Anda di halaman 1dari 83

MAKALAH EVOLUSI

EVOLUSI VERTEBRATA

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Nurul Isa Anggraini (17308141055)


Restuningrum Yeni P. (17308141066)
Achmad Maulana Y. (17308141068)
Ellyza Yohana Putri P. (17308144007)
Natallensi Deara C. (17308144008)

Kelas : Biologi B 2017

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evolusi adalah suatu perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan
memakan waktu yang lama. Perubahan yang dimaksudkan disini adalah perubahan
struktur dan fungsi makhluk hidup dari yang sederhana menuju struktur dan fungsi yang
kompleks dan beragam. Perubahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu;
perubahan progresif dan perubahan retrogresif. Perubahan progresif yaitu perubahan
struktur dan fungsi makhluk hidup dari kondisi sederhana menuju kondisi yang maju
atau modern untuk dapat bertahan hidup. Perubahan retrogresif yaitu perubahan struktur
dan fungsi yang menuju kepunahan. Kepunahan terjadi tidak hanya karena mundurnya
struktur dan fungsi tetapi juga dapat terjadi karena perkembangan struktur dan fungsi
yang melebihi proporsinya sehingga makhluk hidup tersebut tidak mampu bertahan
hidup.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil,
perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada
organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru. Dan
sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain
mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang
sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Vertebrata merupakan salah satu anggota dari filum Chordata termasuk ke dalam
taksa subfilum. Vertebrata terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Pisces dan
Tetrapoda. Pisces merupakan kelompok hewan yang memiliki alat gerak berupa sirip.
Sedangkan Tetrapoda, kelompok hewan yang memiliki 2 pasang ekstremitas (kaki),
terdiri atas 4 kelas: Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mamalia.
Hewan Vertebrata (bertulang belakang) di muka bumi ini, dapat dikatakan
merupakan makhluk yang paling dominan dalam dunia hewan. Maka dari itu, penting
untuk kita mengetahui asal usul kemunculan subfilum Vertebrata ini dan evolusi atau
perubahan apa saja yang terjadi pada hewan-hewan dalam subfilum Vertebrata ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal mula terbentuk filum Chordata?
2. Bagaimana awal mula terbentuk subfilum Vertebrata?
3. Bagaimana evolusi kelas Pisces?
4. Bagaimana evolusi kelas Amphibia?
5. Bagaimana evolusi kelas Reptilia?
6. Bagaimana evolusi kelas Aves?
7. Bagaimana evolusi kelas Mamalia?

C. Tujuan
1. Mengetahui awal mula terbentuk filum Chordata
2. Mengetahui awal mula terbentuk subfilum Vertebrata
3. Mengetahui evolusi kelas Pisces
4. Mengetahui evolusi kelas Amphibia
5. Mengetahui evolusi kelas Reptilia
6. Mengetahui evolusi kelas Aves
7. Mengetahui evolusi kelas Mamalia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filum Chordata
Kata “chordata” berasal dari bahasa Latin “chorda” yang berarti “tali.” Yang
dimaksud dengan “tali” ini adalah notokorda (en: notochord). Notokorda merupakan
“tongkat” fleksibel terbuat dari bahan yang mirip dengan tulang rawan.

Chordata adalah hewan bilateria (bersimetri bilateral) dan berada di dalam


Bilateria. Mereka tergolong ke dalam kelas hewan yang dikenal sebagai Deuterostomia.
Deuterostom yang paling diketahui selain vertebrata adalah ekinodermata, kelompok
yang mencakup bintang laut dan bulu babi. Akan tetapi dua kelompok deuterostomia
invertebrata, sefalokordata dan urokordata berkerabat lebih dekat vertebrata
dibandingkan dengan invertebrata yang lain. Bersama dengan lampre dan vertebrata
kedua kelompok tersebut membentuk Chordata (Faisal, 2010 : 15).

a. Ciri Anatomis Filum Chordata

Gambar 1. Karakteristik Filum Chordata

Menurut Campbell (2003), Chordata dikelompokkan dalam satu filum


melalui keempat struktur anatomis yang muncul pada suatu waktu selama masa
kehidupan hewan tersebut, seringkali hanya perkembangan embrionik. Keempat
ciri khas chordata adalah : notokord, tali saraf dorsal berlubang, celah faring, dan
ekor pascaanus berotot.
1) Notokord
Chordata dinamai berdasarkan suatu struktur kerangka, yaitu notokord
yang ditemukan pada semua embrio chordate. Notokord (notochord) adalah
batang fleksibel dan longitudinal yang terdapat diantara saluran pencernaan
dan tali saraf. Terdiri dari sel –sel besar penuh cairan yang terbungkus dalam
jaringan serat yang agak kaku, notochord menyongking kerangka di sebagian
besar panjang tubuh hewan tersebut. Notochord tetapi dipertahankan pada
beberapa chodata invertebrate dewasa dan bertebrata primitive dewasa. Namun
demikian, pada sebagian besar vertebrata suatu kerangka bersendi yang lebih
kompleks berkembang, dan hewan dewasa hanya mempertahankan sisa – sisa
notochord embrionik misalnya, sebagai bahan bergelatin pada cakram diantara
vertebrata manusia.

2) Tali Saraf Dorsal Berlubang


Tali saraf suatu embrio chordate berkembang dari suatu lempeng
ectoderm yang menggunlung menjadi suatu bentuk tabung yang terletak di
dorsal terhadap notochordnya. Hasilnya adalah tali saraf dorsal dan berlubang
yang hanya dimiliki oleh hewan chordate. Anggota filum lain memiliki tali
saraf yang tidak berlubang yang umumnya terletak di bagian ventral. Tali saraf
suatu embrio chordate berkembang menjadi sistem saraf pusat : otak dan
tulang belakang.

3) Celah Faring
Saluran pencernaan chordate memanjang dari mulut sampai ke anus.
Daerah yang terletak tepat posterior terhadap mulut adalah faring, yang
membuka ke arah bagian luar hewan melalui beberapa pasang celah. Celah
faring ini memungkinkan air yang masuk melalui mulut dapat keluar tanpa
harus terus mengalr melalui keseluruhan saluran pencernaan. Celah faring
berfungsi sebagai alat untuk memakan suspense pada banyak chordate
invertebrate. Celah – celah tersebut dan struktur yang menyokongnya telah
termodifikasi untuk pertukaran gas (pada vertebrata akuatik), penyokong
rahang, pendengaran, dan fungsi lain selama evolusi vertebrata.
4) Ekor Pacaanus yang Berotot
Sebagian besar chordate memiliki ekor yang memanjang ke arah
posterior anus. Sebaliknya, sebagian besar hewan yang bukan chordate
memiliki saluran pencernaan yang membentang hampir di sepanjang
tubuhnya. Ekor chordate mengandung unsur otot kerangka serta menyediakan
sebagian besar gaya dorong pada banyak spesies akuatik.
Anggota – anggota dari kedua subfilum chordate invertebrate,
Urochordata dan Cephalochordata, menggambarkan bangun tumbuh chordate
dalam versinya yang paling “telanjang” tanpa ciri tambahan yang berkembang
pada vertebrata. Kajian mengenai Urochordata dan Cephalochordata juga
memberikan petunjuk akan asal mula vertebrata.

b. Teori Asal-Usul Chordata


Teori-teori tentang asal usul Chordata disusun berdasarkan karakteristik
invertebrata dan kordata rendah. Ada 3 teori yang dapat dikemukakan mengenai
asal usul Phylum Chordata yaitu:

1. Teori Anelid
Baik anelida maupun Chordata bersifat bilateral simetris dan
bersegmen. Organ-organ ekskresi bersegmen, selom tumbuh baik, ada korda
saraf di pembuluh-pembuluh darah longitudinal. Apabila pada anelida kita
menempatkan korda sarafnya di sebelah dorsal saluran pencernaan, maka tipe
aliran darahnya akan sama dengan yang terdapat pada chordata. Namun,
namun mulut anelida itu lalu ada di sebelah dorsal, tidak seperti pada chordata
yang mulutnya di sebelah ventral. Demikian pula berbagai hubungan
dorsoventral akan berubah. Lebih-lebih lagi, annelida itu tidak mempunyai
struktur yang serupa dengan notokorda atau celah-celah insang.

2. Teori Araknid
Persamaanya adalah pada eurypterid (artropoda zaman Paleozoik) dan
ostracoderm (chordata pada zaman purba), yaitu adanya eksoskeleton dorsal,
namun demikian, kordata tidak mempunyai apendiks-apendiks seperti pada
artopoda, dan korda sarafnya terletak sebelah dorsal. Sedangkan pada
artopoda, korda sarafnya ada di sebelah ventral.

3. Teori Ekinodermika
Larva tornaria dari cacing lidah Soccoglossus sp. (anak filum
Hemichordata) dan larva bipinnaria dari echinodermata, semuanya transparan,
bersilia eksternal, dengan ruang selom, dan mempunyai porus dorsal. Dahulu
memang terjadi kekeliruan, yaitu larva cacing lidah itu diidentifikasi sebagai
Asterius sp. Sebuah hipotesis pernah dikemukakahn, bahwa larva
echinodermata → larva hemichordate → larva tunikata → amfioksus →
ostracoderm. Jika hipotesis itu benar, maka tidak ada lagi kemungkinan akan
ditemukan fosil chordata purba.

Secara tradisional, Chordata dipercaya berasal dari nenek moyang


Deuterostomia. Sebagian besar peneliti dalam bidang ini lebih menyukai skenario
di mana Urochordata berevolusi lebih dahulu, baru kemudian Cephalochordata
dan Vertebrata. Namun, penelitian yang lebih baru berdasarkan filogenetik
molekuler, genom, dan biologi evolusi, mendemonstrasikan bahwa
Echinodermata dan Hemichordata membentuk sebuah klad, lalu Urochordata,
Cephalochordata, dan Vertebrata membentuk klad yang lain. Lebih jauh pada
klad Chordata, Cephalochordata terpisah lebih dahulu, lalu kemudian
Urochordata dan Vertebrata membentuk sister group. Pandangan ini telah
menjadi konsensus yang didukung oleh berbagai data dan argumen dari berbagai
disiplin ilmu (Reece et al, 2014).

Gam
bar 2. Gambar rekonstruksi Pikaia gracilens

Meskipun demikian, untuk mengetahui seperti apa nenek moyang


Deuterostomia dari Chordata masih menjadi perdebatan. Bukti fosil dari Chordata
mula-mula tersebut sangat langka karena Chordata purba tersebut (yang tidak
bertulang belakang) tidak mempunyai tulang dan gigi. Fosil tertua dari Chordata
mungkin adalah fosil berusia sekitar 508 juta tahun yang lalu dari British
Columbia, Canada, yang bernama Pikaia gracilens. Hewan yang sudah punah ini
termasuk dalam subfilum Cephalochordata (Reece et al, 2014).

Seperti apa nenek moyang Chordata masih menimbulkan pertanyaan, dan


berbagai hipotesis yang dikemukakan para ahli masih belum menemukan
konsensus. Akan tetapi, terdapat karakteristik kunci dari Chordata, yaitu: 1.
Memiliki sebuah mulut pada ujung anterior; 2. Memiliki notokorda; 3. Memiliki
tali saraf berongga pada bagian dorsal; 4. Memiliki celah insang; 5. Memiliki
ekor. Cephalochordata (lancelet) menunjukkan karakteristik kunci tersebut pada
hewan dewasa, dan mereka bercabang lebih awal pada pohon filogenetik.
Penemuan ini mengusulkan bahwa nenek moyang Chordata mungkin memiliki
bentuk seperti lancelet (Reece et al, 2014).

c. Perkembangan Evolusioner Filum Chordata

Gambar 3. Hubungan Evolusioner Anggota Filum Chordata

Deuterostoma merupakan nenek moyang Chordata yang diperkirakan


muncul pada periode Cambrian di zaman Paleozoikum (544 juta tahun yang lalu).
Diperkirakan, pada awalnya Deurostoma berkembang menjadi Urochordata,
Cephalochordata, Agnatha, dan Placodermi (sekarang telah punah).
Perkembangan ini terjadi pada periode Cambrian dari tahun 544 sampai 505 juta
tahun yang lalu. Bahkan Urochordata tidak mengalami perkembangan sejak
zaman Cambrian hingga saat ini (Campbell, 2003).

Pada periode Ordovician di era Paleozoikum, garis perkembangan


Chordata bercabang menjadi dua yaitu menjadi ikan bertulang rawan
(Chondrichthyes) dan ikan bertulang sejati (Osteichthyes). Perubahan sifat yang
mencolok pada kedua kelompok ini adalah adanya insang atau derivat insang
pada Osteichthyes. Pada akhir periode Silurian (438 – 408 juta tahun yang lalu),
muncul kelompok hewan yang mempunyai kaki yaitu kelompok Reptilia.
Kelompok ini berkembang dari garis ikan bertulang sejati (Osteichthyes). Pada
akhir periode Carboniferous dari garis Amphibia muncul hewan berambut yaitu
kelompok Mammalia. Masih dari garis Mammalia, pada periode Jurassic muncul
kelompok baru hewan berbulu yaitu Aves (Campbell, 2003).

Vertebrata masih mempertahankan karakteristik chordate primitive tetapi


memiliki spesialisasi tambahan, yaitu ciri yang diturunkan/dimiliki, yang
membedakannya dari chordate invertebrata. Umumnya ciri-ciri tersebut terkait
erat dengan ukuran besar dan gaya hidup yang aktif. Subfillum vertebrata
memiliki empat karakteristik khas yaitu pial neural (neural crest),
sefalisasi (chephalization) yang nyata, tulang punggung, dan system sirkulasi
tertutup. Amphibia, reptilian, aves, dan mamalia secara kolektif disebut tetrapoda
karena sebagian besar hewan dalam kelas ini memiliki dua pasang tungkai yang
menyokong tubuh di darat (Campbell, 2003).

Reptilia, aves dan mamalia memiliki adaptasi darat tambahan yang


membedakannya dengan amphibi. Salah satu di antaranya adalah telur amniotik,
suatu telur bercangkang yang menahan air. Telur amniotic berfungsi sebagai
kolam yang mencukupi diri sendiri yang memungkinkan vertebrata
menyelesaikan siklus hidupnya di darat. Walau sebagian besar mamalia tidak
bertelur, mamalia dapat mempertahankan ciri pokok lainnya dari kondisi amniotic
tersebut. Oleh karena itu, terobosan evolusioner yang penting adalah reptilian,
burung dan mamalia secara kolektif disebut amniota (Campbell, 2003).

B. Asal Usul Evolusi Vertebrata


Pada akhir tahun 1990 an, paleontologis yang bekerja di China menemukan
koleksi beragam fosil berusia sekitar 515 juta tahun yang lalu dari Chordata mula-mula
yang bertransisi ke Vertebrata. Fosil-fosil ini terbentuk saat periode ledakan Cambrian
(en: Cambrian explosion), periode ini adalah periode di mana berbagai kelompok hewan
mengalami diversifikasi yang sangat cepat. Fosil yang paling primitif adalah fosil dari
Haikouella yang mirip dengan lancelet. Namun, hewan ini juga memiliki karakteristik
Vertebrata (walaupun belum termasuk Vertebrata), yaitu otak yang telah berkembang,
mata berukuran kecil, dan segmen-segmen otot pada tubuh, akan tetapi hewan ini tidak
mempunyai tengkorak kepala dan organ-organ telinga (Reece et al, 2014).

Gambar 4. Haikouella

Fosil-fosil yang lain adalah Myllokunmingia dan Haikouichthys ercaicunensis.


Myllokunmingia disebut-sebut sebagai fosil Vertebrata paling tua, namun
pengelompokkan fosil ini ke dalam subfilum Vertebrata masih diperdebatkan. Hewan ini
sudah memiliki tengkorak kepala dan disebut-sebut sebagai Chordata pertama yang
memiliki kepala (yang dapat dibedakan dengan jelas). Vertebrata purba yang lain
adalah Haikouichthys ercaicunensis, hewan ini sudah memiliki susunan tubuh
Vertebrata, yaitu notokorda, tulang belakang sederhana, kepala dan ekor (yang dapat
dibedakan dengan jelas). Semua hewan-hewan purba di atas tidak memiliki rahang,
sehingga logikanya mereka adalah hewan penyaring yang hidup pada dasar laut (Reece
et al, 2014; Raven et al, 2011).

