan plasenta serta interleukin-6 dalam
Kedokteran Fetomaternal Lab.SMF.Kebidanan dan Kandungan FK air ketuban sebagai faktor penentu terjadinya persalinan pada persalinan
UNAIR RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2000. kurang bulan membakat. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
3. Ardhana Ketut. Perbandingan efektifitas Magnesium Sulfat dan Ritodrine Surabaya. 1999.
untuk menghambat proses persalinan prematur di RSUP Denpasar, 10. Greig PC et al. Amniotic fluid interleukin-6 levels correlate with histologic
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD RSUP Denpasar. 1999. chorioamnionitis and amniotic fluid cultures in patients in premature labor
4. Cunningham, McDonald, Gant. Williams Obstetrics. 20th (eds). with intact membranes. Am J Obstet Gynecol 1993;169 (4):1035 – 44.

A friend’s eye is a good looking-glass.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


HASIL PENELITIAN

Risiko Ancaman Persalinan Preterm


pada Infeksi Chlamydia trachomatis
A.A.N.M.A. Putra Wirawan*, A.A.N. Jaya Kusuma*, D.M. Sukrama**, M. Dharmadi***
*Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
** Bagian Ilmu Farmakologi Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
*** Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui besarnya risiko ancaman persalinan preterm pada wanita hamil
dengan infeksi Chlamydia trachomatis.
Bahan dan Cara : Penelitian ini merupakan suatu studi kasus-kontrol. Dari 40
sampel yang memenuhi kriteria inklusi, 20 sampel masuk dalam kelompok kasus dan
20 sampel masuk dalam kelompok kontrol. Sampel diambil di Kamar Bersalin dan di
Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Pada kedua kelompok dilakukan
pengambilan swab endoserviks kemudian dilakukan pemeriksaan PCR untuk
mengetahui adanya bakteri Chlamydia trachomatis.
Hasil : Infeksi Chlamydia trachomatis didapatkan pada 80,00 % kelompok kasus,
sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 25,00 % . Secara stastistik kejadian
infeksi pada kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol ( p=0,001; rasio odds 12,00; 95 % IK:2,70 – 53,33).
Simpulan : Risiko ancaman persalinan preterm pada wanita hamil dengan infeksi
Chlamydia trachomatis 12,00 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak
menderita infeksi Chlamydia trachomatis. Risiko tersebut secara statistik bermakna.
Saran : Swab endoserviks dan pemeriksaan PCR sebaiknya dikerjakan pada kasus
wanita hamil dengan ancaman persalinan preterm.
Kata Kunci : Infeksi Chlamydia trachomatis, ancaman persalinan preterm,PCR

PENDAHULUAN Dewasa ini kekerapan infeksi Chlamydia trachomatis yang


Persalinan preterm masih merupakan masalah perinatologi merupakan penyakit akibat hubungan seksual makin tinggi.
karena baik di negara berkembang maupun negara maju Prevalensi infeksi Chlamydia trachomatis pada serviks wanita
penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus yang terbanyak hamil antara 2 – 37%.5 Infeksi serviks oleh Chlamydia
adalah bayi yang lahir prematur.1 trachomatis yang laten merupakan predisposisi untuk hasil
Angka kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di akhir kehamilan yang jelek, salah satunya disebabkan oleh
Amerika (1981 – 1989) didapatkan 9 – 11%.2 Di Kalifornia korioamnionitis asenden. Ditemukan banyak bukti yang
(1996) sebesar 7,4%.3 Di Indonesia berkisar antara 10 – 20% memperlihatkan bahwa paling tidak sepertiga wanita dengan
dan di bagian Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar persalinan preterm mengalami korioamnionitis tersembunyi.6
(1999) didapatkan sebesar 17,1%. Ardhana dalam Angka kejadian infeksi Chlamydia trachomatis yang
penelitiannya di RSUP Denpasar (1998) mendapatkan angka menyebabkan persalinan preterm bervariasi.6 Marti dkk.
8,65%.4 (1982) melaporkan peningkatan angka mortalitas perinatal

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 21


sebanyak sepuluh kali lipat dan peningkatan angka kelahiran Tabel 1. Uji t variabel hemoglobin pada kelompok kasus dan kontrol
preterm sebanyak lima kali lipat pada sekelompok wanita hamil
yang ditemukan tanda positif untuk infeksi Chlamydia Kelompok Kelompok
Variabel Kasus Kontrol T P
trachomatis pada awal kehamilan.6 Sweet dkk. (1987) Rerata SD Rerata SD
mendapatkan bahwa wanita dengan bukti infeksi Chlamydia Hemoglobin 11,49 0,90 11,10 0,52 1,65 0,11
trachomatis yang baru terjadi lebih cenderung mengalami ( gr / % ) (TS*)
persalinan preterm.6 Umenai T. (1999) mendapatkan infeksi
Chlamydia trachomatis pada wanita hamil sebesar 24,5%.7 Keterangan : TS* = tidak signifikan ; p>0,05
Paul VK. (1999) melaporkan prevalensi infeksi Chlamydia
trachomatis pada kehamilan pertengahan adalah 17%.8 Ngassa Hemoglobin.
PC. (1994) pada penelitiannya di Kamerun mendapatkan nilai Pada penelitian ini rerata kadar hemoglobin pada kelompok
odd ratio 2,8 ( 95% C.I. 1.13-6.97 ) pada wanita hamil yang kasus 11,49 ± 0.90 g %. Sedangkan rerata kadar hemoglobin
terinfeksi Chlamydia trachomatis.9 Shenoy (2002) melakukan pada kelompok kontrol adalah 11,10 ± 0,52 g % (nilai t = 1,65
apusan serviks terhadap 450 wanita hamil, 70 wanita ( 15%) dan p = 0,11; 95 % IK : - 8,76 – 0,86). Pada keadaan defisiensi
positif untuk antigen Chlamydia trachomatis, sebagian besar besi yang pertama kali mengalami penurunan adalah serum
(89,1%) usianya di bawah 30 tahun. Dari 98 persalinan ferritin sebelum penurunan serum besi. Penurunan konsentrasi
preterm, 42 kasus (42,8%) positif terinfeksi Chlamydia hemoglobin terjadi paling akhir; pada keadaan ini red cell
trachomatis.10 Ville Y. (1997) mendapatkan 20 dari 89 wanita mean cell volume juga akan mengalami penurunan yang
hamil preterm (23%) positif terinfeksi Chlamydia merupakan indikasi pertama pada wanita hamil dengan
trachomatis.11 Data tersebut merangsang beberapa pakar defisiensi besi. Hal ini akan mempengaruhi sintesis
peneliti untuk menyelidiki manfaat pemberian antibiotika hemoglobin, juga berpengaruh pada ikatan besi dengan enzim
kepada ibu hamil yang mengalami ancaman persalinan preterm besi (iron defendant enzym) yang bermanifestasi pada setiap
untuk dapat memperpanjang kehamilan.6 sel. Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi fungsi
tubuh seperti gangguan fungsi otot, aktifitas neurotransmiter,
BAHAN DAN CARA KERJA kelelahan, proses epitelisasi dan gangguan fungsi gastro-
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus – kontrol. intestinal.12
Berdasarkan perhitungan statistik diperlukan 40 pasien untuk Defisiensi besi dapat menyebabkan berbagai efek pada
sampel penelitian ( 20 wanita hamil dengan ancaman fungsi sel, hal ini mungkin dapat menjelaskan hubungan antara
persalinan preterm sebagai kasus dan 20 wanita hamil preterm defisiensi besi selama kehamilan dengan persalinan preterm.12
tanpa ancaman persalinan preterm sebagai kontrol ). Terhadap Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan serum ferritin
subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda awal adanya defisiensi besi,
pemeriksaan hapusan/swab pada endoserviks sedalam satu pemeriksaan hemoglobin hanya dilakukan pada saat kasus dan
sentimeter. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam tabung berisi kontrol datang untuk melakukan pemeriksaan dan memenuhi
cairan fisiologis. Kemudian dilakukan pemeriksaan PCR DNA kriteria inklusi.
Chlamydia trachomatis di Laboratorium Biomedik RSU
Mataram. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan uji Tabel 2. Fisher’s Exact Test variabel leukosit urine pada kelompok kasus
chi square. dan kontrol

Kelompok Kasus Kelompok


Variabel Kontrol X2 p
HASIL DAN DISKUSI N % N %
Leukosit Urine 2 10,0 0 0
Penelitian dikerjakan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit > 5/lpb *)
Kandungan serta di Kamar Bersalin dari 1 Januari 2003 sampai Leukosit Urine 18 90,0 20 100,0 2,11 0,49
dengan 30 Mei 2003. Selama kurun waktu tersebut berhasil 1 – 4 /lpb
TOTAL 20 100,0 20 100,0
didapat 40 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju
ikut serta dalam penelitian ini. Dari 40 sampel tersebut, 20 Keterangan : Fisher’s Exact Test
sampel termasuk dalam kelompok kasus (dengan ancaman
persalinan preterm). Sedangkan 20 sampel sisanya merupakan Kadar Leukosit Urine.
kelompok kontrol (tanpa ancaman persalinan preterm). Jumlah leukosit urine pada penelitian ini juga tidak
Sebelum melakukan analisis statistik terhadap variabel berbeda bermakna (Tabel 2) sehingga pengaruh variabel kadar
Chlamydia trachomatis yang merupakan kuman utama leukosit urine dalam penelitian dapat diabaikan.
penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji komparabilitas Adanya leukosit dalam urine tidak memastikan adanya ISK
sampel antara kelompok kasus dan kelompok kontrol; berbagai dan tidak adanya leukosit dalam urine juga tidak memastikan
variabel yang diperkirakan dapat mempengaruhi hasil tidak ada ISK.13,14
penelitian pada kedua kelompok, dibandingkan dengan
menggunakan uji t untuk variabel hemoglobin, dan Fisher’s Bakteriuria.
Exact test untuk variabel leukosit urine dan bakteriuria pada Kasus bakteriuria pada penelitian ini tidak berbeda
kedua kelompok yang dibandingkan (Tabel 1, 2, 3). bermakna sehingga pengaruh variabel bakteriuria dalam

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


penelitian ini dapat diabaikan. (Tabel 3). adalah sebesar 80,00 %. Sedangkan kejadian infeksi Chlamydia
Bakteriuria asimtomatis adalah didapatkannya 100.000 trachomatis pada kelompok kontrol adalah sebesar 25,00 %.
atau lebih satu spesies kuman dalam 1 ml urine tanpa gejala Analisis statistik dengan uji Chi square menghasilkan X2 :
khas. Pada pemeriksaan mikroskopis urine yang dikerjakan 12,13 dan p= 0,001; 95 % IK : 2,70 – 53,33 (p < 0,05). Dengan
dengan baik yaitu : volume 10 ml, porsi tengah, diputar 2000 demikian dapat disimpulkan bahwa risiko ancaman persalinan
putaran per menit selama 5 menit dan endapan disuspensi preterm pada infeksi Chlamydia trachomatis berbeda bermakna
kembali dengan 0,5 ml urine, maka adanya lebih 5 leukosit tiap dengan yang tidak terinfeksi Chlamydia trachomatis .
lapang pandang menunjukkan adanya ISK. Meskipun demikian Untuk mengetahui risiko ancaman persalinan preterm pada
sudah lama diketahui bahwa tidak semua bakteriuri disertai pasien dengan infeksi Chlamydia trachomatis dihitung rasio
leukosuri, dan tidak semua leukosuri disertai bakteriuri.13 odds (Tabel 4). Ternyata paparan infeksi Chlamydia
trachomatis dapat meningkatkan risiko ancaman persalinan
Tabel 3. Fisher’s Exact Test variabel bakteriuria pada kelompok kasus preterm 12,00 kali dibandingkan dengan tanpa paparan infeksi
dan kontrol
Chlamydia trachomatis ( 95 % IK : 2,70 – 53,33).
Kelompok Kelompok Infeksi serviks oleh Chlamydia trachomatis merupakan
Variabel Kasus Kontrol X2 p akhir kehamilan yang jelek. Kejadian ini disebabkan oleh
N % N % korioamnionitis yang asenden. Ditemukan banyak bukti bahwa
Bakteriuria 4 20,0 3 15,0 paling tidak sepertiga wanita dengan persalinan preterm
Positif *)
mengalami korioamnionitis yang tersembunyi. Adanya infeksi
Bakteriuria 16 80,0 17 85,0 1,42 1,00
Negatif akan menimbulkan respon leukosit polimorfonuklear dan
TOTAL 20 100,0 20 100,0 diikuti oleh infiltrasi limfosit, makrofag dan plasma sel ke
dalam jaringan.6
Keterangan : Fisher’s Exact Test Infeksi oleh kuman Chlamydia trachomatis akan
mengeluarkan LPS yang akan meningkatkan produksi
LUARAN UTAMA prostaglandin melalui makrofag amnion, desidua. Infeksi ini
Diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis pada penelitian akan mengaktifkan makrofag sehingga menghasilkan sitokin
ini ditentukan melalui pemeriksaan PCR. Sampel dinyatakan (agen bioaktif) yang terdiri dari interleukin 1 (Il-1), interleukin
menderita infeksi Chlamydia trachomatis jika pada 6 (Il-6), interleukin 8 (Il-8), tumor necrotic factor (TNF),
pemeriksaan PCR dijumpai kuman Chlamydia trachomatis (Ct platelet activity factor (PAF), dan colony stimulating factor
+). Sebaliknya tidak menderita infeksi Chlamydia trachomatis, (CSF).15
bila pada pemeriksaan PCR kuman Chlamydia trachomatis Interleukin 1 (Il-1) merangsang produksi prostaglandin
negatif (Ct -). lewat amnion dan desidua. TNF diproduksi oleh desidua akibat
aktifitas makrofag akibat infeksi Chlamydia trachomatis yang
Proporsi Infeksi Chlamydia trachomatis juga akan merangsang produksi prostaglandin. Jadi
Pada kelompok kasus didapatkan 16 dari 20 sampel pengeluaran sitokin ini akan merangsang pelepasan
(80,00%) menderita infeksi Chlamydia trachomatis (Ct +); prostaglandin dari asam arakhidonat. Mekanisme ini berpotensi
sedangkan pada kelompok kontrol 5 dari 20 sampel (25,00%) memicu persalinan karena menyebabkan kontraksi miome-
menderita infeksi Chlamydia trachomatis (Ct +). Secara trium.15,16
keseluruhan dari 40 sampel kelompok kasus dan kelompok Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya
kontrol didapat 21 (16 + 5) – 40% kasus infeksi Chlamydia peranan infeksi Chlamydia trachomatis sebagai faktor risiko
trachomatis (Ct+); proporsi infeksi Chlamydia trachomatis di ancaman persalinan preterm. Penelitian kami mendapat 16/20
kelompok kasus lebih tinggi daripada di kelompok kontrol (80,00 %) ancaman persalinan preterm dengan infeksi
(Tabel 4). Chlamydia trachomatis. Pada penelitian Shenoy S. dkk. (2000)
dari bulan Juli 1995 sampai dengan Mei 1997, dari 450 wanita
Tabel 4. Proporsi, Uji X2, dan rasio odds pada kelompok kasus dan
kontrol.
hamil yang menjalani pemeriksaan swab serviks, 70 wanita
(15,00 %) positif untuk antigen Chlamydia trachomatis. Dan
Kelompok Kelompok dari 450 wanita hamil tersebut 98 kasus dengan persalinan
Variabel Kasus Kontrol X2 P
Jml % Jml %
preterm; 42 kasus di antaranya (42,80 %) positif terinfeksi
Ct + 16 80.00 5 25,00 21(52,50) X2 = 12,13
Chlamydia trachomatis.10 Persamaan penelitian kami dengan
Ct - 4 20,00 15 75,00 19 (47,50) P=0,001(S*) Shenoy S adalah dalam hal teknik pengambilan sampel, namun
TOTAL 20 100,0 20 100,0 40 (100,00) RO = 12,00 berbeda cara pemeriksaannya; penelitian kami menggunakan
Keterangan : S* berarti signifikan (P<0,05)
PCR untuk mendeteksi DNA Chlamydia trachomatis
RO : Rasio Odds sedangkan Shenoy S mendeteksi antigen Chlamydia
trachomatis dengan tehnik immuno fluoresensi.
Untuk mengetahui perbedaan kejadian infeksi Chlamydia Osborne dkk. (1998) melaporkan prevalensi infeksi
trachomatis pada kelompok kasus dan kelompok kontrol Chlamydia trachomatis pada wanita hamil sebesar 34,40 %
dilakukan uji statistik Chi Square. Seperti telah diketahui dengan pemeriksaan Indirect Immunoperoxidase.10 Ngassa PC
kejadian infeksi Chlamydia trachomatis pada kelompok kasus dkk. ( 1994 ) meneliti 126 wanita dengan umur kehamilan 28 –

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 23


34 minggu dengan melakukan pemeriksaan serologis dan bila faktor risiko infeksi Chlamydia trachomatis dihilangkan
kultur swab serviks, mendapatkan rasio odds persalinan maka dapat mencegah kasus ancaman persalinan preterm
preterm oleh infeksi Chlamydia trachomatis genital sebesar sebanyak 85.52 %.
72,59 (exact 95 % CI : 0,99 – 7,14 ) ; O.R MH ( Mantel Tujuan yang paling penting dari strategi pencegahan
Haenszel ) 2,80 ( appr. 95 % CI: 1,13 – 6,97 ). Proporsi wanita infeksi Chlamydia trachomatis adalah mencegah penularan
dengan Chlamydia trachomatis positif pada swab serviks termasuk pencegahan infeksi perinatal. Strategi pencegahannya
antara kasus dan kontrol berbeda bermakna ( Fisher’s exact test yaitu : 19
p = 0,02 ).9 Ada persamaan dalam hal pengambilan sampel, • Perubahan perilaku yang mengurangi risiko terjadinya atau
sedangkan Ngassa menggunakan pemeriksaan serologis dan penularan infeksi Chlamydia trachomatis, misalnya : tidak
kultur. Odds ratio baik pada penelitian kami maupun Ngassa berganti – ganti pasangan seks, menyeleksi pasangan seks,
secara statistik berbeda bermakna. menggunakan alat kontrasepsi ( kondom )
Claman P dkk. ( 1995 ) mendapatkan 21/103 (20 %) • Mengidentifikasi dan mengobati penderita infeksi
wanita hamil seropositif untuk antibodi Ig G Chlamydia Chlamydia trachomatis, sebelum mereka menularkan
trachomatis. Persalinan preterm di kalangan wanita kepada pasangan seksnya, dan untuk wanita hamil sebelum
seropositif lebih banyak dibandingkan di kalangan wanita mereka menularkan pada bayinya. Upaya mendeteksi
seronegatif ( 24 % [5/21] vs. 7 % [ 6/82 ] p = 0,029, odds infeksi Chlamydia trachomatis adalah sangat penting untuk
ratio 3,96, 95 % CI : 1,08 – 14,27 ).17 mencegah penularan. Identifikasi dan pengobatan infeksi
Villy Y dkk. (1997) melakukan swab endoserviks terhadap Chlamydia trachomatis membutuhkan skrining yang aktif
89 wanita hamil dengan umur kehamilan dari 18 - 36 minggu ( karena baik pada wanita maupun laki-laki biasanya tidak
rata – rata 27 minggu ) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan menunjukkan gejala.
ultrasonografi. Kemudian dilakukan pemeriksaan PCR untuk
Chlamydia trachomatis menggunakan primer cryptic plasmid Pada wanita hamil sebaiknya dilakukan skrining untuk
yaitu: Chlamydia trachomatis pada trimester ke dua sehingga dapat
primer 1 :5’TCTTTCATCTCATTACCA3, dan diobati dengan pemberian antibiotika. 18,19
primer 2:5’ CAATCTGCTCGTGAAAAAAGTACTAAC3’.
Didapatkan amplifikasi DNA Chlamydia trachomatis positif
pada 20/89 (23,00 %) swab endoserviks ancaman persalinan SIMPULAN DAN SARAN
preterm.11. Penelitian ini mempunyai persamaan dengan Simpulan
penelitian kami dalam hal pengambilan bahan sampel dengan • Risiko ancaman persalinan preterm pada infeksi Chlamydia
cara swab/hapusan endoserviks, pemeriksaan PCR untuk trachomatis 12,00 kali lebih besar dibandingkan dengan
deteksi DNA Chlamydia trachomatis, dan cara interpretasi pasien tanpa infeksi Chlamydia trachomatis.
dengan mendapatkan amplifikasi DNA Chlamydia trachomatis
• Proporsi infeksi Chlamydia trachomatis pada penderita
pada swab endoserviks.
dengan ancaman persalinan preterm adalah 16/20 (80,00
Rastogi dkk. (1999 ) melakukan penelitian kohort terhadap
%), lebih besar dibandingkan dengan kejadian pada
122 wanita hamil yang datang ke klinik antenatal untuk
penderita tanpa ancaman persalinan preterm (5/20 -
menentukan prevalensi infeksi Chlamydia trachomatis genital.
25,00%), dan secara statistik berbeda bermakna (p=0,001)
Dilakukan swab endoserviks pada wanita dengan kehamilan
• Risiko ancaman persalian preterm dapat diturunkan 85,52%
lebih dari 12 minggu, kemudian dikultur. Didapatkan infeksi
bila infeksi Chlamydia trachomatis dapat dicegah.
Chlamydia trachomatis pada 21,30 %. Kemudian 87 wanita
hamil diikuti persalinannya di rumah sakit; didapatkan
Saran
peningkatan insiden lahir mati, prematur dan berat badan lahir
rendah pada wanita hamil yang positif terinfeksi Chlamydia • Perlu dilakukan pemeriksaan swab endoserviks pada wanita
trachomatis ( 16,6 % vs 5,7 % , 26,6 % vs 18,4 % , 26,6 % vs hamil yang melakukan perawatan antenatal di poliklinik
Obstetri Rumah Sakit Sanglah Denpasar untuk
23,0 %), yang bermakna secara statistik ( p < 0.5 , p < 0.5 , p
mendiagnosis dini infeksi Chlamydia trachomatis sehingga
< 0.05 ).18 Perbedaan penelitian Rastogi dengan kami adalah
dapat mengurangi risiko ancaman persalinan preterm
dalam hal rancangan penelitian; mereka menggunakan
dengan memberikan antibiotika.
rancangan kohort, sedangkan penelitian kami menggunakan
rancangan kasus – kontrol; juga berbeda dalam hal
pemeriksaan sampel, Rastogi melakukan pemeriksaan kultur, KEPUSTAKAAN
dan kami dengan pemeriksaan PCR DNA. Persamaannya
adalah teknik pengambilan sampel. Kedua penelitian ini sama – 1. Godwin TM. Preterm labor; background and prevention. In: Mishell DR.
sama menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik Brenner PF, eds. Management of common problem in Obstetric and
Gynecology 3rd (eds). Blackwell Scient. Publ. 1994; 97 – 107.
Population attributable risk (PAR) merupakan besarnya 2. Creasy R. Preterm birth prevention: Where are we. Am J. Obstet. Gynecol.
persentase kejadian ancaman persalinan preterm yang dapat 1993; 168 : 1223 – 30.
dicegah dengan menghilangkan faktor risiko paparan infeksi 3. Greenhagen JB et al. Value of fetal fibroectin as a predictor of preterm
Chlamydia trachomatis. Pada penelitian ini didapatkan nilai delivery for a low risk population. Am. J. Obstet Gynecol. 1996; 175: 1045
– 6.
PAR 85,52 %. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


4. Ardhna I K, Suwardewa TGA, Widarsa KT. Perbandingan efektifitas amniorrhexis. Br. J. Obstet.Gynaecol. 1997; 104: 1091-9.
magnesium sulfat dan ritodrin untuk menghambat proses persalinan 12. Elizabeth A, Letsky, Warwick. Hematological problem. In : James DK.
prematur di RSUP Sanglah Denpasar. Tesis,1999, High risk pregnancy, management options. W B Saunders Co. Ltd. 1994;
5. Hanifa W, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Penyakit dan kelainan yang 337 – 45.
tidak langsung berhubungan dengan kehamilan. Ilmu Kebidanan. Yayasan 13. Montessori SM. Bakteriura asimtomatik pada kehamilan. Lab/SMF
Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1994; 554 –6. Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar. 1992.
6. Cunningham FG, Mac Donald FC, Gant NF. Kelainan medis dan bedah 14. Yogiantoro M. Pengelolaan penderita dengan infeksi traktus urinarius.
yang mempersulit kehamilan, dalam Obstetri Willams edisi 18, EGC Dalam : Simposium antibiotika Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia cabang
Penerbit BukuKedokteran.1995; 1027 – 29. Surabaya.1997 : 39 – 49.
7. Umenai T, Sakano S, Suzuki K. Study on Chlamydia trachomatis infection 15. Jones RB. Chlamydial Diseases. In : Principles and Practice of Infectious
among student and pregnant women in Japan. Medline ® 1999/01- Diseases 14 ed. Churchill Livingstone.1995 : 1676 – 8.
1999/10. 1999 (abstract). 16. Wibowo P. Infeksi intra amnion sebagai penyebab persalinan prematur.
8. Paul VK, Sight M, Gupta V. Chlamydia trachomatis infection among Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Soetomo/ FK Unair,
pregnant women: prevalence and prenaatal importance.Medline ® Surabaya.1994.
1999/01-1999/10.1999 (abstract). 17. Claman P, Toye B, Peeling RW, et al. Serologic evidence of Chlamydia
9. Ngassa PC, Egbe JA. Maternal genital Chlamidia trachomatis infection trachomatis infection and risk of preterm. CMAJ 1995; 153 (3) : 259-62.
and the ride of preterm labor. Internat. J. Gynaecol Obstet 1994;47. 241-6. 18. Rastogi S, Kapur S, Salhan S, et al. Chlamydia trachomatis infection in
(abstract). pregnancy : risk factor and adverse outcome. Br. J. Biomed Sci. 1999; 56
10. Shenoy S, Sakano S, Suzuki K. Study on Chlamydia trachomatis infection (2): 94-8.
among student and pregnant women in Japan. Medline ® 1999/01- 19. Stuart M, Berman MD , Carl H, et al. Recommendations for the prevention
1999/10. 1999 (abstract). and management of Chlamydia trachomatis infection. US Department of
11. Ville Y.Carrol SG, Watts P. Chlamydia trachomatis in prelabour Health and Human Services . 1993 : 1 - 9

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE OKTOBER – DESEMBER 2004

Bulan Tanggal KEGIATAN Tempat dan Sekretariat


Symp. Heart-Brain Interaction ke-2 Makassar; Telp: 021-3917349; Fax: 021-2305856
1-2
Email : sekretariat@perdossi.or.id
The 6th National Symposium on Brain and Heart : Hotel Hyatt Regency, Bandung
1-2 From New Emerging Risk Factors to Sophisticated Telp: 022-2039592; Fax: 022-2041337
Interventions in Brain and Heart Atherosclerosis Email : ikki_westjava@yahoo.com
Pertemuan Ilmiah Nasional ke-2 PB PAPDI Sanur Paradise Plaza Hotel, Bali
1- 3 Telp: 021-31931384, 021-3918301 pst 6703, 021-
31930808; Email : pb_papdi@indo.net.id
Seminar Nasional VI PERSI dan Hospital Expo XVII Jakarta Convention Center
6-9 2004 Telp : 021-53677981, 53677982; Fax: 021-53677983
Email : osi@pdpersi.co.id; Website : www.okta.co.id
16th WECOC: Women's Cardiovasculer Health: Hotel Shangri-La Jakarta
7-9
Upstream to Downstream Telp: 021-5684085; Fax: 021-5608902
3rd Indonesian Biotechnology Conference Denpasar - Bali, Indonesia; Telp: 0361-704625; Fax:
Oktober 7-9 0361- 704625; Email : IBC2004@brawijaya.ac.id,
subekti@nikkoindonesia.com
Seminar & Workshop Pengembangan Kurikulum Jogjakarta Plaza Hotel
7 - 10 Informatika Kesehatan berbasis kompetensi Telp: 0274-902511, 562139; Fax: 0274-561196
Email: cmhpe_fkugm@yahoo.com
Clinical Course and Annual Meeting of Nephrology Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta
7 - 10 2004 Telp: 0274-553120; Fax: 0274-553120
Email : pernefriyogya2004@yahoo.com
Annual Scientific Meeting DIGM III : Update in Hotel Borobudur, Jakarta
Paediatric and Cardiovacular Diseases Telp: 021-4532202; Fax: 021-4535833
8 - 10
Email : digm@globalmedicaonline.com,
globalmedica@link.net.id
Jakarta Diabetes Meeting 2004: Optimizing Efforts in Hotel Gran Melia Jakarta
9 - 10 the Prevention of Type 2 DM Telp: 021-3928658, 3907703; Fax: 021-3928659; Email:
endocrin@rad.net.id
1st South East Asian Course on Serology and Makassar; Telp : 0411-586971; Fax: 0411-586971
Nopember 24 - 30 Laboratory Methods : The Diagnosis of Leptospirosis Email : agneskwe@indosat.net.id; Website :
www.kit.nl/biomedical_research/training_consultancies.asp
Jakarta Endocrinology Meeting: Update on Thyroid Jakarta; Telp: 021-3928658, 3907703; Fax: 021-3928659;
4-5
and Pituitary Email: endocrin@rad.net.id
The 6th Training of OHP Pratama Bidakara, Jakarta; Telp: 021-79184052;
6 - 16
Desember Email: ppidki@rad.net.id
6th RESPINA : The Glitters of Respiratory Care Jakarta Convention Center
8 - 11 Telp : 021-4786 4646; Fax: : 021-4786 6543
Email : info@respina.com; Website : www.respina.com
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar>>Complete

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 25


HASIL PENELITIAN

Risiko Partus Prematurus Iminen


pada Kehamilan dengan Infeksi
Saluran Kemih
I Nyoman Nuada*, Made Kornia Karkata*, Ketut Suastika**
*Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udaya /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
**Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udaya /
Rumah Sakit Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui besarnya risiko partus prematurus iminen pada wanita hamil
dengan infeksi saluran kemih.
Bahan dan Cara : Studi kasus-kontrol yang dilakukan di Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. Dari 50 sampel yang memenuhi
kriteria, 25 sampel masuk dalam kelompok kasus (partus prematurus iminen) dan 25
sampel masuk dalam kelompok kontrol (hamil aterm yang tidak inpartu). Sampel
diambil di Kamar Bersalin dan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
Pada kedua kelompok dilakukan pengambilan urine porsi tengah, kemudian
dikerjakan kultur urin dan test sensitivitas.
Hasil : Infeksi saluran kemih (ISK) didapatkan pada 20% kelompok kasus dan pada
12% kelompok kontrol. Kejadian ISK di kelompok kasus lebih tinggi daripada di
kelompok kontrol dengan Rasio Odds 1,83; tetapi perbedaan ini tidak bermakna (χ2 =
0,595 dan p = 0,702). Pada pemeriksaan bakteriologis didapatkan kuman yang
terbanyak ditemukan adalah E. coli yang sensitif terhadap amoksisilin, mesilinam,
Baktrim, siprofloksasin dan fleroksasin.
Simpulan : Risiko partus prematurus iminen pada wanita hamil dengan ISK 1,83
kali lebih besar dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak menderita ISK.
Kata Kunci : Infeksi saluran kemih, partus prematurus iminen, pola kuman.

