E-commerce O2O yang sebetulnya sudah ada sejak lama adalah sistem pembelian
kupon online, seperti pada Groupon. Groupon merupakan e-commerce yang menjual
berbagai jenis kupon untuk pembelian produk-produk secara offline. Jadi, pembeli
membeli kupon secara online, tapi kupon tersebut hanya dapat ditukarkan dengan produk
di toko fisik. Contoh lain dari O2O adalah layanan taksi online (Uber, Grab, GoJek).
Sistem taksi online membuat para pengguna menggunakan aplikasi untuk memesan taksi
secara online, lalu pengguna akan menggunakan jasa taksi tersebut
secara offline tentunya. Selain itu, perusahaan ritel yang sudah berkiprah dalam dunia
toko fisik (offline store) juga sudah mulai menjajaki dunia O2O, seperti Alfamart
(www.alfacart.com), Indomaret (www.klikindomaret.com), dan Matahari
(www.mataharimall.com). Pembeli dapat memesan produk
secara online melalui website tersebut, lalu mengambil barang atau menukarkan barang
jika terjadi kesalahan, di toko fisik ritel mereka.
Potensi O2O di Indonesia
Potensi O2O di Indonesia memang besar, meskipun adopsi O2O di Indonesia masih
sangat terbatas. Menurut Hadi Kuncoro sebagai COO aCommerce melalui
DailySocial, omni-channel retailing adalah masa depan dari O2O. Pemesanan produk
dapat dilakukan dari media apa saja (online, mobile, offline, social, dll.), lalu produk
dapat diantarkan melalui channel apapun dan kapanpun. Kultur Indonesia tidak terlalu
menjadi masalah dalam hal e-commerce karena yang akan banyak mempengaruhi adalah
tingkat kesiapan infrastruktur e-commerce dan logistik di Indonesia yang belum
memadai. Menurutnya, e-commerce di indonesia perlu memiliki sebuah platform seperti
Alibaba di China yang sudah terintegrasi (mulai dari logistik, pembayaran, dan lain-lain).
Perusahaan yang memiliki kehadiran secara online dan offline (fisik toko/ gudang)
memperlakukan dua saluran yang berbeda sebagai pelengkap satu dengan lainnya.
Disamping faktor efisiensi cost, tujuan dari pemasaran O2O atau Online to Offline adalah
untuk menciptakan kesadaran produk (awareness) dan tentu saja untuk menyediakan
suatu layanan online kepada konsumen. Contoh teknik yang dapat diaplikasikan oleh
O2O dalam perdagangan perusahaan misalnya pengambilan barang di toko fisik setelah
barang tersebut dibeli secara online. Contoh lainnya yaitu konsumen login ke situs
pengecer untuk memeriksa stok, setelah mengetahui stok barang yang diinginkan tersedia
kemudia konsumen tersebut baru mendatangi toko pengecer untuk melakukan pembelian.
Dalam sebagian besar kasus, O2O mengarahkan konsumen secara online dan kemudian
mendorongnya untuk ke lokasi fisik untuk menyelesaikan pembelian mereka. Salah satu
aspek baru inisiatif O2O adalah kemampuan untuk membayar secara online dan
kemudian mengambil produk dalam lokasi fisik. Sementara ini dapat dilihat di Amazon
loker, O2O biasanya digunakan untuk referensi dalam toko pickup, seperti memesan dari
pengecer toko online atau aplikasi, seperti Target atau Starbucks, dan kemudian pergi ke
lokasi tertentu untuk menerima barang yang dibeli. Contoh: Alibaba Mal pertama
menunjukkan bahwa O2O adalah model bisnis yang nyata. Selain Target dan Starbucks,
contoh lain perusahaan yang telah mengaplikasikan teknis pemasaran Online to
Offline ini adalah Groupon, OpenTable, dll. Di Indonesia sendiri perusahaan yang sudah
menggunakan konsep O2O datang dari jasa on-demand di sektor transportasi (GrabTaxi,
Go-Jek), jasa pesan-antar makanan dan grocery (Foodpanda, Happy Fresh), dan
akomodasi (Airbnb, HotelQuickly). Sedangkan di sisi logistik, manifesti O2O di
Indonesia datang dalam bentuk layanan loker pintar.
7. Kesimpulan