Gambar 5. Myllokunmingia dan Haikouichthys ercaicunensis

Percabangan evolusi Vertebrata dimulai dengan evolusi rahang. Kelompok


Cyclostomata (tidak berahang) yaitu Myxini dan Petromyzontida terpisah lebih awal.
Secara tradisional, Myxini tadinya tidak termasuk Vertebrata karena hewan ini tidak
memiliki tulang belakang. Akan tetapi penelitian lebih baru membuktikan bahwa Myxini
dan Petromizontida adalah sister group, dan Myxini memiliki tulang belakang primitif
(dasar). Hal ini membuat istilah Craniata menjadi sama dengan istilah Vertebrata (Raven
et al, 2011).
Gambar 6. Myxini (Atas ) dan Petromyzontida (Bawah)

Pandangan ini saat ini lebih banyak dipakai dan didukung oleh berbagai literatur.
Lalu mulailah era Vertebrata yang memiliki rahang (Gnathostomata), memiliki rangka
mineral (Chondrichthyes, Osteichthyes), memiliki paru-paru dan derivatnya
(Actinopterygii), sirip berlobus (Actinistia), memiliki kaki (Tetrapoda), telur amniotik
(Reptilia), dan kemudian susu (Mammalia) (Mader, S. S, 2009).

C. Pisces

a. Perkembangan Evolusi Pisces


Evolusi ikan terjadi sejak 400 juta tahun yang lalu, dimulai dari perpindahan
ikan yang hidup di laut ke perairan tawar (Nelson 2006). Evolusi ikan diketahui
mempunyai dua garis utama. Garis evolusi tersebut terbagi menjadi Superkelas
Agnatha dan Gnathostomata. Karakteristik ancestral terdapat pada Superkelas
Agnatha (ikan tanpa rahang). Agnatha telah ada sejak 350 - 500 juta tahun lalu. Saat
ini diketahui hanya 70 spesies yang tersisa pada Superkelas Agnatha di antaranya
adalah lamprey (Ordo Petromyzontiformes) dan hagfish (Ordo Myxinformes)
(Moyle & Cech 1988).
Gambar 7. Evolusi Pisces

Superkelas Gnathosmata (ikan berahang) ini hidup selama akhir masa Silur
dan awal masa Devon (360 - 400 juta tahun yang lalu). Masa Devon ditandai dengan
periode ketika banyak danau dan sungai yang menjadi kering atau menjadi jauh
lebih kecil dan lebih hangat. Perumbahan lingkungan ini menyebabkan tekanan
seleksi yang hebat pada ikan air tawar pada masa Devon. Superkelas Gnathostomata
(ikan berahang) terbagi menjadi dua kelas yaitu, Chondrichtyes (ikan bertulang
rawan) dan Osteichthyes (ikan bertulang keras), yang muncul bersamaan dengan
suatu kelompok yang diberi nama Plakodermi. Sebagian besar ikan tergolong dalam
Kelas Osteichthyes. Catatan fosil menggambarkan adanya radiasi adaptif yang
ekstensif dari ikan pada masa Devon. Sebagian besar dari ikan-ikan ini kemudian
punah, akan tetapi beberapa diantaranya menghasilkan garis keturunan yang
mengembangkan dua kelas besar ikan masa kini (Burhanuddin, 2014).

b. Penggolongan Ikan
Berdasarkan Burhanuddin (2014), pisces dibagi atas tiga golongan, antara lain :

a) Agnatha
Meliputi ikan – ikan yang tidak berahang, memiliki mulut bulat yang
berada di ujung anterior. Tanpa sirip, namun beberapa jenis Agnatha memiliki
sirip ekor dan sirip punggung. Notokorda tetap ada pada selama hidup, secara
tidak sempurna dan diselubungi oleh kartilago. Jenis kelamin terpisah, ada yang
hermaprodit dan mendapatkan makanan dengan menghisap tubuh ikan lain
dengan menggunakan mulutnya. Contoh ikan yang termasuk ke dalam golongan
agnatha adalah Myxine sp (ikan hantu, ikan hag), Petromzom sp (Lamprey,
belut laut).

b) Chondrichtyes
Meliputi ikan yang bertulang rawan sepanjang hidupnya. Memiliki
rahang, mulit dibagian ventral. Kulitnya tertutup sisik placoid (berasal dari
kombinasi mesoderm dan ectoderm). Sirip dua pasang, serta sirip ekor
heterocercal (tidak seimbang). Sebagian notokordnya diganti oleh vertebrae
yang lengkap. Ginjal bertipe mesonefros. Jenis kelamin terpisah dan fertilisasi
eksternal atau internal. Contoh yang termasuk golongan ini adalah Squalus sp
(Ikan Hiu), dan Raja sp (Ikan Pari).
c) Osteichthyes
Meliputi ikan yang bertulang keras, otak dilindungi oleh tulang rawan.
Mulutnya memiliki rahang, sisik bertipe ganoid, sikloid, atau steoid yang semua
berasal dari mesodermal. Insang dilengkapi dengan operculum (tutup insang).
Jangtung beruang dua, yaitu atrium dan ventrikel. Notokordanya ditempati
vertebrae yang menulang, memiliki gelembung renang yang berhubungan
dengan faring. Tipe ginjalnya mesonepros. Contoh yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah Ameiurus melas (Ikan Lele), Anquilla sp (Belut), Scomber
Scombrus (Ikan Tuna), Onchorhynchus sp (Ikan Salmon), dan Sardinops
coerulea (Ikan Sarden).

Secara umum golongan ikan yang masih ada (masih hidup hingga sekarang
ini dapat dibagi atas tiga golongan besar (kelas) yaitu : Kelas Cephalaspidomorphi
(Lamprey dan Hagfish), Kelas Chondrichthyes (Sharks, Rays, Skates, dan
Chimaeras), dan Kelas Osteichthyes (Bony Fishes). Ikan yang termasuk ke dalam
kelas Cephalaspidomorphi merupakan ikan yang masih primitive. Berdasarkan hasil
temuan fosil dapat dijelaskan bahwa ikan tak berahang yang pertama itu tidak saja
masih kecil (masimal 12 cm), tetapi juga seluruh kehidupannya bersifat bentonik,
hidup di dasar dan bukan tipe perenang cepat. Pada Zama Ordovisium (Silur dan
Devon) sudah terdapat sejumlah besar dan beraneka ragam bentuk ikan yang tidak
berahang (Lagnes dkk, 1962: Burhanuddin, 2014).

Ciri utama kelas ini adalah tidak mempunyai rahang, tubuh bulat panjang
atau silendris, bagian ekornya pipih (anguilliform), tidak mempunyai sisik perut
(ventral fin atau pelvic fins). Otak telah berkembang dengan baik, pada telinga
bagian dalam hanya mempunyai dua saluran setengah lingkaran (semisercular
canals). Tulang tempurung kelapa dan archus viceralis (tempat insang) berupa tulang
rawan, terdapat notochord yang dilengkapi dengan archus neuralis yang tidak
sempurna sebagai wakil vertebrae. Golongan ikan ini terkenal dengan nama ikan
Cyclostomata (si mulut bundar) yang berasal dari bahasa latin (Cyclus = bulat ; dan
Stoma = mulut) (Burhanuddin, 2014).

D. Amphibia
Kata amphibi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu
“Amphi” (rangkap) dan “bios” (hidup). Atau dapat diartikan sebagai hewan bertulang
belakang (vertebrata) dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut
yang hidup di dua alam; yakni di air dan di daratan. Karena itu amphibi diartikan sebagai
hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya,
amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di
daratan (Zug, 1993).
a. Karakteristik Amphibia
Amphibia mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut:
Tabel 1. Ciri-ciri umum amphibia
Penutup tubuh Kulit yang berlendir
Alat gerak Dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang
yang terdapat di antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi
untuk melompat dan berenang.
Alat pernapasan Pernapasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah
dewasa alat pernapasannya berupa paru-paru dan kulit dan hidung
amfibi mempunyai katup yang mencegah air masuk ke dalam
rongga mulut ketika menyelam
Suhu tubuh tidak tetap, berubah-ubah mengikuti suhu lingkungannya (berdarah
dingin/poikiloterm)
Peredaran darah Tertutup
Alat Mata dan matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut
penglihatan membrana niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam
Berkembang Dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantan di
biak luar tubuh induknya (pembuahan eksternal
Jantung Terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik
(Zug, 1993).

Sedangkan, ciri-ciri khusus dari amphibi yaitu:


 Tubuh diselubungi kulit yang berlendir serta tidak mempunyai sisik
 Merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm)
 Mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu
bilik
 Mempunyai dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang
yang terdapat di antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat
dan berenang
 Memiliki dua lubang hidung yang berhubungan dengan ruang mulut yang
mempunyai klep untuk menahan air
 Umumnya pada mulut terdapat gigi dan lidah sering kali dapat dikeluarkan
 Matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membrana niktitans yang
sangat berfungsi waktu menyelam
 Pernapasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat
pernapasannya berupa paru-paru dan kulit dan hidungnya mempunyai katup yang
mencegah air masuk ke dalam rongga mulut ketika menyelam
 Berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantan
di luar tubuh induknya (pembuahan eksternal).
 Otak memiliki 10 pasang sarang krainal
 Fertilisasi secara internal dan ekternal dan umumnya ovivar dengan stadium larva
dalam air dan bermetamorfosis menjadi dewasa.
(Zug, 1993).

b. Evolusi Amphibia
Amphibia merupakan perintis verebrata daratan. Amphibia dianggap sebagai
bentuk peralihan dari kehidupan air (Pisces) ke bentuk kehidupan Tetrapod di darat.
Karena bentuk larvanya mewakili bentuk kehidupan air dan bentuk dewasa yang
terspesialisasi untuk bisa hidup di darat.
Amphibia pertama muncul di zaman Devonian—Era Paleozoic—sekitar
350 juta tahun yang lalu. Hampir seluruh daratan di dunia menyatu menjadi satu
kontinen luas yang dinamakan Pangea (Asia, Eropa dan Amerika Utara menyatu
pada daratan ini). Daratan Pangea ini beriklim tropis stabil, dengan kelembaban
tinggi, habitat rawa menjadi bentuk ekosistem yang umum.
Gambar 8. Pangea
Pada periode Silur (periode dalam skala waktu geologi, dimulai pada akhir
periode Ordovisium (443,7 + 1,5 juta tahun yang lalu) hingga awal periode Devon
(416,0 + 2,8 juta tahun yang lalu)), ikan primitif dengan rahang atas dan rahang
bawah mulai muncul, merupakan spesies ikan berperisai (placodermi) dan spesies
ikan dengan sirip berduri (acanthodii) yang paling awal. Pada periode Devon,
mereka berevolusi menjadi ikan bertulang rawan (Chondrichthyes) dan ikan
bertulang sejati (Osteichthyes), menjadi hewan utama di laut. Oleh karena itu,
periode Devon disebut sebagai zaman ikan. Sampai dengan periode Permian, spesies
ikan berperisai (placodermi) dan spesies ikan dengan sirip berduri (acanthodii) satu
per satu punah. Pada masa sebelum periode Permian terdapat banyak spesies ikan
bertulang rawan, spesies ikan tersebut secara bertahap berkurang pada periode Trias
baru. Saat ini yang tersisa hanyalah ikan hiu, ikan pari, dan jenis ikan chimaera. Ikan
bertulang sejati ini menjadi dominan dalam hal kompetisi, merupakan salah satu
hewan di laut yang perkembangbiakannya paling tinggi. Sebagian ikan bertulang
sejati berevolusi menjadi ikan yang memiliki paru-paru (Dipnoi) dan ikan primitif
kelompok Crossopterygii, kelompok ikan yang disebutkan terakhir ini kemudian
berkembang menjadi hewan amphibi (ntm.gov).
Paru-paru dan tulang anggota tubuh yang mereka warisi dari moyang
krosopterigia, memberikan sarana untuk lokomosi dan bernapas di udara. Atrium
kedua dalam jantung memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung
kembali ke dalamnya untuk dipompa kembali ke seluruh badan dengan tekanan yang
penuh. Sementara pencampuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang miskin
oksigen terjadi dalam ventrikel tunggal, jantung yang beruang 3 memberikan
peningkatan yang berarti dalam efisiensi peredaran dan dengan demikian
meningkatkan kemampuan untuk mengatasi lingkungan daratan yang keras dan
lebih banyak berubah-ubah (Pough et. al., 1998).
Amphibia telah mengembangkan telinga sederhana dari struktur yang
diwarisinya dari moyang mereka. Spirakel tertutup dengan membran yang berfungsi
sebagai gendang telinga dan tulang rahang yang tidak terpakai lagi (berasal dari
lengkung insang agnatha) berguna untuk meneruskan getaran dari membran ini ke
telinga dalam. Kaki diperkirakan berasal dari modifikasi sirip depan (pectoral) dan
perut (abdominal) yang mengalami modifikasi untuk bergerak di lingkungan darat
(Pough et. al., 1998).
Amphibia yang paling awal adalah Diplovertebron, panjangnya ±60 cm.
Beberapa contoh fosil berukuran ±2,5 cm. Amphibia ini hanya berjaya selama
zaman Karbon. Bumi ditutupi oleh rawa yang luas, kehidupan tumbuhan yang
berlimpah, dan terdapat banyak insekta untuk dimakan oleh amphibia. Zaman ini
sering disebut zaman Amphiba. Zaman ini diikuti oleh suatu periode (Permian)
ketika bumi menjadi lebih dingin dan lebih kering. Penurunan kejayaan amphibi
berlangsung terus sampai sekarang. Karena tidak mempunyai kulit dan telur yang
kedap air, maka tak ada satu amphibia pun yang dapat menyesuaikan sepenuhnya
dengan keadaan daratan (Pough et. al., 1998).
Hewan yang sudah dewasa mempunyai columna vertebralis dan juga
dilengkapi pula adanya extremitas (anggota badan) dengan jari-jari atau disebut
digiti yang bentuknya berbeda-beda, sedangkan kulit bentuknya lembut dan tidak
mempunyai sisik ataupun rambut. Tetapi kriteria semacam ini, sering tidak dapat
digunakan untuk species tertentu. Ada beberapa species yang mengalami modifikasi,
bahkan ada pula yang tidak mengalami fase larva di dalam air dan sebaliknya ada
beberapa jenis hewan dewasa yang tetap bertahan di dalam kehidupan air contohnya
adalah Xyophus sp (Pough et. al., 1998).

c. Klasifikasi Amphibia
Amphibian awalnya mempunyai 4 ordo, yakni (1) ordo Apoda (Sesilia), yang
merupakan hewan seperti cacing dan tanpa kaki, (2) ordo Urodela (Salamander dan
kadal air (newt)), (3) ordo Anura (katak dan bangkong), dan (4) ordo Proanura.
Namun pada waktu ini hanya tertinggal tiga ordo, karena ordo Proanura telah
mengalami kepunahan.
1. Ordo Apoda (Caecilia)
Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai
kaki sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak
bertungkai, dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata
tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi
sebagai fotoreseptor.
Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory.
Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup
dalam air dan bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami
reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik.
Fertilisasi pada Caecilia terjadi secara internal (Webb et.al, 1981).
Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu Rhinatrematidae, Ichtyopiidae,
Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae. Famili Caecilidae
mempunyai 3 subfamili yaitu Dermophinae, Caecilinae dan Typhlonectinae
(Webb et.al, 1981).

Gambar 9. Caecilia
Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini
mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif
berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan
tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan
waktu yang lama di air sebelum metamorphosis. Anggota famili ini yang
ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi DIY.
2. Ordo Urodela (Caudata)
Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang, mempunyai anggota
gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum. Tubuh dapat dibedakan antara
kepala, leher dan badan. Beberapa spesies mempunyai insang dan yang lainnya
bernafas dengan paru-paru. Pada bagaian kepala terdapat mata yang kecil dan
pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip dengan
fase dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas
dari air. Pola persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah,
Jepang dan Eropa.  Urodella mempunyai 3 sub ordo yaitu Sirenidea,
Cryptobranchoidea dan Salamandroidea. Sub ordo Sirenidae hanya memiliki 1
famili yaitu Sirenidae, sedangkan sub ordo Cryptobranchoidea memiliki 2 famili
yaitu Cryptobranchidae dan Hynobiidae. Sub ordo Salamandroidea memiliki 7
famili yaitu Amphiumidae, Plethodontidae, Rhyacotritoniade, Proteidae,
Ambystomatidae, Dicamptodontidae dan Salamandridae (Pough et. al., 1998).

a) Proses Evolusi Salamander


Salamander adalah mahluk yang sering dikira setan. Di dalam
agenda, salamander disebut-sebut bisa berjalan di atas api tanpa terluka
sedikit pun. Takhayul ini tetap hidup karena penampilan salamander yang
aneh. Mereka biasanya berkembang biak pada malam hari atau musim
penghujan. Sekalipun lamban, mereka mampu menempuh jarak yang sangat
jauh. Pada 150 juta tahun terakhir masa evolusinya, salamander hanya
mengalami sedikit sekali perubahan. Berikut merupakan awal dari
Salamander sebelum berevolusi :

Gambar 10. Eusthenopteron


Nama : Eusthenopteron
Periode : Akhir Devonian (380 juta tahun lalu)
Ukuran : Panjangnya 1,2 Meter 
Karakter : Berkat struktur tulang dan bentuk siripnya, ketika air surut ia
mampu naik ke darat untuk mencari perairan baru yang lebih dalam Amfibi
ini mempunyai ekor yang kuat, yang mendorongnya ke depan dan
membantunya menangkap mangsa Susunan tulang siripnya sangat mirip
binatang darat Dalam setiap giginya, tersusunan lekukan labirin yang rumit,
dan ini adalah hal yang umum pada amfibi primitif (Pendidikan Biologi,
2015).
Lalu berevolusi menjadi :

Gambar 11. Ichthyostega


Nama : Ichthyostega
Periode : Akhir Devonian (370 juta tahun lalu)
Ukuran : Panjangnya 1 Meter
Karakter : Ketika berada di darat, ia mengalami kesulitan untuk
bergerak. Ia hanya menyeret tubuhnya dari sisi ke sisi, maka ia tidak bisa
terlalu jauh dari air Ia merupakan binatang pertama yang berkaki empat,
walaupun kakinya lemah Di air, ia binatang yang sangat gesit. Ekornya
berfungsi sebagai pendorong. Ia menangkap ikan dengan mulutnya yang
lebar Kalau berad di luar air ia hanya bisa menangkap mangsa yang lamban,
seperti Gastropoda, annelida, dan larva (Pendidikan Biologi, 2015).
Lalu berevolusi menjadi :
Gambar 12. Microbrachis
Nama : Microbrachis 
Periode : Akhir Zaman Karbon (300 Juta tahun lalu)
Ukuran : Panjangnya 15 sentimeter
Karakter : Ia mempunyai tubuh memanjang tubuh, dengan lebih dari 40
ruas tulang belakang yang menjadi ciri khas sebagian binatang air. Amfibi ini
berenang dengan menggerakkan tubuh dan ekornya dari sisi ke sisi, tetapi
tidak menggerakkan kakinya yang kecil Makanan favoritnya adalah
invertebrata kecil-kecil dalam bentuk plankton yang ditemukan di perairan
tawar tempat hidupnya (Pendidikan Biologi, 2015).
Lalu Berevolusi Menjadi :

Gambar 13. Pantylus


Nama : Pantylus
Periode : Awal Permian (280 juta tahun lalu)
Ukuran : Panjangnya 25 sentimeter
Karakter : Amfibi ini telah beradaptasi dengan baik untuk hidup di darat.
Ia dapat berjalan dengan kakinya yang kecil tapi kuat itu Amfibi ini
mempunyai tubuh kecilyang tertutup sisik. Cirinya yang paling menonjol
adalah kepalanya yang besar Mulutnya penuh dengan gigi-gigi pipih yang
berguna untuk mengunyah invertebrata kecil yang di makannya (Pendidikan
Biologi, 2015).
Lalu berevolusi menjadi :
Gambar 14. Karaurus
Nama : Karaurus
Periode : Akhir Zaman Jurasik (150 juta tahun lalu)
Ukuran : Panjangnya 20 sentimeter
Karakter : Penampilannya mirip dengan salamander yang ada sekarang,
yang mengalami sedikit sekali evolusi selama lebih dari 150 juta tahun lalu
Karaurus ukurannya sama dengan salamander modern Berkat struktur
tubuhnya, ia bisa menjadi perenang yang sangat baik, sehingga membuatnya
mampu menangkap sejumlah besar cacing, siput, serangga, dan kerang
(Pendidikan Biologi, 2015).
Dan yang terakhir berevolusi menjadi :

Gambar 15. Salamander


Nama : Salamander
Periode : Sekarang
Ukuran : Panjangnya 20 - 30 sentimeter
Karakter : Warna terang pada Salamander berfungsi untuk
memperingatkan musuhnya terhadap racun berbahaya yang dimilikinya
Kelenjar parotid yang terdapat di sisi kepalanya sangat besar  Kalau
Salamander ini marah, kelenjar dikulitnya mengeluarkan zat bewarna putih
yang menyengat dan sangat beracun Di darat, gerakannya lambat. Supaya
mangsanya bisa tertangkap ia harusmenunggu mangsanya mendekat. Di
daerah beriklim sedang, ia masih bisa tetap aktif selama musim dingin. Tapi
kalau udara menjadi sangat dingin, ia akan bersembunyi di bawah batu atau
lubang di dalam tanah (Pendidikan Biologi, 2015).

b) Siklus hidup Salamander


Seperti pada dasarnya hewan amfibi, salamander mengalami proses
metamorfosis didalam siklus kehidupan. Salamander dewasa yang siap
berkembangbiak melakukan proses perkawinan lalu menempelkan telur–telur
pada ranting atau dedaunan di sungai. Telur–telur tersebut menetas dan
menjadi larva kecil yang memiliki insang. Fase selanjutnya, larva tersebut
berubah menjadi larva muda dan tumbuh kaki pada bagian depan. Setelah
beberapa minggu diikuti dengan tumbuhnya kaki belakang dan ukuran tubuh
yang membesar. Metamorfosis selanjutnya yaitu dengan hilangnya insang
dan perubahan bentuk pada sirip ekor diikuti dengan alat pernapasan yang
menggunakan paru–paru, lalu salamander yang telah bermetamorfosis pindah
ke daratan atau tanah yang lembab dan akan kembali ke air pada saat
berkembangbiak (Boolotian, 1979: 263).
Gambar 16. Siklus hidup salamander

3. Ordo Anura
Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya,
anggota ordo ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu
dengan badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai
belakang lebih besar daripada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya
yaitu dengan melompat. Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-
jarinya.
Membrana tympanum terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang
cukup besar dan terletak di belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata
berukuran besar dan berkembang dengan baik. Fertilisasi secara eksternal dan
prosesnya dilakukan di perairan yang tenang dan dangkal (Duellman and Trueb,
1986).
Ordo Anura dibagi menjadi 27 famili, yaitu: Ascaphidae, Leiopelmatidae,
Bombinatoridae, Discoglossidae, Pipidae, Rhinophrynidae, Megophryidae,
Pelodytidae, Pelobatidae, Allophrynidae, Bufonidae, Branchycephalidae,
Centrolenidae, Heleophrynidae, Hylidae, Leptodactylidae, Myobatrachidae,
Pseudidae, Rhinodermatidae, Sooglossidae, Arthroleptidae, Dendrobatidae,
Hemisotidae, Hyperoliidae, Microhylidae, Ranidae, an Rachoporidae. Namun
hanya ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae,
Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae.

Gambar 17. Rana temporaria

a) Siklus hidup katak


1. Telur
 Proses pertama berasal dari telur. Katak dapat bertelur dalam jumlah
yang sangat banyak sekali bertelur namun tidak semua telur akan
menetas dan menjadi katak. Hal ini akan tergantung dari faktor
internal dan faktor eksternal yang terjadi pada telur katak.
 Faktor internal dipengaruhi oleh gen dari induk telur katak itu sendiri,
jika induk katak memiliki gen yang bagus maka telur juga akan bagus
dan tidak mudah rusak. Tekstur dari telur katak itu sendiri berupa
bulatan kenyal yang sangat mudah rusak. Di dalamnya juga
dilengkapi semacam kuning telur sebagai sumber makanan bagi telur
katak satu-satunya.
 Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi telur katak diantaranya
adalah arus air, predator pemangsan telur katak dan juga ulah
manusia. Oleh sebab itu air merupakan tempat yang sangat cocok
untuk mengembangbiakan telur katak supaya terhindar dari hal-hal
yang tidak diinginkan tersebut.
 Untuk katak yang hidup di pohon, telurnya akan memiliki cangkang
busa yang berfungsi untuk melindungi telur dari suhu panas
sedangkan untuk katak yang hidup di hutan biasanya telur akan
diletakan di punggung si jantan dan melindunginya dari bahaya. Telur
katak akan menetas menjadi larva katak setelah 21 hari (Sari, 2015).

2. Tadpole (kecebong)
 Setelah telur katak menjadi larva yang kemudian disebut dengan
kecebong, mereka akan tetap mengandalkan kuning telur dari sisa
telurnya dahulu sebagai sumber makanan sampai mereka berada di
usia paling tidak 7-10 hari.
 Pada usia kurang dari 7 hari, katak masih sangat lemah dan organ
tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna. Hingga pada usia 7-10
hari, kecebong sudah memiliki organ tubuh yang sempurna dan bisa
mulai bisa mencari makan sendiri berupa alga air. Pada usia ini
kecebong bernafas dengan menggunakan insang hingga pada minggu
ke 4 insang kecebong akan mulai tertutup oleh kulit dan masuk di
dalam tubuh sehingga lamba laun setelah menjadi katak muda akan
mulai bernafas menggunakan paru-paru dan juga mulai terbentuk gigi
yang tipis.
 Pada minggu ke 6 kecebong ini mulai menunjukkan jati dirinya
sebagai katak karena mulai terbentuk kaki. Terdapat 4 kaki yaitu dua
di depan dan dua lagi dibelakang dengan ukuran yang lebih panjang.
pada fase ini katak muda mulai memakan makanan berupa serangga
namun serangga yang sudah mati dan masuk dalam air namun juga
masih memakan tumbuhan karena belum optimal dalam mencari
serangga. Hingga pada minggu ke 9 katak sudah menjadi kecebong
ini sudah berubah wujud menjadi katak muda (Sari, 2015).

3. Katak muda
Fase ini akan terjadi pada saat katak berusia 12 minggu. Pada fase
ini katak masih memiliki ekor dari kecebong namun sangat pendek dan
hampir tidak terlihat. Katak juga sudah mulai menggunakan paru-paru
sebagai alat pernafasannya yang permanen. Katak juga mulai bisa hidup
di daratan dan juga menyesuaikan dirinya dengan makan makanan
berupa serangga baik yang sudah mati maupun yang hidup. Proses
penyesuaian diri ini dilakukan katak supaya ketika mereka sudah
menjadi katak dewasa dirinya bisa mandiri dan menghindari bahaya dari
para predator (Sari, 2015).

4. Katak dewasa
Katak dewasa merupakan katak yang berusia 12 hingga 16
minggu. Untuk fase ini katak telah memiliki bentuk yang sempurna dan
menjadi predator serangga-serangga kecil yang ada di sekitarnya. Katak
akan menghabiskan hidupnya sebagian besar di daratan dan akan
kembali di dalam air biota laut jika dirinya mulai melakukan perkawinan
dan proses bertelur hingga telurnya menetas (Sari, 2015).

Gambar 18. Siklus hidup katak


4. Ordo Proanura
Anggota-anggota ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan
telah punah. Anggota-anggota ordo ini hidupnya di habitat akuatik sebagai larva
dan hanya sedikit saja yang menunjukkan perkembangan ke arah dewasa. Ciri-
ciri umumnya adalah mata kecil, tungkai depan kecil, tanpa tungkai belakang,
kedua rahang dilapisi bahan tanduk, mempunyai 3 pasang insang luar dan paru-
paru mengalami sedikit perkembangan. Amphibi ini tidak menunjukkan adanya
dua bentuk dalam daur hidupnya (Duellman and Trueb, 1986).

E. Reptilia
Reptilia adalah hewan pertama yang benar-benar hewan daratan. Reptilia
berkembang dari amfibia pada zaman Karbon. Reptil merupakan Vertebrata pertama
yang sepenuhnya tererstrial dan tak perlu kembali ke air untuk berkembang biak. Hal ini
dicapai melalui evolusi telur yang kledoik (tertutup). Kelebihan reptilia yang paling awal
“Kotiloaurus” terhadap amfibi adalah :
 Perkembangan telur yang bercangkang dan berisi kuning telur (yolk) yang dapat
diletakkan di tanah tanpa kemungkinan menjadi kering
 Cangkang kedap air dan kedap terhadap sperma, sehingga perkembangan telur yang
bercangkang terjadi bersamaan dengan perkembangan fertilisasi internal.
 Embrio dilindungi oleh cairan yang terdapat dalam amnion, mendapat makanan dari
kantong kuning telur (yolk), bernapas melalui korion dan alantois, dan menyimpan
limbah metabolisme di dalam kantong yang dibentuk oleh allantois (Web dkk, 1981).

Bentuk adaptasi reptil dapat terlihat pada:


a. Tengkorak

Reptil memiliki tulang tengkorak yang berbeda-beda, perbedaan antara


masing-masing tipe tengkorak dilihat dari lubang temporal dan arkadenya (Kimbal,
1999).

Gambar 19. Bagan evolusi Anapsida, Diapsida, Sinapaida dan Euryapsida


(Kurt Schwenk, 2000).

 Anapsida
Gambar 20. Anatomi tengkorak Anapsida
(sumber: University of Cumberlands)

Anapsida adalah golongan amniota yang tidak memiliki tingkap telinga


dengan anatomi rangka tengkorak yang sederhana, tidak memiliki otot pipi,
rahang tidak bisa memutar untuk mengunyah makanan dan organ telinga
masih didalam tengkorak, yang termasuk dalam golongan anapsida adalah
kelas Parareptilia, seperti ordo Mesosauria, Millerosauria,
Procolophonomorpha dan Testudinata. Namun kini, anapsida yang masih ada
hanya Testudinata seperti kura-kura, penyu, dan labi-labi. Penamaan
ilmiahnya diambil dari bahasa Latin yang berarti “tak bertingkap” (Kimbal,
1999).

 Synapsida

Gambar 21. Anatomi Tengkorak Synapsida


(sumber: University of Cumberlands)

Sinapsida adalah golongan amniota yang memiliki tingkap telinga


tunggal dibawah mata, memiliki otot pipi, mampu memutar rahang untuk
mengunyah mangsa dengan organ telinga yang sudah sempurna, memiliki tiga
bagian dalam organ telinga, meliputi kelas Mamalia yang berkuasa dalam
masa Kenozoikum. Penamaan ilmiahnya diambil dari bahasa Latin yang
berarti "tingkap tunggak". Istilah sinapsida juga dipakai untuk menyebut ordo
mamalia serupa reptil atau proto-mamalia (Kimbal, 1999).

 Diapsida

Gambar 22. Anatomi Tengkorak Diapsida


(sumber: University of Cumberlands)

Diapsida adalah golongan amniota yang memiliki tingkap telinga


ganda dibelakang mata, tidak memiliki otot pipi, mampu membuka rahang
sangat lebar hingga sudut 90°, namun tidak bisa memutar rahang untuk
mengunyah makanan, meliputi kelas Reptilia, Dinosauria, Lepidosauria dan
Aves, dengan jumlah mencapai 7925 spesies reptil diapsida dan 18.000 spesies
diapsida aves. Penamaan ilmiahnya diambil dari bahasa Latin yang berarti
"tingkap ganda" (Kimbal, 1999).

 Parapsida

Gambar 23. Anatomi Tengkorak Parapsida


(sumber: University of Cumberlands)
Parapsida adalah golongan amnionta yang memiliki tingkap telinga tunggal
berbentuk lonjong disamping atas mata, tidak memiliki otot pipi, rahang tidak
bisa memutar dan organ telinga mirip seperti milik diapsida, meliputi reptil
laut purba dibawah kelas Sauropterygia, seperti Ichthyosaurus dan
Plesiosaurus. Penamaan ilmiahnya diambil dari bahasa Latin yang berarti
"tingkap lonjong" (Kimbal, 1999).

b. Kulit/Integument
Reptil memiliki lapisan kulit yang tebal, kering dan bersisik dan sering
diperkuat dengan osteoderm tulang. Sisik pada reptil terdiri dari lapisan keratin
mengalami penebalan dari lapisan epidermis. Mengalami proses ecdysis secara
periodik. Dermis berkembang menjadi lapisan yang tebal (terdiri atas jaringan ikat)
dan pada dermis terdapat chromatofor (pigmen warna) (Putri, 2016).

Gambar 24. Anatomi Kulit Reptil


(Kimbal, 1999)

c. Telur
Telur memiliki pelindung berupa cangkang. Cangkang bersifat permeabel
terhadap O2 dan CO2. Telur memiliki lapisan : Chorion, Amnion, Allantois (Putri,
2016).

Gambar 25. Anatomi Telur Reptil


(sumber: Putri, 2016)
d. Sistem Peredaran Darah (cardiovasculare)

Gambar 26. (B) Pola umum sistem peredaran darah pada Reptilia (C) Sistem
peredaran darah Crocodilia
(sumber: Kimbal, 1999)

Jantung mempunyai dua atria dan dua ventrikel yang terpisah tidak sempurna
(kecuali pada Crocodilidae). Peredaran darah paru-paru dan sistemik hanya terpisah
secara parsial. Kedua lengkung aorta kiri dan kanan sempurna dan berfungsi. Eritrosit
berbentuk oval, bikonveks dan berinti.
Atrium kanan menerima darah deoksigenasi sedangkan atrium kiri menerima
darah oksigenasi. Pada Buaya jantung terpisah secara sempurna (atrium dan
ventrikel), celah terdapat pada sekat antara aorta kanan dan kiri yang disebut Foramen
Panizzae (Putri, 2016).

e. Lokomosi
Reptil bertungkai: menggunakan tungkai untuk berjalan. Secara struktur,
tungkai reptil lebih baik dalam menopang tubuh dibandingkan amphibi, namun
pergerakan masih terbatas dan lambat. Pada ular: Alat lokomosi menggunakan
skeleton, otot tubuh dan kulit (Putri, 2016).
Gambar 27. Contoh Lokomosi Pada Ular
(sumber: Putri, 2016)

f. Alat Indera

Organ penciuman berkembang baik yaitu Organ jacobson (Vomeronasal).


Indera penciuman reptil dinamakan organ Jacobson, bentuknya berupa lubang-lubang
kecil yang mengandung sel-sel pembau. Pada kebanyakan reptil (ular dan kadal)
indera pembau terletak pada langit-langit rongga mulut. Pada Buaya terdapat
Integumentary Sense Organ (ISO) yang biasanya terdapat pada rahang buaya. Ular
(beberapa family), memiliki Thermal Pit. Pit organ merupakan detektor panas pada
ular. Pit organ ini berupa lubang-lubang di depan wajah ular yang di dalamnya
terdapat membran thermoreseptor. Pada gambar berikut, organ pit ditunjukkan dengan
panah warna merah. Sementara, panah berwarna hitam menunjukkan lubang
hidungnya (Putri, 2016).

Gambar 28. Contoh Pit Hole Pada Ular


(sumber: Putri, 2016)
Reptilia paling awal, yang kakinya pendek menjulur ke samping tubuh,
menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam air dan hanya bertelur di darat sehingga
mudah disembunyikan dari mangsa. Seiring semakin keringnya zaman Permian,
modifikasi lain untuk hidup di daratan kering berevolusi. Perkembangan kulit kering
memungkinkan mereka untuk meninggalkan air dengan aman. Tetapi kulit kering tidak
dapat digunakan untuk respirasi. Penyempurnaan paru-paru dikembangkan dengan
pembesaran rongga rusuk (Jasim, 1989). Sekat ventrikel mengurangi pencampuran darah
yang mengandung oksigen dengan darah yang kurang oksigen sehingga memungkinkan
efisiensi peredaran darah. Kotilosaurus mengalami radiasi adaptif dan menghasilkan 5
garis keturunan yang utama, yaitu:

Gambar 29. Garis Evolusi pada Reptil


(sumber: Web, 1981)

 Pelikosaurus, menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam air dengan kaki yang
berada di bawah sehingga memungkinkan untuk berlari lebih cepat dan lebih ringan
di darat. Dari pelicosaurus inilah berevolusi sekelompok reptil di darat yaitu
terapsida. Pada awal zaman Mesozoikum terapsida merupakan reptilia yang paling
banyak jumlahnya, tapi mereka segera dilampaui oleh kelompok lain. Namun, hal
tersebut hanya bersifat sementara (± 100 juta tahun), karena keturunan terapsida
yaitu mamalia, pada akhirnya menguasai bumi ini.
 Penyu (Ordo Chelonia), dari asal-usulnya dalam era Mesozoikum awal sampai
sekarang, sebagian besar penyu hidup di air tawar atau di lautan. Meskipun
habitatnya demikian, mereka tidak meninggalkan warisan adaptasi darat mereka.
Mereka bernapas dengan paru-paru dan meletakkan telur bercangkangnya di darat.
Penyu air tawar merayap ke darat untuk membuat lubang dalam pasir atau tanah
untuk bertelur. Meskipun tidak punah, penyu merupakan kelompok yang paling
menonjol, karena masih ada setelah berada di bumi selama 200 juta tahun, dimana
sebagian besar reptilia sezamannya telah punah.
 Plesisaurus dan Iktiosaurus, merupakan anggota kedua garis keturunan reptilia laut
yang berkembang dalam periode Jura tetapi punah pada akhir zaman Mesozoikum.
Mereka pemakan ikan, hal ini sesuai dengan kehidupan di laut. Namun kenyataanya,
anggota tubuh yang menyelip di sirip sangat sesuai untuk lokomosi di darat sehingga
iktiosaurus mempertahankan telur di dalam tubuh induk dan tidak bertelur di darat.
Anak yang dilahirkan hidup dan aktif, seperti halnya ikan hiu berenang.
 Diapsida, merupakan garis keturunan kelima dari iktiosaurus. Disebut diapsida
karena mempunyai struktur tulang lengkung ganda yang khas di daerah temporal
tengkorak. Diapsida mempunyai adaptasi fisiologis yang penting untuk hidup di
darat yang tidak terdapat pada kelompok lain, yaitu kemampuan untuk mengubah
limbah nitrogen menjadi asam urat yang hampir tidak dapat larut. Asam urat keluar
sebagai pasta putih bersama feses. Kemampuan kelompok ini dan keturunannya
mengekresikan limbah nitrogen sehingga membebaskan mereka hampir seluruhnya
dari ketergantungan pada air minum (Web dkk, 1981).

Evolusi kelompok reptilia ini diikuti beberapa cabang yang menghasilkan kadal
dan ular (Ordo Squamata) dan sekelompok reptilia mirip kadal yang keturunannya masih
ada (tetapi langkah) yaitu di Selandia Baru. Kadal masa kini pertama kali timbul di
periode Jura, merupakan penghuni penting gurun pasir dan hutan daerah panas. Satu
kelompok kadal periode Kreta menjadi hewan meliang. Kaki-kaki hewan ini akhirnya
lenyap dan dengan demikian terjadilah ular (sisa kaki belakang masih dapat ditemukan
pada Boa dan Piton. Meskipun ular dapat bertahan hidup di daerah iklim sedang
(temperate) dengan cara hibernasi selama musim dingin, tetapi mereka juga berhasil di
daerah tropis dan subtropis. Tekodon merupakan cabang kedua dari reptilia darat yang
mengeksresikan asam urat. Hewan ini dapat berlari cepat di daratan dan menggunakan
ekor yang panjang untuk keseimbangan. Fosil dari tekodon tingkat tinggi menunjukkan
adanya penutup insulasi tubuh dan suatu histologi tulang yang menandakan bahwa
hewan-hewan ini dapat mempertahankan suhu tubuh yang relatif tinggi dan teratur baik.
Hal ini digabung dengan kecepatan dan toleransi terhadap keadaan gersang. Lima ordo
reptilia telah berevolusi dari tekodon. Anggota dari radiasi adaptif yang luar biasa ini
sering disebut reptilia yang berkuasa karena mereka mendominasi seluruh tanah dan
udara selama sisa era Mesozoikum (Storer, 1957).
Buaya dan aligator (ordo Crocodilia) meninggalkan lokomosi dengan dua kaki
dari moyang tekodonnya tetapi mempertahankan kaki belakang yang besar. Hewan ini
dapat bergerak cepat dengan mengangkat seluruh badannya di atas tanah. Hewan ini
merupakan satu-satunya keturunan reptilia tekodon yang tidak pernah punah.
Pada akhir periode Trias, muncul 2 ordo dari dinosaurus yang masing-masing
mengalami radiasi adaptif yang luar biasa. Selama sisa era Mesozoikum bumi dihuni oleh
dinosaurus dar berbagai gambaran, ukuran dan bentuk. Penemuan dan pemasangan fosil
dinosaurus merupakan cabang paleontologi yang palin aktif selama bertahun-tahun. Bila
kita melihat kerangka yang elah direkontruksi dari hewan seperti Tyrannosaurus (panjang
14,5 m dan tinggi 5,8 m) dan Brachiosaurus (bobot mendekati 90 ton). Meskipun yang
mewakili hanya 2 dari 15 ordo reptilia yang ada pada waktu itu, dinosaurus saja sudah
membuktikan bahwa era Mesozoikum sebagai “Zaman Reptilia”.
Dua kelompok Mesozoikum tersebut menjadi reptilia terbang. Cara berjalan
dengan dua kaki dari tekodon telah membebaskan kaki depan untuk digunakan sebagai
sayap. Mulanya sayap ini digunakan untuk meluncur tetapi kemudian digunakan untuk
terbang lama. Salah satu dari kelompok ini yaitu Pterosaurus, yang menguasai selama
sebagian besar era Mesozoikum. Pteranodon dengan rentangan sayap 8,2 m diduga
merupakan anggota terbesar dari ordo tersebut. Kemudian pada awal tahun 1970, fosil
dari seekor pterosaurus dengan rentangan sayap 15,5 m ditemukan di Big Bend National
Park di Texas. Kelompok kedua reptilia terbang merupakan moyang burung-burung
sekarang.

Hingga sekarang, reptilia terdiri atas 4 ordo, dalam uraian di bawah dijelaskan
hanya 3 ordo yaitu Chelonia, Crocodilia, dan Squamata.

Gambar 30. 4 Ordo dalam Reptil


(sumber: Kimbal, 1999)

1. Chelonia

Chelonia merupakan Reptilia yang memiliki tubuh yang ditutupi oleh rumah
yang terdiri dari sebuah karapak pada bagian dorsal dan sebuah plastron pada bagian
ventral yang tersusun atas sejumlah tulang dermal yang biasanya ditutupi perisai dari
zat tanduk. Ordo ini memiliki rahang tanpa gigi tapi dilengkapi paruh dari zat tanduk.
Memiliki tengkorak yang tidak mempunyai lubang temporal (anapsid), tapi daerah
temporal sering tidak ada tepinya. Hanya memiliki satu lubang hidung. Lubang kloaka
longitudinal (memanjang) hampir bulat dan penis tunggal. Jumlah vertebrae direduksi,
ruas-ruas tulang leher mempunyai persendian yang kompleks dan ruas-ruas vertebrae
badan kecuali ruas yang pertama tidak dapat digerakkan karena bersatunya lengkung
saraf dengan karapaks. Contoh: Chelus, Hydromedusa, Chelodina, Testudo, Emys,
Chelonia, Caretta, Eretmochelys, Trionyx (Web dkk, 1981).

2. Crocodilia
Crocodilia, reptilia yang mempunyai tubuh yang ditutupi oleh sisik
epidermal dengan lapisan tanduk yang tebal, osteoderm terdapat di bawah sisik
terutama pada punggung dan perut. Memiliki gigi hanya terdapat pada rahang,
tengkorak tipe diapsid. Langit-langit sekunder sangat panjang terdiri dari tulang-
tulang maksila, palatin, dan pterigoid. Lubang hidung dalam terdapat di belakang
pterigoid dan berklep yang menutup jika moncong terendam. Lubang kloaka
longitudinal dan penis tidak berpasangan. Rusuk berkepala dua dan terdapat pada
hampir semua vertebrae. Contoh: Osteolaemus, Alligator, Gavialis (Web dkk,
1981).

3. Squamata
Squamata, termasuk ke dalam ordo ini kelompok kadal dan ular. Ordo ini
memiliki tubuh yang ditutupi sisik epidermis bertanduk yang secara periodik
mengelupas sebagian- sebagian atau keseluruhan. Osteoderm biasanya tidak ada
tapi pada beberapa jenis Squamata terdapat pada kepala dan tempat lain. Kepala
pada dasarnya tipe diapsid, arkade bawah tidak sempurna atau tidak ada dan
arkade atas juga sering demikian. Tidak memiliki tulang kuadratojugal
(penghubung tulang kuadrat dan jugal) sehingga memungkinkan terjadinya
gerakan kinesis (pergerakkan tengkorak akibat posisi tulang kuadrat). Lubang
hidung berpasangan. Sering memiliki mata pineal pada kelompok kadal tapi pada
kelompok ular tidak ditemukan. Memiliki lubang kloaka transversal dan pada
yang jantan terdapat dua hemipenis. Organ Jacobson berkembang baik dan
terpisah sempurna dari rongga hidung. Contoh dari kelompok kadal (subordo
Sauria): Gekko, Hemidactylus, Dibamus, Tarentola, Draco, Calotes, Agama,
Mabouya, Tiliqua, Lacerta, Ophisaurus, Varanus; kelompok ular (subordo
Serpentes): Typhlops, Python, Acrochordus, Xenopeltis, Uropeltis, Boa, Coluber,
Natrix, Naja, Bungarus, Dendroapsis, Pelamis, Vipera, Crotalus, Azemiops (Web
dkk, 1981).

4. Ryhnchocephalia
Ordo Rhynchocephalia hanya memiliki satu jenis saja, yaitu Sphenodon
punctatum yang hidup di New Zealand, oleh sebab itu hewan tersebut sering
disebut sebagai fosil hidup. Hal ini juga karena hewan ini hanya satu-satunya dari
ordo Rhynchocephalia dan sifatnya masih primitif terutama struktur tubuhnya
sehingga hewan ini dikatakan sebagai hewan yang tertua yang dikenal sekarang
(Web dkk, 1981).

F. Aves
a. Pengertian Aves
Aves adalah Vertebrata yang paling mudah dikenali dan mudah dijumpai.
Sebagian besar tubuhnya ditutupi oleh bulu, tapi kaki bagian bawah ditutupi oleh
sisik seperti reptil. Bulu tersebut berasal dari epidermis kulit dan merupakan
modifikasi dari sisik pada hewan reptil. Ekstremitas anterior berubah menjadi
sayap, telapak tangan yang telah dimodifikasi dengan jari kedua yang
memanjang sebagai tempat penyokong utama bulu untuk terbang sehingga
sebagian aves memiliki kemampuan untuk terbang, dan Jari pertama anterior
merupakan penyokong alula yang merupakan bulu aerodinamik. Aves hanya
memiliki satu bongkol sendi antara kepala dan leher dengan jumlah ruas tulang
leher antara 13 – 25 buah. Suara dihasilkan oleh siring yang terdapat pada dasar
trachea, laring rudimenter dan tidak ada pita suara. Aves tidak mempunyai gigi
pada yang dewasa, memiliki gigi-gigi (egg tooth) yang berfungsi waktu
menetas, sifatnya sementara. Memiliki paruh dari zat tanduk. Lubang hidung
langsung menuju rongga mulut, tidak mempunyai pipi dan langit-langit
sekunder. Kaki belakang mengalami berbagai modifikasi untuk berjalan,
berenang, atau keduanya. Selain itu, aves merupakan hewan homoiterm atau
hewan berdarah panas serta berkembangbiak dengan bertelur dan kemudian dierami
sampai menetas (ovivar). Ilmu yang mempelajari tentang burung yaitu Ortinology
(Hou, 1996).
b. Evolusi Aves
Klasifikasi pertama burung dikembangkan oleh Francis Willughby dan John
Ray dalam Ornithologiae Volume 1676. Carolus Linnaeus menyempurnakannya
pada tahun 1758 dengan merancang sistem klasifikasi taksonomi yang digunakan
saat ini. Burung secara biologis dimasukkan dalam kelas Aves (dalam taksonomi
Linnaean). Sedangkan Aves berdasar penggolongan/taksonomi filogenetik masuk
dalam clade dinosaurus Theropoda. Aves dan kelompok yang masih bersaudara,
clade Crocodilia, bersama-sama masuk dalam clade reptil Archosauria. Secara
phylogenetical, Aves secara umum didefinisikan sebagai semua keturunan terbaru
dari nenek moyang bangsa burung modern dan Archaeopteryx lithographica (Hou,
1996).
Archaeopteryx, dari zaman Tithonian Jurasik Akhir (sekitar 150-145 juta
tahun yang lalu), diketahui sebagai burung paling awal yang masuk dalam definisi
ini. Lainnya, termasuk Jacques Gauthier dan penganut sistem Phylocode,
menetapkan Aves hanyalah penyebutan untuk kelompok burung modern, kelompok
mahkota. Hal ini dilakukan dengan mengecualikan kebanyakan kelompok hewan
yang hanya diketahui dari fosilnya, yang dimasukkan sebagai kelompok Avialae
untuk menghindari ketidakpastian penempatan Archaeopteryx dalam kaitannya
dengan hewan yang secara tradisional dianggap sebagai theropoda dinosaurus
(Gauthier, 1986).
Semua burung modern masuk dalam subclass Neornithes, yang memiliki dua
subdivisi: Palaeognathae, berisi sebagian besar burung terbang seperti burung unta,
dan beragam Neognathae liar, yang berisi semua burung lain. Kedua subdivisi sering
diberi sebutan Superorder, meskipun Livezey dan Zusi memasukkan mereka dalam
sebutan “kohort”. Hal itu tergantung pada sudut pandang taksonomi jumlah spesies
burung yang diketahui hidup saat ini yang berjumlah antara 9.800 hingga 10.050
(Gauthier, 1986).
Berdasarkan bukti fosil dan biologis, sebagian besar ilmuwan menerima
bahwa burung adalah sub-grup khusus dari theropoda dinosaurus. Lebih khusus,
mereka adalah anggota dari Maniraptora, sekelompok theropoda yang mencakup
dromaeosaurs dan oviraptorids. Ketika para ilmuwan menemukan lebih banyak non-
unggas theropoda yang terkait erat dengan burung, dan mengaburkan perbedaan
antara non-burung dan burung-burung yang sebenarnya yang semula sudah jelas.
Penemuan-penemuan terbaru di Provinsi Liaoning di timur laut Cina, menunjukkan
bahwa banyak dinosaurus theropoda kecil memiliki bulu (Gauthier, 1986).
Konsensus paleontologi kontemporer berpandangan bahwa burung-burung,
Aves, adalah kerabat terdekat dari deinonychosaurs, yang meliputi dromaeosaurids
dan troodontids. Bersama-sama, ketiganya membentuk kelompok yang disebut
Paraves. Basal dromaeosaur Microraptor memiliki fitur yang mungkin telah
memungkinkannya untuk meluncur atau terbang. Deinonychosaurs yang paling
basal sangat kecil. Bukti ini meningkatkan kemungkinan bahwa nenek moyang
paravians hidup di pepohonan, dan/atau mungkin telah mampu meluncur (Gauthier,
1986).
Archaeopteryx Masa Jurasik Akhir dikenal sebagai salah satu fosil
transisional yang pernah ditemukan dan memberikan dukungan bagi teori evolusi
pada akhir abad ke-19. Archaeopteryx memiliki karakteristik reptil yang jelas: gigi,
jari bercakar, dan panjang-seperti kadal berekor, tetapi memiliki sayap yang
dibungkus dengan bulu - bulu halus untuk terbang yang identik dengan burung
modern. Hal ini tidak dianggap sebagai nenek moyang langsung dari burung
modern, tetapi adalah binatang anggota Aves atau Avialae yang tertua dan paling
primitif yang pernah diketahui, dan ini mungkin terkait erat dengan nenek moyang
yang sebenarnya (Gauthier, 1986).

c. Sistem Pencernaan Makanan pada Aves


Sistem pencernaan Aves di bedakan menjadi 3 yaitu:
1) Sistem pencernaan secara mekanik
Sistem pencernaan secara mekanis pada burung terjadi di rongga mulut
dengan bantuan lidah yang membantu mendorong makanan menuju
kerongkongan. Dari kerongkongan kemudian ke tembolok dan menuju ke
empedal, didalam empedal makanan mengalami pengecilan partikel sehingga
mudah cepat diserap.

2) Sistem pencernaan secara enzimatis


Sistem pencernaan secara enzimatis terjadi di mulut dengan bantuan
enzim ptialin, didalam lambung dengan bantuan HCl didalam usus halus dengan
bantuan enzim yang dihasilkan oleh pankreas.
3) Sistem pencernaan secara biologis
Sistem pencernaan secara biologis dibantu dengan bakteri sehingga
disebut pencernaan mikrobiologi. Proses pencernaan ini terjadi di dalam usus
besar.

Urutan proses pencernaan pada Aves


1) Rongga mulut
2) Tembolok
3) Lambung
4) Ampela (Gizzarat)
5) Usus halus
6) Usus besar
7) Kloaka

Gambar 31. Sistem Pencernaan pada Burung

d. Sistem Pernapasan pada Aves


a) Proses pernapasan pada Aves
1) Pernapasan saat istirahat
 Proses inspirasi
Tulang rusuk mengembang keluar sehingga rongga dada membesar 
tekanan udara dalam paru-paru mengecil  udara luar masuk ke dalam
paru-paru dan sebagian ke kantong-kantong udara posterior melalui
hidung, celah tekak, trakea, siring dan paru-paru  udara akan masuk
ke dalam parabronkus  terjadi pertukaran pertukaran O2 dan CO2.
 Proses ekspirasi
Tulang rusuk mengempis ke dalam sehingga rongga dada mengecil 
tekanan udara dalam paru-paru meningkat  udara keluar dari paru-
paru dan kantong udara. Saat udara melewati paru-paru, akan terjadi
difusi O2 dan CO2 lagi.
2) Pernapasan saat terbang
 Proses inspirasi
Burung mengepakkan sayap (terangkat)  kantong udara yang
berada di antara tulang korakoid terjepit, tetapi kantong udara yang
terletak di bawah ketiak mengembang  udara masuk ke dalam
kantong udara di bawah ketiak -> terjadi difusi O2 dan CO2 di dalam
paru-paru
 Proses ekspirasi Burung menurunkan sayap  kantong udara di
bawah ketiak menjadi terjepit sedangkan kantong udara di antara
tulang korakoid  mengembang  udara masuk ke kantong udara di
antara tulang korakoid terjadi difusi O2 dan CO2.

Gambar 32. Sistem Pernapasan pada Aves

e. Sistem Peredaran darah pada Aves


Sistem peredaran darah pada kelas Aves juga menggunakan peredaran
darah ganda dan sistem peredaran darah tertutup. Oleh karena itu, dalam satu kali
darah mengalir, darah melewati jantung sebanyak dua kali yaitu saat peredaran
darah kecil (jantung -- paru – paru -- jantung) dan pereradan darah besar (jantung
– seluruh tubuh – jantung).

Bagian–bagian pada jantung(cardio) kelas Aves mirip dengan jantung


kelas Mamalia yaitu jantung memiliki empat ruang seperti atrium kanan, atrium
kiri, bilik kanan, dan bilik kiri diantara ruang – ruang pada jantung juga terdapa
sekat (septum) yang bentuknya sudah sempurna sehingga darah yang kaya akan
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) tidak akan tercampur. Proses peredaran
darah padah kelas Aves adalah sebagai berikut:

 Darah yang kaya akan karbon dioksida (CO 2) yang berasal dari seluruh tubuh
mengalir ke jantung, pada atrium kanan lalu ke ventrikel kanan .
 Dari ventrikel kanan darah dipompa menuju paru-paru melalui arteri
pulmonalis
 Dari paru – paru darah yang kaya oksigen (O 2 )mengalir menuju ke atrium
kiri melalui ventrium kiri untuk dipompa melalui Aorta
 Dari Aorta darah kaya oksigen (O2) akan diedarkan ke seluruh tubuh
 Darah mengandung karbon dioksida ( CO2)dari kapiler jaringan tubuh akan
dialirkan kembali ke atrium kanan jantung.

Gambar 33. Sistem Peredaran Darah pada Aves

f. Sistem Reproduksi pada Aves


a) Sistem Genitalia Jantan. 
1) Testis berjumlah sepasang, berbentuk oval atau bulat, bagian
permukannya licin, terletak di sebelah ventral lobus penis bagian paling
kranial. Pada musim kawin ukurannya membesar. Di sinilah dibuat dan
disimpan spermatozoa. 
2) Saluran reproduksi. Tubulus mesonefrus membentuk duktus aferen dan
epididimis. Duktus wolf bergelung dan membentuk duktus deferen. Pada
burung-burung kecil, duktus deferen bagian distal yang sangat panjang
membentuk sebuah gelendong yang disebut glomere. Dekat glomere
bagian posterior dari duktus aferen berdilatasi membentuk duktus
ampula yang bermuara di kloaka sebagai duktus ejakulatori.duktus
eferen berhubungan dengan epididimis yang kecil kemudian menuju
duktud deferen. Duktus deferen tidak ada hubungannya dengan ureter
ketika masuk kloaka.

b) Sistem Genitalia Betina. 


1) Ovarium. Selain pada burung elang, ovarium aves yang berkembang
hanya yang kiri, dan terletak di bagian dorsal rongga abdomen.
2) Saluran reproduksi, oviduk yang berkembang hanya yang sebelah kiri,
bentuknya panjang, bergulung, dilekatkan pada dinding tubuh oleh
mesosilfing dan dibagi menjadi beberapa bagian; bagian anterior adalah
infundibulumyang punya bagian terbuka yang mengarah ke rongga
selom sebagai ostium yang dikelilingi oleh fimbre-fimbre. Di
posteriornya adalah magnum yang akan mensekresikan albumin,
selanjutnya istmus yang mensekresikan membrane sel telur dalam dan
luar. Uterus atau shell gland untuk menghasilkan cangkang kapur.

Gambar 34. Alat Reproduksi pada Aves

g. Proses Festilisasi
Pada burung betina hanya ada satu ovarium, yaitu ovarium kiri. Ovarium
kanan tidak tumbuh sempurna dan tetap kecil yang disebut rudimenter. Ovarium
dilekati oleh suatu corong penerima ovum yang dilanjutkan oleh oviduk. Ujung
oviduk membesar menjadi uterus yang bermuara pada kloaka. Pada burung jantan
terdapat sepasang testis yang berhimpit dengan ureter dan bermuara di kloaka.
Fertilisasi akan berlangsung di daerah ujung oviduk pada saat sperma masuk ke
dalam oviduk. Ovum yang telah dibuahi akan bergerak mendekati kloaka. Saat
perjalanan menuju kloaka di daerah oviduk, ovum yang telah dibuahi sperma
akan dikelilingi oleh materi cangkang berupa zat kapur. Telur dapat menetas
apabila dierami oleh induknya. Suhu tubuh induk akan membantu pertumbuhan
embrio menjadi anak burung. Anak burung menetas dengan memecah kulit telur
dengan menggunakan paruhnya. Anak burung yang baru menetas masih tertutup
matanya dan belum dapat mencari makan sendiri, serta perlu dibesarkan dalam
sarang (Widodo, 1993).

Fungsi bagian-bagian telur aves : 


1) Titik embrio --> bagian yang akan berkembang menjandi embrio
2) Kuning telur --> cadangan makanan embrio
3) Kalaza --> menjaga goncangan embrio
4) Putih telur --> menjaga embrio dari goncangan
5) Rongga udara --> cadangan oksigen bagi embrio
6) Amnion --> Amnion adalah semacam membran/selaput yang melindungi
embrio dalam telur. Yang memiliki amnion telur adalah reptilia, unggas, dan
mamalia sehingga ketiga kelas ini disebut “amniota”. Amnion telur tidak
terdapat pada ikan dan amphibia, sehingga dua kelas ini disebut “anamniota”.

Gambar 31. Telur Amnion

h. Sistem Ekskresi pada Aves


a) Ginjal
Sepasang ginjal yang terdapat pada burung memiliki warna coklat serta
bertipe metanefors. Ginjal yang bertipe metanefros ini memiliki ciri khas
yaitu tidak memiliki segmen khusus, tidak terdapat inefrostoma serta
memiliki gromelurus dalam jumlah yang banyak. Hubungan antara ginjal satu
dengan yang lainnya ini saling mempengaruhi fungsi dan kinerjanya dalam
tubuh burung. Adapun fungsi tugasnya adalah untuk mengambil zat dari sisa
yang berupa darah akan tetapi berbentuk urine.
Pada hewan aves tidak terdapat kandung kemih atau vesikaurinair,
sehingga saluran ureternya akan langsung menuju pada kloaka. Kloaka sendiri
adalah ujung dari 3 saluran pada burung, yaitu saluran urine, saluran kotoran
serta saluran reproduksi. Dengan demikian, burung hanya memiliki satu
lubang pembuangan dalam tubuhnya yang disebut kloaka.

Gambar 32. Sistem Ekskresi pada Aves

i. Paru-paru
Paru paru yang terdapat pada burung berjumlah sepasang dan dapat
ditemukan pada bagian rongga dadanya yang dilindungi tulang rusuk seperti
halnya manusia. Fungsi utama dari paru paru tersebut tidak lain adalah untuk
mengeluarkan gas yang berupa karbon dioksida yang dihasilkan dari metabolisme
sel tubuhnya. Adapun jalur pernafasan yang terjadi pada burung adalah:
 Pada mulanya udara akan masuk melalui lubang hidung yang terletak pada
paruhnya
 Udara akan masuk kedalam tubuh melalui trakea
 Trakea yang bentuknya menyerupai pipa tersebut nantinya akan membawa
udara masuk menuju paru-paru untuk melakukan metabolisme tubuh
 Udara yang telah diolah tersebut nantinya akan dikeluarkan lagi berupa
senyawa CO2
 burung pada saat terbang dengan cara menyimpan cadangan oksigen

j. Kulit
Pada bagian ini terdapat kelenjar minyak. Kelenjar minyak tersebut
memiliki fungsi tugas untuk menghasilkan minyak yang akan disalurkan
keseluruh bagian tubuh burung agar bulunya tidak cepat basah ketika terkena air.
Selain itu, kelenjar minyak tersebut juga berfungsi untuk menyimpan cadangan
makanan dalam bentuk lemak agar kebutuhan burung tetap terpenuhi.

k. Sistem Gerak pada Aves


Aves atau burung merupakan vertebrata berdarah panas yang bergerak
dengan cara mengepakkan sayapnya sehingga dapat terbang di udara. Aves
memiliki otot otot terbang yang berguna untuk mengendalikan sayap pada saat
terbang. Aves berbgerak dengan cara mengepakkan sayap dari atas ke bawah
sehingga tubuh aves akan terdorong ke atas.

Gambar 37. Kerangka Tulang merpati

l. Sistem Saraf pada Aves


Susunan saraf pada burung serupa dengan susunan saraf pada manusia
dan hewan menyusui. Segala kegiatan saraf di atur oleh susunan saraf pusat.
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum belakang.Otak burung juga
terdiri atas empat bagian, otak besar,otak tengah,otak kecil dan sumsum lanjutan.
Selain otak kecil maka otak besar pada burung juga bisa tumbuh dengan baik.
Otak besar burung berbeda dengan otak besar pada manusia. Permukaan otak
besar pada burung tidak berlipat-lipat,sehingga jumlah neuron pada burung
berkembang dengan membentuk dua gelembung. Perkembangan ini berhubungan
dengan fungsi penglihatanya.

