Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan yang sering terjadi di Instalasi Farmasi RSUD Rokan

Hulu selama tahun 2013 adalah banyaknya resep keluar atau tidak dapat

dilayani oleh Bagian Farmasi RSUD Rohul. Selama tahun anggaran 2012,

ternyata terdapat 1.300 resep dari total 130.000 yang tidak dapat

dilayani (Laporan Tahunan RSUD Rohul, 2012). Dihitung berdasarkan

nilai jual obat, sesuai daftar harga obat yang berlaku, nilai moneter dari

1.300 resep keluar tersebut adalah sekitar Rp 3,9 milyar, atau setara

dengan 12,5% pendapatan yang berasal dari penjualan obat ().

Banyaknya resep keluar mencerminkan belum optimalnya pengelolaan

logistik obat dan alat kesehatan di sebuah rumah sakit. Pendapat yang

berasal dari penjualan obat dan alkes merupakan sumber penting

pendapatan rumah sakit. Sekitar 30 persen pendapatan yang berasal

dari penjualan obat biasanya disisihkan sebagai sisa hasil usaha. Sekitar

30 persen lainnya berasal dari pelayanan penunjang seperti

laboratorium dan radiologi. Sedangkan 40 persen sisanya merupakan

pendapatan dari jasa pelayanan dan jasa prasarana.

Indikator belum optimalnya pengelolaan logistik obat dan alat

kesehatan di sebuah rumah sakit juga dapat ditunjukkan dengan

banyaknya obat yang kedaluwarsa, atau banyaknya dead stock (obat


2

dibeli, tapi tidak digunakan). Di RSUD Rohul ternyata terdapat 12 jenis

obat yang masa kedaluwarsanya tinggal 2 bulan, 10 jenis tinggal 4

minggu dan masih ada 2 jenis obat yang masa kedaluwarsanya tinggal 2

minggu. Jika sampai terjadi obat-obat tersebut tidak bisa terjual, maka

RSUD Rohul berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 1,2 Milyar.

tidak adanya perencanaan penyediaan obat, sering terjadinya

pemesanan obat diluar hari pemesanan yang telah ditentukan, terjadinya

kekosongan obat digudang farmasi, dan keterlambatan pembayaran ke

pemasok yang berakibat terlambatnya pengiriman obat yang dipesan.

Perencanaan obat dan bahan habis pakai merupakan proses kegiatan

dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai

dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar

perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,

kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran

yang tersedia. Adapun yang menjadi pedoman dasar dalam perencanaan

pengadaan obat, yaitu : DOEN (Daftar Obat Essensial Nasional),

Formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat

yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas,

siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta

rencana pengembangan.(Febriawati, 2013).

Dalam menghadapi krisis moneter sudah tidak relevan dan era

perdagangan bebas ini, setiap perusahaan harus dapat mengelola kegiatan


3

secara efisien, termasuk didalam hal ini adalah rumah sakit sebagai suatu

perusahaan yang bergerak dibidang jasa. Salah satu yang mendukung

keberhasilan pengelola rumah sakit adalah logistik. Subagya, M.S (1994)

menyatakan bahwa menejemen logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan

dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharan serta penghapusan

material atau alat-alat. Unit logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya

menyediakan bahan atau barang yang dibutuhkan untuk keperluaan kegiatan.

Logistik obat dan bahan farmasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang

penting dalam kegiatan operasional.kegiatan logistik obat dan bahan farmasi

ini selain berpengaruh langsung terhadap pelayanan yang diberikan kepada

pasien. Juga menyita anggaran yang cukup besar.Pengelola obat dan dan alat

kesehatan habis pakai perlu dilaksanakan dengan baik supaya ketersedian

obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jenis, jumlah dan waktu yang tepat

dapat dilaksanakan dengan baik. (Salmi Sabirin, dalam tesis analisis

pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai pada instalasi farmasi RSUD

Bukit Tinggi, 2004).

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi

masyarakat, salah satu hal yang dibutuhkan rumah sakit adalah persediaan

alat dan bahan sebagai penunjang pelayanan kesehatan. Menurut bidang

pemanfaatannya, alat dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit dapat

dikelompokkan menjadi : persediaan farmasi, persediaan makanan, serta

persediaan logistik umum dan teknik. Persediaan farmasi meliputi persediaan


4

obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat

kedokteran, dan gas medik. (Aditama, 2002)

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus

merupakan revenue center utama. Pelayanan farmasi menyumbangkan 50%

dari seluruh pemasukan rumah sakit. Persediaan farmasi merupakan hal yang

penting bagi rumah sakit dalam kelangsungan memberikan pelayanan kepada

pasien setiap harinya. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90%

pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi.

(Adisasmito dan Suciati, 2006)

ABC Indeks Kritis merupakan metode yang dapat membantu

rumah sakit dalam merencanakan pemakaian obat dengan

mempertimbangkan utillisasi, nilai investasi, kekritisan obat (vital, esensial

dan non esensial).

