Anda di halaman 1dari 12

PENGANTAR KEFARMASIAN

SEJARAH PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Ulfi Mawadatur Rohmah (152210101011)

Thiara Eka Agustina (152210101016)

Khusnul Khotimah (152210101025)

Meri Eka Feby Agustin (152210101039)

Dewi Enggar Fitriani (152210101044)

Nama Dosen : Prof.Drs. Bambang Kuswandi,M.SC.,Pb.D.

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2015
SEJARAH PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA

Oleh : Ulfi Mawadatur Rohmah, Thiara Eka Agustina, Khusnul Khotimah, Mery Eka
Agustin, Dewi Enggar

Fakultas Farmasi

Universitas Jember

ABSTRAK

“Sejarah Perkembangan Farmasi di Indonesia sejak Periode Zaman Penjajahan Hingga Era
Reformasi banyak mengalami perubahan dan perkembangan ke arah yang lebih maju”

Pengetahuan Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan
baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan,
baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang,
kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat dan profesi farmasi masih belum
dikenal secara luas oleh masyarakat.

Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tenaga-tenaga farmasi


Indonesia pada umumnya terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah relatif sangat sedikit.
Tenaga-tenagaa apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria,
Jerman dan Belanda

Dewasa ini kefarmasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan dimensi
yang cukup luas. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup
modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi
yang cukup luas. Sebagian besar (90%) kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh
industri farmasi dalam negeri. Demikian pula peranan profesi farmasi dalam pelayanan
kesehatan telah semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya.

Kata kunci : Sejarah Farmasi di Indonesia, Periode Zaman Penjajahan hingga era reformasi,
perkembangan ke arah yang lebih maju
PENDAHULUAN

Farmasi dalam bahasa Inggris adalah pharmacy, bahasa Yunani adalah pharmacon
yang mempunyai arti obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu profesional kesehatan
yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang
lingkup dari praktik farmasi sangat luas termasuk penelitian, pembuatan, peracikan,
penyediaan sediaan obat, pengujian, serta pelayanan informasi obat atau berhubungan dengan
layanan terhadap pasien diantaranya layanan kefarmasian

Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat
tradisional (jamu) dan pengobatan secara tradisional. Pada zaman itu sebenarnya dukun
melaksanakan dua profesinoal sekaligus yaitu profesi kedokteran, ( mendiagnose penyakit)
dan profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).

Perkembangan farmasi boleh dikatakan dimulai ketika berdirinya pabrik kina di


Bandung pada tahun 1896. Kemudian terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 dimana
pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan lokal pun
bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Dankos, dan lainnya. Di dunia
pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasijuga dibuka di berbagai kota.

Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan

Menurut buku Gema peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1980 tentang apotek lewat catatan
mass media karya Ketut Patra, tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya
diawali dengan pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. Menurut
catatan apoteker yang ada, asisten apoteker warga negara Belanda lulusan Indonesia yang
pertama adalah pada tahun1906 yang ada disurabaya. Dari buku verzameling voorschiften
tahun 1936 yang dikeluaarkan oleh DVG dapat diketahui bahwa sekolah asisten apoteker
didirikan dengan surat keputusan pemerintah tanggal 7 oktober 1918 nomor 38, yang
kemudian diubah dengan surat keputusan tanggal 28 januari 1923 no 15 dan 28 juni1934
nomer 45 dengan nama “leergang voor de opleiding van apotheker –bedienden onder den
naam van aphothekers-assistenschool”

Peraturan ujian asisten apoteker dan persyaratan izin kerja diatur dalam surat keputusan
Kepala DVG tanggal 16 Maret 1933 nomor 8512/F yang kemudian diubah lagi dengan surat
keputusa tanggal 8 September 1936 nomor 27817/F. Dalam peraturan tersebut antara lain
dinyatakan bahwa persyaratan untuk menempuh ujian asisten apoteker ialah harus berijazah
Mulo Bagian B, surat keterangan bahwa calon telah melakukan pekerjaan kefarmasian secara
terus menerus selama 20 bulan dibawah pengawasan seorang apoteker di Nederland atau di
Indonesia yang memimpin sebuah apotek atau telah mengikuti pendidikan asisten apoteker di
Jakarta. Dengan adanya peraturan itu pula maka ujian hanya diselenggarakan di Jakarta,
tidak lagi di Surabaya dan Semarang. Setelah didirikan Sekolah Asisten Apoteker tersebut,
lulusan asisten apoteker sebanyak 23 orang. Sebelum dibentuk sekolah tersebut setahun rata-
rata hanya 5 orang yang kesemuanya berasal dari pendidikan praktek di apotek.

Di sekitar tahun 1930qn ditetapkan beberapa peraturan perundang-undangan kefarmasian


yang cukup penting antara lain:

 Undang Undang obat bius tanggal 12 Mei 1927(ST 1927 No.278) diubah dengan St
1949 No.335
 Ordonansi Loodwit tanggal 21 Desember 1931 nomor 28(Stb.509)
 Ordonansi Pemeriksaan Bahan Bahan Farmasi tanggal 12Desember 1936 No.19(Stb
No.660)

Pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai perang kemerdekaan jumlah pabrik farmasi
maupun apotek sangat sedikit sekali.

Pabrik farmasi yang tercatat pada periode itu antara lain ialah pabrik Kina tampak pada
gambar 1 sekarang berubah nama menjadi Kimia Farma dan Institut Pasteur bisa dilihat
pada gambar 2 sekarang berubah nama menjadi Bio Farma yang memproduksi Sera dan
Vaksin, keduanya di Bandung serta Pabrik obat Manggarai di Jakarta. Sedangkan apotek
pada umunya hanya terdapat di Jawa dan beberapa kota bear di Sumatera. Pada tahun 1937
jumlah apotek di seluruh Indonesia tercatat 76 apotek. Fungsi apotek pada periode itu
disamping melakukan pula produksi dan distribusi obat.
Gambar 1. Pabrik Kina Bandung sekarang berubah nama menjadi Kimia Farma

Gambar 2. Institut Pasteur di Bandung sekarang menjadi Bio Farma

Pada sekitar perang Dunia ke II terutama ketika invasi Jepang sudah mendekati
Indonesia,tenaga-tenaga apoteker banyak yang melarikan diri ke Australia sehingga
mengakibatkan banyak apotek kehilangan pimpinan.
Adanya kenyataan ini maka pada tahun 1944 Gubernur Jenderal Hindia Belanda
mengeluarkan suatu peraturan yang memberikan hak kepada seorang dokter untuk memimpin
sebuah apotek yang ditnggalkan apotekernya, disamping peraturan apotek – dokter yang telah
ada yang memperbolehkan seorang dokter untuk membuka apotek-dokter di daerah yang
belum mempunyai apotek.

Pada masa perang kemerdekaan ini terutama menjelang penyerahan kedaulatan ada
beberapa peraturan perundang-undangan kefarmasian yang penting antara lain ialah:

 Reglement DVG Stb No.228 (merupakan perubahan Reglement DVG Stb 1882
No.97)
 Ordonansi Bahan bahan Berbahaya tanggal 9 Desember 1949 No.377
 Undang-undang Obat Keras tanggal 22 Desember 1949 (stb No.419)

Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958

Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai
bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten
apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua
tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang.
Sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.

Dikarenakan kekurangan, pemerintah mengeluarkan undang – undang nomor 3


tentang Pembukaan Apotek.Sebelum dikeluarkannya Undang-undang nomor 3 tersebut
membuka apotek boleh dilakukan dimana saja dan tidak diperlukan Izin dari pemerintah .
Dengan adanya undang undang nomor 3 maka pemerintah dapat menutup kota tertentu untuk
membuka apotek baru dikarenakan jumlahnya telah di anggap memadai. Izin pembukaan
apotek Undang undang tersebut kemudian diikuti dengan dikelarkannya undang undang
nomor 4 tahun 1953 tentang Apotek Darurat yang membenarkan seorang asisten apoteker
untuk memimpin apotek.

Undang Undang tentang apotek darurat ini sebenarnya harus berakhir pada rahun
1958 karena ada klausul yang termaktub dalam undang undang tersebut yang menyatakan
bahwa undang undang tersebut tidak berlaku lagi 5 tahun setelah apoteker pertama dihasilkan
oleh perguruan tinggi farmasi Indonesia. Tetapi karena lulusan apoteker ternyata sangat
sedikit, Undang-undang apotek darurat tersebut diperpanjang sampai tahun 1963 dan
perpanjangan tersebut berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan tanggal 29 Oktober
1983 nomor 770/Ph/63/b

Pada tahun 1955 tercatat beberapa sejarah kefarmasian yang cukup penting yakni
lahirnya Ikatan Apoteker Indonesia sebagai hail Muktamar ke I yang diselenggarakan pada
tanggal 17-18 Juni 1955 di Jakarta. Pada tahun ini juga tepatnya pada tanggal 19-23
Desember 1955 di Kaliurang Yogyakarta diselenggarakan Konferensi Mahasiswa Farmasi
seluruh Indonesia yang pertama melahirkan MAFARSI.

Menurut data yang ada pada tahun 1955 jumlah apoteker tercatat 108 orang, asisten
apoteker 1218 orang, apotek 131 dan pabrik obat sebanyak 7 pabrik, pada tahun 1958 jumlah
tersebut bertambah menjadi:apoteker 132 orang, asisten apoteker 1613 orang, apotek 146 dan
pabrik obat sebanyak 18 pabrik.

Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967

Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam
kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup
berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat
sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau
mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun
1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi
dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena
itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor.
Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus
bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-
1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan
kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain:

 Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok – pokok Kesehatan


 Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Barang
 Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini pula ada hal
penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek
dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962,
antara lain ditetapkan :

 Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan


 Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963.

Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara lain :

 Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,


 Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak tanggal 1 Februari 1964, dan

Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya dinyatakan
tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964

Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk
Lembaga Farmasi Nasional (SK Menkes tanggal 11 Juli 1963 nomor 39521/Kab199).
Dengan demikian pada waktu itu ada dua instansi Pemerintah dibidang kefarmasian yakni
Direktorat Urusan Farmasi dan LFN. Direktorat Urusan Farmasi (semula inspektorat
Farmasi) pada tahun 1967 mengalami pemekaran organisasi menjadi Direktorat Jenderal
Farmasi.

Pada tahun 1966 setelah pecah pemberontakan G 30 SPKI jumlah apoteker di seluruh
Indonesia tercatat 1011 orang, AA sebanyak 5180 orang apotek 585dan industri farmasi 109
pabrik.

Periode Orde Baru

Pada masa pemerintahan Orde Baru ini stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan
yang semakin mantap sehingga pembangunan di segala bidang telah dapat dilaksanakan
dengan lebih terarah dan terencana. Pembangunan kesehatan sebagai bahan integral
pembangunanNasional, secara bertahap telah dapat ditingkatkan sejak Repelita I hingga
Repelita III ini dengan hasil-hasil yang cukup menggembirakan.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dan pembangunan kesehatan pada sisi lain


mempunyai dampak positif terhadap perkembangan kefarmasian di Indonesia. Industri
farmasi secara bertahap sejak Repelita I sampai dewasa ini telah dapat tumbuh dan
berkembang secara mantap dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Pada periode orde
baru pula, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang kefarmasian telah dapat ditata
dan dilaksanakan dengan lebih baik.

Sampai tahun pertama Repelita I sebagian besar (80%) kebutuhan obat nasional kita
masih sangat tergantung pada impor. Keadaan ini jelas tidak menguntungkan dan
mempumyai dampak negatif terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan rakyat. Oleh
krena itu, kebijaksanaan obat pada pelita I dititikberatkan pada produksi obat jadi dalam
negeri dengan membuka kesempatan investasi , baik modal dalam negeri maupun modal
asing. Dengan adanyakebijaksanaan ini maka pada akhir Repelita I industri farmasi dalam
negeri dapat tumbuh dengan peningkatan produksi yang cukup besar sehingga
ketergantungan akan impor dapat dikurangi.

