SIROSIS HEPATIS
Oleh :
Kelompok 7
Raihan Rezkyoda I14180026
Imtiyaz Luthfiyani Hanan I14180075
Asisten Praktikum :
Winda Puspita Y I14160052
Tiffany Kusuma I14160084
Ananda Salsabilla Harlan Rubby I14160091
Koordinator Praktikum :
dr. Naufal Muharam Nurdin, M Si
Sirosis adalah fase akhir dari peyakit hati kronis. Penyakit hati dalam
jangka panjang secara bertahap menghancurkan jaringan hati dan menyebabkan
fibrosis di beberapa bagian. Sirosis mengganggu fungsi hati dan dapat
menyebabkan gagal hati (Rofles et al. 2009). Sirosis disebabkan oleh regenerasi
sel hati kronis dan penebalan jaringan di sekitarnya. Penyebab umum sirosis
adalah alkohol dan hepatitis C. Sirosis juga dapat disebabkan oleh stenosis
empedu, hepatitis B, hepatitis D, obesitas dengan penyakit hati berlemak
nonalkoholik (NAFLD), hepatitis autoimun, paparan bahan kimia beracun dalam
jangka waktu yang lama, dan penyakit turunan seperti penyakit penyimpanan
glikogen, fibrosis sisik, defisiensi alpha-1 antitrypsin, hemokromatosis, Wilson
disease, atau galaktosemia (Escott-Stump 2012).
Prevalensi sirosis di seluruh dunia tidak diketahui, namun prevalensi
sirosis di Amerika Serikat diperkirakan berada pada rentang 0.15% sampai 0.27%.
Sebanyak 69% dilaporkan bahwa mereka tidak tahu memiliki penyakit hati
(Scaglione et al. 2015). Penelitian Hsiang et al. (2015) dalam Stasi et al. (2015)
menunjukkan etimologi primer sirosis hepatis adalah hepatitis B (37.3%),
penyakit hati alkoholik (24.1%), hepatitis C kronis (22.3%), dan NAFLD (15.4%).
Riskesdas 2013 menyebutkan jumlah orang yang didiagnosis hepatitis di
Indonesia mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun 2007. Kasus hepatitis
yang menjadi salah satu faktor sirosis hepatis pada tahun 2013 secara nasional
diperkirakan terdapat 1.2% dari penduduk Indonesia. Provinsi yang memiliki
angka prevalensi di atas rata-rata nasional adalah NTT, Papua, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, NAD, NTB,
Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan
(Kemenkes 2015).
Sirosis dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah penyakit
hepatitis B yang sudah menahun. Sirosis dan hepatitis memiliki beberapa gejala
yang sama yaitu ditandai dengan berubahnya warna kulit dan sklera mata menjadi
kekuningan (jaundice). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin di
dalam tubuh, sehingga memengaruhi pigmen tubuh. Peningkatan kadar bilirubin
juga menyebabkan warna urin penderita menjadi lebih gelap, serta menyebabkan
gatal-gatal pada kulit. Penderita sirosis dapat mengalami pembesaran area perut
karena adanya penumpukan cairan di perut (asites) (Hurst 2008). Gejala yang
ditimbulkan dari penyakit sirosis ataupun hepatitis diantaranya mual, pusing,
merasa lelah/lemah, dan turunnya nafsu makan (Nelms et al. 2010).
Penularan virus hepatitis B biasanya terjadi melalui masuknya darah atau
cairan tubuh orang yang terkontaminasi ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat
terjadi dari penggunaan jarum suntik, transfusi darah, ataupun hubungan seks
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (Hurst 2008). Hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah tertularnya virus hepatitis B adalah dengan menjauhkan diri dari
resiko penularan, salah satunya dengan tidak melakukan hubungan seks bebas
(Freedman 2009). Perilaku pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan vaksin HBV (Hepatitis B Virus) pada pekerja di rumah sakit,
pengguna rutin obat yang disuntikkan, dan anak kecil atau bayi baru lahir (Rofles
et al. 2009). Sirosis tidak hanya disebabkan oleh penyakit hepatitis B, seseorang
yang menderita sirosis dapat disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol yang
berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya alcoholic liver disease. Hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut adalah dengan mengatur
pola makan khususnya konsumsi minuman atau makanan beralkohol (Nelms et al.
2010).
Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita hepatitis adalah istirahat
total (bed rest) dan pemberian diet yang sesuai. Beberapa hal yang harus dihindari
adalah konsumsi substansi yang dapat menyebabkan iritasi pada hati, seperti obat-
obatan tertentu dan alkohol. Pemberian agen antiviral HBV juga dapat diberikan
kepada penderita hepatitis B (Rofles et al. 2009). Penanganan untuk penderita
sirosis hampir sama seperti pada penderita hepatitis B, yaitu menghindari
konsumsi alkohol. Penderita sirosis dapat disertai dengan beberapa komplikasi
atau penyakit penyerta lainnya, seperti hipertensi portal, asites, dan varises
esofagial. Penderita sirosis yang memiliki komplikasi penyakit lain harus
memberikan penanganan sesuai pada penyakit komplikasi yang dimiliki.
Konsumsi kalori yang dianjurkan untuk penderita sirosis adalah 35-40 g/kg per
hari dan konsumsi protein sebanyak 1.6 g/kg per hari. Konsumsi vitamin dan
mineral juga dianjurkan karena adanya ketidakseimbangan cairan tubuh yang
disebabkan oleh asites (Nelms et al. 2010).
ASSESSMENT
2.2 Antropometri
Berat Badan : 45 kg (BBI: 54 kg)
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 17.58 kg/m2
Status gizi : Underweight (WHO 2004)
2.3 Biokimia
Data biokimia merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait
dengan keadaan penyakit pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium Os disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
a)
Hb (g/dL) 9 12–16 Anemia
Hematokrit (%) 30 36–46 a) Anemia
Leukosit (/mm3) 6 000 4 500–10 000 b) Normal
Trombosit (/μL) 300 000 150 000–400 000 a) Normal
Albumin (g/dL) 2 3.5–5 c) Hipoalbuminemia
SGOT (U/L) 150 10–30 d) Penyakit liver
SGPT (U/L) 109 7–35 d) Penyakit liver
Bilirubin total (mg/dL) 19.67 0.3–1.2 d) Hiperbilirubinemia
Amonia (μg/dL) 110 19–60 a) Hiperamoniemia
Sumber: a) Nelms et al. (2010), b) Hurst (2008), c) Nelms et al. (2010), d) Rofles et al. (2009)
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hati Os mengalami
kerusakan. Hal ini ditandai oleh kadar SGOT dan SGPT yang tinggi. SGOT dan
SGPT adalah enzim di dalam hati yang masuk ke dalam darah apabila ada
kerusakan pada sel-sel hati (Nelms et al. 2010). Kerusakan hati menyebabkan
fungsi hati juga terganggu. Sintesis protein di hati terganggu sehingga kadar
albumin dalam darah menurun. Pembentukan urea di hati juga terganggu sehingga
amonia yang digunakan untuk membentuk urea beredar di dalam darah
(Silbernagl dan Lang 2000). Kapasitas hati untuk menyerap bilirubin dari darah
menurun sehingga kadar bilirubin di darah meningkat dan disimpan di jaringan
(Hurst 2008). Kadar hemoglobin dan hematokrit Os menurun karena gejala
anoreksia yang dialami Os sehingga mengalami defisiensi zat gizi untuk
mempertahankan kadar hemoglobin dan hematokrit (Rofles et al. 2010)
2.5 Diet
Os mengalami penurunan nafsu makan.
PROBLEM LIST
SGPT dan
SGOT ↑
Gambar 1 Diagram alir patofisiologi sirosis hepatikr (Hurst 2008, Nelms et al. 2010, Rofles et al. 2010, Silbernagl dan Lang 2000)
JAWABAN PERTANYAAN