MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dinamika Tanah
Dosen : Dewi Yustiarini, S.T., M.T.
Oleh :
INDRA HARFANI SOESANTO
1106595
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Berkah,
Rahmat Dan Hidayah-Nyalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dalam hal teknik penulisan, tata bahasa maupun isinya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapakan demi
penyempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
para pembaca sekalian.
Penyusun
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II STUDI PUSTAKA
A. Sejarah Ketenagakerjaan..................................................................4
B. Ketenagakerjaan...............................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
A. Kajian Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan...............................................................................7
B. Analisis Isu Aktual Ketenagakerjaan.............................................16
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan..........................................................................................18
B. Rekomendasi..................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
A. Latar Belakang
Pasal 1 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan menyatakan Ayat (2)
“Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat” dan Ayat (3) “Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Batas pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut dengan hukum
perburuhan atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian hukum itu sendiri,
yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang ahli hukum. Tidak satu pun
batas pengertian itu dapat memuaskan karena masing-masing ahli hukum
memiliki alasan tersendiri.
Mereka melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang
berbeda. Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara ahli hukum yang satu
dan yang lainnya.
“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”Maka dari itu dalam
makalah ini kan di bahas mengenai pasal-pasal dan undang-undang apasajakah
yang mengatur tentang perburuhan dan ketenaga kerjaan.
Ketenagakerjaan pada awalnya merupakan bidang yang berada dalam
ruang lingkup hukum privat. Namun karena ketenagakerjaan dianggap menjadi
bidang yang penting untuk diatur secara langsung oleh negara. Maka negara turun
tangan langsung dengan membuat regulasi yang mengatur mengenai
ketenagakerjaan. Sehingga, ketenagakerjaan tidak lagi bagian dari hukum privat
tetapi menjadi bagian dari hukum publik. Alasan lain mengapa langkah ini
dilakukan oleh negara adalah karena banyaknya kasus yang menjadikan Tenaga
Kerja Indonesia dalam maupun luar negeri menjadi korban dan kurang mendapat
perlindungan. Pembuatan regulasi yang mengatur secara khusus ketenagakerjaan
dituangkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat
banyak hal yang peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan menjadi
rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ?
2. Apakah tujuan dari disahkan dan diundangkannya UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan ?
A. Sejarah Ketenagakerjaan
Pada awalnya keberadaan Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri
dari beberapa fase pada abad 120 SM. Ketika bangsa Indonesia mengenal adanya
sistem gotong royong diantara sesama anggota masyarakat. Gotong royong adalah
sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga dengan
tujuan untuk mengisi kekurangan tenaga. Sifat gotong royong memiliki nilai luhur
yang juga diyakini membawa kemaslahatan. Dengan nilai-nilai kebaikan,
kebijakan, dan hikmah untuk masyarakat hingga gotong royong menjadi sumber
terbentuknya Hukum Ketanagakerjaan Adat. Karena bersifat konvensional
regulasi dari Hukum Ketanagakerjaan Adat tidak tertulis. Namun Hukum
Ketanagakerjaan Adat menjadi identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia yang merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari
abad keabad.
Memasuki abad masehi, saat mulai berdirinya kerajaan di Indonesia
hubungan kerja dilakukan dengan adanya perbudakan. Ketika zaman Kerajaan
Hindia Belanda terdapat sistem pengkastaan dengan 5 perbeadaan kasta antara
lain, brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria. Kasta paling rendah adalah
golongan sudra sedangkab paria adalah budak dari kasta brahmana, ksatria, dan
waisya, Golongan paria layaknya budak hanya menjalankan kewajiban sedangkan
hak-haknya dikuasai oleh para majikan.
Pada masa Kerajaan Islam meski tidak secara tegas adanya sistem
pengangkatan. Namun pada pokoknya sama saja, pada masa ini kaum bangsawan
(raden ) mempunyai kekuasaan atau hak penuh atas para tukangnya. Nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh dinding
budaya bangsa yang sudah berlaku sejak 6 abad sebelumnya.
Ketika Hindia Belanda menduduki Indonesia, masalah perbudakan
semakin meningkat. Terdapat perlakuan sangat keji dan tidak berprikemanusiaan
terhadap budak. Problem solvingnya adalah memberikan kedudukan yang sama
B. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam Pasal 1 angka
2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
Sedangkan pengertian dari ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU
No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama,
dan sesudah masa kerja.”
Demi meningkatkan taraf hidup maka perlu dilakukan pembangunan
diberbagai aspek. Tidak terkecuali dengan pembangunan ketenagakerjaan yang
dilakukan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah. Dalam hal ini maksudnya adalah asas pembangunan
ketanagakerjaan berlandaskan asas pembangunan nasional terkhusus asas
demokrasi pancasila, asas adil, dan merata.
Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang
dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung
kesepakatan kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan
dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang
dilakukan harus menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
perjanjian yang telah disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU no.13
thn. 2003 maka terdapat unsur dari hubungan kerja yaitu :
3. Pasal 35 dan 37
Masalah pada Pasal 35 ayat (1), “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga
kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana
penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana
penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri
dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan;
dan (b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat
(1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu.” Kesengsaraan yang ditimbulkan akibat pasal tersebut : Pertama, sulit
mendapatkan jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali. Kedua, Pemotongan
upah yang besar. Kesengsaraan ketiga, jaminan sosial tenaga kerja tidak diurus.
4. Pasal 78
Lembur. Upah Kerja Lembur adalah upah yang diterima pekerja atas
pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukannya.
Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara menghitung
upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang tertuang
dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004.
Sesuai ketentuan dalam Kepmen 102/2004 Pasal 10 dalam hal upah terdiri
dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap maka dasar perhitungan upah lembur
adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah. Dalam hal upah terdiri dari upah
pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah
tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan
upah maka dasar perhitungan upah lembur 75 %. (tujuh puluh lima perseratus)
dari keseluruhan upah. Cara perhitungan lembur ini sekali lagi landasannya adalah
Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan UU maka hal itu tidak
diperkenankan.
5. Pasal 88-98
Struktur dan skala upah. Pada prakteknya, sering kali jumlah tunjangan
menjadi lebih besar dari gaji pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Hal ini
tentu saja dapat menimbulkan salah pengertian di dalam hubungan kerja yang
akhirnya akan dapat mengganggu hubungan antara pengusaha dengan pekerja.
Karena tunjangan yang diberikan besar maka jumlah gaji keseluruhan (take home
pay) dirasa telah melebihi Upah Minimum, padahal Upah Minimum hanya terdiri
dari Gaji pokok + tunjangan tetap saja. Setiap tahun terjadi demo yang dilakukan
buruh untuk meminta kenaikan UMP. Pemerintah hendaknya mengkaji ulang
struktur dan skala pengupahan yang adil, bagi pengusahan maupun buruh. Jangan
hanya karena demo buruh, maka UMP naik. Perlu diperhatikan bahwa demo
6. Pasal 108-115
Peraturan Perusahaan. Peraturan perusahaan merupakan salah satu unsur
penting bagi stabilitas usaha dan pembianaa karyawan. Peraturan perusahaan
merupakan sebuah kebutuhan dasar ketika usaha mulai berkembang dan menggaji
orang sebagai karyawan. Pada pasal 108-155 Undang-undang Tenaga Kerja No
13 Tahun 2003 mengatur mengenai hal ini. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan
perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari
pengusaha yang bersangkutan. Setelah kita lihat bahwa maksud dan fungsinya
peraturan perusahaan adalah baik, seharusnya perusahaan tidak menunda untuk
membuat dan mengesahkan peraturan perusahaannya. Akan tetapi masih banyak
perusahaan yang tidak memiliki, menunda untuk mengesahkannya dan bahkan
membuatnya tapi tidak mengesahkan dan tidak mensosialisasikannya ke
karyawan. Akhirnya banyak masalah datang, keharmonisan terganggu dan kinerja
menurun.
Selain keenam permasalahan tersebut, masih banyak pasal demi pasal UU
Ketenagakerjaan yang perli dikritisi dan ditelaah. UU Ketenagakerjaan tersebut
belum mampu menciptakan rasa kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi
pihak terkait. Masalah lainnya pada penerapan UU dan peraturan terkait dalah:
lemahnnya perlindungan kerja terutama TKI di luar negeri, diskriminasi terhadap
gender dan penyandang cacat, pekerja anak, pelatihan kerja yang buruk, jaminan
sosial dan kesehatan, diskriminasi pekerja lokal dan asing, birokrasi panjang yang
menyulitkan pengusaha dan investor, demonstasi, dan masih banyak lagi
permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.
2. Outsourcing
Kata outsourcing memang tidak ada di dalam istilah yang digunakan pada
Undang-undang ketenagakerjaan karena outsourcing adalah istilah dalam bahasa
asing, namun makna dari istilah outsourcing lebih kurang sama seperti yang
tercantum dalam undang-undang no.13 tahun 2003 pada pasal 64 yaitu:
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dalam Undang-undang makna dari
outsourcing adalah menyerahkan sebagian dari pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh. Dalam kenyataan di lapangan, praktek outsourcing lebih dikenal
dengan istilah penggunaan yayasan sebagai penyalur tenaga kerja
A. Simpulan
Masyarakat memahami dengan jelas UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang terlihat jelas dengan cara masyarakat menanggapi berbagai
ketentuan dan kekurangan dari UU Ketenagakerjaan tersebut. Masyarakat
memahami dengan baik kurangnya perlindungan yang diberikan terhadap
pekerja/buruh dari regulasi tersebut dan masih adanya celah untuk lahirnya
masalah baru dalam ketenagakerjaan. Masyarakat menerima dengan baik terhadap
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang ditunjukkan dengan adanya
niat masyarakat untuk melakukan perbaikan melalui revisi UU Ketenagakerjaan
tersebut.
Akibat lahirnya berbagai masalah di Indonesia terkait ketenagakerjaan.
Maka ketenagakerjaan yang pada awalnya berada dalam ruang lingkup hukum
privat maka pemerintah memandang hukum ketenagakerjaan itu bagian penting
untuk diatur langsung oleh pemerintah sehingga dialihkan menjadi bagian dari
hukum publik. Sedangkan tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan itu sendiri dituangkan dalam Pasal 4 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Meski awalnya berbagai permasalahan sebelum lahirnnya UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat diselesaikan. Namun ternyata setelah
lahir UU tersebut malah melahirkan masalah baru dalam hal kurangnya
perlindungan terhadap pekerja/buruh dan masih adanya celah lain untuk lahirnya
masalah baru dalam ketenagakerjaan. UU Ketengakerjaan tersebut belum
mengatur dengan jelas perlindungan terhadap pekerja/buruh yang selalu berada
dipihak yang lemah dalam sebuah hubungan kerja.
Problem solving untuk menyelesaikan masalah dalam bidang
ketenagakerjaan saat ini adalah perlunya dilakukan revisi atas UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena masih kurangnya perlindungan yang
diberikan pada pekerja/buruh yang menjadi pihak yang lemah dalam sebuah
Dua isu aktual mengenai UU Ketenagakerjaan yang menimbulkan pro dan kontra,
yaitu :
B. Rekomendasi
Penulis dapat memberikan saran bahwa, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan hendaknya direvisi. Hal itu dikarenakan dalam pasal-pasalnya
banyak merugikan kepentingan buruh dan dalam judicial review di MK banyak
pasal yang dibatalkan. Revisi tersebut bertujuan untuk memberi keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum bagi pihak yang terkait dalam hubungan
industrial yaitu, pekerja, pengusaha dan pemerintah.