Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
SEJARAH PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA
Oleh : Ulfi Mawadatur Rohmah, Thiara Eka Agustina, Khusnul Khotimah, Mery Eka
Agustin, Dewi Enggar
Fakultas Farmasi
Universitas Jember
ABSTRAK
“Sejarah Perkembangan Farmasi di Indonesia sejak Periode Zaman Penjajahan Hingga Era
Reformasi banyak mengalami perubahan dan perkembangan ke arah yang lebih maju”
Pengetahuan Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan
baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan,
baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang,
kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat dan profesi farmasi masih belum
dikenal secara luas oleh masyarakat.
Dewasa ini kefarmasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan dimensi
yang cukup luas. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup
modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi
yang cukup luas. Sebagian besar (90%) kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh
industri farmasi dalam negeri. Demikian pula peranan profesi farmasi dalam pelayanan
kesehatan telah semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya.
Kata kunci : Sejarah Farmasi di Indonesia, Periode Zaman Penjajahan hingga era reformasi,
perkembangan ke arah yang lebih maju
PENDAHULUAN
Farmasi dalam bahasa Inggris adalah pharmacy, bahasa Yunani adalah pharmacon
yang mempunyai arti obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu profesional kesehatan
yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang
lingkup dari praktik farmasi sangat luas termasuk penelitian, pembuatan, peracikan,
penyediaan sediaan obat, pengujian, serta pelayanan informasi obat atau berhubungan dengan
layanan terhadap pasien diantaranya layanan kefarmasian
Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat
tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional. Pada zaman itu sebenarnya dukun
melaksanakan dua profesinoal sekaligus yaitu profesi kedokteran, ( mendiagnose penyakit)
dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).
Menurut buku Gema peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1980 tentang apotek lewat catatan
mass media karya Ketut Patra, tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya
diawali dengan pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. Menurut
catatan apoteker yang ada, asisten apoteker warga negara Belanda lulusan Indonesia yang
pertama adalah pada tahun1906 yang ada disurabaya. Dari buku verzameling voorschiften
tahun 1936 yang dikeluaarkan oleh DVG dapat diketahui bahwa sekolah asisten apoteker
didirikan dengan surat keputusan pemerintah tanggal 7 oktober 1918 nomor 38, yang
kemudian diubah dengan surat keputusan tanggal 28 januari 1923 no 15 dan 28 juni1934
nomer 45 dengan nama “leergang voor de opleiding van apotheker –bedienden onder den
naam van aphothekers-assistenschool”
Peraturan ujian asisten apoteker dan persyaratan izin kerja diatur dalam surat keputusan
Kepala DVG tanggal 16 Maret 1933 nomor 8512/F yang kemudian diubah lagi dengan surat
keputusa tanggal 8 September 1936 nomor 27817/F. Dalam peraturan tersebut antara lain
dinyatakan bahwa persyaratan untuk menempuh ujian asisten apoteker ialah harus berijazah
Mulo Bagian B, surat keterangan bahwa calon telah melakukan pekerjaan kefarmasian secara
terus menerus selama 20 bulan dibawah pengawasan seorang apoteker di Nederland atau di
Indonesia yang memimpin sebuah apotek atau telah mengikuti pendidikan asisten apoteker di
Jakarta. Dengan adanya peraturan itu pula maka ujian hanya diselenggarakan di Jakarta,
tidak lagi di Surabaya dan Semarang. Setelah didirikan Sekolah Asisten Apoteker tersebut,
lulusan asisten apoteker sebanyak 23 orang. Sebelum dibentuk sekolah tersebut setahun rata-
rata hanya 5 orang yang kesemuanya berasal dari pendidikan praktek di apotek.
Undang Undang obat bius tanggal 12 Mei 1927(ST 1927 No.278) diubah dengan St
1949 No.335
Ordonansi Loodwit tanggal 21 Desember 1931 nomor 28(Stb.509)
Ordonansi Pemeriksaan Bahan Bahan Farmasi tanggal 12Desember 1936 No.19(Stb
No.660)
Pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai perang kemerdekaan jumlah pabrik farmasi
maupun apotek sangat sedikit sekali.
Pabrik farmasi yang tercatat pada periode itu antara lain ialah pabrik Kina tampak pada
gambar 1 sekarang berubah nama menjadi Kimia Farma dan Institut Pasteur bisa dilihat
pada gambar 2 sekarang berubah nama menjadi Bio Farma yang memproduksi Sera dan
Vaksin, keduanya di Bandung serta Pabrik obat Manggarai di Jakarta. Sedangkan apotek
pada umunya hanya terdapat di Jawa dan beberapa kota bear di Sumatera. Pada tahun 1937
jumlah apotek di seluruh Indonesia tercatat 76 apotek. Fungsi apotek pada periode itu
disamping melakukan pula produksi dan distribusi obat.
Gambar 1. Pabrik Kina Bandung sekarang berubah nama menjadi Kimia Farma
Pada sekitar perang Dunia ke II terutama ketika invasi Jepang sudah mendekati
Indonesia,tenaga-tenaga apoteker banyak yang melarikan diri ke Australia sehingga
mengakibatkan banyak apotek kehilangan pimpinan.
Adanya kenyataan ini maka pada tahun 1944 Gubernur Jenderal Hindia Belanda
mengeluarkan suatu peraturan yang memberikan hak kepada seorang dokter untuk memimpin
sebuah apotek yang ditnggalkan apotekernya, disamping peraturan apotek – dokter yang telah
ada yang memperbolehkan seorang dokter untuk membuka apotek-dokter di daerah yang
belum mempunyai apotek.
Pada masa perang kemerdekaan ini terutama menjelang penyerahan kedaulatan ada
beberapa peraturan perundang-undangan kefarmasian yang penting antara lain ialah:
Reglement DVG Stb No.228 (merupakan perubahan Reglement DVG Stb 1882
No.97)
Ordonansi Bahan bahan Berbahaya tanggal 9 Desember 1949 No.377
Undang-undang Obat Keras tanggal 22 Desember 1949 (stb No.419)
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai
bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten
apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua
tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang.
Sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
Undang Undang tentang apotek darurat ini sebenarnya harus berakhir pada rahun
1958 karena ada klausul yang termaktub dalam undang undang tersebut yang menyatakan
bahwa undang undang tersebut tidak berlaku lagi 5 tahun setelah apoteker pertama dihasilkan
oleh perguruan tinggi farmasi Indonesia. Tetapi karena lulusan apoteker ternyata sangat
sedikit, Undang-undang apotek darurat tersebut diperpanjang sampai tahun 1963 dan
perpanjangan tersebut berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan tanggal 29 Oktober
1983 nomor 770/Ph/63/b
Pada tahun 1955 tercatat beberapa sejarah kefarmasian yang cukup penting yakni
lahirnya Ikatan Apoteker Indonesia sebagai hail Muktamar ke I yang diselenggarakan pada
tanggal 17-18 Juni 1955 di Jakarta. Pada tahun ini juga tepatnya pada tanggal 19-23
Desember 1955 di Kaliurang Yogyakarta diselenggarakan Konferensi Mahasiswa Farmasi
seluruh Indonesia yang pertama melahirkan MAFARSI.
Menurut data yang ada pada tahun 1955 jumlah apoteker tercatat 108 orang, asisten
apoteker 1218 orang, apotek 131 dan pabrik obat sebanyak 7 pabrik, pada tahun 1958 jumlah
tersebut bertambah menjadi:apoteker 132 orang, asisten apoteker 1613 orang, apotek 146 dan
pabrik obat sebanyak 18 pabrik.
Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam
kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup
berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat
sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau
mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun
1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi
dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena
itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor.
Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus
bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-
1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan
kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain:
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini pula ada hal
penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek
dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962,
antara lain ditetapkan :
Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya dinyatakan
tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964
Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk
Lembaga Farmasi Nasional (SK Menkes tanggal 11 Juli 1963 nomor 39521/Kab199).
Dengan demikian pada waktu itu ada dua instansi Pemerintah dibidang kefarmasian yakni
Direktorat Urusan Farmasi dan LFN. Direktorat Urusan Farmasi (semula inspektorat
Farmasi) pada tahun 1967 mengalami pemekaran organisasi menjadi Direktorat Jenderal
Farmasi.
Pada tahun 1966 setelah pecah pemberontakan G 30 SPKI jumlah apoteker di seluruh
Indonesia tercatat 1011 orang, AA sebanyak 5180 orang apotek 585dan industri farmasi 109
pabrik.
Pada masa pemerintahan Orde Baru ini stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan
yang semakin mantap sehingga pembangunan di segala bidang telah dapat dilaksanakan
dengan lebih terarah dan terencana. Pembangunan kesehatan sebagai bahan integral
pembangunanNasional, secara bertahap telah dapat ditingkatkan sejak Repelita I hingga
Repelita III ini dengan hasil-hasil yang cukup menggembirakan.
Sampai tahun pertama Repelita I sebagian besar (80%) kebutuhan obat nasional kita
masih sangat tergantung pada impor. Keadaan ini jelas tidak menguntungkan dan
mempumyai dampak negatif terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan rakyat. Oleh
krena itu, kebijaksanaan obat pada pelita I dititikberatkan pada produksi obat jadi dalam
negeri dengan membuka kesempatan investasi , baik modal dalam negeri maupun modal
asing. Dengan adanyakebijaksanaan ini maka pada akhir Repelita I industri farmasi dalam
negeri dapat tumbuh dengan peningkatan produksi yang cukup besar sehingga
ketergantungan akan impor dapat dikurangi.
Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian, maka farmasis saat ini menempati
ruang lingkup pekerjaan yang makin luas. Beberapa tempat pekerjaan kefarmasian antara
lain adalah di apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga
penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai
jenis industri farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1799/Menkes/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Mentri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan
kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutusampai diperoleh
obat untuk didistribusikan. Adapun industri farmasi sendiri meliputi industri obat, kosmetik-
kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka,nitraseutikal, health food, obatveteriner dan
industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan.
KESIMPULAN
Andhika.Kutipan Dirut PT. Kimia Farma, Tbk. Syamsul Arifin Saatnya Farmasi di Indonesia
bangkit. http://www.kompasiana.com/. Diakses pada tanggal 12 November 2015
Ketut Patra.1980. Gema peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1980 tentang apotik lewat
catatan mass media. University of California