Anda di halaman 1dari 23

KAJIAN TENTANG UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dinamika Tanah
Dosen : Dewi Yustiarini, S.T., M.T.

Oleh :
INDRA HARFANI SOESANTO
1106595

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Berkah,
Rahmat Dan Hidayah-Nyalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dalam hal teknik penulisan, tata bahasa maupun isinya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan demi
penyempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
para pembaca sekalian.

Bandung, Oktober 2014

Penyusun

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan Indonesia i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II STUDI PUSTAKA
A. Sejarah Ketenagakerjaan..................................................................4
B. Ketenagakerjaan...............................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
A. Kajian Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan...............................................................................7
B. Analisis Isu Aktual Ketenagakerjaan.............................................16
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan..........................................................................................18
B. Rekomendasi..................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan Indonesia ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 1 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan menyatakan Ayat (2)
“Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat” dan Ayat (3) “Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Batas pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut dengan hukum
perburuhan atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian hukum itu sendiri,
yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang ahli hukum. Tidak satu pun
batas pengertian itu dapat memuaskan karena masing-masing ahli hukum
memiliki alasan tersendiri.
Mereka melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang
berbeda. Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara ahli hukum yang satu
dan yang lainnya.
“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”Maka dari itu dalam
makalah ini kan di bahas mengenai pasal-pasal dan undang-undang apasajakah
yang mengatur tentang perburuhan dan ketenaga kerjaan.
Ketenagakerjaan pada awalnya merupakan bidang yang berada dalam
ruang lingkup hukum privat. Namun karena ketenagakerjaan dianggap menjadi
bidang yang penting untuk diatur secara langsung oleh negara. Maka negara turun
tangan langsung dengan membuat regulasi yang mengatur mengenai
ketenagakerjaan. Sehingga, ketenagakerjaan tidak lagi bagian dari hukum privat
tetapi menjadi bagian dari hukum publik. Alasan lain mengapa langkah ini
dilakukan oleh negara adalah karena banyaknya kasus yang menjadikan Tenaga
Kerja Indonesia dalam maupun luar negeri menjadi korban dan kurang mendapat
perlindungan. Pembuatan regulasi yang mengatur secara khusus ketenagakerjaan
dituangkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


Masalah yang sering terangkat ke permukaan dan menjadi berita utama serta buah
bibir dimasyarakat adalah perlakuan diskriminasi. Perlakuan tidak adil antara
sesama pekerja/buruh maupun antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam
Pasal 5 dan 6 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hal ini telah diatur
agar tidak adanya diskriminasi. Masalah lain yang saat ini juga sedang menjadi
bahan pembicaraan dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalahoutsourcing.
Dimana praktek outsourcing ini menyengsarakan pekerja atau buruh dan
menyebabkan kaburnya hubungan kerja serta industrial antara pekerja dengan
pengusaha.
Sebelum terjalinnya hubungan kerja antara pekerja dan orang yang akan
mempekerjakannya terdapat proses dalam ketenagakerjaan yang harus dijalani.
Mulai dari prakerja, hubungan kerja, menjalankan pekerjaan dan pascakerja.
Dalam menjalani proses tersebut tidak akan selalu berjalan dengan mulus. Tentu
akan dijalani berbagai rintangan demi peningkatan kerja yang lebih baik. Dalam
proses tersebut juga akan lahir berbagai masalah.
Dengan berbagai masalah yang timbul dalam ketenagakerjaan baik sebelum dan
sesudah regulasi ketenagakerjaan lahir. Perlu diketahui bagaimana tingkat
penerimaan masyarakat serta pemahaman masyarakat atas lahirnya UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu juga masih perlu dipertanyakan
bagaimana tingkat perlindungan yang diberikan oleh UU Ketenagakerjaan kepada
pekerja ataupun pengusaha. Tujuan dari regulasi tersebut juga perlu di identifikasi
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat
banyak hal yang peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ?
2. Apakah tujuan dari disahkan dan diundangkannya UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan ?

