Anda di halaman 1dari 102

Ashadi

konsep
METAFORA
dalam
ARSITEKTUR

Arsitektur UMJ Press


Ashadi, lahir 25 Pebruari 1966, di Cepu, Jawa
Tengah. Pendidikan Tinggi: S1 Arsitektur
UNDIP (1991), S2 Antropologi UI (2004), dan S3
Arsitektur UNPAR (2016). Sekarang ini, ia aktif
sebagai dosen di Program Studi Arsitektur
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Buku-
bukunya yang telah diterbitkan: Warisan
Walisongo (2006); Peradaban dan Arsitektur
Dunia Kuno: Sumeria-Mesir-India (2016);
Peradaban dan Arsitektur Klasik Yunani-
Romawi (2016); Peradaban dan Arsitektur
Zaman Pertengahan: Byzantium, Kekristenan,
Arab dan Islam (2016); Peradaban dan
Arsitektur Modern (2016); Keraton Jawa (2017);
Alun-Alun Kota Jawa (2017); Tata Ruang
Kauman (2017); Tentang Jawa (2017); Metode
Hermeneutik dalam Penelitian Sinkretisme
Bentuk Arsitektur (2017); Ringkasan Disertasi
Makna Sinkretisme Bentuk pada Arsitektur
Mesjid-Mesjid Walisanga (2017); Kontroversi
Walisongo (2017); Peradaban dan Arsitektur
Islam Zaman Kenabian (2017); Penerapan
Metode Kuantitatif dan Kualitatif Dalam
Penelitian Arsitektur (2018); Pengantar
Antropologi Arsitektur (2018); Masjid Jami
Luar Batang Destinasi Wisata Cagar Budaya
Kota Lama Jakarta (2018); Kearifan Lokal
Dalam Arsitektur (2018); Kajian Makna Dalam
Arsitektur Dan Paham-Paham Yang
Memengaruhinya (2018); Kelengkapan
Peradaban dan Arsitektur Islam Zaman
Kenabian (2018); Akulturasi Arsitektur Masjid-
Masjid Tua di Jakarta (2018); dan Arsitek
Arsitektur Dekonstruktivis (2019)
KONSEP
METAFORA
DALAM
ARSITEKTUR

ASHADI

Penerbit Arsitektur UMJ Press


2019
KONSEP METAFORA DALAM ARSITEKTUR

|arsitekturUMJpress|
|

Penulis: ASHADI

CETAKAN PERTAMA, Nopember 2019

Hak Cipta Pada Penulis


Hak Cipta Penulis dilindungi Undang-Undang Hak Cipta 2002
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Desain Sampul : Abu Ghozi


Tata Letak : Abu Ghozi

Perpustakaan Nasional – Katalog Dalam Terbitan (KDT)


ASHADI
Konsep Metafora Dalam Arsitektur
Jumlah Halaman 88

ISBN 978-602-5428-29-6

Diterbitkan Oleh Arsitektur UMJ Press


Jln. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat 10510
Tetp. 021-4256024, Fax. 021-4256023
E-mail: arwityas@yahoo.com

Gambar Sampul: Satalos TGV Station in Lyon, France, by Calatrava


(https://teematoe.wordpress.com, akses 1 April 2019)

Dicetak dan dijilid di Jakarta


Isi di luar tanggung jawab percetakan
__________________________________________________________
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 :

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/
atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
ABSTRAK

Konsep metafora, yang awalnya berkutat di bidang linguistik,


seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
rekayasa, semakin berkembang dan lingkup kajiannya
merambah bidang-bidang lainnya, termasuk bidang arsitektur.
Tulisan ini merupakan hasil dari kajian sederhana tentang
bagaimana konsep metafora diterapkan pada bentuk
arsitektur. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang konsep metafora dalam arsitektur.
Metode kajian yang digunakan adalah eksplorasi dan
interpretasi. Eksplorasi dan interpretasi dilakukan dengan
menampilkan dan terhadap contoh-contoh desain arsitektur
dalam setiap era perkembangannya. Untuk keperluan
Pendidikan, disajikan pula beberapa contoh desain arsitektur
Tugas Akhir karya mahasiswa.

Kata Kunci: Bentuk Arsitektur, Metafora.


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, buku berjudul Konsep Metafora dalam


Arsitektur dapat diselesaikan. Buku ini merupakan hasil kajian
sederhana tentang bagaimana penerapan konsep metafora
dalam arsitektur.
Buku ini disusun sebagai salah satu buku referensi
dalam mata kuliah (mk) Kajian Makna dalam Arsitektur dan
mata kuliah (mk) Perancangan Arsitektur Lanjut di Program
Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Dalam buku ini, untuk mempermudah pemahaman,
disertakan contoh-contoh desain arsitektur selama era
perkembangannya: dari zaman kuno hingga zaman
postmodern. Dan untuk keperluan pendidikan mahasiswa
arsitektur, dalam buku ini juga disertakan contoh-contoh hasil
karya Tugas Akhir mahasiswa.
Akhirnya, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya bagi para mahasiswa, sebagai salah satu
referensi dan sumbangan ilmu pengetahuan tentang konsep
metafora dalam arsitektur.

Jakarta, Nopember 2019


Penulis

i
ii
PENGANTAR PENERBIT

Alhamdulillah, tulisan Ashadi yang berjudul Konsep Metafora


dalam Arsitektur dapat kami terbitkan. Buku ini merupakan
hasil kajian sederhana tentang konsep metafora dalam desain
arsitektur dan penerapannya.
Dalam buku ini, penulis berusaha memahamkan kepada
para pembaca, khususnya para mahasiswa arsitektur,
bagaimana hubungan arsitektur dengan Bahasa, dan konsep
metafora yang memang berasal dari ranah bahasa diterapkan
pada bentuk-bentuk arsitektur.
Dalam buku ini disajikan beberapa contoh bentuk-
bentuk arsitektur dari zaman kuno hingga zaman postmodern,
dan juga contoh-contoh hasil karya Tugas Akhir mahasiswa.
Adanya contoh-contoh desain ini diharapkan dapat
memudahkan dalam memahami buku ini, khususnya bagi para
mahasiswa arsitektur.
Kehadiran buku ini menjadi salah satu sumbangan
penting bagi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang
pengetahuan konsep metafora dalam arsitektur dan
penerapannya.

Jakarta, Nopember 2019


Penerbit

iii
iv
DAFTAR ISI

HAL.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
PENGANTAR PENERBIT iii
DAFTAR ISI v

BAB 1
KONSEPSI TENTANG METAFORA 1
1.1 Pengertian 1
1.2 Tipe-Tipe Metafora 6
1.3 Metafora Sebagai Fenomena Konseptual 10

BAB 2
ARSITEKTUR DAN BAHASA 11
2.1 Arsitektur Sebagai Bahasa 11
2.2 Bentuk Arsitektur dan Metafora 15

BAB 3
BENTUK ARSITEKTUR METAFORA DARI ZAMAN
KE ZAMAN 19
3.1 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Kuno 19
3.2 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Klasik 22
3.3 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Pertengahan 24
v
vi

3.4 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Modern 26


3.5 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Postmodern 37

BAB 4
CONTOH DESAIN ARSITEKTUR TUGAS AKHIR
MAHASISWA 57
4.1 Pengembangan Kawasan Media City RCTI, Jakarta 58
4.2 Internasional Sport Center di Jakarta 63
4.3 Pusat Apresiasi Musik Kontemporer di Jakarta Utara 70
4.4 Kantor Perwakilan Schlumberger di Jakarta 74

DAFTAR PUSTAKA 81
BAB 1
KONSEPSI TENTANG METAFORA

1.1 Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI-Kamus versi
online), metafora diartikan sebagai pemakaian kata atau
kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan
sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan, misalnya “tulang punggung” dalam kalimat
“pemuda adalah tulang punggung negara.”
Dalam Merriam-Webster Dictionary (online version),
metafora diartikan sebagai: a figure of speech in which a word or
phrase literally denoting one kind of object or idea is used in place of
another to suggest a likeness or analogy between them (kiasan di
mana kata atau frasa yang secara harfiah menunjukkan satu
jenis objek atau ide digunakan sebagai pengganti yang lain untuk
menyarankan persamaan atau analogi di antara mereka).
Dalam Cambridge English Dictionary (online version),
metafora diartikan sebagai: an expression, often found in
literature, that describes a person or object by referring to
something that is considered to have similar characteristics to
that person or object (sebuah ekspresi, sering ditemukan dalam
literatur, yang menggambarkan seseorang atau objek dengan
merujuk pada sesuatu yang dianggap memiliki karakteristik
yang mirip dengan orang atau objek itu).
1
2

Dalam Literary Devices (online version), metafora


diartikan sebagai: A figure of speech that makes an implicit,
implied, or hidden comparison between two things that are
unrelated, but which share some common characteristics. In other
words, a resemblance of two contradictory or different objects is
made based on a single or some common characteristics (kiasan
yang membuat perbandingan tersirat, atau tersembunyi antara
dua hal yang tidak terkait, tetapi yang memiliki beberapa
karakteristik umum. Dengan kata lain, keserupaan dari dua
objek yang kontradiktif atau berbeda dibuat berdasarkan pada
satu atau beberapa karakteristik umum).
Metafora berasal dari Bahasa Latin metaphora, yang
berarti “terbawa” dan bahasa Yunani μεταφορά (metaphora),
yang berarti “memindahkan” dan dari μεταφέρω (metapherō-
metapherein), yang berarti “untuk membawa” atau “untuk
mentransfer” atau “untuk memindahkan” atau “untuk
melahirkan”. Dan istilah metafora diturunkan dari μετά-meta,
yang berarti “setelah, dengan, atau melintasi” dan φέρω-pherō,
yang berarti “untuk membawa”, atau -pherein, yang berarti
“untuk melahirkan".
Menurut Aristotle, salah seorang dari tiga serangkai filsuf
Yunani, dalam karyanya yang fenomenal – Poetics: Metaphor is
the application of an alien name by transference either from
genus to species, or from species to genus, or from species to
species, or by analogy, that is proportion (Metafora adalah
penerapan nama asing dengan pemindahan dari genus ke
spesies, atau dari spesies ke genus, atau dari spesies ke spesies,
atau dengan analogi, yaitu proporsi). [Aristotle, 1902:34]. Pada
kesempatan lainnya, dalam karyanya – Rhetoric, Aristotle
menyatakan: Metaphor, moreover, gives style clearness, charm,
3

and distinction as nothing else can; and it is not a thing whose


use can be taught by one man to another. Metaphor must be
drawn, as has been said already, from things that are related to
the original thing, and yet not obviously so related-just as in
philosophy also an acute mind will perceive resemblances even in
thing for a part. (Metafora, lebih lanjut, memberikan kejelasan
gaya, pesona, dan perbedaan yang tidak bisa dilakukan oleh yang
lain; dan itu bukan hal yang penggunaannya dapat diajarkan
oleh satu orang ke orang lain. Metafora harus ditarik, seperti
yang telah dikatakan, dari hal-hal yang terkait dengan hal yang
asli, namun tidak begitu terkait-seperti halnya dalam filsafat,
juga pikiran yang akut akan merasakan keserupaan bahkan
dalam hal untuk suatu bagian). [Aristotle, tt:141 dan 160].
Dalam retorika klasik terdapat enam proposisi tentang
metafora, yakni sebagai berikut [Ricoeur, 2012:106-107]:
1. Metafora adalah sebuah kiasan, sebuah bentuk wacana
yang berkenaan dengan denominasi.
2. Ia merepresentasikan perluasan makna dari suatu nama
melalui deviasi dari makna literal kata.
3. Alasan bagi deviasi ini adalah keserupaan.
4. Fungsi penyerupaan ini adalah memberikan landasan
substitusi gambaran makna sebuah kata di tempat
pemaknaan literal, yang dapat digunakan dalam tempat
yang sama.
5. Untuk itu signifikansi yang tersubstitusi tidak
memperlihatkan inovasi semantik apa pun. Kita dapat
menterjemahkan metafora yakni menggantikan makna
literal di mana kata figuratif merupakan sebuah
substitusi.
4

6. Dikarenakan ia tidak mempresentasikan sebuah inovasi


semantik, metafora tidak membawa informasi baru
tentang realitas. Inilah mengapa ia dapat diperhitungkan
sebagai salah satu dari fungsi emotif wacana.

