Anda di halaman 1dari 28

MENGKONSTRUKSI TES HASIL BELAJAR

MAKALAH

untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Asesmen Pembelajaran Biologi yang Dibina oleh
Ibu Prof. Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5/ OFF B

Anis Rufaidah NIM. 190341864407


Mahathir Muhammad NIM. 190341864423
Maya Agustin NIM. 190341764438

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI
Februari 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan dan kemampuan
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Mengkonstruksi Tes
Hasil Belajar” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Asesmen
Pembelajaran Biologi pada Program Studi S2 Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.
Adapun kajian dalam makalah ini adalah untuk menjelaskan tes hasil belajar kognitif (paper
and pencil tes), membedakan tes uraian dan objektif dan menyusun contoh-contoh butir soal tes
berpikir tingkat tinggi dan tingkat rendah dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya, kepada dosen pembimbing Ibu Prof. Dr. Susriyati Mahanal, M. Pd, penulis
mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama penulisan dan selama
presentasi makalah ini berlangsung.
Akhirnya, masukan dan kritikan yang membangun demi menyempurnakan makalah ini
sangat diharapkan dari semua pihak. Semoga buah pikir dalam bentuk makalah ini dapat
memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya dalam dunia
pendidikan.

Malang, Februari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman (learning is
defined as the modification or strengthening of behavior trough experiencing). Menurut
pengertian ini, belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakukan (perilaku atau
tingkah laku).
Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk informasi verbal,
kecakapan intekektual, startegi kognitif dan sikap. Informasi verbal merupakan penguasaan
informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-
nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya. Kecakapan intelektual merupakan
keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan
simbol-simbol, misalnya penggunaan simbol kimia, fisika, dan matematika. Termasuk dalam
keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami
konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam
menghadapi pemecahan masalah. Strategi kognitif merupakan kecakapan individu untuk
melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses
pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir
agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran. Sikap
merupakan hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan
yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu.
Hasil belajar kognitif adalah perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Proses belajar
yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori,
penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali
informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Beberapa cara untuk mengetahui hasil belajar antara lain paper and pencil test, tes uraian
dan tes objektif. Tes yang dilakukan harus memenuhi beberapa kemampuan berpikir tinggi dan
kemampuan berpikir rendah, Paper and pencil test sendiri merupakan salah satu bentuk
penilaian tradisional yang biasa digunakan untuk tujuan sumatif. Tes tertulis berbentuk uraian
atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah
dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sedapat mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Tes objektif disebut objektif karena cara pemeriksaannya yang seragam terhadap semua
murid yang mengikuti sebuah tes. Tes objektif juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek
(short answer test), dan salah satu tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang
dapat dijawab oleh tester dengan jalan memilih salah satu (atau lebih), di antara beberapa
kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing masing items atau dengan jalan
menuliskan jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat-tempat yang
disediakan untuk masing-masing butir yang bersangkutan. Tes- tes tersebut menggunakan item
soal yang mengacu pada kemampuan berpikir tingkat rendah hingga kemampuan berpikir tingkat
tinggi.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah hasil belajar kognitif dalam proses penilaian?
2. Bagaimanakah paper and pencil test dalam proses penilaian?
3. Bagaimanakah perbedaan tes uraian dan tes objektif beserta contohnya?
4. Bagaimanakah tes kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat
tinggi beserta contohnya?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Mengetahui hasil belajar kognitif dalam proses penilaian
2. Mengetahui paper and pencil test dalam proses penilaian?
3. Mengetahui perbedaan tes uraian dan tes objektif beserta contohnya?
4. Mengetahui tes kemampuan berpikir tingkat rendah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi
beserta contohnya?
BAB II
ISI
2.1 Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses
belajar. Perubahan ini berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang biasanya
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikimotorik. Hal ini juga dijelaskan oleh Bloom proses
belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah menghasilkan 3 pembentukan kemampuan yang
dikenal sebagai Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ini kemudian direvisi oleh Anderson dan
Krathwohl dan dikenal dengan istilah Revisi Taksonomi Bloom (Husamah, 2016).
Benyamin S. Bloom, dkk (1956), hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif tesebut termasuk tujuan-tujuan yang
berhubungan dengan penarikan kembali atau pengenalan pengetahuan dan pengembangan
kemampuan dan keterampilan intelektual. Domain kognitif ini sebagian besar ditandai denga
mengingkatnya tingkat kesadaran individu yang ditunjukkan pada perilaku. Perilaku pada
individu akan tampak lebih kompleks dan lebih menyadari keberadaannya.
Hasil belajar kognitif adalah perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Proses belajar
yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori,
penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali
informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Dalam hubungan dengan satuan
pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Tujuan utama pengajaran pada
umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Aspek kognitif
dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom yang diurutkan secara hierarki piramida
(Daryanto, 2010).
Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa akan menghasilkan suatu
perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada
diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran bersifat non-fisik seperti perubahan sikap,
pengetahuan maupun kecakapan. Berbagai perubahan yang terjadi pada diri siswa disebut
sebagai hasil proses pembelajaran (Widoyoko, 2010).
Hasil belajar kognitif merupakan salah satu yang paling banyak yang dinilai oleh guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Umumnya, penilaian diperoleh melalui tes yang diberikan pada setiap akhir pembelajaran. Nilai
yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi
pelajaran (Fiteriani dan Baharudin, 2017).
2.1.1 Paper and Pencil Test
Penilaian paper and pencil mengacu pada format penilaian siswa tradisional seperti tes
tertulis dan juga tes standar yang meminta siswa untuk menggunakan pensil untuk mengisi
bulatan pada lembar jawaban yang dapat dipindai. Tes standar sekarang umumnya dilakukan
pada komputer, tetapi penilaian kelas biasanya mengharuskan siswa untuk mengirimkan
tanggapan tertulis di atas kertas. Di kelas, penilaian paper and pencil sering merujuk pada tes
yang dinilai secara objektif, yang dimaksudkan untuk mengukur pengetahuan yang dihafal dan
tingkat pemahaman yang lebih rendah, dibandingkan dengan penilaian berbasis kinerja, yang
dimaksudkan untuk mengukur pemahaman yang lebih dalam melalui keterampilan dan
kemampuan (Frey, 2018).
Respon siswa atas tes didokumentasikan dalam bentuk catatan tertulis. Catatan tersebut
berupa jawaban atas pertanyaan atau berupa penilaian dari penguji. Respon siswa tersebut
membutuhkan sarana untuk mendokumentasikannya. Dokumentasi yang paling umum adalah
berbentuk kertas. Karena kertas secara umum sering digunakan dalam dokumentasi lembar
jawaban tes, maka secara umum ada istilah tes basepaper. Tes ini memberikan gambaran bahwa
soal-soal dan jawaban tes menggunakan sarana kertas sebagai instrumennya (Wijayanta, 2015).
Instrumen paper and pencil merujuk pada kelompok umum alat penilaian di mana peserta
didik membaca pertanyaan dan merespons secara tertulis. Tes ini seperti tes pengetahuan dan
kemampuan, dan inventaris, seperti inventaris kepribadian dan minat. Paper and pencil test
dapat digunakan untuk menilai pengetahuan dan kemampuan atau kualifikasi keterampilan
terkait mata pelajaran. Kemungkinan rentang kualifikasi yang dapat dinilai menggunakan paper
and pencil test cukup luas. Misalnya, tes semacam itu dapat menilai apa saja dari pengetahuan
tentang prosedur suatu penelitian atau uji hingga kemampuan untuk mengikuti arahan hingga
kemampuan untuk memecahkan masalah numerik.
Seperti istilah yang tersirat, peper and pencil test mengharuskan siswa untuk merespons
secara tertulis dalam lingkungan tes standar di mana konten kertas tes, prosedur administrasi, dan
kriteria penilaian sama untuk setiap kandidat. Bagi sebagian orang, peper and pencil test
memiliki banyak manfaat. Karena semuanya sudah terstandarisasi, mudah untuk membuat
penilaian obyektif terhadap kinerja siswa berdasarkan skor yang mereka peroleh. Ini membuat
perbandingan dan seleksi mudah dan membuat keputusan mudah dipertahankan. Argumen lain
yang ditawarkan dalam mendukung peper and pencil test yang obyektif di kelas adalah bahwa
tes tersebut memungkinkan guru untuk mengumpulkan sampel besar tanggapan siswa dengan
cara yang cukup efisien. Orang lain mungkin memiliki pandangan yang berbeda, berpikir bahwa
paper and pencil test tidak diinginkan sebagai sarana penilaian. Paper and pencil test dapat
menilai kisaran hasil pembelajaran yang agak sempit dan, jika perawatan tidak dilakukan,
sebagian besar dapat difokuskan pada pengambilan informasi faktual. Beberapa keterampilan
penting dan hasil belajar tidak memungkinkan untuk diukur menggunakan item tes tradisional
tetapi membutuhkan penilaian keterampilan yang lebih langsung daripada latihan kertas dan
pensil (Berry, 2008).
Untuk membuat tes yang sesuai untuk digunakan, ada kebutuhan untuk memiliki
perencanaan yang baik. Perencanaan tes atau penilaian yang cermat membantu guru membangun
validitas ke dalam penilaian mereka, karena perencanaan yang baik memastikan bahwa tes
mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Cara biasa mengembangkan rencana pengujian
dimulai dengan memutuskan tujuan penilaian, dan kemudian mempertimbangkan cakupan
konten, menyelaraskan konten dengan tujuan, diikuti dengan menetapkan item tes, kriteria
penilaian, dan prosedur administrasi. Untuk membuat rencana pengujian dapat dikembangkan
dengan cara alternatif dengan tiga elemen utama berikut:
1. Mengidentifikasi hasil / maksud / sasaran / sasaran pembelajaran
2. Mempersiapkan spesifikasi tes yang mewakili berbagai macam pembelajaran
3. Membuat item tes yang menantang pembelajaran yang mendalam
Paper and pencil test, terutama digunakan untuk tujuan sumatif, umumnya dianggap
sebagai bentuk penilaian tradisional. Keputusan objektif dapat dibuat dengan membandingkan
hasil siswa dengan standar kemahiran untuk kelas dan mata pelajaran mereka. Paper and pencil
test cenderung mendorong menghafal pengetahuan faktual. Namun, mereka dapat ditulis
sehingga kemampuan mental yang lebih tinggi dapat dinilai. Tes yang baik membutuhkan
perencanaan yang baik. Isu-isu seperti tujuan, konten, item tes, kriteria penilaian, dan prosedur
administrasi harus dipertimbangkan. Untuk menantang pembelajaran yang mendalam, tes kertas
dan pensil dapat fokus pada tiga aspek: mengidentifikasi niat belajar, menyiapkan spesifikasi tes
yang mewakili berbagai pembelajaran, dan membangun item tes yang menantang pembelajaran
yang mendalam. Karena hasil belajar memiliki kaitan dengan tujuan pengajaran dan penilaian,
mereka harus dipilih dengan cermat agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Spesifikasi
pengujian harus mempertimbangkan tiga aspek utama: tujuan, konten, dan jenis pengujian. Item
tes memiliki kekuatan yang berbeda. Guru harus membuat keputusan tentang item tes apa yang
akan digunakan untuk paling sesuai dengan tujuan tes. Jika tes tersebut untuk menantang
kemampuan intelektual yang lebih tinggi, item tes harus dikembangkan menggunakan ini sebagai
tujuannya. Item tes seperti esai atau latihan interpretasi melayani tujuan ini lebih baik daripada
bentuk lain seperti MC atau pencocokan.