PENDAHULUAN Angka kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di


Persalinan preterm masih merupakan masalah penting Amerika Serikat (1981-1989) sekitar 9-11%.2 Di Kalifornia
dalam obstetri khususnya di bidang perinatologi, karena baik di (1996) sekitar 7,4%.3 Di Indonesia berkisar antara 10-20%4 dan
negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas di RS Sanglah (1996) sebesar 7,44%.5 Ardhana (1999) di RS
dan mortalitas neonatus terbanyak adalah bayi yang lahir Sanglah mendapatkan angka kejadian persalinan preterm 431
preterm. Kira-kira 75% kematian neonatus berasal dari bayi dari 4.984 persalinan (8,65%).6
yang lahir preterm.1

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Penyebab persalinan preterm adalah multifaktorial; yang tidak inpartu sebagai kontrol). Terhadap subyek penelitian
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :7 yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pengambilan urine
Infeksi : porsi tengah dan kemudian dilakukan kultur urine dan test
• Korioamnionitis. sensitivitas di Lab Mikrobiologi FK UNUD. Data disajikan
• Infeksi traktus urogenitalis. dalam bentuk tabel dan dilakukan uji chi-square.
Kelainan rahim:
• Uterus septus, Uterus subseptus, Uterus bikornu. HASIL DAN DISKUSI
• Serviks inkompetens, riwayat konisasi. Pada penelitian ini berhasil dikumpulkan sebanyak 50
Stres atau hipoksia janin sampel yang memenuhi kriteria dan setuju untuk ikut dalam
Endokrinopati idiopatik penelitian ini. Dari 50 sampel tersebut, 25 sampel termasuk
Sedangkan faktor risiko persalinan preterm adalah riwayat kelompok kasus (partus prematurus iminen), sedangkan 25
persalinan preterm sebelumnya, riwayat memakai obat sampel sisanya merupakan kelompok kontrol (hamil aterm
diethylstilbestrol, abortus pada trimester II, riwayat penyakit yang tidak inpartu).
hubungan seksual; dan pada kehamilan sekarang didapatkan Diagnosis infeksi saluran kemih (ISK) pada penelitian ini
keadaan seperti berikut; hamil ganda, perdarahan setelah didasarkan atas ditemukannya koloni kuman ≥ 100 000 per ml
trimester I, merokok 10 batang atau lebih perhari, ada infeksi dari urine porsi tengah. Terhadap seluruh sampel kedua
saluran kemih, anemia (hematokrit < 34%), ada pembukaan kelompok dilakukan kultur urine, hitung koloni serta tes
serviks sebelum umur kehamilan 32 minggu (pembukaan kepekaan mikroorganisme terhadap beberapa antibiotika.
serviks > 1 cm dan pendataran serviks < 1 cm.8 Sebelum analisis statistik terhadap hasil penelitian, pada
Infeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita beberapa variabel dilakukan uji komparabilitas (Tabel 1).
hamil.9 Bila tidak ditangani dengan baik bisa menjadi penyulit
terhadap kehamilan, terjadi abortus atau partus prematurus Tabel 1. Uji Chi-Square beberapa variabel pada kelompok kasus dan
kontrol
iminen. Banyak wanita dengan ISK tidak merasakan adanya
keluhan atau tidak ada gejala. Infeksi baru terdeteksi setelah Subyek Penelitian χ2 P
terlihat adanya bakteri pada pemeriksaaan urine. Keadaan ini Variabel Kasus Kontrol
disebut bakteriuria asimptomatik.10 (PPI) (Bukan PPI)
Angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) dengan koloni N % N %
bakteri lebih dari 100.000/ml urine pada wanita hamil baik 1. Umur Ibu : *)
dengan gejala maupun tanpa gejala (asimptomatik) sekitar 7- < 20 tahun 4 16,0 0 0 4,348 0,110
20 – 35 tahun 21 84,0 25 100
12%.9 Hubungan antara ISK asimptomatik dengan persalinan
preterm telah diperdebatkan, tetapi telah terdapat cukup bukti 1. Paritas : *)
Nullipara 23 92,0 17 68,0 4,500 0,074
yang menyokong adanya hubungan tersebut.1 Bila wanita hamil Multipara 2 8,0 8 32,0
dengan ISK, khususnya yang asimptomatik tidak mendapat 3. Leukosit darah *)
terapi antibiotika, 30-50% akan berkembang menjadi Leukosit ≥ 15.000 3 12,0 0 0 3,191 0,235
pielonefritis.6,11 Pielonefritis telah diketahui merupakan Leukosit < 15.000 22 88,0 25 100,0
penyebab persalinan preterm karena adanya endotoksin yang
merangsang produksi prostaglandin sehingga menyebabkan Keterangan : *) Fisher`s Exact Test
terjadinya kontraksi miometrium dan juga oleh karena ada
respon infeksi yang mengakibatkan kerusakan struktur uterus Pada Tabel 1 tampak bahwa variabel umur dan paritas
dan pembuluh darah plasenta.12 Kass mendapatkan angka antara kedua kelompok berbeda tidak bermakna sehingga dapat
kejadian partus prematurus 27% pada wanita hamil dengan ISK diperbandingkan (masing-masing χ2 =4.348 dan p = 0,110, χ2 =
yang tidak mendapat terapi antibiotika dan hanya 7% dari 84 4.500 dan p = 0,074). Demikian pula tampak bahwa variabel
wanita hamil dengan ISK yang mendapat terapi antibiotika.13 leukosit darah pada kedua kelompok berbeda tidak bermakna
Oleh karena itu penting sekali mengadakan skrining infeksi (χ2 = 3,191, p=0,235 ).
saluran kemih pada wanita hamil dan memberi terapi Kejadian ISK pada kedua kelompok dilihat pada Tabel 2.
antibiotika apabila ditemukan ISK.9
Tabel 2. Hubungan ISK dengan partus prematurus iminen
Penyebab pasti partus prematurus sampai saat ini belum
jelas diketahui. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu Subyek Penelitian Total
faktor risiko yang telah banyak diteliti. Data bakteriologis dan Kasus Kontrol
test kepekaan kuman sebagai dasar terapi rasional sampai saat ISK 5 3 8
ini masih sangat terbatas. NON ISK 20 22 42
TOTAL 25 25 50
BAHAN DAN CARA KERJA Keterangan: χ2 = 0,595, P = 0,702, OR = 1,83
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus-kontrol.
Berdasarkan perhitungan statistik diperlukan 50 pasien sebagai Di kelompok kasus didapatkan 5 kasus (20%) ISK dari 25
sampel penelitian (25 wanita hamil yang mengalami partus jumlah sampel yang diperiksa. Sedangkan di kelompok kontrol
prematurus iminen sebagai kasus dan 25 wanita hamil aterm didapatkan 3 kasus (12%) ISK dari 25 sampel yang.diperiksa.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 27


Secara keseluruhan didapatkan 8 kasus (16%) yang menderita Disayangkan data beberapa penelitian hubungan ISK
ISK. Tampak bahwa proporsi ISK di kelompok kasus lebih dengan persalinan preterm masih menjadi perdebatan. Hal ini
besar dari di kelompok kontrol; perbedaannya secara statistik didasarkan atas fakta penelitian bahwa tidak terjadi penurunan
tidak bermakna (χ2 = 0,595, P = 0,702; OR=1,83, 95% CI: kejadian persalinan preterm pada penderita hamil dengan ISK
0,387-8,674). yang diterapi antibiotika. Tetapi meta-analisis terakhir
Angka kejadian ISK yang berhubungan dengan kasus- menunjukkan ada hubungan antara ISK yang tidak diobati
kasus kebidanan khususnya persalinan preterm sangat dengan tingginya angka kejadian persalinan preterm.16
bervariasi pada beberapa penelitian; berkisar antara 3-10%,
namun penelitian di RSCM (1999) menunjukkan infeksi Population Attributable Risk (PAR)
serviks, vagina yang disertai ISK 40,74% menimbulkan Pada penelitian ini didapatkan proporsi paparan ISK pada
ancaman persalinan preterm. Beberapa variabel yang diduga kasus maupun kontrol sebesar 16% dan rasio odds sebesar
berhubungan dengan variasi angka kejadian ini antara lain 1,83. Dari angka-angka tersebut PAR dapat dihitung dan
faktor ras, paritas dan sosial ekonomi. Penelitian lain besarnya adalah 11,7%. Dengan demikian dapat disimpulkan,
mendapatkan insiden kelahiran preterm dengan ISK sekitar 9%, bahwa pencegahan terhadap paparan infeksi saluran kemih
sedangkan pada kelompok kontrol hanya sekitar 5%. dapat menurunkan risiko partus prematurus iminen sebanyak
Barangkali batasan-batasan diagnosis dan teknis pemeriksaan 11,7%.
juga berpengaruh pada variasi angka kejadian ini. Dengan
metode pemeriksaan sederhana yaitu pemeriksaan uji celup Luaran Tambahan
LEA di RSCM (1996) didapatkan angka kejadian ISK sebesar Pada penelitian ini dianalisis juga beberapa variabel yang
7%. Dikatakan tehnik pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas berhubungan dengan kejadian ISK, hubungan antara
sebesar 83% dan spesifisitas 86%, akan tetapi metode leukosituria dengan partus prematurus iminen, hubungan ISK
pemeriksaan ini bukan merupakan metode pemeriksaan dengan kegagalan perawatan konservatif serta pola
standar.14,15,16 mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok kasus
Pada penelitian ini didapatkan angka kejadian ISK sebesar dan kontrol yang positif ISK. Diantara beberapa variabel
16%. Angka kejadian ISK pada wanita hamil dengan PPI tersebut hubungan antara leukosituria dengan partus
sebesar 20%, sedangkan di kelompok kontrol sebesar 12%. prematurus iminen mempunyai hubungan yang bermakna
Dibandingkan dengan beberapa penelitian di atas, maka angka (Tabel 3).
kejadian ISK pada penelitian ini cukup besar.
Jika benar faktor ras dan sosial ekonomi berpengaruh Tabel 3. Hubungan antara leukosituria dengan partus prematurus iminen
terhadap kejadian ISK, maka data tentang hal ini dapat
Subyek Penelitian
berguna. Sayang tidak pernah disajikan ras mana saja yang Kadar Kasus Kontrol χ2 P
mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya ISK. Millar LK leukosit (PPI) (Bukan PPI)
mendapatkan angka kejadian ISK pada penduduk miskin Urine N % N %
meningkat secara nyata.17 Leukosit 10 40,0 2 8,0 *)
≥ 5/ lpb 7,018 0,018
Leukosit 15 60,0 23 92.0
Rasio Odds < 5/ lpb
Rasio Odds dihitung untuk mengetahui peranan ISK Total 25 100,0 25 100,0
terhadap perbedaan risiko partus prematurus iminen. Pada
penelitian ini didapatkan perbedaan paparan ISK antara Keterangan : *) Fisher`s Exact test.
kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada kelompok kasus
didapatkan paparan ISK lebih tinggi (5 ISK positif : 20 ISK Wanita hamil diyakini merupakan kelompok yang harus
negatif) dibandingkan kelompok kontrol (3 ISK positif : 22 menjalani skrining terhadap ISK dan diterapi bila ditemukan.
ISK negatif). Rasio Odds pada penelitian ini sebesar 1,83 Hal ini untuk mencegah komplikasi baik maternal maupun
dengan Confidence Interval 95%. Dengan demikian pada fetal; di antaranya pyelonefritis yang mencapai 30%, persalinan
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa risiko partus preterm serta abortus atau fetal loss lainnya.18
prematurus iminen pada wanita hamil dengan ISK 1,83 kali Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang
dibandingkan dengan wanita hamil tanpa ISK. bermakna antara leukosituria dengan PPI (χ2 = 7,018, p =
Noroyono Wibowo menyatakan bahwa bakteriuria 0,018, OR = 7,67 ; 95% CI : 1,470-39,987). Wanita hamil
asimptomatik setidaknya dapat meningkatkan risiko persalinan dengan leukosit urine ≥ 5/ lpb berisiko PPI 7,67 kali lebih besar
preterm dua kali lipat. Yanto Kusnawara (RS Kariadi bila dibandingkan dengan wanita hamil dengan leukosit urine <
Semarang, 2001) juga mendapatkan ISK pada ibu hamil yang 5/lpb.
mengalami persalinan preterm hampir dua kali lipat daripada Pemeriksaan urinalisis dengan leukosit sedimen ≥ 5 /lpb
kelompok kontrol (27,6% vs. 14,5%). Penelitian di Bandung mempunyai hubungan bermakna dengan hasil kultur urine;
(2002) bahkan mendapatkan risiko kejadian yang jauh lebih pada leukosit sedimen ≥ 5 /lpb kemungkinan kultur urine
tinggi dengan Rasio Odds sebesar 11,36.15 Pada penelitian ini positif (menderita ISK) 8,3 kali lebih besar dibandingkan
didapatkan risiko persalinan preterm pada wanita hamil dengan dengan leukosit sedimen < 5/lpb.
ISK mendekati 2 kali lipat (Rasio Odds 1,83).

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Tabel 4. Hubungan antara leukosituria dengan hasil kultur urine 1998) mendapatkan angka kejadian ISK pada wanita hamil
sebesar 24% dan kuman dari isolat urin yang tersering adalah
Kultur urine
Leukosituria
Positif Negatif
Jumlah Pseudomonas (50%), diikuti Paracolon (25%), Proteus
≥ 5 /LPB 5 7 12 (16,7%) dan Enterobacter (8,3%).22 Yang tidak kalah
< 5 /LPB 3 35 38 pentingnya adalah data hasil tes kepekaan kuman. Tabel 4 dan
Jumlah 8 42 50 5 menunjukkan bahwa baik pada kasus maupun kontrol
sebagian besar mikroorganisme yang ditemukan sensitif
Keterangan: χ2 =7.739 OR = 8,3 p = 0,014
terhadap Baktrim, siprofloksasin dan fleroksasin. Data ini
sangat penting untuk rasionalitas terapi. Kami berasumsi bahwa
Pada Tabel 4 terlihat antara leukosituria dengan hasil secara bakteriologis pola kuman ISK wanita hamil sama
kultur urine terdapat hubungan yang bermakna (p= 0,014); nilai dengan pada ISK wanita tidak hamil. Kehamilan hanya
diagnostik leukosituria dalam menentukan adanya ISK
merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko ISK dan
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 62,5% memperburuk perjalanan penyakitnya. Lebih dari 95% ISK
dan 83%. Dwi Lingga dalam penelitiannya tentang nilai terjadi secara ascending dan E. coli merupakan kuman yang
diagnostik urinalisis pada penderita ISK juga mendapatkan
paling sering ditemukan; beberapa kuman yang lain adalah
hubungan yang bermakna antara hasil kultur urine dengan Proteus dan Klebsiella. Data pola kuman pada pemeriksaan
leukosit sedimen ≥ 5 /lpb dengan sensitivitas dan spesifisitas isolat urin menunjukkan bahwa E. coli menempati urutan
masing-masing 98,48% dan 33,3%. Dengan peningkatan pertama.18 Resistantie N dan Effendi JS (Bandung) menemukan
jumlah leukosit dapat mengarahkan diagnosis ISK, tetapi harus E. coli merupakan yang terbanyak (47%) pada pemeriksaan
dikonfirmasi dengan biakan urine. Adanya leukosituria tidak bakteriuria asimptomatik diikuti oleh Klebsiela pneumoniae
memastikan adanya ISK dan tidak adanya leukosituria tidak (33%), Pseudomonas cepacia (17%) dan Mikrokokus (3%).15
memastikan bahwa tidak ada ISK19,20. Pada penelitian ini di kelompok kasus E. coli merupakan
E. coli merupakan mikroorganisme yang paling sering kuman yang paling sering ditemukan (40%) (Tabel 5). Data-
ditemukan pada kultur urine (Tabel 5 dan 6). Test resistensi di atas memperlihatkan bahwa pola kuman di setiap daerah
kuman menunjukkan sebagian besar sensitif terhadap atau rumah sakit tidak sama. Pada setiap wanita hamil dengan
antibiotika ; amoksisilin, mesilinam Baktrim, fleroksasin dan ISK disarankan untuk diberi antibiotika yang sesuai dengan
siprofloksasin. mempertimbangkan segi keamanannya baik bagi ibu maupun
Tabel 5. Pola mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok janin.
kasus
SIMPULAN DAN SARAN
No Jenis N % Test Resistensi
Mikroorganis Angka kejadian ISK pada partus prematurus iminen adalah
me 5/25 (20%) lebih besar dibandingkan dengan angka kejadian
1 E. coli 2 40 Siprofloksasin, Klorampenikol, ISK pada kehamilan aterm 3/25 (12%) ; perbedaan ini tidak
Fleroksasin, Baktrim, Mesilinam. bermakna (p = 0,702).
2 Proteus 1 20 Baktrim, Negram, Amoksisilin,
morgagni Siprofloksasin, Mesilinam,
Partus prematurus iminen lebih sering terjadi pada wanita
E. coli Klorampenikol, Fleroksasin. hamil dengan ISK (Rasio Odds = 1,83 dan CI : 0,387-8.674).
3 Proteus 1 20 Siproploksasin, Klorampenikol, Pencegahan terhadap paparan infeksi saluran kemih dapat
morgagni Fleroksasin menurunkan risiko partus prematurus iminen sebanyak 11,7%.
4 Stafilokokus 1 20 Baktrim, Amoksisilin, Augmentin, Mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada wanita
Siprofloksasin, Klorampenikol,
Fleroksasin.
hamil dengan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli
dan sensitif terhadap amoksisilin, mesilinam, Baktrim,
Tabel 6. Pola mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok siprofloksasin dan fleroksasin.
kontrol Pada penelitian ini semua penderita ISK asimptomatik,
No Jenis N % Test Resistensi oleh karena itu untuk menurunkan risiko persalinan preterm
Mikroorganis
me akibat ISK, disarankan skrining rutin ISK pada setiap wanita
1 E. coli 1 33,3 Baktrim, Fleroksasin, hamil.
Enterobacter Siprofloksasin.
cloacae
2 Stafilokokus 1 33,3 Baktrim, Fleroksasin,
Siprofloksasin.
KEPUSTAKAAN
3 Citrobacter 1 33,3 Baktrim, Negram,
diversus Siprofloksasin, Mesilinam, 1. Godwin T M. Preterm labor : background and prevention. In : Mishell Dr
Klorampenikol, Fleroksasin, Bremen PF, (eds). Management of common problem in obstetric and
Metisilin. gynecology 3th edition. Blackwell scientific publications. 1994; 97-107.
2. Creasy RK. Preterm birth prevention: where are we. Am. J. Obstet
Banyak referensi yang menunjukkan hubungan antara ISK Gynecol. 1993; 168: 1223-30.
dengan persalinan preterm, namun sangat sedikit data studi 3. Greenhagen JB et al, Value of fetal fibronectin as a predictor of preterm
delivery for a low-risk population. Am J. Obstet Gynecol 1996; 175:1054-
tentang pola kuman pada wanita hamil dengan bakteriuria. 6.
Watumbara IG, Wagey F, Warouw N N. (RSUP Manado,

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 29


4. Krisnadi SR. Program pencegahan persalinan prematur dalam Kumpulan 14. Noroyono W. Risiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam : Rulina
makalah POGI cabang Bandung pada Pertemuan Ilmiah Tahunan XII S, Hans EM, Pustika A, Dyani K. (eds). Naskah lengkap pendidikan
Palembang, 2001; 36-43. kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XXXVIII. 1997; 1-9.
5. Sudira N. Pencegahan partus prematurus.Dibacakan pada Seminar 15. Resistantie N, Effendi JS. Bakteriuria asimptomatis sebagai faktor risiko
meningkatkan kualitas anak dalam era globalisasi. IDAI cabang Bali pada persalinan preterm di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. 2002
1997. 16. Yost NP, Cox SM. Infection and preterm labor. In : Blanco JD, Keye
6. Ardhana I K, Suwardewa TGA, Widarsa KT. Perbandingan efektifitas WR. Clinical obstetric and gynecology. 43, 2000; 759-67.
magnesium sulfat dan ritodrine untuk menghambat proses persalinan 17. Millar LK. Urinary tract infections complicating pregnancy. In : Mishell
prematur di RSUP Sanglah Denpasar. 1999, Tesis. DR, Brenner PF. Eds.Management of common problems in obstetric and
7. McDonald HM et al. Prenatal microbiological risk factor associated with gynecology 3th edition, blackwell scientific publications 1994; 57-61.
preterm birth Br. J. Obstet Gynecol. 1992; 99: 190-6. 18. Rubin RH, Cotran RS, Tolkoff NE. Urinary tract infection, pyelonephritis,
8. Iams J D. Prematurity : prevention and treatment. In : Queenan JT (eds). and reflux nephropathy. In : Brenner MB eds. The kidney. 5th edition. WB
Management of high risk pregnancy. Boston:Blackwell Scient. Publ. 1994; Saunders Company. 1996; 1597-641.
464-75 19. Montessori SM. Bakteriuria asimptomatik pada kehamilan. Lab/SMF
9. Cuningham FG. Urinary tract infections complicating pregnancy. Baillier’s 0bstetri dan ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar, 1992.
clin obstet gynaecol. 1, 1994; 891-909. 20. Yogiantoro M. Pengelolaan penderita dengan infeksi traktus urinarius.
10. Chamberlain G. dan Dewhurst SJ, alih Bahasa Maulany RF. Masalah Dalam : simposium antibiotika ikatan ahli farmakologi Indonesia cabang
traktus urinarius dalam kebidanan dalam: (eds). Ronardy DH. Obstetri dan Surabaya, 1997; 39-49.
Ginekologi praktis edisi kedua. 1994; 217-223. 21. Abadi A. Kontroversi dalam pengelolaan persalinan kurang bulan. Dalam :
11. Spellacy WN. Urinary tract infection. In : High risk pregnancy third Tarjoto BH, Kosim M S, Deliana E, Muarif YS. eds. Naskah lengkap
edition, 1994; 408-10 kongres nasional VII perkumpulan perinatologi indonesia dan simposium
12. Fard S, and fenner D E. Urinary tract infctions. In : Clinical obstetrics and internasional, 2001; 29-45.
gynecology. 41, 1998; 744-54. 22. Watumbara I G, Wagey F, Warouw N N. Bakteriuria asimptomatik pada
13. Wibowo P. Infeksi intra amnion sebagai penyebab persalinan prematur. wanita hamil. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT/RSUP
Lab/SMF obstetri ginekologi RSUD DR. Soetomo/FK UNAIR Surabaya Manado, 1998.
1994.