Konsep keserupaan dalam teori tentang metafora, sejak


zaman Aristotle hingga teori semiotika mutakhir tetap menjadi
kata kunci. Keserupaan ini diperoleh dari sebuah perbandingan
atas dua hal yang berbeda. Seperti diketahui bahwa menurut
tipologi Semiotika Peirce, metafora merupakan salah satu dari
tiga tanda ikon (imej, diagram, dan metafora). Metafora adalah
tanda ikon yang didasarkan atas keserupaan di antara objek-
objek dari dua tanda simbolis.
Metafora merupakan perluasan makna dari makna
harfiah kepada makna figuratif, atau majas, yang dilakukan
berdasarkan perbandingan, perumpamaan, keserupaan, atau
kiasan antara kata atau frasa yang dijadikan sumber dengan
makna yang dijadikan sasaran atau targetnya. Makna harfiah
adalah makna yang pertama, makna yang pertama kali
tertangkap pada pikiran penutur, makna yang dapat dipahami
pada keadaan lepas konteks. Kata seperti “kepala”, “leher”,
“kaki”, “perut”, atau “tangan”, yang mengacu kepada anggota
badan secara fisik adalah makna harfiah. Sementara makna
figurative atau makna majas adalah makna kedua yang diperluas
dari makna harfiah, seperti “kepala polisi”, “tangan kanan
presiden”, “perut bumi”, dan sebagainya. [Markoem, 2017: 104].
Metafora digunakan dalam berbicara dan menulis untuk
membuat perbandingan. Selain metafora, terdapat dua istilah
lagi yang biasa digunakan, yakni simile dan analogi. Namun,
masing-masing digunakan dengan cara yang berbeda.
5

Mengidentifikasi ketiganya kadang-kadang sedikit rumit:


misalnya, simile sebenarnya adalah subkategori metafora, yang
berarti semua simile adalah metafora, tetapi tidak semua
metafora adalah simile. Mengetahui persamaan dan perbedaan
antara metafora, simile, dan analogi dapat membantu dalam
mengidentifikasi mana yang terbaik untuk digunakan.
Metafora adalah kiasan yang secara langsung
membandingkan satu hal dengan yang lainnya untuk efek
retoris. Sebuah metafora sering secara puitis mengatakan
sesuatu adalah sesuatu yang lain. Contoh: “ Para kuli tinta
diundang ke istana oleh presiden.” Yang dimaksud dengan kuli
tinta adalah wartawan.
Tidak seperti metafora, simile membuat perbandingan
menggunakan kata penghubung: seperti, bagaikan, laksana.
Sebuah analogi mengatakan sesuatu seperti sesuatu yang lain
untuk membuat semacam penjelasan. Tetapi tetap bahwa simile
adalah bagian dari metafora. Contoh: “Giginya putih bagaikan
salju.” Dalam simile ini, gigi dibandingkan dengan salju. Gigi dan
salju jelas dua hal yang berbeda, namun bahasa simile
menggambarkan keduanya memiliki warna yang sama.
Sebuah analogi memiliki tujuan yang serupa dengan
metafora dan simile, yaitu menunjukkan bagaimana dua hal
sama, tetapi analogi memiliki tujuan akhir untuk membuat titik
tentang perbandingan ini. Inti dari analogi tidak hanya untuk
menunjukkan, tetapi juga untuk menjelaskan. Dengan demikian,
analogi bukanlah bagian dari metafora ataupun sebaliknya,
karena memang keduanya berbeda. Contoh analogi: “ruang kelas
ini seperti pasar.” Kalimat ini adalah sebuah pernyataan yang
ingin menggambarkan sebuah kelas yang ramai dan berisik
6

seperti keadaan dan situasi pasar yang pada umumnya ramai


dan berisik. Pada kalimat ini, suasana ruang kelas yang ramai
dianalogikan dengan pasar.

1.2 Tipe-Tipe Metafora


Metafora dapat dibedakan dalam berbagai tipe sesuai dengan banyaknya
sudut pandang dan kriteria yang bisa digunakan sebagai landasan.
George Lakoff & Mark Johnsen dalam Metaphors We Live
By, membedakan metafora menjadi: Conventional Metaphors
(Metafora Konvensional) dan New Metaphors (Metafora Baru).
Conventional Metaphors (Metafora Konvensional, yaitu,
metafora yang menyusun sistem konseptual biasa budaya kita,
yang tercermin dalam bahasa kita sehari-hari.
Sedangkan New Metaphors (Metafora Baru) yaitu,
metafora yang berada di luar sistem konseptual konvensional,
metafora yang imajinatif dan kreatif. Metafora yang mampu
memberikan makna baru bagi masa lalu, aktivitas sehari-hari,
dan apa yang diketahui dan diyakini.[Lakoff & Johnsen, 2003:
139].
Ada pula pembagian tipe atau macam metafora seperti
berikut: Implied Metaphor (Metafora Tersirat), Dead Metaphor
(Metafora Mati), Mixed Metaphor (Metafora Campuran), dan
Visual Metaphor (Metafora Visual)
Implied Metaphor (Metafora Tersirat), yaitu tipe metafora
yang membandingkan dua hal yang tidak sama tanpa benar-
benar menyebutkan salah satu dari hal-hal itu. Misalnya,
“Seorang wanita menggonggong peringatan pada anaknya.” Di
sini, metafora tersirat membandingkan seorang wanita dengan
seekor anjing, tanpa benar-benar menyebutkan anjing itu
[MasterClass, 2019].
7

Dead Metaphor (Metafora Mati), yaitu tipe metafora yang


telah mengubah makna dari waktu ke waktu karena terlalu
sering digunakan. Metafora yang mati tidak membawa gambaran
dalam pikiran karena interpretasi asli mereka telah lama hilang.
Metafora ini sering kali berhubungan dengan istilah ruang dan
waktu universal, bagian utama tubuh, ciri-ciri ekologi umum dan
aktivitas manusia utama, seperti puncak, mulut, kaki, dasar,
warna, dan sebagainya. Metafora yang sudah mati biasanya tidak
sulit untuk diterjemahkan, tetapi mereka sering menentang
terjemahan literal. Beberapa contoh Metafora Mati: jatuh cinta,
kaki gunung, kaki meja, mulut sungai, puncak karir
[MasterClass, 2019; Newmark, 1988: 106-103].
Mixed Metaphor (Metafora Campuran), yaitu tipe
metafora kombinasi dari dua atau lebih metafora yang tidak
kompatibel. Efeknya sering lucu. Apakah itu disengaja atau tidak
disengaja tergantung pada pemahaman seseorang tentang
bagaimana metafora bekerja. Contoh Metafora Campuran: “Jam
yang diawasi tidak pernah mendidih.” [MasterClass, 2019]
Visual Metaphor (Metafora Visual), yaitu tipe metafora
yang membandingkan satu hal dengan gambar visual yang
menyarankan asosiasi. Representasi seseorang, tempat, benda,
atau ide melalui gambar visual yang menunjukkan asosiasi atau
titik keserupaan tertentu [Nordquist, 2018]. Metafora Visual
biasanya digunakan dalam iklan. Misalnya, produsen mobil yang
memotret mobil sport terbaru mereka di samping gambar macan
kumbang. Metafora ini digunakan untuk menunjukkan bahwa
mobil itu sama licin, kencang, dan sedingin binatang liar.
[MasterClass, 2019].
8

Ada juga tipe-tipe metafora lainnya, yakni


Anthropomorphic Metaphor (Metafora Antropomorfik) dan
Animal Metaphor (Metafora Kehewanan).
Anthropomorphic Metaphor (Metafora Antropomorfik)
adalah metafora yang sebagian besar tuturan atau ekspresi
mengacu pada benda-benda tidak bernyawa yang dilakukan
dengan mengalihkan atau memindahkan dari tubuh manusia
atau bagian-bagiannya, dari makna atau nilai dan nafsu-nafsu
yang dimiliki manusia. Jadi, intinya penciptaan metafora
antropomorfik bertolak dari tubuh atau bagian tubuh manusia
atau nilai/makna dan nafsu-nafsu kesenangan yag dimiliki
manusia. Kemudian, dialihkan /ditransfer untuk benda-benda
yang sebenarnya tidak hidup atau tidak bernyawa
dipersepsi/dipahami sebagai hidup atau bernyawa. Ungkapan
metaforis seperti itu yang dikenal dengan gaya personifikasi.
Contoh: “Taman itu menjadi paru-paru kota.”
Sementara Animal Metaphor (Metafora Kehewanan)
adalah metafora yang menggunakan binatang atau bagian tubuh
binatang atau sesuatu yang berkaitan dengan binatang untuk
pencitraan sesuatu yang lain. Contoh: “Telor mata sapi.”
[Ullmann, 1962: 213-216].
Berkaitan dengan arsitektur, maka bisa diajukan tipe
metafora: Architecture Metaphor (Metafora Arsitektur), yang
dapat diartikan sebagai metafora yang menyerupakan bentuk
arsitektur (keseluruhan ataupun bagiannya) dengan sesuatu hal
(keseluruhan ataupun bagiannya) yang – bisa berupa hal-hal
yang bersifat abstrak, tidak berwujud (intangible), seperti ide,
konsep, nilai-nilai, adat-istiadat, tradisi, sejarah, aliran (isme),
maupun berupa hal-hal yang bersifat nyata, berwujud (tangible),
seperti wujud manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda fisik
9

budaya (misalnya perahu, kapal, pesawat, dan sebagainya), dan


benda-benda alam (misalnya batu, air, awan, dan sebagainya).
Sebuah bentukan arsitektur metafora mengandung
makna figuratif, sehingga menarik bagi siapa yang melihatnya.
Contoh: bangunan Menara BNI 46 di Jakarta [Gambar 1.1],
pada bagian puncaknya, bentuknya dapat diserupakan dengan
bentuk bagian dari sebuah perahu atau bahtera. Perahu atau
bahtera adalah salah satu alat transportasi air. Bangunan
arsitektur Menara BNI 46 dapat dimaknai sebagai bangunan
yang mewadahi kegiatan manusia yang secara bersama-sama
bergerak (berlayar) mengarungi samudra untuk mencapai suatu
tujuan.

Gambar 1.1 Menara BNI 46, Jakarta, Indonesia.


[http://annualreport.id, akses 6 April 2019]
10

1.3 Metafora sebagai Fenomena Konseptual


Lakoff & Johnsen [2003: 4], menyatakan bahwa metafora bagi
kebanyakan orang merupakan alat imajinasi puitis dan retorika.
Selain itu, metafora secara tipikal dipandang sebagai
karakteristik bahasa saja. Kami telah menemukan, sebaliknya,
bahwa metafora meresap dalam kehidupan sehari-hari, tidak
hanya dalam bahasa tetapi dalam pikiran dan tindakan. Sistem
konseptual kita yang biasa, dalam hal yang kita pikirkan dan
bertindak, pada dasarnya bersifat metaforis.
Metafora bukan fenomena yang murni leksikal, yang
secara superfisial diletakkan pada level bahasa, melainkan ia
merupakan fenomena yang didudukkan secara mendasar sebagai
fenomena konseptual, yang berbentuk cara bagaimana kita
berfikir.
Lakoff & Johnsen [2003] memperlihatkan bahwa
pemakaian metafora menyebar dalam bahasa biasa (bukan
bahasa puitis dan retoris), dalam pemakaian bahasa sehari-hari,
dan merupakan kepentingan sentral dalam struktur bahasa.
Teori metafora konseptual mengemukakan bukti-bukti
yang bervariasi secara sistematis bagi metafora yang bersifat
konseptual daripada leksikal. Pertama, metafora hadir dalam
pola-pola yang melampaui unsur-unsur leksikal yang individual.
Kedua, bayang-bayang metaforik dapat dipakai secara kreatif.
Sepasang ekspresi yang mengandung pola metaforik bersifat
terbuka. Tidak hanya terbatas pada pola konvensional, tetapi
bisa juga menarik ekspresi metaforik yang baru. Ketiga, pola
metaforik bisa terjadi di luar bahasa.[Markoem, 2017: 120-122].
BAB 2
ARSITEKTUR DAN BAHASA

2.1 Arsitektur sebagai Bahasa


Arsitektur sebagai bahasa merupakan tema sentral dalam
periode arsitektur postmodern. Anggapan arsitektur sebagai
bahasa terungkap jelas pada usaha pendefinisian sistem dan
unit-unit pembentuk sistem bahasa arsitektur yang sebanding
dengan kata, monem, morfem, dan fonem. Para penulis seolah
berpikir bahwa, karena semua bahasa dibentuk oleh kata-kata
dan kata-kata adalah tanda, maka segala sesuatu yang terbentuk
dari tanda-tanda adalah bahasa.
Arsitektur postmodern adalah arsitektur dengan bahasa.
Bahasa arsitektur meliputi: metafora, kata, sintak, dan
semantik. Orang selalu melihat satu bangunan dalam bentuk
yang lain, atau dalam hal objek yang serupa; singkatnya sebagai
metafora. Fakta bahwa bahasa arsitektur, seperti yang
diucapkan seseorang, harus menggunakan unit makna yang
dikenal. Untuk membuat analogi linguistik, kita dapat menyebut
unit kata arsitektur. Ada kamus arsitektur yang mendefinisikan
arti kata-kata ini: pintu, jendela, kolom, partisi, kantilever, dan
sebagainya. Sebuah bangunan harus berdiri dan disatukan
sesuai dengan aturan tertentu. Aturan untuk menggabungkan
berbagai kata pintu, jendela, dinding, dan sebagainya disebut
sintak arsitektur. Pada abad kesembilan belas, ketika gaya
11
12

arsitektur yang berbeda dihidupkan kembali, ada doktrin


semantik yang cukup koheren yang menjelaskan gaya mana yang
digunakan pada tipe bangunan. Jadi semantik berkaitan dengan
tipe bangunan. [Jencks, 1977: 39-66].
Umberto Eco dalam Function and Sign: The Semiotics of
Architecture, membedakan denotasi arsitektur (architectural
denotation) dengan konotasi arsitektur (architectural
connotation), dan fungsi primer (primary function) dengan fungsi
sekunder (secondary function) [1980: 20-27]. Telah dikatakan
bahwa makna pertama dari sebuah bangunan adalah apa yang
harus dilakukan seseorang untuk menghuninya – objek
arsitektur menunjukkan “bentuk tempat berhuni”. Dan jelas
bahwa denotasi telah terjadi. Ketika kita melihat jendela pada
fasad bangunan, misalnya, perhatian kita mungkin berubah
menjadi makna-jendela yang didasarkan pada fungsi.
Selain menunjukkan fungsinya, objek arsitektural dapat
mengartikan ideologi tertentu dari fungsi tersebut. Gua dalam
kebudayaan primitif menunjukkan fungsi perlindungan, tetapi
tidak diragukan lagi pada saatnya akan mulai berkonotasi
“keluarga” atau “kelompok”, “keamanan”, “lingkungan
keluarga”, dan sebagainya. Kemudian sifat konotatifnya
merupakan “fungsi” simbolik objek arsitektural tersebut. Yang
bersifat denotatif (kegunaan) adalah fungsi primer (primary
function) dan yang bersifat konotatif (simbolis) adalah fungsi
sekunder (secondary function). Harus diingat, dan tersirat dalam
apa yang telah dikatakan, bahwa istilah primer dan sekunder
bukan diskriminasi aksiologis (seolah-olah satu fungsi lebih
penting daripada yang lain), tetapi lebih bersifat semiotik.
Eco menganggap bahwa fungsi utama bangunan adalah
denotasi dan fungsi keduanya adalah rona yang tak terbatas dari
13

konotasi. Ia kemudian memisahkan makna arsitektur menjadi


dua: makna primer dan makna sekunder. Makna primer adalah
makna yang ingin disampaikan oleh perancang (arsitek);
sedangkan makna sekunder adalah makna yang timbul
kemudian dan tidak dalam pengendalian sang perancang.
[Tjahjono, 2001: 42].
Sementara itu, Charles Jencks dalam The Architectural
Sign membedakan antara penanda arsitektur (architectural
signifier) dan petanda arsitektur (architectural signified) [1980:
73-75]. Jelas tanda arsitektur seperti tanda-tanda lain adalah
entitas ganda yang memiliki bidang ekspresi (signifier) dan
bidang konten (signified). Penanda cenderung (tetapi tidak
selalu) bentuk, ruang, permukaan, volume yang memiliki sifat
suprasegmental (ritme, warna, tekstur, kepadatan, dll.). Selain
itu ada penanda tingkat kedua yang sering merupakan bagian
penting dari pengalaman arsitektur, tetapi lebih signifikan
dalam sistem ekspresi lainnya (kebisingan, bau, taktil, kualitas
kinaestetik, panas, dll.). Karena tidak ada titik yang jelas di
mana pengalaman hidup meninggalkan dan pengalaman
arsitektur dan lingkungan dimulai, seseorang dapat mencoba
untuk merumuskan semiotika umum dari tindakan eksistensial
yang mana archisemotics akan menjadi bagian. Petanda-petanda
arsitektur (architectural signifieds) dapat berupa gagasan atau
kumpulan ide apa pun selama tidak terlalu panjang atau rumit.
Petanda-petanda (signifieds) yang baru-baru ini mendominasi
arsitektur adalah konsep-konsep ruang dan ideologi, tetapi yang
jelas adalah set petanda-petanda (signifieds) bawah sadar atau
implisit lain yang mungkin diartikulasikan oleh arsitektur.
14

Jelaslah petanda-petanda (signifieds) tingkat kedua yang tidak


disadari dapat menjadi simbol yang disadari.
Geoffrey Broadbent dalam The Deep Structures of
Architecture [1980: 119-168] mencoba menjelaskan arsitektur
dengan kacamata bahasa, khususnya bahasa yang dikembangkan
oleh Noam Chomsky. Menurut Chomsky, setiap kalimat yang
dihasilkan oleh komponen sintaksis mencerminkan dua struktur:
deep structure (struktur dalam) dan surface structure (struktur
luar). Konsep deep structure ini lah yang oleh Broadbent
digunakan untuk menjelaskan arsitektur.
Dalam arsitektur “fungsional”, perancang memulai
dengan prakonsepsi tentang struktur fisik. Bangunan itu harus
dibingkai, dalam baja atau beton, dengan lantai beton, partisi
prefabrikasi dan sebagainya. Prekonsepsi struktural bahkan
lebih kuat dalam kasus pembangunan sistem. Arsitek kemudian
mencoba membuat ruang di dalam struktur ini yang akan
“cocok” fungsinya. Yang “diberikan” dalam kasus ini adalah
struktur fisik, itu tentu bukan deep structure dalam pengertian
Chomsky.
Broadbent, kemudian menemukan alasan dasar untuk
deep structure. Broadbent mendeteksi ada empat deep structure
pada akar arsitektur, yaitu sebagai berikut:
1. Bangunan sebagai wadah untuk kegiatan manusia;
(The building as container for human activities)
2. Bangunan sebagai pengubah iklim yang diberikan;
(The building as modifier of the given climate)
3. Bangunan sebagai simbol budaya; dan
(The building as cultural symbol)
4. Bangunan sebagai konsumen sumber daya.
(The building as consumer of resources)
15

Setiap bangunan mempunyai denotasinya masing-masing,


yang ditujukkan oleh fungsinya, seperti gereja untuk kebaktian,
balaikota untuk pemerintahan, istana untuk representasi; dan
mempunyai konotasinya masing-masing, seperti megah, gayanya
begini dan begitu, bagus atau jelek, dan sebagainya.

2.2 Bentuk Arsitektur dan Metafora


Dalam disiplin linguistik, metafora dapat diartikan dalam
konteks makna denotatif dan konotatif. Denotatif menandakan
makna sebenarnya dari suatu konteks, sementara konotatif
menunjukkan makna kata-kata implisit atau tersembunyi.
Demikian pula, dalam arsitektur, bangunan tidak hanya bermain
dengan bentuk fisik atau imej visual, tetapi juga bermain dengan
pesan atau makna yang tersembunyi.
Arsitektur postmodern adalah arsitektur kaya metafora.
Semakin asing sebuah bangunan modern, semakin mereka akan
membandingkannya secara metafora dengan apa yang mereka
ketahui. Pencocokan satu pengalaman ke pengalaman lainnya ini
adalah milik semua pemikiran, terutama yang kreatif.
Salah Satu contoh gedung modern yang fenomenal,
gedung Opera Sydney [Gambar 2.1], telah memancing banyak
tanggapan metaforis, baik dalam pers populer maupun
profesional. Alasannya, adalah, sekali lagi, bahwa bentuk-
bentuknya tidak familiar dengan arsitektur dan mengingatkan
pada objek visual lainnya. Sebagian besar metafora bersifat
organik: demikianlah arsitek, Jorn Utzon, menunjukkan
bagaimana cangkang bangunan itu terkait dengan permukaan
bola dan sayap burung ketika terbang. Bentuk arsitekturnya
16

juga berhubungan, jelas, dengan kerang laut putih, dan ini


adalah metafora, ditambah perbandingan dengan layar putih
yang berputar-putar di pelabuhan Sydney.

Gambar 2.1 Sydney Opera House.


[https://www.stayatbase.com, akses 23 April 2019]

Orang selalu melihat satu bangunan dalam hal yang lain,


atau dalam hal objek yang serupa; singkatnya sebagai metafora.
Semakin tidak familiar sebuah bangunan modern, semakin
mereka akan membandingkannya secara metaforis dengan yang
sekarang. Sebagai contoh, Terminal TWA di New York karya
arsitek Eero Saarinen. Terminal TWA adalah desain versi
Saarinen sendiri tentang curvilinier, bangunan cangkang.
Terminal TWA di New York adalah ikon burung, dan dengan
ekstensi, penerbangan pesawat. Dalam perincian dan
penggabungan jalur sirkulasi, penumpang yang keluar dan
persimpangan, ini adalah cara cerdik yang berhasil dalam
metafora ini. Tali penyangga dipetakan ke kaki burung,
semburan hujan menjadi paruh yang tak menyenangkan,
jembatan bagian dalam yang dilapisi karpet merah darah, saya
kira, arteri pulmonalis. Di sini makna imajinatif dijumlahkan
17

dengan cara yang sesuai dan diperhitungkan, menunjuk ke arah


metafora umum penerbangan - interaksi timbal balik dari makna
ini menghasilkan karya arsitektur multivalen. [Jencks, 1977: 40-
47][Gambar 2.2].

Gambar 2.2 TWA Terminal in New York.


[https://www.interiordesign.net, akses 24 April 2019]

Charles Moore, seperti ditulis Snyder, dalam suatu


pembahasan tentang hal-hal yang menarik hatinya,
mengemukakan bahwa ia ingin agar bangunan-bangunan
menyerupai batu alam. Snyder kemudian menjelaskan, batu
alam adalah metafora konseptual yang mengemukakan
bagaimana bangunan dapat mempunyai dua citra sekaligus. Bila
dipandang dari sebelah luar, bangunan tersebut dapat
mempunyai citra yang kiranya cocok dengan sekitarnya. Ia dapat
mempunyai citra yang berlainan di sebelah dalamnya, bagaikan
suatu lingkungan yang menghibur, teatrikal, dan dramatis, yang
cocok untuk daerah peristirahatan. [Snyder, 1991: 310-312].
18

Antoniades dalam Poetics of Architecture membedakan


metafora menjadi tiga kategori: Tangible Metaphor (Metafora
Berwujud), Intangible Metaphor (Metafora Tak Berwujud), dan
Combined Metaphor (Metafora Kombinasi) [1992: 30-31].
Tangible Metaphor (Metafora Berwujud). Secara ketat
berangkat dari beberapa karakter visual atau material (misalnya,
rumah sebagai kastil, atap kastil seperti langit). Intangible
Metaphor (Metafora Tak Berwujud). Berangkat dari sebuah
konsep, gagasan, kondisi manusia, atau kualitas tertentu
(individualitas, kealamian, komunitas, tradisi, budaya).
Combined Metaphor (Metafora Kombinasi). Visual dan
konseptual tumpang tindih sebagai bahan titik keberangkatan.
Sebagian besar arsitek memiliki kecenderungan untuk
menghindari Intangible Metaphor (Metafora Tak Berwujud)
sebagai titik awal, dan banyak yang dapat dengan mudah
terinspirasi oleh Tangible Metaphor (Metafora Berwujud),
dengan berbagai tingkat keberhasilan. Kekuatan setiap
penggunaan khusus akan tergantung pada tingkat kemampuan
mendeteksi karakteristik visual dari Metafora Berwujud.
Contoh-contoh kemampuan pendeteksian semacam itu
disebut interpretasi literal dari metafora. Literalitas tidak
dihargai sebagai hal yang baik. Karena mengambil dari
keberangkatan metaforis dan ciptaan akhir; tak satu pun dari
keduanya akan menjadi apa yang masing-masing “ingin
menjadi”. Ciptaan baru harus selalu melampaui kemiripan
visualnya dengan kepergian metaforis. Jelas, kategori yang
paling sulit, menuntut, dan sekaligus menjanjikan adalah yang
digabungkan.
BAB 3
BENTUK ARSITEKTUR METAFORA
DARI ZAMAN KE ZAMAN

Berdasarkan sejarah perkembangan arsitekturnya, maka bentuk


arsitektur metafora dapat dibedakan berdasarkan periodisasi
perkembangan tersebut. Periodisasi sejarah perkembangan
arsitektur dapat disebutkan sebagai berikut: Perkembangan
arsitektur Zaman Kuno, Zaman Klasik, Zaman Pertengahan,
Zaman Modern, dan Zaman Postmodern. Dari perkembangan
arsitektur Zaman Kuno hingga Zaman Postmodern, berdasarkan
tujuan dan fungsi suatu bangunan arsitektur itu didirikan, maka
bentuk atau gaya arsitektur telah mengalami perkembangan
yang menakjubkan. Dan dalam zaman mutakhir ini, didukung
oleh kapitalisme dan kemajuan teknologi rekayasa yang luar
biasa, telah melahirkan pula bentuk-bentuk arsitektur yang
spetakuler.

3.1 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Kuno


Dunia Kuno didominasi oleh peradaban dan arsitektur yang
dibangun oleh manusia-manusia yang menggantungkan
hidupnya di tepian sungai: Sumeria dengan Sungai Eufrat-nya,
Mesir dengan Sungai Nil-nya, dan India dengan Sungai Indus-
nya.
19
20

Bentuk arsitektur metafora dapat dijumpai pada bagian-


bagian bangunan kuil (rumah pendewaan) di Mesir, salah
satunya adalah kuil Amon di Karnak, wilayah Thebes, yang
didirikan oleh Raja Thutmosis III, yang memerintah Kerajaan
Mesir Baru sekitar 1490-1436 SM.
Kuil yang didirikan untuk dewa Amon Re ini merupakan
salah satu kuil yang besar dan sangat indah. Bangunan kuil
ditopang oleh deretan pilar yang bentuk batang dan kepalanya
menyerupai pohon papyrus dan lotus. Bentuk pilar-pilar (batang
dan kepalanya-kapitel) pada kuil-kuil di Mesir Kuno merupakan
bentuk-bentuk metaforis.[Gambar 3.1-3.3].

Gambar 3.1 Pilar Kuil Amon di Karnak (sebuah model).


[http://www.ancient-wisdom.com, akses 4 Juni 2016]
21

Gambar 3.2 Bentuk alam (pohon papirus dan lotus) sebagai acuan bentuk
pilar dan kapital Kuil di Mesir Kuno.
[https://in.pinterest.com, akses 4 Juni 2016]

Gambar 3.3 Bentuk pilar dan kapital Kuil di Mesir Kuno.


[http://pix-hd.com, akses 4 Juni 2016]
22

3.2 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Klasik


Zaman Klasik menghadirkan peradaban dan arsitektur Yunani
Kuno dan Romawi. Ilmu-ilmu yang lahir dan berkembang di
Dunia Barat, seperti filsafat, keagamaan, astronomi,
matematika, logika, fisika, biologi, hukum, politik,
pemerintahan, sosial, ekonomi, estetika dan arsitektur,
semuanya mengacu kepada pemikiran para filsuf besar Yunani,
Sokrates, Plato, Aristoteles, dan seorang teoritikus ilmu
arsitektur dan rekayasa Romawi, Marcus Vitruvius Pollio.
Hasil karya Vitruvius, yang dianggap fenomenal, yakni De
Architectura Libri Decem – The Ten Books on Architecture,
sebuah karya tentang arsitektur paling tua yang masih ada
hingga sekarang. Karya ini dibuat pada sekitar akhir abad
pertama Sebelum Masehi atau awal abad pertama Masehi.
Dalam Buku 1 Bagian 2 dari De Architectura Libri Decem
– The Ten Books on Architecture, Vitruvius menjelaskan, bahwa
arsitektur terbangun oleh: order (ordinatio), arrangement
(dispositione), eurythmy (eurythmia), symmetry (symmetria),
propriety (decore), dan economy (oeconomia).
Ketika menjelaskan symmetry (symmetria), Vitruvius
menyamakan bangunan yang sempurna dengan tubuh manusia –
bentukan bangunan yang metaforis. “Symmetry adalah
hubungan antar bagian-bagian yang berbeda secara keseluruhan,
dan sesuai dengan bagian tertentu yang dipilih sebagai standar.
Dalam tubuh manusia ada semacam harmoni simetris antara
lengan, kaki, telapak, jari, dan bagian-bagian kecil lainnya; dan
demikian juga dengan bangunan yang sempurna.”
Dalam Arsitektur Klasik telah berkembang tiga aliran –
order – yang didasarkan pada susunan atau konstruksi kolom
dan balok pada bangunan, terutama kuil, yaitu order Dorik,
23

Ionik, dan Korinthian [Gambar 3.4]. Masing-masing order


mempunyai kekhasan.

Gambar 3.4 Order Yunani.


[https://www.pinterest.com, akses 2 Juli 2016]

Kekhasan Order Dorik: kolom bulat gemuk, berdiri tanpa


base, kapitel tanpa ornamen. Salah satu peninggalan bangunan
ber-order Dorik adalah Kuil Parthenon di Akropolis Athena.
Order Ionik: kolom bulat ramping, mempunyai base pada bagian
bawah kolom, kapitel dipenuhi ornamen dengan motif hiasan
flora dan fauna. Order Ionik dapat dijumpai pada Kuil
Erechtheion di Akropolis Athena. Order Korinthian: kolom bulat
ramping, mempunyai base pada bagian bawah kolom, kapitel
dipenuhi ornamen, paling banyak dengan motih flora, berupa
daun Acanthus.
24

Bentuk Order Korinthian, pada bagian kapital, sangat


indah, mengambil bentuk daun acanthus. Seperti halnya pada
pilar-pilar kuil di Mesir, bentuk pilar-pilar kuil di Yunani-
Romawi juga merupakan bentuk-bentuk metaforis, dengan
mengambil bentuk-bentuk tumbuhan.

3.3 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Pertengahan


Zaman Pertengahan, yang menurut sebagian ahli disebut pula
Zaman Kegelapan (The Dark Ages), yang meliputi periode sekitar
abad 5 – 15 Masehi, ternyata telah melahirkan peradaban dan
arsitektur yang luar biasa. Bersendikan agama Kristen dan
Islam, Peradaban dan Arsitektur Zaman Pertengahan, telah
memperlihatkan kepada kita kehidupan keagamaan Kristen dan
Islam, dan kekaryaan arsitektur bangunan-bangunan
peribadatan, gereja dan mesjid, dan istana kebesaran.
Salah satu karya arsitektur Zaman Pertengahan yang
monumental, yang bangunannya masih bisa disaksikan, adalah
istana Alhambra di Granada, Andalusia (Spanyol).
Model dekorasi Spanyol-Muslim mencapai puncak
kebesarannya pada bangunan istana Dinasti Nashriyah yaitu
Alhambra. Istana yang menjadi Akropolis-nya Granada ini,
dirancang dan dibangun oleh beberapa penguasa muslim Dinasti
Nashriyah. Dimulai oleh Muhammad I Al-Ghalib sekitar 1248,
konstruksinya disempurnakan oleh Abu AL-Hajjaj Yusuf (1333-
1354) dan oleh penerusnya Muhammad V Al-Ghani (1354-1359).
Bentuk metaforis dari bagian istana Alhambra adalah
bentuk stalaktit atau sarang lebah pada kapital pilar dan bagian
atas interior ruangan [Gambar 3.5-3.7]. Dalam arsitektur Islam
bentuk atau hiasan ini dikenal dengan Muqarnas. Stalaktit
25

adalah jenis speleothem (mineral sekunder) yang menggantung


dari langit-langit gua kapur. Ia termasuk dalam jenis batu tetes.

Gambar 3.5 Muqarnas pada bagian atas interior istana Alhambra.


[https://www.planetware.com, akses 7 April 2019]

Gambar 3.6 Muqarnas pada bagian atas pilar istana Alhambra.


[https://www.pinterest.com, akses 7 April 2019]
26

a b

Gambar 3.7 Stalaktit (a) dan Sarang Lebah (b).

3.4 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Modern


Peradaban dan Arsitektur Modern adalah cermin kebebasan
manusia dalam berkehidupan dan berkarya arsitektur di muka
bumi ini. Fungsionalisme merupakan motto para pengusung
Peradaban dan Arsitektur Modern. Di dalam periode zaman
Modern, yang dimulai pada abad ke-16 dan mencapai puncaknya
pada abad ke-19 dan ke-20, terdapat periode perkembangan
arsitektur yang menampilkan gaya arsitektur Barok & Rokoko,
yang dimulai pada abad ke-17 dan mencapai puncaknya pada
abad ke-18.
Arsitektur Rokoko merupakan perkembangan dari
arsitektur barok. Istilah Rokoko (Rococo) merupakan gabungan
dari kata Rocaille (Perancis) yang berarti kerang dan Barocco
(Italia) yang berarti gaya Barok. Ada yang menyebut gaya Rococo
dengan Late Baroque. Kerang dan bentuk serupa akhirnya
menjadi motif utama Rokoko
Bentuk arsitektur metafora ditunjukkan oleh bentuk-
bentuk hiasan pada bangunan-bangunan bergaya Rokoko, yakni
dengan mengambil bentuk kerang dalam hiasan-hiasan dekoratif
interior bangunannya. Contohnya adalah interior bangunan
27

gereja Wies di Bavaria, Jerman, yang didirikan pada abad ke-18


[Gambar 3.8 dan 3.9].

Gambar 3.8 Interior gereja Wies di Bavaria, Jerman, menampilkan


dekorasi bergaya Rokoko.
[https://www.invaluable.com, akses 7 April 2019]

Gambar 3.9 Bentuk cangkang kerang sebagai bentuk dasar utama


dekorasi bergaya Rokoko.
[https://www.pinterest.com, akses 8 April 2019]
28

Arsitektur modern sering diasosiasikan dengan konsep


fungsionalisme. Bangunan dan ruang-ruang arsitektur harus
diperhitungkan secara ekonomis dan efisien. Kemudian hal ini
diikuti dengan slogan-slogan dari para arsitek pendukung
gerakan modern. Seperti Form Follows Function, oleh Louis
Sullivan, tokoh Chicago School; A house is a machine to live
in, oleh Le Corbusier, tokoh arsitek Perancis; Less is More,
oleh Mies van der Rohe, tokoh arsitek teman kerja Walter
Gropius dan pernah menjadi direktur Bauhaus.
Beberapa contoh bentuk arsitektur metafora yang
fenomenal pada periode Zaman Modern diperlihatkan oleh Notre
Dame du Haut Chapel, di Ronchamp, Perancis, karya Le
Corbusier; Sydney Opera House, di Sydney, Australia, karya Jorn
Utzon; Philip Pavilions, untuk sebuah pameran di Brussel tahun
1954, karya kantornya Le Corbusier; dan TWA Terminal, di New
York, USA, karya Eero Saarinen. Di Indonesia, dapat
ditampilkan satu contoh: Teater Imax Keong Mas di Jakarta.

Notre Dame du Haut Chapel


Notre Dame du Haut Chapel, yang didirikan tahun 1954,
memiliki bentuk yang unik. Bentuknya banyak menimbulkan
multiinterpretasi dari orang yang melihatnya. Ada diantaranya
yang menginterpretasikan dengan bentuk kapal, topi bangsawan
Eropa, bebek, tangan orang yang sedang berdoa, bahkan ada
yang mengatakan mirip seorang ibu dan anaknya. [Gambar 3.10-
3.12]. Bentuk Notre Dame du Haut Chapel merupakan komposisi
bidang – bidang lengkung seperti kurva dan komposisi ketebalan
dinding yang bervariasi sehingga secara keseluruhan bangunan
29

terlihat seperti massa seni patung (sclupture). Notre Dame du


Haut Chapel karya Le Corbisier ini dianggap sebagai salah satu
prestasi Arsitektural yang tergolong paling gemilang dalam
periode Zaman Modern.

Gambar 3.10 Notre Dame du Haut Chapel.


[http://www.alluringworld.com, akses 8 April 2019]

Gambar 3.11 Notre Dame du Haut Chapel (dari sisi lain).


[http://www.alluringworld.com, akses 8 April 2019]
30

Gambar 3.12 Bentuk-bentuk yang dianggap menyerupai Notre Dame.


[http://blog.naver.com, akses 8 April 2019]
31

Sydney Opera House


Contoh bentuk arsitektur metafora berikutnya adalah
Sydney Opera House. Pada awalnya adalah sebuah sayembara
terbuka Pemerintah New South Wales, bertaraf internasional
pada tahun 1956 dan Jorn Utzon seorang arsitek dari Denmark
memenangkan sayembara ini, karena menurut pemerintah NSW
desain yang ia buat sangatlah tidak terduga, berani dan visoner.
Konsep bentuk arsitektur Sydney Opera House ini termasuk
konsep metafora: ia berasal dari bentukan layar kapal dan
tumpukan kerang. Ia menegaskan bahwa bentuk ini sangat
cocok untuk dibangun di sisi pantai. Desain arsitektur Sydney
Opera House juga menimbulkan multiinterpretasi. Selain
menyerupai layer kapal dan tumpukan kerang, ada yang
menginterpretasikan bahwa bentuknya menyerupai sayap
burung, awan, cangkang kerang, daun palem, kulit kenari dan
kulit jeruk. [Gambar 3.13 dan Gambar 3.14].

Gambar 3.13 Sydney Opera House.


[https://www.architectural-review.com, akses 8 April 2019]
32

Gambar 3.14 Bentuk-bentuk yang menyerupai Sydney Opera House.


[http://www.technologystudent.com, akses 8 April 2019]

The Philips Pavilion


Contoh bentuk arsitektur metafora lainnya adalah The
Philips Pavilion. Bangunan ini adalah paviliun Pameran Dunia
yang dirancang untuk Expo '58 di Brussels oleh kantor Le
Corbusier. Paviliun dirancang untuk menampung tontonan
multimedia yang merayakan kemajuan teknologi pascaperang.
Paviliun beton yang diperkuat adalah sekelompok sembilan
paraboloid hiperbolik di mana musik, karya Po Ede électronique
33

karya Edgar Varèse, dirata-ratakan oleh para pembuat suara


dengan menggunakan sambungan telepon. Speaker dipasang di
dinding, yang dilapisi asbes, menciptakan tampilan bertekstur ke
dinding. Varèse menyusun skema spasial terperinci untuk
seluruh bagian yang memanfaatkan tata letak fisik paviliun,
terutama ketinggiannya. [https://en.wikipedia.org, akses 9 April
2019][Gambar 3.15 dan Gambar 3.16].
Bentuk arsitektur Philips Pavilion menyerupai perilaku
suara, dengan penekanan pada tinggi rendahnya suara yang
diperlihatkan pada tinggi dan rendahnya bagian-bagian
bangunan. Metafora jenis ini dapat dikategorikan sebagai
intangible metaphor – metafora abstrak – bangunan fisik
arsitektur dibandingkan dengan sesuatu yang abstrak – suara.

Gambar 3.15 Philips Pavilion.


[https://www.concertgebouw.be, akses 9 April 2019]
34

Gambar 3.16 Perilaku suara menjadi titik berangkat dalam desain.


[http://coomaraswamy.blogspot.com, akses 9 April 2019]

TWA Terminal
Pusat Penerbangan TWA, juga dikenal sebagai the Trans
World Flight Center, adalah terminal bandara di Bandara
Internasional John F. Kennedy Kota New York. Terminal, yang
dibuka pada tahun 1962, dirancang untuk Trans World Airlines
oleh Eero Saarinen. Desain aslinya menampilkan atap cangkang
(shell) tipis berbentuk sayap yang menonjol di atas terminal
utama; koridor keberangkatan-kedatangan berkarpet merah
berbentuk tabung; dan jendela-jendela yang tinggi
memungkinkan pandangan luas dari jet yang berangkat dan
tiba.[Gambar 3.17 dan Gambar 3.18].
35

Gambar 3.17 Eksterior TWA Terminal in New York.


[http://architecturalvisits.com, akses 24 April 2019]

Gambar 3.18 Interior TWA Terminal in New York.


[http://architecturalvisits.com, akses 24 April 2019]

Bentuk metafora arsitektur jelas diperlihatkan seolah


bangunan itu bersandar di tanah dengan hati-hati dan dengan
keagungan yang besar, seolah-olah itu adalah burung raksasa
yang siap untuk mulai terbang kapan saja. Sebagian orang
menganggap ia memiliki keserupaan dengan pesawat terbang.
Namun, apakah cerita itu benar atau tidak, Saarinen sendiri
tidak pernah mengklaim bahwa desainnya dimaksudkan untuk
mewakili apa pun yang fisik; dia bersikeras, itu adalah abstraksi
dari gagasan penerbangan itu sendiri.
36

Teater Imax Keong Mas


Teater Keong Mas adalah satu wahana rekreasi bermatra
pendidikan dan merupakan ikon Taman Mini Indonesia Indah
(TMII). Mengamban misinya sebagai wahana pelestarian dan
pengembangan budaya bangsa Indonesia melalui penayangan
audio visual dengan menggunakan teknologi Sinematographi
Modern IMAX.
Teater Imax Keong Mas diresmikan pada tanggal, 20
April 1984 dan dibangun atas prakarsa serta gagasan
Almarhumah Ibu Hj. Tien Seoharto serta merupakan teater
IMAX pertama di Indonesia.
Perancangan Gedung Teater Imax Keong Mas TMII
menerapkan bentuk arsitektur metafora dari bentuk cangkang
keong spiral tanpa memikirkan fungsi keong sawah secara
alamiahnya. Struktur bangunan ini melengkung, tipis, kaku dan
kuat seperti halnya struktur dari cangkang keong mas aslinya
sendiri.
Bentuk arsitektur yang mengambil bentuk binatang
keong mas, dengan pertimbangan bahwa binatang keong mas
bagi masyarakat Indonesia memiliki nilai tradisi. Keong mas
adalah juga sebuah dongeng dari Jawa.[Gambar 3.19-3.21].

Gambar 3.19 Keong Mas.


[https://www.kepogaul.com, akses 29 April 2019]
37

Gambar 3.20 Teater Imax Keong Mas..


[Dokumentasi Ashadi, 2019]

Gambar 3.21 Gambar Potongan Memanjang Teater Imax Keong Mas..


[http://galihdegal.blogspot.com, akses 29 April 2019]

3.5 Bentuk Arsitektur Metafora Zaman Postmodern


Ditandai dengan diledakannya kompleks rumah susun 14 lantai
Pruitt-Igoe Housing di St. Louis, Missouri, karya arsitek Minoru
Yamasaki, oleh Departemen of Housing and Urban Development
38

Amerika Serikat (dimana bangunan tersebut pernah mendapat


penghargaan Award dari American Institute of Architects ketika
ia didesain pada 1951), pada pukul 15.32 tanggal 15 Juli 1972,
dinyatakan bahwa arsitektur modern telah mati dan lahirlah
arsitektur periode Zaman Postmodern, artinya zaman pasca
modern.
Dalam periode Zaman Postmodern lahir pula bentuk-
bentuk arsitektur beraliran “dekonstruktivis”. Dekonstrusi
dalam arsitektur pertama kali menjadi perhatian publik adalah
pada saat diselenggarakannya pameran dengan tema
“Deconstructivist Architecture” di Museum of Modern Art, New
York, tanggal 23 Juni – 30 Agustus 1988, yang diorganisir oleh
Philip Johnson dan Mark Wigley. Dalam pameran ini
ditampilkan karya-karya tujuh arsitek: Frank O. Gehry, Daniel
Libeskind, Rem Koolhaas, Peter Esienman, Zaha M. Hadid, Coop
Himmelblau, dan Bernard Tschumi.
Bentuk arsitektur metafora pada periode Zaman
Postmodern dapat disebutkan beberapa yang fenomenal, yaitu
sebagai berikut:

• Dancing House (Prague, Czech Republic)


• University of Phoenix Stadium, (Glendale, Arizona,
USA)
• Guangzhou Opera House, (Guangzhou, China)
• Musée des Confluences, (Lyon, France)
• Art Science Museum, (Singapore)
• Word Trade Center Transportation Hub, (New York
City, USA)
• Cibertecture, (Mumbai, India)
• Jewish Museum Berlin (Berlin, Germany)
39

• Kertajati International Airport (Jawa Barat,


Indonesia)

Nationale Nederlanden (Prague, Czech Republic)


Nationale Nederlanden, karya Frank O. Gehry adalah
tempat kantor, restoran, galeri, dan pusat konferensi. Bangunan
Nationale Nederlanden, yang dikenal sebagai “Dancing House”
atau kadang-kadang “Fred and Ginger”, adalah salah satu
landmark paling signifikan di Praha dan jelas merupakan bagian
paling terkenal dari arsitektur Ceko pasca-1989.
Bentuk arsitektur bangunan merupakan bentuk metaforis
yang berupa tarian yang dilakukan oleh “Fred” and “Ginger”.
Bangunan ini juga sekaligus mencerminkan konsep “maskulin”
dan “feminine”.[Gambar 3.22 dan Gambar 3.23].

Gambar 3.22 Nationale Nederlanden.


[https://www.seepraha.com, akses 8 April 2019]
40

Gambar 3.23 Tarian “Fred” dan “Ginger” dan konsep maskulin-feminin.


[https://tocapu2017.wordpress.com, akses 13 Desember 2018]

University of Phoenix Stadium, (Arizona, USA)


University of Phoenix Stadium didesain oleh arsitek Peter
Eisenman, dan mulai dibangun pada tahun 2003 dan dibuka
2006. Stadion berkapasitas 63.400 ini adalah yang pertama di
Amerika Utara yang memiliki atap yang dapat dibuka dan
bidang yang dapat dipindahkan.
Bentuk arsitektur metafora diperlihatkan pada bentuk
luar stadion (eksterior) yang mewakili laras kaktus, tanaman
yang sangat khas dari gurun di mana ia berada. Begitulah cara
arsitek menemukan untuk menghubungkan bangunan besar
dengan lingkungan khas seperti gurun Arizona. Meskipun
dirancang menyerupai barel kaktus, ia lebih sering dikatakan
terlihat seperti pesawat ruang angkasa alien karena bentuknya
yang seperti cakram perak.[Gambar 3.24 dan Gambar 3.25].
41

Gambar 3.24 University of Phoenix Stadium.


[https://twitter.com, akses 8 April 2019]

Gambar 3.25 Barel Kaktus.


[https://sp.depositphotos.com, akses 8 April 2019]
42

Guangzhou Opera House, (Guangzhou, China)


Guangzhou Opera House didesain oleh arsitek Zaha
Hadid. Bangunan ini terdiri dari dua massa terpisah, keduanya
dilapisi panel granit triangulasi - satu abu-abu dan satu putih.
Bangunan abu-abu berisi gedung opera utama, serta ruang
latihan dan ruang lobi yang megah. Sementara, bangunan yang
putih memiliki teater kecil untuk pertunjukan non-opera
Bentuk arsitektur metafora diperlihatkan oleh kedua
bentuk bangunan – yang besar dan yang kecil – yang mengambil
bentuk dua kerikil yang terletak di aliran sungai yang
permukaannya diperhalus oleh erosi. [Gambar 3.26 dan Gambar
3.27]. Guangzhou (dahulu dikenal sebagai Kanton) adalah salah
satu kota besar di Tiongkok, dengan sejarah panjang dan budaya
yang unik. Terletak di Delta Sungai Mutiara, kota ini dulunya
merupakan gerbang Cina ke dunia, yang berfungsi sebagai pusat
utama perdagangan internasional negara itu.

Gambar 3.26 Guangzhou Opera House.


[http://sqmegapolis.wikia.com, akses 27 Desember 2018]
43

Gambar 3.27 Batu kali yang menjadi inspirasi bentuk arsitektur


Guangzhou Opera House.

Musée des Confluences, (Lyon, France)


Musée des Confluences didesain oleh “Konsultan” Coop
Himmelblau. Desain bangunan menampilkan tiga komponen
utama: ‘the plinth’, ‘the crystal’ dan ‘the cloud’. Terletak di
bawah pintu masuk utama museum, “auditorium yang lapang”,
ruang rapat dan area teknis. Di atas, “kristal” berlapis kaca
sepenuhnya berorientasi ke kota, menyambut pengunjung dan
melayani sebagai ruang publik yang mengundang. dalam area
ini, panel kaca besar dipasang di dalam rangka baja, membanjiri
ruang internal dengan siang hari. kontras dengan kontur yang
tepat dari “kristal”, “awan” telah dibangun menyerupai sebuah
pesawat ruang angkasa yang ditempatkan di atas bangunan.
Bentuk arsitektur metafora diperlihatkan pada bangunan
yang menyerupai kristal dan awan yang berpadu menyerupai
sebuah pesawat ruang angkasa. [Gambar 3.28 dan Gambar 3.29].
44

Gambar 3.28 Musée des Confluences.


[https://www.geocaching.com, akses 8 April 2019]

Gambar 3.29 Gambar Diagramatik Konstruksi “Crystal” dan “Cloud”.


[http://www.coop-himmelblau.at, akses 31 Desember 2018]
45

Art Science Museum, (Singapore)


Art Science Museum didesain oleh arsitek Moshie Safadie.
Bangunan yang menampung 21 galeri ini merupakan bagian dari
kompleks Marina Bay Sands Casino and Resort di Singapura
yang dibuka pada tahun 2011.
Bentuk arsitektur Art Science Museum menyerupai bunga
teratai yang sedang mekar. oleh karenanya, bangunan yang
metaforis ini juga dikenal dengan Lotus Flower Art Science
Museum.[Gambar 3.30 dan Gambar 3.31].
Art Science Museum mengambil pendekatan berpikiran
maju untuk penggunaan sumber daya alam. Air hujan yang
terperangkap di mangkuk besar yang dibentuk oleh atap disaring
dan digunakan untuk fasilitas kamar kecil.

Gambar 3.30 Art Science Museum.


[Sumber Foto: Dokumentasi Ashadi, 2017]
46

Gambar 3.31 Bunga teratai yang sedang mekar.

Word Trade Center Transportation Hub, (New York


City, USA)
World Trade Center Transportation Hub didesain oleh
arsitek Santiago Calatrava dan dibuka pada 3 Maret 2016.
Bangunan ini adalah stasiun terminal pada sistem PATH.
Terletak di kompleks World Trade Center, di dalam kawasan
Financial District di Manhattan, New York City.
Bentuk arsitekturnya sangat unik dan metaforis; ia jelas
merupakan personifikasi dari burung yang sedang terbang, bisa
jadi posisi burung terbang yang baru saja dilepaskan dari
genggaman tangan atau posisi burung terbang yang ingin
mendarat di suatu permukaan atau dahan pohon.[Gambar 3.32-
3.34].
47

Gambar 3.32 Word Trade Center Transportation Hub.


[https://www.govtech.com, akses 9 April 2019]

Gambar 3.33 Personifikasi burung yang dilepas terbang.


[https://www.archdaily.com, akses 9 April 2019]
48

Gambar 3.34 Burung terbang (posisi mungkin ingin hinggap?)


[https://my.lovepik.com, akses 9 April 2019]

Cibertecture, (Mumbai, India)


Desain Cybertecture menawarkan sistem intelijen
provokatif di India dengan kantor Cybertecture. Konsep untuk
bangunan paling inovatif ini terinspirasi oleh melihat dunia
dalam hal planet yang menjadi ekosistem yang memungkinkan
kehidupan berevolusi. Konsep untuk bangunan ini agak seperti
planet bumi, di mana ekosistem berkelanjutan berasal dari
cybertecture terintegrasi dan mulus yang berkembang untuk
memberikan penghuni gedung ruang terbaik untuk bekerja. Di
dalam gedung, akan ada serangkaian inovasi sistem seperti
“kesehatan cybertecture” yang dirancang untuk melacak
kesehatan penduduk termasuk tekanan darah dan berat badan.
Data yang dikumpulkan dapat diambil dan dikirim ke dokter jika
dianggap perlu.
49

Analogi dengan bentuk bangunan adalah bentuk planet


yang indah untuk "mendarat" di situs di Mumbai. Bentuk
arsitekturnya adalah yang melambangkan optimisme tentang
masa depan dan abad ke-21. Bentuk “planet” simbolis
selanjutnya diperluas untuk memenuhi lantai dasar ditambah 13
tingkat ruang kantor yang berasal dari bangunan berbentuk
“Telur”. “Telur” ini lebih berorientasi dan condong miring
untuk menciptakan bahasa visual yang kuat.
[https://www.nbmcw.com, akses 9 April 2019][Gambar 3.35 dan
Gambar 3.36].

Gambar 3.35 Cibertecture


[https://www.nbmcw.com, akses 9 April 2019]
50

Gambar 3.36 Cibertecture berangkat dari bentuk telur


[http://yansk.blogspot.com, akses 9 April 2019]

Bentuk bangunan menyerupai sebuah telur yang


diposisikan agak miring. Bangunan ini dikenal pula dengan
Cbertecture Egg. Bentuknya yang unik menjadikannya salah satu
ikon kota Mumbai.

Jewish Museum Berlin (Berlin, Germany)


Jewish Museum Berlin, yang dibuka untuk umum pada
tahun 2001, didesain oleh arsitek Daniel Libeskind. Keseluruhan
komposisi bangunan adalah Bintang Daud yang terdistorsi,
dengan kekosongan “lurus” yang menjalar di sepanjang
bangunan. Metafora bangunan ini menggunakan fragmentasi,
kekosongan, dan disorientasi. Unsur paling jelas dari eksterior
bangunan adalah Bintang Daud yang terfragmentasi dari mana
51

rencana itu berasal. Ini dikombinasikan dengan kontras garis


lurus dari kekosongan, yang dapat dilihat dari atas dalam bentuk
elemen atap. Libeskind menyatakan, “Satu adalah garis lurus,
tetapi dipecah menjadi banyak fragmen, yang lain adalah garis
berliku-liku, tetapi terus tanpa batas”.
Bentuk arsitektur metaforis bangunan Jewish Museum
Berlin adalah fragmentasi “Bintang Daud” yang diwujudkan
segmen-segmen dari bagian-bagian bangunan, yang secara
keseluruhan terkesan terpatah-patah mengikuti garis lurus
tertentu. Bentuk metaforisnya dapat dikategorikan sebagai
metafora abstrak (intangible metaphor)[Gambar 3.37].

Gambar 3.37 Jewish Museum Berlin


[http://www.indiana.edu, akses 16 Desember 2018]
52

Kertajati International Airport (Jawa Barat,


Indonesia)
Kertajati International Airport berlokasi di Kertajati,
Majalengka, Jawa Barat, dan dirancang secara bersinergi oleh
secara bersinergi antara PT. Penta Rekayasa dengan
PT. Arkonin.
Bandar udara yang diresmikan operasinya pada tanggal
24 Mei 2018 ini memiliki landasan pacu tunggal sepanjang 2.500
meter dan akan diperpanjang hingga 3.000 meter. Bandar udara
baru ini berfungsi sebagai penyangga untuk membantu
memudahkan lalu lintas udara di Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta di Jakarta. Bandar udara ini memiliki kapasitas
total hingga 29 juta penumpang setiap tahun, dengan banyak
ruang untuk ekspansi. Bandar udara ini juga akan
mengoperasikan terminal kargo dengan perkiraan resmi pada 1,5
juta ton kargo.
Bandara Kertajati mengusung desain yang menggunakan
elemen-elemen estetis yang mengadopsi kearifan budaya lokal
Jawa Barat, yaitu Tari Merak. Tarian ini merupakan tarian
selamat datang yang biasanya dilakukan untuk menyambut
tamu agung yang masuk ke wilayah Jawa Barat. Secara filosofis,
burung merak adalah simbol dari kemegahan, keunikan,
keindahan, serta karakter dari negara Indonesia. Burung merak
dipilih menjadi ikon Bandara Kertajati karena merupakan salah
satu fauna langka asal Indonesia. Simbolisasi ekor-ekor merak
yang indah memberikan kesan kemegahan Bandara
Internasional Kertajati, Majalengka.
Implementasinya terlihat pada fasad dan bentuk atapnya
yang berbentuk mengalir, serta di beberapa elemen utama dan
pendukung di dalam bandara, terutama pada gedung terminal
53

utama penumpang. Rancangan bangunan ekor merak terlihat


mencolok terpasang di bagian atap gedung Bandara Kertajati,
Majalengka. Bulu ekor burung merak yang indah menjadi
penyambutan kepada para pengunjung di Bandara Internasional
Jawa Barat. Dua sangkar burung merak disediakan oleh pihak
bandara sebagai ikon penyambutan pengunjung Bandara
Internasional Kertajati.
Bentuk arsitektur metafora Bandara Kertajati
diperlihatkan oleh bentuk terminal penumpang yang sekilas
menyerupai burung merak, terutama bagian ekornya.[Gambar
3.38-3.42].

Gambar 3.38 Salah satu jenis burung merak, yang memiliki ekor indah.
[https://steemit.com, akses 27 April 2019]
54

Gambar 3.39 Konsep bentuk Bandara Internasional Kertajati, Jawa Barat,


Indonesia.

Gambar 3.40 Bentuk Terminal Penumpang Bandara Internasional Kertajati,


Jawa Barat, Indonesia; ia menyerupai burung merak.
[https://www.jpnn.com, akses 27 April 2019]
55

Gambar 3.41 Detail Fasad Terminal Penumpang Bandara Internasional


Kertajati, Jawa Barat, Indonesia; ia menyerupai ekor burung merak.
[Dokumentasi Ashadi, 2019]

Gambar 3.42 Detail Elemen Fasad Terminal Penumpang Bandara Internasional


Kertajati, Jawa Barat, Indonesia.
[Dokumentasi Ashadi, 2019]
56
BAB 4
CONTOH DESAIN ARSITEKTUR TUGAS
AKHIR MAHASISWA

Dalam lima tahun terakhir, Program Studi Arsitektur


Universitas Muhammadiyah Jakarta, menuntut kepada
mahasiswa, dalam kegiatan Tugas Akhir, untuk tidak sekedar
menyelesaikan permasalahan-permasalahan arsitektural saja,
tetapi juga bagaimana menerapkan konsep-konsep perancangan
tertentu yang “berbau” filosofis seperti konsep-konsep ikonik,
simbolik, metafora, analogi, bangunan pintar, tradisionalitas,
modernitas, postmodernitas, dan lainnya, dalam desain Tugas
Akhirnya.
Berikut adalah beberapa contoh desain arsitektur Tugas
Akhir mahasiswa Program Studi Arsitektur Universitas
Muhammadiyah Jakarta, yang mencoba menerapkan konsep
metafora dalam desainnya:

• Pengembangan Kawasan Media City RCTI di Jakarta,


oleh Ahmad Nurfakih (NIM: 2011460013).
• Sport Center di Jakarta, oleh Bram Arnes (NIM:
2010460012).
• Pusat Apresiasi Musik Kontemporer di Jakarta Utara,
oleh Abdillah Luthfi Hawari (NIM: 2012460083).

57
58

• Kantor Perwakilan Schlumberger di Jakarta, oleh


Muhammad Roby (NIM: 2014460057).

4.1 Pengembangan Kawasan Media City RCTI, Jakarta


a. Deskripsi Singkat
Pengembangan perluasan studio RCTI perlu dilakukan
dengan memperluas lahan sekitarnya. Dari site existing 10 Ha
diperluas menjadi ±36 Ha untuk kebutuhan penunjang
kegiatan bisnis. Pengembangan bangunan kawasan terhadap
studio existing RCTI dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
pengembangan secara horizontal dan secara vertikal.
Pengembangan studio RCTI ke arah horizontal
mempunyai kekurangan yaitu berpengaruh pada kebutuhan
jumlah lahan yang lebih luas, perubahan dilakukan pada
fasade bangunan existing agar menyatu dengan desain
bangunan baru dengan tetap mempertahankan penggunaan
denah yang lama. Kelebihannya adalah bangunan-bangunan
baru bisa dijadikan background dari studio RCTI.

Pengembangan studio RCTI ke arah vertikal berarti massa


bangunan existing tetap dipertahankan, massa bangunan kantor
sewa di letakkan di atas massa bangunan studio RCT existing,
penggunaan struktur kolom yang ditinggikan pada bangunan
studio existing sehingga bangunan tersebut bisa dipertahankan.
Pengembangan secara vertikal mempunyai keuntungan salah
satunya adalah lahan yang diperlukan tidak terlalu banyak
karena bangunan kantor sewa dibuat di atas bangunan studio
existing RCTI. Namun mempunyai kekurangan yaitu view
bangunan hotel akan terhalang oleh bangunan kantor sewa
tersebut.
59

Untuk menunjang kegiatan bisnis di kawasan Media


City RCTI, Jakarta Barat maka perlu dilakukan pemilihan
kebutuhan bangunan yang bisa memfasilitasi kegiatan bisnis
tersebut, yaitu hotel, apartemen, mall, perkantoran sewa,
fasilitas pelatihan, dan ampiteater, di samping studio RCTI
yang sudah ada.

b. Konsep Bentuk Arsitektur

Konsep gubahan massa dan bentuk arsitektur bangunan utama


Media City RCTI (Studio RCTI) adalah sesuatu yang unik, yang
merupakan bentuk metaforis dari logo RCTI – berupa burung
rajawali [Gambar 4.1].
Bangunan studio RCTI berada di bagian tengah dan
depan kawasan, dan sekaligus menjadi ikon kawasan. Sementara
bangunan tinggi: hotel, apartemen, dan kantor sewa menjadi
latar belakang bangunan studio RCTI, sebuah komposisi yang
nampak anggun.

Gambar 4.1 Burung Rajawali.


[https://www.youtube.com, akses 28 April 2019]
60

c. Gambar Grafis dan Gambar 3D


[Gambar 4.2-4.9]

Hotel
Mall & kantor
sewa
Apartemen

Studio RCTI

Gambar 4.2 Gambar Block Plan.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]

Gambar 4.3 Gambar Denah Lantai Dasar Bangunan Studio RCTI.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]
61

Gambar 4.4 Gambar Denah Lantai Atas (lt. 9 dan 10) Bangunan Studio RCTI.
[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]

Gambar 4.5 Gambar Potongan Bangunan Studio RCTI.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]

Gambar 4.6 Gambar Tampak Depan Bangunan Studio RCTI.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]
62

Gambar 4.7 Gambar Tampak Depan Kawasan.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]

Gambar 4.8 Model Grafis Sistem Struktur Bangunan Studio RCTI.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]
63

Gambar 4.9 Gambar 3D Kawasan.


[Dokumen Tugas Akhir-Ahmad Nurfakih, PS Arsitektur UMJ, 2015]

4.2 International Sport Center di Jakarta


a. Deskripsi Singkat
Perencanaan dan perancangan International Sport Center di
Jakarta ini diharapkan menjadi salah satu ikon baru di Jakarta;
yang sekaligus bisa menjadi monumen sejarah bangsa Indonesia.
Perencanaan dan perancangan International Sport Center
ini di fokuskan pada penataan dan pengolahan bentuk-bentuk
arsitektural yang memiliki kaidah dan citra yang ingin
diwujudkan dalam fisik bangunan dan penempatan massa serta
sirkulasi pada kawasan pusat olahraga internasional. Bangunan
yang masuk dalam cakupan desain diantaranya adalah: stadion
sepak bola, lapangan tenis outdoor, lapangan bulu tangkis
indoor, lapangan olahraga basket indoor, lapangan olahraga voli
outdoor, kolam renang indoor, lapangan futsal, dan fasilitas-
64

fasilitas pelengkap lainnya. Sebagai bangunan utama adalah


stadion sepak bola.
Perencanaan dan perancangan International Sport Center
di Jakarta ini menerapkan pola massa majemuk dengan
pertimbangan bahwa kegiatan dalam sport center ini terdiri
dari kelompok kegiatan yang berbeda-beda dan masing
masing mempunyai daerah privasi sendiri-sendiri dengan
fungsinya yang berbeda pula. Penempatan massa bangunan
menjadikan massa bangunan stadion utama sebagai pusat
orientasi dari massa bangunan lainnya.

b. Konsep Bentuk Arsitektur


Penataan massa bangunan secara keseluruhan mengambil
bentuk lambang burung garuda Pancasila (lambang Dasar
Negara Republik Indonesia). Bentuk arsitektur stadion sepak
bola, yang merupakan massa bangunan utama, mengambil
bentuk metafora bunga melati. Bunga melati merupakan “puspa
bangsa”, sebagai lambang kesucian, yang banyak dikaitkan
dengan berbagai kebudayaan etnik di negeri ini [Gambar 4.10
dan Gambar 4.11].
65

Gambar 4.10 Pola Massa Bangunan menyerupai bentuk Lambang Burung


Garuda (Lambang Dasar Negara Republik Indonesia).
[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]
66

Bunga melati

Gambar 4.11 Bentuk Bangunan Stadion Sepak Bola menyerupai bentuk bunga
melati (bunga “puspa bangsa Indonesia”).
[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]
67

c. Gambar Grafis dan Gambar 3D


[Gambar 4.12-4.17]

Gambar 4.12 Gambar Denah Lt. Dasar Stadion Sepak Bola.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]

Gambar 4.13 Gambar Denah Lt. 4 Stadion Sepak Bola.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]
68

Gambar 4.14 Gambar Potongan Memanjang Stadion Sepak Bola.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]

Gambar 4.15 Gambar Tampak Atas Stadion Sepak Bola.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]
69

Gambar 4.16 Gambar 3D International Sport Center.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]

Gambar 4.17 Gambar 3D Stadion Sepak Bola.


[Dokumen Tugas Akhir-Bram Arnes, PS Arsitektur UMJ, 2014]
70

4.3 Pusat Apresiasi Musik Kontemporer di Jakarta Utara


a. Deskripsi Singkat
Keistimewaan atau keunikan Pusat Apresiasi Musik
Kontemporer di Jakarta Utara ini adalah kombinasi antara
konser panggung, pendidikan musik, galeri seni musik, media
televisi dan radio yang saling terintegrasi satu sama lainnya
dengan ruang lingkup Internasional, karena di Jakarta belum
adanya kapasitas untuk mewadahi keseluruhan tentang seni
musik di Jakarta, dengan massa bangunan bertemakan ikonik
semiotika dan berkonsep metafora.
Massa bangunan tunggal menjadi pilihan dalam
perencanaan dan perancangan Pusat Apresiasi Musik
Kontemporer ini, dengan pertimbangan bahwa kondisi dan
potensi tapak yang berada di pantai, dan sifat dan fungsi utama
bangunan.

b. Konsep Bentuk Arsitektur


Sesuai dengan rencana desain konsep perencanaan dan
perancangan, Pusat Apresiasi Musik Kontemporer di Jakarta
Utara diperlukan pemilihan bentuk dasar yang paling sesuai
memperlihatkan karakter tema ikonik semiotika dan berkonsep
metafora.
Konsep bentuk bangunan menyerupai binatang air:
keong, dan bertemakan: “snail flew towards the ocean while
singing”. Sebuah desain bangunan berbentuk binatang keong,
memiliki podium yang bentuknya seperti “melayang di udara”,
dan perletakan kolom yang menonjol pada selubung transparan
(kaca), mengkombinasikan sebuah nada menjadi simphoni dan
terkesan seperti “keong yang berjalan/terbang menuju lautan
sambil bernyanyi”.[Gambar 4.18].
71

Gambar 4.18 Binatang keong menjadi acuan bentuk metafora.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]

c. Gambar Grafis dan Gambar 3D


[Gambar 4.19-4.24]

Gambar 4.19 Gambar Block Plan.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]
72

Gambar 4.20 Gambar Denah Lt 1 dan Situasi.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]

Gambar 4.21 Gambar Potongan.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]
73

Gambar 4.22 Gambar 3D Eksterior.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]

Gambar 4.23 Gambar 3D Eksterior.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]
74

Gambar 4.24 Gambar 3D Interior Auditorium Ruang Konser.


[Dokumen Tugas Akhir-Abdillah Luthfi Hawari, PS Arsitektur UMJ, 2016]

4.4 Kantor Perwakilan Schlumberger di Jakarta


a. Deskripsi Singkat
Schlumberger (dibaca Slambersi) merupakan perusahaan
multinasional nomor satu di dunia yang bergerak di bidang
penyedia teknologi terkemuka untuk karakterisasi, pengeboran,
produksi, dan pengolahan reservoir untuk industri minyak dan
gas bumi. Perusahaan ini didirikan oleh dua bersaudara Conrad
dan Marcel Schlumberger pada tahun 1927 di Prancis dan
berkantor pusat di sana hingga kini. Selain berkantor pusat di
Paris, Schlumberger juga mempunyai dua kantor regional yaitu
di Dubai (Asia) dan Houston (Amerika Serikat). Schlumberger
hadir di Indonesia sejak tahun 1987. Di Indonesia perusahaan ini
mengusung nama PT Schlumberger Geophysics Nusantara,
beralamat di Wisma Mulia Jalan Jenderal Gatot Soebroto No.42
Jakarta dengan Integrated Base di Kawasan Industri Terpadu
Cikarang Bekasi Jawa Barat.
75

Selain itu keberadaan Kantor Perwakilan Schlumberger


sampai saat ini masih menempati gedung bersama atau kantor
sewa, sehingga eksistensi Schlumberger sebagai perusahaan
multinasional nomor satu di dunia yang terus mengembangkan
dan mengedepankan teknologi, kurang menarik perhatian
masyarakat. Faktor inilah yang mempengaruhi timbulnya
gagasan untuk merencanakan dan merancang Gedung Kantor
Perwakilan Shclumberger di Jakarta.
Penerapan konsep metafora yang mengacu bentuk
konstruksi pengilangan minyak lepas pantai, dapat menunjukan
eksistensi Schlumberger yang telah lama hadir di Indonesia dan
menarik perhatian, minat serta berdampak positif bagi
masyarakat, terutama dalam alih teknologi melalui pendidikan
di Schlumberger.
Gedung Kantor Schlumberger membutuhkan
penghubung yang mengintegrasikan dan mensinergikan antara
kegiatan Manajemen, Learning Center, Library dan sarana
pendukung lainnya dengan mengaplikasikan; common Area,
ruang rapat bersama, lounge, cafe dan sebagainya.

b. Konsep Bentuk Arsitektur


Gubahan bentuk dan komposisi massa bangunan menerapkan
konsep metafora dari bentuk konstruksi bangunan kilang
minyak lepas pantai (rig) yang berada diatas air (floating)
[Gambar 4.25].
76

Gambar 4.25 Konsep metafora dari bentuk konstruksi bangunan kilang minyak
lepas pantai diterapkan pada desain Kantor Perwakilan Schlumberger di Jakarta.
[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]

c. Gambar Grafis dan Gambar 3D


[Gambar 4.26-4.31]

Gambar 4.26 Gambar Block Plan.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]
77

Gambar 4.27 Gambar Denah Lt. Dasar dan Situasi.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]

Gambar 4.28 Gambar Tampak.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]
78

Gambar 4.29 Gambar Potongan.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]

Gambar 4.30 Gambar 3D Eksterior.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]
79

Gambar 4.31 Gambar 3D Eksterior.


[Dokumen Tugas Akhir-Muhammad Roby, PS Arsitektur UMJ, 2018]
80
DAFTAR PUSTAKA

Referensi
Antoniades, Anthoni C.
1992 Poetics of Architecture: Theory of Design, New York: Van
Nostrand Reinhold.

Aristotle
1902 Poetics, translated by S.H. Butcher: Global Grey ebooks
Rhetoric, translated by W. Rhys Roberts

Arnes, Bram
2014 “International Sport Center di Jakarta”, Skripsi/Tugas
Akhir, PS Arsitektur, Universitas Muhammadiyah
Jakarta.

Broadbent, Geoffrey
1980 The Deep Structures of Architecture, Signs, Symbols, and
Architecture, New York: John Wiley & Sons.

Budiman, Kris
2011 Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra.

81
82

Eco, Umberto
1980 Function and Sign: The Semiotics of Architecture, Signs,
Symbols, and Architecture, New York: John Wiley & Sons.

Hawari, Abdillah Luthfi


2016 “Pusat Apresiasi Musik Kontemporer di Jakarta Utara”,
Skripsi/Tugas Akhir, PS Arsitektur, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Jencks, Charles
1977 The Language of Post-Modern Architecture, New York:
Rizzoli.
1980 The Architectural Sign, Signs, Symbols, and Architecture,
New York: John Wiley & Sons.

Lakoff,George & Johnsen, Mark


2003 Metaphors We Live By, London: The University of Chicago
Press.

MasterClass
2019 “Metaphor, Simile, and Analogy: Differences and
Similarities”,
https://www.masterclass.com/articles/metaphor-similie-
and-analogy-differences-and-similarities#what-is-a-
metaphor, akses 3 April 2019

Markoem, Muhadjir
2017 Semantik dan Pragmatik, Tangerang: Pustaka Mandiri.
83

Newmark, Peter
1988 Text Book of Translation, New York: Prentice Hall
International Ltd.

Nordquist, Richard
2018 “The Different Types of Metaphors”,
https://www.thoughtco.com/ways-of-looking-at-a-metaphor-
1691815, akses 3 April 2019.

Nurfakih, Ahmad
2015 “Pengembangan Kawasan Media City RCTI, Jakarta”,
Skripsi/Tugas Akhir, PS Arsitektur, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Nurhadi, Muhammad
2018 “Museum Bahari di Tegal”, Skripsi/Tugas Akhir, PS
Arsitektur, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Ricoeur, Paul
2012 Teori Interpretasi, terjemahan, Yogyakarta: IRCiSoD.

Roby, Muhammad
2018 “Kantor Perwakilan Schlumberger di Jakarta”,
Skripsi/Tugas Akhir, PS Arsitektur, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Snyder, James C.; Catanese, Anthony J.


1991 Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.
84

Tjahjono, Gunawan
2001 Kajian Semiotik dalam Arsitektur, Semiotik Mengkaji
Tanda dalam Artifak, Jakarta: Balai Pustaka.

Internet
http://annualreport.id/info/bni-bangun-gedung-baru-berkonsep-
green

http://architecturalvisits.com/en/2016/01/21/twa-flight-center-jfk-
airport/

http://blog.naver.com/PostView.nhn?blogId=partlycloudy&logNo
=221319594993&parentCategoryNo=&categoryNo=68&viewDa
te=&isShowPopularPosts=true&from=search

http://coomaraswamy.blogspot.com/2011/01/philips-pavilion.html

http://designingsound.org/2014/09/29/sonic-architecture/

https://en.wikipedia.org/wiki/Metaphor

https://en.wikipedia.org/wiki/TWA_Flight_Center

https://en.wikipedia.org/wiki/Philips_Pavilion#Construction

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Keong-emas.jpg

https://files1.structurae.de/files/photos/5256/2016-08-
24/dsc02628.jpg
85

http://galihdegal.blogspot.com/2017/01/kritik-arsitektur-gedung-
teater-keong.html

http://gotourismbystevanysu.blogspot.com/2017/11/keliling-
indonesia-dalam-satu-hari.html

https://my.lovepik.com/image-500773473/fast-flying-bird.html

https://teematoe.wordpress.com/2013/03/25/redefining-design-
redesigning-the-fine/

https://tocapu2017.wordpress.com/2017/10/04/frank-owen-gehry

https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1512604/main-gong-
di-goa-gong-pacitan/2

https://sp.depositphotos.com/22000031/stock-photo-golden-
barrel-cactus.html

http://sqmegapolis.wikia.com/wiki/File:RealWorld_Guangzhou_O
pera_House.jpg

https://steemit.com/animals/@ratnaasik/hewan-yang-terancam-
punah-di-indonesia

https://twitter.com/pennstatefball/status/947150496749576193
86

http://ww1.pix-hd.com/?sub1=5e3d83cc-598e-11e9-8d66-
a285e4d48ad0

http://www.alluringworld.com/notre-dame-du-haut/

https://www.archdaily.com/381166/calatrava-to-build-world-s-
most-expensive-transportation-

https://www.architectural-review.com/essays/typology/typology-
opera-houses/8653735.article

https://www.concertgebouw.be/en/lecture-philips-pavilion-58

http://www.coop-himmelblau.at/architecture/projects/musee-des
confluences

https://www.designingbuildings.co.uk/wiki/Piano_Building

https://www.geocaching.com/geocache/GC7BA0Q_musee-des-
confluences?guid=862119cc-f885-4e0d-9a36-2ec1d34003ea

https://www.govtech.com/fs/World-Trade-Center-Transportation-
Hub-Shows-We-Need-to-Think-Smart-Not-Big.html

http://www.indiana.edu/~iucdp/MollmanProject3Final.pdf

https://www.interiordesign.net/articles/13801-eero-saarinen-s-
twa-flight-center-and-bell-laboratories/

https://www.invaluable.com/blog/baroque-art-rococo-art/
87

https://www.planetware.com/granada/alhambra-hill-e-and-
ah.htm

https://www.jpnn.com/news/hari-ini-bandara-kertajati-layani-
penerbangan-internasional

https://www.kepogaul.com/ruangpena/cerita-rakyat-keong-mas/

https://www.nbmcw.com/product/other-products/25-
articles/architects-project-watch/612-the-cybertecture-egg-new-
jewel-in-mumbai.html

https://www.pinterest.com/barrystormassoc/architecture-
alhambra/

https://www.pinterest.com/pin/304767099767823202/

https://www.sacurrent.com/the-daily/archives/2012/01/20/the-
texas-sized-monster-bird-that-created-a-huge-flap-back-in-1975

https://www.seepraha.com/en/photo?name=prague-dancing-
house

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/03/pengenalan-jenis-
jenis-metafora-dalam-semantik.html

https://www.stayatbase.com/sydney/must-dos-in-sydney/
88

http://www.technologystudent.com/prddes_2/nature1.html

https://www.vanityfair.com/culture/2016/03/santiago-calatravas-
oculus-review

http://yansk.blogspot.com/2011/01/sj12.html

hub/51aa644ab3fc4bce8e00001c_calatrava-to-build-world-s-most-
expensive-transportation-
hub_world_trade_center_transportation_hub_-
_courtesy_of_santiago_cala-jpg/

Anda mungkin juga menyukai