2.2 Membedakan Tes Uraian Tes Objektif


Teknik dalam asesmen pembelajaran ada dua macam, yaitu teknik tes dan teknik non-tes.
Teknik tes dapat dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan teknik non-tes
biasanya dilakukan untuk menilai sikap, tingkah laku, dan kepribadian peserta didik selama
kegiatan belajar mengajar dikelas (Permatasari, 2014). Jenis-jenis instrumen dalam evaluasi
pembelajaran ada 2 macam yaitu tes objektif dan tes non–objektif. Tes objektif dibagi menjadi
lima yang meliputi: soal pilihan ganda, pilihan benar salah, menjodohkan, dan isian singkat.
Sedangkan tes non–objektif berbentuk uraian terbatas dan uraian bebas.
A. Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan
atau memberikan jawaban singkat dan pemeriksaannya dilakukan secara objektif (seragam)
terhadap semua murid (Asrul, 2014). Ada beberapa jenis tes bentuk objektif yaitu: pilihan ganda,
bentuk pilihan benar salah, menjodohkan, mengurutkan, dan isian singkat.
1. Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda merupakan bentuk tes objektif yang menyajikan soal dan beberapa pilihan
jawaban yang hanya ada satu jawaban yang benar. Terdapat 3 jenis soal pilihan ganda yakni soal
pilihan ganda jawaban tunggal, soal pilihan ganda asosiasi, dan soal pilihan ganda hubungan
sebab-akibat. Berikut ini dipaparkan secara rinci dari ketiga jenis soal pilihan ganda tersebut.
a. Soal Pilihan Ganda Jawaban Tunggal
Soal pilihan ganda jawaban tunggal merupakan suatu bentuk soal objektif. Pilihan jawaban
paling benar dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang disediakan. Konstruksi soal
terdiri atas pokok soal dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas kunci dan pengecoh.
Kunci jawaban harus merupakan jawaban benar atau paling benar sedangkan pengecoh
merupakan jawaban tidak benar. Pencecoh berfungsi untuk menjebak, artinya peserta didik
mungkin memilihnya jika tidak menguasai materinya. Dalam menyusun soal pilihan ganda,
pokok soal harus jelas dan isi pilihan jawaban sebaiknya homogen. Panjang kalimat pilihan
jawaban relatif sama. Menghindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
Tidak menggunakan kalimat negatif ganda (Idrus, 2010).
Contoh Soal Pilihan Ganda Jawaban Tunggal
Dalam ekosistem, pohon mangga termasuk kelompok ...
a. konsumen
b. produsen
c. pengurai
d. dekomposer
b. Soal Pilihan Ganda Asosiasi
Soal pilihan ganda asosiasi merupakan bentuk variasi dari soal pilihan ganda. Jawaban benar
lebih dari satu dari sejumlah pilihan jawaban yang disediakan. Kontruksi soal terdiri atas pokok
soal dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang benar lebih dári satu. Pencecoh berfungsi untuk
menjebak, artinya peserta didik mungkin memilihnya jika tidak menguasai materinya. Soal
dengan ragam asosiasi mengharuskan siswa berpikir lebih komprehensif sebab pilihan jawaban
yang benar bisa 3, 2, 1 atau semua salah (Idrus, 2010).
Soal pilihan ganda asosiasi dengan 4 pilihan biasanya dengan petunjuk:
Pilihlah A jika (1), (2), dan (3) benar,
Pilihlah B jika (1) dan (3) benar,
Pilihlah C jika (2) dan (4) benar,
Pilihlah D jika hanya (4) yang benar.
Contoh Soal Pilihan Ganda Asosiasi
Perhatikan pernyataan di bawah ini! Manakah pernyataan yang benar?
(1) Tumbuhan dikotil adalah tumbuhan berkeping 2.
(2) Pisang bukan tumbuhan dikotil.
(3) Contoh tumbuhan dikotil adalah mangga.
(4) Tumbuhan padi merupakan contoh tumbuhan dikotil.
c. Pilihan Ganda dengan Jawaban Sebab–Akibat
Pilihan ganda sebab akibat adalah salah satu jenis tes pilihan ganda yang dalam tes ini terdiri
dari dua kalimat, satu kalimat pernyataan dan satu kalimat alasan. Tujuan dari tes pilihan ganda
sebab akibat ini adalah untuk mengetahui kemampuan menginterpretasi hubungan sebab akibat
(Arifin, 2012). Pemahaman hubungan seperti ini dapat diukur melalui hubungan sebab akibat
yang spesifik dan menyuruh siswa untuk mengidentifikasi alasan-alasan terbaik untuk itu
(Marmiyanah, 2011).
Ketentuan atau petunjuk pengerjaan soal pilihan ganda sebab akibat adalah
Untuk soal berikut ini pilihlah:
a. Jika kedua permyataan benar dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat.
b. Jika kedua permyataan benar dan tapi keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat.
c. Jika salah satu dari pernyataan salah
d. Jika kedua pernyataan salah
Contoh Soal Pilihan Ganda dengan Jawaban Sebab–Akibat
Perhatikan pernyataan di bawah ini!
Frekuensi detak nadi seseorang yang baru berlari cepat akan naik.
SEBAB
Pada waktu lari cepat denyut jantung bertambah cepat
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah ...
