Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat


sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis
anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka
kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu
negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini
belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan penyakit
yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan
sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya
penyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan
Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer TB, akan
membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif. Tidak semua
anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB. Setelah beberapa puluh tahun
penurunan insidensi tuberculosis, angka kasus tuberculosis telah bertambah
secara dramatis selama decade terakhir ini. Hampir 1,3 kasus dan 450.000
kematian terjadi pada anak-anak setiap tahunnya di seluruh dunia.1
Penyebaran penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia dari tahun ke ke
tahun mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan
terutama terjadi beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 262
ribu penderita baru di Indonesia. Di Indonesia, penyakit TBC bahkan menjadi
penyebab kematian akibat penyakit infeksi nomor tiga setelah stroke dan jantung.
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health
Organization), jumlah penderita TBC di Indonesia sekira 0,3 persen dari jumlah

1
penduduk total setiap tahun. Meskipun dari persentase kecil, namun jumlah
penderita TBC cukup tinggi apalagi setelah krisis ekonomi melanda negara
Indonesia, yang ditandai dengan penurunan kualitas hidup masyarakat, angka
penderita semakin naik.2
Jawa barat dengan jumlah penduduk sekitar 36 juta, ada sekira 108 ribu
penderita TBC paru setiap tahunnya. 8 program pengendalian TBC secara
directly observed treatment shortcourse (DOTS) telah luas dilaksanakan
pemerintah sejak 1999. Namun sampai sekarang hanya menjangkau sekitar 30%
saja dari jumlah penderita yang ada. Sisanya yang 70% sebagian di antaranya
diduga menjadi pasien yang dikelola oleh fasilitas swasta.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang
paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit
TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Tuberkulosis paru adalah
tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
B. Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) memperkirakan bahwa setiap tahun
anak yang menderita TB ada 6 % sampai 10 % dari semua kasus TB di seluruh
dunia. Di negara-negara dengan kasus penyakit TB yang tinggi, anak yang
menderita TB mencapai 40 % dari semua kasus TB baru, setengah juta anak-anak
di seluruh dunia menderita TB setiap tahun, dan lebih dari 74.000 anak meninggal
akibat penyakit TB setiap tahunnya. TB pada anak telah menjadi "epidemi
tersembunyi" selama bertahun-tahun.Anak dengan TB sangat sulit untuk
didiagnosa karena sedikitnya sumber daya dan sering tidak dilaporkannya kepada
petugas kesehatan.Banyak anak tidak bisa mengeluarkan dahak saat batuk,
sehingga sulit untuk dilakukan pengujian TB. Bahkan ketika dahak dari anak
tersedia sulit untuk didiagnosa, bahkan dengan menggunakan tes paling mahalpun
hanya sekitar 30 % dari kasus yang dapat terdiagnosa.6
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada
tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi,
menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan
kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB

3
Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan
jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok
umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari
semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012
menjadi 6%.
C. ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan
oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu
60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan
merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun
eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara,
sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain
melalui udara, penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung
basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau
lecet di kulit.
Mycobacterium tuberculosis mengandung zat organik dan anorganik.
Protein (tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi
antigen antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid
(tuberculolipid) merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk

4
tuberkel). Lipid bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman akan
menyebabkan kuman menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman bersifat
sebagai hapten yang dianggap berperan dalam merangsang tubuh untuk
membentuk suatu kekebalan.
D. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer:
1. Faktor Infeksi
Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu:
a) Batuk orang dewasa
Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan
(ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis
paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang
tersebut terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu
kekebalan tubuhnya menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau
tertular.
b) Makanan atau susu
Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau
makanan, dan infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu
dapat mengandung tuberkulosis dari sapi (bovine TB), bila sapi di
daerah tersebut menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum
diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi pada usus, atau
terkadang pada amandel.
c) Melalui kulit
Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh
diatas permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru,
tuberkulosis dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa
dengan yang ditemukan pada paru.

5
d) Keturunan dari ibu
Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita tuberkulosis
maka sudah pasti anaknya positif menderita tuberkulosis.

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil
tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat
berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati
jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu
diperhatikan.