Perkembangan Farmasi di era Reformasi

Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian, maka farmasis saat ini menempati
ruang lingkup pekerjaan yang makin luas. Beberapa tempat pekerjaan kefarmasian antara
lain adalah di apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga
penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai
jenis industri farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1799/Menkes/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Mentri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan
kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutusampai diperoleh
obat untuk didistribusikan. Adapun industri farmasi sendiri meliputi industri obat, kosmetik-
kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka,nitraseutikal, health food, obatveteriner dan
industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan.

Membahas sektor industri farmasi, menurut Andhika pada artikel Kompasiana


Penelitian di bidang farmasi saat ini masih sangat kurang. Upaya pemerintah untuk
mengembangkan penelitian dalam bidang farmasi selalu diserahkan kepada pihak universitas
dalam hal ini sektor pendidikan. Bahkan pihak asing-pun terkadang ikut mengintervensi
penelitian kefarmasian di Indonesia. Sehingga perkembangannya terkesan prematur, tidak
sistematis dan discontinued. Upaya pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan sangat
minim kita lihat. Padahal permasalahan ini sangat penting. Bentuk nyata dari ketidakseriusan
pemerintah dalam mengatasi hal ini adalah kurang kondusifnya laboratorium penelitian milik
pemerintah. Seharusnya peran dari sebuah laboratorium bukan hanya sebagai media
eksplorasi dan edukasi. Tapi dapat juga sebagai media bereksperimen dan berinovasi
menemukan sesuatu yang baru.
Hal senada juga dikemukakan oleh Dirut PT. Kimia Farma, Tbk. Syamsul Arifin yang
dibuat pada artikel Kompasiana dengan judul Saatnya Farmasi di Indonesia bangkit.
Menurutnya,"Bahan sintetik kimia obat-obatan hampir 90% masih kita impor sehingga
menjadi kendala. Selain itu banyak penelitian yang berbasis kimia maupun bioteknologi saat
ini masih terbatas pada skala perguruan tinggi dan belum dikembangkan di dunia industri."
Pemerintah masih belum berani berekspektasi terlalu tinggi dalam bidang farmasi di
Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya saingan negara maju yang perkembangan industri
farmasinya sudah sangat pesat. Padahal potensi Indonesia sebagai negara kepulauan sangat
memungkinkan untuk memajukan industri ini. Harus diakui, dalam hal teknologi kita kalah
telak dari industri farmasi yang ada di negara-negara maju seperti Jerman, Jepang dan
Amerika. Tapi, hal ini bukanlah penghalang bangkitnya sektor industri farmasi di Indonesia.
Kita masih memiliki beragam kekayaan alam yang dapat dijadikan bahan penelitian industri
farmasi.
Saat ini, industri farmasi di Indonesia hanya berkutat pada sektor pengembangan obat
alam/obat herbal saja. Jarang bahkan tidak ada penelitian yang intensif untuk
mengembangkan obat sintetis yang aman dari bahan alam Indonesia. Saat ini, kita seperti di
suapi oleh pihak asing yang setiap detiknya selalu saja ada inovasi baru dalam bidang
kefarmasian. Apakah Indonesia hanya bisa menjadi konsumen tetap mereka?
Dalam pandangan Andhika pada artikel Kompasiana yang ditulisnya, lesunya
industri farmasi di Indonesia dikarenakan beberapa hal berikut. Pertama, kondisi sosial
politik masyarakat yang selalu bergejolak sehingga faktor Human Security menjadi
dikesampingkan. Faktor kedua yang menghambat industri farmasi di Indonesia adalah
kurangnya teknologi yang mendukung. Bisa dikatakan hampir sebagian besar penelitian
terhambat karena masalah instrument yang kurang memadai. Tak heran jika banyak peneliti
luar yang mengambil alih bahan penelitian dari negeri kita ke negaranya. Maka, hasil
penelitiannya nanti tidak dapat kita nikmati seluruhnya. Sebab ketiga adalah pemikiran yang
ingin memarginalkan bidang farmasi dari kesehatan secara umum. Sehingga, masalah
kesehatan yang terjadi di Indonesia saat ini seolah bukan karena industri farmasi yang sedang
loyo. Padahal industri farmasi yang memegang peranan dalam pengembangan obat-obatan.
Jika industri ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka Indonesia akan terus menjadi
pengikut(budak) dari negara maju yang dapat dengan mudah menggenggam industri farmasi
di dunia. Untuk itu, perlu dilakukan upaya yang intensif dari pemerintah dan para praktisi
kefarmasian untuk memajukan industri farmasi di Indonesia. Langkah kongkret yang dapat di
ambil adalah dengan berani bersaing dalam hal komoditas farmasi dengan negara luar. Kita
memiliki kelebihan dalam bidang obat-obatan herbal, maka fokuskanlah penelitian tentang
itu. Keterbatasan teknologi farmasi seharusnya bisa segera diatasi. Dengan keadaan
perekonomian Indonesia yang sedang subur, untuk membeli beberapa teknologi dari luar
sangat bijaksana, dibandingkan harus melakukan impor bahan sintetik dari luar terus
menerus.. Semoga kedepannya alat-alat kefarmasian mampu mereka produksi juga.
Pemerintah seharusnya dapat menjadi fasilitator dan berani berekspektasi lebih dalam bidang
kefarmasian. Jika Indonesia mampu bersaing dalam industri farmasi, maka satu langkah besar
untuk menjadi negara maju dapat kita lakukan. Jangan selalu sibuk berkutat pada
permasalahan sosial, politik dan ekonomi saja. Butuh partisipasi semua pihak dalam
memajukan sektor kesehatan di Indonesia. Pemerintah, praktisi kesehatan, masyarakat dan
mahasiswa harus dapat bergerak sinergis sehingga dapat meningkatkan Human Security di
Indonesia. Sudah saatnya kita memandang jauh ke depan.

KESIMPULAN

1. Sejarah farmasi di Indonesia dikatakan dimulai ketika berdirinya pabrik kina


di Bandung pada tahun 1896 Sejarah farmasi di Indonesia dibagi menjadi
beberapa periode yaitu periode zaman penjajahan sampai perang
kemerdekaaan, periode setelah perang kemerdekaan sampai dengan tahun
1958, periode tahun 1958 sampai dengan 1967, periode eraorde baru dan
perkembangan farmasi di era reformasi
2. Perkembangan farmasi kefarmasian di Indonesia awalnya tumbuha sangat
lambat dan profesi farmasi masih belum dikenal secara luas oleh masyarakat.
Namun di era reformasi saat ini farmasis menempati ruang lingkup pekerjaan
yang semakin luas antara lain adalah di apotek, rumah sakit, lembaga
pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian
mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri
farmasi meliputi industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal,
fitofarmaka,nitraseutikal, health food, obatveteriner dan industri vaksin,
lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan
REFERENSI
Amir H.2014. Lintasan Sejarah Kefarmasian di
Indonesia.http://karyatulisilmiah.com/lintasan-sejarah-kefarmasian-di-Indonesia/.
Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015

Andhika.Kutipan Dirut PT. Kimia Farma, Tbk. Syamsul Arifin Saatnya Farmasi di Indonesia
bangkit. http://www.kompasiana.com/. Diakses pada tanggal 12 November 2015

Anonim.2014.Sejarah Farmasi Di Indonesia.www.smkvisiglobal.com. Diakses pada tanggal


26 Oktober 2015

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Mentri KesehatanRepublik


Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang IndustriFarmasi. Jakarta: Ikatan
Apoteker Indonesia

Ketut Patra.1980. Gema peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1980 tentang apotik lewat
catatan mass media. University of California

Moko.2009.Potret Industri Farmasi di Indonesiahttps://moko31.wordpress.com/.Diakses


pada tanggal 26 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai