Anda di halaman 1dari 25

PELUANG DAN TANTANGAN BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA

DALAM INDUSTRI 4.0


(Studi Pustaka)

Oleh : Ir. Maurits S. Sipayung, M.M.

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi di setiap zaman selalu memberikan pengaruh terhadap
kehidupan manusia. Ketika revolusi industri pertama berlangsung pada tahun 1700-1800-an ,
teknologi mesin uap dan tenaga air yang berlangsung di Eropa membuat kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat berubah. Menurut Klingerberg (2017), revolusi industri pertama terjadi
sekitar tahun 1784-1870 dengan fenomena yang ditandai perubahan penggunaan hewan
(ternak) sebagai penggerak, berubah menjadi mesin-mesin yang digerakkan oleh uap air dan
batubara. Perkembangan pabrik-pabrik dengan mesin-mesin baru (terutama mesin tenun) yang
sebelumnya tidak ada membuat tata kehidupan perekonomian di bidang pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam budaya di
dunia bergerak sangat cepat dibanding sebelumnya dan menjadi catatan sejarah peradaban
manusia. Hobsbawm dalam Klingerberg (2017) menambahkan bahwa perkembangan demografi
juga mewarnai era ini yang juga berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran barang
produksi. Dalam dunia industri perkembangan manajemen sumber daya manusia juga dimulai
dengan dimunculkannya pengaturan upah, pembagian tanggung jawab atau divisi, pengaturan
waktu kerja dan semakin meningkatkan tingkat urbanisasi.
Perkembangan teknologi mesin-mesin dengan tenaga uap dan batubara pada era revolusi
industri pertama itu kemudian itu berkembang lagi dengan ditemukannya listrik pada awal tahun
1900-an, tepatnya antara tahun 1870-1969. Hal ini disebut sebagai awal dari dimulainya revolusi
industri kedua . Pada era ini perkembangan manufaktur yang digerakkan oleh mesin-mesin
bertenaga listrik untuk produksi barang secara massal semakin berkembang ke berbagai belahan
dunia, tidak saja di Eropa, tetapi juga berkembang ke Amerika Serikat dan Asia (Jepang) yang
mulai mengembangkan berbagai industri termasuk industri perkeretaapian, logam dan kimia. .
Frieden dalam Kligenberg (2017) menyatakan pada fase revolusi industri kedua ini, semakin
banyak perusahaan berdiri yang penting dalam tatanan perekonomian dunia, terutama pasca
perang dunia II dimana permintaan kebutuhan produk industri semakin meningkat pesat. Pada
masa ini dalam bidang sumber daya manusia terjadinya perpindahan orang antar negara
(migrasi) karena kebutuhan pekerjaan dan juga karena terjadinya perang.
Menurut Kligenberg (2017), pada tahun 1969, dimulailah era industri baru yang disebut
dengan era revolusi industri ketiga dan masih berkembang sampai saat ini. Era ini ditandai
dengan perkembangan industri yang tidak ditandai dengan perubahan sumber energi, tetapi

1
dengan penggunakan eletronik dan internet sebagai bagian dari otomatisasi pabrik. Kembali lagi
revolusi industri ketiga ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan beberapa pemain penting dari
Eropa dan Asia (seperti Jepang, Korea dan China). Era ini ditandai dengan berkembangnya
kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Research and Development- R&D) terutama untuk
komputer, chips, dan internet.
Pada era industri ketiga ini , perkembangan bidang manufaktur, elektronik dan TI sudah
mengarah kepada mengotomatiskan serangkaian kegiatan yang sebelumnya dilakukan secara
manual, bahkan perencanaan dan kontrol. Didorong oleh penghematan biaya, banyak kegiatan
manufaktur dipindahkan dari negara industri ke negara-negara terbelakang - terutama di Asia -
pada akhir abad ke-20 (Porter; Stentoft dalam Kligenberg, 2017). Menurut Gerwin dan
Tarondeau; Meredith; dan Lei dkk. dalam Kligenberg, 2017) dengan difusi teknologi ini, istilah
Advanced Manufacturing Technologies (AMT) muncul pada 1980-an, diantaranya merujuk pada
seperangkat teknologi sebagai manufaktur terintegrasi komputer (Computer Integrated
Manufacturing - CIM), desain berbantuan komputer (CAD), manufaktur berbantuan komputer
(Computer-Aided Manufacturing - CAM), sistem manufaktur fleksibel (Flexible Manufacturing
Systems- FMS). Di satu sisi, globalisasi mengintensifkan aplikasi TI karena kebutuhan komunikasi
sementara di sisi lainnya, karena biaya tenaga kerja dari negara-negara ini rendah, ada beberapa
insentif untuk otomatisasi. Meskipun biaya teknologi tidak menghalangi, kesulitan terkait
implementasi, seperti instalasi lama, kurangnya pengetahuan, dan kendala organisasi,
meningkatkan tagihan menjadi kendala dalam implementasinya . Menurut Goldhar dan Jelinek
dalam Kligenberg (2017) , tujuan industri pada era ini adalah untuk menghadirkan fleksibilitas
yang lebih besar, siklus produksi yang lebih pendek, produk yang lebih disesuaikan, respons yang
lebih cepat terhadap tuntutan pasar yang berubah, kontrol yang lebih baik, dan akurasi proses.
Pada masa ini juga skenario ekonomi perusahaan-perusahaan berubah menuju program
penurunan biaya (cost reduction) dan peningkatan penjualan (increase sales).
Menurut Rosyidi (2018) , perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat pada awal abad 20 telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang
dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi
menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer.
Dampaknya, biaya produksi menjadi semakin murah. Teknologi informasi juga semakin maju
diantaranya teknologi kamera yang terintegrasi dengan mobile phone dan semakin
berkembangnya industri kreatif di dunia musik dengan ditemukannya musik digital.
Penggambaran perkembangan revolusi industri pertama sampai revolusi industri
keempat itu digambarkan dalam gambar di bawah ini :

2
Gambar 1 : Sejarah Revolusi Industri
(Sumber: https://medium.com/@stevanihalim/revolusi-industri-4-0-di-indonesia-
c32ea95033da)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap mendorong manusia untuk


mendapatkan hal-hal yang lebih baik dalam kehidupannya. Perkembangan industri pertama
sampai ketiga tetap berjalan seiring dengan keinginan manusia untuk mempermudah
kehidupannya dan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin kompleks juga. Hal inilah yang
mendorong timbulnya istilah revolusi industri keempat atau sering disebut juga dengan Industri
4.0 atau I4.0.

B. Industri 4.0

Istilah Industri 4.0 sendiri secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover
Fair pada tahun 2011 (Kagermann dkk., 2011). Konsep revolusi industri atau dikenal juga dengan
industri 4.0 diperkenalkan oleh Prof Klaus Schwab, seorang ekonom terkenal dunia asal Jerman,
pendiri dan Ketua Eksekutif World Economic Forum (WEF) yang menuliskannya dalam bukunya
berjudul “The Fourth Industrial Revolution”. Kebijakan industri 4.0 di Jerman tersebut bertujuan
untuk mempertahankan Jerman agar selalu menjadi yang terdepan dalam dunia manufaktur
(Heng, 2013). Kemudian konsep itu berkembang ke nergara-negara lain dengan penyebutan
istilah yang beragam dikenal sebagai " Connected Enterprise" di Amerika Serikat dan " Fourth
Industrial Revolution " di Inggris . Istilah lain yang sama intinya dengan revolusi industri 4.0 ini
adalah Smart Factories, Industrial Internet of Things, Smart Industry, atau Advanced
Manufacturing. Meski memiliki penyebutan istilah yang berbeda, semuanya memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing industri tiap negara dalam menghadapi pasar
global yang sangat dinamis.
Bagaimanapun, Industri 4.0 dibangun di atas tiga transformasi teknologi (revolusi
industri) sebelumnya (Cordes & Stacey dalam Mohrar, Arman dan Mousa, 2017). Menurut Rojko