A fool may make money, but it takes a wise man to spend it.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengelolaan Persalinan Prematur


Jefferson Rompas
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/
Rumah Sakit Umum Pusat Manado

PENDAHULUAN 1) Melalui jalur transervikal masuk ke dalam selaput


Pada haid yang teratur, persalinan preterm dapat di- amniokorion dan cairan amnion. E. coli dapat menembus
definisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia membran korioamnion. (Gyr dkk ,1994)
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid 2) Melalui jalur transervikal ke desidua/chorionic junction
terakhir (ACOG,1995). Di negara berkembang insidennya pada segmen bawah rahim.
sekitar 7% dari seluruh persalinan 3) Penetrasi langsung ke dalam jaringan serviks.
Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena 4) Secara hematogen ke plasenta dan selaputnya.
potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, 5) Secara hematogen ke miometrium
umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir Selain itu endotoksin dapat masuk ke dalam rongga amnion se-
rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan cara difusi tanpa kolonisasi bakteri dalam cairan amnion.10,11,12
pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya Infeksi dan proses inflamasi amnion merupakan salah satu
dicegah karena dampaknya yang negatif; tidak hanya kematian faktor yang dapat memulai kontraksi uterus dan persalinan
perinatal tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, preterm. Menurut Schwarz (1976), partus aterm diinisiasi oleh
kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa aktivasi enzim phospholipase A2 yang dapat melepaskan asam
secara keseluruhan.1,2,3,4,5 arakidonat dari membran janin sehingga terbentuk asam
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan preterm arakidonat bebas yang merupakan bahan dasar sintesis
tidak diketahui. Berbagai sebab dan faktor demografik diduga prostaglandin. Bejar dkk (1981) melaporkan sejumlah
sebagai penyebab persalinan preterm, seperti: solusio plasenta, mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan enzim phospholipase A2 sehingga dapat menginisiasi terjadinya
kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm. Bennett dan Elder (1992), menunjukkan
persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara bahwa mediator-mediator dapat merangsang timbulnya
lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan kontraksi uterus dan partus preterm melalui pengaruhnya
suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B terhadap biosintesis prostaglandin.12,13,14
dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi
uterus. Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa FAKTOR RISIKO PREMATURITAS
mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan Mayor
infeksi membran korioamnion. Dari penelitian Lettieri dkk. 1. Kehamilan multipel
(1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat 2. Hidramnion
infeksi korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah menge- 3. Anomali uterus
tahui hubungan antara infeksi jalan lahir dengan kelahiran 4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
prematur. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi 5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada
amnion subklinis sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan kehamilan 32 minggu
amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20% ibu yang 6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa 7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
gejala klinis infeksi (Cox dkk.,1996 ; Watts dkk., 1992). 6,7,8,9 8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
Cara masuknya kuman penyebab infeksi amnion, dapat 9. Riwayat operasi konisasi
sebagai berikut : 10. Iritabilitas uterus

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 31


Minor 2)Amniosentesis
1. Penyakit yang disertai demam • Hitung lekosit
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu • Pewarnaan Gram Æ bakteri (+) pasti amnionitis
3. Riwayat pielonefritis • Kultur
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari • Kadar IL-1, IL-6 (↑)
5. Riwayat abortus pada trimester II • Kadar glukosa cairan amnion,(↓)
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali 3)Pemeriksaan ultrasonografi
• Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih antara oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis
faktor risiko mayor; atau dua atau lebih faktor risiko minor; antepartum. Vintzileos dkk. (1986) mendapati hubungan
atau keduanya antara oligohidramnion dengan koloni bakteri pada amnion.
• Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila
Hasil Produk Bakteri
ketebalan seviks < 3 cm (USG) , dapat dipastikan akan
Desidua dan/atau Amnion
terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks transperineal
Manosit
lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi
intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta
Sitokin: IL-1,6 dan 8 previa.3,4,16
TNF • Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan
Cairan Amnion : kekuatan kontraksi
PAF Asam Arakidonat
PENATALAKSANAAN
Prostaglandin E2 dan F2a Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan
preterm akibat amnionitis dan yang mengalami gejala
persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
Miometrium: meningkatkan keluaran neonatal.
Kontraksi Uterus Pada kasus-kasus amnionitis yang tidak mungkin ditangani
ekspektatif, harus dilakukan intervensi, yaitu dengan:
KRITERIA DIAGNOSIS 1) Akselerasi pematangan fungsi paru
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau • Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12
antara 140 dan 259 hari mg im. 2 x selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap
2. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan 12 jam (im) sampai 4 dosis.1,5,9
inspekulo adanya pembukaan dan servisitis. • Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan
3. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat
mendatar 50-80%, atau sedikitnya 2 cm meningkatkan produksi surfaktan.1
4. Selaput ketuban seringkali telah pecah • Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen
5. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian surfaktan.1
belakang 2) Pemberian antibiotika
6. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa
darah15,16,17 pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka
kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2
DIAGNOSIS BANDING gram ampicillin (iv) tiap 6 jam sampai persalinan selesai
• Kontraksi pada kehamilan preterm (ACOG).
• Persalinan pada pertumbuhan janin terhambat Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk
kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan
PEMERIKSAAN PENUNJANG kultur dan tes sensitivitas1,5,7
1) Laboratorium Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap
• Pemeriksaan kultur urine faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi,
• Pemeriksaan gas dan pH darah janin diberi tokolitik.
• Pemeriksaan darah tepi ibu: 3) Pemberian tokolitik
o Jumlah lekosit a. Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40
o C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan perawatan 3 x 10 mg. 5
kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi b. Golongan beta-mimetik
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus - Salbutamol
yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit Per infus: 20-50 µg/menit
sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.17,18,19 Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau :

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


- Terbutalin tinggi; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari
Per infus: 10-15 µg/menit ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali
Subkutan: 250 µg setiap 6 jam lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal,
Per oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance) necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali
- Efek samping : lebih besar.
Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru
c. Magnesium sulfat
- Parenteral :
4-6 gr/iv pemberian bolus selama 20-30 menit KEPUSTAKAAN
infus 2-4gr/jam (maintenance) 1. Cuningham FG et al. Preterm Birth. William Obstetrics. 20 th ed.
- Efek samping : Connecticutt: Appleton & Lange, 1997; 797-820
Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi pernafasan (pada 2. Iams JD. Prematurity: Prevention and Treatment. In: Quenan JT ed.
ibu dan bayi) Management of High-Risk Pregnancy. Boston: Blackwell Scient Publ,
1994; 464-75.
3. Quilligan EJ. Pathological causes of preterm labor. In: Elder MG,
KONTRAINDIKASI PENUNDAAN PERSALINAN Hendricks CH eds. Preterm Labor. London: Butterworths International
• Mutlak Medical Reviews, 1981; 61-74.
Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang 4. Stubblefield PG. Causes and Prevention of Premature Birth: An
Overview. In: Fuchs AR, Fuchs F, Stubblefield PG eds. Preterm Birth
banyak Causes, Prevention, and Management. 2 nd ed. McGraw-Hill Inc, 1993;
• Relatif 3-40.
Gestosis; diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan 5. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Prematuritas.
janin terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm Dalam: Standard Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta 2003; 49-51
6. Wiknjosastro H. Kelainan dalam lamanya kehamilan .Dalam:
CARA PERSALINAN Wiknjosastro H eds. Ilmu Kebidanan edisi ke tiga. Jakarta: Yayasan Bina
• Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi Pustaka, 1991.
lebar dan perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 7. Seo K, McGregor JA, French JI. Infection in premature rupture of the
membranes. In: Quenan JT eds. Management of High-Risk Pregnancy.
minggu Boston: Blackwell Scient Publ, 1994; 476-82.
• Indikasi seksio sesarea : 8. Romeo R,Avila C, Sepulveda W. The Role of Systemic and Intrauterine
a. Janin sungsang Infection in Preterm Labor. In: Fuchs AR, Fuchs F, Stubblefield PG (eds).
b. Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram Preterm Birth Causes, Prevention, and Management. 2nd ed. McGraw-
Hill Inc, 1993; 97-136.
(masih kontroversial) 9. Huszar G,Hayashi R. Physiologic Aspects of Myometrial Contractility
c. Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi and Cervical Dilatation. In: Fuchs AR, Fuchs F, Stubblefield PG (eds).
d. Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan Preterm Birth Causes, Prevention, and Management. 2 nd ed. McGraw-
janin melemah, ologohidramnion, dan cairan amnion Hill Inc, 1993; 41-58.
10. El-Bastawissi AY,Williams MA, Riley DE, et al. Amniotic fluid
berbau.Æ bila syarat pervaginam tidak terpenuhi Interleukin-6 and preterm delivery: A Review. Obstet Gynecol 2000; 95:
e. Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, 1056-64.
plasenta previa, dan sebagainya). 11. Menon R, Swan KF, Leyden TW, Rote NS, Fortunato SJ. Expression of
• Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36- inflammatory cytokines (IL-1 beta and IL-6) in amniochorion. Am J
Obstet Gynecol 1995; 172: 493-500.
37oC ( rawat intensif di bagian NICU ), perlu dibahas 12. Gibbs RS, Blanco JD. Premature rupture of the membranes. Obstet
dengan dokter bagian anak. Gynecol 1982; 60: 671-9.
• Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan ( minum, 13. Osmer RGW, Blaser J, Kuhn W, et al. Interleukin-8 synthesis and the
nafas, tanpa cacat) maka perawatan cara kangguru dapat onset of labor. Obstet Gynecol 1995; 86 : 223-9.
14. Besinger RE. The Diagnosis and Treatment of Preterm Labor. In: Witter
diberikan agar lama perawatan di rumah sakit berkurang. FR, Keith LG eds. Textbook of Prematurity Antecedents, Treatment, and
Outcome. Boston: Little, Brown and Co; 1993; 65-114.
PENYULIT 15. Goldenberg RL, Andrews WW, Mercer BM, et al. The Preterm
1. Sindroma gawat nafas (RDS) Prediction Study: Granulocyte colony-stimulating factor and spontaneous
preterm birth. Am J Obstet Gynecol. 2000; 182: 625-30.
2. Perdarahan intrakranial 16. Goldenberg RL, Andrews WW, Mercer BM, et al. The Preterm
3. Trauma persalinan Prediction Study: Cervical lactoferrin concentration, other marker of
4. Paten duktus arteriosus lower genital tract infection, and preterm birth. Am J Obstet Gynecol.
5. Sepsis 2000; 182: 631-5.
17. Bittar RE, Yamasaki AA, Sasaki S, et al. Cervical fetal fibronectin in
6. Gangguan neurologi patients at increase risk for preterm delivery. Am J Obstet Gynecol. 1996;
175: 178-81.
KOMPLIKASI 18. Hsu CD, Hong SH, Harirah H, et al. Amniotic fluid soluble fat levels in
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium intra-amniotic infection. Obstet Gynecol 2000; 95: 667-70.
19. Nakatsuka M, Habara T, Kamada Y et al. Elevation of total nitrite and
lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya nitrate concentration in vaginal secretions as a predictor of premature
penyembuhan luka episiotomi. delivery. Am J Obstet Gynecol. 2000; 182: 644-5.
Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 33


HASIL PENELITIAN

Diagnosis Laboratorium Infeksi Saluran


Reproduksi dari Para Pekerja Seksual
Wanita di Banyuwangi
Juni 2003
Eko Rahardjo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Mengetahui prevalensi organisme penyebab infeksi antara


1. Latar Belakang lain :
Prevalensi HIV pada pekerja seks wanita (PSW) di - Neisseria gonorrhoea
Indonesia telah meningkat dari nol pada tahun 1998 menjadi - Chlamydia trachomatis
8% di Kepulauan Riau dan 26,5% di Kota Merauke pada tahun - Treponema pallidum
2000(1). Beberapa tempat surveilans sentinel HIV sekarang - Trichomonas vaginalis
melaporkan prevalensi HIV pada PSW yang cukup tinggi, lebih - Bacterial vaginosis
dari 5%(2). - Candidiasis
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) diketahui mempermudah di kalangan PSW di Banyuwangi Jawa Timur.
penularan HIV tetapi ISR pada PSW di Indonesia baru diukur Data yang dihasilkan akan menjadi bahan advokasi dan
secara sporadis. Laporan dari beberapa lokasi antara tahun menjadi informasi dasar untuk memantau intervensi yang
1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan sedang berjalan maupun yang masih direncanakan.
chlamydia yang tinggi antara 20-35%(3-8) dan prevalensi
serologi sifilis positif sebesar 12,9%(3). ALAT DAN BAHAN
Data dasar IMS/ISR diperlukan untuk mengamati 1. Alat
perjalanan penyakit dan untuk advokasi sumber daya dan - 2 buah mikroskop (Olympus CH 20 minimal, jika
intervensi, penelitian ini akan membangun data dasar untuk memungkinkan)
merancang intervensi yang tepat, memantau dan mengukur - 1 centrifuge dengan kecepatan minimal 1500 rpm
efektivitas program. - 1 rotator dengan pengatur waktu dan kecepatan (setting
Diagnosis laboratorium dari duh tubuh dan serum PSW 100 rpm)
merupakan salah satu data dasar yang diperlukan untuk - 2 micropipet multiple volume (0 – 100 µl)
mengamati perjalanan penyakit, advokasi sumber daya, dan - 1 micropipet multiple volume (50 – 200 µl)
interfensi. - 1 micropipet 1 ml
- 5 rak tabung @ 12 lubang
Tujuan - 1 tourniquet
a. Tujuan Umum - 4 pipet pasteur plastik
Melakukan diagnosis laboratorium agar diketahui jenis - 3 kotak preparat
organisme penyebab infeksi pada PSW sehingga dapat - Kotak spesimen genprobe
untuk menentukan langkah kebijakan oleh pelaksana 2. Bahan
program. - 3 box @ 100 tabung vacutainer 10 ml
b. Tujuan Khusus - 3 box @ 100 tabung reaksi 5 ml
- 3 box @ 200 kapas lidi steril
- 3 box syringe 5 ml
Disampaikan Pada: Pelatihan Pengelolaan Infeksi Menular Seksual,
Palembang, Sumatera Selatan, 12-14 September 2003

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


- 3 box kapas alkohol dan kadaverin. KOH 10% meningkatkan intensitas
- 1 btl @ 500 ml NaCl 0.9% bau.
- 1 btl @ 100 ml KOH 10% c. Clue cells
- 6 btl @ 100 ml methylene blue 0.1 – 0.3% Merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh
- 1 btl @ 100 ml minyak imersi berbagai bakteri vagina sehingga memberikan
- 1 pak @ 100 lembar kertas lensa gambaran granular dengan batas sel tidak jelas karena
- 9 pak @ 125 mikropipet tips warna kuning melekatnya bakteri batang atau kokus kecil.
- 1 pak @ 500 mikropipet tips warna biru 5. Kandidiasis
- 6 box @ 50 kaca penutup No. 1 Diagnosis laboratorium pemeriksaan mikroskopik sekret
- 10 box @ 72 kaca objek vagina dengan sediaan basah KOH 10% atau dengan
- 5 box pengambilan spesimen genprobe untuk wanita @ pewarnaan Gram. Bentuk invasif terlihat berbentuk ragi
50 kit (tabung transport dan 2 kapas lidi dakron) (yeast form)
- Kit reagensia RPR @ 500 tes (kartu pemeriksa antigen, - Blastospora bentuk lonjong
batang pengaduk, botol penetes, dan kontrol positif & - Sel tunas
negatif) - Pseudohifa, seperti sosis panjang bersambung
- Kit reagensia TPHA @ 200 tes (microplate, sampel - Kadang-kadang hifa asli bersepta
diluen, sensitized particles, unsensitized particles dan Dalam pewarnaan Gram bentuk ragi kandida bersifat
kontrol positif & negatif) positif .
- 3 pak @ 100 lembar kertas pH dengan indikator khusus 6. Trikomoniasis
(3.8 – 5.4) Diagnosis laboratorium, sediaan basah dengan bahan
berupa apusan forniks posterior dan anterior yang diambil
CARA KERJA dengan lidi kapas atau sengkelit steril lalu dilarutkan dalam
1. Gonore larutan garam fisiologis dan dilihat ada tidaknya T.
Bahan pemeriksaan berasal dari sekret serviks. vaginalis.
Diagnosis laboratorium menggunakan sediaan langsung, Untuk mempertajam hasil diagnosis laboratorium cairan
dengan pewarnaan Gram akan menemukan diplokokus sekret serviks juga diperiksa dengan metoda uji gene
negatif Gram (DNG) intrasel, lekosit polimorfonuklear probes.
(PMN) dan DNG ekstrasel. DNG intrasel terutama
ditemukan pada kasus akut. HASIL
2. Sifilis Prevalensi IMS
Diagnosis laboratorium menggunakan serum. Secara umum, terdapat 47% PSW jalanan dan 47% PSW
Dengan uji RPR (Rapid Plasma Reagin) akan terdeteksi lokalisasi yang sedang terinfeksi salah satu atau lebih IMS
antibodi dari Treponema pallidum. Uji RPR kurang yang diteliti. Prevalensi ini tergolong tinggi. Tingginya
spesifik sehingga diperlukan konfirmasi dengan uji TPHA prevalensi IMS semacam ini meningkatkan risiko penularan
(Treponema Pallidum Hemagglutination). HIV sebesar 2-9 kali lipat. Oleh karena itu diperlukan upaya
3. Uretritis Non Spesifik untuk menurunkan prevalensi IMS, yang mencakup
Uretritis non spesifik (UNS) disebabkan oleh bakteri pengobatan, pemutusan rantai penularan, dan pencegahan.
Chlamydia trachomatis. Bahan yang diperiksa adalah 1. Gonore
sekret duh tubuh vagina berupa lendir yang jernih sampai Pervalensi Gonore cukup tinggi baik pada PSW lokalisasi
keruh. (37%) maupun PSW jalanan (29%). Di antara semua PSW
Diagnosis laboratorium dengan pewarnaan Gram yang terinfeksi GO, ternyata hanya 61% yang bergejala,
ditemukan lekosit polimorfonuklear (PMN) >5 pada sedangkan 39% yang lain tidak bergejala sama sekali
pemeriksaan mikroskopis pembesaran 1000x. (Gambar 1).
4. Vaginosis Bakterial
Merupakan sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus
spp penghasil H2O2 yang merupakan flora normal di dalam
vagina oleh Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma
hominis, dengan konsentrasi tinggi.
Diagnosis laboratorium
a. pH vagina
Menentukan pH vagina menggunakan kertas pH yang
sesuai (interval 4 – 6/7). pH pada BV biasanya
berkisar antara 5 - 5.5.(nilai normal - 3.8 – 4.2 )
b. Odor/bau (Whiff Test)
Bau amis seperti ikan dapat dikenali dengan pemberian
KOH 10% pada sekret vagina dari spekulum;
disebabkan adanya pelepasan amin, terutama putresin Gambar 1. Prevalensi Gonore pada PSW di Banyuwangi

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 35


2. Chlamydia pemberian pengobatan secara berkala pada populasi
Prevalensi infeksi Chlamydia juga cukup tinggi pada PSW berisiko tinggi ini merupakan upaya kesehatan masyarakat
lokalisasi (20%) maupun pada PSW jalanan (12%). Di yang efektif untuk memutus rantai penularan, menurunkan
antara mereka yang terinfeksi Chlamydia, 34% tidak prevalensi, dan mengurangi risiko penyebaran HIV
(Gambar 4).

menunjukkan gejala (Gambar 2).

Gambar 2. Prevalensi Chlamydia pada PSW di Banyuwangi


Gambar 4. Prevalensi Sifilis pada PSW di Banyuwangi

3. Infeksi Ganda Gonore dan Chlamydia


Ko-infeksi (infeksi ganda) Gonore dan Chlamydia 5. Trichomoniasis vaginalis
dilaporkan sering terjadi. Pada PSW jalanan yang diteliti, Prevalensi Trichomoniasis vaginalis pada PSW jalanan
prevalensi infeksi ganda ini sebesar 6%, pada PSW 15%, sedangkan pada PSW lokalisasi 6%. Secara kese-
lokalisasi 12%. Pada infeksi ganda ini 33% tidak luruhan, ternyata 94% kasus tidak menunjukkan gejala
menunjukkan gejala sama sekali (Gambar 3). (Gambar 5).

Gambar 3. Prevalensi ganda Gonore & Chlamydia pada PSW di


Gambar 5. Prevalensi Trichomoniasis pada PSW di Banyuwangi
Banyuwangi

4. Sifilis 6. Bacterial Vaginosis dan Vaginal Candidiasis


Prevalensi sifilis dini pada PSW jalanan maupun PSW PSW lokalisasi memiliki prevalensi Bacterial Vaginosis
lokalisasi besarnya sama, yaitu 3%. Pada pemeriksaan sebesar 63%, PSW jalanan 44%. Sedangkan prevalensi
fisik, 86% kasus sifilis dini tidak menunjukkan gejala. Vaginal Candidiasis pada kedua kelompok sama besar,
Prevalensi sifilis laten lanjut lebih besar pada PSW jalanan 6%. Kedua infeksi ini bukan IMS melainkan Infeksi
(18%) dibandingkan pada PSW lokalisasi (6%). Saluran Reproduksi (ISR). Walupun bukan IMS, kedua
Mengingat banyaknya kasus yang tidak menunjukkan infeksi ini mengakibatkan gangguan epitel vagina yang
gejala, dapat dipastikan sebagian terbesar PSW dengan meningkatkan kerawanan terhadap infeksi HIV (Gambar
sifilis tidak akan mencari pengobatan; dengan demikian, 6).
rantai penularan akan terus berlanjut. Skrining dan

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


lokalisasi didapat 9% dan di jalanan 21%, melebihi rata-rata
nasional.

Trichomonas vaginalis
Prevalensi T. vaginalis pada PSW jalanan 15% sedangkan
dari lokalisasi 6%. sedangkan pada penelitian sebelumnya di
Jawa Timur 7.4%, jadi prevalensi pada PSW jalanan 2 kali
lebih tinggi dibanding penelitian sebelumnya, namun
prevalensi di lokalisasi sedikit lebih rendah.

Bacterial vaginosis dan Vaginal candidiasis


Bacterial vaginosis PSW lokalisasi dan PSW jalanan
masing-masing 63% dan 44%, sedangkan vaginal candidiasis
pada dua kelompok sama besarnya yaitu 6%. Penelitian
Gambar 6. Prevalensi Bacterial Vaginosis pada PSW di Banyuwangi sebelumnya di Jawa Timur, bacterial vaginosis 17.8%
sedangkan vaginal candidiasis 0.9%, jadi pada penelitian ini
keduanya jauh lebih tinggi dari penelitian sebelumnya.
PEMBAHASAN
Gonore KESIMPULAN
Prevalensi Gonore pada PSW lokalisasi dan jalanan di Prevalensi dari enam jenis ISR/IMS yang diteliti ternyata
Banyuwangi adalah 37% dan 29%.Pada penelitian sebelumnya, tinggi.
pervalensi tertinggi dijumpai di Jawa Timur, yaitu 38% dan
terendah di Sulawesi Utara 19,6%(7), sedangkan di daerah
lainnya berkisar antara 29,7% - 34%(3-6). Jadi hasil yang KEPUSTAKAAN
diperoleh pada PSW lokalisasi cukup tinggi sedangkan pada
PSW jalanan hampir mendekati prevalensi rata-rata di 1. HIV/AIDS in Indonesia: Challenges and Opportunities for Action, National
Indonesia. AIDS Control Board, Jakarta, 2001
2. Quarterly HIV Surveillance Report. Indonesian Ministry of Health,
September, 2002.
Chlamydia 3. Miller P, Otto B. .Prevalence of sexually transmitted infections in selected
Prevalensi Chlamydia di kalangan PSW lokalisasi yaitu populations in Indonesia. Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and
20%, sedangkan pada PSW jalanan 12%, penelitian Care Project, AusAID 2001.
sebelumnya di Jember dan Tulung Agung (Jawa Timur) 4. Silitonga N1, Donegan E2, Wignall FS1, Moncada J2. Schacter J2 Prevalence
of N gonorrhoeae and C trachomatis Infection among Commercial Sex
prevalensi rata-rata Chlamydia 16.1%. Jadi hasil di lokalisasi Workers in Timika Irian Jaya, Indonesia. 1PT Freeport Indonesia, Timika,
lebih tinggi dibanding sebelumnya, tetapi pada PSW di jalanan Irian Jaya and 2University of California San Francisco, CA ISSTDR,
lebih rendah. Denver,1999.
5. Surjadi et al. Second Assessment of Sexually Transmitted Disease
Prevalence of Commercial Female Sex Workers in North Jakarta, Surabaya,
Infeksi Ganda Gonore dan Chlamydia Manado, Indonesia., Indonesian Epidemiology Network, January 2000.
Pada penelitian sebelumnya di Jawa Timur, infeksi ganda 6. Rosana Y, Sjahrurachman A, Sedyaningsih ER, Simanjuntak CH, Arjoso S,
Gonore dan Chlamydia 44,3% sedangkan pada penelitian ini Daili SF, Judarsono J, Ningsih I. Studi resistensi N. gonorrhoeae yang
hasilnya 12% (lokalisasi) dan 6% (jalanan), jauh lebih rendah. diisolasi dari pekerja seks komersial di beberapa tempat di Jakarta
(Antimicrobial susceptibility pattern of N. gonorrhoeae isolated from female
commercial sex workers in Jakarta.) J. Mikrobiol. Indon. 1999; 4(2): 60-3.
Sifilis 7. Sedyaningsih ER, Rahardjo E, Lutam B, Oktarina, Sihombing S. Harun S.
Prevalensi sifilis dini pada penelitian ini baik di lokalisasi Validasi pemeriksaan infeksi menular seksual secara pendekatan sindrom
dan jalanan masing-masing 3%, sedangkan prevalensi sifilis pada kelompok wanita berperilaku risiko tinggi. Bul. Penelit. Kes. 2001;
28(3-4), 460-67.
laten pada PSW lokalisasi dan jalanan masing-masing 6% dan 8. Preliminary Report: National Population Sizes Estimate, Indonesian
18%. Penelitian sebelumnya di Jawa Timur tidak melakukan Ministry of Health, October 2002.
diagnosis sifilis, sedangkan penelitian di Kupang mendapatkan 9. Standard Procedure of HIV Sentinel Surveillance, Ministry of Health
12,9%; prevalensi sifilis di Indonesia umumnya kurang dari Republic of Indonesia, Directorate General CDC, Jakarta 1999.
5%(3). Bila hasil sifilis dini dan laten digabung maka di

Better say nothing than nothing to the purpose.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 37


OPINI

Masalah Gender dan Kesehatan


Sunanti Zalbawi, Kartika Handayani
Pusat Penelelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Gender
Kesetaraan perempuan dan laki-laki telah menjadi Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis
pembicaraan hangat dalam 20 tahun terakhir. Melalui kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang
perjalanan panjang untuk meyakinkan dunia bahwa perempuan dibawa lahir antara perempuan dan laki-laki. Di luar semua itu
telah mengalami diskriminasi hanya karena perbedaan jenis adalah perbedaan yang dikenal dengan istilah gender.
kelamin, dan perbedaan secara sosial (gender), akhirnya pada Perbedaan yang tidak alami atau perbedaan sosial mengacu
tahun 1979 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui pada perbedaan peranan dan fungsi yang dikhususkan untuk
Konferensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut diperoleh melalui
terhadap perempuan. Konferensi ini lebih dikenal dengan proses sosialisasi atau pendidikan di semua institusi (keluarga,
istilah CEDAW dan menjadi acuan utama untuk Hak Asasi pendidikan, agama, adat dan sebagainya).
Perempuan (HAP). Konferensi ini sebenarnya telah diratifikasi Gender penting untuk dipahami dan dianalisis untuk
oleh Indonesia pada tahun 1984 menjadi UU No. 7/1984, tetapi melihat apakah perbedaan yang bukan alami ini telah
tidak pernah disosialisasikan dengan baik oleh negara. menimbulkan diskriminasi dalam arti perbedaan yang
Konferensi maupun UU tersebut pada kenyataannya tidak juga membawa kerugian dan penderitaan terhadap perempuan.
sanggup menghapus diskriminasi yang dialami oleh Apakah gender telah memposisikan perempuan secara nyata
perempuan. Di seluruh dunia masih ada perempuan yang menjadi tidak setara dan menjadi subordinat oleh pihak laki-
mengalami segala bentuk kekerasan (kekerasan fisik, mental, laki.
seksual dan ekonomi) baik di rumah, di tempat kerja maupun di Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan
masyarakat. Oleh karena itu PBB kembali mengeluarkan perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat
deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada maskulin seperti keras, kuat, rasional, gagah. Sementara
tahun 1993. Deklarasi ini tidak begitu dikenal oleh pemerintah perempuan digambarkan memiliki sifat feminin seperti halus,
Indonesia, sehingga jarang diacu dalam persidangan ataupun lemah, perasa, sopan, penakut. Perbedaan tersebut dipelajari
dalam penyelesaian masalah-masalah hukum yang dari keluarga, teman, tokoh masyarakat, lembaga keagamaan
berhubungan dengan kekerasan berbasis gender. (Qomariah, dan kebudayaan, sekolah, tempat kerja, periklanan dan media.
2002) Gender berbeda dengan seks. Seks adalah jenis kelamin
Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki dan perempuan dilihat secara biologis. Sedangkan
laki-laki berbeda. Manakah perbedaan yang dialami gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial;
(pemberian Tuhan) dan manakah yang dipelajari atau diperoleh masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas,
atau perbedaan yang dibangun oleh masyarakat sendiri ? hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki-
Ketidak setaraan antara perempuan dan laki-laki berawal dari laki. Biasanya isu gender muncul sebagai akibat suatu kondisi
kerancuan pemahaman antara perbedaan alami dan yang tidak yang menunjukkan kesenjangan gender. (Retno Suharti, 1995).
alami tersebut. Karena citra ideal itu rekaan budaya, disebut juga sebagai
Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka mengenai masalah gender, dalam kenyataannya, tidak selalu demikian. Kita tahu
gender dan kesehatan khususnya bagi masyarakat Indonesia. ada saja perempuan yang tidak lemah lembut, yang agresif,
pencari nafkah, dan de facto sebagai kepala keluaga.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Sebaliknya kita juga sering menemui laki-laki yang lemah 2. Permainan anak laki-laki lebih bersifat kompetitif dan
lembut, de facto bukan pencari nafkah, dsb. Akan tetapi konstruktif. Ini disebabkan anak laki-laki lebih tekun dan
gambaran gender itu tetap menjadi pedoman hidupnya dalam lebih efektif dari anak perempuan
melihat dirinya maupun dalam melihat lawan jenisnya. Sebab 3. Permainan anak perempuan lebih banyak bersifat
itu bagi sebagian besar perempuan, yang masih kental kooperatif dan lebih banyak berada di dalam ruangan.
dipengaruhi oleh gambaran ideal gender, akan sulit sekali Perbedaan-perbedaan biologis dan psikologis ini
keluar dari gambaran ideal itu, meskipun barangkali perempuan menimbulkan pendapat atau suatu kesimpulan di masyarakat
itu sudah berpendidikan tinggi, dengan jabatan struk- yang pada umumnya merugikan pihak perempuan. Kesimpulan
tural/fungsional, pernah tinggal/hidup di kebudayaan lain, dsb, itu antara lain :
karena memang sudah menjadi kebudayaannya. 1. Laki-laki lebih unggul dan lebih pandai dibanding anak
Keadaan ini juga yang menjadi hambatan bagi perempuan perempuan
untuk “tampil” dan berpartisipasi di domain yang secara 2. Laki-laki lebih rasional dari anak perempuan
budaya bukan domainnya. Ada rasa risi. Pekerjaan di kantor 3. Perempuan lebih diharapkan menjadi istri dan ibu (Retno
dalam hubungan citra budaya, bukanlah tempat perempuan. Suhapti,1995).
Kalaupun mereka bekerja, karena berbagai alasan memang Menurut Shainess Squire (1989) perbedaan ini timbul
harus bekerja, jarang mau “menonjolkan diri”, karena takut karena teori gender diciptakan oleh laki-laki, dan
dijuluki berambisi atau agresif. Sebab itu banyak dari dikembangkan berdasarkan norma dan sudut pandang laki-laki
perempuan-perempuan yang berpotensi, dengan latar belakang yang terkadang salah menginterpretasikan perempuan sehingga
pendidikan yang tinggi, tidak mengembangkan kemam- menimbulkan diskriminasi atau kerugian di pihak perempuan.
puannya. Padahal perempuan yang jumlahnya lebih dari Menurut Maccoby (1979) perbedaan perilaku bagi perempuan
separuh itu seharusnya merupakan sumber daya manusia yang dan laki-laki sebenarnya timbul bukan karena faktor bawaan
potensial dan berkualitas. sejak lahir tetapi lebih disebabkan karena sosial budaya
Dengan pendekatan gender, masalah-masalah yang masyarakat yang membedakan perlakuan terhadap perempuan
dihadapi perempuan tidak dilihat terpisah. Dengan pendekatan dan laki-laki sejak awal masa perkembangan (masa kanak-
ini, harus dipastikan bahwa perempuan seperti juga dengan kanak).
laki-laki, mempunyai akses yang sama terhadap sumber- Di samping faktor biologis, bentuk tatanan masyarakat
sumber dan kesempatan. yang pada umumnya patriarchal juga membuat laki-laki lebih
Ada paling sedikit empat faktor, yaitu : (1) konsep dalan dominan dalam sistem keluarga dan masyarakat; hal ini sangat
kebijaksanaan dan program harus mencerminkan pengalaman merugikan kedudukan perempuan (Mohanty, 1988).
laki-laki dan juga perempuan, (2) Perempuan harus dipastikan
ikut mempunyai akses dan mempunyai kontrol terhadap Masalah Gender di Indonesia
program, (3) dalam formulasi kebijaksanaan perencanaan Di Indonesia, di lingkungan pemerintah maupun swasta,
maupun implementasinya perempuan harus ikut berpartisipasi, perempuan yang telah berhasil menduduki jabatan tinggi masih
(4) Dalam evaluasi dan monitoring harus ada sistem yang sedikit dibandingkan dengan kaum laki-lakinya.
memperlihatkan dampak program terhadap perempuan. (Retno Meskipun kita mempunyai menteri wanita, duta besar
Suhapti, 995). wanita, jenderal wanita, kita belum mempunyai gubernur.
Teori gender adalah teori yang membedakan peran antara Memang belum biasa bagi seorang perempuan untuk
perempuan dan laki-laki yang mengakibatkan perbedaan mengepalai jabatan tinggi administrasi di Indonesia. Jabatan-
perlakuan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat jabatan administratif tertinggi pernah dijabat dulu adalah sebagai
(Squire 1989). bupati, walikota, mulai banyak sebagai camat dan lurah. (Yulfira
Perbedaan ini tampaknya berawal dari adanya perbedaan Raharjo, 1995). Dan sekarang jabatan paling tinggi di Indonesia
faktor biologis antara perempuan dan laki-laki. Perempuan yaitu presiden dipegang oleh seorang wanita
memang berbeda secara jasmaniah dari laki-laki, perempuan Dalam jumlah, perempuan merupakan mayoritas, ironinya
mengalami haid, dapat mengandung, melahirkan serta sebagian besar dari mahluk perempuan ini “tidak terlihat”,
menyusui yang melahirkan mitos dalam masyarakat bahwa lebih banyak yang buta huruf, lebih banyak yang menjadi
perempuan berhubungan dengan kodrat sebagai ibu. buruh. Kesempatan yang diberikan di bidang pendidikan dan
Banyak teori psikologi yang mendukung teori gender dan peluang untuk menduduki jabatan eksekutif pada umumnya
mereka mengembangkan pendapat bahwa perempuan dan laki- baru dinikmati oleh segelintir perempuan saja. (Yulfira
laki memang secara kodrat berbeda serta mempunyai ciri-ciri Raharjo, 1995).
kepribadian yang berbeda. Menurut Lever (Gilligan 1989) Dalam budaya Jawa istri itu sebagai “konco wingking”
artinya teman belakang, sebagai teman dalam mengelola rumah
perbedaan ciri-ciri kepribadian perempuan dan laki-laki terlihat
sejak masa kanak-kanak: tangga khususnya urusan anak, memasak, mencuci dan lain-
lain
1. Anak laki-laki lebih banyak memperoleh kesempatan Citra, peran dan status sebagai perempuan, telah diciptakan
bermain di luar rumah dan mereka bermain lebih lama dari oleh budaya. Citra bagi seorang perempuan seperti yang
anak perempuan diidealkan oleh budaya, antara lain lemah lembut, penurut,
tidak membantah, tidak boleh “melebihi” laki-laki, peran yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 39


diidealkan seperti pengelola rumah tangga, sebagai pendukung Meskipun perempuan sudah dapat bekerja di luar rumah,
karier suami, status yang diidealkan seperti pengelola rumah pada saat ini masih tetap tampak berlakunya konsep gender,
tangga, istri yang penurut, dan ibu yang “merantasi”. Citra sebagai contoh istri yang bekerja masih harus
yang dibuat untuk laki-laki, antara lain, “serba tahu”, sebagai memperhitungkan perasaan suami dengan tidak mau meraih
panutan, harus “lebih” dari perempuan, rasional, agresif, peran posisi yang lebih tinggi dari suami sehingga sering mereka
laki-laki yang ideal adalah sebagai pencari nafkah keluarga, bekerja tanpa ambisi. Sering timbul dilema bagi dirinya untuk
pelindung, “mengayomi”, sedangkan status idealnya adalah memilih antara karier dan keluarga.
kepala keluarga. (Yulfira Raharjo, 1995). b. Lingkungan Pendidikan
Sebenarnya kita telah mempunyai basis legal yang Di bidang pendidikan tampak bahwa konsep gender juga
menjamin hak dan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan. dominan. Sejak masa kanak-kanak ada orangtua yang
Akan tetapi masih banyak kendala budaya dan struktural yang memberlakukan pendidikan yang berbeda berdasarkan konsep
membuat perempuan masih menghadapi kesulitan, khususnya gender ;sebagai contoh kepada anak perempuan diberi
dalam hal partisipasinya dalam mengambil keputusan dan permainan boneka sedang anak laki-laki memperoleh mobil-
kekuasaan. Saya melihat lingkungan dan struktur budaya tidak mobilan dan senjata sebagai permainannya.
banyak mendukung terciptanya partisipasi penuh dari Bila diingat bahwa pada jaman kartini berlaku perbedaan
perempuan dalam dunia politik maupun dalam mengambil pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki, tampaknya saat
keputusan. ini juga masih demikian. Sebagai contoh masyarakat kita masih
menganggap bahwa anak perempuan lebih sesuai memilih
jurusan bahasa, pendidikan atau pendidikan rumah tangga,
KONSEP GENDER DALAM REALITAS KEHIDUPAN sebaliknya anak laki-laki lebih sesuai untuk jurusan teknik.
Telah disebut di atas bahwa perbedaan perlakuan antara Perempuan dianggap lemah di bidang matematika, sebaliknya
perempuan dan laki-laki mempengaruhi kehidupan perempuan laki-laki dianggap lemah di bidang bahasa. Pada keluarga yang
dan laki-laki baik secara langsung maupun tidak langsung di kondisi ekonominya terbatas banyak dijumpai pendidikan lebih
masyarakat. diutamakan bagi anak laki-laki meskipun anak perempuannya
Hal ini dapat kita lihat di : jauh lebih pandai, keadaan ini menyebabkan lebih sedikitnya
a. Lingkungan keluarga jumlah perempuan yang berpendidikan. (Millar 1992).
Keluarga adalah tempat terpenting bagi seseorang karena c. Lingkungan Pekerjaan
merupakan tempat pendidikan yang pertama kali, dan di dalam Sejak kaum perempuan dapat memperoleh pendidikan
keluarga pula seseorang paling banyak bergaul serta mengenal dengan baik jumlah perempuan yang mempunyai karier atau
kehidupan. Menurut teori gender kedudukan yang terpenting bekerja di luar rumah menjadi lebih banyak. Mednick (1979)
bagi perempuan dalam keluarga adalah sebagai istri dan ibu berpendapat meskipun jumlah kaum perempuan yang bekerja
yang mengatur jalannya rumah tangga serta memelihara anak meningkat tetapi jenis pekerjaan yang diperoleh masih tetap
(Beechey 1986:126). Untuk menjalankan tugas sebagai istri berdasar konsep gender. Kaum perempuan lebih banyak
dan ibu perempuan diharapkan dapat memasak, menjahit, bekerja di bidang pelayanan jasa atau pekerjaan yang
memelihara rumah serta melahirkan. Sehubungan dengan tugas membutuhkan sedikit keterampilan seperti di bidang
ini alangkah baiknya bila kedudukan seorang istri di rumah. administrasi, perawat atau pelayan toko dan hanya sedikit yang
Sebaliknya, menurut ideologi ini kedudukan laki-laki yang menduduki jabatan manager atau pengambil keputusan (Abbott
terpenting dalam suatu keluarga adalah sebagai seorang suami dan Sapsford 1987).
yang bertanggung jawab sebagai pencari nafkah utama. Karena Dari segi upah masih banyak dijumpai bahwa kaum
tugasnya sebagai pencari nafkah sering seorang suami tidak perempuan menerima upah lebih rendah dari laki-laki untuk
peduli dan tidak mau tahu dengan urusan rumah tangga, sebab jenis pekerjaan yang sama, juga perbedaan kesempatan yang
dia merasa sudah memberi uang untuk jalannya roda rumah diberikan antara karyawan perempuan dan laki-laki di mana
tangga (Smith 1988:154). laki-laki lebih diprioritaskan.
Bila melihat kondisi masyarakat pada saat ini, tampak Dari perbedaan perlakuan tersebut banyak yang kemudian
konsep-konsep di atas sudah agak bergeser. Banyak istri yang menyimpulkan, menggolongkan dan kemudian menganggap
bekerja mencari nafkah di luar rumah. Penghasilan istri juga perempuan sebagai orang yang lemah, pasif serta dependen dan
berfungsi menambah penghasilan. Istri yang bekerja mencari menganggap laki-laki lebih berharga. Akibatnya banyak orang
nafkah di luar rumah biasanya harus mendapat persetujuan lebih menghargai dan memilih mempunyai anak laki-laki
terlebih dulu dari suami. Pada umumnya hingga saat ini dibanding dengan anak perempuan (Mednick, 1979)
meskipun istri bekerja, sang suami tetap tidak ingin bila posisi
dan penghasilan yang diperoleh istri melebihi sang suami dan Menuju Langkah Baru
penghasilan suami tetap merupakan penghasilan pokok bagi Merasa bahwa perempuan diperlakukan tidak adil di
keluarga. Di samping istri bekerja mencari nafkah di luar masyarakat karena adanya konsep gender membuat sebagian
rumah tanggung jawab urusan rumah tangga tetap ada di pihak feminis ahli psikologi sadar dan menganalisis kesalahan dari
istri sehingga dapat dibayangkan beratnya beban yang teori gender. Mereka mengajak seluruh masyarakat terutama
ditanggung oleh seorang istri bila ia bekerja di luar rumah. kaum perempuan untuk sadar bahwa selama ini mereka
(Abbott and Sapsford 1987). diperlakukan tidak adil oleh konsep gender dan

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


mengembangkan suatu konsep baru yang mengkikis perbedaan porsional oleh kaum perempuan dan menjadi tidak adil bila hal
perlakuan bagi perempuan dan laki-laki. Harus disadari bahwa ini harus dibebankan pada kaum perempuan.
konsep atau ideologi gender membuat manusia menjadi Tembakau telah dikenali sebagai suatu faktor penyebab
terkotak-kotak. Konsep baru ini diharapkan dapat memberi ketidaksetaraan jender (gender inequity) dan merongrong
kesempatan dan kedudukan yang sejajar bagi perempuan prinsip-prinsip hak kesehatan wanita dan anak-anak sebagai
maupun laki-laki untuk membuat keputusan bagi dirinya hak azasi manusia yang mendasar. Wanita mempunyai risiko
sendiri tanpa harus berorientasi pada konsep gender (Millar, yang spesifik jender dari tembakau dan Asap Rokok yang
1992). berasal dari Lingkunagan (ARL) atau Environmental Tobacco
Smoke (ETS) berupa dampak negatif pada kesehatan
reproduktif dan komplikasi-komplikasi selama kehamilan
Gender dan Kesehatan (Wasis Sumartono, 2000)
Dari uraian di atas tampak bahwa perlakuan yang diterima Penelitian di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa
oleh kaum perempuan selama ini tidak adil, perempuan tidak peran suami dalam menentukan tempat dan penolong
mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perjuangan persalinan pada umumnya masih rendah, hanya 24.9 % suami
untuk mendapatkan kesempatan yang sama dan kedudukan (18.8% di pedesaan dan 29.2 % di perkotaan) ikut
yang sejajar bagi perempuan dan laki-laki di masyarakat menganjurkan tempat persalinan. Dalam kondisi darurat
bukanlah perjuangan yang mudah karena melawan atau seharusnya orang yang ada di sekelilingnya banyak membantu
mengubah tatanan apapun yang sudah mapan merupakan suatu menganjurkan dan mengambil keputusan dalam penentuan
hal yang sulit. Untuk itu dibutuhkan kemauan yang keras, tempat persalinan, terutama suaminya. Hal ini disebabkan oleh
kaum perempuan harus mengejar ketinggalannya dari kaum faktor kebiasaan/adat, sosial ekonomi dan kesediaan sarana
laki-laki akibat kesempatan yang tidak didapat sebelumnya. pelayanan kesehatan ibu.
Penelitian menunjukkan bahwa untuk menjadi sejajar antara Permasalahan pembangunan berwawasan gender pada
perempuan dan laki-laki di negara negara maju seperti di dasarnya adalah masalah pembangunan pada umumnya, tetapi
Amerika Serikat dan Inggris saja membutuhkan waktu sekitar dengan penekanan masalah ketimpangan antara kaum laki-laki
50 tahun lagi, bagaimana dengan kondisi di Indonesia ? dan kaum perempuan, dan mengangkat permasalahan yang
(Kompas 28 Juni 1995) khusus melekat pada keadaan kaum perempuan, seperti
Kesehatan wanita memang menjadi dilema dalam masalah kesehatan reproduksi dan masalah kekerasan dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia. Banyak program keluarga dan tempat kerja (Mely G Tan, 1994)
pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk wanita terbilang Perempuan di beberapa negara bekerja lebih lama daripada
kurang berhasil. Sebagai contoh adalah pemberian pil besi yang laki-laki dan kemungkinan setengah dari jumlah waktu kerja
telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun masih gagal perempuan dipergunakan untuk pekerjaan yang tidak dibayar.
untuk mengurangi anemia wanita hamil. Di masa mendatang, Penghasilan perempuan merupakan faktor penting dalam
bukan saja anemia, berbagai penyakit lain yang terbilang lebih menentukan kualitas kehidupan yang secara langsung
sulit pengobatannya akan menjadi masalah; kanker khusus berdampak pada kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan
wanita, seperti rahim dan payudara, menunjukan prevalensi menyeluruh di dalam keluarga mereka.
yang semakin meningkat. Penyakit lain, seperti HIV/AIDS juga Dikatakan juga masalah reproduksi kesehatan berkaitan
akan lebih prevalen di tahun-tahun mendatang (Rahmat, 1995). dengan ketidakamanan yang berhubungan dengan kemiskinan.
Perempuan Indonesia masih diperlakukan tidak adil dan Perempuan miskin lebih banyak memiliki anak yang tidak
masih merupakan masyarakat nomor dua. Masih banyak orang diinginkan karena kurang mendapatkan akses terhadap
Indonesia yang berpendapat bahwa tempat yang paling utama pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi. Kemungkinan
bagi kaum perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu terkena infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS,
pendidik bagi anak-anaknya. Bila dibutuhkan, perempuan menambah risiko yang akan dihadapi oleh perempuan;
Indonesia bisa bekerja mencari nafkah di luar rumah tetapi ketidakadilan gender sering menghilangkan kemampuan
pendapatan yang diperolehnya biasanya bukan merupakan perempuan untuk menolak praktek-praktek berisiko kekerasan
pendapatan pokok dalam rumah tangga tersebut. Pada saat ini seksual dan perilaku seksual, membuat perempuan tidak
di Indonesia jumlah perempuan yang bekerja sudah meningkat mendapat informasi mengenai pencegahan dan menempatkan
bila dibanding dengan kondisi 20 tahun yang lalu meskipun mereka di urutan terakhir dalam pelayanan dan tindakan untuk
tetap belum seimbang dengan laki-laki;, 55% dari total menyelamatkan kehidupan ( Ahmad Fauzi dkk. 2002).
populasi Indonesia adalah perempuan tetapi hanya 40 % dari Peningkatan pendidikan perempuan telah terbukti
kaum perempuan yang bekerja (UNDP 1994:162). mempunyai kontribusi yang sangat besar untuk menurunkan
GBHN dan penjabarannya intinya menyebutkan bahwa angka anak kurang gizi, lebih penting dari perubahan dalam
perempuan Indonesia berfungsi sebagai isteri pengatur rumah ketersediaan makanan. Pendidikan ibu menghasilkan
tangga, sebagai tenaga kerja di segala bidang dan sebagai peningkatan gizi. Menghilangkan kesenjangan gender dalam
pendidik bagi anak-anaknya. Konsep ini membuat perempuan pendidikan juga membantu perempuan menurunkan tingkat
menjadi bingung untuk memilih antara terjun dalam kegiatan di kesuburan dan meningkatkan ketahanan anak.
luar rumah dan menjadi isteri serta ibu yang baik. Konsep ini Di negara dengan jumlah anak perempuan yang ke sekolah
tampaknya sangat berat untuk bisa dilakukan secara pro- hanya ½ dari jumlah anak laki-laki ternyata rata-rata jumlah

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 41


kematian bayi per 1000 kelahiran hidup nya 21,1 kali lebih akan digunakan oleh suaminya saja. Wanita tidak bebas
tinggi dari negara yang tidak mempunyai kesenjangan gender memiliki uang hasil kerjanya.
(Ahmad Fauzi dkk. 2002). Tugas wanita yang demikian berat tidak ditunjang oleh
Salah satu penelitian mengenai pandangan budaya dalam kecukupan zat gizi dalam susunan menu mereka sehari-hari.
tugas pria dan wanita di masyarakat menunjukkan bahwa Selain miskinnya kadar gizi dalam menu, masalah sering pula
karena perang suku telah menjadi tradisi sejak kurun waktu diperberat dengan adanya kecenderungan wanita untuk
lama, makin mantap pula adat menetapkan pembagian tugas mengutamakan makanan suami dan anak-anaknya.
pria dan wanita dalam lingkungan kerabat dan komunitas untuk Dari statisik kesejahteraan rakyat disebutkan bahwa salah
mengakomodasi tradisi itu. Pria bertugas menjaga keamanan satu usaha perbaikan gizi nasional ditujukan pada tenaga kerja
kerabat, klen dan kampung dari serangan musuh, sedangkan wanita (nakerwan) yang merupakan 40.53 % tenaga kerja di
wanita bertugas menjaga kelangsungan hidup kerabat dan Indonesia. (Biro Pusat Statistik, 1995). Usaha-usaha perbaikan
masyarakatnya dengan memelihara ladang untuk menghasilkan gizi tersebut antara lain menurunkan angka anemi gizi besi
bahan makanan, dan memelihara ternak untuk keperluan (AGB) dari 30.0 % pada tahun 1994/1995 menjadi 20.0 % di
upacara adat, upacara perdamaian setelah usainya perang suku, akhir Pelita (1998/1999).
dan untuk peningkatan status dan gengsi sosial suami, bila Hasil penelitian mengenai dampak krisis ekonomi
mungkin menjadi panglima perang atau kepala suku. menunjukkan bahwa, bagi perempuan di dalam keluarga, krisis
Dalam masa kemudian, ketika perang suku secara resmi juga membawa dampak tersendiri. Dengan bertambah sulitnya
telah tidak dibenarkan lagi oleh pemerintah, pria tidak lagi kehidupan, banyak keluarga tidak dapat lagi menanggung
melaksanakan kegiatan perang. Namun ide mengenai tugas anggota perempuan dalam keluarganya untuk “menganggur”,
budaya mereka sebagai penjaga keamanan tetap dianut. sehingga perempuan juga lebih banyak terlibat dalam kegiatan-
Sebaliknya, wanita tetap dalam tugas budayanya sebagai kegiatan yang bertujuan menghasilkan uang tunai. Tetapi
pelaksana pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga pengerjaan dengan ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan,
ladang sebagai besar merupakan tugas kaum wanita. Beratnya perempuan akan menjadi lebih terpuruk untuk mengerjakan
tugas wanita dalam seharinya, yang juga berlangsung pekerjaan “keras” dengan upah yang rendah. Di salah satu desa
sepanjang tahun, dapat dilihat dari gambaran sbb : penelitian di Bekasi, pekerjaan ini misalnya sebagai pemetik
Pada pagi hari sebelum matahari terbit, kaum wanita telah kangkung, dengan upah Rp. 2500,- setelah setengah hari
bangun dan mulai memasang api di tungku mereka, masak air berendam di kebun kangkung (Romdiati, 1999), tentunya ini
untuk merebus hipere serta mempersiapkan makanan dan juga berpengaruh terhadap kesehatannya. Karena masa krisis,
minuman untuk bekal di ladang. Kadang-kadang hipere dibakar pengeluaran untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di
saja. Setelah kegiatan rumah tangga selesai, para wanita dan puskesmas, balai pengobatan atau tenaga kesehatan juga
anak-anaknya yang masih kecil berangkat ke kebun (ladang), dikurangi bahkan dihilangkan, dan diganti dengan obat-obatan
membawa noken yang digantungkan pada dahi. Kantung yang mudah didapatkan di warung. Bahkan pada kasus-kasus
menjulur, sekaligus menutup punggung . Jumlah noken yang penyakit ringan beberapa keluarga menyatakan hanya
digantungkan di tubuhnya mencapai beberapa buah. Sebuah membiarkan saja sampai sembuh sendiri,. (Romdiati, 1999;
noken berisi bayinya, noken lain berisi hipere yang dialasi Raharto, 1999).
rumput-rumputan, untuk dimakan siang hari di ladang. Masih Strategi keluarga mengurangi pengeluaran untuk kebutuh-
ada noken lain yang berisi keperluan bekerja di ladang. Babi an lain selain pangan pada pokoknya untuk menjaga kelang-
kecil yang masih memerlukan perawatan yang lebih cermat, sungan makan keluarga. Tetapi pada kondisi yang sangat sulit,
dimasukkan ke dalam noken lainnya, atau didekap di dada. usaha ini juga tidak berhasil penuh sehingga keluarga juga
Sementara itu tangan kanannya menyunggi tugal atau sekop harus menerapkan strategi lain yaitu mengubah pola konsumsi.
panjang penggembur tanah. Semua noken tersusun berdasarkan Penelitian di salah satu desa di Kebumen menunjukkan bahwa
ukuran besar kecil sehingga barang-barang hipere, anak babi keluarga mengubah pola konsumsi bukan saja pada besaran
dan bayinya tidak menumpuk menjadi satu, melainkan yang dikonsumsi tetapi juga komposisinya. Makanan yang
bersusun bertingkat di punggung sang wanita. Tak jarang, biasanya menjadi selingan seperti ubi kayu dan pisang,
antara tiga hingga tujuh buah noken beserta isinya sekaligus diperbesar porsinya untuk mengurangi komposisi nasi yang
tergantung pada punggungnya. harganya melonjak terus. Di Bekasi banyak keluarga yang
Di ladang, wanita mulai dengan menggemburkan tanah, merasa puas dengan menu sehari-hari yang terdiri nasi dengan
merawatnya baik-baik, menjaga tanaman dari rumput-rumput sayuran dan sambal, karena sayuran masih dapat diambil dari
liar, kemudian memetik hasilnya serta membawanya pulang kebun atau sawah, dan melupakan lauk pauk seperti ikan, telur,
untuk disimpan dan dimasak. tahu dan tempe yang sebelum krisis masih mampu mereka
Wanita tidak diharapkan pergi sendirian tanpa suaminya konsumsi. Meningkatnya harga beras akibat krisis yang
bila akan memasarkan hasil ladangnya. Berjalan di belakang berkepanjangan juga menyebabkan ada keluarga-keluarga di
atau di sisi suaminya, seorang istri memikul sendiri hasil Bekasi yang bahkan harus mengurangi frekuensi makan, dari
ladangnya atau menggantungkannya dalam noken di tiga kali menjadi dua kali bahkan menjadi sekali bahkan
punggungnya. Sebaliknya, sang suami berjalan tanpa beban mengganti beras dengan singkong. Penelitian lain di Sriharjo,
apapun selain kadang-kadang menggandeng tangan istrinya. Yogyakarta yang menemukan keadaan yang sama, keluarga
Setelah hasil ladang terjual, uang penghasilan yang diperoleh

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


juga sudah mulai mengubah pola konsumsi serta menekan sendiri, kehamilan, kontrasepsi dan PMS. Perempuan miskin
pengeluaran non pangan (Made K, 1998). dari sebuah negara berkembang menyatakan bahwa mereka
Anak-anak, selain ikut melaut selagi krisis juga terpaksa tidak mendapatkan informasi apapun tentang seks sebelum
menjadi buruh angkut ikan di TPI Muara Baru (Dalyo, 1999). pengalaman pertama mereka. Kurangnya informasi ini
Pada masa krisis banyak perempuan anggota keluarga yang membatasi kemampuan perempuan untuk melindungi diri
tadinya tidak terlibat dalam kegiatan mencari uang tunai mereka sendiri dari HIV, serta malah menimbulkan ketakutan
sekarang harus ikut terlibat, karena keluarga sudah tidak di antara perempuan mengenai penggunaan kondom. Hal itu
mampu lagi menanggung anggota keluarganya untuk terjadi karena dalam sebuah studi ditemukan bahwa perempuan
“menganggur”. Pekerjaan sebagai kuli pemetik kangkung bagi takut memakai kondom karena takut tertinggal didalam vagina,
wanita di salah satu desa di Bekasi semakin banyak diminati, lalu pindah ke kerongkongan. Ketakutan lainnya dalam
baik oleh ibu rumah tangga maupun anak-anak perempuan, memakai kondom adalah apabila kondom ditarik keluar maka
yang biasanya tidak terlibat dalam pekerjaan ini. organ reproduksinya akan turut terlepas. Studi lain
Selain itu keterlibatan anak-anak juga meningkat dari menunjukkan bahwa kurangnya informasi mengenai tubuh
sekedar mencari uang jajan menjadi kontribusi terhadap mereka membatasi kemampuan perempuan untuk mengenali
kebutuhan sehari-hari keluarga. Ada kecenderungan gejala gangguan pada organ reproduksinya akibat PMS.
keterlibatan anak-anak dalam kegiatan mencari uang tunai Sudah waktunya perempuan dan laki-laki di Indonesia
meningkat karena terbatasnya akses orangtua mereka sama-sama berfungsi sebagai pengatur rumah tangga, sebagai
(Romdiati, 1999). Keterlibatan anak-anak dalam kegiatan ini tenaga kerja di segala bidang dan sebagai pendidik anak.
secara tidak langsung berhubungan dengan kelangsungan Mungkin hal ini juga sudah dimulai di beberapa keluarga dari
pendidikan mereka. golongan tertentu tetapi jelas belum secara proporsional dan
Sriharjo (Jawa Tengah), pekerjaan “nderep” yang biasanya memasyarakat. Dengan tercapainya kondisi ini diharapkan
dilakukan orangtua, pada masa krisis juga dilakukan oleh anak- terjalin hubungan lebih harmonis bagi perempuan dan laki-laki
anak mereka yang kehilangan pekerjaannya di kota (Made K, di Indonesia.
1998). Perempuan juga harus dapat mempunyai kesempatan
Keterlibatan anak dalam kegiatan mencari uang tunai juga memilih dan meraih posisi yang sejajar dengan laki-laki di
dijumpai di kelurahan Kalibaru; anak-anak di bawah usia 10 mayarakat. Untuk mewujudkan kondisi ini mau tidak mau
tahun juga terlibat membantu orangtuanya mengupas kerang. kaum perempuan Indonesia harus sadar bahwa selama ini
Mereka bekerja selepas pulang sekolah sampai sore, bahkan konsep yang berlaku adalah konsep yang berorientasi gender
ada beberapa keluarga yang anak-anaknya harus putus sekolah yang membuat membedakan peran antara perempuan dan laki-
untuk membantu orangtuanya sebagai buruh pengupas kerang laki di Indonesia, padahal konsep ini menghambat kesempatan
(Dalyo, 1999). mereka. Kesadaran kaum perempuan Indonesia saat ini sangat
Di masyarakat, gender menentukan bagaimana dan apa dibutuhkan untuk dapat meningkatkan kondisinya di bidang
yang harus diketahui oleh laki-laki dan perempuan mengenai kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dll.. Sudah saatnya pula
masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual, kehamilan dan kaum perempuan Indonesia dapat membuat keputusan bagi
penyakit menular seksual (PMS). Konstruksi sosial mengenai dirinya sendiri tanpa harus dibebani konsep gender.
atribut dan peran feminin ideal menekankan bahwa
ketidaktahuan seksual, keperawanan, dan ketidaktahuan
perempuan mengenai masalah seksual merupakan tanda KEPUSTAKAAN
kesucian. 1. Ahmad Fauzi. Ketidakadilan Jender menimbulkan Halangan yang Besar
Data juga menunjukkan bahwa perbedaan definisi budaya terhadap Pembangunan, 2002.
diaplikasikan kepada laki-laki yang diharapkan lebih 2. Abbott P, Sapsford R. Women and Social Class. London : Tavistock
berpengetahuan dan berpengalaman sehingga mengambil posisi Publ, 1987; pp. 184-185.
3. Aswatini Raharto. Strategi Keluarga dalam Menghadapi Krisis : Temuan
sebagai pengambil keputusan dalam masalah seksual. dari Lapangan : Lokakarya Pemberdayan Masyarakat dan Jaringan
Penelitian juga membuktikan bahwa pandangan gender ini juga Pengaman Sosial. Jakarta,17 Mei 1999.
merupakan bagian dari proses sosialisasi sejak kanak-kanak 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Peningkatan Peran
dan bagaimana pengetahuan ini tertanam di antara laki-laki dan Suami dan Orangtua dalam Upaya Kesehatan Ibu di Propinsi NTT. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI bekerjasama dengan
perempuan. Misalnya kemampuan remaja perempuan untuk Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Ditjen Binkesmas Departemen
mencari informasi atau membicarakan mengenai seks dibatasi Kesehatan RI, 1998.
oleh norma budaya yang kuat mengenai keperawanan. Remaja 5. Biro Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat 1994. 1995; hal 29-
perempuan takut mencari informasi mengenai seks atau 30.
6. Dalyo. Masyarakat Miskin Kota dalam Masa Krisis (Kasus Kelurahan
kondom karena menjadikan mereka dianggap aktif seksual Kalibaru dan Kampung Melayu, DKI Jakarta). Dalam : Tim peneliti
tanpa memandang aktifitas seksual yang sebenarnya. Juga, jika Dampak Krisis Ekomoni Terhadap Kehidupan Keluarga Kelompok
keluarga mereka mengetahui bahwa mereka mencari pelayanan Rentan : Beberapa kasus, Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan
seksual, maka keperawanannya akan dipertanyakan. Ketenagakerjaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPT-LIPI)
bekerja sama dengan Departemen Sosial, Republik Indonesia, 1999.
Akibatnya perempuan tidak mendapat informasi yang 7. Hamilton R , Barrett M. The Politics of Diversity. Toronto : Verso, 1986.
cukup mengenai reproduksi dan seks. Contohnya, remaja 8. Gilligan C. In a Different Voice. Massachusetts : Harvard University
perempuan banyak yang tidak mengetahui tubuh mereka Press, 1982; p.9.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 43


9. Maccoby LE. Woman’s Sociobiological Heritage: Destiny or Free choice 20. Smith JNH. Women and Politeness. The Javanese Example. In Language
? In Gullahorn J.E (ed). Psychology and Women in Transition. London Society Cambridge University Press 1988; 17 :535 - 54
:John Wiley & Sons. 1979; pp 147 –66. 21. Squire C. Significant Differences. Feminism In Psychology
10. Made K, Pande. Dampak Krisis Terhadap Kehidupan Rumah Tangga 22. UNDP. Human Development Report. UNDP & Oxford University Press,
Pedesaan, Makalah dalam Workshop Dampak Krisis Terhadap Buruh di 1994.
Indonesia. Bandung 12-14 Juli 1998. Kerjasama CASA, AKATIGA dan 23. Rahmat. Kesehatan Wanita : Catatan Kelam Kesehatan Indonesia.
CLARA. Medika 1995; XXI (12 ).
11. Makalah disampaikan pada Forum Komunikasi Eselon I dan II wanita 24. Retno Suhapti. Gender dan Permasalahannya. Bul. Psikologi 1995; hal.
yang diselenggarakan oleh kantor MENUPW, di Jakarta, 6 Januari 1995 44.
12. Maltin M. The Psychology of Women. London : Harcourt Brace 25. Romdiati, H. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kehidupan Keluarga
Jovanovich College Publ., 1993. Petani Miskin di pinggiran kota (kasus Desa Pahlawan Setia, kecamatan
13. Mednick MTS. The New Psychology of Women. In. Gullahron JE. (ed). Tarumajaya, kabupaten Bekasi) dalam : Tim Peneliti Dampak Krisis
Psychology and Women in Transition. London : John Wiley & Sons, Ekomoni Terhadap Kehidupan Keluarga Kelompok Rentan : Beberapa
1979; pp 147-166 kasus, Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Lembaga
14. Tan MG. Sistematika Identifikasi dan Perumusan Pembangunan Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPT-LIPI) bekerja sama dengan
berwawasan jender. Makalah pada rapat Koordinasi Penyusunan Analisa Departemen Sosial, Republik Indonesia, 1999.
Situasi Wanita Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Kantor 26. Romdiati, Haning, Aswatini Raharto. Dampak Krisis Ekonomi terhadap
Menteri Urusan Peranan Wanita, Jakarta 2-3 Maret 1994. Hal. 3 Kehidupan Keluarga Miskin (kasus Desa Segara Makmur, kecamata
15. Swasono MF dkk. Masyarakat Dani di kecamatan Kurulu kabupaten Jaya Tarumajaya, Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi) dalam : Tim Peneliti
Wijaya, Irian Jaya : Adat-Istiadat dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Dampak Krisis Ekomoni terhadap Kehidupan Keluarga Kelompok
Disampaikan pada Seminar Perilaku dan Penyakit dalam Konteks Rentan : Beberapa kasus, Jakarta: Puslitbang Kependudukan dan
Perubahan Sosial Kerjasama Program Antropologi Kesehatan Jurusan Ketenagakerjaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPT-LIPI)
Antropologi Fisip UI Dengan The Ford Foundation Jakarta, 27 Agustus bekerja sama dengan Departemen Sosial, Republik Indonesia, 1999.
1994. 27. R.Wasis Sumantono, Memberdayakan Peran Wanita dalam Mencegah
16. Millar J. Cross-National Research on Women in The European Wabah Tembakau pada Wanita dan Remaja. Media Penelit. dan
Community. In. Women’s Studies International Forum 1992; 15 (1): 77 – Pengembangan Kes. 2000; X (2).
84. 28. Tim Pemberdayan Bidang Agama Departemen Agama RI. Keadilan dan
17. Mohanty C. Under Western Eyes : Feminist Scholarship and Colonial Kesetaraan Jender, Jakarta : Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang
Discourses. Feminist Review 1988; 30 : 61 – 88. Agama Departemen Agama RI, 2001.
18. Nielsen JM. Feminist Research Methods. London : Westview Press, 1990 29. UNFPA, 3 Desember 2002.
19. Qomariah. Short Course Mengenai Kesehatan Wanita : Gender and 30. Yulfira Raharjo. Gender dan Pembangunan Puslitbang Kependudukan
Reproductive Health. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan ketenagakerjaan LIPI (PPT-LIPI).
2002; XII (4): 47-49.

Be not overcome of evil, but overcome evil with good.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


HASIL PENELITIAN

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku


Pekerja Remaja terhadap Penyakit
Menular Seksual (PMS) serta Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Hubungan Seksual Pranikah
(Studi Kasus di PT. Flower Indonesia Pasuruan Jawa Timur)
Sarwanto, Suharti Ajik
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Surabaya

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku pekerja


remaja terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual) serta faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya hubungan seks pranikah dengan menggunakan data sekunder
dari penelitian “Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan Pekerja Remaja pada
Pencegahan Infeksi HIV / AIDS (Tahap II) tahun 1999 / 2000”. Penelitian dilakukan di
lokasi PT. Flower Indonesia Pasuruan Jawa Timur.
Dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda (PIN = 0,15 dan POUT = 0,20)
dari 11 variabel teridentifisir yang secara logika substantif berpengaruh pada terjadinya
hubungan seksual pranikah di antara para remaja, akhirnya hanya didapatkan 3 variabel
yang berpengaruh. Variabel-variabel tersebut adalah lama bekerja di perusahaan (p =
0,0779), penghasilan (p = 0,0426), dan pengetahuan (p = 0,1119) yang masuk dalam
model persamaan regresi logistik.
Pekerja remaja yang telah bekerja di perusahaan 5 tahun atau lebih, mempunyai
risiko 3,5 kali lebih besar dibandingkan yang lain terhadap terjadinya hubungan seks
pranikah. Sedang mereka yang penghasilannya antara Rp 200.001,- sampai Rp
250.000,- per bulan risiko tersebut 1,6 kali dibandingkan yang lain, dan bagi mereka
yang pengetahuannya rendah (dengan nilai 79 atau kurang) risikonya sebesar 1,2 kali
dibandingkan yang lain.

PENDAHULUAN gangguan-gangguan termasuk tindakan yang berhubungan


Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke dengan seksualitas yang ditujukan terhadapnya.
masa dewasa, meliputi semua perkembangannya yang dialami Di Indonesia saat ini makin banyak remaja yang menunda
sebagai persiapan memasuki masa dewasa(1). Demikian pula perkawinan dan mengejar pendidikan lebih tinggi yang dapat
perkembangan masyarakat mengakibatkan perubahan peranan menekan laju pertambahan penduduk. Namun di sisi lain, sikap
yang dilakukan manusia. Wanita tidak hanya berperan di dalam dalam hal seksualitas juga makin bebas. Penyalahgunaan seks
rumah tangga sebagai ibu, tetapi juga mempunyai peranan dapat terjadi pada setiap orang selama keadaan memungkinkan,
sosial ekonomi. Keadaan ini mempunyai risiko terhadap karena pada hakekatnya setiap individu secara potensial adalah

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 45


pelaku seks. Potensi ini akan mencapai puncaknya pada usia secara serentak berpengaruh terhadap terjadinya hubungan
remaja, sampai ia tidak membutuhkan lagi di usia tua 2) . seksual pranikah dan besarnya risiko yang ditimbulkan.
Sensus Penduduk 1980 di Indonesia membatasi kriteria remaja
yang mendekati ketentuan PBB yaitu berusia 14 – 24 tahun. HASIL
Remaja yang berada pada fase meningkatnya dorongan 1. Karakteristik Responden
seksual selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Dari analisis data pekerja remaja di PT. Flower Indonesia
Remaja Indonesia mencakup 37% dari penduduk, tetapi Pasuruan Jawa Timur yang melibatkan 400 responden,
informasi berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang didapatkan bahwa mayoritas (93%) perempuan dan 7% lainnya
ditujukan pada mereka dan yang mereka miliki sangat sedikit. laki-laki. Mereka berumur minimal 17 tahun, maksimal 24
Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu yang tahun; mayoritas (60,8%) berumur 24 tahun dan belum
berhubungan dengan seks, termasuk antara lain pembicaraan, menikah. Sebanyak 62% tamat SLTP, 29,8% tamat SLTA, dan
pemberian informasi, dan pendidikan seks. Oleh karena itu yang tamat SD 7,5%. Lebih dari 99% beragama Islam dan 73%
remaja mencari pelbagai sumber informasi yang mungkin dapat tinggal di rumah sendiri. Di perusahaan tersebut statusnya
diperoleh, misalnya membahasnya dengan teman sebayanya, 96,5% sebagai pekerja tetap, 2,5% sebagai pekerja harian, dan
membaca buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan selebihnya sebagai pekerja kontrak. Secara keseluruhan rata-
dengan masturbasi, bercumbu, atau bersanggama 3) . rata gaji setiap bulannya Rp 220.110,- dengan kisaran antara
Hasil penelitian Faturochman4) di Tabanan dan Badung Rp 112.150,- sampai Rp 274.200,-. Semua responden
Propinsi Bali dengan subyek 324 remaja menemukan sebanyak memanfaatkan pelayanan klinik kesehatan perusahaan yang
4,9% responden pernah melakukan hubungan seks pranikah. ditangani oleh perawat.
Hasil penelitian Pusat Penelitian Kependudukan UGM 5) di
Manado cukup mengejutkan;dari responden remaja umur 14 – 2. PMS
24 tahun, 26,6% pernah melakukan hubungan seks pranikah. Tentang masalah PMS (Penyakit Menular Seksual), 99%
Tjokorda Gde Agung Suwardewa, dkk 6) melaporkan bahwa responden telah mendengarnya. Sumber terbanyak (72,5%) dari
20,63% karyawan swasta remaja melakukan hubungan seks TV, 12% dari surat kabar, dan 6,3% dari radio. Selebihnya dari
pranikah. Sebagian besar pasangan sanggama adalah pacarnya sumber lain, misalnya majalah, guru, tokoh agama, teman,
(77,06%) dan 12,98% yang melakukan sanggama dengan tenaga kesehatan, dsb. Demikian pula mengenai HIV / AIDS,
tunangannya. lebih dari 97% telah mendengarnya. Paling banyak juga dari
Fenomena ini menunjukkan bahwa perilaku remaja di TV (83,8%) dan surat kabar (10%). Dari apa yang mereka
berbagai kota di Indonesia mempunyai kecenderungan yang dengar mengenai PMS, 61,8% dapat memberikan 1 – 2
sama. Bertolak dari permasalahan di atas perlu dilakukan jawaban yang benar dan 37,2% memberikan 3 – 4 jawaban
penelitian yang mengarah pada pengkajian pengetahuan, sikap, benar. Sisanya yang 1% meskipun pernah dengar tetapi tidak
dan perilaku remaja terhadap PMS serta faktor-faktor yang tahu apa yang dimaksud. Mengenai jenis-jenis PMS pun 91,5%
berpengaruh terhadap terjadinya hubungan seks pranikah. dapat memberikan 1 – 2 jawaban.
Selanjutnya mengenai tanda-tanda dan penyebab penyakit
TUJUAN kelamin, lebih dari 71% dapat memberikan 1 – 2 jawaban yang
Secara umum penelitian ini ingin mengkaji pengetahuan, benar. Cara penyembuhannyapun 93,5% tahu meskipun hanya
sikap, dan perilaku remaja terhadap PMS termasuk HIV / AIDS dengan 1 jawaban, 6% dapat memberikan 2 jawaban. Dengan 1
serta faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan seks – 2 jawaban, 76,5% tahu apa yang disebut HIV, bahkan 20%
pranikah. Khususnya penelitian ini ingin : lainnya dapat memberikan 3 – 4 jawaban. Demikian halnya
a). Mempelajari karakteristik pekerja remaja. dengan apa yang disebut AIDS, hanya 12,8% yang dapat
b). Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap memberikan 3 – 4 jawaban ; 77,5% dapat memberikan 1 – 2
terjadinya hubungan seks pranikah. jawaban mengapa AIDS perlu diperhatikan. Cara penularannya
c). Mempelajari faktor yang paling menentukan dan besarnya pun 81,3% mereka tahu, bahkan 95,8% tahu akibat terkena
risiko yang ditimbulkan. AIDS ini.

METODE 3. Sikap
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Menanggapi bila remaja berpacaran, 57% setuju dan 21,4%
“Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan Dalam setidaknya merasa kurang setuju. Terkait dengan hubungan
Pencegahan Infeksi HIV / AIDS Pada Pekerja Remaja (Tahap seks pranikah, lebih dari 98% cenderung kurang setuju, tidak
II)” 7) , yang dilakukan di Pasuruan Jawa Timur. Analisis setuju, bahkan ada yang sangat tidak setuju. Demikian halnya
deskriptif dilakukan untuk menjelaskan karakteristik pekerja dengan bila remaja ganti-ganti pasangan seksual atau
remaja, termasuk pengetahuan, sikap, dan perilakunya. Dalam menggugurkan kandungan. Lain halnya sikap mereka terhadap
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap onani / masturbasi, 15% setuju, 3% cukup setuju, dan 81,8%
terjadinya hubungan seksual pranikah dilakukan dengan cenderung kurang setuju sampai sangat tidak setuju. Sikap
analisis regresi logistik univariat. Selanjutnya analisis regresi terhadap seseorang yang melakukan hubungan seks dengan
logistik ganda diterapkan untuk mengetahui faktor-faktor yang WTS minimal 37,5% tidak setuju, lebih dari 30% sangat tidak
setuju.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Terhadap anggapan bahwa hubungan seks dengan WTS Tabel 1. Tabulasi silang hubungan seks pranikah dengan karakteristik
pekerja remaja di PT.Flower Indonesia Pasuruan Jawa Timur.
aman bila dengan kondom, hanya 13,8% setuju, 7,8% cukup
setuju, dan lebih dari 78% merasa setidaknya kurang setuju
Variabel Hubungan Seks Pranikah Jumlah
atau bahkan sangat tidak setuju. Lebih dari 62% ada Ya Tidak
kecenderungan kurang setuju / tidak setuju bahwa orang n % n % n %
menderita penyakit kelamin perlu dijauhi. Sedangkan terhadap 1. Jenis kelamin
anggapan bahwa remaja yang jauh dari orang tuanya mudah a. Laki-laki 1 3,6 27 96,4 28 100
melakukan hubungan seksual, lebih dari 91% cenderung b. Perempuan 4 1,1 358 98,7 362 100
2. Umur (tahun)
kurang setuju bahkan sangat tidak setuju. a. 17 – 19 - - 8 100 8 100
Kecenderungan cukup setuju sampai setuju sekali terhadap b. 20 – 22 - - 80 100 80 100
anggapan bahwa AIDS merupakan penyakit yang dapat c. 23 – 24 5 1,6 307 98,4 312 100
mengakibatkan kematian, mencakup hampir 89% responden. 3. Lama kerja di
Terhadap anggapan bahwa pemeriksaan darah untuk perusahaan (tahun)
a. 1 – 4 - - 91 100 91 100
mengetahui adanya HIV tidak berguna, lebih dari 90% b. 5 – 8 5 1,9 260 98,1 265 100
responden menyatakan kurang setuju bahkan sangat tidak c. ≥ 6 - - 44 100 44 100
setuju. Sikap menjauhi teman yang terkena AIDS cukup
beragam bagi responden, 4,3% setuju sekali, 19,3% setuju, 4. Lama kerja di
16,8% cukup setuju, 35% kurang setuju, 21,8% tidak setuju, tempat lain (tahun)
a. 0 – 2 4 1 393 99 397 100
dan sebanyak 3% sangat tidak setuju. Dalam kaitannya dengan b. 3 – 5 1 50 1 50 2 100
anggapan bila ibu yang terkena HIV diperbolehkan hamil, lebih c. ≥ 6 - - 1 100 1 100
dari 93% kurang setuju atau bahkan sangat tidak setuju. Lebih 5. Status pekerjaan
dari 28% setuju sekali bahwa penyakit kelamin dapat a. Harian - - 10 100 10 100
disembuhkan, tetapi 19,3% tidak setuju bahwa AIDS dapat b. Tetap 5 1,3 381 98,7 386 100
c. Kontrak - - 4 100 4 100
disembuhkan.
6. Pendidikan
4. Perilaku a. SD tamat - - 30 100 30 100
Sebagian besar responden (68,5%) tidak pernah b. SLTP tamat 4 1,6 244 98,4 248 100
membicarakan masalah seks, namun 42% mereka mengakui c. SLTP tidak - - 2 100 2 100
tamat
pernah pacaran 1 kali dan 19,5% sebanyak 2 kali. Secara
d. SLTA tamat 1 0,8 118 99,2 119 100
kumulatif sebanyak 6,6% mereka pernah pacaran 3 kali atau e. PT tidak tamat - - 1 100 1 100
lebih. Selama pacaran tersebut 33,8% pernah bercumbu dan 7. Penghasilan
1,3% pernah berhubungan seks dengan frekuensi 1 – 2 kali a. ≤ 150.000 - - 2 100 2 100
meskipun semua responden belum pernah menikah. b. 150.001- 1 1,6 60 98,4 61 100
Secara keseluruhan, pengetahuan, sikap, dan perilaku 200.000
c. 200.001- 2 0,8 319 99,4 321 100
terhadap PMS termasuk HIV / AIDS dari para pekerja remaja 250.000
di PT. Flower Indonesia Pasuruan Jawa Timur sebagai berikut : d. ≥ 250.000 2 12,5 14 87,5 16 100
a). Nilai rata-rata pengetahuan mencapai 119,65 (standar
deviasi 12,62) dari nilai maksimum sebesar 236. Dengan
demikian baru mencapai sekitar 50% nya. Nilai terendah Tabel 2. Tabulasi silang hubungan seks pranikah dengan pengetahuan,
70 dan tertinggi 172. sikap, dan kebiasaan bercumbu pekerja remaja di PT. Flower
Indonesia Pasuruan Jawa Timur.
b). Nilai rata-rata sikap mencapai 20,14 (standar deviasi 2,17)
dari nilai maksimum 24. Nilai terendah sebesar 14 dan
Variabel Hubungan Seks Pranikah Jumlah
tertinggi 24. Ya Tidak
c). Nilai rata-rata perilaku mencapai 11,09 (standar deviasi n % n % n %
1,76) dari nilai maksimal 30. Nilai terendah sebesar 10 dan 1. Pengetahuan
nilai tertinggi 30. a. ≤ 79 (rendah) - - 1 100 1 100
Terdapat 5 orang yang melakukan hubungan seksual b. 80 – 158 4 1 391 99 395 100
(sedang)
pranikah (tabel 1);1 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, c. ≥ 159 (tinggi) 1 25 3 75 4 100
berumur 23 – 24 tahun dengan lama kerja di perusahaan ini 2. Sikap
antara 5 – 8 tahun. Pengalaman kerja di tempat lain, 4 orang a. ≤ 18 (negatif) 2 2,1 92 97,8 94 100
antara 0 – 2 tahun dan 1 orang lainnya antara 3 – 5 tahun. b. 19 – 24 3 1 303 99 306 100
(positif)
Kesemuanya dengan status pekerja tetap, 4 orang
3. Kebiasaan
berpendidikan tamat SLTP dan 1 orang lainnya tamat SLTA. bercumbu
Dilihat dari penghasilannya, 1 orang berpenghasilan antara Rp a. Jarang - - 2 100 2 100
150.000,- sampai Rp 200.000,-, 2 orang antara Rp 200.001 b. Kadang- 5 3,7 130 96,3 135 100
sampai Rp 250.000,- sedang 2 orang lainnya berpenghasilan di kadang
c. Sering - - 263 100 263 100
atas Rp 250.000,- setiap bulan (Tabel 1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 47


