Anda di halaman 1dari 5

Alam dan seluruh isinya adalah ciptaan Allah SWT, semua orang meyakini hal itu.

Tetapi bagaimana
hubungan antara alam dan Allah SWT, sang pencipta alam itu sendiri ?
Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary dalam kitab Al Hikam menyatakan,
Alam ini serba gelap, ia menjadi terang hanyalah karena menifestasi (zhahir) Allah di dalamnya. Siapa
melihat alam, namun tidak menyaksikan Allah di dalam atau bersamanya, sebelum atau sesudahnya, maka
ia sangat memerlukan cahaya, dan surya makrifat terhalang baginya oleh awan benda-benda alam
Pengertian dari Kalam Hikmah ini dalam sekali. Karena itu kita harus memahaminya dengan mendalam dan
jangan kita lihat maksudnya menurut lahiriah dan sepintas lalu saja. Untuk itu marilah kita fahami sebagai
berikut
‫الَك وُن كُّلُه ُظ لمةٌ وِاّن َم ا َانَاَر ُه ُظ ُهوُر الَح ِّق فيه فمن رأى الَك ْو َن ولم َي ْش َه ْد ُه فيِه اوِع ندُه اوَقْب له اوَبْع دُه فقد َاعوَز ُه وجوُد‬
‫االنَو ِر وُح ِج بْت َع نه شموس المعارِف ِبُسُح ِب االثاِر‬
Al-Kaunu Kujluhu Zhulmatun.
Maksudnya bahwa alam ini, dan segala makhluk yang berada didalamnya, pada hakikatnya merupakan
gelap gulita tidak ada padanya sinar cahaya yang dapat memberi petunjuk kita kepada sesuatu. Sebab alam
pada hakikatnya menurut pandangan hamba-hamba Allah yang matahatinya selalu melihat Allah,
adalahnihil dan tidak ada apa-apanya.
Artinya tidak mempunyai kekuatan apa-apa, api tidak membakarkan, nasi tidak mengenyangkan, pisau
tidak memutuskan dan lain sebagainya kalau tidak dikehendaki oleh Allah s.w.t. pada waktu bersentuh
antara sebab dengan musabab. Bahkan alam itu sendiri, langit dan bumi dan isinya tidak ada apa-apa bila
tidak diadakan oleh Allah s.w.t. Alam semuanya ini baru ada adalah dengan diadakan oleh Allah s.w.t.
Manusia dalam melihat alamterbagi kepada bcberapa hal:
Manusia yang hanya dapat melihat alam saja, tetapi ia tidak dapat melihat Allah s.w.t. Artinya: Alam ini
sudah begitu berbekas dalam hatinya, sehingga hatinya lupa kepada Allah dan tidak dapat melihat
bagaimana kekuasaan Allah s.w.t. Yang Maha Agung dalam segala sifatNya pada alam yang ia lihat. Maka
manusia dalam golongan ini berada dalam keadaan gelap-gulita, sebab ia hanya dapat melihat alam tetapi
tidak dapat melihat Penciptanya dari alam yang ia lihat.Hal keadaan ini disebabkan olen karena ia melihat
pekerjaannya, usahanya, kepandaiannya, dan lain sebagainya tanpa melihat kepada yang telah
menggerakkan semuanya itu yaitu Allah s.w.t.
Manusia di samping melihat alam dan bergelimang di dalamnya, juga dapat melihat Allah s.w.t. Dan melihat
Allah s.w.t. bagi manusia dalam sifat kedua ini ada bermacam-macam:
Sebagian mereka melihat Allah s.w.t. di dalam alam. Artinya pada waktu ia melihat alam, maka dilihatnya
pula bahwa segala sesuatu yang tecrjadi dalam alam itu adalah menurut kehendak dan kodratNya Allah
s.w.t. Ia melihat bahwa sekaliannya itu berjalan menurut hikmah-hikmah yang telah diatur olehNya.Tidak
ada tempat berpegang selain hanya kepada Allah. Dan tidak ada pada alam yang dilihatnya itu. Hatinya
selalu melihat, bahwa semuanya itu adalah dari Allah, karena Allahlah yang menjadikan segala-galanya.
Karena itu, ia melihat Allah dengan kekuasaanNya dan sifat-sifatNya yang Maha Suci dan Maha
Agung.Apabila sebagian manusia belum dapat melihat dan merasakan keyakinan ini, maka tidak ada
sebabnya terkecuali karena ia masih melihat bahwa segala sesuatu itu dapat tercapai atau tidaknya adalah
dengan usaha tanpa ada perhatiannya kepada Allah yang telah menciptakan usahanya itu.
Sebagian hamba Allah apabila melihat alam, ia melihat Allah di samping alam itu sendiri. Maksudnya:
Apabila ia melihat alam, maka ia harus melihat Allah yang Maha Pengatur apa yang Ia kehendaki kepada
alam itu.Apakah yang diatur oleh Allah itu sesuai dengan kehendak alam atau tidak. Karena itu demi
melihat Allah dalam arti ini berarti ia harus bersyukur kepadaNya. Apalagi apabila apa yang ia dapatkan
sesuai dengan apa yang dicintainya. Itulah yang menyebabkan pula ia menjalankan perintah-perintah Allah
dan menjauhkan larangan-laranganNya.Sebab itu, berkumpullah padanya dua sifat yang terpuji, yaitu:
Bersyukur kepada Allah atas segala nikmatNya, dan
Selalu mengingat hak-hak Allah Ta’ala di mana dengannya kehendak syahwat dan nafsunya terhindar
dengan sendirinya.
Inilah yang dimaksud dengan Hadis yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. Berkata Abu Hurairah:
Berkata Rasulullah s.a.w.: Berkata Allah s.w.t.:“Aku adalah di mana sangka hambaKu padaKu, Aku beserta
dia apabila dia mengingatKu. Jika ia ingat Aku dalam dirinya Aku ingat padanya dalam diriKu. Dan jika ia
mengingatKu di tengah manusia ramai, maka Aku mengingatinya dalam jamaah yang lebih baik dari
mereka. Dan jika ia mendekatiKu sejengkal, Aku mendekatinya sedepa. Dan jika dia mendekatiKu sedepa,
maka Aku mendekatinya sehasta. Dan jika ia mendatahgiKu berjalan kaki, maka Aku datang kepadanya
berlari.”Pengertian kalimat dalam Hadis ini adalah dalam sifat majaz dan kiasan bukan menurut makna
secara bahasa. Karena itu maka maksud Hadis ini ialah: Apabila hati kita dan perasaan kita dekat kepada
Allah, maka Allah akan lebih dekat lagi kepada kita. Jadi, hamba Allah dalam golongan ini apabila mereka
melihat alam, maka dengan serta-merta pula ia melihat Allah dalam arti tersebut di atas. Ketahuilah bahwa
perasaan di atas tidak akan ada, apabila kita selalu dalam keadaan lalai dan meninggalkan hak-hak Allah
Ta’ala terhadap kita.
Sebagian manusia melihat alam, tetapi sebelumnya telah melihat Allah s.w.t.. Atau dengan perkataan lain
telah lebih duluan menjadi keyakinan dan pengetahuan dalam hatinya, bahwa alam yang ia lihat
kemudiannya adalah menurut kehendak Allah dan kodratNya.Hamba Allah dalam sifat ini baginya Allah
sebagai dalil dan alam sebagai madlul. Yakni ia melihat keadaan alam yang demikian gambarannya berdalil
kepada Allah yang menghendaki sedemikian itu.Maka bagi hamba Allah ini dengan sebab hal keadaan tadi
menjadikan ia harus bertawakkal dan menyerah diri kepada Allah s.w.t.Sebab itu mengetahui, bahwa tiap-
tiap sesuatu dari alam adalah datang dari Allah s.w.t. sebagaimana firmanNya dalam Al-Quran sebagai
berikut:“Dia yang mempunyai kunci langit dan bumi, dilapangkanNya rezeki bagi siapa yang
dikehendakiNya, dan dibatasiNya bagi siapa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (Asy-Syu’ara ‘: 12)Oleh sebab itu, maka hamba Allah yang keadaannya telah sampai ke
taraf ini, dengan sendirinya jauh daripadanya kelalaian terhadap Allah. Oleh karena di samping ia selalu
bersyukur kepada Allah juga ia dalam segala sesuatu rela dan menyerah atas kehendak Allah terhadap alam
pada umumnya dan dirinya pada khususnya.Tetapi apabila ia melihat sesuatu itu terlepas dari Allah dan
dirinyalah menentukan segala sesuatu, maka kelezatan melihat Allah seperti tersebut di atas tidak ada
padanya, bahkan mustahil secara adat.
Sebagian hamba Allah apabila melihat alam hatinya lalai pada kekuasaan Allah, kehendakNya dan lain
sebagainya. Tetapi kemudian baru dia sadar bahwa segala-galanya ini dijadikan oleh Allah, dan Allahlah
yang menghasilkan apa yang ia capai. Dan sebaliknya ia merasakan pula bahwa apabila ia tidak berhasil
mendapatkan sesuatu, maka berarti itu adalah kehendak Allah yang Maha Mutlak.Hamba Allah dalam
tingkat ini hanya dapat merasakan bahwa alam sebagai dalil dan Allah sebagai madlul, kebalikan daripada
tingkatan sebelumnya. Tingkatan ini adalah paling bawah dari keseluruhan dan tidak ada di bawah ini selain
hanya martabat orang-orang yang selalu bergelimang dengan lumpur kelalaian yang membawanya jatuh
dalam jurang kerugian.Firman Allah s.w.t. dalam Al-Quran:“Dan orang-orang yang beriman dengan yang
batil dan tidak percaya kepada Allah, itulah orang yang menderita kemudian.” (Al-Ankabut: 52)
Kesimpulannya, empat golongan seperti tersebut di atas adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam
tingkatan-tingkatannya. Mereka mendapatkan nur Ilahi atau cahaya Allah yang dilimpahkan olehNya ke
dalam hati mereka.
Tetapi bagi sebagian hamba Allah di mana mereka tidak dapat melihat Allah s.w.t., karena hatinya telah
begitu tebal dengan pengaruh alam duniawi, mereka itu berada dalam kerugian sepanjang masa.
Mudah-mudahan dijauhkan hati kita sekalian oleh Allah s.w.t. dari golongan yang terakhir ini.
Referensi : Abuya Syeikh Prof. Dr. Tgk, Chiek. H. dan Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy, 2017, Al-
Hikam Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf Jilid 1, Al-Waliyah Publishing

Alquran: Alam Semesta Diciptakan untuk Tujuan yang Benar


Alquran menjelaskan, penciptaan alam semesta, yakni langit dan bumi bukan untuk hal yang sia-sia atau
main-main. Penciptaan alam semesta untuk tujuan yang benar, salah satunya agar manusia menyembah
dan mengenal Allah melalui ciptaan-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya Ayat 16 dan tafsirnya.

‫َو َم ا َخ َلْقَنا الَّس َم ۤا َء َو اَاْلْر َض َو َم ا َبْيَنُهَم ا ٰل ِع ِبْيَن‬


Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya dengan main-main.
(QS Al-Anbiya: 16)
Dalam Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi
serta semua yang terdapat di antara keduanya dengan maksud yang sia-sia atau main-main. Allah
menciptakan itu semua dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifat-Nya yang
sempurna.

Pernyataan ini merupakan jawaban terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian
Nabi Muhammad SAW, serta kemukjizatan Alquran. Karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya
yaitu, bahwa Alquran adalah buatan Nabi Muhammad SAW, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan
Allah kepadanya.
Sikap ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah, seakan-akan Allah menciptakan
sesuatu hanya untuk main-main, tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan
langit, bumi dan seisinya, dan yang ada di antara keduanya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan
berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu.
Maksud tersebut baru dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu diikuti dengan
penurunan Kitab yang berisi petunjuk dan dengan mengutus para Rasul untuk membimbing manusia.
Alquran selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Nabi
Muhammad SAW, untuk membuktikan kebenaran kerasulannya.
Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah juga orang-orang
yang menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmat yang
luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya.
Apabila manusia mau memperhatikan semua yang ada di bumi ini, baik yang tampak di permukaannya,
maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang
menunjukkan kekuasaan Allah.
Jika ia yakin bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia
sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah, dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah
berdasarkan tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tidak terhitung banyaknya.
Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu, sudah pasti ia tidak akan mengingkari Alquran dan
tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad SAW. Senada dengan isi ayat ini, Allah telah berfirman
dalam ayat-ayat yang lain. "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena
mereka akan masuk neraka." (QS Sad: 27)
"Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar), tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui." (QS Ad-Dukhan: 39)

Tujuan Allah Menciptakan Manusia dan Cara Mendekatkan Diri Kepada-Nya


Tujuan Allah menciptakan manusia bukan main-main. Manusia disebut makhluk sempurna karena diberi
akal dan pikiran untuk berkehendak sendiri. Tujuan Allah menciptakan manusia pastinya bukan sebuah
kesia-siaan.
Allah selalu menciptakan makhluknya dengan tujuan yang mulia. Manusia merupakan makhluka Allah yang
diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Jika tujuan Allah menciptakan manusia sudah sangat mulia,
bagaimana bisa manusia tidak mau beriman kepada-Nya?
Sebagai umat Islam, sudah semestinya memahami apa tujuan Allah menciptakan manusia. Mengetahui
tujuan Allah menciptakan manusia, membuat manusia senantiasa bertakwa dan memohon ampunan pada
Allah. Tujuan Allah menciptakan manusia tertuang dalam ayat-ayat Al Quran.
Berikut tujuan Allah menciptakan manusia yang dirangkum
Manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya
Perbesar
Ilustrasi Islami, muslim, silaturahmi. (Photo by mentatdgt from Pexels)
Manusia diciptakan Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ini sesuai dengan QS. At Tin [95]: 4 yang
berbunyi:
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
Manusia adalah makhluk pilihan yang dimuliakan oleh Allah dari makhluk ciptaan-Nya yang lainnya. Islam
menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal dari tanah, kemudian menjadi nutfah, alaqah,
dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai
kemampuan.
Ada enam keistimewaan manusia yang diberikan Allah. Keistimewaan ini adalah akal, agama, rasa malu,
dan amal shalih. Manusia sebagai pemimpin bumi mendapat kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
Sebagai khalifah, manusia dianugerahi keistimewaan dan kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk
lainnya.
Dalam hadis Rasulullah berpesan:
" Ada empat perkara sebagai mutiara manusia, yang dapat hilang dengan empat perkara lain, ialah : Akal
dihilangkan oleh marah, Agama dihilangkan oleh hasud, Malu dihilangkan oleh tamak, dan amal shalih
dihilangkan oleh menggunjing " .

Tujuan Allah menciptakan manusia: beribadah pada Allah


Tujuan Allah menciptakan manusia yang utama adalah untuk beribadah dan bertakwa pada Allah. Manusia
pada umumnya diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan ayat QS.Adz Dzariyat:
56 yang berbunyi:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-
Dzariyat: 56)
Telah dijelaskan dalam QS.Adz Dzariyat: 56, Allah berfirman Dia menciptakan manusia dan jin semata-mata
agar mereka beribadah kepada-Nya. Allah menciptakan manusia bukan hanya untuk sekedar tidur, bekerja,
makan maupun minum melainkan untuk melengkapi bumi ini dan beribadah kepada-Nya.
Menurut tafsir Ibnu Qoyyim Al Jauziyah:
" bahwa tujuan Allah menciptakan kita manusia serta jin dan makhluk lainnya di bumi ini adalah untuk
beribadah kepada-Nya. Allah tidak mungkin menciptakan makhluk begitu saja tanpa pelarangan atau
perintah"
Tujuan ini mendidik manusia untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
Tujuan Allah menciptakan manusia: Khalifah
Tujuan Allah menciptakan manusia menjadi pengurus bumi atau khalifah. Khalifah adalah hamba Allah yang
ditugaskan untuk menjaga ke- maslahatan dan kesejahteraan dunia. Hal ini tertuang dalam ayat Al Qur'an
yang berbunyi:
” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguh- nya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan men- sucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ayat 30 dari surat al-Baqarah adalah informasi bagi para malaikat bahwa Allah menciptakan khalifah (Adam
dan keturunannya) di muka bumi. Manusia diberi derajat tinggi untuk mengatur, mengelola dan mengolah
semua potensi yang ada dimuka bumi.
Tujuan Allah menciptakan manusia sebagai khalifah juga tertuang dalam QS. al-An’am ayat 165 yang
berbunyi:
” Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu
atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Tujuan Allah menciptakan manusia: mengemban amanah
Tujuan Allah menciptakan manusia yang ketiga adalah mengemban amanah. Tujuan ini berupa
kesanggupan manusia memikul beban taklif yang diberikan oleh Allah SWT. Tujuan penciptaan manusia ini
mendidik orang-orang beriman supaya selalu memelihara amanah dan mematuhi perintah tersebut.
Hal ini sesuai dengan QS al-Ahzab ayat 72 yang berbunyi:
” Sesungguhnya kami Telah menge- mukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
Amanah yang sudah ditetapkan tersebut agar tidak dikhianati, baik amanah dari Allah SWT dan RasulNya
maupun amanah antara sesama manusia.

Tujuan Allah menciptakan manusia: mengetahui kebesaran Allah


Tujuan Allah menciptakan manusia yang terkakhir adalah agar manusia senantiasa mengetahui maha
kuasanya Allah SWT. Ini meliputi pemahaman bahwa seluruh alam semesta, termasuk bumi, tata surya dan
sesisnya terbentuk atas kuasa Allah SWT. Hal tersebut telah dijelaskan dalam QS at-Thalaq: 12 yang
berbunyi:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar
kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha-Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya
benar-benar meliputi segala sesuatu."

Cara mendekatkan diri pada Allah


Berdoa
Berdoa adalah cara paling mudah mendekatkan diri pada Allah. Dengan berdoa manusia akan senantiasa
ingat pada penciptanya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dalam surat Al Baqarah ayat 186,
“ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu
memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.”
Menjauhi kenurukan
Untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, manusia harus menjadi manusia yang bertakwa, menjauhi segala
larangan dan menjalankan segala perintah-Nya. Setiap hamba yang bertakwa, Allah tak akan segan untuk
mengabulkan doa dan selalu meridhoi hamba tersebut, siapapun dia.
Menjauhi keburukan bukan hanya yang berkaitan dengan diri sendiri tapi juga kepentingan orang banyak.
Misalnya menjauhi perbuatan yang merugikan orang lain, melukai hati orang lain, dan menjauhi perbuatan
yang bisa mencelakakan orang lain.
Memaknai Asmaul Husna
Cara mendekatkan diri pada Allah selanjutnya ialah dengan mengenal Allah melalui nama-namanya yang
indah. Allah SWT memiliki banyak nama dengan makna indah yang disebut Asmaul Husna. Sebagai umat
Islam, mengetahui dan memaknai nama-nama Allah tersebut dapat membantu kita untuk mengenal dan
mendekatkan diri pada Allah. Selalu sebut nama-nama indah Allah ini saat berdoa, saat mengingat dan
ingin berada dekat dengan-Nya.

Cara mendekatkan diri pada Allah


Berdzikir
Jika ingin dekat dengan Allah, usahakan untuk selalu mengingat-Nya dalam setiap hembusan napas. Dzikir
menjadi salah satu cara mendekatkan diri pada Allah yang paling efektif, karena dzikir mampu membantu
kita untuk selalu mengingat Allah dan menjalin kedekatan dengan-Nya.
Melaksanakan sunah Rasul
Sudah menjadi keharusan bagi setiap manusia untuk mencontoh perilaku Rasul, baik dalam beribadah
maupun dalam kegiatan sehari-hari. Dengan melaksanakan Sunnah Rasul, kita akan merasakan kedekatan
dengan Allah, karena apa yang dicontohkan Rasulullah adalah hal baik yang disukai Allah SWT.
Dalam surat Ali Imran ayat 31, Allah SWT berfirman,
“ Katakanlah wahai Muhammad kepada umat manusia: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, Allah akan
mencintaimu dan mengampuni dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Membaca dan Menghafal Alquran
Sudah kewajiban bagi setiap umat Islam untuk membaca, menghafal dan memahami Alquran sebagai
pedoman hidup agama Islam. Dekatkanlah diri kepada Allah dengan membaca Alquran, karena segala
petunjuk dari Allah ada di dalamnya. Apabila kita bisa memahami petunjuk dari Allah, maka akan lebih
mudah bagi kita untuk mendekatkan diri pada Allah

Anda mungkin juga menyukai