Kelebihan penggunaan soal pilihan ganda menurut Marmiyanah (2011) antara lain.
 Soal pilihan ganda merupakan salah satu soal tes yang dapat diterapkan secara luas untuk
mengukur pencapaian.
 Tes ini dapat mengukur berbagai tipe pengetahuan dan hasil belajar kompleks secara efektif.
Selain itu, tes ini juga bebas dari berbagai karakteristik singkat dari tes tipe lain.
Keambiguan yang kerap terjadi pada soal jawaban singkat dapat dihindari disebabkan
struktur pilihan yang berdasarkan pada situasi yang lebih baik.
 Soal pilihan ganda membantu kita dalam menentukan skor jawaban salah. Siswa harus
mengetahui jawaban yang paling tepat untuk mendapatkan skor.
 Soal pilihan ganda memberikan reabilitas yang lebih baik.
 Setiap soal pilihan ganda dapat mengukur ide tunggal.
 Dua karakter soal pilihan ganda yang paling berguna disebutkan: 1) secara relatif bebas
rangkaian respon, 2) menggunakan sejumlah aliernatif hasil diagnostik yang dapat diterima.
 Penerapan soal pilihan ganda beserta keunggulannya memudahkan dalam penyusunan soal
tes berkualitas tinggi.
 Jumlah materi yang dapat diujikan relative banyak dibandingkan dengan materi yang dapat
dicakup bentuk soal lainnya.
 Sangat sesuai untuk ujian yang pesertanya sangat banyak sedangkan hasilnya harus segera
diketahui, seperti pada ujian akhir nasional, ujian sekolah dasar, atau ujian masuk perguruan
tinggi negeri.
Selain memiliki kelebihan, soal pilihan ganda juga meniliki kekurangan sebagai berikut.
 Soal pilihan ganda tidak dapat menentukan bagaimana situasi sesungguhnya ketika siswa
mengerjakan soal itu.
 Soal pilihan ganda menuntut untuk memilih jawaban tepat, óleh karena itu, ini tidak dapat
diadaptasikan uutuk mengukur keterampilan dalam memecahkan masalah matematika dan
sains atau untuk mengukur kemampuan mengorganisasikan dan mengemukakan ide.
 Soal pilihan ganda memiliki kelemahan bahwa dalam tipe ini sulitnya menemukan pilihan
tidak tepat yang cukup tetapi pengecoh yang masuk akal. Masalah ini khususnya disebabkan
pada tingkat dasar kosakata dan pengetahuan siswa terbetas.
 Memungkinkan terjadinya kecurangan dalam pengerjaan soal.
 Penyusunan soal yang baik lebih sulit dan memerlukan waktu yang relative lama
dibandingkan dengan bentuk soal lainnya (Sukiman, 2012).
2. Pilihan Benar-Salah
Bentuk tes Benar-Salah (B-S) adalah soal yang mengandung dua kemungkinan jawaban,
yaitu benar atau salah. Fungsi bentuk soal benar salah adalah untuk mengukur kemampuan
peserta didk untuk membedakan antara fakta dengan pendapat (Arifin, 2012). Agar soal dapat
berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan sebaiknya homogen dari segi isi. Bentuk
soal ini banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan
hubungan yang sederhana. Cara mengerjakan soal ini dengan melingkari atau menandai pada
jawaban yang dianggap benar.
Kelebihan tes benar salah yaitu: mudah disusun dan dilaksanakan, dapat dinilai dengan cepat
dan objektif, dan dapat mecakup materi yang lebih luas. Sedangkan kekurangan dari tes ini yaitu,
peserta didik cenderung menjawab dengan coba-coba, memiliki derajat validitas dan reliabilitas
yang rendah, dan sering terjadi kekaburan untuk membuat soal yang benar-benar jelas (Arifin,
2012).
Sebelum menyusun soal benar salah ada hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu: membuat
petunjuk dengan jelas agar peserta didik tidak bingung, setiap soal hendaknya mengandung satu
pengertian saja, jangan membuat soal yang masih dipertanyakan benar salahnya, hindari
menggunakan kata yang dapat memberi petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki (Asrul,
2014). Terdapat empat macam soal benar-salah yakni tes benar-salah bentuk pernyataan, tes
benar-salah yang menuntut alasan, tes benar-salah dengan membetulkan, dan tes benar–salah
berganda. Berikut ini dipaparkan secara rinci dari keempat jenis soal benar-salah tersebut.
a. Tes Benar-Salah bentuk pernyataan. Dalam bentuk ini soal terdiri dari pernyataan-
pernyataan dan siswa diminta memilih kemungkinan benar atau salah.
Pernyataan Kunci Jawaban
1. Pergerakan rangka disebabkan adanya kontraksi dan B
relaksasi otot.
2. Salah satu contoh makhluk hidup yang memiliki S
endoskeleton adalah siput.
3. Tulang rawan dapat ditemukan pada embrio, anak-anak dan B
orang dewasa.
4. Persendian diantara tulang tengkorak memungkinkan adanya S
gerakan yang terbatas.
5. Ketika menekuk lengan maka otot bisep berelaksasi, S
sedangkan otot trisep berkontraksi.
6. Otot lambung dapat bekerja secara terus-menerus dan tidak B
mudah lelah.

