MAKALAH
untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Asesmen Pembelajaran Biologi yang Dibina oleh
Ibu Prof. Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd.
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5/ OFF B
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan dan kemampuan
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Mengkonstruksi Tes
Hasil Belajar” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Asesmen
Pembelajaran Biologi pada Program Studi S2 Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.
Adapun kajian dalam makalah ini adalah untuk menjelaskan tes hasil belajar kognitif (paper
and pencil tes), membedakan tes uraian dan objektif dan menyusun contoh-contoh butir soal tes
berpikir tingkat tinggi dan tingkat rendah dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya, kepada dosen pembimbing Ibu Prof. Dr. Susriyati Mahanal, M. Pd, penulis
mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama penulisan dan selama
presentasi makalah ini berlangsung.
Akhirnya, masukan dan kritikan yang membangun demi menyempurnakan makalah ini
sangat diharapkan dari semua pihak. Semoga buah pikir dalam bentuk makalah ini dapat
memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya dalam dunia
pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
b. Tes benar–salah yang menuntut alasan. Dalam bentuk ini selain seperti bentuk
pertama juga menuntut supaya siswa memberi alasan apabila ia memilih
kemungkinan salah.
Pernyataan Kunci Jawaban
1. Tulang belakang bersifat kuat dan kaku. S
Alasan: Tulang belakang bersifat kuat dan lentur. Ini disebabkan karena
tulang belakang bertugas menopang hampir dua pertiga dari berat badan.
Disisi lain, tulang belakang harus melakukan banyak pergerakan seperti
membungkuk dan sebagainya.
2. Tulang pipa memiliki matriks yang padat dan rapat. B
3. Hubungan pada tulang siku memungkinkan terjadinya B
gerakan satu arah.
4. Orang yang menderita osteoporosis keadaan tulangnya akan S
semakin mengeras karena terjadi pengapuran.
Alasan: Orang yang menderita osteoporosis, keadaan tulangnya akan
rapuh dan keropos. Hal ini disebabhkan karena berkurangnya kadar
kalsium dalam tulang. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka
kadar kalsiumnya akan berkurang sedikit demi sedikit.
5. Otot membutuhkan ATP untuk berkontraksi. B
c. Tes benar–salah dengan membetulkan. Dalam bentuk tes ini selain seperti bentuk
pertama juga menuntut supaya siswa membetulkan pernyataan soal yang disalahkan
(jika siswa memilih kemungkinan salah terhadap pernyataan/soal yang bersangkutan).
Pernyataan Kunci Jawaban
1. Tulang rawan pada anak-anak berasal dari perikondrium, S
sedangkan pada orang dewas berasal dari mesenkim.
Pembenaran: Tulang rawan pada anak-anak lebih banyak mengandung
sel-sel tulang rawan (mesenkim) daripada matriksnya. Kondisi ini
berkebalikan dengan tulang rawan pada orang dewasa yang justru lebih
banyak mengandung matriks. Tulang rawan pada orang dewasa terbentuk
dari selaput rawan yang disebut perikondrium, yang banyak mengandung
matriks.
2. Tulang rusuk berjumlah 12 pasang yaitu terdiri atas 7 pasang S
tulang rusuk palsu, 3 pasang tulang rusuk melayang, dan 2
pasang tulang rusuk sejati
Pembenaran: Penyusun tulang rusuk berjumlah 12 pasang, yaitu terdiri
atas 7 pasang tulang rusuk sejati, 3 pasang tulang rusuk palsu, dan 2
pasang tulang rusuk melayang.
3. Sendi putar adalah persendian yang memungkinkan gerakan S
bebas ke segala arah, berporos tiga, ujung tulang berbetuk
mangkok, dan ujung tulang lain berbentuk bonggol.
Pembenaran: Sendi putar adalah persendian yang memungkinkan tulang
yang satu berputar terhadap tulang lain. Gerakan rotasi dari sendi putar
memiliki 1 poros.
4. Lordosis adalah keadaan tulang belakang melengkung ke S
belakang.
Pembenaran: Lordosis adalah keadaan tulang belakang melengkung ke
depan.
5. Elastisitas adalah kemampuan otot untuk memanjang secara S
maksimal.
Pembenaran: Elastisitas adalah kemampuan otot untuk kembali lagi pada
posisi semula setelah berkontraksi atau berelaksasi.
6. Protein penyusun otot adalah protein tubulin dan protein S
kinesin.
Pembenaran: Protein penyusun otot adalah protein aktin dan protein
miosin.
d. Tes benar–salah berganda. Pada bentuk ini satu induk persoalan menghasilkan
beberapa anak persoalan. Beberapa anak persoalan itu dirumuskan dalam
pernyataan/ soal yang mempunyai kemungkinan benar atau salah.
Pernyataan Kunci
Jawaban
1. Tulang-tulang yang membentuk bagian kepala meliputi:
a. Tulang baji (sfenoid) 2 tulang; B
b. Tulang tapis (etmoid) 1 tulang; B
c. Tulang pelipis (temporal) 2 tulang; B
d. Tulang dahi (frontal) 1 tulang; B
e. Tulang ubun-ubun (parietal) 2 tulang; B
f. Tulang kepala belakang (oksipital) 1 tulang. B
2. Tulang-tulang penyusun anggota gerak atas, antara lain:
a. Tulang humerus B
b. Tulang patela S
c. Tulang radius B
d. Tulang tarsal S
e. Tulang metatarsal S
f. Tulang jari-jari phalanges B
3. Gerakan antagonis ini dapat dibedakan berdasarkan arah gerakannya.
a. Abduksi Mendekati badan S
b. Adduksi Menjauhi badan S
c. Ekstensi Meluruskan B
d. Fleksi Menekuk B
e. Supinasi Menengadahkan tangan B
f. Pronasi Menelungkupkan tangan B
g. Depresi Mengangkat S
h. Elevasi Mengangkat S
4. Cara kerja otot jantung adalah
a. Bekerja terus-menerus dengan ritme atau irama yang tetap. B
b. Dipengaruhi oleh kesadaran. S
c. Tidak mudah lelah B
4. Soal Mengurutkan
Bentuk soal mengurutkan atau biasa disebut rearrangement exercises merupakan bentuk tes
berupa rangkaian kalimat utuh dan benar, kemudian diceraikan secara tidak beraturan, sehingga
bentuk aslinya sulit dikenali, selanjutnya peserta didik diminta untuk menyusun kembali sesuai
dengan urutan yang benar (Thoha, 2003). Bentuk tes ini memiliki nilai objektif yang tinggi
karena kesimpulan yang diambil sudah didasarkan atas data yang ajeg, dengan demikian
memperkecil peluang muculnya subjektivitas penilaian sehingga skor pengukuran juga ajeg.
Bentuk tes ini juga dapat mengukur kemampuan berpikir logic atau logical sequence peserta
didik. Namun soal mengurutkan kurang melatih kemampuan peserta didik dalam hal menyusun
kalimat yang baik karena peserta didik terbatas pada jawaban yang telah disediakan. Bentuk soal
ini juga hanya mampu mengukur kemampuan peserta didik dalam bentuk pengetahuan dan
pemahaman (C1 dan C2).
Contoh Soal Mengurutkan
Urutan takson dari tingkat tertinggi sampai dengan tingkat terendah adalah ...
A. Kingdom, filum/divisio, famili, ordo, kelas, genus, spesies
B. Kingdom, filum/divisi, ordo, famili, kelas, genus, spesies
C. Kingdom, filum/divisi, kelas, ordo, famili, genus, spesies
D. Kingdom, kelas, filum/divisi, ordo, famili, genus, spesies
5. Soal Isian Singkat
Soal isian singkat merupakan salah satu jenis tes objektif yang jawabannya dituangkan
secara singkat. Peserta didik harus menulis sendiri jawaban yang diminta oleh setiap soal.
Jawaban soal pendek-pendek dan tiap soal hanya mempunyai satu kemungkinan jawaban yang
benar; bahkan kadang-kadang peserta didik hanya tinggal mengisi satu-dua kata ditengah-tengah
atau akhir kalimat. Soal isian singkat ada 2 bentuk/tipe: 1) Bentuk pertanyaan (kalimat tanya)
yang harus dijawab singkat, dan 2) Bentuk melengkapi kalimat (complement test), baik di ujung
maupun di tengah.
Keunggulan soal isian singkat antara lain sangat mudah dalam penyusunannya, lebih
menghemat tempat dan kemungkinan peserta didik untuk menebak jawaban sangat sulit.
Walaupun demikian sulit untuk merumuskan pertanyaan yang tidak lengkap sehingga hanya ada
satu jawaban saja yang benar. Bentuk isian singkat juga lebih cenderung mengungkap daya ingat
atau aspek hafalan saja (C1), sehingga tidak cocok untuk mengukur hasil-hasil belajar yang
kompleks.
Contoh Soal Jawaban Singkat Berupa Pertanyaan:
Siapa penemu istilah sel pertama kali?
Apa hasil dari fotosintesis?
