Disusun Oleh :
MUHAMMAD NUR HIDAYAT
NIM. 30601501734
Arranged By:
MUHAMMAD NUR HIDAYAT
NIM. 30601501734
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. H. Sukarno Budi Utomo , MT. Ir. Agus Adhi Nugroho, MT.
NIDN. 061 907 6401 NIDN. 062 808 6501
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Elektro
TIM PENGUJI
Anggota I Anggota II
NIDN. NIDN.
Ketua Penguji
NIDN.
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa judul dan isi Tugas Akhir yang saya buat
dalam rangka menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) Teknik Elektro tersebut
adalah asli dan belum pernah diangkat, ditulis ataupun dipublikasikan oleh
siapapun baik keseluruhan maupun sebagian, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Dan apabila dikemudian
hari ternyata terbukti bahwa judul tugas akhir tersebut pernah diangkat, ditulis
ataupun dipublikasikan, maka saya bersedia dikenakan sanksi akademis.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sadar dan penuh tanggung jawab.
Kata Kunci : Stabilitas Transien, Critical Clearing Time, Kriteria Sama Luas.
ABSTRACK
The stability of an electric power system in general can be defined as the ability of an
electric power system to maintain its synchronous state at a time when a system is
interrupted. The existence of a disturbance in a system will affect the stability of the
existing system, therefore it is necessary to do a transient stability analysis to be able to
find out the Critical Clearing Time of the system when an interruption occurs so that the
system can maintain its synchronous state. By paying attention to changes in the stability
of the voltage, frequency and angle of the rotor. CCT value calculations using the Equal
Area Criteria.method
The Critical Clearing Time (CCT) value calculation uses the same broad criteria
method, the analysis of the transient stability of the 3 Phase disturbance combined with
the Newton-Rapshon method for the power flow used in the 12.6 stage software at the
Jepara TJB PLTU to determine the CCT value calculation
The results of the simulation and analysis, when 3 phase interruptions occur at the
voltage experienced a decrease of 0.1% from its normal state and decreased by 1.2%
when the generator is released from its normal state. For the same frequency as the
normal state for 3 phase faults, when the generator is discharged, it decreases by 0.3%,
while the rotor angle after the 3 phase interruption and the generator discharges again
find their starting point after oscillation.
Key words: Transient Stability, Critical Clearing Time, Equal Area Criteria
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.5 MANFAAT
Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan memberi manfaat
sebagai berikut
1. Sebagai acuan dasar pada saat pengoperasian sistem pembangkitan di PLTU
Tanjung Jati B dengan sistem yang berjalan aman dan stabil.
2. Digunakan sebagai acuan dalam melakukan mekanisme gangguan 3 phasa
dan pelepasan generator terhadap sistem pembangkit.
3. Diharapkan dari Tugas Akhir ini mendapatkan hasil yang dapat bermanfaat
dan bisa digunakan sebagai referensi pada analisa selanjutnya tentang
analisa kestabilan transient pada PLTU Tanjung Jati B Jepara.
1.6 SISTEMATIKA AN
Tugas Akhir ini terbagi menjadi 5 bab, dengan masing-masing bab berisi :
BAB I : PENDAHULUAN
SUDUT ROTOR
KESTABILAN
PENDEK
JANGKA
TRANSIEN
KESTABILAN
PENDEK
JANGKA
KESTABILAN SISTEM
FREKUENSI
KESTABILAN
TENAGA
LAMA
JANGKA
PENDEK
JANGKA
KESTABILAN
GANGGUAN
TEGANGAN
KECIL
TEGANGAN
KESTABILAN
JANGKA LAMA
KESTABILAN
GANGGUAN
TEGANGAN
BESAR
Gambar 2. klasifikasi
kestabilan sistem
tenaga. (Kundur,
1993)
Setelah memenuhi pertimbangan dari gambar 2.1, kestabilan pada sistem
tenaga dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
2.2.1 Kestabilan tegangan
Stabilitas tegangan dalam sistem tenaga didefinisikan sebagai kemampuan
sistem tenaga untuk mempertahankan tegangan yang dapat diterima di semua bus
dalam sistem dalam kondisi normal dan setelah mengalami gangguan.