Menurut Susi Suciati dan Adi Sasmito yang melakukan penelitian

tentang proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi RS Karya Husada

Cikampek Jawa Barat bahwa berdasarkan wawancara dengan Kepala Instalasi

Farmasi dan Staf Gudang Farmasi, diperoleh informasi bahwa belum ada

perencanaan kebutuhan barang farmasi yang menjadi dasar pengadaan

barang. Selama ini, pengadaan obat dilakukan berdasarkan pada data

pemakaian obat rata-rata mingguan, sehingga sering terjadi adanya pembelian

obat yang tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan pembelian ke

apotik luar. Pada bulan Maret 2005, pembelian Cito mencapai Rp

28.466.969,00 dan pembelian obat ke apotik luar pada bulan Januari sampai
5

Maret 2005 mencapai Rp 81.799.636,00. Hal ini tentu saja sangat merugikan

Rumah Sakit baik dari segi pelayanan maupun segi keuangan.

Dari penelitian tersebut diatas diperoleh kesimpulan bahwa metode

ABC Indeks Kritis dapat membantu rumah sakit dalam merencanakan

pemakaian obat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai investasi,

kekritisan obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial dan non essensial

serta standar terapi merupakan aspek penting lain dalam perencanaan obat

karena akan menjadi acuan dokter dalam memberikan terapinya.

Pada penelitian yang lain oleh Hermina Karuna Atmaja tentang

penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis untuk pengendalian persedian obat

Antibiotik di Rumah Sakit M.H. Thamrin Salemba ditemukan bahwa ada

kejadian penundaan pelayanan resep pasien atau back order yang terjadi

hampir setiap hari, yaitu 82 hari, selama 3 bulan. Di dalam penelitian

dilakukan analisis ABC pemakaian, ABC nilai investasi dan ABC Indeks

Kritis. Dengan metode ini membantu pihak manajemen untuk lebih fokus

pada barang-barang yang memiliki nilai lebih tinggi.

Persediaan harus dikelola dengan baik sehingga tidak

menyebabkan kerugian pada rumah sakit. Persediaan obat dan bahan habis

pakai yang banyak atau lebih menyebabkan bertambah besarnya biaya yang

dikeluarkan rumah sakit untuk biaya penyimpanan dan dapat juga

meningkatkan resiko kerusakan dan kadaluwarsa. Sedangkan persediaan yang

terlalu sedikit dapat menyebabkan terjadinya stock out. Stock out merupakan

suatu keadaan dimana persediaan farmasi yang dibutuhkan kosong sehingga


6

permintaan tidak dapat dipenuhi. Hal ini menyebabkan kerugian bagi rumah

sakit dan penurunan kinerja karena tidak dapat memberikan pelayanan

maksimal kepada pasien. Stock out dapat juga menyebabkan suatu kondisi

tidak dapat dipenuhinya permintaan obat yang dibutuhkan oleh pasien (back

order). Back order terjadi karena disebabkan jumlah barang yang tersedia

lebih sedikit dari jumlah pesanan yang diminta oleh pembeli sehingga terjadi

kekurangan barang.

Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponem

terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja

obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan

rumah sakit. Belanja obat yang sedemikian besarnya tentunya harus dikelola

dengan efektif dan efisien, mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit

tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tentu menjadi tugas yang besar

bagi instalasi farmasi rumah sakit untuk melaksanakan semua kegiatan dan

pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri

yang terdiri dari pelayanan paripurna mencakup perencanaam pengadaan,

penyimpanan, pengendalian mutu dan distribusi.

Untuk mensukseskan semua kegiatan dari instalasi farmasi rumah

sakit yang telah diuraikan diatas maka hal utama yang perlu diperhatikan

adalah mengenai perencanaan. Perencanaan obat yang baik harus memenuhi

beberapa kriteria yang dimuat dalam pedoman dasar perencanaan obat (Dirjen
7

Binyanfar, Kemenkes, 2012). Facts  Secara di RSUD Rohul ternyata

saat ini belum ada standar terapi rumah sakit yang telah ditetapkan.

Walaupun telah berdiri lebih dari 10 tahun, namun RSUD Rohul

ternyata sampai saat ini belum memiliki standar terapi rumah sakit yang

dapat dijadikan pedoman oleh dokter yang bekerja di rumah sakit

tersebut (Lutuye, ngapain aje?).

Adapun yang menjadi pedoman dasar dalam perencanaan pengadaan

obat, yaitu : DOEN (Daftar Obat Essensial Nasional), Formularium rumah

sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data

catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit,

sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta rencana

pengembangan.(Febriawati, 2013).

