Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Ke-2 Hari/Tanggal : Minggu, 5 April 2020

MK. Patofosiologi Gizi Tempat : RK. IPB W 4 4.01

SIROSIS HEPATIS

Oleh :
Kelompok 7
Raihan Rezkyoda I14180026
Imtiyaz Luthfiyani Hanan I14180075

Asisten Praktikum :
Winda Puspita Y I14160052
Tiffany Kusuma I14160084
Ananda Salsabilla Harlan Rubby I14160091

Koordinator Praktikum :
dr. Naufal Muharam Nurdin, M Si

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
KASUS : SIROSIS HEPATIS

Seorang wanita paruh baya bernama Ny. F dirawat di rumah sakit. Ny F


berusia 59 tahun. Ny. F merasa mual, kembung, dan perut terasa penuh sehingga
mengalami penurunan nafsu makan. Perut Ny. F membesar dan terasa kencang
sejak seminggu terakhir. Tubuh sering kali terasa lelah. Sklera mata dan kulit Ny
F terlihat berwarna kuning. Fesesnya berwarna hitam (melena), sementara urinnya
berwarna gelap seperti teh.
Hasil pemeriksaan antropometri didapatkan BB 45 kg, TB 160 cm. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan perut membesar dan berisi cairan. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar Hb 9 g/dl, MCV dan MCHC
normal, hematokrit 30%, Leukosit 6000/mm³, dan trombosit 300.000/mcL,
albumin 2 g/dl, SGOT 150 U/I, SGPT 109 U/I, Bilirubin total 19.67 mg.dl, kadar
amonia 110 mg/dL. USG abdomen menujukkan pengecilan organ hati. Ny. F
didiagnosis medis menderita Hepatitis B dengan sirosis. Tidak ada keluarga Ny F
yang memiliki penyakit berkaitan dengan diagnosis medis Ny. F. Sebelumnya, Ny
F pernah mengalami muntah darah (hematemesis). Ny F didiagnosis sirosis
hepatis.

GAMBARAN UMUM : SIROSIS HEPATIS

Sirosis adalah fase akhir dari peyakit hati kronis. Penyakit hati dalam
jangka panjang secara bertahap menghancurkan jaringan hati dan menyebabkan
fibrosis di beberapa bagian. Sirosis mengganggu fungsi hati dan dapat
menyebabkan gagal hati (Rofles et al. 2009). Sirosis disebabkan oleh regenerasi
sel hati kronis dan penebalan jaringan di sekitarnya. Penyebab umum sirosis
adalah alkohol dan hepatitis C. Sirosis juga dapat disebabkan oleh stenosis
empedu, hepatitis B, hepatitis D, obesitas dengan penyakit hati berlemak
nonalkoholik (NAFLD), hepatitis autoimun, paparan bahan kimia beracun dalam
jangka waktu yang lama, dan penyakit turunan seperti penyakit penyimpanan
glikogen, fibrosis sisik, defisiensi alpha-1 antitrypsin, hemokromatosis, Wilson
disease, atau galaktosemia (Escott-Stump 2012).
Prevalensi sirosis di seluruh dunia tidak diketahui, namun prevalensi
sirosis di Amerika Serikat diperkirakan berada pada rentang 0.15% sampai 0.27%.
Sebanyak 69% dilaporkan bahwa mereka tidak tahu memiliki penyakit hati
(Scaglione et al. 2015). Penelitian Hsiang et al. (2015) dalam Stasi et al. (2015)
menunjukkan etimologi primer sirosis hepatis adalah hepatitis B (37.3%),
penyakit hati alkoholik (24.1%), hepatitis C kronis (22.3%), dan NAFLD (15.4%).
Riskesdas 2013 menyebutkan jumlah orang yang didiagnosis hepatitis di
Indonesia mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun 2007. Kasus hepatitis
yang menjadi salah satu faktor sirosis hepatis pada tahun 2013 secara nasional
diperkirakan terdapat 1.2% dari penduduk Indonesia. Provinsi yang memiliki
angka prevalensi di atas rata-rata nasional adalah NTT, Papua, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, NAD, NTB,
Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan
(Kemenkes 2015).
Sirosis dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah penyakit
hepatitis B yang sudah menahun. Sirosis dan hepatitis memiliki beberapa gejala
yang sama yaitu ditandai dengan berubahnya warna kulit dan sklera mata menjadi
kekuningan (jaundice). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin di
dalam tubuh, sehingga memengaruhi pigmen tubuh. Peningkatan kadar bilirubin
juga menyebabkan warna urin penderita menjadi lebih gelap, serta menyebabkan
gatal-gatal pada kulit. Penderita sirosis dapat mengalami pembesaran area perut
karena adanya penumpukan cairan di perut (asites) (Hurst 2008). Gejala yang
ditimbulkan dari penyakit sirosis ataupun hepatitis diantaranya mual, pusing,
merasa lelah/lemah, dan turunnya nafsu makan (Nelms et al. 2010).
Penularan virus hepatitis B biasanya terjadi melalui masuknya darah atau
cairan tubuh orang yang terkontaminasi ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat
terjadi dari penggunaan jarum suntik, transfusi darah, ataupun hubungan seks
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (Hurst 2008). Hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah tertularnya virus hepatitis B adalah dengan menjauhkan diri dari
resiko penularan, salah satunya dengan tidak melakukan hubungan seks bebas
(Freedman 2009). Perilaku pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan vaksin HBV (Hepatitis B Virus) pada pekerja di rumah sakit,
pengguna rutin obat yang disuntikkan, dan anak kecil atau bayi baru lahir (Rofles
et al. 2009). Sirosis tidak hanya disebabkan oleh penyakit hepatitis B, seseorang
yang menderita sirosis dapat disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol yang
berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya alcoholic liver disease. Hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut adalah dengan mengatur
pola makan khususnya konsumsi minuman atau makanan beralkohol (Nelms et al.
2010).
Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita hepatitis adalah istirahat
total (bed rest) dan pemberian diet yang sesuai. Beberapa hal yang harus dihindari
adalah konsumsi substansi yang dapat menyebabkan iritasi pada hati, seperti obat-
obatan tertentu dan alkohol. Pemberian agen antiviral HBV juga dapat diberikan
kepada penderita hepatitis B (Rofles et al. 2009). Penanganan untuk penderita
sirosis hampir sama seperti pada penderita hepatitis B, yaitu menghindari
konsumsi alkohol. Penderita sirosis dapat disertai dengan beberapa komplikasi
atau penyakit penyerta lainnya, seperti hipertensi portal, asites, dan varises
esofagial. Penderita sirosis yang memiliki komplikasi penyakit lain harus
memberikan penanganan sesuai pada penyakit komplikasi yang dimiliki.
Konsumsi kalori yang dianjurkan untuk penderita sirosis adalah 35-40 g/kg per
hari dan konsumsi protein sebanyak 1.6 g/kg per hari. Konsumsi vitamin dan
mineral juga dianjurkan karena adanya ketidakseimbangan cairan tubuh yang
disebabkan oleh asites (Nelms et al. 2010).

ASSESSMENT

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. F
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : n/a

2.2 Antropometri
Berat Badan : 45 kg (BBI: 54 kg)
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 17.58 kg/m2
Status gizi : Underweight (WHO 2004)

2.3 Biokimia
Data biokimia merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait
dengan keadaan penyakit pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium Os disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
a)
Hb (g/dL) 9 12–16 Anemia
Hematokrit (%) 30 36–46 a) Anemia
Leukosit (/mm3) 6 000 4 500–10 000 b) Normal
Trombosit (/μL) 300 000 150 000–400 000 a) Normal
Albumin (g/dL) 2 3.5–5 c) Hipoalbuminemia
SGOT (U/L) 150 10–30 d) Penyakit liver
SGPT (U/L) 109 7–35 d) Penyakit liver
Bilirubin total (mg/dL) 19.67 0.3–1.2 d) Hiperbilirubinemia
Amonia (μg/dL) 110 19–60 a) Hiperamoniemia
Sumber: a) Nelms et al. (2010), b) Hurst (2008), c) Nelms et al. (2010), d) Rofles et al. (2009)
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hati Os mengalami
kerusakan. Hal ini ditandai oleh kadar SGOT dan SGPT yang tinggi. SGOT dan
SGPT adalah enzim di dalam hati yang masuk ke dalam darah apabila ada
kerusakan pada sel-sel hati (Nelms et al. 2010). Kerusakan hati menyebabkan
fungsi hati juga terganggu. Sintesis protein di hati terganggu sehingga kadar
albumin dalam darah menurun. Pembentukan urea di hati juga terganggu sehingga
amonia yang digunakan untuk membentuk urea beredar di dalam darah
(Silbernagl dan Lang 2000). Kapasitas hati untuk menyerap bilirubin dari darah
menurun sehingga kadar bilirubin di darah meningkat dan disimpan di jaringan
(Hurst 2008). Kadar hemoglobin dan hematokrit Os menurun karena gejala
anoreksia yang dialami Os sehingga mengalami defisiensi zat gizi untuk
mempertahankan kadar hemoglobin dan hematokrit (Rofles et al. 2010)

2.4 Klinis dan Fisik


Pemeriksaan klinis merupakan pemeriksaan yang meliputi tekanan darah,
suhu tubuh, laju pernafasaan, dan denyut nadi, namun Os tidak memiliki hasil
pemeriksaan klinis. Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan gejala-gejala yang
dialami Os. Hasil pemeriksaan fisik Os disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil pemeriksaan klinis dan fisik
Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Perut membesar (asites), merasa lelah, mengalami muntah
darah
Kulit Berwarna kekuningan (jaundice)
Sklera Mata Berwarna kekuningan (jaundice)
Ekresi Feses hitam (melena), urin berwarna gelap
USG Abdomen Pengecilan organ hati Sirosis
Kesimpulan :
Hasil pemeriksaan fisik menunjukan bahwa Os mengalami asites yang
disebabkan oleh adanya penurunan kadar albumin dalam darah karena adanya
kerusakan pada hati dan menyebabkan sintesis protein terganggu (Metheny 2012).
Os mengalami jaundice yang ditandai dengan perubahan warna kulit dan sclera
mata menjadi kekuningan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin
yangdisebabkan oleh kerusakan hati, sehingga bilirubin yang dihasilkan oleh hati
tidak dapat ditranportasikan ke kantung empedu. Bilirubin tersebut
diakumulasikan di kulit dan menyebabkan perubahan warna menjadi kekuningan.
Kadar bilirubin yang terlalu tinggi di darah akan diekresikan melalui urin dan
menyebabkan perubahan warna urin menjadi lebih gelap (Hurst 2008). Os
mengalami melena kemungkinan disebabkan oleh hipertensi portal yang
menyebabkan terjadinya varises esofagus. Esofagus yang memiliki dinding yang
tipis sehingga rentan robek, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini
menyebabkan Os mengalami muntah darah (hematemesis) dan melena (Rofles et
al. 2009).

2.5 Diet
Os mengalami penurunan nafsu makan.

2.6 Riwayat Kesehatan Os


Os tidak memiliki riwayat kesehatan.

2.7 Riwayat Kesehatan Keluarga


Os tidak memiliki riwayat kesehatan keluarga.

PROBLEM LIST

Penderita sirosis hepatis umumnya akan mengalami beberapa gangguan


dalam tubuh. Berikut merupakan daftar penyakit, tanda, dan gejala yang dialami
Os serta alasan yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut.
Tabel 3 Problem list
No. Problem Why
1. Penyakit utama:
Sirosis Hepatik Sirosis hepatik disebabkan oleh degenarasi
sel hati kronis dan penebalan jaringan di
Tabel 3 Problem list (lanjutan)
No. Problem Why
sekitarnya sehingga kondisi hati semakin
lama memburuk dan tidak berfungsi
dengan baik karena kerusakan yang kronis
(Escott-Stump 2012).
2. Penyakit Penyerta
Hepatitis B Hepatits B (HBV) disebabkan oleh virus
yang memiliki struktur kompleks yang
mempu menyerang dan menghancurkan sel
hati (Hurst 2008).
3. Tanda dan gejala :
Mual Asam empedu yang tidak ditransportasikan
ke usus dapat menyebabkan mual karena
asam empedu dibutuhkan untuk memecah
lemak (Hurst 2008).
Kembung, perut terasa Kembung dan perut terasa penuh
penuh memberikan perasaan tidak nyaman di area
penuh. Penderita sirosis mengalami gejala
ini karena adanya penumpukan cairan di
perut (asites) (Tandon 2020).
Tidak nafsu makan Anoreksia disebabkan oleh mual (Hurst
(anoreksia) 2008).
Asites Asites terjadi karena penurunan kadar
albumin di darah (hipoalbuminemia)
sehingga keseimbangan cairan tubuh
terganggu. Hal ini disebabkan oleh
kerusakan hati yang dapat mengganggu
sinesis protein di hati (Metheny 2012).
Lelah Kelelahan merupakan gejala yang bersifat
subjektif (Tandon 2020). Namun, kelelahan
dapat diakibatkan oleh asites (Gines et al.
2005).
Jaundice Hati yang mengalami kerusakan tidak
mampu mentransportasikan bilirubin ke
kantung empedu, sehingga kadar bilirubin
di dalam darah meningkat dan
terakumulasi di kulit. Hal ini yang
menyebabkan kulit dan sclera mata
menjadi kekuningan (Hurst 2008).
Urine berwarna gelap Hati yang mengalami kerusakan tidak
mampu mentransportasikan bilirubin ke
kantung empedu, sehingga kadar bilirubin
di dalam darah meningkat dan diekresikan
oleh ginjal melalui urin. Hal ini yang
menyebabkan urin menjadi lebih gelap
(Hurst 2008).
Feses berwarna hitam Hipertensi portal dapat menyebabkan
Tabel 3 Problem lis (lanjutan)
(melena) terjadinya varises esofagus. Hal ini
menyebabkan esofagus memiliki dinding
yang tipis dan rentan untuk robek.
Esofagus yang robek dapat menyebabkan
perdarahan. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna feses menjadi kehitaman
dan muntah darah (Rofles et al. 2010).
Hematemesis Hipertensi portal dapat menyebabkan
terjadinya varises esofagus. Hal ini
menyebabkan esofagus memiliki dinding
yang tipis dan rentan untuk robek.
Esofagus yang robek dapat menyebabkan
perdarahan. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna feses menjadi kehitaman
dan muntah darah (Rofles et al. 2010).
Liver mengecil Hati yang mengalami sirosis biasanya
menyusut dan memiliki bentuk nodulus
dan tidak beraturan (Rofles et al. 2010).
4. Hemoglobin menurun Defisiensi vitamin dan mineral akibat tidak
(anemia) nafsu makan menyebabkan nilai
hemoglobin menurun (Nelms et al. 2010).
5. Hematokrit menurun Defisiensi vitamin dan mineral akibat tidak
(anemia) nafsu makan menyebabkan nilai hematokrit
menurun (Nelms et al. 2010).
6. SGPT tinggi Kadar SGPT yang tinggi di darah
menandakan secara sensitif adanya
kerusakan sel hati sekunder hingga
hepatitis (Nelms et al. 2010).
7. SGOT tinggi Kadar SGOT yang tinggi di darah
menandakan adanya gangguan hati
sekunder hingga nekrosis sel (Nelms et al.
2010).
8. Hipoalbuminemia Gangguan hati menyebabkan sintesis
protein di hati terganggu sehingga kadar
albumin di darah menurun (Silbernagl dan
Lang 2000).
9. Hiperbilirubinemia Kerusakan hati menyebabkan kapasitas
untuk menyerap bilirubin dari darah
menurun sehingga kadar bilirubin di darah
tinggi dan disimpan di jaringan (Hurst
2008).
10. Hiperamoniemia Kerusakan hati menyebabkan pembentukan
urea di hati terganggu sehingga amonia
yang digunakan untuk membentuk urea
beredar di dalam darah (Silbernagl dan
Lang 2000).
DIAGRAM ALIR PENYAKIT Os

Hepatitis B Sirosis hepatik Liver mengecil

SGPT dan
SGOT ↑

Hiperbilirubinemi Hiperamoniemi Hipoalbuminem Hipertensi


Lelah Asam empedu ↓
a a ia portal
Varises
Ginjal Kulit dan mata Asites Mual
esofagus
Perut terasa
Anoreksia Hematemesi
Urine gelap Jaundice penuh, Melena
s
kembung Hemoglobin
dan
hematokrit ↓

Gambar 1 Diagram alir patofisiologi sirosis hepatikr (Hurst 2008, Nelms et al. 2010, Rofles et al. 2010, Silbernagl dan Lang 2000)
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan penyebab sirosis hepatis?


Jawaban: Sirosis merupakan tahap akhir dari penyakit hati kronis. Penyakit
hati, sepeti hepatitis B atau C yang sudah menahun, dapat menghancurkan
jaringan hati dan menyebabkan fibrosis pada jaringan di hati. Penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah alcoholic liver disease,
steatohepatitis, dan hepatitis autoimun (Rofles et al. 2009)

2. Jelaskan prinsip terapi sirosis hepatis?


Jawaban: Prinsip terapi sirosis adalah dengan mencegah perkembangan dari
penyakit sirosis dengan memberikan penanganan medis pada penyakit
komplikasi dan penyebab-penyebabnya. Seseorang yang menderita sirosis
juga dapat mengurangi bahkan tidak mengonsumsi alkohol untuk
memperlambat progresnya (Hurst 2008)

3. Jelaskan mekanisme BCAA dalam mengurangi efek dari sirosis hepatis?


Jawaban: Penderta sirosis cenderung mengalami hipoalbuminemia, yang dapat
mengganggu homoestasis cairan di tubuh dan dapat menyebabkan asites.
Mekanisme BCAA (branched-chain amino acids) dalam mengurangi efek dari
sirosis hepatis adalah dengan meningkatkan serum albumin dalam tubuh
(Nishiguchi et al. 2005). Selain itu metabolisme BCAA tidak tergantung pada
fungsi liver sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh penderita sirosis
(YGI 2018).

4. Jelaskan perbedaan mekanisme hipoalbumin yang disebabkan sirosis hepatis


dan malnutrisi?
Jawaban: Protein paling banyak disintesis di hati, dan protein utamanya adalah
albumin. Kondisi hipoalbuminemia dapat mengindikasikan seseorang
menderita malnutrisi, namun malnutrisi ini dapat dibedakan penyebabnya
menjadi malnutrisi akibat kurangnya asupan atau malnutrisi akibat infeksi
yang akut atau kronis pada tubuh. Hipoalbuminemia pada penderita malnutrisi
yang kekurangan asupan berhubungan dengan kadar protein pada tubuh yang
kurang sehingga tidak dapat disintesis dengan sempurna di hati (Fleisher dan
Roizen 2010). Hipoalbuminemia pada penderita sirosis terjadi karena adanya
penurunan sintesis protein yang disebabkan oleh rusaknya hati dan adanya
retensi cairan tubuh (Metheny 2012), salah satu penyebab terjadinya
kerusakan pada hati penderita sirosis adalah konsumsi alkohol berlebihan yang
menyebabkan hati terpapar toksin hepatik (Lagua dan Claudio 1996).
DAFTAR PUSTAKA

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. 2.9 juta lebih


penduduk Indonesia mengidap hepatitis [internet]. [diakses 2020 Apr 5].
Tersedia pada: https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/15073000001/w-
a-s-p-a-d-a-2-9-juta-lebih-penduduk-indonesia-mengidap-hepatitis.html
[YGI] Yayasan Gastroenterologi Indonesia. 2018. Bagaimana Diet yang Tepat
pada Penyakit Hati Kronik (Bagian 2) [internet]. [diakses 2020 Apr 5].
Tersedia pada: http://ygi.or.id/
Escott-Stump S. 2012. Nutrition and Diagnosis-Related Care. Philadelphia (US):
Lippincott Williams & Wilkins.
Fleisher LA, Roizen MF. 2010. Essence of Anesthesia Practice. Philadelphia
(US): Elsevier Saunders.
Freedman J. 2009. The Library of Sexual Health Hepatitis B. New York (US):
The Rosen Publishing Group, Inc.
Gines P, Arroyo V, Rodes J, Schrier R. 2005. Ascites and Renal Dysfunction in
Liver Disease Pathogenesis, Diagnosis, and Treatment. Massachusetts
(US): Blackwell Publishing, Inc.
Hurst M. 2008. Pathophysiology Review. Mississipi (US): McGraw Hill
Companies.
Lagua RT, Claudio VS. 1996. Nutrition and Diet Therapy Reference Dictionary.
New York (US): Chapman & Hall.
Metheny NM. 2012. Fluid and Electrolyte Balance Nursing Considerations.
Missouri (US): Jones & Bartlett Learning.
Nelms M, Roth LS, Lacey K. 2009. Medical Nutrition Therapy: A Case Study
Approach. Belmont (US): Wadsworth.
Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL. 2010. Nutrition Therapy &
Pathophysiology. Belmont (US): Wadsworth.
Nishiguchi S, Habu D, Shiomi S. 2005. NASH and Nutritional Therapy. Tokyo
(JP): Springer.
Rofles SR, Pinna K, Whitney E. 2009. Understanding Normal and Clinical
Nutrition. Belmont (US): Wadsworth.
Scaglione S, Kliethermes S, Cao G, Shoham D, Durazo R, Luke A, Volk M. 2015.
The epidemiology of cirrhosis in the United States: a Population-based
study. Journal of Clinical Gastroenterology. 49(8): 690–696.
Stasi C, Silvetri C, Voller F, Cipriani F. 2015. Epidemiology of liver chirrosis.
Journal of CLinical and Experimental Hepatology. 5(3): 272.
Tandon P. 2020. Frailty and Sarcopenia in Cirrhosis. Cham (CH): Springer.

Anda mungkin juga menyukai