Anda di halaman 1dari 9

UJMER 6 (2 ) (2017) 148 - 156

Unnes Journal of Mathematics Education Research


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer

Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Berdasarkan Gaya Belajar Siswa


pada Model Pembelajaran Vak dengan Self Assessment

Salisatul Apipah1 Kartono2


1.
MA AL-Hikmah Karang Asem, Sayung, Demak, Indonesia
2,3
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel Abstrak
________________ ______________________________________________________
Sejarah Artikel: Koneksi matematis adalah interrelasi antara situasi, masalah, dan ide-ide matematis dan
Diterima 20 Juli 2017 menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam menyelesaikan masalah yang satu
Disetujui 15 September dengan masalah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kualitas
2017 pembelajaran VAK dengan self assessment terhadap kemampuan koneksi matematis, (2)
mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa berdasarkan gaya belajar pada
Dipublikasikan 28
model pembelajaran VAK dengan self assessment. Penelitian ini menggunakan jenis mixed
Desember 2017 method dengan desain concurent embedded. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII
Keywords: SMP N 9 Semarang. Pengambilan data gaya belajar menggunakan kuesioner,
Mathematical Connection pengambilan data kemampuan koneksi matematis menggunakan tes dan pengambilan data
Learning Style self assessment menggunakan lembar penilaian. Kualitas pembelajaran secara kualitatif
dinilai dari tahap perencanaan, pelakasanaan, dan penilaian. Hasil tes kemampuan
VAK learning
koneksi matematis dianalisis secara kuantitatif dengan uji rata-rata, uji kutantasan, uji beda
Self Assessment rata-rata, dan uji beda proporsi. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran VAK dengan self assessment berkualitas baik secara
kualitatif dan kuantitatif. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki kemampuan koneksi
matematis yang paling tinggi, siswa dengan gaya belajar kinestetik memiliki kemampuan
koneksi matematis sedang, dan siswa dengan gaya belajar auditori memiliki kemampuan
koneksi matematis paling rendah.

Abstract
_______________________________________________________________ _
Mathematical connection is the interrelation amongst situation, problem, and mathematical ideas
and to apply acquired knowledge in solving one problem to other ones The aims of this research are:
(1) to determine the quality of VAK learning with self assessment toward mathematical connection
ability; (2) to describe mathematical connection ability in students based on learning style on VAK
learning model with self assessment. This research applied mixed method with concurrent embedded
design. Subject of this research is 8th grade students of State Junior High School 9 Semarang.
Learning style data was collected through questionnaires, while mathematical connection ability data
was collected through test usage, and self assessment data was collected through assessment sheets. The
quality of learning was qualitatively valued from planning stage, performing stage, and assessment
stage. The result of mathematical connection ability test was analyzed qualitatively using mean test,
comprehensive test, mean deviation test, and deviation proportion test. Result of this research shows
learning quality of VAK learning model with self assessment is considered well both qualitatively and
quantitatively. Students who applied visual learning style have the highest mathematical connection
ability, Students who applied kinesthetic learning style have the medium mathematical connection
ability, and Students who applied auditory learning style have the lowest mathematical connection
ability.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: P-ISSN 2252-6455
Karang Asem, Sayung, Demak, 59563, Indonesia
e-ISSN 2502-4507
E-mail: fiefah.tsaa@gmail.com
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