Pada Tabel 2 tampak bahwa mereka yang melakukan V8R(2) = Lama kerja di perusahaan 5 tahun ke atas
V12(3) = Penghasilan Rp 200.001,- sampai Rp 250.000,-
hubungan seks pranikah, 4 orang tergolong berpengetahuan Peng2(1) = Pengetahuan dengan nilai 79 ke bawah
“sedang” (nilai 80 – 158) dan 1 orang berpengetahuan “tinggi” V58AR1 = Kebiasaan bercumbu
(nilai 159 ke atas). Dalam hal sikap, 2 di antara mereka V58AR1(1) = Jarang bercumbu
bersikap cukup setuju (negatif) dan 3 orang lainnya bersikap V58AR1(2) = Kadang-kadang bercumbu
V58AR1(3) = Sering bercumbu
tidak setuju (positif) terhadap masalah PMS & HIV / AIDS.
Sedangkan ke 5 orang yang melakukan hubungan seks
pranikah ini “kadang-kadang” mempunyai kebiasaan bercumbu
dengan pasangan seksualnya. DISKUSI
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa lebih dari 99%
5. Regresi Logistik responden / pekerja remaja beragama Islam. Mungkin dengan
Beberapa faktor yang diperkirakan terkait dengan demikian masyarakat pekerja remaja ini masih mengutamakan
terjadinya hubungan seks pranikah pada pekerja remaja di PT. norma-norma agama, yang menyatakan bahwa hubungan seks
Flower Indonesia Pasuruan Jawa Timur ini antara lain : 1) Jenis pranikah merupakan perbuatan tercela. Akan tetapi tidak berarti
kelamin, 2) Umur, 3) Lama kerja di perusahaan, 4) Lama kerja bahwa hubungan seks pranikah tidak ada sama sekali,
di tempat lain, 5) Status pekerjaan, 6) Pendidikan, 7) walaupun tidak secara terbuka. Beberapa variabel yang
Penghasilan, 8) Pengetahuan, 9) Sikap, 10) Biasa bercumbu, berpengaruh terhadap terjadinya hubungan seksual pranikah
dan 11) Penggunaan narkotika. Dengan analisis regresi logistik pekerja remaja adalah Lama kerja di perusahaan, Penghasilan,
univariat (PIN = 0,15 dan POUT = 0,20) hanya faktor Lama dan Pengetahuan mengenai PMS termasuk HIV / AIDS.
kerja di perusahaan dan Pengetahuan yang berpengaruh
terhadap terjadinya hubungan seks pranikah pada pekerja Lama kerja
remaja, masing-masing dengan p = 0,1017 dan p = 0,1045. Lama kerja di perusahaan cukup berpengaruh terhadap
Namun secara serentak setelah dilakukan analisis regresi terjadinya hubungan seks pranikah pada pekerja remaja,
logistik ganda, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap khususnya bagi mereka yang sudah lebih dari 5 tahun (p =
terjadinya hubungan seks pranikah adalah Lama kerja di 0,0779). Mungkin dengan lebih lama bekerja di perusahaan,
perusahaan (p = 0,0779), Penghasilan (p = 0,0426), dan akan lebih lama pula mereka mengenal lingkungannya,
Pengetahuan (p = 0,1119). Risiko hubungan seks pranikah bagi termasuk teman sebayanya di tempat kerja. Dengan demikian
mereka yang bekerja di perusahaan lebih lama (5 tahun ke atas) akan lebih akrab dan dapat berkomunikasi lebih bebas, bahkan
3,5 kali dibandingkan mereka yang bekerja kurang dari 5 pada masalah-masalah yang sifatnya pribadi dan bermuara
tahun. Mereka yang penghasilannya lebih besar (di atas Rp pada meningkatnya dorongan seksual.
200.000,-) berisiko hubungan seks pranikah 1,6 kali Berdasarkan lama kerja di suatu tempat, yaitu di
dibandingkan mereka yang gajinya Rp 200.000,- ke bawah. perusahaan tempat kerja sekarang dan tempat lain (Tabel 1),
Demikian pula mereka yang pengetahuannya rendah (dengan seseorang memiliki mental map tentang obyek-obyek, tempat,
nilai 79 ke bawah) mempunyai risiko 1,2 kali dibandingkan aktifitas, sehingga orang bisa mendapatkan pacar / teman dekat
mereka yang pengetahuannya lebih tinggi (dengan nilai 80 – yang dapat diajak berhubungan seksual. Mental map atau
158). (Tabel 3). Cogniting map adalah struktur informasi yang dimiliki
seseorang tentang lingkungannya. Cogniting map ini dapat
Tabel 3. Hasil Regresi Logistik Ganda memotivasi tingkah laku(8) Hasil penelitian ini juga sama
dengan hasil penelitian pada pekerja Jermal di pantai Labu
Variables in the Equation Kabupaten Deli Serdang yang menunjukkan bahwa perilaku
Variable B SE Wald df Sig R Exp (B)
seks pekerja unit Jermal dilakukan oleh pekerja yang cukup
V8R (2) 1,2694 0,720
0
3,1089 1 0,0779 0,1436 3,5589 lama hidup dan bekerja di Jermal 10) .
V12 (3) 8,12E-05 4,004 4,1123 1 0,0426 0,1982 1,6001
E-05
Peng 2 (1) 0,0853 0,053 2,5278 1 0,1119 0,0991 1,2890
Penghasilan
6 Gaji / penghasilan per bulan merupakan faktor yang paling
V58 AR1 0,0727 1 0,9949 0,0000
V58 AR(1) 6,8928 1214, 0,0000 1 0,9955 0,0000 989,1729 menentukan terjadinya hubungan seks pranikah pada pekerja
V58 AR(2) 2,7676
8649
1214, 0,0000 1 0,9982 0,0000 15,9206
remaja ini (p = 0,0426), khususnya bagi mereka yang
8640 penghasilannya antara Rp 200.001,- sampai Rp 250.000,- per
V58 AR(3) 14,1802 52,63 0,0726 1 0,7876 0,0000 1440106,
99 3
bulan [lihat V12(3) pada hasil regresi logistik]. Dengan
Constant -46,6185 54,50 0,7376 1 0,3924 0,0000 melihat penghasilan itu di daerah pedesaan dan dikaitkan
23
Model if Term Removed dengan UMR setempat sebesar Rp 196.000,- besar
Term Log -2 Log LR df Significance of kemungkinan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan)
Removed Likelihood Log LR
V8R(2) - 17,392 3,213 1 0,0730
sudah terpenuhi, apalagi sebagian besar responden (73%)
V12(3) - 18,685 5,819 1 0,0159 tinggal di rumah sendiri.
Peng 2(1) - 17,101 2,652 1 0,1034 Perilaku manusia antara lain dipengaruhi oleh faktor sosial
V58 AR1 - 23,816 16,081 3 0,0011
ekonomi, (11) begitu pula perilaku seksual pekerja remaja ini;
biasanya orang yang mempunyai perhatian pada lawan jenis
Keterangan :
No more variables can be deleted or added berusaha untuk berpenampilan menarik (pakaian, asesoris,

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


kosmetika), apalagi 4 orang dari 5 orang pelaku hubungan seks homoseks, hubungan seks pranikah) adalah baik. Ini berarti
dalam penelitian ini adalah perempuan. Oleh karena itu dapat bahwa sebagian besar responden tidak menyetujui adanya
dimengerti bila pelaku hubungan seks adalah mereka yang perilaku seksual yang negatif.
mempunyai gaji tinggi di perusahaan. Sikap yang tidak seiring dengan perilaku disebabkan faktor
situasi dan kondisi(16). Bila keyakinan normatif responden
Pengetahuan PMS dan HIV / AIDS tentang perilaku seks pranikah bersifat mendukung, artinya
Pengetahuan dan perilaku pekerja remaja mengenai PMS bahwa pandangan orang lain, baik lingkungan maupun
dalam penelitian ini masih rendah (belum mencapai 50%); keluarga menganggap bahwa perilaku seks merupakan sesuatu
sikapnya juga masih perlu ditingkatkan. yang wajar, maka hal tersebut akan memicu terjadinya perilaku
Pengetahuan merupakan faktor predisposisi terjadinya seks pranikah di kalangan mereka. Tetapi bila keyakinan
perilaku (12). Pekerja remaja yang memiliki pengetahuan PMS normatif yang mereka miliki tidak mendukung, keyakinan
dan HIV / AIDS rendah mungkin karena mayoritas responden subyektif terhadap perilaku seks pranikah akan berbeda.
berpendidikan SLTP;berperilaku seks lebih berani karena tidak Akibatnya sikap yang sudah bagus tidak termanifestasi dalam
/ kurang memahami risikonya; dalam usia 23 – 24 tahun secara perilaku yang baik seperti sikapnya terhadap sesuatu obyek.
biologis mereka sudah siap untuk menikah, secara psikologis
mereka sudah tertarik lawan jenis, dan ada kebutuhan untuk
mendapatkan pengalaman baru, berpetualang dan mencari KESIMPULAN
selingan. 1. Pengetahuan pekerja remaja tentang PMS termasuk
Dengan meningkatnya usia perkawinan remaja saat ini, HIV/AIDS di PT. Flower Indonesia tergolong masih
makin besar pula kesenjangan antara usia aktif seksual dengan rendah, baru mencapai 50%.
usia menikah. Remaja menanggung masalah pemuasan hasrat 2. Sikap mereka positif terhadap masalah-masalah yang
seksual, karena mereka belum mendapat izin dari masyarakat terkait dengan PMS termasuk HIV/AIDS, khususnya
untuk menyalurkannya; sementara itu godaan dari media cetak, dalam hal ketidaksetujuannya terhadap hubungan seks
media elektronik, dan kurangnya disiplin dalam keluarga dan pranikah, ganti-ganti pasangan, pengguguran kandungan,
pekerjaan, cederung melonggarkan norma-norma kehidupan. hubungan seks dengan sesama jenis kelamin.
Situasi ini mendorong remaja untuk lebih mudah menyalurkan 3. Perilaku terhadap PMS dan HIV/AIDS masih rendah juga,
hasrat seksual mereka yang laten dengan cara melakukan baru mencapai nilai 11,09 dari nilai 30 yang ditentukan
hubungan seksual. Karena itulah remaja dapat dikategorikan (37%) dan di antara pekerja remaja ada yang melakukan
berisiko tinggi dalam penularan HIV / AIDS (13),dan didasari hubungan seks pranikah, (5 orang dari 400 responden).
pengetahuan PMS dan HIV / AIDS yang rendah, seseorang 4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
dapat mencari pengalaman / selingan yang keliru. hubungan seks pranikah antara lain lama kerja di
perusahaan lebih dari 5 tahun (p = 0,0779), penghasilan (p
Perilaku seksual = 0,0426), dan pengetahuan (p = 0,1119), yang paling
Perilaku seksual berangkat dari stadium paling ringan ke menentukan adalah faktor penghasilan.
stadium paling berat (14), yaitu : 5. Lama kerja di perusahaan 5 tahun atau lebih mempunyai
1. saling berpegangan mesra. risiko hubungan seksual pranikah 3,5 kali lebih besar
2. saling berpelukan dengan tangan di luar baju. dibandingkan mereka yang lama kerjanya kurang dari 5
3. saling bercumbu bibir. tahun. Sedangkan mereka yang mempunyai penghasilan
4. saling berpelukan dengan tangan di dalam baju. per bulan antara Rp 200.001,- sampai Rp 250.000,-
5. coitus / bersetubuh mempunyai risiko hubungan seks pranikah 1,6 kali
Dengan adanya pacaran / percumbuan, usia antara 23 – 24 dibandingkan dengan mereka yang gajinya kurang dari Rp
tahun, uang, pekerjaan tetap, pengetahuan PMS dan HIV / 200.000,-. Demikian pula mereka yang pengetahuannya
AIDS rendah, dan mental map tentang lingkungannya, orang rendah, risiko terjadinya hubungan seks pranikah 1,2 kali
dapat mencari pengalaman / selingan hidup yang salah. Hasil dibandingkan yang pengetahuannya tinggi.
studi ini tidak menyimpang dengan hasil penelitian di Bali
yang menunjukkan 29,3% remaja (n = 150) di Bali telah
melakukan hubungan seksual (15) . SARAN
1. Petugas klinik kesehatan perusahaan memberikan
Tabel 4. Distribusi pekerja remaja di PT. Flower Indonesia Pasuruan penyuluhan secara berkesinambungan mengenai PMS dan
Jawa Timur menurut pernah tidaknya berpacaran dan atau
HIV / AIDS untuk meningkatkan pengetahuan dan
bercumbu.
mencegah perilaku seksual pranikah. Materi penyuluhan
Variabel Ya Tidak Blank Jumlah dapat diperoleh dari instansi kesehatan (Bagian Promosi
Berpacaran 276 (69%) 124 (31%) - 400 (100%) Kesehatan) dan LSM yang berkaitan dengan Kesehatan
Bercumbu 135 (33,8%) 141 (35,2%) 124 (31%) 400 (100%)
Reproduksi Remaja (PKBI, Yayasan Kusuma Buana).
2. Perlu pendekatan khusus baik secara formal maupun
Sikap terhadap masalah seksual informal pada pekerja yang mempunyai gaji tinggi, telah
Pada umumnya sikap responden terhadap masalah yang lama bekerja, usia 23 tahun lebih.
berkaitan dengan seksual (ganti-ganti pasangan, aborsi,

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 49


KEPUSTAKAAN HIV/AIDS pada Pekerja Remaja (Tahap II), Depkes RI – Badan
Litbangkes, Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan Jl. Indrapura
1. Gunarsa SD, Gunarsa YSD. Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung 17 Surabaya, 2000.
Mulia, 1978. 8. Kaplan S. dalam Health Behavior. Gochman DS. New York: Plenum
2. Sarwono S, Siti Purwanti Brotowasisto. Aspek Psikososial AIDS, Maj. Press, 1988.
Kes. Masy. Indon. (Nop).1990;XIX (6). 9. Sofian, Ahmad, Rinaldi, Emil W Aulia, Agus Susanto. Kekerasan
3. Widjanarko M. Seksualitas Remaja, Kerjasama Ford Foundation dengan Seksual terhadap Anak Jermal, Pusat Penelitian Kependudukan
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada & Ford Foundation, Yogyakarta, 1999.
1999. 10. Ruben BD. Communication and Human Behavior, New York: Macmillan
4. Faturohman. Sikap dan Perilaku Seksual Remaja di Bali, Pusat Penelitian Publ. Co., 1984.
Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1990. 11. Berger RL, Frederico RC. Human Behavior, New York: Longman, 1982.
5. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 12. Green L. dalam: Theory and Practice in Health Education . Rose HS,
Determinan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kesehatan Reproduksi Mico PR. California: Maxfield Publ. Co., 1980.
Remaja di Kota Manado, 1992. 13. Tobing NL Kelompok Resiko Tinggi. Matra, April 1992.
6. Suwardewa, Tjokorda Gde Agung, Soehartono DS, Djoko Waspodo. 14. Mboik PB. Psikologi Keluarga dan Kehamilan Remaja – Suatu Bahasan
Karakteristik Klien yang Berkonsultasi di Balai Konsultasi Remaja Klinik Psikologis & Paedagogis, Simposium Terbuka Kehamilan Remaja,
Indrapura Surabaya 1989 – 1993, Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Surakarta, 1991.
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. 15. Ida Laksmiwati AA. Perubahan Perilaku Seks Remaja Bali, Pusat
Soetomo Surabaya, 1994. Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada & Ford Foundation,
7. Ajik, Suharti, Sarwanto, Setia Pranata, Daryadi, Nurhasanah. Pengem- Yogyakarta, 1999.
bangan Model Pelayanan Kesehatan dalam Pencegahan Infeksi 16. Azwar, Saifudin. Sikap Manusia, Liberty, Yogyakarta, 1988.

An idler is a watch that wants both hands;


As use less if it goes as if it stands.
(Cowper)

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


OPINI

Makanan Pendamping ASI


Husein Albar
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin /
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN bawah, bayi bermain dengan sendok dan dapat


Anak mempunyai kebutuhan dasar yang harus disadari mendekatkan sendok ke mulut.
oleh orang tua, meliputi kebutuhan makan, tidur, bermain, - Umur 8-9 bulan : Kedua bibir sudah mengatup erat, mulai
sehat, aman, dan interaksi sosial dengan anggota keluarga dan minum menggunakan mangkuk, makan biskuit atau kue
orang sekitar. Anak akan melakukan yang terbaik bila mereka kering sendiri, dan memegang botol.
dirawat dengan penuh kasih sayang. - Umur 10-12 bulan : Lateralisasi lidah membantu kunyah
Sekitar 99,99% dari 10.9 juta anak balita yang meninggal berputar, menjilat makanan dari bibir bawah, pegang botol
selama tahun 2000 berasal dari negara bekembang seperti Asia dengan baik, dan dapat pegang mangkuk walaupun masih
(36%) dan Afrika (33%).1 Kekurangan gizi masih merupakan tumpah.4
masalah utama di negara berkembang yang merupakan salah Umur 6 - 9 bulan merupakan masa kritis dalam per-
satu faktor penyebab kematian anak. Untuk mencegah anak kembangan ketrampilan makan anak sehinga bila bayi berumur
kekurangan gizi dengan segala akibatnya maka orang tua harus 6 bulan tidak dilatih seoptimal mungkin akan timbul masalah
menyediakan energi dan zat gizi adekuat bagi sang anak. makan pada usia selanjutnya akibat kelainan motorik mulut.5
Anak umur 1-3 tahun mulai melatih ketrampilan baru dengan
PERKEMBANGAN KETRAMPILAN MAKAN makan menggunakan tangan, jari atau sendok. Ibu yang
Pada saat lahir, bayi secara refleks mempunyai ketrampilan mengetahui tingkat perkembangan anak akan memberikan
alamiah menyusui untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, seperti makanan sesuai dengan tingkatan ketrampilan makan.4
refleks mencari (rooting), refleks menyusui dan refleks isap-
telan. Pada saat bayi mengisap payudara, lidah bergerak ke SAAT TEPAT PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING
depan–belakang dan rahang bergerak ke atas – bawah. Bayi ASI
mulai mampu mengunyah bila sudah trampil menggerakkan Penyapihan adalah proses memperkenalkan makanan padat
lidah dan rahang ke samping kiri – kanan dan memutar. 2,3 kepada anak sebagai makanan pendamping ASI (MP ASI),
Ketrampilan makan bayi mengikuti pola normal berikut: yang diberikan secara bertahap sampai anak mampu makan
- Umur 0-1 bulan : Ketrampilan refleks mencari, refleks makanan keluarga.6 Sidang Rapat Sedunia menganjurkan
menyusui, refleks isap-telan, dan menggerakkan lidah dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan,8 sebagai nutrisi ideal
rahang ke atas-bawah. bagi tumbuh kembang optimal bayi dan perlindungan bayi dari
- Umur 2 bulan : Refleks menyusui masih aktif dan bayi infeksi. Tujuan pengenalan MP ASI bukan hanya untuk
mampu menggerakkan lidah ke depan-belakang menjamin kebutuhan nutrisi bayi tapi juga untuk
- Umur 3 bulan : Bibir menjadi aktif dalam menyusui dan memperkenalkan pola makan keluarga ke pada bayi secara
lidah dijulurkan keluar bila merasa ada makanan. bertahap.
- Umur 4 bulan : Mulai tahapan mengisap, juluran lidah masih Keuntungan ASI meliputi mudah diberikan kapan dan di
ada, dan bila melihat botol, lidah terangsang. mana saja tanpa persiapan dan sterilisasi, hampir semua zat gizi
- Umur 5 bulan : Mulai tahapan mengunyah. Kedua bibir cukup, seimbang dan adekuat untuk memenuhi kebutuhan bayi;
mengecap. lemak dengan emulsi tinggi sehingga mudah dicerna, laktosa
- Umur 6 bulan : Kedua bibir mampu mengatup sendok dalam sebagai pemanis alamiah membantu penyerapan kalsium dan
mulut dan kemajuan makanan berlanjut. zat besi, protein ASI rendah mengurangi beban ginjal bayi
- Umur 7 bulan : Lidah mulai bergerak saat mengunyah, mulai untuk membuang kelebihan nitrogen, kandungan vitamin C
tahapan kunyah vertikal, lidah dan rahang bergerak ke atas - ASI cukup dan tidak dirusak oleh panas seperti susu sapi,

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 51


khasiat anti infeksi, sumber kekebalan alamiah, khasiat anti- - Isyarat sensorik. Bayi meraih sendok atau tangan ibunya
alergi karena tidak mengandung laktoglobulin dan serum yang berada di depan mulut, bayi sering memasukkan
bovine seperti susu sapi, dan keuntungan psikologis karena tangan ke mulut, mengisap kepalan, jempol atau jari tangan
memberikan hubungan emosional berupa kasih sayang dan atau kaki, bayi suka memasukkan mainan ke mulut untuk
kebahagian pada bayi. merasa dan mengecap mainan temasuk dedaunan atau tanah,
Sekresi cairan tebal berwarna kuning dari payudara ibu dan bayi tertarik dengan rasa baru dan mencoba makanan
baru melahirkan, disebut kolostrum, mengandung sejumlah zat baru. Ini merupakan isyarat sensorik bahwa bayi ingin
kekebalan alamiah pada bayi sehingga melindungi bayi dari mengetahui perbedaan rasa benda yang berbeda di mulut.
berbagai penyakit infeksi dan zat gizi yang berguna bagi - Isyarat komunikasi. Bayi tahu kapan dia ingin makan dan
tumbuh kembang bayi. Oleh sebab itu, kolostrum jangan jumlah makanan yang perlu dimakan. Bayi menggunakan
dibuang tapi harus disusukan pada bayi baru lahir. komunikasi verbal sebagai isyarat berkata "ya" dan "tidak"
Anak mulai diberi MP ASI pada umur 6 bulan dan secara untuk makan, ganti popok, mandi atau main. Kata "ya"
bertahap jenis, konsistensi, dan tekstur makanan ditambah sebagai isyarat makan nonverbal yaitu memiringkan badan
sampai umur 2-3 tahun; saat anak mampu makan makanan ke arah sendok dan makanan, meraih sendok atau tangan ibu,
keluarga serta menggantikan secara lengkap fungsi ASI sebagai melihat dan tersenyum ke makanan, membuka mulut dan
sumber nutrisi anak.1 mulai mengisap, atau membuat suara senang. Kata "tidak"
Menjelang umur 6 bulan, bayi umumnya tidak lagi sebagai isyarat makan nonverbal yaitu menjauhkan kepala
mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI semata sedangkan dan badan dari sendok atau makanan, melihat dan bermain
bayi harus bertumbuh sampai 2 kali atau lebih dari waktu lahir dengan makanan di piring, mendorong sendok atau tangan
dan tetap bertumbuh cepat dan lebih aktif. Oleh sebab itu, bayi ibu, muka bayi cemberut dan tidak senang, mengatup mulut
membutuhkan makanan lain sebagai tambahan ASI pada umur saat sendok mendekati mulut, atau menangis.
6 bulan karena saluran cerna bayi sudah dapat mencerna - Isyarat mulut. Bayi membuka mulut bila sendok mendekati
sebagian makanan keluarga seperti tepung dan sesudah umur 9 atau menyentuh bibir, bayi tidak menjulur lidah saat sendok
bulan bayi umumnya tidak mau mencoba rasa baru atau dimasukkan ke mulut, gerakan lidah secara ritmik depan-
makanan baru.6 belakang saat makanan berada dalam mulut, bayi mampu
memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah pelahan-
lahan.
Mengapa tidak dianjurkan MP ASI sebelum umur 6
bulan? Kapan bayi mulai mampu mengunyah?
Jika MP ASI diberikan terlalu dini maka mungkin Bayi mulai mampu mengunyah pada umur 6 bulan walaupun
- Bayi menderita diare karena makanan terkontaminasi. masih kurang efektif. Pada umur 6-9 bulan, bayi mampu makan
- Bayi kurang mengisap payudara sehingga produksi ASI bubur saring. Sesudah umur 9 bulan, bayi dapat mengunyah
berkurang. cukup baik makanan bentuk irisan kecil dan menjelang umur 2
- Bayi kurang mengisap payudara sehingga ibu lebih mudah tahun, gigi susu sudah lengkap dan mampu makan sebagian
subur lagi dan risiko hamil kembali sebelum siap.6 besar makanan keluarga.6

Mengapa tidak boleh menunda MP ASI sesudah umur 6 Mengapa masa penyapihan adalah masa berbahaya bagi
bulan ? anak?
Bila MP ASI dimulai setelah umur 6 bulan maka mungkin Masa penyapihan selama umur 6 buan sampai 3 tahun
- Berat badan bayi tidak bertambah, malah menjadi kurang adalah masa berbahaya bagi anak karena risiko:
gizi. - Tidak mendapat energi dan zat gizi cukup bila anak tidak
- Akan lebih sulit membujuk bayi mulai makan makanan padat mendapat cukup MP ASI, makanan keluarga, dan berhenti
pada usia lebih tua. menyusui sebelum umur 2 tahun misalnya karena ibunya
Bayi yang tidak dilatih makan pada umur 6 bulan biasanya hamil lagi.
tidak mau makanan lain selain ASI, susu formula, atau - Sering menderita diare bila MP ASI atau minuman
minuman cair sesudah berumur 1 tahun. Keadaan ini akan terkontaminasi kuman.
menyebabkan bayi kekurangan gizi.6 - Sering memasukkan benda-benda kotor ke mulut sehingga
menyebabkan diare atau cacingan.
Isyarat bayi siap makan1,4,7 -
Bertemu anak-anak atau orang dewasa lain sebagai sumber
Pada umur 6 bulan bayi umumnya sudah mampu infeksi yang dapat menularkan penyakit.
-
memberikan isyarat bahwa bayi telah siap makan MP ASI. Kehilangan kekebalan yang berasal dari ASI padahal belum
- Isyarat berat badan dan perkembangan fisik. Berat badan di mampu membentuk kekebalan sendiri.6
atas 6 kg, kepala dapat ditegakkan, lengan dan siku dapat
menopang berat badan bila berbaring pada perut, tegakkan MP ASI komersial
kepala bila duduk di pangkuan ibu, punggung tegak dalam MP ASI komersial dibuat di pabrik untuk anak berumur di
posisi duduk di pangkuan ibu, dan bayi duduk serta meraih bawah 3 tahun (batita). Misalnya bubur bayi bertahap, biskuit
makanan yang dimakan ibunya. bayi, dan makanan ringan bergizi lainnya.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Keuntungan makanan bayi komersial6 - Tarikan lidah (tongue retraction), menarik kembali lidah ke
- Cepat dan mudah disajikan - tidak perlu dimasak. dalam mulut saat diberi makanan, sendok atau mangkuk.
- Bersih dan aman – bila belum kadaluarsa dan masih utuh - Tarikan bibir (lip retraction), menarik kedua bibir ke dalam
dalam kemasan. bila sendok atau mangkuk didekatkan ke mulutnya.
- Umumnya disukai bayi. - Perlawanan sensorik (sensory defensiveness), reaksi
- Beberapa makanan bayi komersial mengandung cukup berlawanan muncul bila merasakan rangsangan sensorik
energi dan zat gizi. seperti sentuhan, suara, atau cahaya.
Gejala yang timbul bervariasi tergantung penyebab
Kerugian makanan bayi komersial6 kelainan; umumnya meliputi sulit mengunyah, sulit menelan,
- Harga relatif mahal. sulit minum dari botol atau mangkuk, sulit menetek, menolak
- Banyak makanan bayi komersial dibuat untuk bayi berumur makanan padat atau cair, batuk atau tersedak saat makan atau
4 bulan. Padahal usia ini terlalu dini dan dapat mengganggu minum, liur berlebihan, makanan tumpah dari mulut, makanan
produksi ASI dan kerugian lain. keluar dari hidung, katup mulut, muntah selama makan, rewel
- Relatif berbahaya jika disajikan dengan air dingin. Bila air atau tangis bertambah selama makan, hanya mau makanan
terkontaminasi, bayi mungkin sakit. tertentu misalnya makanan cair atau makanan kunyah, berat
- Makanan bayi komersial kadang-kadang tidak ada di pasaran badan tidak bertambah, dan infeksi saluran napas bila makanan
cair terhirup ke saluran napas.9
Kesalahan promosi makanan bayi komersial6 Pencitraan mungkin diperlukan untuk mengetahui
- Sering dipromosi seakan-akan mempunyai keuntungan penyebab pasti. Biasanya perlu ditangani oleh tim meliputi
khusus bagi bayi. dokter anak, psikolog, ahli terapi kerja, ahli terapi fisik, ahli
- Sering dipromosi untuk bayi di bawah 4 bulan gizi dan perawat. Masalah makan berdampak tidak hanya pada
- Tidak dijelaskan bahaya bagi bayi yang peka terhadap fisik tapi juga pada emosi anak. Anak dengan kesulitan makan
makanan komersial. berisiko kekurangan gizi, dehidrasi, dan infeksi saluran napas.
Orang tua harus bijaksana memilih dan memilah mana Tatalaksana anak dengan masalah makan meliputi
yang sesuai bagi anaknya. Jika perlu konsultasi dengan dokter penanganan medik, terapi dietetik untuk memenuhi kebutuhan
anak atau ahli gizi anak.6 anak, perubahan pola makan, perubahan posisi tubuh, terapi
perilaku, desensitisasi makanan, perubahan suhu dan tekstur
MASALAH MAKAN PADA ANAK makanan, latihan penguatan otot mulut, gerakan lidah, dan cara
Anak akan makan bila mempunya selera makan, mengunyah, perbaiki kemampuan mengisap, menyedot, dan
ketrampilan motorik dan sensorik mulut, ketrampilan isap- minum, terapi koordinasi pola isap-telan-napas, mengubah
kunyah-telan, fungsi kendali tubuh, saluran napas, saluran tekstur dan viskositas makanan agar mudah ditelan, dan
cerna, dan kesehatan umum normal. Bila salah satu proses intervensi lain bergantung kebutuhan khusus anak.
tersebut di atas terganggu akan menyebabkan masalah makan Pemeriksaan berkala perlu dilakukan berupa pemantauan berat
pada anak.9 dan tinggi badan dan mencari penyebab. Bila masalah makan
Masalah makan pada anak diartikan sebagai ketidak- diketahui lebih dini akan lebih mudah dicegah sehingga tidak
mampuan anak untuk makan atau anak menolak makan karena menyebabkan kekurangan gizi dan penyulit lain pada anak.9
terdapat kelainan neuromotorik, sumbatan mekanik atau faktor
psikososial. Jadi masalah makan merupakan suatu gejala klinik Anak menolak MP ASI
dan bukan suatu penyakit.7 Anak menolak MP ASI merupakan masalah serius karena
Penyebab masalah makan pada anak meliputi faktor dapat menyebabkan kurang gizi.
organik antara lain seriawan, diare, kecacingan, infeksi salur- Penyebab anak menolak makanan antara lain:
an napas akut, tuberkulosis, kelumpuhan otak, leukemia, - Anak sakit. Selera makan anak berkurang atau hilang bila
kanker, diabetes mellitus; faktor nutrisi misalnya kekurangan ada infeksi, kecacingan, sakit mulut atau sakit tenggorokan.
gizi, atau kekurangan seng (Zn) akan mengurangi selera - Anak tidak senang. Misalnya ibunya sakit, keluar rumah,
makan; atau faktor psikologik misalnya anak harus mengikuti atau baru melahirkan. Anak membutuhkan ekstra perhatian
aturan makanan yang ketat atau ibu memaksa anak makan.10 dan kasih sayang terutama menjelang makan.
Makan bukan berarti hanya memberikan nutrisi pada bayi - Gigi anak sedang tumbuh. Berikan benda bersih dan keras
tapi juga memberikan dasar ketrampilan sosial, kognitif, untuk dikunyah misalnya sendok.6
motorik, dan komunikasi. Makan memberikan kesempatan Beberapa anak hanya mau ASI atau air, jus buah, atau
pertama komunikasi antara ibu dan bayi. minuman lain dari botol susu, sehingga anak gagal tumbuh dan
Masalah makan akibat kelainan motorik mulut,5 meliputi: kurang gizi. Hal ini bukan karena terlalu lama minum ASI
- Refleks tonik menggigit (tonic bite reflex), menutup rahang tetapi karena cara pengenalan MP ASI yang keliru; misalnya:
sekuat-kuatnya bila gigi dan gusi dirangsang. - Baru memberikan MP ASI saat bayi berumur 9 bulan.
- Tolakan lidah (tongue thrust), tolakan lidah kuat dan - Mencoba memaksa anak untuk makan makanan yang tidak
berulang bila mulut dirangsang. disukai anak sehingga merupakan pengalaman tidak menye-
- Tolakan rahang (jaw thrust), rahang dibuka sekuat-kuatnya nangkan bagi anak.
dan selebar-lebarnya saat makan atau minum.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 53