Apa saja enzim yang dihasilkan oleh lambung?
Contoh Soal Tipe Complement Test - Melengkapi Ujung Kalimat
Unit fungsional ginjal disebut ...
Saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar adalah ...
Contol Soal Tipe Complement Test - Melengkapi Ujung Maupun Tengah Kalimat
Kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama dinamakan ... (1). No. 1 yang tersusun dari
sel-sel berdinding tipis, umumnya berbentuk isodiametris disebut ... (2) yang jika mengandung
kloroplas dinamakan ... (3).
B. Tes Non-Objektif
Tes non-objektif atau disebut tes uraian yaitu tes yang pertanyannya membutuhkan jawaban
peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menyatakan jawaban dengan kata-
katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bentuk
uraian sering juga disebut bentuk subjektif, karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi
oleh faktor subjektifitas guru (Arifin, 2012).
Bentuk tes uraian terbagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Uraian Terbatas
Untuk menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam,
tetap harus ada pokokpokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan
batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh Soal Uraian Terbatas
Mengapa ada orang yang menderita cacar sekali seumur hidup dan ada pula yang lebih dari
sekali?
Mengapa manusia menggiggil bila kedinginan?
2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika
sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun,
guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh Soal Uraian Bebas
Bagaimana pendapat anda mengenai negara yang melegalkan LGBT?
Bagaimana pendapat anda mengenai bank sperma dan sewa rahim yang ada di India?
Tes non-objektif in memiliki kelebihan dan kekuranagan. Kelebihan dari tes ini yaitu: 1) Tes
dapat dibuat dengan cepat dan mudah, 2) mendorong siswa untuk berani mengemukakan
pendapat dengan gaya bahasa sendiri dan menyusun kalimat dalam bentuk yang bagus, dan 3)
untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Sedangkan kelemahan dari tes ini yaitu: kurang bisa
mencakup isi materi kesekuruhan, 2) Kadar validitas dan reliabilitas rendah karena pengetahuan
siswa yang betul-betul dipahami sulit diketahui, 3) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi
unsur-unsur subjektif dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi.
Cara penyususnan tes non-objektif yaitu: 1) Butir-butir soal tes uraian dapat mencakup
materi yang telah diajarkan dan sesuai dengan indikator, 2) Penyusunan kalimat soal sebaiknya
berlainan dengan kalimat yang ada di buku namun mengandung arti yang sama, 3) kalimat soal
disusun secara ringkas, padat, dan jelas sehingga mudah dipahami peserta didik, 4) Menyusun
jawaban yang dikehendaki pembuat soal (guru) untuk pedoman jawaban yang betul dan untuk
mengurangi faktor subyektifitas, dan 5) Membuat pedoman dalam menjawab tes (Sudaryono,
2012).
2.3 Menyusun Contoh-Contoh Butir Soal Tes Berpikir Tingkat Tinggi Dan Tingkat
Rendah
A. Pengertian, karakteristik Soal HOTs
Kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikikir
masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalanagan pemikir pendidikan masih
terus diperdebatkanberbagai kalanagan, terutama kalangan pemikir pendidikan. Menurut Dewey
(1859-1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan
Vygotsky (1896-1934) lebih mengkaitkan berpikir dalam proses mental. Secara umum para
tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami
seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang haruis
dipecahkan.
Pengembangan dunia yang terjadi pada saat ini nampaknya tidak terbatas membuat manusia
dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupannya.
Banyak teori dan konsep tentang jenis kecakapan abad 21 yang meliputi kualitas karakter,
kompentensi, dan literasi dasar. Karakterdinilai dari kulaitas yang baik diantaranya adalah iman
dan taqwa, rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, serta
kesadaran sosial dan budaya. Maka dalam dunia pendidikan ada beberapa upaya diantaranya
meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat memecahkan masalah, membutuhkan kecakapan
untuk menemukan, menganalisis, menciptakan, merefleksi, dan berargumen atua yang sering
disebut dengan istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Pengasahan keterampilan tersebut dapat dilakukan melalui soal-soal obyektif atau subyektif
yang membutuhkan penalaran untuk menjawabnya yang dikenal dengan soal HOTs (Higher
Order Thingking Skills). Ketrrampilan berpikir tingkat tinggi membutuhkan kemampuan mulai
dari mengingat, merujuk, mengaplikasikan sampai dengan menganalisis, mengevaluasi, atau
mengkreasi. Dengan demikian soal HOTs berada pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi,
dan mengkreasikan sebagaimana ditunjukan dalam tabel diatas.
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan
telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi
tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:
C 1 = mengingat (remembering)
C 2 = memahami (understanding)
C 3 = menerapkan (applying)
C 4 = menganalisis (analyzing)
C 5 = mengevaluasi (evaluating)
C 6 = mengkreasi (creating)
Tabel 1. Dimensi Proses Berpikir Kognitif dan Level Soal
Jenis
level Kognitif Kata Kerja Operasional Karakteristik Soal
Soal
LOTs Pengetahuan - Mengingat kembali Mengukur
- Mengingat, Mendaftar, kemampuan faktual,
mengulang , menirukan konseptual, dan
prosedural
MOTs Pemahaman - Menjelaskan ide/konsep
- Menjelaskan,
mengklasifikasi, menerima,
melaporkan
Aplikasi - Menggunakan informasi - Menggunakan
pada domain berbeda pengetahuan
- Menggunakan faktual, konsep, dan
mendemonstrasikan, procedural tertentu
mengilustrasikan, pada konsep lain
mengoprasikan dalam mapel yang
sama atau mapel
lainnya.
- Menggunakan
pengetahuan
faktual, konsep, dan
procedural tertentu
untuk
menyelesaikan
masalah kontekstual
(situasi lain
unfamiliar)
HOTs analisis - Menspesifikasi aspek- menggunakan
aspek/elemen penalran dan logika
- Membandingkan, untuk :
memeriksa, mengkritisi, - Mengambil
menguji keputusan
Mengevaluasi - Mengambil keputusan sendiri
(evalusi)
- Mengevaluasi, menilai,
- Memprediksi dan
menyanggah, memutuskan,
refleksi
memilih, dan mendukung
- Menyusun strategi
Mengkreasi - Mengkreasi ide/gagasan
baru untuk
sendiri
memcahkan
- Mengkonstruksi, mendisain,
masalah
mengkreasi,
mengembangkan, menulis,
da menformulasikan.
Sumber: Anderson dan Krathwall (2001)
Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom
yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga
istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
HOTS adalah proses transfer.
HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan belajar
bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang
telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain.
HOTS adalah berpikir kritis.
HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta
didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil keputusan secara
mandiri.
HOTS adalah penyelesaian masalah.
HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik mampu
menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga
prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin.
Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:
transfer satu konsep ke konsep lainnya;
memproses dan menerapkan informasi;
mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
menelaah ide dan informasi secara kritis.
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian
kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan
pendidikan.
B. Langkah-langkah Pembuatan Soal Hots
Pada penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang
hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan
tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan, tidak selalu
tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru
dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan
pendidikan.
Berikut langkah-langkah penyusunan soal HOTS:
a. Menganalisis KD
Analisis KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37
tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat kognitifnya.
Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018 berada dalam tingkat
kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis), C5
(mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada tingkat
kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun
soal HOTS. KD tersebut dapat disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu
IPK pengayaan dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6. Guru-guru secara mandiri atau melalui
forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis KD yang dapat disusun menjadi soal-soal HOTS.
Contoh Menganalisis KD pada Jenjang SMP
KD yang akan diukur.
3.5 Menganalisis sistem pencernaan pada manusia dan memahami gangguan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan sistem pencernaan.
Analisis tingkat kognitif KD yang akan diukur.
3.5 Menganalisis sistem pencernaan pada manusia dan memahami gangguan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan sistem pencernaan. Kata kerja
“menganalisis” dalam konteks pada KD 3.5 berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis) atau
pada level 3 (C4). Kata kerja “memahami” dalam konteks pada KD 3.5 berada pada tingkat
kognitif C2 (memahami) atau pada level 1 (C2).
Perumusan IPK.
Rumusan IPK yang dapat dikembangkan yaitu:
IPK pendukung:
3.5.1 Mengidentifikasi jenis-jenis zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia.
3.5.2 Menjelaskan fungsi jenis-jenis zat makanan bagi manusia.
3.5.3 Mengidentifikasi kandungan zat makanan pada makanan.
3.5.4 Mengidentifikasi organ-organ sistem pencernaan pada manusia.
3.5.5 Menjelaskan proses pencernaan pada manusia.
3.5.6 Menentukan fungsi organ-organ sistem pencernaan pada proses pencernaan pada manusia.
IPK kunci:
3.5.7 Menganalisis proses dan hasil pencernaan secara mekanik pada manusia.
3.5.8 Menganalisis proses dan hasil pencernaan secara kimiawi pada manusia
3.5.9 Menjelaskan gangguan yang berhubungan dengan sistem pencernaan Manusia
IPK kunci merupakan target kompetensi dasar yang harus dapat tercapai sebagai standar minimal
kompetensi yang dicapai. IPK kunci pada KD 3.5 sudah dapat langsung dibuat soal HOTS
karena sudah berada dalam level 3 (C4) (untuk IPK 3.5.7 dan IPK 3.5.8).