PENDAHULUAN Menurut NCTM (2000) pentingnya


koneksi matematis adalah “When student can
Matematika bukanlah ilmu pengetahuan connect mathematical ideas, their understunding is
yang dapat berdiri sendiri, tetapi adanya deeper and more lasting”. Artinya bahwa ketika
matematika dapat membantu manusia dalam seorang siswa mampu membuat koneksi ide-ide
memahami dan menguasai permasalahan sosial, matematika, pemahaman mereka lebih dalam
ekonomi, dan alam (Kline dalam Suherman et dan lebih lama tersimpan dalam pikiran siswa.
al., (2003). Hudojo (2003) menyatakan bahwa koneksi matematika membantu siswa untuk
matematika adalah suatu alat yang dapat mengingat keterampilan dan konsep-konsep
mengembangkan cara berpikir. Sejalan dengan serta menggunakannya secara tepat ketika
hal tersebut, Suherman et al., (2003) menghadapi situasi untuk pemecahan masalah.
menyebutkan bahwa pembentukan sikap pola Menurut Hendriana et al., (2014) koneksi
berpikir kritis dan kreatif merupakan hal matematis menjadi lebih penting karena
terpenting dari tujuan pembelajaran membantu siswa dan memperbaiki pemahaman
matematika. Tujuan dari pembelajaran siswa tentang hubungan antara konsep
matematika itu sendiri adalah agar siswa matematika dengan konsep ilmu lain.
mampu menggunakan atau menerapkan Ainurrizqiyah et al., (2015) dalam
matematika yang mereka pelajari dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa siswa
kehidupan sehari-hari dan belajar pengetahuan kesulitan dalam menghubungkan antar konsep
lainnya (Tim PPG Mat dalam Rismawati 2016). yang sebelumnya telah diketahui oleh siswa
Matematika merupakan pelajaran yang dengan konsep baru yang akan siswa pelajari.
kurang diminati oleh siswa karena mereka tidak Hasil penelitian Ruspiani dalam Sulistyaningsih
dapat melihat hubungan matematika dengan et al., (2012) mengungkapkan bahwa pada
kehidupan mereka sehari-hari, padahal umumnya kemampuan siswa dalam koneksi
matematika perlu diajarkan pada setiap jenjang matematis masih rendah. Rendahnya
pendidikan, karena matematika adalah ratunya kemampuan koneksi matematis siswa akan
ilmu dan sekaligus pelayan ilmu. Pembelajaran mempengaruhi kualitas belajar siswa yang
matematika harus mampu mengembangkan berdampak pada rendahnya prestasi belajar
beberapa keterampilan, yaitu: (1) pemecahan siswa.
masalah matematika (2) penalaran dan Kenyataannya dalam pembelajaran
pembuktian pembelajaran matematika; (3) terlihat siswa masih sulit menghubungkan
komunikasi matematika; (4) koneksi matematika materi yang dipelajari dengan materi prasyarat
(5) representasi matematika (NCTM dalam yang mereka kuasai dan peningkatan koneksi
Ulya, 2016). matematika siswa SMP masih belum sesuai
Salah satu kemampuan penting yang dengan yang diharapkan. Penelitian Rohendi
harus dimiliki setiap siswa adalah kemampuan dan Dulpaja (2013), koneksi matematis sangat
koneksi matematika. Karena koneksi diperlukan agar siswa dapat mengasosiasikan
matematika bertujuan agar siswa mampu koneksi antara matematika dan matematika itu
menghubungkan antara materi yang satu dengan sendiri, matematika dengan subyek lain dan
materi lainnya. Siswa dapat memahami konsep matematika dengan masalah dunia nyata.
matematika yang mereka pelajari karena mereka Indikator kemampuan koneksi matematis yaitu
telah menguasai materi prasyarat yang berkaitan (1) Mencari dan memahami hubungan berbagai
dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, jika representasi konsep dan prosedur, (2)
siswa mampu mengaitkan materi yang mereka Memahami hubungan antar topik dalam
pelajari dengan pokok bahasan sebelumnya atau matematika, (3) Menggunakan matematika
dengan mata pelajaran lain, maka pembelajaran dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-
matematika menjadi lebih bermakna (Linto, hari, (4) Memahami representasi ekuivalen
2012). konsep atau prosedur yang sama, (5) Mencari
149
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah
representasi yang ekuivalen, (6) Menggunakan dimilikinya dengan melatih dan
koneksi antar topik matematika, dan antar topik mengembangkannya. Langkah - langkah
matematika dengan topik lain. pembelajaran VAK adalah tahap persiapan,
Terjadinya kesulitan siswa dalam tahap penyampaian, tahap pelatihan, dan tahap
koneksi matematika antara lain dipengaruhi penampilan hasil (Herdian dalam Shoimin,
oleh gaya belajar karena gaya belajar seseorang 2014).
menentukan bagaimana siswa bisa menyerap Selain model pembelajaran, penilaian
sesuatu melalui inderanya diantara panca terhadap diri siswa juga mempengaruhi kualitas
inderanya, indera mana yang lebih berkembang hasil pembelajaran. Self assessment merupakan
pada saat proses belajar tersebut berlangsung. penilaian yang dilakukan oleh siswa dalam
Richardo, et al., (2014) dalam penelitiannya menilai pekerjaan yang dilakukan oleh dirinya
menyatakan bahwa gaya belajar menyebabkan sendiri (Sumarmo dalam Shofiyah dan Wasis,
perbedaan dalam kemampuan menyelesaikan 2013). Self assessment melibatkan perbandingan
masalah pada siswa. Gaya belajar merupakan dari satu proses pelaksanaan pembelajaran
metode yang digunakan oleh individu untuk dengan beberapa kriteria untuk menjadikan
memfokuskan dan menguasai informasi baru kesadaran pada apa yang telah dilakukan siswa
(Sengodan dan Zanaton, 2012). Bostrom (2011) untuk mengubahnya, dan untuk mempelajari
menyatakan bahwa guru yang mengajar dirinya dalam pelaksanaan tugas yang lebih baik
berdasarkan perbedaan gaya belajar siswa, akan dimasa mendatang (Panadero, et al., 2012). Self
lebih terorientasi pada peningkatan proses assessment dapat menumbuhkan rasa percaya diri
maupun hasil belajar dan lebih terbuka terhadap siswa karena mereka diberi kepercayaan untuk
perubahan, dibandingkan dengan guru yang menilai dirinya sendiri dan meningkatkan
tidak menggunakan gaya belajar sebagai dasar pemahaman siswa terhadap kekuatan dan
paedagogis. kelemahan dirinya (Shofiyah dan Wasis, 2013).
Kualitas pembelajaran juga harus Kartono (2011) menyatakan bahwa self
diperhatikan dalam pembelajaran yang assessment dapat mendorong siswa untuk mandiri
diterapkan pada proses pembelajaran. Salah satu dan meningkatkan motivasi mereka. Self
faktor yang mempengaruhinya adalah ketepatan assessment dapat digunakan untuk membantu
model pembelajaran yang digunakan (Riau dan mengembangkan kemampuan siswa untuk
Junaedi, 2016). Model pembelajaran yang memeriksa dan berpikir kritis mengenai proses
dapat diterapkan untuk pencapaian kemampuan pembelajaran yang siswa jalani.
koneksi matematis siswa adalah model Self assessment dilakukan berdasarkan
pembelajaran visual auditori kinestetik (VAK). kriteria yang jelas dan objektif. Oleh karena tiu,
Model pembelajaran VAK merupakan proses langkah-langkah self assessment oleh siswa yaitu
belajar mengajar yang menekankan bahwa (1) menentukan kompetensi atau aspek
belajar haruslah memanfaatkan semua indera kemampuan yang akan dinilai, (2) menentukan
yang dimiliki siswa, yaitu menggabungkan kriteria penilaian yang akan digunakan, (3)
indera pendengaran, penglihatan, dan gerakan. merumuskan format penilaian, datap berupa
Pembelajaran dengan model ini mementingkan pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau
pengalaman belajar secara langsung dengan cara skala penilaian, (4) meminta siswa untuk
melihat (visualization), mendengar (auditory) dan melakukan self assessment, (5) guru mengkaji
gerak (kinestethic) (Trisetio, et al., 2014) . sampel hasil penilaian secara acak, untuk
Model pembelajaran VAK merupakan mendorong siswa supaya senantiasa melakukan
suatu model pembelajaran yang menganggap self assessment secara cermat dan objektif, (6)
pembelajaran akan efektif dengan menyampaikan umpan balik kepada siswa
memperhatikan ketiga modalitas dan dapat berdasarkan hasil kajian terhadap sampel hasil
diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan
150
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

