Tamimi rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya Al-Ushuluts Tsalaatsah, tentang bagaimana kita bisa mengenal Rabb kita adalah dengan ayat-ayatNya dan ciptaan- ciptaanNya. Allah ta’alaberfirman: ُۗر َو ِم ْن ٰا ٰي ِتِه اَّلْيُل َو الَّن َه اُر َو الَّش ْم ُس َو اْلَق َم اَل َت ْس ُج ُد ْو ا ِللَّش ْم ِس َو اَل ِلْلَق َم ِر َو اْس ُج ُد ْو ا ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َخ َلَق ُهَّن ِاْن ُكْنُتْم ِاَّياُه َت ْع ُبُد ْو َن Artinya: “Sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlahbersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan. Bersujudlah kepada Allah yangmenciptakannya jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (Q.S Fushshilat: 37) Besarnya penciptaan matahari dan bulan, dan indahnya malam dan siang itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah ta’ala yang menciptakannya. Apalagi jika hanya wajah yang cantik nan rupawan, hidung, mata, dan bibir yang sempurna penciptaannya, maka hal ini sangatlah mudah di sisi Allah. Maka dari itu, perlu kita renungi bahwa indahnya penciptaan manusia adalah bukti kebesaran Allah dan syukur kita pada kenikmatan ini haruslah kita sandarkan kepada Allah saja. Dalam banyaknya harta yang mungkin disebabkan oleh usaha manusia, maka kita harus untuk menisbatkan hal itu semua kepada Allah. Di dalam surat Al-Kahfi ayat 39, Allah menceritakan tentang orang yang mempunyai kebun yang indah, َو َلْو ٓاَل ِاْذ َد َخ ْلَت َج َّن َت َك ُقْلَت َم ا َش ۤا َء ُهّٰللاۙ اَل ُقَّو َة ِااَّل ِباِهّٰللۚ ِاْن َت َر ِن َاَن ۠ا َاَقَّل ِم ْن َك َم ااًل َّو َو َلًد ا Artinya: “Mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, “Mā syā’allāh, lā quwwata illā billāh” (sungguh, ini semua kehendak Allah. Tidak ada kekuatan apa pun kecuali dengan [pertolongan] Allah).”(Q.S Al-Kahfi: 39) As-Sa’di rahimahullah di dalam tafsirnya mengatakan, “Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal, dan segala sesuatu yang diharapkan dari kebaikan akhirat itu lebih utama daripada apa yang ada di dunia yang orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya.” Bersyukur Atas Nikmat Allah Maka dari itu, jangan lupa menyandarkan segala nikmat kepada Allah dengan syukur. Syukur tidaklah hanya pada hati, tapi harus juga diucapkan di lisan dan ditampakkan dengan perbuatan, yaitu dengan cara memanfaatkan nikmat tersebut untuk beribadah kepada Allah ta’ala. Dalam hal ini, kecantikan tidaklah datang kecuali dari Allah dan di antara bentuk syukur adalah dengan merawatnya dan menjaganya dari pandangan- pandangan laki-laki yang bukan mahramnya karena ini adalah salah satu dari bentuk ibadah kepada Allah ta’ala. Milikilah Rasa Malu Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ul ‘Ulum (199) mengatakan. “Ketahuilah, bahwa rasa malu itu ada 2 macam: Pertama: Rasa malu yang itu sudah menjadi tabi’at dan watak, tidak perlu diusahakan. Ini adalah anugerah dari Allah kepada hambaNya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الحياء ال يأتي إال بخير Artinya: “Rasa malu itu tidaklah memberikan sesuatu kecuali kebaikan.” (H.R Bukhori, No. 6117) Karena rasa malu akan menahan pelakunya dari perbuatan yang buruk dan akan mendorong seseorang untuk mempunyai akhlak yang baik dan akan menghasilkan iman Kedua: Rasa malu yang diusahakan. Rasa malu bisa diusahakan dari mengenal Allah ta’ala, keagunganNya, mendekat padaNya, mengetahui bahwa Allah itu dekat, dan ilmuNya meliputi para hambaNya. Allah- lah yang tahu tentang mata yang khianat dan apa yang ada di dalam dada. Inilah yang disebut dengan muroqobatullah. Ini adalah tujuan iman yang tertinggi, bahkan derajat ihsan yang tertinggi.”