3
(2017) dan Prasetyo dan Sutopo (2018), beberapa istilah yang terkait dengan implementasi dan
strategi industri 4.0 ini misalnya juga disebut dengan Internet Industry (di Amerika Utara),
Industrie du future (Francis), Made in China 2025 (RRC). Sementara menurut Liao dkk. (2018) dan
Ślusarczyk (2018) , istilah industri 4.0 juga digunakan dengan istilah konsep lainnya seperti
Factories of the future (Eropa), Smart Industry (Belanda, Swedia), Industria Conectada 4.0
(Spanyol), Piano Nazionale Industria 4.0 (Italia), Super Smart Society (Jepang), Manufacturing
Innovation 3.0 (Korea Selatan ), Taiwan Productivity 4.0 Initiative (Taiwan), Make in India (India),
Made Different (Belgia), Produktion der Zukunf (Austria) dan Eleventh Malaysia Plan (Malaysia).
Sementara di Indonesia strategi untuk menghadapi industri 4.0 dikenal dengan isitilah Making
Indonesia 4.0.
Lasi dkk. (2014) menyatakan "Industri 4.0 menggambarkan peningkatan digitalisasi dan
otomatisasi lingkungan manufaktur, serta penciptaan rantai nilai digital untuk memungkinkan
komunikasi antara produk, lingkungan mereka dan mitra bisnis" dan Hermann dkk. (2016)
mendefinisikan Industri 4.0 sebagai “istilah kolektif untuk teknologi dan konsep rantai nilai
organisasi”. Sementara itu Lu (2017) mengklaim, bahwa "Industri 4.0 dapat diringkas sebagai
proses manufaktur yang terintegrasi, disesuaikan, dioptimalkan, berorientasi layanan, dan
interoperabel yang berkorelasi dengan algoritma, data besar, dan teknologi tinggi". Pada
prinsipnya dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa industri 4.1 adalah masa terjadinya
perubahan (transformation) rantai nilai (value chain) industri yang berbasis teknologi digital,
automasi dan integrasi teknologi informasi dan telekomunikasi dengan seluruh proses produksi
dan pelayanan industri .
The World Economic Froum (WEF) telah menyatakan bahwa paradigma revolusi industri
4.0 memiliki karakter yang ditandai oleh perpaduan teknologi yang mengaburkan garis antara
bidang fisik, digital, dan biologi". Teknologi saat ini termasuk kecerdasan buatan (Artificial
intelligence-AI) , robotika, Internet of Things (IoT), kendaraan otonom, pencetakan 3-D,
nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum
(Deloitte, 2015; Ślusarczyk, 2018). Selanjutnya Lewis dan Naden (2018) mengatakan , “Industri
4.0 mewakili cakupan banyak perubahan sosial, terkait pekerjaan, khusus industri dan teknologi.
Ini adalah transformasi digital dari pasar industri dengan manufaktur pintar yang saat ini berada
di garis depan”. Sementara itu menurut Rosyadi (2018), berbeda dengan revolusi industri
sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas
yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik, digital dan biologis
telah mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah.
Lebih lanjut Gerbert dkk. (2015) menyatakan ada 9 teknologi yang akan mendominasi
dalam industri produksi seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

4
Gambar 2 : Sembilan Teknologi Produksi yang Bertransformasi Dalam Industri 4.0
(Sumber : Gerbert dkk, 2015)

Kesembilan pilar dalam Industri 4.0 tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Big data and Analytic : Analisis berdasarkan kumpulan data besar baru muncul baru-
baru ini di dunia manufaktur, yang mengoptimalkan kualitas produksi, menghemat
energi, dan meningkatkan layanan peralatan. Pengumpulan dan evaluasi data yang
komprehensif dari berbagai sumber (misalnya: peralatan produksi, perusahaan,
pelanggan) akan menjadi standar untuk mendukung pengambilan keputusan secara
real-time.
2) Autonomous Robots : Robot-robot ini lebih otonom, fleksibel, dan kooperatif;
mereka dapat berinteraksi satu sama lain dan bekerja dengan aman bersama
manusia dan belajar dari mereka; apalagi mereka memiliki jangkauan kemampuan
yang lebih besar daripada yang digunakan dalam manufaktur saat ini.
3) Simulation : Pada tahap rekayasa, simulasi produk 3-D, bahan, dan proses produksi
akan digunakan lebih luas dalam operasi pabrik juga; dengan cara ini dapat
mencerminkan dunia fisik dalam model virtual, termasuk mesin, produk, dan
manusia. Ini memungkinkan operator untuk menguji dan mengoptimalkan
pengaturan mesin untuk produk berikutnya sejalan di dunia maya sebelum
hangeover fisik (dengan demikian melibatkan perubahan kondisi produksi).
4) Horizontal and Vertical System Integration : Dewasa ini perusahaan, pemasok, dan
pelanggan jarang memiliki kaitan yang erat; hal yang sama menyangkut departemen
dari usaha yang sama, seperti teknik, produksi, dan layanan. Fungsi dari perusahaan
ke tingkat dasar pabrik tidak sepenuhnya terintegrasi. Tetapi dengan Industri 4.0,
perusahaan, departemen, fungsi, dan kemampuan akan menjadi lebih kohesif,

5
seperti lintas-perusahaan, jaringan integrasi data universal berkembang dan
memungkinkan rantai nilai yang benar-benar otomatis.
5) The Industrial Internet of Things (IoT) : Banyak sekali perangkat - kadang-kadang
termasuk produk yang bahkan belum selesai - akan diperkaya dengan komputasi
tertanam dan terhubung menggunakan teknologi standar. Ini memungkinkan
perangkat lapangan (tersebar di seluruh rantai produksi) untuk berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain dan dengan pengontrol yang lebih terpusat; itu juga
mendesentralisasi analitik dan pengambilan keputusan, memungkinkan respons real
time.
6) Cybersecurity : Dengan meningkatnya konektivitas dan penggunaan protokol
komunikasi standar yang datang dengan Industri 4.0, kebutuhan untuk melindungi
sistem industri penting, jalur produksi, dan Data yang dikumpulkan meningkat
secara dramatis
7) Cloud : Dengan Industri 4.0, lebih banyak usaha yang terkait dengan produksi akan
memerlukan peningkatan berbagi data lintas situs dan batas-batas perusahaan;
pada saat yang sama, kinerja teknologi cloud akan meningkat, mencapai waktu
reaksi hanya beberapa milidetik. Bahkan sistem yang memantau dan mengontrol
proses dapat menjadi berbasis cloud.
8) Additive Manufacturing : Dengan pencetakan 3D perusahaan akan dapat
mewujudkan prototipe dan komponen individu yang lebih cepat, tetapi juga
sejumlah kecil produk yang disesuaikan; Pencetakan 3D dapat didesentralisasi
mengurangi jarak transportasi dan stok di tangan.
9) Augmented reality: Sistem ini mendukung berbagai layanan, seperti memilih bagian
di gudang dan mengirim instruksi perbaikan melalui perangkat seluler. Sistem ini -
seringkali tertanam dalam perangkat yang dapat dipakai - dapat memberi pekerja
informasi real-time untuk ditingkatkan

Hasil diskusi panel para pakar yang tergabung dalam United Nations Industrial
Development Organization (UNIDO) – PBB di Vienna bulan Nop 2016 menyimpulkan terjadinya
revolusi industri 4.0 ditandai dengan terjadinya tren automasi dan pertukaran data (automation
and data exchange) dalam teknologi manufaktur, hal ini termasuk cyber-physical system (CPS),
IoT dan cloud computing. Industri 4.0 telah diimplementasikan secara gradual dan sering sekali
diawali dengan pengimplementasian sistem digital. Teknologi digital mendorong berkembangnya
model bisnis baru (new model business) dan peluang-peluang memproduksi nilai (value) yang
berbeda dan berubah dari yang sebelumnya dan bisa dirasakan dampaknya dan
perkembangannya di negara-negara berkembang (UNIDO, 2016). Komponen – kompenen fisik
dari industri akan ditransformasikan dengan lebih cerdas, penerapan jaringan digital ke dalam ke
CPS, yang memungkinkan manajemen mengelola proses produksi secara real time tanpa terbatas

6
jarak dan kemampuan untuk mengustomisasi produk. Industry 4.0 membuka pintu menuju
inovasi dan kekuatan ekonomi. Hal ini memungkinkan produk disesuaikan dengan tepat
kebutuhan pelanggan - dengan biaya rendah, kualitas tinggi, dan dengan tingkat efisiensi yang
tinggi (Lewis dan Naden ,2018; Moraes, 2017).
Menurut Crnjac , Veža dan Banduka (2017) , Industri 4.0 berfokus pada penciptaan
produk, proses, dan prosedur yang cerdas. Di pabrik pekerja yang cerdas, mesin dan sumber daya
berkomunikasi dengan mudah. Inti dari visi industri 4.0 adalah IoT dan layanan Internet yang
berarti konektivitas di mana-mana terjadi pada semua orang, benda dan mesin . Hal ini
disebutkan dengan 3 istilah yang saling berkaitan yaitu IoT, Internet of Service (IOS) dan Internet
of Data (IOD). Sementara menurut Deloitte (2015), selain ketiga hal itu juga akan berkaitan
dengan Internet of people (IoP). Hubungan antar manusia baik dalam bisnis maupun sosial akan
sangat berkembang dan menjadi penting dalam transformasi digital pada industri 4.0.
Menurut Nagy dkk. (2018), revolusi industri keempat didasarkan pada data. Cara itu
membuat data dapat dikumpulkan dan dianalisis, dan digunakan untuk membuat keputusan
yang tepat dan berkembang, dan ini telah menjadi faktor kompetitif. Oleh karena itu, data
menjadi sumber keunggulan kompetitif, tidak hanya akan produksi pada dasar terkoordinasi atau
benar-benar baru (misalnya, produksi aditif), tetapi juga penanaman produk dengan layanan
digital (misalnya, dalam hal terjadi kegagalan, mesin itu sendiri menunjukkan bagian pengganti
mana yang harus dibawa), yaitu, bagaimana perusahaan menyaring informasi yang relevan dari
data yang dihasilkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Dalam industri 4.0 ini integrasi
data dan informasi akan semakin kuat antar bagian dan antar sub proses dalam proses produksi.
Menurut Crnjac , Veža dan Banduka (2017) terjadinya integrasi vertikal, intergrasi horizontal dan
integrasi rekayasa/enjiner digital akan sangat terasa dalam era ini , dan Deloitte (2015)
menambahkan satu karakteristik lainnya yaitu terciptanya akselarasi melalui Exponential
technologies. Pendekatan ini menimbulkan model bisnis proses yang baru .
a) Integrasi Horizontal
Integrasi horisontal mengacu pada integrasi berbagai sistem informasi yang digunakan
dalam fase perencanaan produksi dan proses bisnis. Sistem itu mencakup pertukaran
bahan, energi, dan informasi di dalam perusahaan (seperti logistik internal, produksi,
pemasaran) atau di antara perusahaan yang berbeda. Tujuan integrasi ini adalah
menyampaikan informasi di seluruh jaringan (dari pemasok ke pelanggan). Integrasi yang
disajikan sangat membantu pemasok, mereka selalu diberi informasi tentang kondisi stok,
sehingga mereka dapat merencanakan dan mengatur pengiriman di masa mendatang
dengan lebih baik. Hari ini, pelanggan harus menghubungi pabrikan untuk mengetahui
keadaan terkini dari produk mereka, integrasi horizontal akan memungkinkan pelanggan
untuk memantau produknya (komputer akan menyajikan tugas yang telah diselesaikan,
tetapi prasyarat adalah "produk pintar" yang mengetahui segalanya tentang dirinya

7
sendiri). Jika masalah terjadi, pelanggan dapat segera melakukan intervensi dan
memutuskan cara penyelesaian masalah.
b) Integrasi Vertikal
Integrasi vertikal berarti integrasi sistem informasi pada tingkat hierarki yang berbeda,
semua untuk bertukar informasi dari bawah ke atas hirarki dan sebaliknya. Dengan
menghubungkan semua proses dan menggunakan sensor di setiap langkah produksi,
pabrikan memeriksa kualitas dan mengurangi pemborosan. Pertukaran informasi secara
terus menerus melalui hierarki memungkinkan tindakan preventif karyawan yang
bertanggung jawab ketika potensi masalah terdeteksi. Mesin terhubung ke jaringan
komunikasi dan mereka memiliki informasi kapan saja. Peran mereka adalah untuk
memberi tahu operator tentang keadaan proses. Deloitte (2015) mengatakan jaringan
vertikal yang terintegrasi ini akan memanfaatkan Cyber-Physical Production System
(CPPS), yang membuat pabrik sangat respon dan cepat terhadap perubahan stok dan
permintaan, dan juga dengan cepat merespon akan adanya kesalahan/produk cacat.
Smart Manufacture ini sangat mampu “mengatur diri sendiri” dan menyesuaikan alur
produksi dengan kebutuhan spesifik pelanggan dan pelanggan ditangani secara
individual. CPPS selain mampu mengatur diri sendiri atas kegiatan produksi, juga secara
otomatis mampu mengatur pengelolaan pemeliharaan (maintenance management).
Moraes (2018) menambahkan dalam integrase vertikal ini seluruh bagian perusahaan
(seksi, bagian, departemen, perusahaan) memungkinkan untuk lebih kohesif, misalnya
saling berbagi (share) data pelanggan dalam perangkat Customer Relation Management
(CRM) yang memungkinkan penanganan pelanggan akan lebih efisien dan efektif.
c) Integrasi Rekayasa Digital
Rekayasa digital penuh memungkinkan pengumpulan dan pertukaran data produk di
seluruh rantai yang terlibat dalam pengembangan produk. Ini mengurangi konversi data
produk dalam jumlah besar yang telah terakumulasi sepanjang siklus hidupnya.
Pendekatan ini dapat mengurangi waktu produksi untuk produk masa depan karena
sudah ada dokumentasi siap untuk produksi. Data sebelumnya digunakan, misalnya
dokumentasi desain produk, perencanaan atau simulasi produksi, untuk membuat
dokumentasi baru yang lebih cepat. Bersamaan dengan ini, intelijen terdesentralisasi dan
manajemen terdesentralisasi sangat penting. Intelegensi yang terdesentralisasi terkait
dengan Internet untuk hal-hal dan layanan serta produk-produk pintar. Kontrol
desentralisasi dimungkinkan dengan menggunakan sistem cyber-fisik baru dan teknologi
informasi dan komunikasi.
d) Akselerasi melalui Exponential Technologies
Salah satu karakteristik industri 4.0 ini juga adalah sebuah terciptanya sebuah katalis atau
pendorong akselerasi yang memungkinkan terjadinya solusi secara individual

8
(individualized solution), fleksibilitas (Flexibility) dan penghematan biaya (cost saving)
dalam proses industri.
Menurut Tjandrawinata (2016) , setidaknya ada tiga hal yang membedakan revolusi
industri keempat dibanding revolusi industri sebelumnya. Tiga hal tersebut menjadi alasan
mengapa transformasi yang terjadi saat ini bukan merupakan suatu perpanjangan revolusi
digital, namun lebih merupakan suatu revolusi transformasi baru adalah : pertama, inovasi
dapat dikembangkan dan menyebar jauh lebih cepat dari sebelumnya. Kecepatan terjadinya
terobosan-terobosan baru pada era ini terjadi pada skala eksponensial dan bukan lagi pada skala
linear; kedua, penurunan biaya produksi marjinal dan munculnya platform yang dapat
menyatukan dan mengkonsentrasikan beberapa bidang keilmuan terbukti meningkatkan
output pekerjaan. Transformasi ini mengakibatkan perubahan dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga menyebabkan perubahan pada seluruh sistem produksi, manajemen,
maupun tata kelola; dan ketiga, revolusi secara global ini akan berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua negara di dunia, di mana cakupan transformasi ini terjadi pada
setiap bidang industri, dan bahkan akan mempunyai dampak menyeluruh pada level sistem di
banyak tempat.
Menurut Crnjac , Veža dan Banduka (2017) , fitur-fitur Industri 4.0 adalah integrasi
horisontal, vertikal dan digital dari keseluruhan sistem. Bidang utama integrasi akan terlihat
dalam berbagai bentuk seperti : standardisasi (sehingga perusahaan akan dengan mudah
terhubung satu sama lain); pengelolaan sistem yang kompleks (perlu untuk mengembangkan dan
menerapkan model dan metode baru); infrastruktur yang komprehensif (jaringan informasi
berkualitas tinggi, koneksi internet), keamanan dan privasi (perlindungan data); organisasi kerja
dan desain (peran karyawan diubah, mereka lebih terlibat, kemajuan lebih baik dan ada
pembelajaran seumur hidup), kerangka hukum (harmonisasi kerangka hukum) dan; penggunaan
sumber daya yang efektif (potensi penghematan bahan baku dan energi).

C. Dampak Umum Industri 4.0


Masuknya suatu industri ke dalam industri 4.0 tentunya dapat membawa dampak
berantai terhadap bidang lainnya seperti bidang ekonomi, sosial dan politik. Bagaimanapun
perubahan yang terjadi dalam satu bidang kehidupan manusia biasanya akan diikuti dengan
perubahan pada bidang lainnya yang saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi. Hal ini
juga semakin didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam dunia
global.
Industri 4.0 diwakili oleh pertumbuhan tinggi dalam platform yang memungkinkan
teknologi telah mengganggu struktur industri yang ada dan menciptakan cara-cara baru dalam
mengonsumsi barang melalui kombinasi permintaan dan penawaran. Ini juga mengatur
bagaimana orang bekerja dan mengkonsumsi, itu mengubah sifat aset, dan itu mempengaruhi

9
bagaimana data diperoleh dan dimanipulasi. Selain itu, ini menurunkan hambatan bagi orang dan
bisnis untuk berinvestasi dan menciptakan kekayaan, yang pada gilirannya mengubah lingkungan
pribadi dan profesional di sekitarnya (Schwab dalam Mohrar, Arman dan Mousa, 2017).
Paradigma ekonomi baru ini menjadikan Internet (dan data) cara untuk menciptakan nilai bagi
masyarakat dan masyarakat dan tidak hanya berfungsi sebagai saluran komunikasi. Industri 4.0
membuat dunia lebih digital, lebih terhubung, lebih fleksibel, dan lebih responsif. Hubungan
sosial yang terkenal berubah tanpa bisa dikenali; bergerak dari hubungan bisnis ke konsumen ke
mode peer-to-peer (Arroyo dkk., 2017).
Industri 4.0 akan potensial meningkatkan produktivitas dan daya saing (productivity and
competitiveness), meningkatkan efisiensi energi dan sumber daya, dan secara bersamaan juga
melindungi kondisi lingkungan. Pada era ini, ekonomi industri akan memungkinkan produk-
produknya untuk di-reused, remanufactured dan recycled. Menurut Fraccari (2017), dalam
industri 4.0 teknologi telah dengan cepat menutup kesenjangan antara dunia fisik dan digital
dan ini telah memicu perubahan ekonomi dan sosial. Digitalisasi, jaringan, dan otomatisasi
mengubah seluruh sektor manufaktur global. Hasilnya: integrasi proses produksi ujung ke ujung
dari silo berbeda ke seluruh ekosistem yang terhubung, cerdas, produktif, dan sangat efisien.
Disebutkan oleh Rojko (2017), dampak dari implementasi fitur-fitur industri 4.0 bisa berakibat
terhadap penurunan biaya produksi (10-30%), penurunan biaya logistik (10-30%) dan penurunan
biaya manajemen kualitas (10-20%). Selanjutnya disebutkan juga keuntungan lain dari
implementasi industri 4.0 adalah :
1) mempersingkat masa pemasaranan produk baru,
2) meningkatkan respon dari pelanggan,
3) peluang untuk mengustomisasi produk tanpa adanya peningkatan biaya produksi ,
4) lingkungan kerja yang lebih nyaman dan fleksible, dan
5) lebih efisien dalam penggunaan energi dan sumber daya.
Ditambahkan oleh Gerbert dkk (2015) , pengaruh implementasi industri 4.0 di Jerman
dapat berakibat kepada :
1) Produktivitas (Productivity) : Selama lima hingga sepuluh tahun ke depan, Industri 4.0
akan dianut oleh lebih banyak perusahaan, meningkatkan produktivitas di semua
sektor manufaktur Jerman sebesar € 90 miliar hingga € 150 miliar. Peningkatan
produktivitas pada biaya konversi, yang tidak termasuk biaya bahan, akan berkisar
antara 15-25 persen. Ketika biaya bahan diperhitungkan, keuntungan produktivitas
5-8 persen akan tercapai. Peningkatan ini akan bervariasi di setiap industri. Produsen
komponen industri berdiri untuk mencapai beberapa peningkatan produktivitas
terbesar (20-30 persen), misalnya, dan perusahaan otomotif dapat mengharapkan
peningkatan 10 - 20 persen
2) Pertumbuhan Pendapatan (Revenue Growth) : Industri 4.0 juga akan mendorong
pertumbuhan pendapatan. Permintaan pabrikan untuk peralatan yang ditingkatkan

10
dan aplikasi data baru, serta permintaan konsumen untuk variasi produk yang
semakin disesuaikan, akan mendorong pertumbuhan pendapatan tambahan sekitar
€ 30 miliar per tahun, atau sekitar 1 persen dari PDB Jerman.
3) Pekerjaan (Employement) : Dampak Industri 4.0 pada manufaktur Jerman,
ditemukan bahwa pertumbuhan yang distimulasi akan menyebabkan peningkatan
lapangan kerja 6 persen selama sepuluh tahun ke depan danan permintaan untuk
karyawan di sektor teknik-mekanik dapat meningkat lebih tinggi — sebanyak 10
persen selama periode yang sama. Namun, keterampilan yang berbeda akan
diperlukan. Dalam jangka pendek, tren menuju otomatisasi yang lebih besar akan
menggusur sebagian dari pekerja dengan keterampilan rendah yang sering
melakukan tugas-tugas sederhana dan berulang. Pada saat yang sama, meningkatnya
penggunaan perangkat lunak, konektivitas, dan analitik akan meningkatkan
permintaan karyawan dengan kompetensi dalam pengembangan perangkat lunak
dan teknologi TI, seperti ahli mekatronik dengan keterampilan perangkat lunak.
(Mekatronika adalah bidang teknik yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu teknik.)
Transformasi kompetensi ini adalah salah satu tantangan utama ke depan.
4) Investasi (Investment) : Mengadaptasi proses produksi untuk memasukkan Industry
4.0 akan mensyaratkan bahwa produsen Jerman diperkirakan berinvestasi sekitar €
250 miliar selama sepuluh tahun ke depan (sekitar 1 hingga 1,5 persen dari
pendapatan produsen/seluruh manufaktur).

Schwab dalam Mohrar, Arman dan Mousa (2017) juga menegaskan bahwa, dalam
revolusi industri 4.0, dampak sosial dari perubahan teknologi pada sektor ekonomi, pasar tenaga
kerja, produksi, dan inovasi lebih dipahami sekarang daripada selama revolusi industri
sebelumnya. Menyikapi era Industri 4.0 ini , Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto
mengatakan “Fourth Industrial Revolution (“4IR”) atau Revolusi Industri 4.0 tidak hanya
berpotensi luar biasa dalam merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan
manusia. Revolusi Industri 4.0 sudah pasti akan menuju Indonesia dan kita siap untuk
mengimplementasikannya”. Kementerian Perindustrian telah menetapkan empat langkah
strategis dalam menghadapi Industri 4.0. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan tersebut
adalah:
1) Pertama, mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus meningkatkan kemampuan
dan keterampilannya, terutama dalam menggunakan teknologi internet of things (IoT)
atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri.
2) Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi
industri kecil dan menengah (IKM) agar mampu menembus pasar ekspor melalui program
E-smart IKM.
3) Ketiga, pemanfaatan teknologi digital yang lebih optimal dalam perindustrian nasional
seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality.
11
4) Keempat, mendorong inovasi teknologi melalui pengembangan start up dengan
memfasilitasi inkubasi bisnis agar lebih banyak wirausaha berbasis teknologi di wilayah
Indonesia.
Fraccari (2017) mengatakan pada Industri 4.0 akan memiliki dampak terbesar pada
bidang-bidang Mesin & Robotika, Otomatisasi, Proses & Kontrol, Energi, Mesin-ke-Mesin
(Machine to Machine – M2M), dan Sistem Cerdas (AI) . Entri yang berhasil masuk ke Industri 4.0
bergantung pada kemampuannya untuk merespons perubahan, dan menguasai produk, proses,
dan inovasi rantai nilai (value chain) secara berkelanjutan. Keterampilan diperlukan untuk
menjembatani kesenjangan antara teknik dan ilmu komputer, pembelajaran mesin, dan
kecerdasan buatan (AI). Bagaimana kita bekerja akan berubah dan melibatkan pergeseran
menuju pekerjaan yang lebih berkualitas. Akan ada perancang robot dan otomasi, insinyur sistem
cerdas (AI), dan ekosistem teknologi otomasi. Akan ada bisnis perangkat lunak baru dalam
otomatisasi.
Menurut Nagy dkk. (2018), teknologi IoT dan Industri 4.0 yang dapat memengaruhi tidak
hanya produksi tetapi banyak fungsi perusahaan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar teknologi ini memiliki efek yang menjangkau batas fungsional. Data produksi dari jalur
produksi, misalnya, membantu menyeimbangkan proses produksi untuk perencana produksi dan
menyediakan data bagi manajer inventaris yang merencanakan ruang gudang untuk produk akhir
atau stok untuk penjualan, serta pembeli yang membeli bahan baku untuk produksi . Data yang
sama dapat digunakan untuk mengendalikan dan dalam pengembangan produk baru juga.
Proses-proses ini bahkan dapat menjangkau batas-batas perusahaan dan informasi dapat
dibagikan dengan pemasok dan mitra pelanggan.
Roblek , Mesko dan Krapez (2016) menyatakan dengan IoT maka akan terjadi
pembentukan saluran komunikasi untuk pertukaran informasi terus menerus, dalam banyak
kasus antar mesin (device) itu sendiri. Contoh menarik dari potensi IoT, yang pada tahap awal
penerapannya, dapat ditemukan di industri otomotif. Studi McKinsey menunjukkan bahwa
perusahaan asuransi dan pemilik mobil dapat menghemat $ 100 miliar per tahun dengan
mengurangi kecelakaan dengan bantuan sistem tertanam yang mendeteksi dan menghindari
tabrakan segera. IoT akan memungkinkan model bisnis baru dalam asuransi, seperti, misalnya,
asuransi mobil, yang didasarkan pada penggunaan aktual, dihitung berdasarkan informasi yang
diperoleh dalam mengemudi waktu nyata .
Kligenberg (2017) mengatakan salah satu dampak dari implementasi teknologi 4.0 ini
adalah terjadinya penurunan kebutuhan tenaga kerja manusia, semakin panjangnya masa kerja
orang-orang yang terampil, dan meningkatkan permintaan kebutuhan yang lebih spesifik dari
pelanggan. Penurunan bersih global dalam pekerjaan bisa menjadi tantangan tersendiri bagi
negara-negara berkembang di mana, tidak seperti ekonomi maju, jutaan anak muda memasuki
pasar kerja setiap tahun. Lebih dari sebelumnya, negara-negara berkembang dan ekonomi dalam
transisi harus dibuat sadar akan implikasi dan tantangan terkait dengan pergeseran paradigma

12
ini. Misalnya, selain berurusan dengan implementasi Industri 4.0, negara-negara berkembang
harus bersiap menghadapi konsekuensi penerapannya di negara maju. Beberapa konsekuensi ini
berkaitan dengan arus balik investasi asing langsung dan manifestasi lebih lanjut dari
kesenjangan teknologi yang sudah melebar. Sementara konsekuensi bagi negara-negara
berkembang dan ekonomi dalam transisi dapat berubah menjadi mengerikan, pengalaman
memberi tahu kita bahwa ekonomi memiliki kemampuan adaptif yang luar biasa untuk
menangani mekanisasi produksi.
Kligenberg (2017) juga mengatakan konsekuensi Industri 4.0 pada pekerjaan, penciptaan
dan distribusi kekayaan, belum sepenuhnya dipahami, namun ada kekhawatiran yaitu akan
berdampak pada pekerjaan di negara-negara berkembang. Peningkatan otomatisasi proses
produksi dan pemindahan pekerja oleh mesin kemungkinan akan menghilangkan jenis pekerjaan
rutin, mengurangi permintaan tenaga kerja murah di manufaktur kelas bawah, meningkatkan
ketidaksetaraan, dan menyebabkan migrasi.
Prof. Magnus P. Karlsson (Royal Institute of Technology, Stockholm, Sweden.)
mengatakan bahwa Industri 4.0, termasuk gelombang otomatisasi berikutnya, akan sangat
transformatif dan menguraikan tiga kelompok tantangan:
1) Kesadaran dan kesiapan ( Awareness and Readiness) .
Ketidakpastian adalah faktor kunci - ada kebutuhan untuk eksperimen dan pembelajaran -
dan bahkan tidak belajar. Perusahaan harus menantang asumsi bisnis mereka sendiri.
2) Eksplosi Data (Explosion of Data)
Teknologi komunikasi akan mengarah ke generasi 5.0 , dimana transaksi dan konektivitas
data akan semakin cepat baik melalui jaringan tanpa kabel (wifi) ke berbagai devices. Ini
akan membuat manusia akan terhubung satu dengan lainnya tanpa mengenal batas waktu
dan jarak dan semua hal sangat tergantung kepada Internet (IoT) . Diperkirakan dalam 5
tahun ke depan akan ada 20 milyar manusia yang terhubung dengan konektivitas ini.
Membangun ekosistem digital akan membutuhkan konektivitas tanpa batas, berbagi data,
dan standar yang disepakati untuk pertukaran data dan komponen yang merupakan bagian
dari sistem. Ketika data mulai menumpuk dan dibagikan, masalah lain datang ke
permukaan, seperti keamanan data dan privasi
3) Tranformasi Tenaga kerja (Workforce transformation)
Pergeseran dalam pekerjaan akan terjadi secara bertahap tetapi mendalam. Tenaga kerja
digital, seperti penggunaan drone pintar, robot dan bantuan cerdas akan memasuki dunia
kerja. Sektor industri baru akan muncul, seperti kedokteran digital, pertanian presisi dan
pekerjaan baru, perancang robot medis, dan manajer modernisasi jaringan. Juga akan ada
transformasi dalam pekerjaan yang ada. Misalnya, realitas virtual dan augmented reality
akan membantu pekerja menjadi lebih produktif dan membuat lingkungan kerja mereka
lebih aman.

13
Sementara itu Moraes (2017) menyebutkan Industri 4.0 memungkinkan peningkatan
produktivitas dan efisiensi sumber daya secara berkelanjutan di seluruh jaringan nilai (value
chain). Ini memungkinkan pekerjaan diatur sedemikian rupa sehingga memperhitungkan
perubahan demografis dan faktor sosial. Sistem bantuan pintar membebaskan pekerja dari
keharusan melakukan tugas rutin, memungkinkan mereka untuk fokus pada kegiatan yang kreatif
dan bernilai tambah. Mengingat kekurangan pekerja terampil yang akan datang, ini akan
memungkinkan pekerja yang lebih tua untuk memperpanjang kehidupan kerja mereka dan tetap
produktif lebih lama. Organisasi kerja yang fleksibel akan memungkinkan pekerja untuk
menggabungkan pekerjaan mereka, kehidupan pribadi dan melanjutkan pengembangan
profesional secara lebih efektif, mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik.

Pertumbuhan dalam Industri 4.0 juga menyoroti salah satu tantangan umum yang
ditimbulkan oleh pertumbuhan pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi: privasi.
Pembagian/penyebaran dan pelacakan informasi, hilangnya kendali atas data, dan
pengungkapan informasi tentang kehidupan pribadi konsisten dengan konektivitas baru
(Anderson & Mattsson, 2015). Sebagai contoh, revolusi dalam bioteknologi mendefinisikan
kembali apa artinya menjadi manusia dengan mengubah ambang periode kehidupan, kesehatan,
dan kognisi, yang juga memaksa kita untuk mendefinisikan kembali batas-batas moral dan etika
kita (Schwab, 2016). Dengan demikian, salah satu tantangan paling penting bagi pemerintah,
pembuat kebijakan, dan masyarakat adalah bagaimana menggeser budaya industri dan
masyarakat untuk mengatasi serangkaian gangguan teknologi yang terkait dengan era industri
baru ini.

Brynjolfsson dan McAfee dalam Mohrar, Arman dan Mousa (2017) menekankan bahwa,
untuk mengambil keuntungan dari peluang yang diberikan oleh revolusi industri baru, penting
untuk mengenali dampaknya terhadap seluruh masyarakat. Karena itu, kita harus
mempertimbangkan inovasi sosial bersamaan dengan revolusi teknologi. Dengan kata lain, kita
harus fokus pada penyelarasan antara pengembangan teknis (difusi dan diseminasi) di satu sisi
dan praktik baru yang diperlukan untuk menghadapi tantangan sosial yang dihadapi orang dan
organisasi di sisi lain. Dalam pandangan ini, Buhr (2017) menegaskan bahwa dampak inovasi
sosial menonjol pada tingkat sistem, yang berarti bahwa ada hubungan timbal balik antara
inovasi teknis dan sosial. Inovasi teknis dan pengembangan teknologi cepat dapat secara positif
mempengaruhi difusi dan penyebaran inovasi sosial, dan inovasi teknis sering mengembangkan
potensi sebenarnya dalam kombinasi dengan inovasi sosial. Sifat digital dari produk-produk
inovatif Industri 4.0 cenderung mengarah pada hasil ekonomi maupun manfaat sosial, jika
dikelola di bawah payung pembangunan berkelanjutan.

14
D. Kompetensi SDM Dalam Menghadapi Industri 4.0

Perubahan dalam proses industri dalam era industri 4.0 , seperti sudah disebutkan
sebelumnya, akan mempengaruhi banyak sisi kehidupan manusia, termasuk sisi ekonomi, sosial,
budaya dan politik. Adanya perubahan dalam proses industri yang menggunakan teknologi
informasi dan telekomunikasi yang serba modern (digital) , terkoneksi dengan cepat tanpa
mengenal jarak, real time yang bisa mendukung pembuatan keputusan lebih tepat dan cepat,
menggunakan analisis big data dalam berbagai proses produksi, akan membuat proses produksi
berjalan efieisn . Seperti dinyatakan sebelumnya bahwa industri 4.0 akan mengkombinasikan
analitik data besar (big data) dan kapasitas penyimpanan komputasi awan (cloud) , IoT yang
dapat memberdayakan pendekatan prediktif baru untuk pengambilan keputusan, model bisnis
baru, sistem cerdas, dan mesin yang sepenuhnya otonom. Disisi lain beberapa pekerjaan fisik di
pabrik-pabrik yang sebelumnya ditangani manusia akan berubah dengan adanya mesin-mesin
otomatis yang cerdas dan tenaga robot yang telah diprogram untuk dapat melaksanakan
pekerjaan fisik tersebut secara otomatis . Kergroach (2017) bahkan menyatakan otomatisasi
tidak lagi terbatas pada tugas-tugas fisik atau manual, tugas-tugas kotor, berbahaya, atau
membosankan, tetapi dapat membahayakan banyak pekerjaan intelektual, kognitif, atau kerah
putih analitik yang mencakup beberapa tugas rutin, mulai dengan transportasi, dukungan kantor
, atau layanan konsumen . Pada akhirnya akan terjadi efisiensi (low cost production) di seluruh
lini produksi dan produktivitas akan meningkat dibanding sebelumnya.
Kemajuan negara-negara industri dan perusahaan-perusahaan yang menerapkan fitur-
fitur industri 4.0 di negara – negara Eropa, Amerika dan beberapa negara di Asia akan memacu
efek berkelanjutan dan berkesinambungan ke negara lain karena adanya globalisasi informasi
tanpa batas (unlimited) dan teknologi telekomunikasi tanpa batas (borderless) . Batas-batas
antar negara dan antar perusahaan akan semakin terbuka dan kolaborasi dalam berbagai hal
diduga akan meningkat drastis. Setiap negara dan perusahaan akan berlomba-lomba
memenangkan persaingan dengan meningkatan daya saing (competetive advantage) dan meraih
keuntungan-keuntungan dari adanya kemajuan teknologi industri ini. Posisi daya saing antar
perusahaan dan atau antar negara akan kompetensi SDM yang dimiliknya akan menjadi salah
satu topik penting yang memegang peranan dalam industri 4.0.
Menurut Mello dalam Haryono (2018) sedikitnya terdapat tiga dampak bagi organisasi
untuk merespon perubahan teknologi baru, yaitu : (1) perlunya meningkatkan skills dan work
habits pegawai, (2) tersingkirnya jabatan tingkat rendah dan level manajerial, (3) hirarki
berkurang, lebih berorientasi pada kerjasama atau kolaborasi dan ditambahkan lagi dampak
keempat yaitu ; (4) Kehidupan pekerja pada era industri 4.0 didominasi oleh self-directed striving
for personally valued career outcomes (Hirschi dkk. dalam Haryono, 2018). Bella (2018)
mengatakan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi poin penting untuk mendorong
suatu negara berevolusi ke generasi industri selanjutnya, tak terkecuali Indonesia. Selain

15
dibutuhkan investasi dan teknologi, SDM yang terampil pun tengah disiapkan untuk menyambut
Industri 4.0.
Haryono (2018) mengatakan dalam menghadapi revolusi industri 4.0, sedikitnya ada tiga
hal yang berkaitan dengan SDM yang perlu diperhatikan semua pihak yaitu :
1) Pertama adalah kualitas, yaitu upaya menghasilkan SDM yang berkualitas agar sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja yang berbasis teknologi digital.
2) Kedua, adalah masalah kuantitas, yaitu menghasilkan jumlah SDM yang berkualitas,
kompeten dan sesuai kebutuhan industri.
3) Ketiga, adalah masalah distribusi SDM berkualitas yang masih belum merata.
Dalam menghadapi industri 4.0 ini , pemerintah Indonesia telah menyusun strategi
pengembangan SDM untuk memiliki daya saing yang baik dalam mengimplementasikan era ini.
Hal ini sebagai langkah strategis pembangunan Indonesia yang dituangkan ke dalam dokumen
strategis Indonesia menghadapi Industri 4.0 “Making Indonesia 4.0”. Seperti dinyatakan oleh
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang meminta masyarakat tidak perlu khawatir
menghadapi revolusi industri 4.0 karena justru memberi kesempatan untuk Indonesia
berinovasi. Dengan adanya revolusi industri 4.0 ini, industri dinilai bakal kembali menjadi
mainstream atau arus utama di dalam pembangunan nasional. Airlangga menambahkan revolusi
industri 4.0 seharusnya lebih mudah dihadapi Indonesia yang telah menghadapi revolusi industri
3.0 di mana otomatisasi dan robotik telah banyak dilakukan. Pembangunan infrastruktur
pemerintah juga dinilai perlu mendanai pembangunan infrastruktur yang tepat untuk
mendukung visi pemerintah dalam rangka menghadapi industri 4.0 yang dinilai akan sangat
bergantung kepada pola ekonomi digital (Warta Ekonomi, 2018).
Dengan perkembangan industri 4.0 tersebut tentunya peranan SDM yang handal sangat
diperlukan dan kualifikasi kompetensi SDM yang terlibat di dalam proses industri itu harus dapat
mengimbangi atau mengikuti proses tersebut. Kompetensi SDM merupakan karakteristik dasar
perilaku individu yang berhubungan dengan kriteria acuan efektif dan atau kinerja unggul di
dalam pekerjaan atau situasi atau kompetensi adalah pengetahuan, keahlian, kemampuan, atau
karakteristik pribadi individu yang mempengaruhi secara langsung kinerja pekerjaan. Tentunya
kualifikasi kompetensi SDM yang diperlukan ini sangat terkait dengan seberapa jauh sebuah
perusahaan (pabrik) atau organisasi mengimplementasikan fitur-fitur industri 4.0 tersebut dalam
operasionalnya. Hal ini seperti dinyatakan oleh Maresova dkk. (2018) , apakah dan sejauh mana
beberapa kualifikasi akan menjadi lebih atau kurang bernilai di masa depan — dan jenis kualifikasi
baru apa yang akan muncul — tergantung, antara lain, pada seberapa cepat dan sejauh mana
masing-masing perusahaan akan menerapkan otomatisasi dan interkoneksi prosedur dan proses
(industri 4.0) mereka dalam produksi, layanan, dan penjualan.
Maresova dkk. (2018) juga menyatakan kompetensi utama yang relevan di masa depan
adalah kompetensi yang berkaitan dengan IT, perangkat lunak (software), program aplikasi, dan
sistem otomatis. Kompetensi ini akan melibatkan tidak hanya pengetahuan dasar dan

16
kemampuan untuk menggunakan perangkat digital, aplikasi, Web 2.0, dan alat elektronik apa
pun, tetapi juga keterampilan yang berorientasi pengguna akan diperlukan (misalnya CAD:
Computer Aided Design, CRM: Customer Relationship Management, ERP : Enterprise Resource
Planning). Di samping kualifikasi profesional spesifik dan kompetensi IT, keterampilan dan
kompetensi yang lebih umum juga akan semakin penting: keterampilan komunikasi,
keterampilan sosial, keterampilan organisasi, kerja tim, pekerjaan proyek, tetapi juga kesadaran
antar budaya dan keterampilan bahasa. Pekerja di masa depan akan diharapkan untuk
berpartisipasi dalam pendidikan seumur hidup untuk memajukan mereka keterampilan dan
tetap terbuka untuk inovasi.
Sementara itu Kergroach (2017) menyatakan pekerjaan baru dalam era industri 4.0 akan
membutuhkan kompetensi dan keterampilan baru. Perpaduan keterampilan yang diperlukan
untuk tampil dalam masyarakat modern telah menjadi semakin kompleks dan akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan kerja yang ditingkatkan teknologi, yang
membutuhkan generasi pekerja di masa depan untuk mengembangkan kecakapan digital dan
kapasitas belajar seumur hidup pada usia dini. Untuk saat ini, tugas-tugas yang lebih sulit untuk
diotomatisasi melibatkan kemampuan pemecahan masalah, intuisi, kreativitas, dan persuasi
Keterampilan lunak (soft skill) seperti pengorganisasian diri (Self organization) , manajemen,
kerja tim (team work) , atau keterampilan komunikasi (communication skill) juga cenderung
tumbuh penting di dunia yang baru muncul. Perusahaan akan membangun sumber daya manusia
mereka di sekitar keterampilan baru, juga menerapkan perubahan organisasi dan mengadopsi
praktik manajemen baru untuk memastikan penggunaan aset tidak berwujud mereka secara
efisien.
Menurut Haryono (2018) untuk menjawab tantangan era revolusi industri 4.0 tidak cukup
hanya dengan literasi manusia lama, yang hanya mendasarkan pada kemampuan membaca,
menulis dan menghitung. Dalam industri 4.0, modal dasar SDM yang harus dimiliki adalah :
keterampilan yaitu kepemimpinan (leadership) dan bekerja dalam team (teamwork), kelincahan
dan kematangan budaya (cultural agility), dengan latar belakang budaya yang berbeda tetap bisa
bekerjasama, dan entreprenurship (termasuk sociopreneurship). Selanjutnya menurut Aoun
dalam Haryono (2018) untuk mendapatkan SDM yang kompetitif dalam industri 4.0, kurikulum
pendidikan harus dirancang agar out put-nya mampu menguasi literasi baru, yaitu :

1) literasi data, yaitu kemampuan membaca, menganalisis dan memanfaatkan informasi big
data dalam dunia digital,
2) literasi teknologi, yaitu memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial
intelligence dan engineering principles) dan
3) literasi manusia, humanities, komunikasi dan desain. Dalam perspektif literasi manusia,
tujuannya adalah agar manusia dapat berfungsi dengan baik di lingkungan manusia yang
semakin dinamis.

17
Sangat banyak diskusi dan debat tentang bagaimana spesifikasi SDM dalam menghadapi
era industri 4.0 ini, terutama karena dampak dari implementasi industri 4.0 secara langsung akan
mempengaruhi berbagai tatanan kehidupan sosial secara global. Perubahan proses bisnis dan
model bisnis yang didorong oleh industry 4.0 ini akan berpengaruh kepada kualifikasi kompetensi
SDM yang berperan di dalamnya. Beberapa karakteristik kompetensi (skill, knowledge dan
attitude) yang dibutuhkan dalam perspektif SDM yang mampu bersaing di era industri 4.0 yang
dikumpulkan dari beberapa tulisan (pustaka) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Karakteristik Kompetensi yang Dibutuhkan Dalam Era Industri 4.0


No Penulis Koompetensi yang dibutuhkan

1 Haryono - literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia, humanities, komunikasi dan
(2018) desain
- kepemimpinan (leadership) dan bekerja dalam team (teamwork), kelincahan dan
kematangan budaya (cultural agility), dengan latar belakang budaya yang berbeda
tetap bisa bekerjasama, dan entreprenurship (termasuk sociopreneurship).
2 Maresova - keterampilan teknologi IT, perangkat lunak (software), program aplikasi, dan
dkk. (2018) sistem otomatis
- kemampuan untuk menggunakan perangkat digital, aplikasi, Web 2.0, dan alat
elektronik apa pun, tetapi juga keterampilan yang berorientasi pengguna akan
diperlukan
- keterampilan komunikasi, keterampilan sosial, keterampilan organisasi, kerja tim,
pekerjaan proyek, tetapi juga kesadaran antar budaya dan,
- keterampilan bahasa.
3 Kergroach - Kemampuan belajar (life-long learning)
(2017) - Kemampuan pemecahan masalah, intuisi, kreativitas, dan persuasi
- Keterampilan lunak (soft skill) seperti pengorganisasian diri (Self organization) ,
manajemen, kerja tim (teamwork) , atau keterampilan komunikasi (communication
skill)
4 Safaun (2018) - Etos kerja/karakter/soft skill
- Penguasaan teknologi dasar (komputer, smartphone) dan teknologi informasi
- Penguasaan teknologi yang bersifat teknis sederhana bagi pekerja jasa cleaning
service, asisten rumah tangga, dsb
- Kemampuan “problem solving” bagi lulusan Perguruan Tinggi
- Bahasa asing (Inggris) bagi tenaga pariwisata (guide, hotel, restoran), konstruksi,
dsb
5 Grzybowska - Kreatifitas
dan Łupicka - Enterpreunership skill
(2017) - Pemecahan Masalah (Problem solving skill)
- Pemecahan Konflik (Conflict Solving Skill)
- Pengambilan Keputusan (Decision Making)
- Analytical Skill
- Research Skill
- Effieciency Orientation
6 Schmid (2017) - Technical skill : kemampuan pengontrolan, monitoring dan penanganan gangguan,
pengambilan keputusan dan analisis data
- Data and IT Skill : penanganan data-system, pengembangan program, desain
system, programming, dan data security

18
- Social Skill : kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak yang multidisplin ilmu
dan orang-orang dari berbagai asal usul, komunikasi yang baik, bekerja dengan
result oriented, mampu menggunakan berbagai media modern dengan berbagai
platform.
- Personal skill : bertanggung jawab, kapabilitas analisis berfikir yang kuat, problem
solver mindset, dan kontrol pengorganisasian diri, dsb
7 Prifti dkk. - Technical Skill : Keterampilan berkomunikasi (Communication skill) termasuk
(2017) didalamnya kemampuan literasi, intercultural competency, presentation ability ,
- Social Skill : kolaborasi , compromising dan negosiasi , emotional intelligence,
teamwork, analytical skill, project management, environment awareness, customer
orientation, business network, kepemimpinan dan pengambilan keputusan dan
problem solving
- Technological Skill : pengetahuan ekonomi, service orientation, business process,
change management, digital security, data and network, M2M communication,
modelling and programming, cloud computing, statistic and data analytic

Sementara itu Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menyatakan, bahwa dimasa


industry 4.0 akan ada 3 elemen kompetensi ( ability, basic skills, dan cross functional skill) yang
sangat berperan bagi SDM untuk dapat bersaing atau menjadi spesifikasi yang dibutuhkan dalam
pekerjaan di era industri 4.0 seperti pada gambar berikut ini :

Kompetensi Pekerja di masa Industri 4.0

Kemampuan/ Keterampilan Ketrampilan Lintas Fungsi /


Ability Dasar/Basic Skill Cross functional skill

Kemampuan Kognitif : Manajemen Sumber Daya


Ketrampilan Konten (Content Ketrampilan Sosial (Social Skills) :
- Kognitif fleksibilitas (Resource Management Skills) :
Skills) : - Koordinasi dengan orang lain
- Kreatifitas - Manajemen Sumber Daya
- Pembelajaran aktif (Active - Emotional Intelligence
- Logika berfikir Keuangan
Learning) - Negosiasi
- Sensitivitas terhadap - Manajemen Material
- Oral expression - Persuasi
Problem - Manajemen SDM
(Kemampuan berbicara) - Orientasi Pelayanan (Service
- Logika Matematika - Manajemen Waktu
- Kemampuan literasi Orientation)
- Visualisasi
(Reading Comprehension) - Pelatihan dan Pengajaran
- Ekspressi Menulis ( orang lain Ketrampilan Teknikal
Writing expression) (Technical Skills) :
Kemampuan Fisik:
- Literasi ICT Ketrampilan Sistem l (System Skills) - Perawatan dan Perbaikan Alat
- Sehat dan kuat
: - Pengoperasian Alat dan
- Ketangkasan Manual
- Pengambilan Keputusan Pengontrolan
dan Presisi
Ketrampilan Proses (Process - Programming
- Analisis Sistem
Skills) : - Quality Control
- Active Listening - Teknologi dan Perancangan
- Kritis (Critical Thinking) Keterampilan Penyelesaian
Pengalaman Pengguna
- Monitoring diri dan orang Masalah Komplek (Complex
(Technology and User
lain (monitoring self and Problem Solving Skills ) :
Experience Design)
others) - Penyelesaian masalah kompleks
- Troubleshooting

Gambar 2 : Keterampilan yang dibutuhkan dalam Industri 4.0 (Modifikasi)


(Sumber : https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/presentation/wcms_552349.pdf)

19
Sementara itu menurut Gray (2016) , World Economic Forum menyimpulkan bahwa pada
tahun 2020 akan ada 10 keterampilan yang utama dalam era industri 4.0 seperti terlihat di bawah
ini :

Gambar 3: 10 Keterampilan Teratas Untuk Pekerjaan di tahun 2020


(Sumber : Gray, A., 2016)

E. Penutup

Kehadiran era industri 4.0 sudah berlangsung dan tidak ada yang bisa menolaknya karena
industri merupakan salah satu sendi kehidupan manusia yang berkaitan dengan sendi-sendi
lainnya seperti ekonomi dan sosial. Industri 4.0 ini membawa perubahan di berbagai sektor
industri dan menjadi salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan
teknologi yang dikembangkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Industri 4.0 akan mempengaruhi proses produksi diberbagai manufaktur, tetapi secara
langsung akan berdampak ke dalam proses bisnis secara keseluruhan dan merangsang
terbentuknya model-model bisnis baru yang lebih produktif dan efisien dan hal ini berkaitan
dengan proses produksi industri tersebut seperti persiapan bahan baku , pelayanan konsumen
serta kepedulian terhadap lingkungan dan stakeholder. Kehidupan bisnis di berbagai negara
akan bergerak cepat dengan sistem baru yang didorong oleh perubahan teknologi produksi di
berbagai manufaktur. Terbuka peluang untuk setiap orang, Lembaga , perusahaan atau negara
untuk memanfaatkan keunggulan dan potensi industri 4.0 ini.
Bagaimanapun, keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) tetap akan menjadi sangat
penting dalam era ini. Keterampilan (Skill) dan pengetahuan (Knowledge) dasar SDM tentang
proses produksi dalam berbagai fitur-fitur transformasi di dalam industri 4.0 (seperti otomasi,
Internet of Thing- IoT, artificial intelligence – AI, big data, robotic, printer 3D, AR, dll) menjadi hal
yang sangat wajib untuk dikuasai kemudian ditambah dengan perilaku-perilaku (attitude) handal

20
termasuk social skill (keterampilan sosial) akan menjadi syarat kualifikasi kompetensi yang wajib
dimiliki setiap SDM agar mampu bersaing dan mengambil bagian dalam era tersebut.
Peningkatan kompetensi SDM dalam menghadapi era industri 4.0 ini menjadi salah satu
keharusan yang selayaknya dirancang oleh masing-masing individu, keluarga, pemerintah,
masyarakat termasuk di dalamnya dunia pendidikan dan perusahaan (industri).