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 2


3. Mengapa setelah adanya regulasi yang mengatur mengenai ketenagakerjaan
masih tetap saja ada masalah dalam bidang ketenagakerjaan ?
4. Bagaimanakah problem solving untuk menyelesaikan masalah dalam bidang
ketenagakerjaan terkait perlindungan tenaga kerja ?

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 3


BAB II
STUDI PUSTAKA

A. Sejarah Ketenagakerjaan
Pada awalnya keberadaan Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri
dari beberapa fase pada abad 120 SM. Ketika bangsa Indonesia mengenal adanya
sistem gotong royong diantara sesama anggota masyarakat. Gotong royong adalah
sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga dengan
tujuan untuk mengisi kekurangan tenaga. Sifat gotong royong memiliki nilai luhur
yang juga diyakini membawa kemaslahatan. Dengan nilai-nilai kebaikan,
kebijakan, dan hikmah untuk masyarakat hingga gotong royong menjadi sumber
terbentuknya Hukum Ketanagakerjaan Adat. Karena bersifat konvensional
regulasi dari Hukum Ketanagakerjaan Adat tidak tertulis. Namun Hukum
Ketanagakerjaan Adat menjadi identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia yang merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari
abad keabad.
Memasuki abad masehi, saat mulai berdirinya kerajaan di Indonesia
hubungan kerja dilakukan dengan adanya perbudakan. Ketika zaman Kerajaan
Hindia Belanda terdapat sistem pengkastaan dengan 5 perbeadaan kasta antara
lain, brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria. Kasta paling rendah adalah
golongan sudra sedangkab paria adalah budak dari kasta brahmana, ksatria, dan
waisya, Golongan paria layaknya budak hanya menjalankan kewajiban sedangkan
hak-haknya dikuasai oleh para majikan.
Pada masa Kerajaan Islam meski tidak secara tegas adanya sistem
pengangkatan. Namun pada pokoknya sama saja, pada masa ini kaum bangsawan
(raden ) mempunyai kekuasaan atau hak penuh atas para tukangnya. Nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh dinding
budaya bangsa yang sudah berlaku sejak 6 abad sebelumnya.
Ketika Hindia Belanda menduduki Indonesia, masalah perbudakan
semakin meningkat. Terdapat perlakuan sangat keji dan tidak berprikemanusiaan
terhadap budak. Problem solvingnya adalah memberikan kedudukan yang sama

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 4


antara budak dengan manusia merdeka secara sosiologis, yuridis dan ekonomis.
Langkah nyata dalam menyelesaikan masalah perbudakan tersebut adalah pada
masa Belanda dengan dikeluarkannya Staatblad 1817 No. 42 yang berisikan
larangan untuk memasukan budak-budak ke Pulau Jawa. Tahun 1818 di tetapkan
pada suatu UUD HB (Regeling Reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR yang
menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1 Juni 1960 perbudakan
dihapuskan.
Berbagai masalah perbudakan dalam ketenagakerjaan terjadi di masa lalu.
Namun selain berbagai kasus pada masa pendudukan Hindia Belanda mengenai
perbudakan yang keji. Terdapat perbudakan lain yang dikenal dengan istilah rodi
yang pada dasarnya sama saja dengan perbudakan lainnya. Rodi pada dasarnya
merupakan kerja paksa yang pada awalnya dilakukan gotong royong oleh semua
penduduk desa-desa tertentu. Dengan keadaan tersebut maka penjajah
memanfaatkannya menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah
Hindia Belanda.

B. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam Pasal 1 angka
2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Sedangkan pengertian dari ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU
No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama,
dan sesudah masa kerja.”
Demi meningkatkan taraf hidup maka perlu dilakukan pembangunan
diberbagai aspek. Tidak terkecuali dengan pembangunan ketenagakerjaan yang
dilakukan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah. Dalam hal ini maksudnya adalah asas pembangunan
ketanagakerjaan berlandaskan asas pembangunan nasional terkhusus asas
demokrasi pancasila, asas adil, dan merata.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 5


Dalam pelaksanaan proses hubungan kerja terdapat bagian-bagian yang
harus dijalani. Ruang lingkup dari ketenagakerjaan itu senditi adalah pra kerja,
masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post employment). Cakupan dari
ketenagakerjaan terbilang luas, jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila
dibandingkan dengan hukum perdata yang diatur dalam buku III title 7A.
Terdapat ketentuan yang mengatur penitikberatan pada aktivitas tenaga kerja
dalam hubungan kerja
Berbicara mengenai hubungan kerja Pasal 1 angka 15 UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : ”Hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian
kerja yang mempunyai unsure-unsur pekerjaan , upah dan perintah” dan
“Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari
perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak
tertentu.”

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 6


BAB III
PEMBAHASAN

A. Kajian Undang-undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan


Jika diidentifikasi tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan maka dalam regulasi itu sendiri terdapat 4 (empat) tujuan yang
disebutkan pada Pasal 4 bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
adalah “Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu
kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-
luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan
ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam
Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai
kemanusiaannya.”
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


adalah “Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan
memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh
tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian
pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi
kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.”

3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan


kesejahteraan;
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Karena bidang ketenegakerjaan dianggap penting dan menyangkut


kepentingan umum. Maka pemeritah mengaihkannya dari hukum privat menjadi

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 7


hukum publik. Alasan lain adalah banyaknya masalah ketenagakerjaan yang
terjadi baik dalam maupun luar negeri. Salah satu contoh adalah banyak kasus
yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menyangkut penggunaan
tenaga kerja asing. Setiap putusan badan peradilan PHI akan menjadi evaluasi
untuk kepentingan di bidang ketenagakerjaan.

Bagian penting dalam ketenagakerjaan yang banyak mendapat sorotan


adalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hubungan kerja
ini termasuk sebagai Perjanjian. Sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yang
berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Dalam Pasal 1320
KUHPerdata terdapat syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah :

 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;


 kecakapan untuk membuat suatu perikatan
 suatu pokok persoalan tertentu
 suatu sebab yang tidak dilarang

Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang
dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung
kesepakatan kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan
dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang
dilakukan harus menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian yang telah disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU no.13
thn. 2003 maka terdapat unsur dari hubungan kerja yaitu :

1. Adanya unsure service (pelayanan)


2. Adanya unsure time (waktu )
3. Adanya unsure pay (upah )

Masyarakat pada umumnya tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan


tidak adil (diskrimimasi) antara sesama pekerja atau antara pekerja dengan
pengusaha. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 8


Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” dan Pasal 6 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”
Masyarakat menerima dan memahami ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan berbagai masalah
yang telah terjadi sebelum lahirnya UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan sebagian bisa teratasi setelah lahirnya regulasi tersebut.
Namun setelah lahirnya UU tersebut tidak menutup kemungkinan lahirnya
masalah baru terkait dengan ketenagakerjaan. Salah satu yang menjadi masalah
adalah masih kurangnya tingkat perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam
hubungan kerjanya dengan pengusaha yang memperkerjakannya. Masalah
tersebut adalah outsourcing yang dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan tidak diatur secara khusus dalam penyelesaiannya.
Pemahaman masyarakat atas kurangnya perlindungan hukum terhadap
pekerja/buruh serta masih adanya celah untuk lahirnya masalah baru atas UU No.
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melahirkan niat dari masyarakat untuk
dilakukannya revisi atas UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adanya
niat dari pemerintah untuk melakukan revisi atas UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Membuka pintu solusi kepada masyarakat untuk mengatasi
berbagai permasalahan telah terjadi serta sebagai langkah preventif untuk masalah
baru. Pemerintah memberikan kesempatan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) untuk melakukan kajian independen dan penyempurnaan revisi
UU Ketenagakerjaan tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Menakertrans Muhaimin Iskandar setelah melakukan pertemuan konsolidasi
Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKS) Tripartit Nasional, di Jakarta, tepatnya
Senin tanggal 8 November 2010 lalu.
Dalam pertemuan tersebut dibahas pasal-pasal yang terkait dengan
outsourcing (alih daya), pengupahan, jaminan sosial dan pesangon serta dan
pelaksanan perjanjian kerja waktu tertentu. Disebutkan bahwa dalam pertemuan
tersebut adanya kesepakatan pengkajian mendalam menghenai penyempurnaan

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 9


dan revisi UU No. 13/2003 yang dilakukan secara komprehensif, baik itu revisi
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu sendiri, ataupun terkait
dengan revisi UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan UU
No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Adanya wacana bahwa pada tahun 2010 lalu telah beredarnya beberapa
draft yang disebut revisi UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada
saat itu pula Muhaimin selaku Menakertrans menegaskan bahwa draft tersebut
bukan berasal dari Kemenakertans. Maka semua pihak diharapkan tidak percaya
begitu saja dengan isi draf-draft tersebut karena akan memunculkan kekhawatiran
dan sikap saling curiga terutama diantara pekerja dan buruh. Menakertrans juga
menyebutkan bahwa pada tahun 2010 lalu pada tepatnya pada bulan November
proses penyempurnaan UU Ketenagakerjaan masih dibahas di lingkungan internal
Kemenakertrans kemudian akan dibahas lintas kementerian dan pihak lainnya.
Pada tahun 2011 ini akan dilakukan tahap pematangan. Jika materi atas revisi UU
Ketenagakerjaan tersebut sudah matang maka akan diajukan ke DPR hingga
akhirnya akan diratifikasi. Meski sampai saat ini belum terlihat adanya tanda akan
di undangkannya hasil revisi dari UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Namun langkah revisi atas UU Ketenagakerjaan adalah problem
solving atas masalah yang timbul sebelum dan setelah lahirnya regulasi tersebut.
Hal ini juga menjawab permasalahan mengapa masalah terkait ketenagakerjaan
tetap ada meski UU Ketenagakerjaan tersebut sudah lahir.
Masyarakat sudah memahami dengan jelas setiap ketentuan dari UU No.
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pernyataan tersebut bisa dikeluarkan
karena Menakertrans yang menyebutkan setiap kalangan masyarakat terutama
kalangan pengusaha, serikat pekerja/serikat bisa memberikan sebanyak mungkin
saran, masukan dan kajian terhadap penyempurnaan dan revisi UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan melalui tiga pihak yaitu, Menakertrans, LIPI dan
LKS Tripartit. Tanggapan masyarakat menunjukkan bahwa menerima dengan
baik UU tersebut ditunjukkan dengan adanya niat untuk perbaikan regulasi
tersebut. LKS Tripartit masih terbilang jarang terdengar ditelinga masyarakat
yang merupakan forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh. Konsolidasi tersebut dilakukan
dengan LKS Tripartit demi memperkuat peranannya dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh, menarik investasi dan penciptaan industri yang lebih
bagus.
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan melanggar konstitusi dan ada pula yang berpendapat
sebaliknya. Dewasa ini masih menjadi perdebatan mengenai hal tersebut,
mungkin tak akan ada jawaban seragam mengenai pernyataan. Tapi yang pasti
fakta menunjukkan banyak pasal dari undang-undang itu yang “dirontokkan”
Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Tercatat sampai saat ini ada tujuh kali pengujian UU Ketenagakerjaan yang
semuanya diajukan oleh buruh atau serikat buruh. Hanya satu pengujian yang
ditolak MK. Selebihnya diterima MK dengan menyatakan pasal tertentu tak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Atau ada juga pasal yang tetap dinyatakan
konstitusional sepanjang memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan MK.
Berikut permasalahan aktual berkaitan dengan ketenagakerjaan di
Indonesia (Sumber: Okezone.com), yaitu :
1. Situasi perekonomian Indonesia pada tahun yang akan datang
dipenuhi dengan tantangan yang cukup berat dengan adanya krisis ekonomi yang
melanda negara Eropa saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir diklaim meningkat, terlihat pada triwulan kedua 2012 mencapai
6,4%.
2. Permasalahan kedua, rendahnya kualitas angkatan kerja. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), Februari 2012, rendahnya kualitas angkatan
kerja terindikasi dari perkiraan komposisi angkatan kerja yang sebagian besar
berpendidikan SD ke bawah yaitu 47,87 persen, SMP 18,28 persen dan yang
berpendidikan lebih tinggi termasuk perguruan tinggi hanya 9,72 persen.
3. Besarnya pengangguran. Pada Februari 2012, angkatan kerja
Indonesia berjumlah 120,41 juta orang. Dari jumlah itu, pengangguran terbuka
mencapai 7,61 juta orang atau 6,32 persen.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


4. Permasalahan keempat yakni globalisasi arus barang dan jasa,
permasalahan ini dangat terkait dengan bidang ketenagakerjaan. Sebagai contoh
dalam sistem perdagangan bebas baik dalam kerangka WTO, APEC, dan AFTA
mempengaruhi perpindahan manusia untuk bekerja dari suatu negara ke negara
lain yang telah menjadi salah satu modalitas perdagangan jasa yang harus ditaati
oleh setiap anggota.
Sedangkan dari segi aturan hukum, UU Ketengakerjaan pun menimbulkan
pro dan kontra dalam penerapannya. Berikut pasal demi pasal yang menjadi pro
dan kontra dalam penerapannya :
1. Pasal 52-54
Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja. Memiliki kontrak kerja sangat penting
dalam hubungan profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak dan
kewajiban menjadi tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dicermati
dalam kontrak kerja yaitu : 1) Mengikat pengusaha dan pegawai. 2) Dibuat
dengan Jelas. 3) Tambahan yang perlu diperhatikan: tunjangan dan fasilitas,
masalah pengangkatan, kontrak khusus, jadwal kerja, pemutusan hubungan kerja,
kontrak kerja masa percobaan. Kebanyakan para pengusaha membuat perjanjian
kerja yang merugikan buruh dikemudian hari, hal itu disebabkan masih rendahnya
tingkat pendidikan buruh di Indonesia.

2. Pasal 64; 65; 66


Outsourcing. Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek
saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana
lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus
dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan,
efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan
dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi
dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang
(supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada
pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan
terutama masalah ketenagakerjaan. Karyawan outsourcing selama ditempatkan
diperusahaan pengguna jasa outsourcing wajib mentaati ketentuan kerja yang
Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1
berlaku pada perusahaan outsourcing, dimana hal itu harus dicantumkan dalam
perjanjian kerjasama. Mekanisme Penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan
diselesaikan secara internal antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan
pengguna jasa outsourcing, dimana perusahaan outsourcing seharusnya
mengadakan pertemuan berkala dengan karyawannya untuk membahas masalah-
masalah ketenagakerjaan yang terjadi dalam pelaksanaan outsourcing.

3. Pasal 35 dan 37
Masalah pada Pasal 35 ayat (1), “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga
kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana
penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana
penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri
dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan;
dan (b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat
(1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu.” Kesengsaraan yang ditimbulkan akibat pasal tersebut : Pertama, sulit
mendapatkan jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali. Kedua, Pemotongan
upah yang besar. Kesengsaraan ketiga, jaminan sosial tenaga kerja tidak diurus.

4. Pasal 78
Lembur. Upah Kerja Lembur adalah upah yang diterima pekerja atas
pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukannya.
Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara menghitung
upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang tertuang
dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004.

Yang harus dipahamin bahwa lembur bukan merupakan Penghasilan dan


Lembur itu adalah sukarela. Kedua hal itu penting untuk di”mind set” kan sebab
tidak selamanya pekerja/buruh akan melakukan kerja lembur. Setelah bekerja
beberapa tahun dapat saja pekerja/buruh memperoleh posisi yang sudah tidak lagi
membutuhkan lemburan. Selain itu tidak setiap saat pekerja/buruh sedia
melaksanakan pekerjaan melewati waktu kerja karena adanya kebutuhan lain yang
mesti dikerjakan pada saat yang bersamaan. Disamping itu ada satu hal penting

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


lain yang mestinya menjadi bahan pertimbangan seorang pekerja/buruh
melaksanakan lembur meski tidak mudah dilakukan adalah pada waktu perintah
untuk lembur diberikan segera sediakan Formulir Lembur untuk diisi dan ditanda
tangani oleh pekerja/buruh dengan pejabat berwenang atau yang memerintahkan
lembur disesuaikan dengan masing-masing perusahaan. Jelas diatur dalam
Kepmen bahwa untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dan
persetujuan tertulis dari kedua belah pihak antara pekerja/buruh dan pejabat yang
memerintahkan lembur. Dalam peraturan ketenagakerjaan waktu kerja lembur
hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1
minggu.

Sesuai ketentuan dalam Kepmen 102/2004 Pasal 10 dalam hal upah terdiri
dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap maka dasar perhitungan upah lembur
adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah. Dalam hal upah terdiri dari upah
pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah
tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan
upah maka dasar perhitungan upah lembur 75 %. (tujuh puluh lima perseratus)
dari keseluruhan upah. Cara perhitungan lembur ini sekali lagi landasannya adalah
Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan UU maka hal itu tidak
diperkenankan.

5. Pasal 88-98
Struktur dan skala upah. Pada prakteknya, sering kali jumlah tunjangan
menjadi lebih besar dari gaji pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Hal ini
tentu saja dapat menimbulkan salah pengertian di dalam hubungan kerja yang
akhirnya akan dapat mengganggu hubungan antara pengusaha dengan pekerja.
Karena tunjangan yang diberikan besar maka jumlah gaji keseluruhan (take home
pay) dirasa telah melebihi Upah Minimum, padahal Upah Minimum hanya terdiri
dari Gaji pokok + tunjangan tetap saja. Setiap tahun terjadi demo yang dilakukan
buruh untuk meminta kenaikan UMP. Pemerintah hendaknya mengkaji ulang
struktur dan skala pengupahan yang adil, bagi pengusahan maupun buruh. Jangan
hanya karena demo buruh, maka UMP naik. Perlu diperhatikan bahwa demo

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


buruh dan mengganggu produksi dan membuat investor enggan berinvestasi.
Kepentingan buruh dan pengusaha hendaknya diakomodir dengan baik agar tidak
saling merugikan.

6. Pasal 108-115
Peraturan Perusahaan. Peraturan perusahaan merupakan salah satu unsur
penting bagi stabilitas usaha dan pembianaa karyawan. Peraturan perusahaan
merupakan sebuah kebutuhan dasar ketika usaha mulai berkembang dan menggaji
orang sebagai karyawan. Pada pasal 108-155 Undang-undang Tenaga Kerja No
13 Tahun 2003 mengatur mengenai hal ini. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan
perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari
pengusaha yang bersangkutan. Setelah kita lihat bahwa maksud dan fungsinya
peraturan perusahaan adalah baik, seharusnya perusahaan tidak menunda untuk
membuat dan mengesahkan peraturan perusahaannya. Akan tetapi masih banyak
perusahaan yang tidak memiliki, menunda untuk mengesahkannya dan bahkan
membuatnya tapi tidak mengesahkan dan tidak mensosialisasikannya ke
karyawan. Akhirnya banyak masalah datang, keharmonisan terganggu dan kinerja
menurun.
Selain keenam permasalahan tersebut, masih banyak pasal demi pasal UU
Ketenagakerjaan yang perli dikritisi dan ditelaah. UU Ketenagakerjaan tersebut
belum mampu menciptakan rasa kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi
pihak terkait. Masalah lainnya pada penerapan UU dan peraturan terkait dalah:
lemahnnya perlindungan kerja terutama TKI di luar negeri, diskriminasi terhadap
gender dan penyandang cacat, pekerja anak, pelatihan kerja yang buruk, jaminan
sosial dan kesehatan, diskriminasi pekerja lokal dan asing, birokrasi panjang yang
menyulitkan pengusaha dan investor, demonstasi, dan masih banyak lagi
permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


B. Analisis Isu Aktual Ketenagakerjaan
Penulis hanya akan menganalisis secara mendalam dua permasalahan
ketenagakerjaan yang menimbulkan pro kontra di masyarakat, yaitu PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) karena kesalahan berat dan Outsourcing. Berikut
analisis mengenai Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
terkait berbagai permasalahan yang menjadi isu aktual dan menimbulkan berbagai
pro dan Kontra dalam penerapannya :

1. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena kesalahan berat

Selanjutnya, putusan MK pertama kali yang dibahas adalah putusan


No.012/PUU-I/2003 yang salah satunya membatalkan Pasal 158 tentang PHK
karena kesalahan berat. Praktiknya, masih banyak pekerja yang dipecat dengan
alasan atau dasar Pasal 158 UU Ketenagakerjaan.

Pada awal diundangkanya UU No. 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), salah satu alasan Pemutusan Hubungan
Kerja adalah, karena “kesalahan berat”, yang diatur dalam ketentuan Pasal 158.

Alasan kesalahan berat pada pokoknya mengatur tentang perbuatan pidana


yang telah diatur dalam KUHP, sehingga untuk menyatakan pekerja telah
melakukan kesalahan berat harus atas dasar pekerja tertangkap tangan, ada
pengakuan pekerja yang bersangkutan atau bukti lain berupa laporan kejadian
yang dibuat oleh pihak berwenang, di perusahaan yang bersangkutan, dengan
didukung oleh dua orang saksi.

Apabila hal tersebut terpenuhi maka pengusaha diberi kewenangan oleh


undang-undang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa
wajib membayar uang penggantian hak, uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja.

UU Ketenagakerjaan sendiri tidak memberikan pengertian “kesalahan


berat”, sehingga dalam praktik kualifikasi kesalahan berat yang diatur dalam Pasal
158 ayat (1) menjadi terbatas. Atau dengan perkataan lain, tidak boleh ada
kualifikasi perbuatan lain yang digolongkan menjadi kesalahan berat.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


Berdasarkan fakta yang terjadi dalam penerapan pemutusan hubungan
kerja karena kesalahan berat maka sudah saatnya untuk menyamakan persepsi
bahwa melakukan proses pidana terhadap pekerja yang melakukan kesalahan
berat harus ditafsirkan sebagai hak pengusaha, sehingga mediator dan hakim tidak
lagi mewajibkan kesalahan berat harus diproses secara pidana terlebih dahulu.

2. Outsourcing

Undang-Undang 13/2003 sebenarnya turut mengatur masalah para tenaga


kerja outsourcing (alih daya), akan tetapi, pada pelaksanaannya, sampai kini,
masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan para tenaga kerja tersebut.

Kata outsourcing memang tidak ada di dalam istilah yang digunakan pada
Undang-undang ketenagakerjaan karena outsourcing adalah istilah dalam bahasa
asing, namun makna dari istilah outsourcing lebih kurang sama seperti yang
tercantum dalam undang-undang no.13 tahun 2003 pada pasal 64 yaitu:
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dalam Undang-undang makna dari
outsourcing adalah menyerahkan sebagian dari pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh. Dalam kenyataan di lapangan, praktek outsourcing lebih dikenal
dengan istilah penggunaan yayasan sebagai penyalur tenaga kerja

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Masyarakat memahami dengan jelas UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang terlihat jelas dengan cara masyarakat menanggapi berbagai
ketentuan dan kekurangan dari UU Ketenagakerjaan tersebut. Masyarakat
memahami dengan baik kurangnya perlindungan yang diberikan terhadap
pekerja/buruh dari regulasi tersebut dan masih adanya celah untuk lahirnya
masalah baru dalam ketenagakerjaan. Masyarakat menerima dengan baik terhadap
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang ditunjukkan dengan adanya
niat masyarakat untuk melakukan perbaikan melalui revisi UU Ketenagakerjaan
tersebut.
Akibat lahirnya berbagai masalah di Indonesia terkait ketenagakerjaan.
Maka ketenagakerjaan yang pada awalnya berada dalam ruang lingkup hukum
privat maka pemerintah memandang hukum ketenagakerjaan itu bagian penting
untuk diatur langsung oleh pemerintah sehingga dialihkan menjadi bagian dari
hukum publik. Sedangkan tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan itu sendiri dituangkan dalam Pasal 4 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Meski awalnya berbagai permasalahan sebelum lahirnnya UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat diselesaikan. Namun ternyata setelah
lahir UU tersebut malah melahirkan masalah baru dalam hal kurangnya
perlindungan terhadap pekerja/buruh dan masih adanya celah lain untuk lahirnya
masalah baru dalam ketenagakerjaan. UU Ketengakerjaan tersebut belum
mengatur dengan jelas perlindungan terhadap pekerja/buruh yang selalu berada
dipihak yang lemah dalam sebuah hubungan kerja.
Problem solving untuk menyelesaikan masalah dalam bidang
ketenagakerjaan saat ini adalah perlunya dilakukan revisi atas UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena masih kurangnya perlindungan yang
diberikan pada pekerja/buruh yang menjadi pihak yang lemah dalam sebuah

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


hubungan kerja dan masih adanya celah yang bisa memberikan masalah baru
dalam ketenagakerjaan terutama dalam hubungan kerja.

Pasal demi pasal UU Ketengakerjaan pun menimbulkan pro dan kontra


dalam penerapannya sebagai berikut :

a. Pasal 52-54 tentang Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja.

b. Pasal 64; 65; 66 tentang Outsourcing

c. Pasal 35 dan 37 tentang perekrutan dan penempatan kerja

d. Pasal 78 tentang Lembur

e. Pasal 88-98 tentang Struktur dan skala upah

f. Pasal 108-115 tentang Peraturan Perusahaan

Dua isu aktual mengenai UU Ketenagakerjaan yang menimbulkan pro dan kontra,
yaitu :

a. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena kesalahan berat


b. Outsourcing

B. Rekomendasi
Penulis dapat memberikan saran bahwa, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan hendaknya direvisi. Hal itu dikarenakan dalam pasal-pasalnya
banyak merugikan kepentingan buruh dan dalam judicial review di MK banyak
pasal yang dibatalkan. Revisi tersebut bertujuan untuk memberi keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum bagi pihak yang terkait dalam hubungan
industrial yaitu, pekerja, pengusaha dan pemerintah.

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 1


DAFTAR PUSTAKA

Sutedi, Andrian, 2009. Hukum Perburuhan. Sinar Grafika. Jakarta

Husni, Lalu. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi.


Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada.

Pangaribuan, Juanda. 2012. Aneka Putusan Mahkamah Konstitusi Bidang Hukum


Ketenagakerjaan. Jakarta: Muara Ilmu Sejahtera Indonesia.
Hukum Perburuhan, Tersedia (online), http://hukumonline.com/ diakses pada hari
Jumat pukul 12:38 WIB tanggal 10 Oktober 2014

Indra Harfani S | Universitas Pendidikan 2

Anda mungkin juga menyukai