Tetapi bagaimana
hubungan antara alam dan Allah SWT, sang pencipta alam itu sendiri ?
Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary dalam kitab Al Hikam menyatakan,
Alam ini serba gelap, ia menjadi terang hanyalah karena menifestasi (zhahir) Allah di dalamnya. Siapa
melihat alam, namun tidak menyaksikan Allah di dalam atau bersamanya, sebelum atau sesudahnya, maka
ia sangat memerlukan cahaya, dan surya makrifat terhalang baginya oleh awan benda-benda alam
Pengertian dari Kalam Hikmah ini dalam sekali. Karena itu kita harus memahaminya dengan mendalam dan
jangan kita lihat maksudnya menurut lahiriah dan sepintas lalu saja. Untuk itu marilah kita fahami sebagai
berikut
الَك وُن كُّلُه ُظ لمةٌ وِاّن َم ا َانَاَر ُه ُظ ُهوُر الَح ِّق فيه فمن رأى الَك ْو َن ولم َي ْش َه ْد ُه فيِه اوِع ندُه اوَقْب له اوَبْع دُه فقد َاعوَز ُه وجوُد
االنَو ِر وُح ِج بْت َع نه شموس المعارِف ِبُسُح ِب االثاِر
Al-Kaunu Kujluhu Zhulmatun.
Maksudnya bahwa alam ini, dan segala makhluk yang berada didalamnya, pada hakikatnya merupakan
gelap gulita tidak ada padanya sinar cahaya yang dapat memberi petunjuk kita kepada sesuatu. Sebab alam
pada hakikatnya menurut pandangan hamba-hamba Allah yang matahatinya selalu melihat Allah,
adalahnihil dan tidak ada apa-apanya.
Artinya tidak mempunyai kekuatan apa-apa, api tidak membakarkan, nasi tidak mengenyangkan, pisau
tidak memutuskan dan lain sebagainya kalau tidak dikehendaki oleh Allah s.w.t. pada waktu bersentuh
antara sebab dengan musabab. Bahkan alam itu sendiri, langit dan bumi dan isinya tidak ada apa-apa bila
tidak diadakan oleh Allah s.w.t. Alam semuanya ini baru ada adalah dengan diadakan oleh Allah s.w.t.
Manusia dalam melihat alamterbagi kepada bcberapa hal:
Manusia yang hanya dapat melihat alam saja, tetapi ia tidak dapat melihat Allah s.w.t. Artinya: Alam ini
sudah begitu berbekas dalam hatinya, sehingga hatinya lupa kepada Allah dan tidak dapat melihat
bagaimana kekuasaan Allah s.w.t. Yang Maha Agung dalam segala sifatNya pada alam yang ia lihat. Maka
manusia dalam golongan ini berada dalam keadaan gelap-gulita, sebab ia hanya dapat melihat alam tetapi
tidak dapat melihat Penciptanya dari alam yang ia lihat.Hal keadaan ini disebabkan olen karena ia melihat
pekerjaannya, usahanya, kepandaiannya, dan lain sebagainya tanpa melihat kepada yang telah
menggerakkan semuanya itu yaitu Allah s.w.t.
Manusia di samping melihat alam dan bergelimang di dalamnya, juga dapat melihat Allah s.w.t. Dan melihat
Allah s.w.t. bagi manusia dalam sifat kedua ini ada bermacam-macam:
Sebagian mereka melihat Allah s.w.t. di dalam alam. Artinya pada waktu ia melihat alam, maka dilihatnya
pula bahwa segala sesuatu yang tecrjadi dalam alam itu adalah menurut kehendak dan kodratNya Allah
s.w.t. Ia melihat bahwa sekaliannya itu berjalan menurut hikmah-hikmah yang telah diatur olehNya.Tidak
ada tempat berpegang selain hanya kepada Allah. Dan tidak ada pada alam yang dilihatnya itu. Hatinya
selalu melihat, bahwa semuanya itu adalah dari Allah, karena Allahlah yang menjadikan segala-galanya.
Karena itu, ia melihat Allah dengan kekuasaanNya dan sifat-sifatNya yang Maha Suci dan Maha
Agung.Apabila sebagian manusia belum dapat melihat dan merasakan keyakinan ini, maka tidak ada
sebabnya terkecuali karena ia masih melihat bahwa segala sesuatu itu dapat tercapai atau tidaknya adalah
dengan usaha tanpa ada perhatiannya kepada Allah yang telah menciptakan usahanya itu.
Sebagian hamba Allah apabila melihat alam, ia melihat Allah di samping alam itu sendiri. Maksudnya:
Apabila ia melihat alam, maka ia harus melihat Allah yang Maha Pengatur apa yang Ia kehendaki kepada
alam itu.Apakah yang diatur oleh Allah itu sesuai dengan kehendak alam atau tidak. Karena itu demi
melihat Allah dalam arti ini berarti ia harus bersyukur kepadaNya. Apalagi apabila apa yang ia dapatkan
sesuai dengan apa yang dicintainya. Itulah yang menyebabkan pula ia menjalankan perintah-perintah Allah
dan menjauhkan larangan-laranganNya.Sebab itu, berkumpullah padanya dua sifat yang terpuji, yaitu:
Bersyukur kepada Allah atas segala nikmatNya, dan
Selalu mengingat hak-hak Allah Ta’ala di mana dengannya kehendak syahwat dan nafsunya terhindar
dengan sendirinya.
Inilah yang dimaksud dengan Hadis yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. Berkata Abu Hurairah:
Berkata Rasulullah s.a.w.: Berkata Allah s.w.t.:“Aku adalah di mana sangka hambaKu padaKu, Aku beserta
dia apabila dia mengingatKu. Jika ia ingat Aku dalam dirinya Aku ingat padanya dalam diriKu. Dan jika ia
mengingatKu di tengah manusia ramai, maka Aku mengingatinya dalam jamaah yang lebih baik dari
mereka. Dan jika ia mendekatiKu sejengkal, Aku mendekatinya sedepa. Dan jika dia mendekatiKu sedepa,
maka Aku mendekatinya sehasta. Dan jika ia mendatahgiKu berjalan kaki, maka Aku datang kepadanya
berlari.”Pengertian kalimat dalam Hadis ini adalah dalam sifat majaz dan kiasan bukan menurut makna
secara bahasa. Karena itu maka maksud Hadis ini ialah: Apabila hati kita dan perasaan kita dekat kepada
Allah, maka Allah akan lebih dekat lagi kepada kita. Jadi, hamba Allah dalam golongan ini apabila mereka
melihat alam, maka dengan serta-merta pula ia melihat Allah dalam arti tersebut di atas. Ketahuilah bahwa
perasaan di atas tidak akan ada, apabila kita selalu dalam keadaan lalai dan meninggalkan hak-hak Allah
Ta’ala terhadap kita.
Sebagian manusia melihat alam, tetapi sebelumnya telah melihat Allah s.w.t.. Atau dengan perkataan lain
telah lebih duluan menjadi keyakinan dan pengetahuan dalam hatinya, bahwa alam yang ia lihat
kemudiannya adalah menurut kehendak Allah dan kodratNya.Hamba Allah dalam sifat ini baginya Allah
sebagai dalil dan alam sebagai madlul. Yakni ia melihat keadaan alam yang demikian gambarannya berdalil
kepada Allah yang menghendaki sedemikian itu.Maka bagi hamba Allah ini dengan sebab hal keadaan tadi
menjadikan ia harus bertawakkal dan menyerah diri kepada Allah s.w.t.Sebab itu mengetahui, bahwa tiap-
tiap sesuatu dari alam adalah datang dari Allah s.w.t. sebagaimana firmanNya dalam Al-Quran sebagai
berikut:“Dia yang mempunyai kunci langit dan bumi, dilapangkanNya rezeki bagi siapa yang
dikehendakiNya, dan dibatasiNya bagi siapa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (Asy-Syu’ara ‘: 12)Oleh sebab itu, maka hamba Allah yang keadaannya telah sampai ke
taraf ini, dengan sendirinya jauh daripadanya kelalaian terhadap Allah. Oleh karena di samping ia selalu
bersyukur kepada Allah juga ia dalam segala sesuatu rela dan menyerah atas kehendak Allah terhadap alam
pada umumnya dan dirinya pada khususnya.Tetapi apabila ia melihat sesuatu itu terlepas dari Allah dan
dirinyalah menentukan segala sesuatu, maka kelezatan melihat Allah seperti tersebut di atas tidak ada
padanya, bahkan mustahil secara adat.
Sebagian hamba Allah apabila melihat alam hatinya lalai pada kekuasaan Allah, kehendakNya dan lain
sebagainya. Tetapi kemudian baru dia sadar bahwa segala-galanya ini dijadikan oleh Allah, dan Allahlah
yang menghasilkan apa yang ia capai. Dan sebaliknya ia merasakan pula bahwa apabila ia tidak berhasil
mendapatkan sesuatu, maka berarti itu adalah kehendak Allah yang Maha Mutlak.Hamba Allah dalam
tingkat ini hanya dapat merasakan bahwa alam sebagai dalil dan Allah sebagai madlul, kebalikan daripada
tingkatan sebelumnya. Tingkatan ini adalah paling bawah dari keseluruhan dan tidak ada di bawah ini selain
hanya martabat orang-orang yang selalu bergelimang dengan lumpur kelalaian yang membawanya jatuh
dalam jurang kerugian.Firman Allah s.w.t. dalam Al-Quran:“Dan orang-orang yang beriman dengan yang
batil dan tidak percaya kepada Allah, itulah orang yang menderita kemudian.” (Al-Ankabut: 52)
Kesimpulannya, empat golongan seperti tersebut di atas adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam
tingkatan-tingkatannya. Mereka mendapatkan nur Ilahi atau cahaya Allah yang dilimpahkan olehNya ke
dalam hati mereka.
Tetapi bagi sebagian hamba Allah di mana mereka tidak dapat melihat Allah s.w.t., karena hatinya telah
begitu tebal dengan pengaruh alam duniawi, mereka itu berada dalam kerugian sepanjang masa.
Mudah-mudahan dijauhkan hati kita sekalian oleh Allah s.w.t. dari golongan yang terakhir ini.
Referensi : Abuya Syeikh Prof. Dr. Tgk, Chiek. H. dan Muhibbuddin Muhammad Waly Al-Khalidy, 2017, Al-
Hikam Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawuf Jilid 1, Al-Waliyah Publishing
Pernyataan ini merupakan jawaban terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian
Nabi Muhammad SAW, serta kemukjizatan Alquran. Karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya
yaitu, bahwa Alquran adalah buatan Nabi Muhammad SAW, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan
Allah kepadanya.
Sikap ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah, seakan-akan Allah menciptakan
sesuatu hanya untuk main-main, tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan
langit, bumi dan seisinya, dan yang ada di antara keduanya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan
berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu.
Maksud tersebut baru dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu diikuti dengan
penurunan Kitab yang berisi petunjuk dan dengan mengutus para Rasul untuk membimbing manusia.
Alquran selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Nabi
Muhammad SAW, untuk membuktikan kebenaran kerasulannya.
Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah juga orang-orang
yang menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmat yang
luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya.
Apabila manusia mau memperhatikan semua yang ada di bumi ini, baik yang tampak di permukaannya,
maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang
menunjukkan kekuasaan Allah.
Jika ia yakin bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia
sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah, dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah
berdasarkan tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tidak terhitung banyaknya.
Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu, sudah pasti ia tidak akan mengingkari Alquran dan
tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad SAW. Senada dengan isi ayat ini, Allah telah berfirman
dalam ayat-ayat yang lain. "Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena
mereka akan masuk neraka." (QS Sad: 27)
"Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar), tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui." (QS Ad-Dukhan: 39)