21
DAFTAR PUSTAKA

Andersson, P., dan Mattsson, G. L. (2015). Service Innovations Enabled by the Internet of Things.
IMP Journal, 9(1), 85–106.

Arroyo, L., Murillo, D., dan Val, E. (2017). Trustful and Trustworthy: Manufacturing Trust in the
Digital Era. Barcelona: ESADE Roman Llull University Institute for Social Innovation; EY
Fundación, Espana.

Bella, A. (2018). SDM Jadi Kunci Revolusi Industri 4.0. Marketers 10 Nov 2018. Diakses tanggal 4
April 2019 dari http://marketeers.com/sdm-jadi-kunci-revolusi-industri-4-0/

Bloem, J., van Doorn, M., Duivesten, S., Excoffier, D., Maas, R., dan van Ommeren, E. (2014). The
Fourth Industrial Revolution Things to Tighten the Link Between IT and OT. VINT research
report 3 of 4.

Crnjac, M., Veza, I., dan Banduka, N. (2017). From Concept to the Introduction of Industry 4.0.
International Journal of Industrial Engineering and Management (IJIEM), 8 (1), 21-30

Deloitte. (2015). Industry 4.0 Challenges and Solutions for the Digital Transformations and Use of
Exponential Technologies. Deloitte AG: Zurich

Fraccari, M. (2017). Industry 4.0: A digital blueprint for success. Amphenol FCI.

Gerbert, P., Lorenz, M., Rüßmann, M., Waldner, M., Justus, J., Engel, P., dan Harnisch, M. (2015).
Industry 4.0: The Future of Productivity and Growth in Manufacturing Industries. Diakses
pada 3 April 2019 dari
https://www.bcg.com/publications/2015/engineered_products_project_business_indus
try_4_future_productivity_growth_manufacturing_industries.aspx

Gray, A. (2016). The 10 skills you need to thrive in the Fourth Industrial Revolution. Diakses pada
6 April 2019 dari https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-10-skills-you-need-to-
thrive-in-the-fourth-industrial-revolution/

Grzybowska, K., dan Łupicka. A. (2017). Key competencies for Industry 4.0. Economics &
Management Innovations (ICEMI), 1(1), 250-253. Diakses 4 April 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/322981337_Key_competencies_for_Industry
_40

Halim, S. (2018). Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Diakses 4 April 2019 dari
https://medium.com/@stevanihalim/revolusi-industri-4-0-di-indonesia-c32ea95033da

Haryono, S. (2018). Re-Orientasi Pengembangan SDM Era Digital Pada Revolusi Industri 4.0.
Diakses pada 4 April 2019 dari

22
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/19182/Full_Paper_Sioswoyo_
NCMAB_18_UMS.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Heng, S. (2014). Industry 4.0: Upgrading of Germany's Industrial Capabilities on the Horizon.
Diakses pada 01 April 2019 dari https://ssrn.com/abstract=2656608. Diakses pada 17 Juni
2017

Hermann M., Pentek T., Otto B., (2016). Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios. Dalam 49th
Hawaii International Conference on System Sciences (HICSS), IEEE

Kagermann, H., Lukas, W.D., & Wahlster, W. (2013). Final report: Recommendations for
Implementing the Strategic Initiative INDUSTRIE 4.0. Industrie 4.0 Working Group.

Kergroach, S. (2017). Industry 4.0: New Challenges and Opportunities for the Labour Market.
Foresight And STI Governance, 11(4), 6-8. Diakses pada 4 April 2019 dari https://foresight-
journal.hse.ru/data/2018/01/09/1160538630/0-Kergroach-6-8.pdf

Kligenberg, C. (2017). Industry 4.0: what makes it a revolution?.Paper presented in EurOMA 2017.
Diakses pada 01 April 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/319127784_Industry_40_what_makes_it_a_
revolution/download

Lasi H., Fettke P., Kemper H.G., Feld T., Hoffmann M. (2014). Industry 4.0. Business & Information
Systems Engineering , 6(4), 329-242

Lewis, B. , dan Naden, C. (2018). The New Industrial Revolution. ISO Focus #131, Switzerland

Lu Y. (2017). Industry 4.0: A Survey on Technologies, Applications and Open Research Issues.
Journal of Industrial Information Integration, 6(2018), 6-10.
DOI: 10.1016/j.jii.2017.04.005

Maresova, P., Soukal, I., Svobodova, L., Hedvicakova, M., Javanmardi, E., Selamat, A., dan
Krejcar, O. (2018). Consequences of Industry 4.0 in Business and Economics. Economies
2018, 6 (46), 1-14 ; doi:10.3390/economies6030046

Ministry of Industry Republic Indonesia. (2017). Chances & Challenges Of Industry 4.0 Workforce.
Jakarta 17 April, 2017. Diakses tanggal 5 April 2019 dari
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/presentation/wcms_552349.pdf

Mohrar, R., Arman, H. dan Mousa, S. (2017). The Fourth Industrial Revolution (Industry 4.0) : A
Social Innovation Perspective. Technology Innovation Management Review, 7 (11), 12-20

Moraes, E.C. (Oct, 2017). Industry 4.0 And Its Impacts on Society. Proceedings of the International
Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Bogota, Colombia,
October 25-26, 2017

23
Nagy, J., Olah, J., Erdei, E., Mate, D., dan Popp, J. (2018). The Role and Impact of Industry 4.0 and
the Internet of Things on the Business Strategy of the Value Chain—The Case of Hungary.
Sustainability 10, 2018. doi:10.3390/su10103491

Prasetyo, H. dan W. Sutopo. (2018). Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
Perkembangan Riset. J@ti Undip: Jurnal Teknik Industri, Vol. 13 (1), 17-26

Prifti, L., Knigge, M., Kienegger, H., Krcmar, H. (2017). A Competency Model for "Industrie 4.0"
Employees, in Leimeister, J.M.; Brenner, W. (Hrsg.). Proceedings der 13. Internationalen
Tagung Wirtschaftsinformatik (WI 2017), St. Gallen, S. 46-60

Roblek, V., Meško, M., dan Krapež, A. (2016). A Complex View of Industry 4.0. SAGE Open, 2016,
1–11. DOI: 10.1177/2158244016653987

Rojko, A. (2017). Industry 4.0 Concept: Background and Overview. iJIM , 11(5), 77-90

Rosyadi, S. (2018). Revolusi Industri 4.0 : Peluang Dan Tantangan Bagi Alumni Universitas
Terbuka. Diakses pada 01 April 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/324220813_REVOLUSI_INDUSTRI_40

Safaun, S. (2018). Perencanaan Tenaga Kerja & Pengembangan SDM Menghadapi Revolusi
Industri 4.0. Diakses tanggal 4 April 2019 dari
http://disnakertrans.jatengprov.go.id/assets/pengunjung/upload/publikasi/PTK_Jateng_
MEI_2018.pdf

Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Geneva, Switzerland : World Economic
Forum

Ślusarczyk, B. (2018). Industry 4.0 – Are We Ready?. Polish Journal Of Management Studies, 17
(1), 232-248.

Schmid, U. (2017). What Type Of Competencies Will Industry 4.0 Require? Diakses pada 4 April
2019 dari https://www.hr40.digital/en/what-type-of-competencies-will-industry-4-0-
require/

Tjandrawinata, R. R. (2016). Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya Pada Bidang
Kesehatan Dan Bioteknologi. Working Paper of Dexa Medica Group. Medicinus, 29(1), 31-
39. 10.5281/zenodo.49404. Diakses pada 01 April 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/293695551_Industri_40_revolusi_industri_a
bad_ini_dan_pengaruhnya_pada_bidang_kesehatan_dan_bioteknologi

UNIDO, (2016). Industri 4.0 Opportunities and Challenges of the New Industrial Revolution for
Developing Countries and Economies in Transition – Panel Discussion. Department of
Trade, Investment and Innovation (TII) Vienna International Centre, Vienna, Austria

24
Warta Ekonomi. (16 April 2018). Menyelaraskan Industri 4.0 dengan Pembangunan SDM. Diakses
pada 4 April 2019 dari https://www.wartaekonomi.co.id/read177680/menyelaraskan-
industri-40-dengan-pembangunan-sdm.html

25

Anda mungkin juga menyukai