Gambar 38. Sistem Saraf pada Aves

m. Klasifikasi Ordo pada Aves


Secara ekologi, ordo pada Aves terbagi menjadi beberapa kelompok.
Burung- burung yang hidup di tanah antara lain ordo: Casuariformes,
Gruiformes dan Galliformes. Burung-burung yang hidup di air tawar antara
lain ordo: Anseriformes dan Ciconiiformes. Burung-burung yang hidup di
pantai termasuk pada ordo Charadriiformes. Burung-burung yang hidup di
laut lepas, contoh ordo Pelecaniformes. Burung-burung yang hidup di pohon
antara lain ordo Columbiformes, Psitaciformes, Cuculiformes, Coraciiformes,
dan Piciformes. Burung-burung yang mencari makan di udara, contohnya
antara lain ordo Apodiformes dan Caprimulgiformes. Burung-burung
penyanyi termasuk pada ordo Passeriformes. Dan burung-burung yang
berperan sebagai pemangsa terdiri dari dua ordo yaitu Strigiformes dan
Falconiforms (Feducia, dkk, 2005).

Berikut merupakan beberapa ciri dari masing – masing ordo dari Aves :
1. Ordo Casuariiformes
Ordo Casuariiformes adalah ordo aves dengan ciri-ciri bentuk tubuh besar;
tidak bisa terbang, terestrial, kepala berbulu tipis, bulu memiliki aftershaft
yang panjang, bentuk sayap kecil dan rudimenter; tungkai memiliki tiga buah
jari, tulang sternum tidak memiliki carina sterni. Contoh spesies ordo
casuariiformes ialah Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda),
Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil).
Gambar 39. Ordo Casuariiformes: Casuarius casuarius (Kasuari gelambir ganda)

2. Ordo Galliformes
Ordo ini termasuk ke dalam ordo ini ayam dan merak. Ordo ini
memiliki bulu yang sangat variabel tapi bulu penutup khas mempunyai
aftershaft yang jelas. Beberapa jenis memiliki dimorfisme seksual seperti
pada ayam dan merak. Kaki kuat, jari muka berkembang baik dan
mempunyai cakar sedangkan jari belakang ukurannya lebih kecil, banyak
yang bertaji pada yang jantan. Sayap relatif pendek dan terbangnya cepat
tapi dalam waktu yang singkat, kebanyakan melarikan diri dengan cara
berlari. Contoh: Gallus, Megapodina, Alectura, Crax, Phasianus,
Meleagris, Numida, Ophisthocomus.

3. Ordo Gruiformes
Ordo ini termasuk ke dalam kelompok ini adalah burung puyuh.
Merupakan burung khas yang hidup di darat dengan bulu dan warnanya
yang variabel tapi berciri khas kriptik. Paruh ramping dan runcing
ujungnya. Contoh: Turnix, Rallus, Galinula,Crex.

4. Ordo Anseriformes
Ordo Anseriformes Falconiformes  adalah ordo dari aves dengan ciri-
ciri sayap berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; paruh besar, lebar dan
tertutup lapisan tanduk yang tipis; bagian tepi paruh memiliki lamela; lidah
berdaging; tungkai pendek dan berselaput renang; ekor pendek; waktu muda
memiliki bulu seperti kapas. Contoh spesies ordo anseriformes ialah
Dendrocygna guttata (Belibis Totol), Anas gracilis (Itik Kelabu), Cygnus
atratus (Angsa Hitam).

Gambar 40. Ordo Anseriformes: Dendrocygna guttata (Belibis Tolol)

5. Ordo Pelecaniformes
Kelompok burung ini memiliki paruh yang besar dan besar sekali.
Ordo ini memiliki kaki yang pendek yang letaknya di tengah sampai agak
ke belakang tubuhnya. Empat jarinya disatukan dengan selaput. Contoh:
Phaethon, Pelecanus, Anghinga, Phalacrocorax, Fregata.

6. Ordo Ciconiiformes
Ordo Ciconiiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-ciri sayap
berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki pygostylus;
tulang sternum memiliki carina sterni; leher dan tungkai panjang; jari-jari tidak
berselaput; paruh lurus atau bengkok; suka hidup di air; penyebaran bulu di
sebagian betis tidak terdapat bulu. Contoh spesies ordo ciconiiformes ialah
Ardea cinerea (Cangak Abu), Ardeola speciosa (Blekok Sawah), Leptoptilos
javanicus (Bangau Tongtong), Phoenicopterus sp. (Flamingo).
Gambar 41. Ordo Ciconiiformes: Ardea cinerea (Cangak Abu)

7. Ordo Charadriiformes
Ordo Charadriiformes adalah ordo dari aves yang memiliki ciri-ciri
sayap berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; kaki panjang dan langsing;
jari kaki berselaput renang; bulu tebal; paruh panjang dan melengkung ke
bawah / atas. Contoh spesies ordo charadriiformes ialah Irediparra gallinacea
(Burung sepatu Jengger), Charadrius veredus (Cerek Asia), Larus ridibundus
(Camar Kepala-hitam), Sterna hirundo (Dara laut).

Gambar 42. Ordo Charadriiformes: Irediparra gallinacea (Burung sepatu Jengger)

8. Ordo Columbiformes
Ordo Columbiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-ciri sayap
berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki pygostylus;
tulang sternum memiliki carina sterni; paruh pendek dan langsing; pada
umumnya tarsus lebih pendek daripada jari-jari; kulit tebal dan halus;
tembolok besar dan menghasilkan cairan pigeon milk untuk anaknya;
graminivorous (pemakan biji) dan fragivorous (pemakan buah). Contoh
spesies ordo columbiformes ialah Treron capellei (Punai Besar), Ptilinopus
cinctus (Walik Putih), Columba livia (Merpati Batu), Streptopelia chinensis
(Tekukur), Geopelia striata (Perkutut Jawa).
Gambar 43. Ordo Columbiformes: Ptilinopus cinctus (Walik Putih)

9. Ordo Psitaciformes
Burung kelompok ini memiliki bulu yang relatif tipis, kaku, dan
mengkilat. Paruh pendek dan kuat serta melengkung sering dipakai untuk
memanjat. Memiliki kaki pendek dengan tipe jari zygodactylus (jari 1 dan
4 ke belakang, 2 dan 3 ke depan) dengan cakar yang kuat dipakai untuk
memegang makanan dan untuk memanjat. Contoh: Psittacus, Cacatua,
Probosciger, Lorius, Psittacula, Domicella.

10. Ordo Cuculiformes


Ordo Cuculiformes adalah ordo dari kelas aves yang memiliki ciri-ciri
terdapat dua buah jari kaki kearah depan dan dua buah jari kaki yang lain ke
belakang; jari bagian luar dapat dibalikan kearah depan; kaki tidak cocok untuk
mencengkram; ekor panjang; ukuran paruh sedang; sebagian besar kelompok
familia ordo ini bersifat parasit yakni burung betina menitipkan telur-telurnya
di sarang burung yang lain. Contoh spesies ordo cuculiformes ialah Cuculus
crassirostris (Kangkok Sulawesi), Cacomantis sonneratii (Wiwik Lurik),
Chrysococcyx xanthorhynchus (Kedasi Ungu), dan Centropus rectunguis
(Bubut Hutan).

11. Ordo Coraciiformes


Ordo Coraciiformes adalah kelompok burung yang memiliki ciri-ciri
paruhnya kuat; jari ke-3 dan ke-4 menyatu di bagian pangkal. Contoh
spesies ordo coraciiformes ialah Alcedo atthis (Raja udang), Ceyx erithaca
(Udang Api), Lacedo pulchella (Cekakak Batu).

Gambar 44. Ordo Coraciiformes: Alcedo atthis (Raja udang)

12. Ordo Piciformes


Kelompok burung ini memiliki paruh yang kuat dan massive, kaki
biasanya pendek dengan jari-jari kuat zygodactylus. Sayap pendek dan
membulat, terbang kelihatannya turun naik. Contoh: Megalaema, Capito,
Picus, Dendrocopus.

13. Ordo Apodiformes


Ordo Apodiformes adalah kelompok burung yang memiliki ciri-ciri
bertubuh kecil; ukuran tungkai sangat kecil; bentuk sayap runcing; ukuran
paruh kecil serta lunak dan ada yang langsing dengan lidah berbentuk bulu
panjang. Contoh spesies ordo apodiformes ialah Collocalia vanikorensis
(Walet Polos), Hirundapus caudacutus (Kapinis jarum Asia), Hemiprocne
longipennis (Tepekong Jambul).

Gambar 45. Ordo Apodiformes: Collocalia vanicorensis (Walet polos)


14. Ordo Caprimulgiformes
Ordo Caprimulgiformes adalah kelompok burung dengan ciri-ciri
memiliki paruh dengan ukuran kecil dan lunak; bentuk mulut lebar, tepi paruh
di bagian atas ditutupi dengan bulu-bulu peraba yang berbentuk seperti
rambut-rambut kaki; bulu-bulunya halus; ukuran kaki kecil dan lunak; aktif di
malam hari (nocturnal); pemakan serangga (insektivora). Contoh spesies ordo
caprimulgiformes ialah Batrachostomus stellatus (Paruh kodok Bintang),
Eurostopodus mystacalis (Taktarau Kumis), Caprimulgus indicus (Cabak
Kelabu).

Gambar 46. Ordo Caprimulgiformes: Batrachostomus stellatus (Paruh kodok Bintang)

15. Ordo Passeriformes


Ordo ini memiliki anggota yang besar, termasuk di dalammnya
beberapa jenis burung yang memiliki suara yang indah yang sering
diperlombakan juga burung cendrawasih. Merupakan burung-burung
berukuran kecil terrestrial, memiliki kaki yang relatif pendek. Contoh:
Eurylaimus, Smithornis, Pitta, Mirafra, Alanda, Calandrilla, Hirundo,
Rivaria, Coracina, Picnonotus, Irena, Criniger, Chloropsis, Lanius,
Copsychus, Pomathorinus, Garulax, Rhepidura, Parus, Dicaeum,
Nectarinus, Muscicapa, Serinus, Carduelis, Sturnus, Acridoctheres,
Leucopsar, Gracula, Oriolus, Passer, Lonchura, Padda, Paradisea,
Corvus, Kitta, Dicrurus.

16. Ordo Strigiformes


Merupakan burung predator yang aktif pada malam hari,
termasuk ke dalam ordo ini burung hantu dan sejenisnya. Bulu panjang
dan lembut, bila terbang tanpa suara. Paruh pendek, kuat melengkung
dengan sebuah cere. Kaki berbulu sampai jari. Contoh: Tyto, Phodilus,
Bubo, Otus, Strix.

17. Ordo Falconiformes


Merupakan burung pemangsa yang aktif pada siang hari. Ordo ini
memiliki paruh pendek, kuat dengan ujungnya melengkung. Memiliki
kaki kuat, 4 jari dengan cakar yang kuat yang dipakai untuk menangkap
mangsa. Elang, rajawali merupakan anggota dari ordo ini. Contoh:
Elanus, Haliastur, Accipiter, Falco, Micrastur.

G. Mamalia
Mamalia merupakan kelompok tertinggi derajatnya dalam kingdom animalia.
Banyak struktur khusus yang dapat membedakan kelompok ini dari vertebrata lainnya.
Gambaran yang paling nyata adalah adanya kelenjar mamae, kelenjar sebaceous,
keringat dan bau. Banyak yang hidup secara nocturnal dan banyak juga secara diurnal.
Selama beberapa periode hidupnya mamalia memiliki rambut, meskipun ada yang
mereduksi pada waktu dewasa. Homoithermis, fertilisasi secara internal serta sistem
syaraf yang sudah berkembang baik (Romer, 1966).
Secara Evolusi mamalia diyakini berasal dari Reptil, namun tidak ada bukti
otentik dari bentuk peralihan. Mamalia diduga berasal dari reptilia sinapsid zaman
Triasic 220 juta tahun yang lalu. Tengkorak mamalia termasuk jenis tengkorak synapsid.
Ciri fosil yang ditemukan pada mamalia yaitu gigi-giginya berdiferensiasi, mempunyai
palatum sekunder, dan tulang dentary merupakan komponen utama rahang bawah. Fosil
Cynognathus berukuran besar sebesar anjing dan digolongkan sebagai mamalia karena
rahangnya. Ciri fosil yang ditemukan pada bentuk intermediet antara reptil dan mamalia
adalah rangkanya, terutama artikulasi rahangnya, contoh fosil Diarthrognathus
mempunyai articular-quadrat dan artikulasi dentary squamosal diantara rahang bawah
dan tengkorak (Gardiner, 1982).
Gambar 47. Kladogram dari Sinapsid
(sumber: Kemp, 1988)
Selain itu terdapat juga fosil Morganucodon (15 cm, 50 g). Mereka merupakan
hewan kecil yang sangat aktif yang makanannya terutama terdiri atas insekta. Leluhur
mamalia merupakan salah satu di antara hewan terapsida, yang merupakan bagian dari
cabang sinapsida dari filogeni reptilia. Terapsida menghilang saat dinosaurus berlimpah,
tetapi mamalia yang berasal dari terapsida hidup berdampingan dengan dinosaurus
selama zaman Mesozoikum. Sebagian besar mamalia zaman Mesozoikum berukuran
kecil dan sebagain besar mungkin merupakan pemakan serangga. Kemampuan yang aktif
ini berhubungan dengan kemampuannya untuk memelihara suhu tubuh yang tetap
(homeotermi). Hal ini berkaitan dengan perkembangan jantung beruang 4 dan pemisahan
sempurna dari peredaran darah oksigen dan sistemik. Konservasi panas tubuh
dimungkinkan dengan perkembangan rambut. Sementara mamalia yang paling awal
bertelur seperti moyang reptilia, anaknya setelah menetas diberi makan dengan susu yang
disekresikan oleh kelenjar dalam kulit induknya (Jenkins, 1978).

Gambar 48. Proyeksi Morganucodon hewan kecil yang sangat aktif pemakan insekta
(sumber: Jenkins, 1978)

Berlawanan dengan moyang reptilia, gigi mamalia mengalami spesialisasi. Adapun


ciri-ciri morfologi khusus dari mamalia adalah sebagai berikut :
a. Tubuh pada umumnya diliputi oleh rambut yang biasanya lepas secara periodik.
Pada kulitnya banyak mengandung kelenjar baik kelenjar sebaceus, kelenjar keringat
dan kelenjar susu.
Gambar 49. Ciri khas dari kelompok Mammalia, kulit ditumbuhi rambut, memiliki
kelenjar air susu, dan orinetasi kaki yang vertical
(sumber: Erni yuliawati, 2015)

b. Mempunyai dua pasang anggota badan atau extremitas superior dan extremitas
inferior, kecuali pada anjing laut dan singa laut tidak memiliki kaki belakang, setiap
extremitas dilengkapi dengan 5 jari-jari yang bentuknya bermacam-macam sesuai
dengan fungsinya, misalnya untuk berjalan, memanjat, membuat lubang, berenang,
meloncat, oleh karena itu jari-jari biasanya mempunyai kulit tanduk dan berbulu.
c. Pada caput atau bagian kepala terdapat rima oris yang biasanya dibatasi oleh bibir
atas atau labium superior dan bibir bawah atau labium inferior. Di atas bibir atas
biasanya ditumbuhi rambut yang disebut vibrissae. Lubang hidung terletak di atas
mulut, mata atau organon visus bentuknya besar yang dilengkapi dengan palpebrae
superior dan palpebrae inferior yang ditumbuhi rambut halus. Membrana nictitans
terdapat di pojok dekat dengan hidung dari biji mata atau sering disebut sebagai
plica semilunaris. Di bagian belakang mata terdapat auriculae atau daun telinga
yang merupakan corong dari porus acusticus eksterna atau umumnya disebut lubang
telinga luar yang kemudian masuk ke organ pendengaran.

Gambar 50. Beberapa karakteristik lain dari Mammalia dilihat dari bagian tengkorak
yang berhubungan dengan atlas dari tulang leher, struktur alat pendengarannya,
persendian antara rahang bawah dengan rahang atas, dan laring tempat terdapatnya
pita suara sebagai penghasil suara
(sumber: Erni yuliawati, 2015)

d. Bagian Truncus atau badan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: thorax atau
bagian dada, abdomen atau bagian perut, dorsum atau dorsal adalah bagian
punggung, glutea adalah bagian pantat dan bagian pireneum yaitu daerah sempit
antara lubang anus dan urogenitalis. Pada permukaan ventral di bagian kanan dan
kiri dari linea median terletak glandula mamae. Adapun di bagian belakang dari
truncus terdapat ekor dan anus yang terletak di sebelah ventral dasar cauda atau
ekor. Pada hewan jantan memiliki penis dan scrotum yang dilengkapi dengan testis,
sedangkan pada hewan betina terdapat vulva atau suatu celah yang dibatasi oleh
labia mayora atau bibir luar dan labia minora atau bibir dalam.
e. Penutup tubuh adalah berupa kulit lunak dan bentuknya tipis, kecuali pada bagian
tertentu mengalami proses penebalan dan cornifikasi, misalnya pada telapak tangan,
pada telapak kaki. Umumnya seluruh permukaan kulit ditumbuhi rambut halus
(Duvall, 1986).

Gambar 51. Skema hubungan struktur dan fungsi pada mamalia


(sumber: Gebo, 2002)
Mamalia juga memiliki ciri khusus struktur anatominya seperti sebagai berikut :
a. Sistem skeleton
Sistem skeleton atau sistem rangkanya terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1. Skeleton trunci atau rangka badan yang biasanya terdiri dari organ-organ,
columna vertebralis, costae dan sternum. Pada bagian sternum terdiri dari
manubrium sterni, corpus sterni, dan processus xiphoideus.
2. Cingulum membri superior atau gelang bahu (pectoral) tersusun oleh tulang
clavicula dan scapula, sedang pada skeleton membri superior liberi atau bagian
extremitas anterior terdiri dari tulang humerus, tulang ulna, tulang radius, oss
carpalia, oss meta-carpalia dan phalanges, sedang bagian skeleton membri
inferior liberi atau bagian extremitas posterior terdiri dari tulang femur, tulang
tibia atau tulang kering, tulang fibula atau tulang betis, patella atau tulang
tempurung lutut, oss tarsalia, oss metatarsalia dan phalanges (Kemp, 1983).

Gambar 52.Skeleton Karnivora


(sumber: Kemp, 2015)
b. Sistem otot
Sistem otot mamalia, pada umumnya tersusun oleh otot-otot skelet yang bersifat
segmental, bentuknya hampir mirip, seperti pada myotom-myotom pada ikan. Otot-
otot membran lebih berkembang dari pada otot-otot truncus. Bentuk-bentuk otot
yang merupakan ciri khas dari struktur otot mamalia antara lain :
1. Muscullus masseter, terdapat di sebelah kanan dan kiri yang melekat pada rahang
atas dan rahang bawah, otot ini bentuknya kuat dan berfungsi pada waktu
mengunyah makanan.
2. Musculus sterno cephalica, terletak di sebelah kanan dan kiri dari leher
bentuknya memanjang dan berfungsi untuk melekatkan bagian kepala dan
sternum.
3. Musculus pectoralis bentuknya lebar, melekat pada bagian sternum dan humerus.
4. Musculus rektes abdominalis, terletak di tengah-tengah bagian perut yang
menghubungkan bagian pelvicus dengan sternum, biasanya menutup perut bagian
ventral sebelah bawah.
5. Musculus obliqus abdominalis otot ini terdiri dari dua bagian yaitu: musculus
obliqus externa dan musculus obliqus interna, otot ini biasanya menutupi bagian
perut samping.
6. Musculus transversus abdominalis otot ini terletak di bagian bawah dari
musculus obliqus interna.
7. Musculus intercostalis, otot ini terdiri dari dua bagian yaitu musculus
intercostalis interna dan musculus intercostalis externa, otot ini terletak pada
daerah costae.
8. Musculus latissimus dorsi, otot ini terletak di atas punggung, membujur dari
bagian leher sampai pada tulang pelvicus.
9. Otot-otot yang terdapat pada tiap-tiap bagian extremitas anterior maupun
posterior yang berfungsi untuk menggerakkan kaki dan bagian-bagiannya (Kemp,
1983).
Gambar 53. Sistem Otot Mamalia
(sumber: Google)

Tetapi selain hubungan bentuk khas dari otot mamalia, juga ada salah satu ciri
dari mamalia, yaitu pada rongga tubuhnya terbagi atas dua bagian, yaitu yang
dibatasi oleh otot yang melintang pada diaphragma dan diliputi peritonium. Adapun
rongga tubuh atau coelum yang terbagi dua tersebut adalah rongga dada atau cavum
thoracalis yang terletak di bagian depan yang dilengkapi dengan jantung, paru-paru,
serta rongga perut atau cavum abdominalis yang terletak pada bagian posterior yang
berisi alat-alat dalam (Kemp, 1980).

c. Sistem digestoria
Sistem digestoria mamalia atau sistem pencernaan makanan pada mamalia, saluran
pencernaannya atau tractus digestivusnya terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
1. Cavum oris, pada rongga mulut atau cavum oris selain dilengkapi dengan organ-
organ penyokong pencernaan makanan seperti lidah atau lingua, gigi atau dentin,
juga terdapat beberapa kelenjar seperti glandulla salivalis atau kelenjar ludah,
tetapi yang terbesar adalah glandula parotis, dan di dalam ludah terdapat enzym-
enzym amylolytis. Pada hewan mamalia terdapat macam-macam bentuk gigi yaitu
gigi incisivus atau gigi seri, gigi caninus atau gigi taring, berfungsi untuk
menyobek makanan, umumnya dipunyai oleh hewan carnivora, gigi premolare
atau gigi geraham bagian muka berfungsi untuk mengunyah, gigi molare atau gigi
geraham belakang berfungsi sebagai pengunyah. Selain itu adalah lingua atau
lidah yang merupakan otot yang dilapisi oleh kelenjar mucosa. Cavum oris
berhubungan langsung dengan pharynx. Adapun kelenjar-kelenjar yang terdapat
pada rongga mulut adalah:
a) Glandulla parotis yang terletak di belakang mandibula bagian luar.
b) Sepasang glandulla sub mandibularis terletak di bawah tepi mandibula.
c) Sepasang glandulla sub lingualis terletak di bawah lingua.
2. Kemudian dari pharynx dilanjutkan oleh oesophagus. Oesophagus ini merupakan
pipa otot yang bentuknya sempit.
3. Ventriculus adalah bagian yang membesar setelah oesophagus dan biasanya
disebut lambung. Bagian lambung atau ventriculus pada hewan-hewan mamalia
dibedakan menjadi:
a) pars cardiaca atau cardiac, yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan
oesophagus;
b) pars pylorica atau bagian pylorus, yaitu bagian posterior dari lambung dan
berhubungan dengan duodenum atau intestinum (usus);
c) bagian fundus, yaitu rongga yang terletak di sebelah cauda dari cardiac.

Gambar 54. Sistem Digestoria Mamalia


(sumber: Google)
4. Intestinum atau bagian usus merupakan saluran yang berkelok-kelok dan sebagai
organ penyerapan zat zat makanan. Adapun bagian-bagian usus adalah sebagai
berikut.
a) Intestinum tenue yang terdiri dari duodenum yang biasanya berbentuk seperti
huruf U, jejenum dan ilium.
b) Intestinum crasum, bagian ini terdiri dari colon ascenden yaitu bagian atas
dan colon discenden yang menuju ke bawah. Antara intestinum tenue dan
intestinum crasum dibatasi oleh coecum.
5. Systema respiratoria atau saluran pernapasan pada hewan-hewan mamalia
memiliki kelengkapan organ-organ yang lebih sempurna. Organ-organ
pernapasan, seperti cavumnasi, ini langsung bermuara ke dalam pharynx yang
celahnya disebut choane. Kemudian, tractus respiratorius atau saluran
pernapasan terdiri dari organ-organ larynx, trachea, bronchus, bronchiales,
bronchialus respiratorius, ductus alveolaris, sacculus alveolaris dan alveolus.
6. Systema circulatoria atau sistem peredaran darah pada mamalia adalah tertutup
melalui pembuluh-pembuluh darah dan sebagai pusatnya adalah cor atau jantung.
Jantung terletak pada rongga toraxialis yang terbungkus oleh kantong
pericardium. Jantung dibagi menjadi dua bagian yaitu oleh septum atrium dan
septum ventriculorum dan masing-masing bagian disebut atrium dan ventriculus.
Bagian atrium dibagi menjadi dua bagian yang disebut sebagai atrium dekstrum
dan atrium sinestrum, sedangkan ventriculorum juga terbagi menjadi dua bagian
yaitu ventriculorum dekstrum dan ventriculorum sinestrum. Pada sistem vena
yang penting adalah adanya sepasang vena jugularis yang terbentang pada bagian
leher.
Gambar 55. Tampak sistem peredaran darah pada Mammalia, berbeda dengan
burung Mammalia hanya memiliki lengkung aorta kiri saja. Ongga dada dengan
rongga perut di pisah dengan adanya diafragma
(sumber: Erni yuliawati, 2015)

7. Sistem urogenitalia dilengkapi dengan adanya vesica urinaria yang berfungsi


menampung cairan urine. Pada hewan jantan memiliki alat kopulasi yang disebut
penis. Penis juga dilengkapi dengan dua buah testes yang terdapat dalam kantung
yang disebut dengan scrotum, yang umumnya terletak di luar rongga tubuh.
Antara rongga scrotum dan abdomen dihubungkan oleh saluran yang disebut
canalis inguinalis. Sperma dikumpulkan dari testes melalui saluran epidydimis,
kemudian ke saluran sperma yang disebut Vasa deferensia. Saluran tersebut
bersama-sama dengan pembuluh darah dan saraf pada bagian canalis inguinalis
membentuk funiculus spermaticus yang kemudian masuk dalam rongga tubuh.
Kemudian dari sepasang vasa deferensia masuk pada dasar urethra membentuk
saluran yang disebut urogenitalia. Sedangkan pada hewan betina mempunyai
sepasang ovari yang letaknya di belakang Ren atau ginjal. Pada bagian lateral dari
masing-masing ovarium terdapat pembuluh ostium yang selanjutnya berhubungan
dengan saluran yang bentuknya silindris disebut oviduct atau disebut juga tuba
fallopii. Oviduct membentuk saluran yang berdinding tebal disebut uterus, dan
dari uterus terjulur saluran yang disebut vagina yang letaknya diantara vesica
urinaria dan rectum yang umumnya bermuara pada lubang kelamin atau disebut
porus urogenitalis. Pada bagian ventral dari urogenitalis dilengkapi dengan
adanya badan yang bentuknya kecil yang disebut clitoris. Clitoris adalah organ
yang homolog dengan penis pada hewan jantan (Kemp, 1983).

Gambar 56. Sistem reproduksi betina pada mamalia


(sumber: Erni yuliawati, 2015)

Menurut Kemp, T.S. (1980) Evolusi mamalia yang paling awal berlangsung
mulai beberapa jalur yang berbeda. Dari kelompok tersebut hanya tiga yang sampai
sekarang masih hidup, masing–masing dibedakan dari cara merawat anak selama masa
perkembangan embrio yaitu:

1. Prototheria merupakan Mammalia yang masih bertelur dan mempunyai kloaka.


Tidak mempunyai puting susu.Terdapat sebuah kantung marsupial temprorer yang
disokong oleh tulang epipubik (Kemp, 1982). Subkelas Prototheria terdiri dari satu
ordo yaitu Monotremata. Contoh: Tachyglossus, Ornithorhynchus.
Gambar 57. Dua genus yang termasuk pada kelompok Monotremata
(sumber: Kimbal, 1999)

2. Metatheria, termasuk dalam subkelas ini adalah berbagai jenis hewan bekantung.
Kelompok hewan ini memiliki telur yang memiliki cadangan makanan, ditutupi oleh
albumin dan sebuah membran tapi tidak mempunyai cangkang. Telur tersebut tetap
berada dalam uterus betina. Anak lahir pada tahap perkembangan yang masih awal
kemudian anaknya berpindah ke marsupium yang didalamnya terdapat puting susu.
Pada jantan. skrotum terletak anterior dari penis (Clemens, 1986).

Gambar 58. Struktur Fosil Metatheria Didelphimorphia


(sumber: Cifelli, 2003)
Termasuk kedalam subkelas ini adalah ordo Marsupialia. Contoh: Dasyurus,
Dsayurops, Sminthopsis, Perameles, Phascolarctos, Phalanger, Phasiolarctos,
Petaurus, Meropus, Dendrolagus, Wallabia.
Gambar 59. Dua contoh dari kelompok hewan berkantung koala (Phascolarctos) dan
kanguru (Macropus)
(sumber: Kimbal, 1999)

3. Eutheria merupakan Mammalia yang memiliki telur sangat kecil dengan sedikit
atau tidak ada yolk dan sebuah membran vitelia. Telur tetap berada di dalam uterus.
Terdapat sebuah plasenta allantoik. Anak lahir setelah fase perkembangan yang
lebih maju. Tidak mempunyai marsupium, memiliki puting susu yang menonjol
bebas dari permukaan ventral tubuh. Tidak memiliki kloaka (Scally, 2001).
Sebagian besar ordo dari Mammalia termasuk pada subkelas eutheria. Beberapa
ordo dibahas pada uraian berikut.
Gambar 60. Eutheria atau Mamalia berplasenta
(sumber: Kemp, 2015)

a) Insectivora, ordo berukuran sangat kecil sampai kecil, merupakan Mammalia


terestrial yang masih hidup di lubang, di pohon, atau amfibius, cara berjalan
plantigrade, makanannya terutama invertebrata, telur, dan vertebrata kecil. Gigi-
giginya mempunyai puncak yang tajam sesuai dengan makanannya sebagai
insectivor. Contoh: Podogymnura, Erinaceus, Sorex, Suncus, Crocioura.
b) Dermoptera, merupakan Eutheria arboreal, melayang dari pohon ke pohon,
makannanya daun-daunan, buah-buahan, dan biji-bijian. Kaki-kakinya
menyokong satu lipatan otot atau patagium yang melebar di daerah lateral di
antara kaki muka dan kaki belakang dari leher sampai ekor. Jari-jarinya gepeng
dan telapak tangan dan telapak kaki membentuk cakram penghisap. Contohnya
Cynocephalus.
Gambar 61. Cynocephalus tampak dengan patagium yang sedang direntangkan
merupakan contoh dari ordo Dermoptera, sedangkan yang lainnya contoh dari ordo
Insectivora
(sumber: Kimbal, 1999)

c) Chiroptera, merupakan Eutheria terbang yang berukura kecil sampai medium,


makannya nektar, serangga, darah atau buah-buahan tergantung pada
kelompoknya. Termasuk ke dalam ordo ini kalong, codot, dan kelelawar. Sayap
merupakan membran yang disokong oleh jari-jari kaki muka yang memanjang
melebar dari sisi tubuh dan kaki belakang. Lutut mengarah ke belakang karena
ada pemutaran dari kaki belakang. Contoh: Pteropus, Eidolon, Myotis,
Eptesicus.
d) Primata, termasuk ke dalam ordo ini antara lain kera hantu, monyet, simpanse
dan gorila. Merupakan Eutheria dengan anggota tubuh dapat digerakkan dengan
bebas dengan jari-jari dapat digerakkan untuk menggenggam, cakar cenderung
diganti dengan kuku yang datar dan ujung-ujung telapak jarinya merupakan
bantalan yang sensitif. Biasanya hanya melahirkan satu anak dengan kelenjar
susu sepasang di daerah dada. Contoh: Lemur, Loris, Perodicticus, Tarsius,
Presbystes, Macaca, Cercopithecus, Colubus, Pongo, Gorilla, Chimpanse,
Hylobates, Homo.
Gambar 62. Filogeni dari Primata
(sumber: Simons, 1992 dalam Kemp, 2015)

e) Pholidota, merupakan Eutheria dengan tubuh ditutupi oleh semacam sisik dari
tulang dan di antaranya terdapat rambut, tidak bergigi, lidah panjang dipakai
untuk menangkap mangsa. Memiliki kaki dengan cakar yang kuat dan melekung
untuk menggalisarang rayap. Kepala bentuk kerucut dengan moncong yang
panjang dan permukaannnya halus. Contoh: Manis, Armadillo.
Gambar 63. Manis merupakan contoh dari ordo Pholidota, merupakan pemakan
semutdan rayap. Sedangkan contoh yang lainnya dari ordo Primata
(sumber: Kimbal, 1999)

f) Lagomorpha, termasuk ke dalam ordo ini berbagai jenis kelinci. Kaki depan
dengan lima jari dan kaki belakang dengan empat atau lima jari. Gigi seri atas
pertama besar dengan pulpa yang persisten sedang gigi yang kedua letaknya di
belakang gigi pertama (duplicidentata) berukuran seperti pasak dan tidak
mempunyai tepi pemotong. Contoh: Lepus, Sylvilagus, Oryctolagus.
g) Rodentia, termasuk ke dalam kelompok ini marmut, tikus, bajing, dan landak.
Eutheria ini memiliki kaki biasanya dengan lima jari yang bercakar. Terdapat
sebuah gigi seri atas yang besar dan mempunyai pulpa dan ada ruang kosong
antara gigi seri dengan gigi pipi yang disebut dengan diastema. Contoh: Sciurus,
Funambulus, Ratufa, Sundasciurus, Rhinosciurus, Rhyzomys, Canomys, Rattus,
Mus, Dendromus, Otomys, Hystrix, Cavia, Dolichotis.
Gambar 64. Berbagai contoh dari ordo Rodentia, sejenis tupai (Sciurus) , landak
(Hystrix) dan marmut (Cavia)
(sumber: Kimbal, 1999)

h) Cetacea, berbagai jenis paus dan lumba-lumba termasuk pada kelompok ini.
Ukuran dari Eutheria kelompok ini mulai sedang sampai sangat besar. Tubuh
seperti ikan dengan kepala memanjang dan kadang-kadang runcing. Tidak
mempunyai leher dan beberapa jenis memiliki ´sirip punggung’. Anggota tubuh
anteriorlebar seperti dayung, jari-jari tertanam dan tidak berkuku, tidak
mempunyai anggota tubuh belakang, ekor panjang dengan berakhir dengan
semacam ‘sirip ekor’. Lubang hidung di bagian atas kepala. Di bawah kulitnya
terdapat lapisan lemak yang tebal. Contoh: Phocaena, Balaenoptera, Megaptera,
Caperea, Orcinus, Steno, Sousa, Tursiops, Sotalia, Physeter, Kogia, Orcaella.