b. Tes benar–salah yang menuntut alasan. Dalam bentuk ini selain seperti bentuk
pertama juga menuntut supaya siswa memberi alasan apabila ia memilih
kemungkinan salah.
Pernyataan Kunci Jawaban
1. Tulang belakang bersifat kuat dan kaku. S
Alasan: Tulang belakang bersifat kuat dan lentur. Ini disebabkan karena
tulang belakang bertugas menopang hampir dua pertiga dari berat badan.
Disisi lain, tulang belakang harus melakukan banyak pergerakan seperti
membungkuk dan sebagainya.
2. Tulang pipa memiliki matriks yang padat dan rapat. B
3. Hubungan pada tulang siku memungkinkan terjadinya B
gerakan satu arah.
4. Orang yang menderita osteoporosis keadaan tulangnya akan S
semakin mengeras karena terjadi pengapuran.
Alasan: Orang yang menderita osteoporosis, keadaan tulangnya akan
rapuh dan keropos. Hal ini disebabhkan karena berkurangnya kadar
kalsium dalam tulang. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka
kadar kalsiumnya akan berkurang sedikit demi sedikit.
5. Otot membutuhkan ATP untuk berkontraksi. B

6. Kram adalah kondisi otot yang mengalami kerjang terus S


menerus. Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri
Clostridium tetani.
Alasan: Kram otot terjadi karena terlalu lamanya aktivitas otot secara
terus menerus misalnya lari maraton. Bakteri Clostridium tetani
menyebabkan penyakit tetanus.

c. Tes benar–salah dengan membetulkan. Dalam bentuk tes ini selain seperti bentuk
pertama juga menuntut supaya siswa membetulkan pernyataan soal yang disalahkan
(jika siswa memilih kemungkinan salah terhadap pernyataan/soal yang bersangkutan).
Pernyataan Kunci Jawaban
1. Tulang rawan pada anak-anak berasal dari perikondrium, S
sedangkan pada orang dewas berasal dari mesenkim.
Pembenaran: Tulang rawan pada anak-anak lebih banyak mengandung
sel-sel tulang rawan (mesenkim) daripada matriksnya. Kondisi ini
berkebalikan dengan tulang rawan pada orang dewasa yang justru lebih
banyak mengandung matriks. Tulang rawan pada orang dewasa terbentuk
dari selaput rawan yang disebut perikondrium, yang banyak mengandung
matriks.
2. Tulang rusuk berjumlah 12 pasang yaitu terdiri atas 7 pasang S
tulang rusuk palsu, 3 pasang tulang rusuk melayang, dan 2
pasang tulang rusuk sejati
Pembenaran: Penyusun tulang rusuk berjumlah 12 pasang, yaitu terdiri
atas 7 pasang tulang rusuk sejati, 3 pasang tulang rusuk palsu, dan 2
pasang tulang rusuk melayang.
3. Sendi putar adalah persendian yang memungkinkan gerakan S
bebas ke segala arah, berporos tiga, ujung tulang berbetuk
mangkok, dan ujung tulang lain berbentuk bonggol.
Pembenaran: Sendi putar adalah persendian yang memungkinkan tulang
yang satu berputar terhadap tulang lain. Gerakan rotasi dari sendi putar
memiliki 1 poros.
4. Lordosis adalah keadaan tulang belakang melengkung ke S
belakang.
Pembenaran: Lordosis adalah keadaan tulang belakang melengkung ke
depan.
5. Elastisitas adalah kemampuan otot untuk memanjang secara S
maksimal.
Pembenaran: Elastisitas adalah kemampuan otot untuk kembali lagi pada
posisi semula setelah berkontraksi atau berelaksasi.
6. Protein penyusun otot adalah protein tubulin dan protein S
kinesin.
Pembenaran: Protein penyusun otot adalah protein aktin dan protein
miosin.

d. Tes benar–salah berganda. Pada bentuk ini satu induk persoalan menghasilkan
beberapa anak persoalan. Beberapa anak persoalan itu dirumuskan dalam
pernyataan/ soal yang mempunyai kemungkinan benar atau salah.
Pernyataan Kunci
Jawaban
1. Tulang-tulang yang membentuk bagian kepala meliputi:
a. Tulang baji (sfenoid) 2 tulang; B
b. Tulang tapis (etmoid) 1 tulang; B
c. Tulang pelipis (temporal) 2 tulang; B
d. Tulang dahi (frontal) 1 tulang; B
e. Tulang ubun-ubun (parietal) 2 tulang; B
f. Tulang kepala belakang (oksipital) 1 tulang. B
2. Tulang-tulang penyusun anggota gerak atas, antara lain:
a. Tulang humerus B
b. Tulang patela S
c. Tulang radius B
d. Tulang tarsal S
e. Tulang metatarsal S
f. Tulang jari-jari phalanges B
3. Gerakan antagonis ini dapat dibedakan berdasarkan arah gerakannya.
a. Abduksi Mendekati badan S
b. Adduksi Menjauhi badan S
c. Ekstensi Meluruskan B
d. Fleksi Menekuk B
e. Supinasi Menengadahkan tangan B
f. Pronasi Menelungkupkan tangan B
g. Depresi Mengangkat S
h. Elevasi Mengangkat S
4. Cara kerja otot jantung adalah
a. Bekerja terus-menerus dengan ritme atau irama yang tetap. B
b. Dipengaruhi oleh kesadaran. S
c. Tidak mudah lelah B

3. Soal Merjodohkan (Matching Test)


Soal menjodohkan adalah suatu soal objektif yang terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian premis
(pernyataan/soal) lazimnya di bagian kiri halaman, dan bagian respon (pilihan jawaban)
lazimnya di bagian kanan halaman. Jadi satu halaman terdiri atas dua bagian, premis dan respon,
yang sebaiknya terletak di satu halaman. Materi soal menjodohkan dapat mencakup fakta yang
luas tanpa membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya. Soal ini juga dapat mengukur
pemahaman peserta didik akan fakta dan konsep-konsep yang telah diberikan sebelumnya.
Pemeriksaan jawaban soal menjodohkan mudah dan cepat. Namun bentuk soal ini relatif sukar
menyusunnya, kurang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyatakan gagasan,
kemungkinan terjadi peserta didik berspekulasi dan kebanyakan mengukur daya ingat peserta
didik (Arifin, 2012).

Contoh Soal Menjodohkan


Lengkapilah kolom sebelah kiri pernyataan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom di
bagian kanan!

Pernyataan Pilihan Jawaban Kunci Jawaban


1. Pembuluh darah yang bersifat a. Aorta
mikroskopis. b. Antigen
2. Pembuluh darah berdinding tebal dan c. Plasma
bersifat elastis yang kerjanya menyalurkan d. Arteri
darah menjauhi jartung. e. Kapiler
3. Fragmen-fragmen sel yang membantu f. Hemoglobin
darah membeku setelah mengalami suatu g. Trombosit
luka.
4. Bagian darah berupa cairan dan berwarna
kuning muda.
5. Penyebab warna merah darah.
6. Pembuluh darah di dalam tubuh yang
berukuran paling besar.

4. Soal Mengurutkan
Bentuk soal mengurutkan atau biasa disebut rearrangement exercises merupakan bentuk tes
berupa rangkaian kalimat utuh dan benar, kemudian diceraikan secara tidak beraturan, sehingga
bentuk aslinya sulit dikenali, selanjutnya peserta didik diminta untuk menyusun kembali sesuai
dengan urutan yang benar (Thoha, 2003). Bentuk tes ini memiliki nilai objektif yang tinggi
karena kesimpulan yang diambil sudah didasarkan atas data yang ajeg, dengan demikian
memperkecil peluang muculnya subjektivitas penilaian sehingga skor pengukuran juga ajeg.
Bentuk tes ini juga dapat mengukur kemampuan berpikir logic atau logical sequence peserta
didik. Namun soal mengurutkan kurang melatih kemampuan peserta didik dalam hal menyusun
kalimat yang baik karena peserta didik terbatas pada jawaban yang telah disediakan. Bentuk soal
ini juga hanya mampu mengukur kemampuan peserta didik dalam bentuk pengetahuan dan
pemahaman (C1 dan C2).
Contoh Soal Mengurutkan
Urutan takson dari tingkat tertinggi sampai dengan tingkat terendah adalah ...
A. Kingdom, filum/divisio, famili, ordo, kelas, genus, spesies
B. Kingdom, filum/divisi, ordo, famili, kelas, genus, spesies
C. Kingdom, filum/divisi, kelas, ordo, famili, genus, spesies
D. Kingdom, kelas, filum/divisi, ordo, famili, genus, spesies
5. Soal Isian Singkat
Soal isian singkat merupakan salah satu jenis tes objektif yang jawabannya dituangkan
secara singkat. Peserta didik harus menulis sendiri jawaban yang diminta oleh setiap soal.
Jawaban soal pendek-pendek dan tiap soal hanya mempunyai satu kemungkinan jawaban yang
benar; bahkan kadang-kadang peserta didik hanya tinggal mengisi satu-dua kata ditengah-tengah
atau akhir kalimat. Soal isian singkat ada 2 bentuk/tipe: 1) Bentuk pertanyaan (kalimat tanya)
yang harus dijawab singkat, dan 2) Bentuk melengkapi kalimat (complement test), baik di ujung
maupun di tengah.
Keunggulan soal isian singkat antara lain sangat mudah dalam penyusunannya, lebih
menghemat tempat dan kemungkinan peserta didik untuk menebak jawaban sangat sulit.
Walaupun demikian sulit untuk merumuskan pertanyaan yang tidak lengkap sehingga hanya ada
satu jawaban saja yang benar. Bentuk isian singkat juga lebih cenderung mengungkap daya ingat
atau aspek hafalan saja (C1), sehingga tidak cocok untuk mengukur hasil-hasil belajar yang
kompleks.
Contoh Soal Jawaban Singkat Berupa Pertanyaan:
 Siapa penemu istilah sel pertama kali?
 Apa hasil dari fotosintesis?
 Apa saja enzim yang dihasilkan oleh lambung?
Contoh Soal Tipe Complement Test - Melengkapi Ujung Kalimat
 Unit fungsional ginjal disebut ...
 Saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar adalah ...
Contol Soal Tipe Complement Test - Melengkapi Ujung Maupun Tengah Kalimat
Kumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi sama dinamakan ... (1). No. 1 yang tersusun dari
sel-sel berdinding tipis, umumnya berbentuk isodiametris disebut ... (2) yang jika mengandung
kloroplas dinamakan ... (3).
B. Tes Non-Objektif
Tes non-objektif atau disebut tes uraian yaitu tes yang pertanyannya membutuhkan jawaban
peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menyatakan jawaban dengan kata-
katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bentuk
uraian sering juga disebut bentuk subjektif, karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi
oleh faktor subjektifitas guru (Arifin, 2012).
Bentuk tes uraian terbagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Uraian Terbatas
Untuk menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal
tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam,
tetap harus ada pokokpokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan
batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh Soal Uraian Terbatas
 Mengapa ada orang yang menderita cacar sekali seumur hidup dan ada pula yang lebih dari
sekali?
 Mengapa manusia menggiggil bila kedinginan?
2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika
sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun,
guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh Soal Uraian Bebas
 Bagaimana pendapat anda mengenai negara yang melegalkan LGBT?
 Bagaimana pendapat anda mengenai bank sperma dan sewa rahim yang ada di India?
Tes non-objektif in memiliki kelebihan dan kekuranagan. Kelebihan dari tes ini yaitu: 1) Tes
dapat dibuat dengan cepat dan mudah, 2) mendorong siswa untuk berani mengemukakan
pendapat dengan gaya bahasa sendiri dan menyusun kalimat dalam bentuk yang bagus, dan 3)
untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Sedangkan kelemahan dari tes ini yaitu: kurang bisa
mencakup isi materi kesekuruhan, 2) Kadar validitas dan reliabilitas rendah karena pengetahuan
siswa yang betul-betul dipahami sulit diketahui, 3) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi
unsur-unsur subjektif dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi.
Cara penyususnan tes non-objektif yaitu: 1) Butir-butir soal tes uraian dapat mencakup
materi yang telah diajarkan dan sesuai dengan indikator, 2) Penyusunan kalimat soal sebaiknya
berlainan dengan kalimat yang ada di buku namun mengandung arti yang sama, 3) kalimat soal
disusun secara ringkas, padat, dan jelas sehingga mudah dipahami peserta didik, 4) Menyusun
jawaban yang dikehendaki pembuat soal (guru) untuk pedoman jawaban yang betul dan untuk
mengurangi faktor subyektifitas, dan 5) Membuat pedoman dalam menjawab tes (Sudaryono,
2012).

