Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTUTISI ATAS SENGKETA PILPRES


2019

TUGAS MATA KULIAH HUKUM KONSTITUSI

OLEH

NAMA : EUIS KANTARINATA.

NIM : 2018950110
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTUTISI ATAS
SENGKETA PILPRES 2019

Mahkamah Konsitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan sengketa


Pilpres 2019 yang diajukan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Beratnya pembuktian dinilai jadi hambatan dalam permohonan ini. Tudingan tanpa bukti kuat
dianggap tak cukup untuk meyakinkan sembilan hakim konstitusi MK.

Dari pertama kali sidang sengketa Pilpres di MK digelar sejumlah drama terjadi dalam
sidang, terutama dari kubu 02, yang berkukuh bahwa ada kecurangan dalam Pilpres 2019.
Permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan kubu 02 ini terdiri dari berkas awal dan
berkas perbaikan. Pada Intinya, pemohon meminta MK mendiskualifikasi paslon nomor urut
01 Jokowi-Ma'ruf Amin karena melakukan kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif
(TSM) dan menetapkan Prabowo-Sandi sebagai presiden-wapres terpilih. Namun Faktanya,
dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2019 Majelis Hakim MK menepis semua dalil atau
permohonan yang diajukan oleh Prabowo Sandi

Misalnya, soal dugaan ketidaknetralan aparat Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN). .
MK menilai video itu berisi arahan pimpinan kepolisian untuk menyukseskan program
pemerintah, bukan memenangkan Jokowi-Ma'ruf. Soal keterlibatan intelijen, Prabowo-Sandi
bermodal asumsi berupa kedekatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan
Kepala BIN Budi Gunawan. MK menilai pemohon tak bisa membuktikan kedekatan itu
berpengaruh terhadap pemilih, Mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan perihal
kebenaran terjadinya peristiwa yang didalilkan pemohon terkait ketidaknetralan aparat negara.

Kedua, soal kecurangan TSM berupa pembatasan pers, terutama tayangan Indonesia
Lawyers Club (ILC). Namun, pemohon dianggap tak bisa membuktikan hubungan sebab
akibat antara tayangan itu dengan perolehan suara di pilpres. Dalil permohonan tidak
beralasan menurut hukum karena tidak dapat menjadi bukti hukum kesesuaian sebab akibat
yang terjadi, dalam hal ini adalah perolehan suara 01 dan 02.
Ketiga Dia mengaku melihat Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Moeldoko,
mengatakan bahwa kecurangan adalah bagian dari demokrasi dalam pelatihan saksi atau
training of trainer (tot) di Hotel El Royale Jakarta pada Februari. Namun, MK menyebut
penanganan kecurangan TSM itu adalah kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Keempat, soal klaim perolehan suara. Kubu Prabowo menyatakan kubu 02 meraih


68.650.239 suara atau 52 persen sedangkan Jokowi-Ma'ruf hanya meraih suara 63.573.169
suara atau 48 persen. Klaim itu berbeda dengan hasil rekapitulasi KPU pada 21 Mei 2019 yang
justru menyatakan Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 85.607.362 atau 55,5 persen. Sedangkan
Prabowo-Sandi mendapatkan 68.650.239 suara. Majelis Hakim menyebut Prabowo-Sandi tak
menyertakan bukti rekapitulasi dari tiap provinsi. Kubu 02 hanya menyertakan foto dan hasil
pindai yang tak jelas sumbernya. Mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan
menurut hukum.

Kelima, soal tudingan 22 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman. Jumlah itu diklaim
berdasarkan penambahan 5,7 juta Daftar Pemilih Khusus (DPK). Pihak kubu 02 pun meminta
KPU membuka dafar hadir pemilih (C7) agar semuanya terang. Hakim Konstitusi mengatakan
KPU sudah melakukan perbaikan daftar pemilih. Terlebih, kubu 02 tak mampu menghadirkan
bukti bahwa orang yang masuk 22 juta DPT tambahan itu menggunakan hak pilihnya dan
merugikan mereka, Artinya pemohon tidak dapat membuktikan bahwa apakah yang disebut
pemilih siluman menggunakan hak pilihnya atau tidak. Dengan demikian mempersoalkan
kembali DPT menjadi tidak relevan lagi.

Keenam, soal kecurangan pemilu lewat Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng)
KPU. Tim hukum Prabowo-Sandi menyebut ada banyak kekacauan input data dalam Situng
yang merugikan mereka. KPU sebelumnya menyebut bahwa Situng merupakan upaya check
and balances terhadap hasil pemilu, dan tidak menentukan hasil pemilu. Situng bukan sebagai
data final karena masih dimungkinkan koreksi berjenjang.

Ketujuh, soal dana kampanye Jokowi-Ma'ruf. Kubu 02 mempermasalahkan penerimaan


sumbangan dana kampanye paslon 01 sebesar Rp19.508.272.030. Di saat yang sama,
kekayaan Jokowi yang tercatat dalam LHKPN pada 12 April 2019 hanya sekitar Rp6 miliar.

Namun, MK menilai persoalan dana kampanye ini sudah sesuai prosedur. Alasannya,
dana kampanye itu telah dilaporkan ke KPU dan diaudit kantor akuntan publik. Dana
kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden 01 telah sesuai dengan peraturan
undang-undang yang berlaku.

Seperti penjelasan diatas maka Dalam Hasil sidang MK Mahkamah Konstitusi membacakan
kesimpulan putusan majelis hakim konstitusi dan menyatakan dalam eksepsi, menolak eksepsi
termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Serta dalam pokok permohonan, menolak permohonan
pemohon untuk seluruhnya. Dalam kesimpulannya, majelis hakim konstitusi menyatakan semua dalil
hukum yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandiaga tidak beralasan. Dan sebelumnya dalam
pertimbangan hukumnya, majelis hakim menolak semua dalil hukum yang diajukan kuasa hukum
Prabowo

Menurut pemikiran kami sebagai penulis benar adanya bahwa pemohon tidak dapat menunjukan
bukti-bukti yang jelas tentang kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu 2019, dan penulis
mendukung sepenuhnya keputusan Mahkamah Konstitusi dalam hal eksepsi, menolak eksepsi
termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Serta dalam pokok permohonan, menolak permohonan
pemohon untuk seluruhnya, itu sudah benar dan mendasar.

Anda mungkin juga menyukai