penilaian yang diambil secara acak (Suwandi, Berdasarkan data tersebut akan dideskripsikan
2010). kemampuan koneksi matematis siswa
Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan gaya belajar siswa.
adalah (1) bagaimana kualitas pembelajaran Teknik pengumpulan data yang
VAK dengan self assessment terhadap digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
kemampuan koneksi matematis? (2) bagaimana tes, kuesioner, penilaian, observasi dan
kemampuan koneksi matematis siswa wawancara. Teknik kuesioner digunakan untuk
berdasarkan gaya belajar pada pembelajaran mendapatkan data gaya belajar siswa dan respon
VAK dengan self assessment? siswa, teknik tes digunakan untuk mendapatkan
Tujuan penelitian ini adalah (1) data kemampuan koneksi matematis siswa
Mengetahui kualitas pembelajaran VAK dengan dengan menggunakan tes kemampuan koneksi
self assessment terhadap kemampuan koneksi matematis, teknik wawancara untuk
matematis (2) Mendeskripsikan kemampuan memperoleh data lebih dalam dan akurat
koneksi matematis siswa berdasarkan gaya bagaimana kemampuan koneksi matematis
belajar pada pembelajaran VAK dengan self siswa, sedangkan observasi untuk memperoleh
assessment. data lebih dalam menilai kinerja siswa dalam
proses pembelajaran.
METODE Kriteria yang digunakan untuk
menentukan apakah instrumen penelitian layak
Penelitian ini menggunakan jenis mixed digunakan adalah jika instrumen tersebut
method model concurrent embedded. Metode memenuhi kriteria valid. Instrumen penelitian
penelitian mixed methods adalah pendekatan divalidasi dalam penelitian ini meliputi Silabus,
penelitian yang menggabungkan atau RPP, LKS, tes kemampuan koneksi matematis,
menghubungkan metode penelitian kualitatif pedoman wawancara, kuesioner gaya belajar,
dengan kuantitatif (Creswell, 2014). Metode self assessment, kuesioner respon siswa,
kombinasi model concurent embedded adalah keterlaksanaan pembelajaran. Hasil validasi
metode penelitian yang menggabungkan antara instrumen penelitian minimal termasuk kriteria
metode penelitian kualitatif dan kuantitatif baik.
dengan cara mencampur kedua tersebut secara Analisis butir soal tes kemampuan
tidak berimbang (Sugiyono, 2015). koneksi matematis yang digunakan dalam
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri penelitian ini adalah uji validitas, reliabilitas,
9 Semarang tahun pelajaran 2016/2017. Sampel daya pembeda dan tingkat kesukaran. hasil
dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A analisis ujicoba TKKM meliputi validitas
sebagai kelas eksperimen, kelas VIII D sebagai butir soal, reliabilitas soal, daya pembeda, dan
kelas kontrol dan kelas VIII C sebagai kelas uji tingkat kesukaran butir soal maka dari 8 soal
coba. Subjek dalam penelitian ini dilakukan
ujicoba TKKM hanya akan digunakan 7
dengan berpedoman pada hasil kuesioner gaya diantaranya, yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 5, 6,
belajar yang dibagikan kepada siswa. Subjek
7, dan 8. Hal ini dikarenakan butir soal nomor 4
dipilih dengan melihat gaya belajar yang termasuk katagori tidak valid, daya pembedanya
dominan yang dimiliki siswa melalui hasil
kurang baik dan untuk indikator yang sama
kuesioner gaya belajar. Penelitian ini memilih 2 telah terwakili oleh butir soal yang lain.
siswa didasarkan pada kesetaraan skor kuesioner Analisis data kuantitatif terbagi menjadi
untuk indikator gaya belajar lainnya.
dua yaitu analisis awal dan analisis akhir.
Sumber data dalam penelitian ini adalah Analisis awal diambil dari hasil tes kemampuan
kuesioner gaya belajar siswa, lembar jawaban tes
koneksi matematis awal yang bertujuan untuk
kemampuan koneksi matematis, hasil mengetahui kesamaan rata-rata kelas
wawancara siswa, lembar penilaian self
eksperimen dan kelas kontrol. Analisis awal
assessment dan lembar kuesioner respon siswa.
151
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

menggunakan uji normalitas, uji homogenitas indikator 14 siswa yang faham hanya mencapai
dan uji kesamaan dua rata-rata. Kemampuan 90,6% yaitu 3 siswa yang masih kesulitan pada
koneksi matematis kelas eksperimen dan kelas indikator 14. Tindak lanjut dari self assessment
kontrol berdistribusi normal, homegen dan rata- menerapkan remidial teaching dan pengayaan.
rata sama. Sedangkan analisis akhir dilakukan Hal ini sejalan dengan penelitian Izzati, 2015
setelah pembelajaran VAK dengan self assessment menyatakan bahwa program remidial dan
dengan menggunakan uji rata-rata, uji pengayaan berpengaruh terhadap hasil belajar
ketuntasan, uji beda proporsi dan uji beda rata- matematika.
rata. Analisis data kualitatif mengacu pada Tahap penilaian pembelajaran dilihat
pendapat Miles dan Huberman dalam Sugiyono respon siswa terhadap pembelajaran dan
(2015) yaitu reduksi data, penyajian data, dan keefektifan pembelajaran. Respon siswa
menarik simpulan atau verifikasi. terhadap pembelajaran mencapai lebih dari atau
sama dengan 70% yang memberikan respon
HASIL DAN PEMBAHASAN positif terhadap pembelajaran VAK dengan self
assessment. Hal ini menunjukkan bahwa
Pengelompokkan siswa berdasarkan mayoritas siswa menilai pembelajaran yang
kuesioner gaya belajar dilakukan sebelum telah dilaksanakan dengan baik.
pelaksanaan proses pembelajaran. hasil Keefektifan pembelajaran dengan uji
pengelompokkan yang telah dilakukan, dapat prasyarat kelas kontrol dan eksperimen
diketahui behwa terdapat 11 siswa memiliki berdistribusi normal dan homogen. Keefektifan
gaya belajar visual, 13 siswa yang memiliki gaya pembelajaran dilihat dari hasil posttest
belajar auditori, dan 8 siswa yang memiliki gaya kemampuan koneksi matematis siswa yaitu uji
belajar kinestetik. rata-rata diperoleh t hitung = 5,930 dan t tabel =
Kualitas pembelajaran menggunakan 1,670 sehingga t hitung > t tabel maka
pembelajaran VAK dengan self assessment ditunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
terhadap kemampuan koneksi matematis koneksi matematis lebih dari KKM (79), untuk
berdasarkan Danielson (2013) yaitu (1) tahap uji ketuntasan diperoleh nilai
perencanaan (planning and preparation), (2) sedangkan sehingga
pelaksanaan (classroom environtment dan maka ditunjukkan bahwa 75% peserta
instruction), dan (3) evaluasi atau penilaian didik kelas eksperimen tuntas secara klasikal,
(professional responsibilty). Kualitas pembelajaran untuk uji beda proporsi diperoleh z hitung =
menggunakan pembelajaran VAK dengan self 3,113 dan z tabel = 1,64 maka ditunjukkan
assessment diperoleh hasil tahap perencanaan bahwa proporsi ketuntasan koneksi matematis
pembelajaran diperoleh rata-rata skor hasil siswa kelas eksperimen lebih dari proporsi
perolehan penilaian perangkat pembelajaran ketuntasan koneksi matematis kelas kontrol,
yaitu 4,18 termasuk dalam kriteria baik. untuk uji beda rata-rata diperoleh
Tahap pelaksanaan pembelajaran dan sehingga
diperoleh rata-rata total penilaian terhadap maka dapat ditunjukkan bahwa rata-rata
kemampuan guru dalam mengelola kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas
pembelajaran yaitu 4,11 termasuk dalam kriteria eksperimen lebih baik dari pada siswa pada kelas
baik. Hasil self assessment siswa perlu kontrol.
dimanfaatkan dan ditindaklanjuti. Hasil self Pemilihan subjek penelitian dengan
assessment diperoleh dari 10 indikator masing-masing kelompok gaya belajar dipilih
pencapaian kompetensi siswa mencapai 100% dua siswa untuk dianalisis kemampuan koneksi
faham. Untuk 5 indikator pencapaian matematis secara mendalam sehingga ada 6
kompetensi siswa yang faham mencapai 96,9% subjek penelitian. Kemampuan koneksi
dan 1 siswa yang masih mengalami kesulitan matematis berdasarkan gaya belajar siswa. Gaya
pada indikator tersebut. Sedangkan untuk belajar memiliki tempat yang penting dalam
152
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

kehidupan individu karena ketika individu tahu belajar kinestetik) dapat menjawab soal dengan
gaya belajar, dia akan mengintegrasikannya baik sehingga memperoleh skor maksimal.
dalam proses pembelajaran sehingga dia akan Soal indikator 3, kelima siswa (AV16
belajar lebih cepat dan mudah dan akan berhasil dengan gaya belajar visual, AA8 dan AA17
(Gilakjani, 2012). dengan gaya belajar auditori, AK28 dan AK31
Data mengenai gaya belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik) dapat menjawab
diperoleh dengan menggunakan inventori gaya soal dengan baik sehingga memperoleh skor
belajar yang dibagikan dan diisi oleh siswa. maksimal. Soal indikator 4, keempat siswa
Diperoleh hasil pengelompokkan yaitu 11 siswa (AV16 dan AV25 dengan gaya belajar visual,
yang memiliki gaya belajar Visual, 13 siswa AK28 dan AK31 dengan gaya belajar kinestetik)
yang memiliki gaya belajar Auditorial, 8 siswa dapat mengerjakan soal dengan baik sehingga
yang memiliki gaya belajar kinestetik. Subyek memperoleh skor yang maksimal. Soal indikator
penelitian dipilih 2 orang siswa dari setiap tipe 5, keempat siswa (AV25 dengan gaya belajar
gaya belajar. Terpilih siswa dengan kode AV16 visual, AA17, dengan gaya belajar auditori,
dan AV25 yang mewakili kelompok siswa gaya AK28 dan AK31 dengan gaya belajar kinestetik)
belajar visual, kemudian AA8 dan AA17 yang dapat mengerjakan soal dengan baik sehingga
mewakili kelompok siswa dengan gaya belajar memperoleh skor yang maksimal. Soal indikator
auditori, serta AK28 dan AK31 yang mewakili 6, kedua siswa (AV16 dengan gaya belajar
siswa bergaya belajar kinestetik untuk diteliti visual dan AK31 dengan gaya belajar kinestetik)
lebih mendalam mengenai kemampuan koneksi dapat menyelesaikan soal dengan baik sehingga
matematisnya. Hasil yang menggambarkan memperoleh skor maksimal
kemampuan koneksi matematis keenam siswa Subyek AV16 dan AV25 dengan gaya
yang terpilih setelah pembelajaran VAK dapat belajar visual memiliki karakteristik yang sama
dilihat pada Tabel 1. ketika membuat penyelesaian suatu maslah.
Siswa memiliki gaya belajar visual dapat
Tabel 1. Kemampuan Koneksi Matematis menuliskan langkah penyelesaian masalah
Keenam Siswa Terpilih dengan sistematis dan jelas. Subjek penelitian
Indikator % Gaya Belajar dengan gaya belajar visual lebih suka berpikir
maks Visual Auditori Kinestetik
AV16 AV25 AA8 AA17 AK28 AK31 menggunakan ilustrasi dan rapi sehingga ketika
1 100 100 100 100 100 100 87,5
membuat penyelesaian suatu masalah terbiasa
2 100 100 100 75 90 100 90
3 100 100 93,75 100 100 100 100 untuk membuat ilustrasinya terlebih dahulu.
4 100 100 100 78,57 92,86 100 100 Hal ini sejalan dengan De Porter, et al., (2013)
5 100 92,86 100 92,86 100 100 100
6 100 100 81,25 88,54 78,125 93,75 100 mengenai ciri-ciri seorang pembelajar visual
yaitu (teratur, memperhatikan segala sesuatu,
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa untuk menjaga penampilan. (2) mengingat dengan
soal koneksi matematis pada indikator 1, kelima gambar, lebih suka membaca daripada
siswa (AV16 dan AV25 dengan gaya belajar dibacakan, (3) membutuhkan gambaran dan
visual, AA8 dan AA17 dengan gaya belajar tujuan meyeluruh dan menangkap detail,
auditori, AK28 dengan gaya belajar kinestetik) mengingat apa yang dilihat. Hal ini dapat
dapat menjawab dengan baik sehingga disimpulkan bahwa kemampuan koneksi
memperoleh skor maksimal, sedangkan siswa matematis siswa dengan gaya belajar visual
AK31 dengan gaya belajar kinestetik mencapai termasuk indikator terpenuhi. Karena siswa
skor yang baik namun belum maksimal, hal ini dengan gaya belajar visual dapat meyelesaikan
dikarenakan kurang telitinya dalam menjawab masalah dari semua soal TKKM. Karakteristik
soal pada indikator 1. Soal dengan indikator 2, lain yang dimiliki siswa dengan gaya belajar
ketiga siswa (AV16 dan AV25 dengan gaya visual adalah siswa dapat menuliskan langkah
belajar visual, AK28 dan AK31 dengan gaya penyelesaian masalah dengan sistematis.

153
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

Subjek AA8 dan AA17 dengan gaya lebih suka berpikir dengan melakukan sesuatu.
belajar auditori memiliki karakteristik yang Karakteristik lain yang dimiliki siswa dengan
hampir sama dengan siswa dengan gaya belajar gaya belajar kinestetik adalah siswa lebih suka
visual ketika membuat penyelesaian suatu berpikir sambil melakukan sesuatu.
masalah. Siswa dengan gaya belajar auditori
dapat menuliskan langkah penyelesaian masalah SIMPULAN
dengan sistematis tetapi tidak menuliskan
penyelesaian secara lengkap. Subjek penelitian Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
dengan gaya belajar auditori ini lebih suka simpulan kualitas pembelajaran model
berpikir dengan cepat, ketika memahami pembelajaran VAK dengan self assessment
permasalahan pada soal siswa dengan gaya terhadap kemampuan koneksi matematis siswa
belajar auditori suka menggerakkan kelas VIII dalam menyelesaikan soal koneksi
bibir/bersuara walaupun lirih. Hal ini sejalan matematis secara kualitatif termasuk dalam
dengan penjelasan De Porter, et al (2013) kriteria baik dapat ditunjukkan dari (1) rata-rata
mengenai salah satu ciri-ciri seorang pembelajar nilai silabus, dan LKS termasuk dalam kriteria
auditori yaitu mengumpulkan informasi yang baik. sedangkan rata-rata nilai RPP dan TKKM
dibaca dengan keras dan mungkin tidak termasuk dalam kriteria sangat baik, (2) rata-rata
memahami secara menyeluruh informasi keterlaksanaan pembelajaran dari pertemuan
tertulis. pertama sampai terakhir juga masuk dalam
Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat kriteria minimal baik (3) Banyaknya siswa yang
disimpulkan bahwa kemampuan koneksi memberikan respon positif terhadap
matematis siswa dengan gaya belajar auditori pembelajaran VAK mencapai 70%, artinya
masih dibawah siswa gaya belajar visual. siswa mayoritas siswa memberikan penilaian yang
gaya belajar auditri dalam menyelesaikan baik terhadap pembelajaran.
TKKM tidak teliti, karena lebih suka berpikir Pembelajaran model VAK terhadap
dengan cepat. Karakteristik yang lain yang kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII
dimiliki siswa dengan gaya belajar auditori dalam menyelesaikan soal koneksi matematis
adalah siswa dengan gaya belajar auditori dapat secara kuantitatif dapat dikatakan berkualitas
menuliskan langkah penyelesaian masalah dapat ditunjukkan dari (1) Proporsi siswa kelas
dengan sistematis tetapi tidak menuliskan eksperimen yang mencapai nilai ketuntasan 79
penyelesaian secara lengkap. telah melampaui 75%, (2) Proporsi ketuntasan
Subjek AK28 dan AK31 dengan gaya koneksi matematis siswa pada pembelajaran
belajar Kinestetik ini lebih suka berpikir sambil VAK dengan self assessment lebih dari proporsi
melakukan sesuatu, ketika memahami ketuntasan koneksi matematis pada
permasalahan pada soal siswa dengan gaya pembelajaran ekspositori, (3) Rata-rata
belajar kinestetik suka merujuk tulisan yang kemampuan koneksi matematis siswa dalam
dibacanya. Hal ini sejalan dengan penjelasan De menyelesaikan soal koneksi matematis pada
Porter, et al (2013) mengenai salah satu ciri-ciri pembelajaran VAK lebih baik daripada
seorang pembelajar kinestetik yaitu kemampuan koneksi matematis siswa dalam
mengumpulkan informasi yang dibaca sambil menyelesaikan soal koneksi matematis pada
melakukan sesuatu, menunjuk tulisan saat pembelajaran ekspositori.
membaca, menanggapi secara fisik. Karakteristik kemampuan koneksi
Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat matematis siswa berbeda-beda sesuai dengan
disimpulkan bahwa kemampuan koneksi tipe gaya belajar diantaranya adalah
matematis siswa dengan gaya belajar kinestetik karakteristik kemampuan koneksi matematis
masih dibawah siswa gaya belajar visual dan yang dimiliki siswa dengan gaya belajar visual
diatas auditori, siswa gaya belajar kinestetik adalah siswa dapat menuliskan langkah
dalam menyelesaikan TKKM tidak teliti, karena penyelesaian masalah dengan sistematis dan
154
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

jelas, karakteristik kemampuan koneksi Gilakjani, A. P. 2012. “Visual, Auditory,


matematis siswa dengan gaya belajar auditori Kinaesthetic Learning Styles and Their
adalah dapat menuliskan langkah penyelesaian Impacts on English Language
masalah dengan sistematis tetapi tidak Teaching”. Journal of in Education,
menuliskan penyelesaian secara lengkap dan 2(1): 104-113.
karakteristik kemampuan koneksi matematis Hendriana, H., Slamet, U. R., & Sumarmo , U.
siswa dengan gaya belajar kinestetik adalah 2014. “Mathematical Connection Ability
dalam menyelesaikan soal koneksi matematis and Self-Confidence (An Experiment on
tidak teliti, karena lebih suka berpikir dengan Junior High School Students Through
melakukan sesuatu dan siswa dapat menuliskan Contextual Teaching and Learning with
langkah penyelesaian masalah dengan sistematis Mathematical Manipulative)”.
tetapi tidak menuliskan penyelesaian secara International Journal of Education, 8(1): 1-
lengkap. 11.
Hudojo. 2003. Pengembangan Kurikulum dan
UCAPAN TERIMA KASIH Pengembangan Matematika. Malang:
IMSTEP.
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan Izzati. 2015. Pengaruh Penerapan Program
kepada Dr. Isnarto, M. Si, dosen Universitas Remidial dan Pengayaan Melalui
Negeri Semarang yang telah membimbing Pembelajaran Tutor Sebaya Terhadap
peneleitian ini sampai dengan layak untuk Hasil Belajar Matematika Siswa. Jurnal
diterbitkan dalam jurnal. EduMa, 4(1): 54-68.
Kartono. 2011. Efektivitas Penilaian Diri dan
DAFTAR PUSTAKA Teman Sejawat untuk Penilaian
Formatif dan Sumatif pada
Ainurrizqiyah, Z., Mulyono., & Sutarto, H. Pembelajaran Mata Kuliah Analisis
2015. “Keefektifan Model PjBL dengan Kompleks.
CREATIVE MIND-MAP Untuk Linto, R.L., Elniati, S., & Rizal, Y. 2012.
Meningkatkan Koneksi Matematika “Kemampuan Koneksi Matematis dan
Siswa”. Unnes Journal of Mathematics Metode Pembelajaran Quantum
Education, 4 (2): 172-179. Teaching dengan Peta Pikiran”. Jurnal
Bostrom, L. 2011. “Effect of Learning Style Pendidikan Matematika, 1(1): 83-87.
Responsive versus Traditional National Council of Teacher of Mathematics.
Approaches on Grammar. Institute of 2000. Principles and Standards for School
Learning Style Journal, 1(3): 17-38. Mathematics. Reston, VA: Author.
Creswell, J. W. 2014. Research Design Pendekatan Panadero, E., Tapia, J.A., & Huertas, J.A. 2012.
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. “Rubrics and Self Assesment Scripts
Terjemahan Achmad Fawaid. Effect on Self Regulation, Learning and
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Self-Efficacy in Secondary Education”.
Danielson, C. 2013. The Framework for Teaching journal homepage, 10(6): 806-813.
Evaluation Instrument. Virginia: Riau, B. E. S., & Junaedi, I. 2016. Analisis
Association for Supervision and Kemampuan Pemecahan Masalah
Curriculum Development. Matematik Siswa Kelas VII Berdasarkan
DePorter, B & Hernacki, M. 2013. Quantum Gaya Belajar Pada Pembelajaran PBL.
Learning : Membiasakan Belajar Nyaman Unnes Journal of Mathematics Education
dan Menyenangkan. Translated by Research, 5(2): 166-177.
Alwiyah.2008. Bandung : Kaifa. Richardo, R., Mardiyana., & Saputro. D. R. S.
2014. “Tingkat Kreativitas Siswa Dalam
Memecahkan Masalah Matematika
155
Salisatul Apipah & Kartono / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (2) 2017 148 - 156

Divergen Ditinjau Dari Gaya Belajar Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi
Siswa (Studi Pada Siswa Kelas Ix Mts (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Negeri Plupuh Kabupaten Sragen Suherman, I., Turmudi., Suryadi, D., Herman,
Semester Gasal Tahun Pelajaran 2013/ T., Suhendra., Prabawanto, S.,
2014)”. Jurnal, 2(2): 141-151. Nurjanah., & Rohayati, A. 2003.
Rismawati, M., Irawan, E.B., & Susanto, H. Strategi Pembelajaran Matematika
2016. Analisis Kesalahan Koneksi Kontemporer. Bandung: UPI.
Matematis Siswa pada Materi Sistem Sulistyaningsih, D., Waluyo, S.B., & Kartono.
Persamaan Linier Dua Variabel. Jurnal, 2012. Model Pembelajaran Kooperatif
126-134. Tipe CIRC dengan Pendekatan
Rohendi, D,. & Dulpaja, J. 2013. “Connected Konstruktivisme Untuk Meningkatkan
Mathemathics Project (CMP) Model Kemampuan Koneksi Matematik. Unnes
Based on Presentation Media to the Journal of Mathematics Education Research,
Mathematical connection Ability of 1(2).
Junior School Student”. Journal of Suwandi, S. 2010. Model Assesmen Dalam
Educationn and Practice, 4(4): 17-22. Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sengodan, V., & Zanaton, H. I. 2012. “Students’ Trisetio, E., Astuti, E.P., & Kurniasih, N. 2014.
Learning Style and Intrinsic Motivation “Eksperimentasi Auditory Intellectually
in Learning Mathematics”. Assian Social Repetition (Air) Dan Visualization Auditory
Science, 8(16): 17-23. Kinesthetic (Vak) Terhadap Hasil Belajar
Shofiyah, H., & Wasis. 2013. “Penerapan Self Matematika”. Jurnal, 12(4): 301-315.
Assessmet (Penilaian Diri) pada Ulya, I.F., Irawati, R & Maulana. 2016.
Kegiatan Praktikum untuk “Peningkatan Kemampuan Koneksi
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Matematis dan Motivasi Belajar Siswa
X SMAN 1 Sidayu. Jurnal Inovasi Menggunakan Pendekatan
Pendidikan Fisika. 2 (2): 139-142. Kontekstual”. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1):
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif 121-130.
dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-
Ruzz Media.

156

Anda mungkin juga menyukai