Gambar 65. Berbagai contoh dari Cetacea, beberapa spesies memiliki berat puluhan
ton, dan merupakan hewan terbesar yang masih hidup
(sumber: Kimbal, 1999)

i) Carnivora, berbagai jenis kucing dan anjing merupakan contoh anggota dari ordo
ini. Kaki mempunyai 4 atau 5 jari yang bercakar melengkung dan tajam.
Umumnya mempunyai gigi seri tiga buah pada masing-masing belahan rahang
atas maupun rahang bawah, yang ketiga ukurannya paling besar. Gigi taring
(caninus) berkembang dengan baik dan premolar dan molar cenderung
berkurang jumlahnya dan mempunyai permukaan untuk menggunting dan
memecah. Contoh: Helarctos, Ursus, Mustela, Lutra, Canis, Cuon, Vulpes,
Viverra, Viverricula, Prinodon, Herpentes, Arctictis, Felis, Panthera, Neofelis.

Gambar 66. Dua contoh dari ordo Carnivora, berbagai jenis kucing, anjing termasuk
juga pada ordo ini
(sumber: Kimbal, 1999)

j) Pinnipedia, singa laut, anjing laut, dan walrus merupakan termasuk pada
kelompok Eutheria ini. Merupakan hewan akuatik, jari-jarinya berselaput
sempurna. Kaki muka berfungsi sebagai sirip sedangkan kaki belakang berfungsi
sebagai pendorong ke pada waktu berenang. Contoh: Otaria, Hydrurga,
Odobenus.

Gambar 67. Dua contoh dari ordo Pinnipedia, walrus (Odobenus) dan anjing laut
(sumber: Kimbal, 1999)

k) Proboscidea, Eutheria kelompok ini memiliki kepala yang besar, telinga lebar,
dan leher pendek dengan badan yang besar. Kaki seperti tiang dengan kulit tubuh
yang tebal dengan rambut yang jarang. Hidung dengan bibir atas yang
membentuk belalai dan di dalamnya terdapat saluran hidung dan lubang hidung
terdapat di ujungnya. Dua gigi seri atas berubah menjadi ‘taring’ (gading).
Contoh: Elephas dan Loxodonta.
Gambar 68. Struktur skeleton Proboscideab (sumber: Kemp, 2015)
Loxodonta merupakan gajah yang berasal dari Afrika, sedangakan Elephas berasal
dari daratan Asia termasuk gajah dari Sumatra (sumber: Kimbal, 1999)
l) Sirenia, Eutheria ini memiliki tubuh berukuran besar dengan bentuk seperti
kumparan. Kaki muka seperti alat pendayung, tidak ada kaki belakang, ekor
pipih bentuknya seperti daun. Moncong tmpul, mulut kecil, merupakan herbivora
aquatik. Contoh: Trichenus, Halicore (Dugong).

Gambar 69. Halicore yang lebih dikenal sebagai ikan duyung dan Trichenus
merupakan dua contoh dari ordo Sirenia
(sumber: Kimbal, 1999)

m) Perissodactyla, merupakan Eutheria berkaki panjang dengan jumlah jari ganjil


yang dilapisi oleh selaput tanduk (teracak). Jari tengah merupakan tumpuan dari
kaki. Memiliki lambung yang sederhana. Contoh: Equus, Tapir, Rhinoceros,
Diceros.

Gambar 70. Dua contoh dari ordo unguligrade berjari ganjil (Perissodactyla)
(sumber: Kimbal, 1999)

n) Artiodactyla, merupakan Eutheria berkaki panjang dengan jumlah jari genap dan
berkuku. Poros kaki di antara dua kuku. Banyak yang mempunyai tanduk.
Lambung umumnya bervariasi jumlah ruangnya, beruang dua sampai empat
ruang (rumen, retikulum, omasum, dan abomasum) (Gentry, 1988). Contoh: Sus,
Babirusa, Hippopotamus, Camelus, Llama, Tragulus, Cervus, Giraffia, Okapia,
Bos, Bubalus, Axis, Muntiacus, Cervulus, Moschus, Capra.

Gambar 71. Kancil (Tragulus), Jerapah, dan Babirusa merupakan bagian dari
anggota ordo Artiodactyla
(sumber: Kimbal, 1999)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bentuk evolusi dari hewan vertebrata terjadi melalui proses yang sangat panjang,
proses perubahan yang terjadi dari segi morfologi dan anatomi serta tingkah laku dimulai
dari sebuah kompetisi, sehingga dalam berevolusi tidak terlepas dari peran
lingkungannya. Dengan dibantu oleh lingkungan, maka tiap sel akan terus mengalami
perkembangan hingga pada tahapan terbentuknya sebuah individu baru.
Bermula dari munculnya Chordata yang kemudian bertransisi menjadi Vertebrata.
Kemudian mengalami perubahan pada beberapa organ tubuh menjadi Pisces. Sebagian
ikan bertulang sejati berevolusi menjadi ikan yang memiliki paru-paru dan ikan primitif
kelompok Crossopterygii yang kemudian berkembang menjadi hewan Amphibi. Hewan
Amphibi yang tetap berada di daratan ini lah yang kemudian berevolusi menjadi Reptilia.
Archaeopteryx yang memiliki karakteristik reptil yang jelas: gigi, jari bercakar, dan
panjang-seperti kadal berekor, tetapi memiliki sayap yang dibungkus dengan bulu - bulu
halus untuk terbang yang identik dengan burung modern ini kemudian menjadi cikal
bakal terbentuknya Aves. Mamalia juga diduga berasal dari Reptilia sinapsid zaman
Triasic 220 juta tahun yang lalu. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya fosil dengan ciri
pada bentuk intermediet antara reptil dan mamalia adalah rangkanya, terutama artikulasi
rahangnya, contoh fosil Diarthrognathus mempunyai articular-quadrat dan artikulasi
dentary squamosal diantara rahang bawah dan tengkorak.
Vertebrata merupakan salah satu anggota dari filum Chordata termasuk ke dalam
taksa subfilum. Vertebrata sendiri terdiri atas dua kelompok besar hewan, berdasarkan
ada tidaknya rahang pada mulutnya, yaitu Agnatha (tidak berahang) dan Gnathostomata
(memiliki rahang). Gnathostomata sediri berdasarkan, terutama perbedaan alat geraknya
(ektremitasnya), terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Pisces dan Tetrapoda. Pisces,
kelompok hewan ini memiliki alat gerak berupa sirip. Pisces terdiri atas dua kelas yaitu
Chondrichtyes (ikan yang memiliki rangka tubuh dari rawan) dan Osteichtyes (ikan yang
memiliki rangka tubuh dari tulang). Sedangkan Tetrapoda, kelompok hewan yang
memiliki 2 pasang ekstremitas, terdiri atas 4 kelas: Amphibia, Reptilia, Aves, dan
Mamalia. Amphibia sebagai salah satu bentuk tahapan perpindahan dari perairan ke darat
belum sepenuhnya bisa meninggalkan habitat perairan dalam hidupnya. Sedangkan pada
Reptilia dengan kulit yang bersisik dan kedap air kehidupannya sudah dirancang untuk
spesialisasi di darat. Aves sebagai kelanjutan dari filogeni Reptilia, lebih spesifik lagi
dengan tubuh ditutupi oleh bulu dan ektermitas anterior mengalami modifikasi menjadi
sayap memungkinkan mobilitasnya sangat tinggi. Sedangkan Mammalia menduduki
posisi tertinggi dari urutan evolusi hewan dengan tubuh ditutupi oleh oleh kulit yang
kedap air dan berambut, serta memiliki kelenjar air susu.

B. Saran
Kami yakini makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu
untuk penulisan berikutnya khususnya mengenai evolusi vertebrata, sebaiknya bukti
evolusi ditambah dengan lebih banyak mencari dan membaca literatur yang memang
sangat sulit ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA

Boolotion, Richard A. (1979). Zoology an Introduction to the Study Animals.  NewYork:


Macmillan.

Burhanuddin, Andi Ilham. (2014). Vertebrata Laut : Evolusi dan Klasifikasi Hewan Laut
Bertulang Belakang. Yogyakarta : CV Budi Utama.

Campbell, Reece, Mitchell. (2003). Biologi : Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Cifelli, R.L. and Davis, B.M. (2003). Marsupial origins. Science 302: 1899–1900.

Clemens, W.A. and Lillegraven, J.A. (1986). New Late Cretaceous, North American
Mammals that Fit Neither the Marsupial Nor Eutherian Moulds. Contrib. Geol. Univ.
Wyom. Spec. Pap. 3: 55–85.

Crompton, A.W. and Jenkins, F.A. Jr. (1978). Mesozoic mammals. In V.J. Maglio and H.B.S.
Cooke (eds) Evolution of African mammals. Cambridge, MA: Harvard University
Press, pp. 46–55.

Duellman, W. E. and L. Trueb. (1986). Biology of Amphibians. New York: McGraw – Hill
Book Company.

Duvall, D. (1986). A new question of pheromones: aspects of possible chemical signaling


and reception in the mammal-like reptiles. In N. Hotton III, P.D. Mac Lean, J.J. Roth,
and E.C. Roth (eds) The ecology and biology of mammal-like reptiles. Washington:
Smithsonian Institution Press, pp. 219–238.

Erni yuliawati, dkk. (2015). Penuntun Praktikum Sistematika Hewan. Sumatera Utara:
Laboratorium Sistematika Hewan Universitas Sumatera Utara.

Faisal, Ahmad. (2010). Sistematika Vertebrata.


http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/19630701 1988031.pdf.
Diakses pada tanggal : [10 April 2020].

Feduccia, A; Lingham-Soliar, T; Hinchliffe, JR. (2005). Apakah Dinosaurus Berbulu Ada?


Menguji Hipotesis pada Bukti Neontologis dan Paleontologis. Jurnal
Morfologi.  Vol (2): 125–166. 

Gardiner, B. G. (1982). Tetrapod classification. Zool. J. Linn. Soc. 74: 207–232.

Gauthier, J (1986). "Saurischian Monophyly dan Asal Burung". Dalam Padian K . Asal Usul
Burung dan Evolusi Penerbangan. Nona. California: Academi Science  hlm. 1–55.

Gebo, D.L. (2002). Adapiformes: phylogeny and adaptation. In W. Hartwig (ed) The primate
fossil record. Cambridge: Cambridge University Press. pp. 21–43.
Gentry, A.W. and Hooker, J.J. (1988). The phylogeny of the Artiodactyla. In M.J. Benton (ed)
The phylogeny and classification of the tetrapods, Vol. 2: Mammals. Oxford: Oxford
University Press, pp. 235–272.

Hou, L; Martin, M; Zhou, Z; Feduccia, A (1996). Radiasi Adaptif Awal Burung: Bukti dari
Fosil dari Cina Timur Laut. Jurnal Sains  hal. 1164–1167.

Jasin, M. (1989). Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinarwijaya.

Kemp, T.S. (1980). Origin of the Mammal-Like Reptiles. Nature. 283: 378–380.

Kemp, T.S. (1980). The Primitive Cynodont Procynosuchus: Structure, Function and
Evolution of the Postcranial Skeleton. Phil. Trans. R. Soc. 288: 217–258.

Kemp, T.S. (1982). Mammal-Like Reptiles and the Origin of Mammals. London: Academic
Press.

Kemp, T.S. (1983). The relationships of mammals. Zool. J. Linn. Soc. 77: 353–384.

Kemp, T.S. (1988). A note on the Mesozoic mammals. In M.J. Benton (ed) The phylogeny
and classification of the tetrapods, Vol. 2: Mammals. Oxford: Oxford University
Press, pp. 23–29.

Kemp, T.S. (1988). The Origin and Evolution of Mammals. Oxford: Oxford University Press.

Kimbal, John W. (1999). Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Mader, S. S. (2009). “29 Vertebrate Evolution” Biology, 10th edition. New York: McGraw-
Hill.

Moyle PB & Cech JJ. (1988). Fishes An Introduction to Ichthyology. Second Edition.
Departemen of Wildlife and Fisheries Biology University of California, Davis.
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. p. 559 : 309.

National Taiwan Museum. (2017). Fosil Ikan dan Primitif. Dari link:
https://www.ntm.gov.tw/in/collection_170_2236_71732.html. Diakses pada 11 April
2020.

Nelson, J. S. (2006). Fishes of the World. Fourth Edition. New York, USA: John Wiley and
Sons. Inc. 601 p.

Pendidikan Biologi. (2015). Makalah: Evolusi Salamander. Dari link:


https://www.biologimu.com/2015/12/evolusi-salamander.html. Diakses pada 11 April
2020.

Pough, F. H, et. al. (1998). Herpetology. New. Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Putri, R. A. (2016). Biologi Vertebrata. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.


Raven et al. (2011). “35 Vertebrates,” Biology, 9th edition. New York: McGraw-Hill.

Reece et al. (2014). “34 The Origin and Evolution of Vertebrates,” Campbell Biology, 10th
edition. U.S: Pearson Education, Inc..

Romer, A.S. (1966). Vertebrate paleontology, 3rd edn. Chicago: Chicago University Press.

Sari, Maya. (2015). Daur Hidup Katak Lengkap dan Penjelasannya. Dari link:
https://dosenbiologi.com/hewan/daur-hidup-katak. Diakses pada 11 April 2020.

Scally, M., Madsen, O., Douady, C.J., Jong, W.W. de, Stanhope, M.J., and Springer, M.S.
(2001). Molecular evidence for the major clades of placental mammals. J. Mamm.
Evol. 8: 239–277.

Storer, T.I., and R.L. Usinger. (1957). General Zoology. New York: Mc Graw Hill Book Co.
Inc.

Webb, J.E, J.A. Walwork and J.H. Elgord. (1981). Guide to Living Reptilians. New Delhi:
The Mc Millan Press Ltd.
 
Widodo. (1993). Teori Evolusi Biologis. Malang : IKIP Malang.

Zug, G. R. (1993). Herpetology: An Introductory Biology Of Amphibians And Reptiles. San


Diego California: Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai