Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU

UNDANG-UNDANG DAN ETIKA KESEHATAN


“SEJARAH FARMASI”

OLEH :

NAMA : WA ODE FITRIANI

NIM : O1A1 17 071

KELAS :A

DOSEN : PARAWANSAH, S.Farm., M.Kes., Apt.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
SEJARAH FARMASI
Di Indonesia farmasi relatif masih muda dan baru dapat berkembang
setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan
Hindia Belanda maupun pada masa penduduk Jepang, tingkat pertumbuhan
kefarmasian di Indonesia sangat lambat, sehingga tidak dikenal luas oleh
masyarakat. Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari
Denmark, Australia, Jerman dan Belanda.
Sementara itu pada masa proklamasi kemerdekaan, tenaga farmasi
Indonesia umumnya terdiri dari asisten apoteker. Itupun dengan jumlah yang
sangat sedikit. Pada masa perang kemerdekaan, kefarmasiaan Indonesia mencatat
sejarah yang sangat berarti, yakni didirikan perguruan tinggi famasi dI Klaten
pada tahun 1946 dan Bandung pada tahun 1947. Lembaga pendidikan inilah yang
berperan besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian di Indonesia pada masa-
masa berikutnya.
Saat ini kefarmasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam
dimensi yang cukup luas. Industri farmasi di Indonesia, dengan dukungan
teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah
besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Saat ini sekitar 90 % kebutuhan
obat nasional dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri. Peran profesi informasi
dalam pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-
profesi kesehatan lainnya.

A. Periode Zaman Penjajahan Hingga Perang Kemerdekaan


Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia diawali dengan adanya
pendidikan asisten apoteker ini awalnya dilakukan oleh apoteker yang mengelolah
dan memimpin sebuah apotek. Setelah calon asisten apoteker bekerja di apotek
dalam jangka waktu tertentu dan dianggap memenuhi syarat, diadakan ujian
pengakuan yang diselenggarakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Menurut catatan asisten apoteker warga Negara Belanda pertama lulusan
Indonesia diuji di Surabaya dan lulus pada tahun 1946, sedangkan warga negara
Indonesia asli yang tercatat sebagai asisten apoteker lulusan pertama diuji di
Surabaya dan lulus pada tahun 1908 dan lulusan ke dua diuji di Semarang pada
tahun 1919.
Dalam buku Verzamrling Voorschriften (1936) dapat diketahui bahwa
sekolah asisten apoteker didirikan dengan surat keputusan pemerintah Nomer 38
Tanggal 7 Oktober 1918, yang kemudian diubah dengan surat keputusan nomor
15. Tanggal 28 Januari 1923 dan nomor 45. Tanggal 28 Juni 1934 dengan nama
leergang voor de opleididing van apotheker bedienden onder den naam van
apothekers assistenschool.
Setelah didirikan sekolah asisten apoteker, lulusan apoteker sedikit
meninggkat menjadi rata-rata 15 orang setahun. Bahkan, tercatat jumlah lulusan
apoteker sebanyak 23 orang pada tahun 1941. Padahal sebelum dibentuk sekolah
tersebut, rata-rata lulusan hanya lima orang dan semuanya berasal dari pendidikan
praktik apotek.
Pada dekade 1930-an ditetapkan beberapa peraturan perundang-undangan
kefarmasian yang cukup penting sebagai berikut.
1. Undang-Undang obat bius No. 278 (stb. 1927) Tanggal 12 Mei 1927 yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 335 (stb. 1949).
2. Ordonansi loodwit No. 28 (stb. 509 ) Tanggal 21 Desember 1931.
3. Ordonansi pemeriksaan bahan-bahan farmasi nomor 19 (stb. 660) Tanggal 12
Desember 1936.
Pada masa penjajahan Belanda sampai perang kemerdekaan, jumlah pabrik
farmasi dan apotik masih sangat sedikit. Pabrik farmasi yang tercatat pada periode
itu antara lain pabrik kina dan institut pasteur yang memproduksi serum dan
vaksin, keduanya berada di Bandung, serta pabrik obat manggarai di Jakarta,
sedangkan apotik hanya terdapat di Jawa dan beberapa kota besar di Sumatera.
Pada tahun 1937, jumlah apotik di seluruh Indonesia tercatat ada 76 buah. Pada
masa itu, selain melakukan peracikan dan penyerahan obat, apotik juga berfungsi
sebagai jalur produksi dan distribusi obat. Pada masa perang dunia II, terutama
ketika invasi jepang sudah mendekati Indonesia, tenaga-tenaga apoteker banyak
yang melarikan diri ke Australia, sehingga menyebabkan banyak apotek yang
kehilangan pemimpin. Keadaan ini menyebabkan gubernur Jendral Hindia
Belanda mengeluarkan peraturan pada tahun 1941. Isinya, memberikan hak
kepada dokter untuk memimpin sebuah apotik yang ditinggalkan apoteknya.
Walaupun peraturan apotek dokter yang sudah ada membolehkan dokter
membuka apotek di daerah yang belum terdapat apotek.
Pada zaman penduduk Jepang mulai dirintis pendidikan tinggi farmasi
Indonesia yang diresmikan pada tanggal 1 April 1943 dengan nama Yakugayu,
sebagai bagian dari Jakarta. Setelah Jepang kalah perang dengan sekutu dan
diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia, pendidikan tinggi farmasi
Indonesia bubar dan seluruh mahasiswanya berujung untuk menegakkan
kemerdekaan dan kedaulatan negara yang baru diproklamasikan.
Sementara itu, pada tahun 1944, pemerintah pendudukan Jepang melakukan
pendidikan asisten apoteker dengan masa pendidikan delapan bulan dengan siswa
berasal dari lulusan SMP. Ketika pemerintahan militer jepang jauh dari
pendidikan tersebut telah dihasilkan dua angkatan dengan jumlah lulusan yang
sangat sedikit.
Pada tanggal 27 September 1945 dibuka perguruan tinggi inilah yang
menjadi cikal bakal fakultas Farmasi Universitas Gajah Madah Yogyakarta.
Setahun kemudian, yakni tanggal 1 Agustus 1947 di Bandung diresmikan Jurusan
Farmasi dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia yang
kemudia menjadi jurusan farmasi. Kedua lembaga pendidikan tinggi farmasi
inilah yang kemudian berperan penting dalam kefarmasian di Indonesia.

B. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Hingga Tahun 1958


Pada periode setelah perang kemerdekaan hingga tahun 1958, jumlah
tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah banyak pada
tahun 1950, di Jakarta di buka sekolah asisten apoteker negeri (Republik) yang
pertama, dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan
pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang.
Sementara itu, jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang
berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri. Pada
tanggal 5 september 1953, Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran Gigi Dan
Farmasi UGM, untuk pertama kalinya menghasilkan dua orang apoteker. Sekitar
satu setengah tahun kemudian, jurusan farmasi Institut Teknologi Bandung yang
menghasilkan apoteker pertama pada tanggal 2 april 1955.
Sedikitnya jumlah apoteker membuat pemerintah mengeluarkan undang-
undang Nomor 3 tentang pembukaan apotek pada tahun 1953, sebelum di
keluarkanya undang-undang. Ini membuat apotek boleh di lakukan di mana saja
dan tidak diperlukan izin dari pemerintah. Namun, dengan adanya undang-
undang ini, pemerintah dapat melarang pemerintah kota-kota tertentu agar tidak
mendirikan apotek baru karna jumlahnya sudah di anggap cukup memadai.
Dengan demikian, izin pembukaan apotek hanya di berikan kepada daerah-daerah
yang belum ada atau jumlah apoteknya belum mencukupi.
Undang-undang Nomor 3 ini kemudia diikuti dengan Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1953 tentang apotek darurat yang membolehkan seorang asisten
apoteker memimpin sebuah apotek. Undang-Undang tentang apotek darurat ini
sebenarnya harus berakhir pada tahun 1958. Pasalnya, pada klausal yang
termaksud dalam Undang-Undang tersebut yang menyatakan bahwa Undang-
Undang tersebut tidak berlaku lagi lima tahun setelah apoteker pertama dihasilkan
oleh perguruan tinggi farmasi Indonesia namun karena lulusan apoteker ternyata
masih sangat sedikit Undangan-Undang ini diperpanjang sampai tahun 1963.
Pada periode ini terutama sekitar tahun 1955 tercatat beberapa sejarah
kefarmasian yang cukup penting, yakni lahirnya ikatan apoteker Indonesia sebagai
hasil muktamar pertama yang diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 17-18 Juni
1955. Pada tahun itu juga tepatnya pada tanggal 19-23 September 1955, di
Kaliurang, Yogyakarta diselenggarakan konferensi antara mahasiswa farmasi
selurih Indonesia yang pertama dan melahirkan MARFARSI (saat ini sudah
berganti nama menjadi ISMAFARSI) .
Perkembangan lain dalam dunia pendidikan farmasi adalah berdirinya
jurusan farmasi Universitas Padjajaran (UNPAD) pada tahun 1957. Berdasarkan
data yang ada pada tahun 1955, jumlah apoteker tercatat 108 orang asisten.

Anda mungkin juga menyukai