Karena perencanaan merupakan kegiatan pertama yang akan

dilaksanakan dan merupakan salah satu fungsi yang menentukan keberhasilan

kegiatan selanjutnya. Suatu perencanaan yang baik idealnya diikuti dengan

evaluasi agar dapat disesuaikan dengan aspek ekonomi dan aspek medik dari

rumah sakit (Nabila, 2012).

RSUD Rokan Hulu yang terletak dipusat kota Pasir Pengaraian

yang melayani rujukan dari semua kecamatan yang ada dan institusi

kesehatan lainnya dikabupaten Rokan Hulu maupun dari kabupaten yang

wilayahnya berdekatan. Dalam operasionalnya RSUD Rokan Hulu

mempunyai visi yaitu menjadikan rumah sakit kelas B tahun 2016 dan misi
8

unutk menyelenggarakan pelayanan prima sesuai dengan standar pelayanan

rumah sakit, memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu

serta menciptakan suasana kerja yang mendukung kebersamaan, rasa

memiliki dan peningkatan disiplin aparatur.

RSUD Rokan Hulu yang dikukuhkan menjadi kelas C melalui

surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor:

1349/Menkes/SK/IX/2005, tanggal 14 september 2005 dan dikukuhkan

sebagai salah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berdasarkan peraturan

daerah kabupaten Rokan Hulu nomor 41 tahun 2007. Pada awal tahun 2009

telah diterapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Pelayanan Umum Daerah

(PPK-BPUD) melalui SK Bupati Rokan Hulu nomor 470 tahun 2008 dan

status penuh badan layanan umum daerah melalui SK bupati no 547 tahun

2010.

Permasalahan yang sering terjadi di Instalasi Farmasi RSUD

Rokan Hulu selama tahun 2013 adalah tidak adanya perencanaan penyediaan

obat, sering terjadinya pemesanan obat diluar hari pemesanan yang telah

ditentukan, terjadinya kekosongan obat digudang farmasi, dan keterlambatan

pembayaran ke pemasok yang berakibat terlambatnya pengiriman obat yang

dipesan. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan petugas farmasi

diketahui bahwa sering terjadi penundaan. Pelayanan resep pasien karena

stock tidak tersedia sehingga harus dilakukan back order. Back order yang

terjadi hampir setiap hari merupakan salah satu gejala dari manajemen

persediaan yang buruk. Anggaran kebutuhan obat dan bahan habis pakai di
9

RSUD Rokan Hulu Tahun 2013 mencapai 35% dari biaya keseluruhan rumah

sakit. Data overstok dan death stok obat juga tergolong cukup tinggi di RSUD

Rokan Hulu.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk

mengetahui sejauh mana perencanaan logistik di Instalasi Farmasi RSUD

Rokan Hulu tahun 2013 berdasarkan evaluasi laporan kerja Instalasi Farmasi

tahun 2013 tentang penyediaan obat dan bahan habis pakai di Instalasi

Farmasi RSUD Rokan Hulu.

Berdasarkan hal diatas, peneliti mengambil judul penelitian ini

“Analisis Penerapan ABC Indeks Kritis Terhadap Perencanaan Obat dan

Bahan Habis Pakai di RSUD Rokan Hulu Tahun 2013”

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah

penelitian ini adalah “bagaimana Penerapan ABC Indeks Kritis Terhadap

Perencanaan Obat dan Bahan Habis Pakai di RSUD Rokan Hulu Tahun

2013 ?”.

C. Tujuan Umum Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana Penerapan ABC Indeks Kritis

Terhadap Perencanaan Obat dan Bahan Habis Pakai di RSUD Rokan Hulu

Tahun 2013.

D. Tujuan Khusus Penelitian


10

1. Diketahuinya potensi kerugian akibat resep keluar di RSUD Rohul pada

tahun 2012  Tidak akseptabel, karena sebenarnya justru menjadi

justifikasi mengapa masalah ini harus diteliti.

2. Diketahuinya jenis obat yang paling banyak digunakan, harganya mahal

dan bersifat esensial di RSUD Rohul, 2012.

E. Signifikasi Penelitian

1. Manfaat Sosial, yaitu untuk mendapatkan informasi tentang perencanaan

obat dan bahan habis pakai di RSUD Rokan Hulu.

2. Manfaat Ilmiah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah

dalam pengembangan hipotesis tentang Penerapan ABC Indeks Kritis

dalam perencanaan obat dan bahan habis pakai di rumah sakit.

F. Langkah dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dan langkah-langkah yang

akan dilakukan adalah mengidentifikasi kepustakaan yang relevan sehingga

dapat digambarkan Kerangka Operasional dari mana dapat dirumuskan

Masalah Khusus Penelitian yang akan menjadi Tujuan Khusus Penelitian,

yang akan tercapai dengan menggunakan Metode Penelitian tertentu yang

termasuk dalam Rancangan Penelitian (Lapau, 2012).

Anda mungkin juga menyukai