3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat
gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab
penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah
maka untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah,
sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai
gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan
bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan
kekebalan tubuh anak terhadap penyakit.

4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di
Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh
pemerintah, melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih
dalam masa pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila tingkat
pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi penyembuhan
tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja secara

6
optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan
seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan
masyarakat dalam menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi
angka kematian anak yang tinggi.
E. PATOFISIOLOGI
Seseorang akan terinfeksi kuman TB kalau dia menghirup droplet
yang mengandung kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut
mencapai alveoli paru (catatan: Seseorang yang terinfeksi biasanya
asymptomatic/tanpa gejala). Sekali kuman tersebut mencapai paru maka
kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya dapat tersebar ke
seluruh tubuh. Jika seorang anak terinfeksi TB, dia pasti sudah mengalami
kontak cukup lama dengan orang yang menderita TB.Orang yang terinfeksi
kuman TB dapat menjadi sakit TB bila kondisi daya tahan tubuhnya menurun.
Sebagian dari kuman TB akan tetap tinggal dormant dan tetap hidup sampai
bertahun-tahun dalam tubuh manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi TB
laten. Paru merupakan port d’entrée dari 98% kasus infeksi TB. Seseorang
dengan infeksi TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan tidak
menular.Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya
sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis
spesifik.Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.

7
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi.Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif.Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti.Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi

8
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional
juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional.Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil
(ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit
pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen.Dapat juga terjadi
penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah
dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread).Melalui cara

9
ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati,
tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya.
Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari
dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke
seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.Tuberkulosis diseminata
ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya
pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized
hematogenic spread1

10
Gambar 11.1 patofisiologi tuberkulosis
F. MANIFESTASI KLINIS

Klasifikasi dan Definisi Kasus TB anak


Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala hanya
pembesaran kelenjar tidak selalu menderita TB Ekstra Paru.
Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru diklasifikasikan
sebagai TB paru.

11
Berat dan ringannya penyakit
1) TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll
2) TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat
atau kematian, misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan
sendi, TB abdomen, termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA
positif, TB resisten obat, TB HIV.
Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.

1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah.

2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.

12
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
G. Diagnosis TB pada anak
1. Penemuan pasien TB
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang
paling sering terkena adalah paru.Gejala klinis penyakit ini dapat berupa
gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.Perlu ditekankan bahwa
gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.1
Diagnosis TB pada anak sangat sulit ditegakkan dikarenakan tidak
spesifiknya gejala klinis dan tanda gambaran radiologi, terutama pasien
berusia dibawah 4 tahun dan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan

13
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
adalah sebagai berikut:
a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
b. Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
c. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
1) Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
2) Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
d. Tuberkulosis sistem skeletal:
1). Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
2). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
3). Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
4). Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
e. Skrofuloderma:

14
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
f. Tuberkulosis mata:
1). Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
2). Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
g. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

2. Pemeriksaan Penunjang
- Uji Tuberkulin

Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan


individu yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji
tuberculin sangat dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat
diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji
multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen
tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di control.Uji
tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui
adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan
uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif
meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara
mono dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von
pirquet, cara mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple
puncture metode dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara Heat andTine.
Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang
mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan
( PPD ) yang distabilkan dengan Tween 80. Sampai sekarang cara

15
Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat
dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan
dapat diketahui banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan
antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah
penyuntikan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi.
Kadang-kadang penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam
sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor – factor yang
terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi,
immunosupresi karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus,
vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan
reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis.
Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap tuberculin,
dengan pengaruh yang sangat bervariasi10.
Interpretasi hasil test Mantoux9:
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi
dengan Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan
konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih
berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9
mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada
tanda – tanda lain daritubeculosis yang jelas maka harus dianggap

16
sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh
sensitisi silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi
silang ini biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa
tahundan menghasilkan indurasi kurang dari 10 – 12 mm. Vaksinasi
sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit
tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG
tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas
akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang pada
mulanya memiliki uji kulit positif.

3. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal
pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis
pada anak – anak dan tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa
dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan
sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan uji tuberkulin positif
dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis paru yang biasanya
dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen

17
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat
diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.

4. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan
didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih
normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah
normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk
menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak –
anak. Padapemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada
umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas
laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan
biaya yang banyak Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk
pemeriksaan bakteriologi adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis

18
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang


maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor
>6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi
lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dll.

3. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Gambar 19.1 skoring TB anak

19
\Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
1. Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
atau dari hasil laboratorium.
2. Penentuan status gizi:
a. Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi
untuk anak usia<5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan
untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).
c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
3. Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
4. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,
konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

Penegakan Diagnosis
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan
wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi
DOTS untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada
Pedoman Nasional.
2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan

20
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto
toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis
lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan
selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi
OAT dilanjutkan sampai selesai.
6. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai
telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
7. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
8. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji
tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem
skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari
total skor 13.
9. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain
misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR
maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak
memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan
klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada
saat diagnosis.

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
a. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang

21
ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas
cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam
pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut
pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak
atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik
ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan
napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan
napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2
tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2
bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.
b. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan
oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus)
dan protozoa.
c. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah
Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada
jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.
2) Bukan Pneumonia

22
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis


a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/ Nosocomial
pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
a. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi
sehingga memerlukan perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi
dada,takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis .
b. DIAGNOSA
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
 Pneumonia berat
o Bila ada sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Pneumonia
o Bila tidak ada sesak napas
o Ada napas cepat
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

23
 Bukan pneumonia
o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

Bayi berusia dibawah 2 bulan


 Pneumonia
o Bila ada napas cepat atau sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia
o Tidak ada napas cepat atau sesak napas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus
atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior
lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar,
lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella,
tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat
Staphylococcus atau bakteriemia.

24
Gambar 25.1 radiologi Pneumonia anak
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi
kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan
gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan
Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus

25
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
2. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah peradangan di bronkiolus. Penyakit yang paling
sering didapatkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Selain itu bronkiolitis
juga merupakan penyebab tersering perawatan rumah sakit pada bayi di
bawah 1 tahun, terutama usia antara 2 sampai 6 bulan. Penyakit di tandai oleh
sindrom klinik berupa napas cepat, retraksi dada, dan wheezing.
Penyebab utama bronkiolitis adalah infeksi Repiratory Syncitial Virus
(RSV) yang memiliki morbiditas tinggi, terutama pada anak dengan resiko
tinggi dan imunokompromais.
Langkah diagnosis, bronkiolitis merupakan penyakit yang banyak
menyebabkan penderita umur 1 tahun harus di rawat di RS, terutama pada
bayi berumur 2 dan 6 bulan. Anak menunjukkan gejala infeksi virus seperti
rinorea ringan , batuk, demam tidak tinggi setelah 1-2 hari gejala tersebut
diikuti napas cepat, retraksi dad, dan wheezing. Bayi menjadi gelisah tidak
mau makan dan minum.
Frekuensi napas meningkat di atas 50-60 kali/menit. Denyut nadi juga
biasanya meningkat. Suhu badan bisa normal atau meningkat tinggi sampai
mencapai 41 C . pada beberapa pasien dapat dijumpai konjungtivitis dan
otitis, juga faringitis. Seringkali dijumpai espirasi memanjang, tetapi suara
pernapasan normal. Pada auskultasi bisa terdengan ronkhi dan wheezing
biasanya terdengar di seluruh permukaan paru. Pada beberapa pasien
didapatkan sianosis.
Gambaran radiologi bronkiolitis tida spesifik, bisa normal atau terdapat
hiperinflasi paru-paru difus disertai diafragma datar, jai gambaran yang bisa
dispatkan adalah normal, penebalan peribronkhial, atelektasis kolaps

26
segmental atau hiperinflasi. Dapat dilakukan pemeriksaan sekresi nasal utuk
identifikasi virus. Darah rutin tidak spesifik.

I. TATALAKSANA
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis
terhadap OAT terdiri dari:
1) Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah
satu jenis OAT lini pertama.
2) Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini
pertama lainnya.
4) Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu
Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
5) Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT lain yang
dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang sesuai, pemeriksaan
konvensional atau pemeriksaan cepat. Termasuk dalam kelompok ini
adalah setiap resistansi terhadap rifampisin dalam bentuk
Monoresistance, Polydrug Resistance, MDR dan XDR.
Pengobatan TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan).Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). .