2.3 Menyusun Contoh-Contoh Butir Soal Tes Berpikir Tingkat Tinggi Dan Tingkat
Rendah
A. Pengertian, karakteristik Soal HOTs
Kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikikir
masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalanagan pemikir pendidikan masih
terus diperdebatkanberbagai kalanagan, terutama kalangan pemikir pendidikan. Menurut Dewey
(1859-1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan
Vygotsky (1896-1934) lebih mengkaitkan berpikir dalam proses mental. Secara umum para
tokoh pemikir bersepakat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami
seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang haruis
dipecahkan.
Pengembangan dunia yang terjadi pada saat ini nampaknya tidak terbatas membuat manusia
dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupannya.
Banyak teori dan konsep tentang jenis kecakapan abad 21 yang meliputi kualitas karakter,
kompentensi, dan literasi dasar. Karakterdinilai dari kulaitas yang baik diantaranya adalah iman
dan taqwa, rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, serta
kesadaran sosial dan budaya. Maka dalam dunia pendidikan ada beberapa upaya diantaranya
meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat memecahkan masalah, membutuhkan kecakapan
untuk menemukan, menganalisis, menciptakan, merefleksi, dan berargumen atua yang sering
disebut dengan istilah keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Pengasahan keterampilan tersebut dapat dilakukan melalui soal-soal obyektif atau subyektif
yang membutuhkan penalaran untuk menjawabnya yang dikenal dengan soal HOTs (Higher
Order Thingking Skills). Ketrrampilan berpikir tingkat tinggi membutuhkan kemampuan mulai
dari mengingat, merujuk, mengaplikasikan sampai dengan menganalisis, mengevaluasi, atau
mengkreasi. Dengan demikian soal HOTs berada pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi,
dan mengkreasikan sebagaimana ditunjukan dalam tabel diatas.
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan
telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi
tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:
C 1 = mengingat (remembering)
C 2 = memahami (understanding)
C 3 = menerapkan (applying)
C 4 = menganalisis (analyzing)
C 5 = mengevaluasi (evaluating)
C 6 = mengkreasi (creating)
Tabel 1. Dimensi Proses Berpikir Kognitif dan Level Soal
Jenis
level Kognitif Kata Kerja Operasional Karakteristik Soal
Soal
LOTs Pengetahuan - Mengingat kembali Mengukur
- Mengingat, Mendaftar, kemampuan faktual,
mengulang , menirukan konseptual, dan
prosedural
MOTs Pemahaman - Menjelaskan ide/konsep
- Menjelaskan,
mengklasifikasi, menerima,
melaporkan
Aplikasi - Menggunakan informasi - Menggunakan
pada domain berbeda pengetahuan
- Menggunakan faktual, konsep, dan
mendemonstrasikan, procedural tertentu
mengilustrasikan, pada konsep lain
mengoprasikan dalam mapel yang
sama atau mapel
lainnya.
- Menggunakan
pengetahuan
faktual, konsep, dan
procedural tertentu
untuk
menyelesaikan
masalah kontekstual
(situasi lain
unfamiliar)
HOTs analisis - Menspesifikasi aspek- menggunakan
aspek/elemen penalran dan logika
- Membandingkan, untuk :
memeriksa, mengkritisi, - Mengambil
menguji keputusan
Mengevaluasi - Mengambil keputusan sendiri
(evalusi)
- Mengevaluasi, menilai,
- Memprediksi dan
menyanggah, memutuskan,
refleksi
memilih, dan mendukung
- Menyusun strategi
Mengkreasi - Mengkreasi ide/gagasan
baru untuk
sendiri
memcahkan
- Mengkonstruksi, mendisain,
masalah
mengkreasi,
mengembangkan, menulis,
da menformulasikan.
Sumber: Anderson dan Krathwall (2001)

Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom
yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga
istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
 HOTS adalah proses transfer.
HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan belajar
bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang
telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain.
 HOTS adalah berpikir kritis.
HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta
didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil keputusan secara
mandiri.
 HOTS adalah penyelesaian masalah.
HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik mampu
menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga
prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin.
Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:
 transfer satu konsep ke konsep lainnya;
 memproses dan menerapkan informasi;
 mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
 menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
 menelaah ide dan informasi secara kritis.
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian
kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan
pendidikan.
B. Langkah-langkah Pembuatan Soal Hots
Pada penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang
hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan
tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan, tidak selalu
tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru
dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan
pendidikan.
Berikut langkah-langkah penyusunan soal HOTS:
a. Menganalisis KD
Analisis KD diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37
tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat kognitifnya.
Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018 berada dalam tingkat
kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis), C5
(mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada tingkat
kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun
soal HOTS. KD tersebut dapat disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu
IPK pengayaan dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6. Guru-guru secara mandiri atau melalui
forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis KD yang dapat disusun menjadi soal-soal HOTS.
Contoh Menganalisis KD pada Jenjang SMP
KD yang akan diukur.
3.5 Menganalisis sistem pencernaan pada manusia dan memahami gangguan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan sistem pencernaan.
Analisis tingkat kognitif KD yang akan diukur.
3.5 Menganalisis sistem pencernaan pada manusia dan memahami gangguan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan sistem pencernaan. Kata kerja
“menganalisis” dalam konteks pada KD 3.5 berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis) atau
pada level 3 (C4). Kata kerja “memahami” dalam konteks pada KD 3.5 berada pada tingkat
kognitif C2 (memahami) atau pada level 1 (C2).
Perumusan IPK.
Rumusan IPK yang dapat dikembangkan yaitu:
IPK pendukung:
3.5.1 Mengidentifikasi jenis-jenis zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia.
3.5.2 Menjelaskan fungsi jenis-jenis zat makanan bagi manusia.
3.5.3 Mengidentifikasi kandungan zat makanan pada makanan.
3.5.4 Mengidentifikasi organ-organ sistem pencernaan pada manusia.
3.5.5 Menjelaskan proses pencernaan pada manusia.
3.5.6 Menentukan fungsi organ-organ sistem pencernaan pada proses pencernaan pada manusia.
IPK kunci:
3.5.7 Menganalisis proses dan hasil pencernaan secara mekanik pada manusia.
3.5.8 Menganalisis proses dan hasil pencernaan secara kimiawi pada manusia
3.5.9 Menjelaskan gangguan yang berhubungan dengan sistem pencernaan Manusia
IPK kunci merupakan target kompetensi dasar yang harus dapat tercapai sebagai standar minimal
kompetensi yang dicapai. IPK kunci pada KD 3.5 sudah dapat langsung dibuat soal HOTS
karena sudah berada dalam level 3 (C4) (untuk IPK 3.5.7 dan IPK 3.5.8).
Hal penting yang harus diperhatikan yaitu bila hasil analisis KD yang akan diukur berada
pada ranah kognitif C1, C2, atau C3, maka jika akan menyusun soal HOTS, wajib terlebih
dahulu merumuskan IPK pengayaan. IPK pengayaan yang disusun mulai dari 1 tingkat kognitif
dari tingkat kognitif KD.
b. Menyususn Kisi-Kisi Soal
Kisi-kisi penyusunan soal digunakan guru untuk menyusun soal HOTS. Secara umum, kisi-
kisi tersebut memandu guru dalam:
 memilih KD yang dapat dibuat soal HOTS;
 menentukan lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;
 merumuskan indikator soal;
 menentukan nomor soal;
 menentukan level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuk tingkat C3, dan
L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6); dan
 Menentukan bentuk soal yang akan digunakan.
c. Memilih Stimulus yang Tepat dan kontekstual
Stimulus yang digunakan harus tepat, artinya mendorong peserta didik untuk mencermati
soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus
kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari,
menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat
memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.

d. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal


Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah
penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif
sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir
e. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau
kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban
dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian
singkat.
BAB III
SIMPULAN

1. Hasil belajar kognitif adalah perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Dalam hubungan
dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Tujuan utama
pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif.
2. Penilaian paper and pencil mengacu pada format penilaian siswa tradisional seperti tes
tertulis dan juga tes standar
3. Teknik tes dapat dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Jenis-jenis instrumen dalam
evaluasi pembelajaran ada 2 macam yaitu tes objektif dan tes non–objektif. Tes objektif
dibagi menjadi lima yang meliputi: soal pilihan ganda, pilihan benar salah, menjodohkan,
dan isian singkat. Sedangkan tes non–objektif berbentuk uraian terbatas dan uraian bebas.
4. Ketrrampilan berpikir tingkat tinggi membutuhkan kemampuan mulai dari mengingat,
merujuk, mengaplikasikan sampai dengan menganalisis, mengevaluasi, atau mengkreasi.
Dengan demikian soal HOTs berada pada tingkatan menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasikan

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, L. W dan Krathohl, D, R. (2001). iA Taxonomy for Learning Teaching and Assesing,
A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison
Wesley Longman, Inc
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kemenag.
Asrul, Rusydi Ananda. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media.
Awaliyah, Siti. (2018). Penyusunan Soal HOTS Bagi Guru PPKN dan IPS Sekolah Menegah
Pertama. Jurnal Praksis dan Dedikasi Sosial. Vol 1 No 1 April
Berry, R. 2008. Assesment for Learning. Hong Kong: Hong Kong University Press
Bloom, B. S, dkk. 1956. Taxonomy of Educational Objective: The Classification of Educational
Goals. London: Longman, LTD
Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta,
Fiteriani, I dan Baharudin. 2017. Analisis Perbedaan Hasil Belajar Kognitif Menggunakan
Metode Pembelajaran Kooperatif yang Berkombinasi pada Materi IPA di MIN Bandar
Lampung. Jurnal Pendidikan dan Pembelajarn Dasar. Volume 4 Nomor 2
Frey, B. B. 2018. Paper-and-Pencil Assessment in: The SAGE Encyclopedia of Educational
Research, Measurement, and Evaluation. California: Sage Publishing
Husamah, dkk. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Malang: UMM Press
Idrus, Alwi. 2010. Pengaruh Jumlah Alternatif Jawaban Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda
terhadap Reliabilitas Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda. Jurnal Ilmiah Faktor
Exacta, Vol. 3 No. 2.
Marmiyanah. 2011. Menyusun Tes Objektif: Bentuk Pilihan Ganda. Palembang: Universitas
Sriwijaya.
Permatasari, Arvynda. 2014. Pengelolaan Evaluasi Hasil Balajar Peserta Didik Secara Online.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. 24 No. 3, 260.
Setiawan, Wiwik, et al. (2019) Buku Penilaian Bererientasi Higer Order Thingking Skills.
Jakarta: Diretorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.
Thoha, Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafind.
Widoyoko, E. P. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis bagi Pendidik dan
Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijayanta, F. W., dkk. 2015. Pengaruh Paperless dan Paper and Pencil Terhadap Hasil Belajr
Kompetensi Persiapan Pembuatan Dokumentasi Audio Video Ditinjau dari Kemandirian
Siswa: Studi Eksperimen di SMK Negeri 5 Surabaya. Jurnal Pendidikan Vokasi: Teori
dan Praktik. Volume 3, Nomor 2

Anda mungkin juga menyukai