Hal penting yang harus diperhatikan yaitu bila hasil analisis KD yang akan diukur berada
pada ranah kognitif C1, C2, atau C3, maka jika akan menyusun soal HOTS, wajib terlebih
dahulu merumuskan IPK pengayaan. IPK pengayaan yang disusun mulai dari 1 tingkat kognitif
dari tingkat kognitif KD.
b. Menyususn Kisi-Kisi Soal
Kisi-kisi penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara umum, kisi-
kisi tersebut memandu guru dalam:
memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS;
menentukan lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;
merumuskan indikator soal;
menentukan nomor soal;
menentukan level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuk tingkat C3, dan
L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6); dan
Menentukan bentuk soal yang akan digunakan.
c. Memilih Stimulus yang Tepat dan kontekstual
Stimulus yang digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati
soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus
kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari,
menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat
memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
1. Hasil belajar kognitif adalah perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Dalam hubungan
dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Tujuan utama
pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif.
2. Penilaian paper and pencil mengacu pada format penilaian siswa tradisional seperti tes
tertulis dan juga tes standar
3. Teknik tes dapat dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Jenis-jenis instrumen dalam
evaluasi pembelajaran ada 2 macam yaitu tes objektif dan tes non–objektif. Tes objektif
dibagi menjadi lima yang meliputi: soal pilihan ganda, pilihan benar salah, menjodohkan,
dan isian singkat. Sedangkan tes non–objektif berbentuk uraian terbatas dan uraian bebas.
4. Ketrrampilan berpikir tingkat tinggi membutuhkan kemampuan mulai dari mengingat,
merujuk, mengaplikasikan sampai dengan menganalisis, mengevaluasi, atau mengkreasi.
Dengan demikian soal HOTs berada pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasikan
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, L. W dan Krathohl, D, R. (2001). iA Taxonomy for Learning Teaching and Assesing,
A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison
Wesley Longman, Inc
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kemenag.
Asrul, Rusydi Ananda. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media.
Awaliyah, Siti. (2018). Penyusunan Soal HOTS Bagi Guru PPKN dan IPS Sekolah Menegah
Pertama. Jurnal Praksis dan Dedikasi Sosial. Vol 1 No 1 April
Berry, R. 2008. Assesment for Learning. Hong Kong: Hong Kong University Press
Bloom, B. S, dkk. 1956. Taxonomy of Educational Objective: The Classification of Educational
Goals. London: Longman, LTD
Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta,
Fiteriani, I dan Baharudin. 2017. Analisis Perbedaan Hasil Belajar Kognitif Menggunakan
Metode Pembelajaran Kooperatif yang Berkombinasi pada Materi IPA di MIN Bandar
Lampung. Jurnal Pendidikan dan Pembelajarn Dasar. Volume 4 Nomor 2
Frey, B. B. 2018. Paper-and-Pencil Assessment in: The SAGE Encyclopedia of Educational
Research, Measurement, and Evaluation. California: Sage Publishing
Husamah, dkk. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Press
Idrus, Alwi. 2010. Pengaruh Jumlah Alternatif Jawaban Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda
terhadap Reliabilitas Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda. Jurnal Ilmiah Faktor
Exacta, Vol. 3 No. 2.
Marmiyanah. 2011. Menyusun Tes Objektif: Bentuk Pilihan Ganda. Palembang: Universitas
Sriwijaya.
Permatasari, Arvynda. 2014. Pengelolaan Evaluasi Hasil Balajar Peserta Didik Secara Online.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. 24 No. 3, 260.
Setiawan, Wiwik, et al. (2019) Buku Penilaian Bererientasi Higer Order Thingking Skills.
Jakarta: Diretorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.
Thoha, Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafind.
Widoyoko, E. P. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis bagi Pendidik dan
Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijayanta, F. W., dkk. 2015. Pengaruh Paperless dan Paper and Pencil Terhadap Hasil Belajr
Kompetensi Persiapan Pembuatan Dokumentasi Audio Video Ditinjau dari Kemandirian
Siswa: Studi Eksperimen di SMK Negeri 5 Surabaya. Jurnal Pendidikan Vokasi: Teori
dan Praktik. Volume 3, Nomor 2