27
1. Paduan OAT Anak
Prinsip pengobatan TB anak:
a. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
b. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
c. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
1) Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis
dan berat ringannya penyakit.
2) Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
d. Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
e. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
f. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid
ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.

28
g. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1) Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
2) Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
h. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
i. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.

2. Pengobatan TB Paru Berat pada anak

Pengobatan TB pada anak dibagi dua yaitu fase intensif (2 bulan


pertama) dan sidanya fase lanjutan.Prinsip dasar pengobatan TB adalah
minimal tiga macam obat (RHZ) pada fase intensif dan dilanjutkan dengan dua
macam obat (RH) pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih).Berbeda dengan
orang dewasa, OAT pada anak diberikan tiap hari untuk mengurangi
ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan
setiap hari.

Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal


seperti TB milier, meningitis TB, TB system skeletal, dan lain – lain, pada fase
intensif diberikan empat macam obat (RHZ + etambutol atau streptomisin).
Pada fase lanjutan diberikan RH selama 10 bulan.

29
Streptomisin dipilih sebagai terapi keempat setelah RHZ dibanding
etambutol pada kasus ini dikarenakan toksisitas etambutol pada
mata.Sedangkan streptomisin sangat baik berdifusi pada jaringan dan cairan
pleura, dan dieskresi melalui ginjal.

Untuk kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB milier, efusi pleura


TB, pericarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis,
maksimal 60 mg/hr. lama pemberian kortikosteroid adalah 2 – 4 minggu
dengan dosis penuh, dilanjutkan tapering off selama 1 -2 minggu.

Efek samping OAT antara lain adalah gangguan gastrointestinal, ruam


dan gatal, serta demam. Salah satu efek samping yang harus diperhatikan
adalah hepatotoksisitas. Oleh sebab itu pada pasien kasus ini kadar SGOT dan
SGPT harus dipantau berkala tiap 2 minggu selama 2 bulan pertama dan
selanjutnya dapat lebih jarang.

Skema Panduan OAT Anak

Gambar 30.1 skema pengobatan TB anak

30
Gambar 31.1 OAT TB anak

Gambar 31.2 OAT TB anak

31
Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC.Satu paket
dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Gambar 32.1 Dosis kombinasi pada TB anak


Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
a. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
b. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
c. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
d. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)

32
e. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
f. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
g. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

Efek Samping pengobatan TB Anak


Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat
diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada
a. bayi yang mendapat ASI eksklusif,
b. pasien gizi buruk,
c. anak dengan HIV positif.

3. Pengobatan ulang TB anak


Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali
dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar
menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau
sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan
dilakukan di fasilitas rujukan.Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan
hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh.Pada pasien
TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk
dilakukan uji tuberkulin ulang.

4. Manajemen Tb Resisten Obat Pada Anak


1. Definisi

33
Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR, dan
XDR.Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan resisten
terhadap isoniazid atau rifampisin.3 Seorang pasien TB anak dikatakan
mengalami MDR bila hasil uji kepekaan mendapatkan hasil basil M.
tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin, sedangkan
extensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan mendapatkan
hasil MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolon dan salah satu obat
injeksi lini kedua (second-line injectable agents).1
i. Diagnosis TB MDR pada anak
Diperlukan petunjuk kecurigaan klinis yang cermat untuk mendiagnosis
MDR TB pada anak. Faktor-faktor risiko termasuk riwayat pengobatan
sebelumnya, tidak ada perbaikan dengan pengobatan TB lini pertama, adanya
kontak MDR TB yang telah diketahui, kontak dengan pasien yang meninggal
saat pengobatan TB atau pengobatan TB yang gagal. Anak tersangka TB
MDR akan dilakukan pemeriksaan sesuai dengan alur pemeriksaan dewasa
tersangka TB MDR.
Algoritme berikut menunjukkan strategi diagnostik untuk menentukan faktor
risiko TB MDR pada anak yang terdiagnosis maupun tersangka TB.

34
Gambar 34.1 Kriteria tersangka MDR TB anak
Prinsip dasar paduan terapi pengobatan untuk anak sama dengan paduan terapi
dewasa pasien TB MDR. Obat-obatan yang dipakai untuk anak MDR TB juga
sama dengan dosis disesuaikan dengan berat badan pada anak.

Prinsip Paduan pengobatan TB MDR pada anak:


Anak-anak dengan MDR TB harus ditata laksana sesuai dengan prinsip
pengobatan pada dewasa. Yang meliputi:
a. Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu masih
sensitif; satu darinya harus injectable, satu fluorokuinolon (lebih baik kalau
generasi kuinolon yang lebih akhir bila ada), dan PZA harus dilanjutkan
b. Gunakan high-end dosing bila memungkinkan
c. Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT.
d. Durasi pengobatan harus 18-24 bulan
e. Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung.

35
Gambar 35.1 pengobatan TB MDR

Pengobatan pada tuberculosis resisten obat berhasil hanya bila strain M.


tuberculosis penginfeksi sekurang-kurangnya rentan pada 2 obat bakterisid
yang diberikan. Bila anak kemungkinan menderita tuberculosis resisten-obat,
setidak-tidaknya tiga dan biasanya empat atau lima obat pada mulanya harus
diberikan sampai pola kerentanan ditentukan dan regimen lebih spesifik dapat
dirancang.

J. PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PADA ANAK

1. Vaksinasi BCG pada Anak


Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari
Mycobacterium bovis.Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program
Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan.Pemberian vaksin
BCG pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Secara umum
perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti
TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini
vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi
perlindungan tambahan.
Vaksinasi dengan Bacille Calmette-Guerin ( BCG ) mengurangi risiko
penyebaran penyakit TB dan meningitis pada anak-anak tetapi tidak menjamin
perlindungan yang konsisten terhadap orang dewasa.

2. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid


Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan
BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah
tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi
menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga

36
diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit
TB.Cara pemberian Isoniazid untuk Pencegahan sesuai dengan tabel
berikut:

Gambar 37.1 OAT TB anak

a. Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-
15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
b. Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke
4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika
terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak
dimulai dari awal
c. Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB
selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat
dihentikan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

37
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka


morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di Negara maju yaitu
merupakan satu diantara 10 penyebab kematian utama di dunia.Penyakit ini dapat
menyerang semua umur, baik pada anak maupun orang dewasa. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB
dan 100.000 diantaranya meninggal dunia.
Penyebab penyakit ini adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan bakteri tahan asam. Penyakit ini memerlukan pengobatan yang lama dan
teratur sehingga memerlukan kesabaran dan peran serta dari keluarga dan dokter yang
memberi pengobatan.
Upaya untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi BCG sewaktu anak baru lahir atau dengan kemoprofilaksis primer pada
anak yang belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB
aktif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberculosis pada anak,
dengan memberikan Isoniazid 5-15mg/kgbb/hari, dosis tunggal dan kemoprofilaksis
sekunder bertujuan untuk mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit yang
ditandai dengan uji tuberculin (+) teapi gejala klinis dan radiologis normal, yang
diberikan adalah isoniazid 10mg/kgbb/hari selama 6-12 bulan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Asti retno, 2012, patofisiologi diagnosis dan klasifikasi tuberkulosis, Departemen


ilmu Kedokteran Komunitas, okupasi, dan keluarga FKUI.
2. Bachtiar, 2016, Pendekatan Diagnosi TB pada anak disarana pelayanan kesehatan
dengan fasilitas terbatas.

3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen
Tb Anak. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI.
4. Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional tuberculosis
anak. Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2007.
5. WHO Indonesia, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Jakrta :
WHO Indonesia; 2009;113-118
6. WHO,2014.Tuberculosis.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/
7. Berman, Kliegman, Arvin. Dalam: Starke J Tuberculosis. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC.
8. Illu D, Picauly I, Ramang R. 2012. Faktor-Faktor Penentu Kejadian
Tuberkulosis Paru pada Penderita Anak Yang Pernah Berobat Di Rsud W.Z
Yohanes – Kupang. Kupang. Program Studi Ilmu Lingkungan Program
Pascasarjana, Universitas Nusa Cendana.

39

Anda mungkin juga menyukai