- Kebiasaan memberikan ASI pada jam makan atau beberapa - Jangan berikan roti isi sosis daging (hot dogs), kacang-
menit sebelum jam makan keluarga. kacangan, anggur, jagung bakar (popcorn), gula-gula, atau
- Anak banyak makan makanan ringan dan minuman manis. sayuran mentah yang keras karena risiko bayi tersedak
- Memberikan MP ASI semipadat dalam botol susu. - Berikan sayuran atau buah lumat untuk menjamin kecukupan
Untuk mengatasi masalah ini maka: vitamin C dan sayuran kuning atau hijau kehitaman untuk
- Memulai MP ASI yang sesuai komposisinya dengan umur mendapat tambahan vitamin A.
bayi. - Mulai coba sebagian makanan keluarga yang dimasak untuk
- Memperhatikan selera makan anak dan memberikan kasih keluarga.
sayang terutama bila anak sakit atau ibu baru melahirkan. - Jika bayi mulai mengunyah, berikan makanan genggam dan
- Jangan pernah memberi MP ASI dalam botol susu.6 jamin kebersihan dan keamanan makanan tersebut.
- Perlahan-lahan menambah jumlah makanan, jam makan
perhari, dan variasi makanan sehingga saat anak berumur 1
KIAT PEMBERIAN MAKANAN PADA BATITA4,6,7 tahun sudah makan aneka variasi makanan 4 5 kali sehari.
Bayi umur 6 – 9 bulan
- Berikan MP ASI bila bayi berumur 6 bulan dan ASI tetap Anak umur 1-3 tahun
dilanjutkan. - Sekarang ASI berfungsi sebagai pendamping makanan
Jangan berikan MP ASI pada umur 4 bulan walaupun untuk utama. Namun, ASI tidak harus digantikan oleh makanan
membiasakan bayi. utama. Lanjutkan ASI terutama malam hari.
- Berikan 1-2 sendok bubur bayi semipadat 1 atau 2 kali - Berikan makanan utama pada anak 5 kali sehari. Misalnya 2
sehari. Sebaiknya diberikan sesudah bayi minum ASI. kali makanan keluarga, satu kali bubur kaya energi dan zat
- Bila bayi sudah terbiasa dengan satu jenis MP ASI, cobalah gizi, dan 2 kali makanan genggam atau makanan ringan
jenis lain. Misalnya sayuran atau buah lumat bersama bubur bergizi setiap hari.
bayi atau rentang waktu terpisah. - ASI dapat melengkapi 1/3 atau lebih energi, protein, zat besi,
- Gunakan sendok atau mangkuk untuk memberi MP ASI. vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan oleh anak
Jangan masukkan makanan ke dalam botol susu. Botol relatif umur 1-2 tahun. ASI dapat menambah zat gizi bila kurang
sulit dibersihkan dan mengganggu kemampuan bayi diperoleh dari makanan keluarga.
mengisap dari payudara. - ASI masih dapat melengkapi zat gizi sesudah umur 2 tahun.
- Cobalah satu jenis makanan baru setiap 4-7 hari untuk Namun menjelang umur 3 tahun, anak biasanya hanya
mengetahui toleransi bayi terhadap makanan. minum sedikit ASI siang atau malam hari. ASI saat ini
- Jika bayi mulai siap mengunyah berikan makanan lunak hanya melengkapi sebagian kecil zat gizi yang dibutuhkan
dengan aneka tekstur anak tetapi dapat merupakan makanan ringan yang berguna
- Jika bayi mulai menggigit mainan berarti sudah mampu dan menyenangkan anak.
makan makanan genggam ( finger’s food ) seperti biskuit - ASI tetap masih melindungi anak terhadap beberapa penyakit
bayi, kue kering, roti panggang, sereal kering tidak manis, infeksi sampai anak berumur 3 tahun dan merupakan sumber
buah mentah lunak, atau irisan sayuran rebus. penting zat gizi dan kebahagiaan bagi anak yang sakit.
- Makanan genggam berguna untuk mempersiapkan bayi - Bila perlu tambahkan sedikit margarine, mentega, minyak,
makan sendiri bila bayi sudah mampu mengkoordinasi krem keju; kalori ekstra berasal dari lemak.
gerakan tangan-mulut. - Hindari makanan ringan tidak berkalori atau kalori rendah,
- Jika bayi mulai siap menggunakan sendok dan makanan misalnya berbagai jenis kerupuk, keripik, jelly, agar-agar,
irisan, mulailah dengan variasi tekstur sehingga bayi terbiasa gula-gula, minuman soda, teh atau kopi, yang akan
dan tidak menolak bila diberikan pada kesempatan mengurangi selera terhadap makanan utama.
berikutnya. Boleh dicoba minuman teguk dari mangkuk. - Biarkan anak mengisyaratkan telah kenyang dan jangan
- Biarkan ibu sendiri yang memberi makan agar bayi merasa memaksa anak menghabiskan semua makanan di piring.
aman, senang dan bahagia. Bila bayi sudah terbiasa makan, - Jangan melakukan bermacam “trik” agar anak makan. Tugas
orang lain dapat membantu memberi makan. ibu hanya menyiapkan makanan sehat dan seimbang. Bila
- Lanjutkan ASI kapan saja bayi meminta, sekurang- lapar, anak akan makan dan bila tidak, dia akan makan di
kurangnya 10 kali sehari. jam makan berikutnya.
- Ibu boleh memutuskan jenis makanan dan kapan harus
Bayi umur 9-12 bulan makan tapi anak yang menentukan apakah segera atau
- Lanjutkan ASI sesering mungkin. ASI tetap sebagai menunda makan dan jumlah makanan yang akan dimakan.
makanan utama dan MP ASI sebagai makanan tambahan.
MP ASI tidak harus menggantikan ASI. Memperkenalkan makanan baru
- Jika bayi mulai mampu menggunakan sendok dan minum - Mulai coba satu jenis makanan baru pada setiap kali makan
dari mangkuk, berikan makanan keluarga misalnya bubur - Konsistensi makanan sesuai usia anak dan dinaikkan secara
kaya energi dan zat gizi dan makanan genggam. Sajikan 3 bertahap dari makanan cair, semipadat sampai padat.
kali makanan utama dan 1-2 kali makanan genggam setiap - Mulai dengan porsi kecil, kemudian berangsu-angsur
hari. ditambah bila anak sudah terbiasa.

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


- Tawarkan makanan baru dalam suasana santai dan SIMPULAN
menyenangkan Kekurangan gizi disebabkan oleh asupan energi dan zat
- Jangan paksa bila anak tidak menyukai makanan tertentu; gizi tidak adekuat atau penyakit infeksi, atau keduanya. ASI
dapat dicoba lagi saat usia anak bertambah. Namun, bila eksklusif dianjurkan selama 6 bulan untuk memenuhi
anak tetap tidak menyukai makanan tersebut, cari makanan kebutuhan energi dan zat gizi bayi. Pengenalan makanan
pengganti yang lain. pendamping ASI dimulai pada usia 6 bulan dan ASI tetap
- Hindari makanan pedas, bumbu masak dan gorengan dipertahankan sampai 2 tahun.
- Buat menu dengan variasi warna, aroma, tekstur, dan bentuk Jangan memaksa anak makan; percayakan pada pusat
makanan sesuai usia anak dan sajikan di piring dengan kendali selera makan di otak anak. Tugas orang tua hanyalah
hiasan misalnya irisan jeruk atau peterseli agar tampak menyajikan makanan sehat dan seimbang. Bila anak lapar, ia
menarik. akan makan dan bila tidak lapar, ia akan makan di lain waktu.
- Orang tua jangan menunjukkan ketidaksukaan pada makanan Jangan menyuapi anak bila ia mampu makan sendiri.
tertentu. Batasi makanan ringan atau cairan berkalori rendah yang
mengurangi selera makan anak terhadap makanan utama
Minuman untuk anak batita misalnya kerupuk, keripik, teh, kopi, minuman bersoda, gula-
Jangan berikan minuman manis atau bergula pada anak gula, jelly, atau agar-agar.
batita.
- Pada anak batita terutama di bawah 6 bulan, minuman manis
bergula akan mengurangi selera makan, mengganggu jadual Kepustakaan
pemberian ASI dan menyebabkan diare. 1. Integrated Management of Childhood Illnesses.The Information Package,
- Gula hanya memberi energi; anak sudah mendapat cukup 1999. www. WHO/UNICEF
energi dan zat gizi dari ASI atau MP ASI. 2. Palmer S , Horn S. Feeding Problem in Children. Development Disorders
- Kadang-kadang gula ditambah dalam suplemen vitamin D In: Pediatric Nutrition.. . Palmer S , Ekvall S. (eds). Springfield; Charles
C. Thomas Publ. 1978.
yang relatif mahal padahal vitamin D terbanyak dan gratis 3. Cloud H. Feeding problems of the child with special health care needs. In.
didapat dari sinar matahari pagi. Pediatric Nutrition in chronic disease and developmental disorders.
- Makanan atau minuman manis antara lain: sirup manis, gula- Prevention, assessment and treatment..Ekvall S (ed.). New York–Oxford
gula merupakan sumber utama kerusakan gigi anak. University Press, 1993.
4. www. Eating tips for children-young toddler. Htm
- Jus buah komersial, minuman soda dan sejenisnya tidak baik 5. Lane SJ, Cloud HH. Feeding problems and intervention: an
bagi anak karena mengandung gula, zat warna, pengawet, interdisciplinary approach. Top Clin nutrition 1988.
dan penyedap. Buah segar dan makanan alamiah lebih murah 6. King SV,Burgess A. Starting other foods. In : Nutrition for developing
dan relatif aman. countries. 2nd ed. Oxford Medical Publications. Oxford University Press,
1996.
- ASI cukup mengandung Vitamin C untuk bayi sedangkan jus 7. www. Guidelines for success feeding. Files.adobe acrobat doc.
buah tidak mengandung protein atau kalsium sehingga tidak 8. www.World Health Assembly. Recommends Exclusive Breastfeeding
membantu bayi bertumbuh. for First Six Months.
- Air putih sudah diperoleh dari ASI atau MP ASI. Bila mem 9. www. Feeding and Swallowing Disorders in Infants and children.
10. Samsudin. Penyebab dan tatalaksana kesulitan makan. Pertemuan Ilmiah
berikan air putih atau jus buah, batasi 90-120 ml perhari Berkala II IDAI Yogyakarta, 1992. 99
sesudah bayi berumur 9-12 bulan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 55


apsul
PEDOMAN PENGGUNAAN
KONTRASEPSI ORAL ESTROGEN-PROGESTIN PADA WANITA
VARIABEL PEDOMAN ACOG (tahun 2000) PEDOMAN WHO (tahun 2000)

Perokok, usia lebih dari 35 tahun


< 15 batang/hari Risiko tak dapat diterima Risiko umumnya lebih besar dari manfaat
≥ 15 batang/hari Risiko tak dapat diterima Risiko tak dapat diterima

Hipertensi
Terkontrol Risiko dapat diterima; tidak Risiko biasanya lebih besar dari manfaat
mencantumkan definisi hipertensi jika sistolik 140 – 159 mmHg dan
terkontrol diastolik 90 – 99 mmHg
Tidak terkontrol Risiko tak dapat diterima; tidak Risiko tak dapat diterima jika sistolik ≥
mencantumkan definisi hipertensi tak 160 mmHg atau diastolik ≥ 100 mmHg
terkontrol

Riwayat stroke, penyakit jantung iskemik Risiko tak dapat diterima Risiko tak dapat diterima
atau tromboemboli vena

Diabetes Risiko dapat diterima jika tidak ada risiko Manfaat lebih besar dari risiko jika tidak
kardiovaskular lain dan tidak ada ada kerusakan end-organ dan diabetes
kerusakan end-organ diderita ≤ 20 tahun.

Hiperkholesterolemi Risiko dapat diterima jika LDL < 160 Manfaat/risiko tergantung ada/tidaknya
mg/dl dan tidak ada risiko kardiovaskular risiko kardiovaskular lain.
lain

Faktor risiko kardiovaskular multipel Tidak disebut Risiko biasanya lebih besar dari manfaat,
atau tidak dapat diterima, tergantung
faktor risikonya.

Nyeri kepala migren


Usia ≥ 35 tahun Risikonya umumnya lebih besar dari Risiko biasanya lebih besar dari manfaat
manfaat
Disertai gejala fokal Risiko tak dapat diterima Risiko tak dapat diterima

Kanker payudara
Masih ada Risiko tak dapat diterima Risiko tak dapat diterima
Riwayat ada, tidak aktif selama 5 tahun Risiko tak dapat diterima Risiko umumnya lebih besar dari manfaat
Riwayat keluarga kanker payudara atau Risiko dapat diterima Risiko dapat diterima
ovarium

Sediaan yang dianjurkan Etinil estradiol < 50 ug dengan Etinil estradiol ≤ 35 ug


progestin dosis sekecil mungkin tidak menyinggung progestin

Dari : Petitti DB. Combination Estrogen-Progestin Oral Contraceptives. N Engl J Med 2003; 349: 1443-50
ACOG : American College of Obstetricians and Gynecologists
WHO : World Health Organization
brw

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


English Summary
Sambungan dari halaman 4. infections is 7 times, with HPV 16 KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PRAC-
infection is 5,5 times, with HPV 18 TICE ON SEXUALLY TRANSMITTED
RISK OF HIGH-GRADE CERVICAL infection is 6,5 times than those DISEASE AND FACTORS INFLUEN-
INTRAEPITHELIAL LESION IN HUMAN who are not infected. Patients with CING PREMARITAL INTERCOURSE
PAPILLOMA VIRUS TYPE 16 AND 18 HSIL mostly infected by HPV 18 . AMONG PT FLOWERS INDONESIA
INFECTED WOMEN WORKERS
Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 13-17
I.G.N. Darmaja*, K. Suwiyoga*, gnd, ksu, iga Sarwanto, Suhartono Adjik
I.G.A. Artha**
Health Technology Research Center,
*
Dept. of Obstetrics and Gynecology HISTOPATHOLOGICAL CHORIOAM- Department of Health, Surabaya,
and **Dept. of Pathological Anatomy, NIONITIS AS RISK FOR PRETERM Indonesia
Faculty of Medicine, Udayana LABOR IN SANGLAH HOSPITAL
University, Denpasar, Bali, Indonesia A research on the knowledge,
K. Suardana*, A.A.N. Jaya attitude, and practice of STD
Objective : To examine the role of Kusuma*, K. Suwiyoga*, A.A.A.N. (Sexual Transmitted Diseases) and
HPV 16 and 18 infection as risk Susraini** the influencing factors on
factor for high grade squamous premarital intercourse among
intraepithelial lesions. *Dept. of Obstetrics and Gynecology, adolescent workers was conduct-
Subjects and methods : Case **Dept. of Pathological Anatomy, ed using secondary data from
control study on 31 high-grade SIL Faculty of Medicine, Udayana
the Development of Health
(HSIL) compared with 30 control at University, Sanglah Hospital,
Denpasar Services Model Research on HIV /
the Obstetrics and Gynecology AIDS Infected Prevention for
Polyclinics Faculty of Medicine Adolescent Workers (Step II) in
Objective : To examine the role of
Udayana University/Sanglah Gene- 1999 / 2000. The case studies
histopathologic chorioamnionitis
ral Hospital Denpasar. Specimen research was conducted at PT.
as risk factor for preterm labor.
from endo and ectocervical was Flower Indonesia Pasuruan East
Subjects and method : A retro-
aqcuired by scraping and then Java.
spective cohort study was done on
analysed by PCR. By using multivariate logistic
27 chorioamnionitis cases com-
Result : HPV 16 and 18 infections in regression analysis (PIN = 0,15
pared with 27 control at delivery
HSIL were found in 22 cases (71%), and POUT = 0,20) out of 11
room Sanglah Hospital Denpasar.
in control 10 cases (32,3%); HPV identified variables that may
Chorioamnionitis was diagnosed
16 infection in HSIL was found in 16 substantially influenced the inci-
histopathologically.
cases (51,6%), in control 7 cases dence of premarital intercourse
Result : Preterm labor was found in
(22,6%). HPV 18 infection in HSIL among adolescent workers, only
62,96 % of chorioamnionitis group
was found in 17 cases (54,8%), in 3 variables have been identified:
and in 22,22 % of control group.
control 6 cases (19,4%). length of work in the industry (p =
(RR 2,83, 95%CI 2,33 – 4,96,
HPV 16 and 18 infection carry 7 0,0779), income (p = 0,0426)
times higher risk - OR 7 (95% CI : χ2=9,16, p= 0,002). Without
chorioamnionitis approximately and knowledge (p = 0,1119).
1,16-42,15), x2=7,5 , p=0,04. HPV The risk (Odd ratio) for prema-
16 carries 5,5 times higher risk - OR 47,78 % preterm labor can be
prevented rital intercourse among adoles-
5,5 (95% CI : 1,003-30,15), x2=4,9 cent workers who work in the
, p=0,02. HPV 18 infection carries Conclusions : The risk of pretrm
labor in women with chorioam- industry for 5 years or more was
6,5 times higher risk - OR 6,5 (95% 3.5. The risk of adolescent workers
CI : 1,09-36,68), x2=6,7 , p=0,007 nionitis was 2,83 times compared
with women without chorioamnio- with income of Rp 200.001,- to Rp
for HSIL. Approximately 63% and 250.000,- was 1.6, and among
67% HSIL can be prevented if HPV nitis.
adolescent workers with low know-
16 and HPV 18 infection were ledge (score less than 79) the risk
Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 18-21
eradicated. ksu, njk, ksu, ans was 1.2 .
Conclusions : Risk of HSIL in Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 46-51
patients with HPV 16 and 18 swt, sua

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 57


RISK OF IMMINENT PRETERM LABOR RISK OF PRETERM LABOR IN C. FEEDING STRATEGIES FOR
IN PREGNANCY WITH URINARY TRACHOMATIS INFECTION CHILDREN
TRACT INFECTION
A.A.N.M.A. Putra Wirawan*, A.A.N. Husein Albar
I Nyoman Nuada*, Made Kornia Jaya Kusuma*, D.M. Sukrama**,
Karkata*, Ketut Suastika** M. Dharmadi.*** Dept. of Child Health, Hasanuddin
University, Makassar, South Sulawesi,
*Dept. of Obstetrics and Gynecology *Dept. of Obstetrics and Gynecology, Indonesia
**Dept. of Internal Medicine, Faculty Sanglah Hospital, Udayana University,
of Medicine, Udayana University, Denpasar, Indonesia Malnutrition may be caused by
Denpasar, Indonesia **Dept. of Pharmacology, ***Dept. inadequate nutrient and energy
of Public Health, Faculty of Medicine, intake or infectious diseases or
Objective : To determine the risk of Udayana University, Denpasar, both. Exclusive breastfeeding is an
threatened preterm labor on Indonesia ideal nutrition and energy supply
pregnant women with urinary tract sufficient to support optimal growth
infection. Objective : To determine the risk and development during the first 6
Design and method : Case-control of threatened preterm labor on months. Solid foods should be
study on 50 women who visited pregnant women with Chlamydia introduced after six months of age
labor ward and obstetric polyclinic trachomatis infection. and breastfeeding remains to be
in Sanglah Hospital; 25 with threat- Design and method : A case- continued up to two years.
ened preterm labor and other 25 control study on 20 women with Parents may decide what and
as control (term pregnant women infection compared to 20 control. when to feed, but children
not in labor). The urine culture, All were patients in obstetric decides when to eat and how
colony count and sensitivity test gynaecological clinics. Both much they will eat; therefore,
was performed on their mid groups underwent endocervical parents have to let children control
stream urine swab and PCR examination for their appetite. Do not feed a child
Result : Urinary tract infection was Chlamydia trachomatis detection. but encourage the child to learn
found in 20% in case group and Result : Chlamydia trachomatis how to feed him or herself. Snacks
12% in control group. Odds Ratio infection was found in 80,00% of or drinks containing low nutrients
1,83,not significant (x2 = 0,595 , p case group and in 25,00% of and calories should not be offered
= 0,702). Urine culture found that control group ( p=0,001 ; Odds because the child may lose the
E.coli was the most frequent bac- ratio 12,00; 95% CI : 2,70 – 53,33). appetite toward more important
teria; sensitive to amoxycillin, The risk of threatened preterm regular food.
mecilinam, Bactrim@, Ciproflox- labor in women with Chlamydia
acin and Fleroxacin. trachomatis infection was 12,00 Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 52-56
Conclusion : The risk of threatened times compared with women hua
preterm labor among pregnant without infection of Chlamydia
women with urinary tract infection trachomatis.
was 1,83 compared with pregnant
women without urinary tract infect- Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 22-26
ion. apw, njk, dms, mdh

Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 21-31


inn, mkk, kes

All things are double, one against another


Good is set against evil, and life againts death.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


INFORMATIKA KEDOKTERAN

Perkembangan Internasional Informatika Kedokteran

APAMI GA, Kuala Lumpur- Malaysia 6 April 2004.

International Medical Informatics Association (IMIA) APAMI (Asia Pacific Association for Medical Informatics)
adalah organisasi non profit tingkat dunia, bergerak dalam APAMI yang didirikan sejak tahun 1993, saat ini (APAMI
bidang Informatika Kedokteran yang dikenal WHO. General Assembly, April 2004) memiliki 10 anggota (Korea,
Taiwan, Malaysia, Hongkong, Jepang, Sri Lanka, Singapura,
Informatika Kedokteran menjadi suatu bidang yang Filipina, Thailand, Vietnam) dan 1 observer (Indonesia). Pada
berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan dunia pertemuan tersebut, pengurus APAMI yang terlibat adalah:
Teknologi Informasi. IMIA atau International Medical - Prof Kwak Yun Sik dari Korea selaku Presiden APAMI,
Informatics Association merupakan organisasi dunia yang - Prof Jack Li Yu-Chuan dari Taiwan sebagai Vice-
diakui oleh WHO. Berawal dari organisasi International President
Federation of Information Processing (IFIP) membentuk - Dr HM Goh, Malaysia menjabat sebagai Sekretaris dan
Komite Teknikal 4 (TC4) yang berfokus pada komputerisasi - Dr CP Wong, dari Hongkong sebagai Bendahara
bidang-bidang yang berhubungan dengan kesehatan (health-
related computing). Pada tahun 1989, IMIA resmi berdiri (di Kegiatan di Indonesia
bawah undang-undang Swis). Saat ini IMIA, selain mempunyai Indonesia merupakan negara yang aktivitas kedokteran
organisasi afiliasi dengan IFIP juga dengan International informatikanya sering luput dari percaturan di dunia. Meskipun
Federation of Health Records Organizations dan tentu, WHO. banyak kegiatan dalam bidang ini yang telah dilakukan oleh
praktisi-praktisi di Indonesia, tetapi pelaporannya ke organisasi
Keanggotaan IMIA seperti APAMI/IMIA masih sering on – off. Kadang-kadang
Sebagai asosiasi dari kelompok masyarakat, saat ini IMIA dilaporkan, kadang-kadang tidak. Oleh karena itu, sampai
mempunyai jenis-jenis keanggotaan seperti keanggotaan berita ini diturunkan status Indonesia masih dianggap sebagai
(diakses Mei 2004 dari http://www.imia.org): pengamat atau observer saja. Dalam pertemuan APAMI di
1. Institusi Akademik (25 akademik) Kuala Lumpur, penulis menjadi observer dari Indonesia.
2. Institusi Korporat (12 korporat) Mudah-mudahan ke depan, Indonesia bisa tetap eksis
3. Kelompok Nasional atau Asosiasi (41 negara) untuk selalu melaporkan aktivitasnya sehingga bisa
4. Koresponden (57 orang) memperoleh dukungan dari APAMI maupun IMIA.

Selain jenis keanggotaan di atas, IMIA juga mengenal 4


kelompok regional seperti: European Federation for Medical (Bagi yang ingin memperoleh CD-ROM hasil kegiatan ini,
Informatics (EFMI), Asia Pacific Association for Medical silakan kontak dr_erik_tapan@yahoo.com (dr. Erik Tapan,
Informatics (APAMI), Helina (African Region) dan Federation MHA)
of Health Societies in Latin America (IMIA- LAC).

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 59


Kegiatan Ilmiah

Holistic Approach in Brain-Heart and Mind Diseases, Hotel JW Simposium Terapi Cairan Kalbe Farma di KONAS VII IDSAI,
Marriot Surabaya, 12 Juni 2004 Makassar 15 Juli 2004
Hipertensi dialami sekitar 1 milyar orang di seluruh dunia. Angka Di hari pertama KONAS VII IDSAI di Makassar, PT Kalbe
kejadian bisa meningkat pesat jika tidak ada langkah-langkah pen- Farma menyelenggarakan symposium Fluid Therapy. Dalam simpo-
cegahan. Demikian dikatakan Prof Dr. Djoko Soemantri, dr Sp JP, saat sium ini dr. Sun Sunatrio, SpAn menyampaikan topik Intraoperative
membawakan topik pertama dalam Seminar Sehari Holistic Approach Fluid Management and Choice of Fluid, dan dalam presentasinya
in Brain-Heart and Mind Diseases di Surabaya, Sabtu 12 Juni yang beliau menyampaikan bahwa tata laksana cairan merupakan bagian
lalu. Acara yang disponsori oleh Divisi Discovery PT Kalbe Farma penting penanganan pasien selama masa perioperatif.
Tbk ini dihadiri sekitar 250 dokter-dokter dari Surabaya dan sekitar-
nya. Tampil dalam seminar sehari ini, 4 orang dokter ahli yaitu Prof. Seminar “Obrolan Manis” bagi penderita Diabetes Melitus, Hotel
Dr. Djoko Soemantri, SpJP(K), Prof. Dr. Djoenaidi Widjaja, SpS(K), Borobudur Jakarta, 17 Juli 2004
Prof. Dr. Hendro Martono, SpPD,KEM, Dr. Marlina S Mahjudin, Bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, 17 Juli 2004 yang lalu,
SpKJ(K) yang kesemuanya adalah para dosen pengajar dan konsultan diselenggarakan Seminar "Obrolan Manis" bagi penderita Diabetes
dari FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (tampak dalam foto Melitus. Menurut pelaksana, seminar ini diselenggarakan guna me-
pemberian kenang-kenangan kepada Prof. Djoenaidi Widjaja dr. masyarakatkan pengetahuan mengenai kencing manis atau Diabetes
PhD, Sp. S(K)) Melitus. Para pembicara terdiri dari pakar DM seperti: dr Benyamin
Lukito, SpPD, dr Yusak MT Siahaan SpS, dr Mega Imeyati, SpRM,
Laporan lengkap dari simposium, bisa diakses di dengan menampilkan moderator Ayu Diah Pasha.
http://www.kalbe.co.id/seminar. Pada topik yang diberi tanda
Breaking News, berarti peserta simposium bisa memperoleh Seminar ke-2 IKCC, Jakarta 19 Juni 2004
berita dalam bentuk cetak (print) bersamaan dengan acara di Tidak semua penderita gagal ginjal memperoleh informasi me-
Stand Kalbe Farma, dan bisa langsung diakses pada homepage ngenai cara diet yang baik dan benar. Banyak diantaranya begitu takut
Kalbe Farma dan sangat membatasi diri untuk mengkonsumsi pelbagai jenis makan-
an yang mengakibatkan tubuh bertambah kurus dan lebih memper-
parah penyakitnya. Demikian dikatakan ahli gizi, Ibu Triyani
Simposium Telemedicine 2004, Yogyakarta 10 Juli 2004 Kresnawan, DCN, saat memberi informasi pada acara bulanan IKCC
Dengan berkembangnya berbagai teknologi informasi dan yang lalu.
komputer khususnya, saat ini telah ada asosiasi yang menghimpun
praktisi medis di dunia yang tergabung dalam International Medical Temu Ilmiah Penanganan Terkini MCI Akut, Jakarta, 12 Agustus
Informatics Association (IMIA). Sedangkan di Indonesia baru-baru ini 2004
telah didirikan asosiasi serupa dengan nama Indonesia Health Infor- Pada keadaan Acute Myocardial Infarction, terapi reperfusi ter-
matics Association (INAHIA), demikian dijelaskan Dr. Moedjiono, diri dari (1)Farmakologikal/fibrinolisis dan (2) Mekanikal. Farmako-
MSc., saat memberi presentasi yang berjudul "Masa Depan Teknologi logikal atau pemberian obat-obatan berupa Streptokinase, rt-PA dan
Informasi bagi Terciptanya Health Information System" pada acara Atelplase. Sedangkan Mekanikal adalah tindakan PTCA ataupun
Simposium Telemedicine 2004 di Yogyakarta. Website Kalbe Farma, Bedah. Demikian diutarakan Yoga Yuniadi, Spesialis Penyakit
http://www.kalbefarma.com sebagai salah satu sumbangsih Kalbe Jantung & Pembuluh Darah RS Mitra Keluarga Kelapa Gading saat
Farma, dalam bidang Informatika Kesehatan. memberi ceramah pada acara Ramah Tamah dan Temu Ilmiah
Penanganan Terkini MCI Akut.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 142, 2004


Seminar ke-3 IKCC, Jakarta 17 Juli 2004 Korea, beberapa waktu lalu. Acara ini menghadirkan pembicara dari
Selain menyaring kotoran dan hasil metabolisme, ginjal juga berbagai negara, bukan hanya negara Asia saja namun para ahli dari
berfungsi mengeluarkan hormon yang bisa meningkatkan hemoglobin. Australia, Switzerland, Perancis, USA dan Inggris juga turut berbagi
Oleh sebab itu, penderita dengan masalah ginjal berisiko menderita pengetahuan.
kurang darah atau anemia. Demikian penuturan dr Pudji Rahardjo
SpPD-KGH dalam acara pertemuan bulanan IKCC (Indonesian Kongres Nasional VII IDSAI (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kidney Care Club). Anestesiologi Indonesia)
Kongres Nasional IDSAI ke-7 tahun 2004 mengangkat tema
Liver Up-Date 2004, Hotel Borobudur Jakarta, 4-6 Juni 2004 “High Tech and High Touch in Anesthesia”. Acara yang diselenggara-
Saat ini pendekatan terapi untuk kasus hepatitis B kronik (CHB) kan oleh bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif FK Universitas
meliputi immunomodulator (contohnya interferon (IFN), pegylated Hasanuddin ini bertempat di Hotel Sahid Jaya Makassar, dari tanggal
(peg) IFN, thymosin alpha, vaksinasi), dan supresi virus misalnya 15 hingga 17 Juli 2004..
nukleosida analog (lamivudin /LAM, adefovir, dan entecavir). Be-
berapa studi terapi kombinasi (COMBO) antara IFN plus lamivudin Pelatihan Dasar Penatalaksanaan DM, Ruang Kuliah Penyakit
(LAM) memperlihatkan serokonversi HbeAg sekitar 36% dibanding Dalam FKUI/RSCM, 18-19 Juni 2004
dengan 22% IFN tunggal dan 19% LAM tunggal. Bertempat di Ruang Kuliah Penyakit Dalam FKUI/RSCM,
beberapa waktu lalu telah diadakan kegiatan pelatihan dasar penata-
Dokter Indonesia Masa Depan, FKUI - Jakarta, 8 Juni 2004 laksanaan diabetes mellitus bagi dokter umum. Kegiatan yang diada-
Dokter Indonesia masa depan harus memiliki pola pikir kan oleh Pusat Lipid dan Diabetes serta Divisi Endokrin-Metabolik
"Paradigma Sehat". Demikian dikatakan Prof. Dr. dr. Farid Anfasa FKUI/RSCM ini diikuti oleh 31 orang dokter dari Jakarta dan luar
Moeloek, SpOG (K), saat memberi presentasi pada acara Kuliah Jakarta, yang bekerja baik di rumah sakit pemerintah atau swasta,
Umum hari Rabu lalu (8/6). Acara yang diselenggarakan oleh Unit Puskesmas, dokter perusahaan, dan juga dokter praktek dan klinik
Pendidikan Berkelanjutan (PKB)/CME FKUI ini, berlangsung di swasta.
Ruang Aula FKUI Salemba Jakarta dan diikuti oleh berbagai peserta
yang terdiri dari mahasiswa, guru tamu, pimpinan fakultas, dan Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular III dan KARIMUN
undangan lainnya. Materi presentasi PDF 338 KB bisa di download di III, Hotel Sahid Jaya Jakarta, 16-18 Juli 2004
http://www.kalbe.co.id. Bertempat di Hotel Sahid Jaya Jakarta, beberapa waktu lalu
Departemen Penyakit Dalam FKUI mengadakan seminar tiga hari
4th Jakarta Nephrology Hypertension Couse (JNHC), Hotel yang dihadiri oleh sekitar 300 dokter umum, spesialis penyakit dalam,
Borobudur Jakarta, 28-30 Mei 2004 spesialis jantung, dan lain-lain. Acara ini berlangsung dari tanggal 16
Insiden kejadian batu ginjal di negara maju, contohnya Amerika, sampai dengan 18 Juli 2004 dan bertajuk: “Pendekatan Holistik
adalah 36/100.000 penduduk setiap tahunnya. Sedangkan data di Penyakit Kardiovaskular III dan KARIMUN III”, mencakup topik-
Indonesia sendiri, salah satunya dari RS Sanglah Denpasar, menyebut- topik seputar Kardiologi (Endokrin)-Respirasi-Alergi Imunologi..
kan kasus batu ginjal mencakup 63,7 % dari seluruh terapi urologi PIT Interna, Hotel Sahid Jaya Jakarta, 30 Juli -1 Agustus 2004
pada tahun 2000 - 2003. Penyebab tersering dari penyakit ini adalah 2004
adanya kondisi diabetes mellitus, yang dikatakan mencakup hingga 48 Sekitar 500 dokter umum maupun spesialis mengikuti acara
% di luar negeri. Pertemuan Ilmiah Tahunan Interna yang diadakan di Hotel Sahid Jaya
Jakarta. Acara yang diselenggarakan oleh Bagian Penyakit Dalam
First Annual of PERDICI Meeting, Hotel Grand Melia, 4 - 5 Juni FKUI/RSCM ini menyajikan beragam topik dari bidang gastro-
2004 hepatologi, onkologi, ginjal-hipertensi, metabolik-endokrin, psikiatri,
Ada banyak fungsi albumin, yang merupakan salah satu protein dan lain-lain. Tampil sebagai pembicara antara lain adalah Prof. Dr.
penting dalam tubuh. Satu di antaranya adalah menjaga keseimbangan Daldiyono, SpPD, KGEH, Prof. Dr. Endang Susalit,SpPD-KGH, Prof.
tekanan onkotik; pada keadaan normal albumin menyumbang 80% Dr. Sarwono Waspadji,SpPD-KEMD, Prof. Dr. Miftah,SpPD-KKV
tekanan osmotik karena besarnya molekul dan banyak muatan negatif dan lain-lain.
(the Gibbs-Donnan effect). Demikian dijelaskan Dr.Untung Widodo,
Sp An KIC pada kuliahnya dalam acara First Annual of PERDICI KONKER PGI XII, PEGI XII, dan PPHI XIII, Yogyakarta 31
Meeting di Jakarta beberapa waktu lalu. Juli – 1 Agustus 2004
Pada tanggal 31 Juli – 01 Agustus 2004 yang lalu, telah di-
Pelatihan Perawatan Kaki Diabetik, FKUI/RSCM, 7-9 Juni 2004 selenggarakan acara Kongres Kerja PGI (Perkumpulan Gastro-
Pada penderita diabetes, masalah kaki diabetik merupakan salah enterologi Indonesia) XII, PEGI (Perkumpulan Endoskopi Gastro-
satu komplikasi yang sangat ditakuti. Masalah ini menjadi penting enterologi Indonesia) XII, dan PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
karena membawa dampak yang sangat besar baik terhadap penderita, Indoensia) XIII. Acara yang dihadiri oleh sekitar 400 dokter dari
keluarga, maupun pemerintah karena membutuhkan perawatan yang berbagai daerah di Indonesia tersebut bertempat di Hotel Sheraton
lama, biaya yang tidak sedikit dan risiko terjadinya gangren dan Mustika Yogyakarta.
amputasi yang cukup besar. Pengenalan terhadap faktor-faktor risiko
dan kelainan dini pada kaki diabetik akan sangat bermanfaat terhadap Short Course Quantitative Clinical Research oleh Netherland
usaha pencegahan atau menurunkan kejadian kasus ini. Institute of Health Science, 28 Juni - 2 Juli 2004 di FKUI
Program pasca sarjana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
The 13th Congress of WPACCM, Seoul, 10-13 Juni 2004 Universitas Indonesia, mengadakan short course dengan mendatang-
Western Pasific Association of Critical Care Medicine kan para pengajar dari Netherland Institute of Health Science, di
(WPACCM) menyelenggarakan kongres ketigabelasnya bersamaan Belanda, selama 2 minggu dari tanggal 28 Juni sampai 2 Juli yang
dengan kongres tahunan ke-24 KSCCM (Korean Society of Critical lalu. Program ini sudah berjalan selama 2 tahun dan rencananya akan
Care Medicine). Kongres yang diketuai oleh dr.Shin Ok Koh dari diadakan setiap tahun.
Universitas Yonsei ini diselenggarakan di Hotel Lotte Jamsil di Seoul, Bersambung ke halaman 63

Cermin Dunia Kedokteran No. 142, 2004 61


Indeks Karangan
Cermin Dunia Kedokteran Tahun 2004
CDK 142. ALERGI Rachman : Regurgitasi Mitral Iskemik 24 - 27
Tuti Atikah, A. Samik Wahab : Kesalahan Muara Semua Vena
English Summary 4 Pulmonalis 28 - 35
Iris Rengganis : Alergi Merupakan Penyakit Sistemik 5- 7 Finariawan Asrining Santosa, A. Samik Wahab : Anomali
Karnen Baratawidjaja : Alergi dan Imunologi pada Penyakit Ebstein 37 - 43
Akibat Kerja 8 - 10 Sugeng Wiyono, Krisnawaty Bantas, Ratna Djuwita Hatma, Sri
Teguh Harjono Karjadi : Alergi Lateks pada Pekerja Kesehatan 11 - 14 Wahjoe Soekirman : Hubungan Antara Rasio Lingkar Pinggang-
Samsuridjal Djauzi, Teguh Harjono Karjadi : Perbaikan Kualitas Pinggul dengan Kadar Kolesterol pada Orang Dewasa di Kota
Hidup pada Karyawan Penderita Alergi 15 - 18 Surakarta (Analisis Data Riset Unggulan Terpadu 1996) 44 - 49
Iris Rengganis : Peranan Antihistamin pada Inflamasi Alergi 19 - 21 Kusnindar Atmosukarto, Mitri Rahmawati : Terapi Nutrisi
Heru Sundaru : United Airway Diseases – apakah itu ? 22 - 26 Kromium untuk Penderita Diabetes 50 - 52
Nanang Sukmana : Penatalaksanaan LES pada Berbagai Target Reviana Ch. : Peranan Mineral Seng (Zn) Bagi Kesehatan Tubuh 53 - 54
Organ 27 - 30 H Nuchsan Umar Lubis : Tetanus Lokal pada Anak 55 - 56
Zuljasri Albar : Keterlibatan Paru dan Pleura pada SLE 31 - 34 Produk Baru : Fimalbumin® 57
RA Yuniarti, Umi Widyastuti : Populasi Mesocyclops Kapsul : PROCAM Scoring Scheme 58
aspericornis pada Pengendalian Jentik Aedes aegypti Menggunakan Kegiatan Ilmiah 59 - 61
Metode Simulasi Kandang Nyamuk 35 - 37 Abstrak
Blondine Ch.P, Damar Tri Boewono : Uji Efikasi Formulasi Cair Faktor Risiko Asma N. Engl. J. Med. 2003; 349: 1414-22 62
(Liquid) Bacillus thuringiensis H-14 Galur Lokal pada Berbagai Risiko Alergi terhadap Sulfa N.Engl. J. Med. 2003; 349: 1628-35 62
Fermentasi terhadap Jentik Nyamuk Vektor di Laboratorium 38 - 41 Efek Samping Obat
Hasan Boesri, Damar Tri Boewono, Hadi Suwasono : Uji Efikasi Anti HIV N. Engl. J. Med. 2003; 349: 1993-2003 62
Insektisida Abate 500 EC secara Pengabutan terhadap Nyamuk Valsartan dan Kaptopril
Aedes aegypti 42 - 45 untuk Infark Miokard N. Engl. J. Med. 2003; 349: 1893-906 62
Sri Sugihati Slamet, Ni’mah Bawahab : Tingkat Aktivitas Masalah Pengasuhan
Kholinesterase, Pengetahuan dan Cara Pengelolaan Pestisida pada Pasien Demensia N. Engl. J. Med. 2003; 349: 1936-42 63
Petani/Buruh Penyemprot Apel di Desa Gubuk Klakah, Jawa Timur 46 - 48 Semua Antihipertensi Sama Efektif ? Lancet 2003; 362: 1527-35 63
Janahar Murad, D. Mutiatikum, SR. Muktiningsih : Status Kanabis untuk Spastisitas Lancet 2003; 362: 1517-26 63
Kesehatan Petani Perkebunan Rakyat Pengguna Paraquat Penyebab Kematian Mendadak Lancet 2003; 362: 1457-9 63
Dibandingkan dengan Petani bukan Pengguna Paraquat di Lampung Kelambu Anti Nyamuk Lancet 2003; 362: 1549-50 63
Selatan 49 - 52
Satmoko Wisaksono : Risiko Pemajanan Benzen terhadap Pekerja CDK 144. THT
dan Cara Pemantauan Biologis 53 - 55
Produk Baru : Kaltrofen® gel 56 English Summary 4
Kegiatan Ilmiah 57 - 59 Rizalina Arwinati Asnir : Rinitis Atrofi 5 - 7
Internet untuk Dokter : Panduan AMA bagi para Dokter Internet 60 Bambang Supriyatno, Lia Amalia : Papiloma Laring pada Anak 8 - 10
Kapsul : Bell’s Palsy 61 Hafni : Kista Duktus Tiroglosus 11 - 12
Abstrak Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah : Rinoskleroma 13 - 15
Risiko Demensia N. Engl. J. Med. 2003; 348: 1215-22 62 R. Susworo : Kanker Nasofaring - Epidemiologi dan Pengobatan
Hubungan antara Trom-Bosis Mutakhir 16 - 19
dan Aterosklerosis N. Engl. J. Med. 2003; 348: 1435-41 62 Retno Gitawati, Ani Isnawati : Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat
Risiko Alergi Kacang N. Engl. J. Med. 2003; 348: 977-85 62 Hasil Usap Tenggorok Penderita Tonsilofaringitis Akut terhadap
Manfaat Budesonid pada Asma Lancet 2003; 361: 1071-76 62 Beberapa Antimikroba Betalaktam di Puskesmas Jakarta Pusat 20 - 23
Candesartan Clin.Drug Invest.2003; 23(8) : 545-50 62 Novi Arifiani : Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga
Terapi Sulih Hormon N. Engl. J. Med. 2003; 349: 523-34 63 Kerja 24 - 28
Estrogen dan Ambar W. Roestam : Program Konservasi Pendengaran di Tempat
Atero-Sklerosis N. Engl. J. Med. 2003; 349 : 535-45 63 Kerja 29 - 34
Prognosis Pasien ICU N. Engl. J. Med. 2003; 349 : 1123-32 63 HR Krisnabudhi : Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi 35 - 40
Terapi Osteoporosis Budi Riyanto Wreksoatmodjo : Vertigo: Aspek Neurologi 41 - 46
untuk Pria N. Engl. J. Med. 2003; 349: 216-26 63 Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe : Terapi Akupunktur untuk
Penurun Demam Clin. Drug Invest. 2003; 23(8) : 519-26 63 Vertigo 47 - 51
Sulistyowati Tuminah : Teh [Camellia sinensis O.K. var.
Assamica (Mast)] sebagai Salah satu Sumber Antioksidan 52 - 54
CDK 143. KARDIOVASKULER Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk : Hasil
Pemeriksaan Uji Hemaglutinasi pada Penderita Tersangka Demam
English Summary 4 Berdarah Dengue di Jakarta Tahun 2001 55 - 56
Sarjaini Jamal : Deskripsi Penyakit Sistim Sirkulasi : Penyebab Produk Baru : Hemapo® 57
Utama Kematian di Indonesia 5 - 9 Kapsul : Hearing threshold level 58
Sunarya Soerianata, William Sanjaya : Penatalaksanaan Sindrom Informatika Kedokteran : Pengantar 59
Koroner Akut dengan Revaskularisasi Non Bedah 10 - 14 Kegiatan Ilmiah 60 - 61
William Sanjaya, Sunarya Soerianata : Peranan Faktor-faktor Abstrak
Hemodinamik dan Non Hemodinamik dalam Mekanisme Patogenik 15 - 18 Kelainan Korteks pada Adhd Lancet 2003; 362: 1699-707 62
Hipertrofi Ventrikel Kiri Sick Building Syndrome Lancet 2003; 362: 1785-91 62
Carta A. Gunawan : Kardiomiopati Hipertrofik 19 - 23 Alas Tidur Keras untuk
William Sanjaya, Starry Homenta Rampengan, Otte J. Nyeri Pinggang Bawah Lancet 2003; 362: 1599-604 62

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004


Pengukuran Ultrasonografi untuk A.A.N.M.A. Putra Wirawan, A.A.N. Jaya Kusuma, D.M.
Menilai Risiko Fraktur Lancet 2004;363:197-202 62 Sukrama, M. Dharmadi : Risiko Ancaman Persalinan Preterm
Metilprdenisolon untuk pada Infeksi Chlamydia trachomatis 22 - 26
Sindrom Guillain Barre Lancet 2004;363:192-6 62 I Nyoman Nuada, Made Kornia Karkata, Ketut Suastika :
Efek Samping Risiko Partus Prematurus Iminen pada Kehamilan dengan Infeksi
Trimetoprim-Kotrimoksazol N Engl J Med 2004;350:88-9 63 Saluran Kemih 27 - 31
Aspirin untuk Polisitemia Vera N Engl J Med 2004;350:114-24 63 Jefferson Rompas : Pengelolaan Persalinan Prematur 32 - 34
Efek Latihan terhdap Ketahanan Jantung BMJ 2004;328:189-92 63 Eko Rahardjo : Diagnosis Laboratorium Infeksi Saluran
Mencegah Eksaserbasi Asma Lancet 2004;363:271-5 63 Reproduksi dari Para Pekerja Seksual Wanita di Banyuwangi Juni
2003 35 - 38
145. GINEKOLOGI Sunanti Zalbawi, Kartika Handayani : Masalah Gender dan
Kesehatan 39 - 45
English Summary 4 Sarwanto, Suharti Ajik : Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
S.D. Iswara, I.K. Suwiyoga, I.G.P. Mayura M., I.G. Artha A. : Pekerja Remaja terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS) serta
Perbandingan Akurasi Diagnostik Lesi Pra Kanker Serviks antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hubungan Seksual
Tes Pap dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada Wanita Pranikah (Studi Kasus di PT. Flower Indonesia Pasuruan Jawa
dengan Lesi Serviks 5 - 8 Timur) 46 - 51
K. Tonika, K. Suwiyoga : Infeksi Klamidia Trakomatis pada Husein Albar : Makanan Pendamping Asi 52 - 56
Kanker Serviks Terinfeksi Human Papilloma Virus tipe 16 dan 18: Informatika Kedokteran 59
Studi Cross - Sectional 9 - 12 Kegiatan Ilmiah 60
I.G.N. Darmaja, K. Suwiyoga, I.G.A. Artha : Risiko Lesi Indeks Karangan Tahun 2004 62
Intraepitel Skuamosa Serviks Derajat Tinggi pada Penderita
Terinfeksi Virus Human Papiloma 16 dan 18 13 - 17
K. Suardana, A.A.N. Jaya Kusuma, K. Suwiyoga, A.A.A.N.
Susraini : Korioamnionitis Histopatologik sebagai Risiko
Persalinan Preterm di RS Sanglah Denpasar 18 - 21

Sambungan dari halaman 62. mimpinan dari pemerintahan. Dalam bidang IT, dibutuhkan: data yang
bisa dibagi dan interoperabilitas. Demikian penjelasan Chairman
Pantai Holdings Berhad, Datuk Dr. Ridzwan Bakar, pada acara
11th International Symposium on Shock & Critical Care, Bali 13 - Seminar Tahunan PERMAPKIN - HMRCE III 2004. Acara yg dibuka
15 Agustus 2004 secara resmi oleh Menkes RI, dr. Ahmad Sujudi MHA dan dihadiri
Tahun ini Indonesian Foundation of Critical Care Medicine sekitar 200 manajer pelayanan kesehatan dari seluruh lndonesia tsb
menjadi panitia dalam penyelenggaraan 11th International Symposium berlangsung selama 3 hari. Tema yg diambil tahun ini adalah
on Shock and Critical Care, di Bali International Convention Center, Planning, Design, Facilities & Trend for Future Healthcare.
Nusa Dua Bali, tanggal 13 – 15 Agustus 2004. Acara tingkat inter-
nasional ini mengangkat tema New Insight in Diagnosis, Mana-
gement, and Therapy in Critical Care Medicine dan diketuai oleh alm. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Farmakologi ke-4, Hotel
Dr. dr.Iqbal Mustafa, didukung oleh PERDICI, Indonesian Shock Millenium Sirih Jakarta, 20-21 Agustus 2004
Society (ISS) dan Western Pasific Association of Critical Care Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Bagian Farmakologi
Medicine (WPACCM). Ramah Tamah dan Temu Ilmiah Penanganan dan Terapi FKUI menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)
Terkini MCI Akut. atau Annual Scientific Meeting Farmakologi, dan tahun ini PIT
Farmakologi ke-4 diadakan di Millennium Sirih Hotel, tanggal 20-21
Simposium Pendidikan Urologi Berkelanjutan Ikatan Ahli Agustus 2004. Acara yang diketuai oleh DR.Arini Setiawati,PhD ini
Urologi Indonesia, 10-13 Juli 2004, Hotel Novotel Corelia, mengangkat tema “Recent Advances in Pharmacotherapeutics”.
Bukittinggi Topik tentang terapi trombolitik diangkat sebagai topik pertama,
Pembesaran prostat jinak atau BPH sering ditemukan pada pria dibawakan oleh dr.Boenyamin Setiawan,PhD, salah satu tokoh senior
yang menapak usia lanjut. Kurang lebih 70% pria diatas usia 60 tahun di bagian farmakologi sekaligus pendiri PT Kalbe Farma Tbk.
dan 90% pria berusia diatas 80 tahun pada pemeriksaan histopatologis
menunjukkan pembesaran prostat jinak. Demikian salah satu hal yang Seminar sehari K3, RS Siloam Gleneagles Lippo Karawaci, 28
terungkap dalam Simposium Pendidikan Urologi Berkelanjutan Ikatan Agustus 2004
Ahli Urologi Indonesia 10-13 Juli 2004 di hotel Novotel Corelia Mengacu pada Sistem Kesehatan Nasional & Pendidikan
Bukittinggi Sumatera Barat yang mengambil tema Update on Berdasarkan Kompetensi, maka pembagian pelayanan kesehatan saat
Oncology and Andrology. ini berdasarkan: kompetensi di bidang pelayanan kesehatan tingkat
pertama, kedua, maupun minat khusus seperti Kesehatan Kerja.
Seminar PERMAPKIN - HMRCE III, Jakarta 24 - 26 Agustus Demikian dikatakan dr. Sudjoko Kuswadji MSc (OM), Ketua Umum
2004 PP IDKl, saat memberikan sambutan sekaligus membuka Seminar K3
Sesuai dengan perkembangan jaman, pelayanan kesehatan di dalam meningkatkan Perlindungan Pekerja & Produktifitas Kerja yang
abad 21 ini membutuhkan: sistem IT yang efektif, pelayanan personal berlangsung Sabtu, 28 Agustus 2004 di RS Siloam Gleneagles Lippo
yg berkualitas dan aman, penggunaan standar-standar, dan kepe- Karawaci.

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat positif jika: 5. Korioamnionitis dikaitkan dengan risiko:
a) Timbul bau amis a) Infertilitas
b) Tampak bercak putih b) Persalinan preterm
c) Tampak sel nekrotik c) Persalinan postmatur
d) Tampak sel displastik d) Kanker serviks
e) Tampak perdarahan e) Kanker endometrium

2. Inspeksi Visual Asam Asetat dapat positif palsu akibat: 6. Kemampuan mengunyah diperoleh bayi saat usia:
a) Reaksi fisiologik a) 2 bulan
b) Keterbatasan penglihatan pengamat b) 3 bulan
c) Tercampur darah c) 4 bulan
d) Tercampur sel radang d) 5 bulan
e) Semua bisa e) 6 bulan

3. Infeksi Chlamydia trachomatis dihubungkan dengan 7. Makanan pengganti ASI sebaiknya baru diberikan setelah
risiko: usia:
a) Kanker serviks a) 3 bulan
b) Kanker endometrium b) 6 bulan
c) Infeksi HIV c) 9 bulan
d) Gonore d) 12 bulan
e) Sifilis e) 24 bulan

4. Infeksi HPV (human papilloma virus) dihubungkan 8. Keberhasilan makan dengan tangan/sendok diperoleh
dengan risiko: sejak usia:
a) Kanker serviks a) 6 – 9 bulan
b) Kanker endometirum b) 9 – 12 bulan
c) Infeksi HIV c) 1 – 3 tahun
d) Gonore d) 3 – 5 tahun
e) Sifilis e) 5 – 8 tahun

JAWABAN RPPIK :
1. B 2. A 3. A 4. A
5. B 6. D 7. B 8. C

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004

Anda mungkin juga menyukai