BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hulu selama tahun 2013 adalah banyaknya resep keluar atau tidak dapat
dilayani oleh Bagian Farmasi RSUD Rohul. Selama tahun anggaran 2012,
ternyata terdapat 1.300 resep dari total 130.000 yang tidak dapat
nilai jual obat, sesuai daftar harga obat yang berlaku, nilai moneter dari
1.300 resep keluar tersebut adalah sekitar Rp 3,9 milyar, atau setara
logistik obat dan alat kesehatan di sebuah rumah sakit. Pendapat yang
dari penjualan obat biasanya disisihkan sebagai sisa hasil usaha. Sekitar
minggu dan masih ada 2 jenis obat yang masa kedaluwarsanya tinggal 2
minggu. Jika sampai terjadi obat-obat tersebut tidak bisa terjual, maka
dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas,
siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta
secara efisien, termasuk didalam hal ini adalah rumah sakit sebagai suatu
dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan,
material atau alat-alat. Unit logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya
Logistik obat dan bahan farmasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang
pasien. Juga menyita anggaran yang cukup besar.Pengelola obat dan dan alat
obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jenis, jumlah dan waktu yang tepat
pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai pada instalasi farmasi RSUD
masyarakat, salah satu hal yang dibutuhkan rumah sakit adalah persediaan
pemanfaatannya, alat dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit dapat
obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat
dari seluruh pemasukan rumah sakit. Persediaan farmasi merupakan hal yang
pasien setiap harinya. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90%
Farmasi dan Staf Gudang Farmasi, diperoleh informasi bahwa belum ada
obat yang tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan pembelian ke
28.466.969,00 dan pembelian obat ke apotik luar pada bulan Januari sampai
5
Maret 2005 mencapai Rp 81.799.636,00. Hal ini tentu saja sangat merugikan
kekritisan obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial dan non essensial
serta standar terapi merupakan aspek penting lain dalam perencanaan obat
kejadian penundaan pelayanan resep pasien atau back order yang terjadi
dilakukan analisis ABC pemakaian, ABC nilai investasi dan ABC Indeks
Kritis. Dengan metode ini membantu pihak manajemen untuk lebih fokus
menyebabkan kerugian pada rumah sakit. Persediaan obat dan bahan habis
pakai yang banyak atau lebih menyebabkan bertambah besarnya biaya yang
terlalu sedikit dapat menyebabkan terjadinya stock out. Stock out merupakan
permintaan tidak dapat dipenuhi. Hal ini menyebabkan kerugian bagi rumah
maksimal kepada pasien. Stock out dapat juga menyebabkan suatu kondisi
tidak dapat dipenuhinya permintaan obat yang dibutuhkan oleh pasien (back
order). Back order terjadi karena disebabkan jumlah barang yang tersedia
lebih sedikit dari jumlah pesanan yang diminta oleh pembeli sehingga terjadi
kekurangan barang.
obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan
rumah sakit. Belanja obat yang sedemikian besarnya tentunya harus dikelola
dengan efektif dan efisien, mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit
tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tentu menjadi tugas yang besar
bagi instalasi farmasi rumah sakit untuk melaksanakan semua kegiatan dan
pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri
sakit yang telah diuraikan diatas maka hal utama yang perlu diperhatikan
beberapa kriteria yang dimuat dalam pedoman dasar perencanaan obat (Dirjen
7
saat ini belum ada standar terapi rumah sakit yang telah ditetapkan.
ternyata sampai saat ini belum memiliki standar terapi rumah sakit yang
sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data
pengembangan.(Febriawati, 2013).
evaluasi agar dapat disesuaikan dengan aspek ekonomi dan aspek medik dari
yang melayani rujukan dari semua kecamatan yang ada dan institusi
mempunyai visi yaitu menjadikan rumah sakit kelas B tahun 2016 dan misi
8
daerah kabupaten Rokan Hulu nomor 41 tahun 2007. Pada awal tahun 2009
(PPK-BPUD) melalui SK Bupati Rokan Hulu nomor 470 tahun 2008 dan
status penuh badan layanan umum daerah melalui SK bupati no 547 tahun
2010.
Rokan Hulu selama tahun 2013 adalah tidak adanya perencanaan penyediaan
obat, sering terjadinya pemesanan obat diluar hari pemesanan yang telah
stock tidak tersedia sehingga harus dilakukan back order. Back order yang
terjadi hampir setiap hari merupakan salah satu gejala dari manajemen
persediaan yang buruk. Anggaran kebutuhan obat dan bahan habis pakai di
9
RSUD Rokan Hulu Tahun 2013 mencapai 35% dari biaya keseluruhan rumah
sakit. Data overstok dan death stok obat juga tergolong cukup tinggi di RSUD
Rokan Hulu.
Rokan Hulu tahun 2013 berdasarkan evaluasi laporan kerja Instalasi Farmasi
tahun 2013 tentang penyediaan obat dan bahan habis pakai di Instalasi
Perencanaan Obat dan Bahan Habis Pakai di RSUD Rokan Hulu Tahun
2013 ?”.
Terhadap Perencanaan Obat dan Bahan Habis Pakai di RSUD Rokan Hulu
Tahun 2013.
E. Signifikasi Penelitian