Makalah Sejarah Bahasa Indonesia
Makalah Sejarah Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan beragam bahasa
daerah yang dimilikinya memerlukan adanya satu bahasa persatuan guna menggalang
semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini sangat penting dalam perjuangan
mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Kesadaran politis seperti inilah yang memunculkan ide pentingnya bahasa yang satu,
bahasa persatuan, bahasa yang dapat menghubungkan keinginan pemuda-pemudi dari
berbagai suku bangsa dan budaya di Indonesia saat itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula terbentuknya bahasa Indonesia?
2. Apa makna bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia?
3. Apa pengaruh bahasa Indonesia terhadap persatuan bangsa?
C. Tujuan
1. Menjelaskan awal mula terbentuknya bahasa Indonesia.
2. Menjelaskan makna bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.
3. Menjelaskan pengaruh bahasa Indonesia terhadap persatuan bangsa.
D. Pembahasan
1
1. Awal mula terbentuknya bahasa Indonesia
Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa melayu, salah
satu bagian dari rumpun Austronesia. Bahasa Melayu ini sudah mulai dipakai di kawasan
Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya
prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun
684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi
berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu
Kuna. Bahasa Melayu Kuna (istilah pertama ‘Bahasa Melayu’) itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun
832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan
bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa
antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang
datang dari luar Nusantara.Terdapat informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang
belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa
yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand,
1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice,
1078:19), yang berdampingan dengan Sansekerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa
perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti
Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan
Bustanussalatin.Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang,
antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa
Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah
kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata
2
dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan
bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai
variasi dan dialek.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa sebenarnya bermula sejak
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara
Indonesia pasca kemerdekaan. Pada saat itu, Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa
(yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa
Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau karena beliau
memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan
merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik
Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada
tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari
segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat
menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin,
atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan
pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas
Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang
paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke,
ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun
1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia,
Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia,
Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara
jiran di Asia Tenggara.Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan
bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan
persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi
4
(dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah
dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Pada mulanya Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan
Belanda, hingga tahun 1972 ketika Ejaan Yang Disempurna- kan (EYD) dicanangkan.
Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia,
semakin dibakukan. Ada empat periode penting dari kontak kebudayaan dengan dunia luar
yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.
1). Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M) Sejumlah besar kata berasal dari Sansekerta
Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca)
2). Islam (dimulai dari abad ke-13 M) Di periode ini diambillah sejumlah besar kata dari
bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat.
3). Kolonial Pada periode ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya adalah dari
Portugis (seperti contohnya, gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan Belanda (contoh: asbak,
kantor, polisi, kualitas.
4). Pasca Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya) Pada masa ini banyak kata yang
diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isyu). Dan lalu ada juga Neo-
Sansekerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sansekerta, (contoh: dasawarsa,
lokakarya, tunasusila). Selain itu, bahasa Indonesia juga menyerap perbendaharaan katanya
dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, loteng, cukong).
Secara Resmi
7
BAB II
Kesimpulan
1. Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa melayu, salah
satu bagian dari rumpun Austronesia.
2. Bahasa Melayu sudah mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.
3. Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa Republik Indonesia, sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 (Pasal 36), pada tanggal 18
Agustus 1945.
8
4. Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai
bahasa nasional , dan sebagai bahasa resmi/Negara.
5. Pada masa kejayaan kerajaan Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M) Sejumlah
besar kata bahasa Indonesia berasal dari Sansekerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra,
suami, istri, raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca).
6. Pada masa kejayaan kerajaan Islam (dimulai dari abad ke-13 M) sejumlah besar
kata bahasa Indonesia diambil dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu,
kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat.
7. Pada masa Kolonial ada beberapa bahasa yang diambil dari bahasa Portugis
(seperti contohnya, gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan Belanda (contoh:
asbak, kantor, polisi, kualitas.
8. Pada masa Pasca Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya) banyak kata yang
diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isyu). Dan lalu ada juga
Neo-Sansekerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sansekerta,
(contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila). Selain itu, bahasa Indonesia juga
menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge,
tahu, loteng, teko, tauke, loteng, cukong).
Daftar Pustaka