Gambar 2. Standard Operasi Tegangan mengacu pada paper IEEE 1159 - 1995
Kestabilan tegangan mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan
sistem,sistem yang baik adalah tetap konstan saat terjadi perubahan beban.
ketidakstabilan tegangan adalah keadaan dimana tegangan pada bus tersebut
overvoltage ataupun undervoltage. Keadaan yang diijinkan oleh PLN adalah +5%
dan -5% untuk level tegangan 500kV dan untuk level tegangan di bawah 500kV
adalah +10% dan -10%.
Keadaan undervoltage ini dapat diakibatkan oleh lepasnya generator dari
sistem atau bertambahnya beban pada bus terganggu. Sedangkan, keadaan
overvoltage dapat diakibatkan oleh lepasnya beban pada bus terganggu. Pada
umumnya,kestabilan tegangan ini sangat erat hubungannya dengan beban, dapat
berupa penambahan atau pelepasan beban. Ketidakstabilan tegangan ini dapat
mengakibatkan komponen peralatan menjadi cepat panas dan juga mempersingkat
umur dari perlatan itu sendiri.
2.2.2 Kestabilan frekuensi
Gambar 2.
Gambar rotor pada generator elektrik dan mekanik.
Dari persamaan (2.1) pada sumbu yang tidak bergerak untuk mengukur
θm, maka persamaan dalam pengukuran sudut rotor dengan putaran sumbu
dengan kecepatan sinkron, sebagai berikut:
θm =ω sm t−δ m...........................................................................................................................(2.2)
θm merupakan perubahan sudut rotor dengan satuan radian pada putaran sudut
terhadap kecepatan sinkron. Dengan menurunkan persamaan (2.2) terhadap t pada
persamaan (2.3) menghitung kecepatan putar pada rotor, sebagai berikut:
d θm d δm
ω sm= =ω sm+ .........................................................................................................(2.3)
dt dt
Dengan persamaan (2.1) dan (2.3) didapatkan
d 2 δm
=T m −T e ..................................................................................................................................(2.4)
J dt2
Dengan mengalikan persamaan (2.4) dengan ωm, didapatkan
2
d δm
J ωm =Pm −Pe......................................................................................................................(2.5)
d t2
Jωm merupakan momentum sudut rotor dideklarasikan dengan simbol M.
Hubungan massa yang berputar dengan energi kinetik adalah
1 1
J ω2sm M ω sm
2 2 ........................................................................................................................ (2.6)
H= =
sm sm
Atau
2H
M s (2.7)
ωsm m.................................................................................................................................................
Hubungan momen sudut dengan persamaan ayunan, sebagai berikut:
d 2 δm
M =P m−Pe ..................................................................................(2.8)
d t2
P merupakan jumlah kutub yang ada pada generator sinkron, sehingga hubungan
sudut daya mekanis δm dengan sudut daya elektris δ, sebagai berikut:
p
δ δ ......................................................................................................(2.9)
2 m
Sehingga sudut daya listrik dihubungkan dengan persamaan ayunan, sebagai
berikut:
2 d2 δ
M 2 =Pm −Pe...............................................................................(2.10)
p dt
Apabila mensubstitusikan persamaan (2.8) dengan persamaan (2.10) setelah itu
dibagi dengan SB merupakan daya besar. Sehingga persamaannya adalah
2 2 H d 2 δ pm −p e
= ..............................................................................
p ωsm S B d t 2 SB
(2.11)
Energi kinetik atau MJ didefinisikan dari konstanta H dengan rating mesin atau
MVA yang membagi kecepatan sinkron dengan persmaan berikut.
2H
M= .................................................................................................
SB
(2.12)
Substitusi persamaan (2.11) dengan persamaan (2.12), sehingga persamaannya
adalah.
2
2 2 H d δm
=Pm( pu)−Pe ( pu ) ..............................................................(2.13)
p ω sm d t 2
Hubungan kecepatan putar mekanis dengan kecepatan elektris adalah
2
ω sm= ω 0, kemudian persamaannya sebagai berikut:
p
2 H d2 δ
=Pm ( pu)−Pe ( pu ) ........................................................................................................(2.14)
ω0 d t 2
Dengan δ merupakan angular posisi pada rotor di dalam radian elektrik dengan
hubungan δ0 dan putaran sinkron yang merupakan hasil nilai disaat t = 0, sehingga
persamaannya adalah
δ =ωt −ω0 t+ δ 0 ....................................................................................................................(2.15)
Apabila menurunkan persamaan (2.15) terhadap waktu, maka persamaannya
sebagai berikut:
dδ
=ω−ω0.........................................................................................(2.16)
dt
dδ
Jika kedua sisi kiri dan kanan persamaan di atas dikalikan dengan 2 , didapatkan :
dt
dδ d 2 δ 2 π f 0 dδ
2 2
= ( p m−P e ) ………................................................................................…(2.19)
dt d t H dt
d2 δ 2 π f 0
2
d dδ dδ
dt [( ) ]
dt dt 2
=
H
( pm − pe ) , ...................................................(2.20)
dt
atau:
d2δ 2 π f 0
2
dδ
d [( ) ]
dt d t2
=
H
( p m− pe ) dδ ...................................................................................(2.21)
d
dδ 2 2 π f 0
( ) dt
= ∫ ( p − p ) dδ ............................................................................................(2.22)
H d m e 0
Atau :
dδ 2π f 0 d
dt
=
√∫ ( p − p ) dδ ..................................................................................................(2.23)
H d m e 0
Bila pada persamaan di atas kecepatannya menjadi nol sesaat setelah gangguan,
maka didapatkan kriteria sama luas sebagai berikut:
d
Mesin bekerja pada titik setimbang δ 0. Pada titik ini daya input mekanik
pm 0= p e0 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6. Penambahan daya input tiba –
tiba yang dinyatakan oleh garis horizontal Pm. Dengan Pm 1 > Pe 0, daya percepatan
pada rotor adalah positif dan sudut daya 𝛿 bertambah. Kelebihan energi yang
tersimpan pada rotor selama percepatan awal adalah:
d1
δcr
A 1=∫ P m d δ=Pm ( δ cr −δ 0 )....................................................................................(2.27)
δ0
δmax
A 2= ∫ ¿( Pmax sin δ −Pm )dδ .........................................................................(2.28)
δcr
¿ Pmax ( cos δ cr −cos δ m )−Pm ( δ max −δ cr )........................................................(2.29)
δ cr =cos−1 ¿ ¿.....................................................................(2.32)
4 H (δ cr −δ0 )
t cr =
√ ω s Pm
……………..…….…..................................................................……………(2.33)
sinkron generator), dan Pm (daya input mekanik mesin). P2max (daya elektrik
maksimum selama gangguan) dan P3max (daya elektrik maksimum setelah
gangguan dihilangkan).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.2 Data
Tahap – tahap dalam pengambilan data yaitu :
1. Dokumentasi / Literatur
Pengambilan data dengan metode dokumentasi / literatur yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan yang berhubungan dengan judul
tugas akhir baik itu yang berasal dari e-book, internet, maupun buku
panduan. Mengumpulkan data – data generator dan pembebanan baru dari
sistem kelistrikan saluran transmisi 500 kV di PLTU TJB khususnya unit
3&4 ,seperti single line diagram, spesifikasi generator (governor dan
eksiter), rating kabel, transformator, bus, dan pola operasinya.
2. Wawancara
Pengambilan data dengan metode wawancara dilakukan dengan cara
konsultasi langsung dengan pegawai di PLTU TJB yang menguasai teori
tentang Generator.
Untuk data beban yaitu daya aktif, daya semu dan arus akan dituangkan
ke dalam bentuk tabel, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3. Data Beban
Gambar 3.4 terlihat tampilan dari inputan data transformator. Seperti halnya
generator, transformator juga memiliki data – data Rating dari transformator
tersebut untuk diinputkan. Data – data yang diinputkan seperti data tegangan
Primer (KV) dan Sekunder (KV), serta daya (MVA) dari transformator tersebut.
MULAI
Analisis Transient
Untuk Menentukan
CCT
Respon stabil ?
TIDAK
Respon V, f, dan Sudut Rotor
Dalam Batas (Normal)
YA
Kesimpulan
SELESAI
Kondisi ini adalah kondisi dimana sebelum terjadi gangguan 3 phasa dan
pelepasan generator. bisa dilihat pada Gambar 4.1 Kondisi ini dapat
menunjukkan apakah sistem berjalan dengan normal (Steady State) ketika tidak
ada gangguan dan pelepasan generator.
Berdasarkan Gambar 4.2 nilai kestabilan tegangan pada bus 15 dan bus 16
berada pada kisaran nilai yang diijinkan. Berikut adalah tabel nilai kestabilan
tegangan bus 15 dan bus 16 kondisi normal.
Kondisi Normal
ID Bus
V (pu)
Bus 15 0.96
Bus 16 0.96
96,48
per-unit = = 0,964
100
Pada hasil perhitungan per-unit, rumus bisa dilihat pada persamaan (2.17)
4.1.2 Kondisi Frekuensi Normal
Kondisi Normal
ID Bus
f (Hz)
Bus 15 50
Bus 16 50
Kondisi Normal
ID Generator
Sudut rotor (δ)
G1 0,0
G3 0,0
Kondisi ini adalah kondisi ketika gangguan 3 phasa yang terjadi pada bus 15
dan 16 di detik ke 2. Setelah detik ke 2 ini akan dilihat bagaimana respon sistem
pada saat gangguan 3 phasa terjadi, dapatkah sistem masih berada pada kondisi
normalnya (Steady State).
Gambar 4. Hasil simulasi gangguan 3 phasa
Berdasarkan Gambar 4.6 nilai kestabilan tegangan pada bus 15 dan bus 16
berada pada kisaran nilai yang tidak aman pada detik 0,2 teganggan megalami
penurunan yang sangat drastis yaitu bus 15 sebesar 0,02 pu sedangkan pada bus 16
sebesar 0,02 pu. Berikut adalah tabel nilai kestabilan tegangan bus 15 dan bus 16
kondisi .gangguan 3 phasa.
Kondisi Gangguan
ID Bus 3 Phasa
V (pu)
Bus 15 0.0
Bus 16 0.0
2,08
per-unit = = 0,02
100
Pada hasil perhitungan per-unit, rumus bisa dilihat pada persamaan (2.17)
Kondisi Ganguan
ID Bus 3 Phasa
f (Hz)
Bus 15 49,9
Bus 16 49,9
4.1.3 Kondisi Sudut Rotor Gangguan 3 Phasa
Gangguan 3 Phasa
ID Generator
Sudut rotor (δ)
G1 0,0
G3 0,0
4.3 Kondisi Pelepasan Generator
Kondisi ini adalah kondisi ketika pelepasan generator yang terjadi pada
generator 3. Dalam simulasi ini akan dilihat bagaimana respon tegangan,
frekuensi dan sudut rotor ketika pelepasan generator terjadi. Apakah sistem masih
pada kondisi normalnya (Steady State).
Gambar 4. Hasil simulasi pelepasan generator 3
Kondisi Pelepasan
ID Bus Generator
V (pu)
Bus 15 0,95
Bus 16 0,95
95,14
per-unit = = 0,951
100
Pada hasil perhitungan per-unit, rumus bisa dilihat pada bab 2 point (2.17)
Kondisi Pelepasan
ID Bus Generator
f (Hz)
Bus 15 49,7
Bus 16 49,7
Pelepasan Generator
ID Generator
Sudut rotor (δ)
G1 0,0
G3 0,0
4.4 Kondisi CCT Gangguan 3 Phasa
Kondisi ini adalah kondisi ketika gangguan 3 phasa yang terjadi pada bus 15
dan 16 di detik ke 0,2 sampai gangguannya dihilangkan. Dalam simulasi ini
estimasi penentuan waktu pemutusan kritis mengunakan metode kriteria sama
luas 0.1 detik melalui perhitungan. Setelah gangguan dihilangkan akan dilihat
bagaimana respon sistem setelah gangguan 3 phasa dapatkah sistem kembali pada
kondisi normalnya (Steady State).
Perhitungan ini menggunakan metode kriteria sama luas, rumus bisa dilihat pada
persamaan (2.34)
4 x 9,586 x 0,1
√
t cr =
1,37 x 3,14 x 50
=0,132 sec
Berdasarkan Gambar 4.14. nilai kestabilan tegangan pada bus 15 dan bus
16 berada pada kisaran nilai yang diijinkan. Berikut adalah tabel nilai kestabilan
tegangan bus 15 dan bus 16 kondisi cct gangguan 3 phasa.
Tabel 4. Nilai Respon Kestabilan Tegangan Kondisi CCT 3 Phasa
Kondisi CCT
ID Bus
V (pu)
Bus 15 0.96
Bus 16 0.96
96,48
per-unit = = 0,964
100
Pada hasil perhitungan per-unit, rumus bisa dilihat pada persamaan (2.17)
4.1.2 Kondisi Frekuensi CCT 3 Phasa
Respon kestabilan frekuensi kondisi Cct 3 phasa pada bus 15 dan bus 16
akan ditunjukkan pada Gambar 4.15 berikut. Dari hasil simulasi akan dilihat
apakah respon dari nilai kestabilan frekuensi pada kondisi cct 3 phasa setelah
dihilangkan. bus 15 dan bus 16 berada pada kisaran yang diijinkan yaitu 47,5 Hz
– 42,2 Hz.
Gambar 4. Respon Frekuensi Kondisi CCT
Kondisi CCT
ID Bus
f (Hz)
Bus 15 50
Bus 16 50
Kondsi CCT
ID Generator
Sudut rotor (δ)
G1 0,0
G3 0,0
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1 Ketika terjadi gangguan 3 phasa respon pada bus 15 dan 16 kestabilan
tegangan mengalami penurunan drastis hingga 0,0. Setelah gangguan 3
phasa dihilangkan respon kestabilan tegangan pada bus 15 dan 16
kembali keadaan normalnya dan mengalami penurunan 1,2 % saat
pelepasan generator dari keadaan normalnya. Untuk respon kestabilan
frekuensi ketika gangguan 3 phasa mengalami penurunan sebesar 0,1
% dan saat gangguan 3 phasa dihilangakan frekuensi kembali keadaan
normal, sedangkan pada pelepasan generator frekuensi mengalami
penurunan sebesar 0,3%. Sedangkan respon kestabilan sudut rotor
setelah gangguan 3 phasa dihilangkan dan pelepasan genertor sudut
rotor kembali ketitik normalnya setelah mengalami osilasi pada
gangguan 3 phasa.
2 Hasil perhitungan waktu pemutusan kritis ketika gangguan 3 phasa
dengan menggunakan metode kriteria sama luas pada bus 15 dan 16
pada PLTU TJB Jepara sebesar 0.132 detik.
3 Respon gangguan pelepasan generator pada generator 3
mengakibatkan penuranan kestabilan tegangan sebesar 1,2% dan
frekuensi sebesar 0,3% tetapi masih dalam kisaran normal pada PLTU
TJB Jepara.
5.2 Saran
1 Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan sesuai. Diperlukan data
asli dan lengkap, meliputi data model generator, data exciter dan
model beban secara rill maupun data saluran dan trnasformator.
2 Diperlukan pengujian yang lebih kompleks mengenai metode
perhitungan CCT secara langsung dengan harapan hasil dari metode
tersebut dapat diterapkan dalam perindustrian atau bahkan sistem
kelistrikan di daerah-daerah tertentu guna menjaga kestabilan sistem
tenaga listrik pada tempat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA